asidi alkalimetri

41
1 ASIDI ALKALIMETRI I. TUJUAN Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi asam-basa. II. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur, buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk, sendok tuang, pipet volume, beker glass, gelas ukur, statip dan klem, gelas arloji, corong pisah, gelas piala, kertas perkamen, tisu, dan timbangan. Bahan yang digunakan yaitu HCl pekat, aqudes, natrium karbonat anhidrat, indikator pp, natrium hidroksida, asam oksalat dihidrat, asam salisilat, etanol 95%, asam sitrat, natrium bikarbonat, dan indikator metal jingga. III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 1. Larutan Baku A.Larutan Asam Klorida 0,1 N Pembuatan NO. PERLAKUAN PENGAMATAN 1. HCl pekat 8,5 ml Tidak berwarna 2. Diencerkan add 1000 ml Tidak berwarna 3. Hasil Diamati Pembakuan NO. PERLAKUAN PENGAMATAN 1. Timbang Natrium Karbonat kurang lebih Putih, butiran-butiran halus

Upload: intan-hanif

Post on 04-Jan-2016

502 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

laporan asidi alkalimetri

TRANSCRIPT

Page 1: ASIDI ALKALIMETRI

1

ASIDI ALKALIMETRI

I. TUJUANMenetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan

prinsip reaksi asam-basa.

II. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur, buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk, sendok tuang, pipet volume, beker glass, gelas ukur, statip dan klem, gelas arloji, corong pisah, gelas piala, kertas perkamen, tisu, dan timbangan.

Bahan yang digunakan yaitu HCl pekat, aqudes, natrium karbonat anhidrat, indikator pp, natrium hidroksida, asam oksalat dihidrat, asam salisilat, etanol 95%, asam sitrat, natrium bikarbonat, dan indikator metal jingga.

III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN1. Larutan Baku

A. Larutan Asam Klorida 0,1 N Pembuatan

NO. PERLAKUAN PENGAMATAN1. HCl pekat 8,5 ml Tidak berwarna

2. Diencerkan add 1000 ml Tidak berwarna3. Hasil Diamati

Pembakuan

NO. PERLAKUAN PENGAMATAN1. Timbang Natrium Karbonat

kurang lebih 200 mgPutih, butiran-butiran halus

2. Larutkan dengan 50 ml air Tidak berwarna3. Diambil 10 ml ditambah indikator

metil jinggaBerwarna kuning

4. DititrasiDilakukan hingga 3 kali

1. 11,50 ml2. 12,32 ml3. 15,47 mlWarna berubah menjadi merah muda

N= 2 x mg Na 2CO3BM Na2CO3 x mL HCl yangdigunakan

Page 2: ASIDI ALKALIMETRI

2

N= 2 x200106 x 8,5

N= 400901

N=0,4493 N

Replikasi I Replikasi IIIV1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

10 x 0,1 = 11,50 x N2 10 x 0,1 = 15,47 x N2

N2 = 1 : 11,50 N2 = 1 : 15,47 N2 = 0,086 N N2 = 0,064 NReplikasi IIV1 x N1 = V2 x N2

10 x 0,1 = 12,32 x N2

N2 = 1 : 12,32N2 = 0,081 N

Rata-rata N HCl =

∑ Normalitas

banyaknya data

Rata-rata N HCl =0,086+0,081+0,064

3Rata-rata N HCl = 0,077 N

x x d d2

0,0860,077

0,009 8,1 x10-5

0,081 0,004 1,6x10-5

0,064 0,013 1,69x10-4

Ʃ = 0,026 Ʃ = 2,66x10-4

d = 0,026 : 3 = 8,67x10-3 SD=√ 2,66 x 10−42

=0,0115

Hasil akhir :Kadar = x ± t . SD / √NKadar = 0,077 % ± (3,182 . 0,0115 / √3)Kadar = 0,077 % ± 0,0211

B. Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

NO. PERLAKUAN KETERANGAN1. NaOH ditimbang 4 gram Bentuknya kristal higroskopis

Page 3: ASIDI ALKALIMETRI

3

2. Dilarutkan dalam 1000 ml Larutan tak berwarna3. C2H2O4.2H2O ditimbang 0,315 gr Hablur putih4. Dilarutkan dalam akuades 50 ml Larutan tak berwarna5. Dipipet 10 ml, ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna6. Dititrasi dengan NaOH 1. 10,5 ml

2. 11.5 ml3. 11,4 mlBerwarna ungu muda

Replikasi I Replikasi IIIN1 x V1 = N2 x V2 N1 x V1 = N2 x V2

N1 x 10,5 = 0,1 x 10 N1 x 11,4 = 0,1 x 10 N1 = 1 : 10,5 N1 = 1 : 11,4 N1 = 0,099 N N1 = 0,087 N

Replikasi IIN1 x V1 = N2 x V2

N1 x 11,5 = 0,1 x 10 N1 = 1 : 11,5 N1 = 0,086 N

Rata-rata N NaOH =

∑ Normalitas

banyaknya data

Rata-rata N NaOH = 0,099+0,0869+0,08772

3Rata-rata N NaOH = 0,09 N

x x d d2

0,0990,090

0,009 8,1x10-5

0,086 0,004 1,6x10-5

0,087 0,003 9x10-6

Ʃ = 0,016 Ʃ = 1,06x10-4

d = 0,016 : 3 = 5,34x10-3 SD=√ 1,06 x 10−42

=7,28 x 10−3

Hasil akhir :Kadar = x ± t . SD / √NKadar = 0,090 % ± (3,182 . 7,28x10-3 / √3)Kadar = 0,090 % ± 0,0133

2. Penetapan Kadar

Page 4: ASIDI ALKALIMETRI

4

A. Penetapan Kadar Asam Salisilat

NO. PERLAKUAN KETERANGAN1. 250 gram sampel ditimbang Putih2. Dilarutkan dalam 15 ml etanol 95% Larutan tak berwarna3. Ditambahkan 20 ml air Larutan tak berwarna4. Ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna5. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N 1. 1,51 ml

2. 1,81 ml3. 1,51 mlBerwarna merah muda

BE = BM

E =

1381

= 138

Kadar (b/b %) =ml . titran× N . titran× BE

mg sampel×100 %

Kadar 1 (b/b %)=1,51ml × 0,09 N ×138

250 mg× 100 %= 7,501 %

Kadar 2 (b/b %)=1,81ml× 0,09 N ×138

250 mg× 100 %= 8,992 %

Kadar 3 (b/b %)=1,51ml × 0,09 N ×138

250 mg× 100 %= 7,501 %

Kadar rata-rata =

∑ kadar titrasi

banyaknya titrasi

=

7 ,501+8 ,992+7 ,5013

= 7,998 %

x x d d2

7,5017,998

0,497 0,24708,992 0,994 0,98807,501 0,497 0,2470

Ʃ = 1,988 Ʃ = 1,482

d = 1,988 : 3 = 0,662SD=√ 1,4822

=0,860

Hasil akhir :Kadar = x ± t . SD / √N

Page 5: ASIDI ALKALIMETRI

5

Kadar = 7,998 % ± (3,182 . 0,860 / √3)Kadar = 7,998 % ± 1,579

B. Penetapan Kadar Asam Sitrat

NO. PERLAKUAN KETERANGAN1. 250 gram sampel ditimbang Putih2. Dilarutkan dalam 100 ml air Larutan tak berwarna4. Ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna5. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N 1. 2,21 ml

2. 1,81 ml3. 2,01 mlBerwarna merah muda

BE =BM

E =

1923

= 64

Kadar (b/b %) =ml . titran× N . titran× BE

mg sampel×100 %

Kadar 1 (b/b %) =2,21ml ×0,09 N ×64

250 mg×100 % = 5,091 %

Kadar 2 (b/b %) =1,81ml× 0,09 N ×64

250 mg×100 % = 4,170 %

Kadar 3 (b/b %) =2,01ml ×0,09 N ×64

250 mg×100 % = 4,631 %

Kadar rata-rata =

∑ kadar titrasi

banyaknya titrasi

=

5 ,091+4 , 170+4 , 6313

= 4,630 %

x x d d2

5,0914,630

0,461 0,21254,170 0,460 0,21164,631 0,001 1 x 10-6

Ʃ = 0,922 Ʃ = 0,4241

d = 0,992 : 3 = 0,330SD=√ 0,42412

=0,460

Page 6: ASIDI ALKALIMETRI

6

Hasil akhir :Kadar = x ± t . SD / √NKadar = 4,630 % ± (3,182 . 0,460 / √3)Kadar = 4,630 % ± 0,845

C. Penetapan Kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

NO. PERLAKUAN KETERANGAN1. 250 gram sampel

ditimbangPutih

2. Ditambahkan 50 ml air

Larutan tak berwarna

4. Ditetesi indikator metil jingga

Larutan tak berwarna

5.Dititrasi dengan HCl 0,1 NDipanaskanDidinginkanDititrasi lagi

1 2 35,75 ml(jingga)

5,80 ml(jingga)

5,95 ml(jingga muda)

Warna tetap Warna tetap Warna tetapWarna tetap Warna tetap Warna tetapWarna merah muda (0,8 ml)Tidak stabil

Warna merah muda (0,5 ml)Tidak stabil

Warna merah muda (0,6 ml)Tidak stabil

BE = BM

E=

1062

= 53

Kadar (b/b %) =ml . titran× N . titran× BE

mg sampel×100 %

Kadar 1 (b/b %) =5,75 ml×0,077 N ×53

250 mg×100 % = 9,386 %

Kadar 2 (b/b %) =5,80 ml×0,077 N ×53

250 mg×100 % = 9,467 %

Kadar 3 (b/b %) =5,95 ml×0,077 N ×53

250 mg×100 % = 9,712 %

Kadar rata-rata =

∑ kadar titrasi

banyaknya titrasi

=

9 ,386+9 , 467+9 ,7123

= 9,521 %

Page 7: ASIDI ALKALIMETRI

7

x x d d2

9,3869,521

0,135 0,01829,467 0,054 0,00299,712 0,191 0,0364

Ʃ = 0,38 Ʃ = 0,0575

d = 0,38: 3 = 0,127 SD=√ 0,05752

=0,169

Hasil akhir :

Kadar = x ± t . SD / √N

Kadar = 9,521 % ± (3,182 . 0,169 / √3)

Kadar = 9,521 % ± 0,310

IV. PEMBAHASAN

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, 1989).

 Titrasi asam basa merupakan suatu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya. Begitu pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui kadarnya. Titrasi asam basa didasarkan pada reaksi perpindahan proton antara senyawa-senyawa yang mempunyai sifat – sifat asam basa (protolisis). Dengan titrasi asam basa berbagai senyawa organik dan anorganik dapat ditentukan dengan mudah. Titrasi asam basa dilakukan dengan penambahan basa secara perlahan-lahan ke dalam larutan asam sampai tercapai titik ekivalen. Sehingga konsentrasi larutan yang tidak dapat ditentukan. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standar primer, sedangkan larutan yang akan ditetapkan konsentrasinya disebut larutan standar sekunder (Rivai, 1995).

Pada percobaan titrasi asam basa, titran ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai batas ekivalen. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam basa tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekivalen ini merupakan suatu kondisi dimana terdapat kesetaraan mol titrat dengan mol titran. Pada saat tercapai titik ekivalen, proses titrasi dihentikan kemudian kita

Page 8: ASIDI ALKALIMETRI

8

mencatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Pada percobaan titrasi asam-basa yang telah dilakukan, digunakan sebuah indikator yakni indikator fenolftalein (pp). Indikator ini ditambahkan pada titran sebelum titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi dan pada saat itulah proses titrasi dihentikan. Titik akhir titrasi yaitu pH pada saat indikator berubah warna. Saat terjadi titik ekivalen, terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan berada pada pH asam atau basa. Indikator fenolftalein ini mempunyai warna tertentu pada trayek pH atau rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan dari warna tersebut. Fenolftalein tidak bereaksi hanya saja saat keadaan basa ia berwarna merah. Oleh sebab itulah, pada percobaan ini digunakan indikator fenolftalein karena indikator ini pada suasan asam tidak berwarna dan pada titik ekivalen berubah warna menjadi merah muda (Rohman, 2007).

Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kemolaran asam (titran) dapat diketahui setelah mengetahui volume titrat yang berkurang sampai proses akhir titrasi. Pada saat itu, mol asam dan mol basa sama, sehingga kemolaran titrat dapat dicari. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi oleh karena itu, pemilihan indicator menjadi sangat penting agar warna indicator berubaha saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pHnya 7 (Underwood, 1986). Titrasi dilakukan berulang-ulang (3 kali) untuk mendapatkan perbandingan hasil yang lebih akurat digunakan perhitungan rata-rata (lebih banyak dilakukan titrasi data yang dihasilkan akan semakin akurat) (Sya’bani, 2009).

A. Larutan BakuLarutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui

konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:a)  Larutan baku primer

Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat dan asam benzoat (Respadi, 1992).Syarat-syarat larutan baku primer:- Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu

110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.- Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan

di udara.- Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan

kepekaan tertentu.

Page 9: ASIDI ALKALIMETRI

9

- Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.

- Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.

- Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah (Respadi, 1992).

b)  Larutan baku sekunderAdalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan

pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4 dan Fe(SO4)2 (Respadi, 1992).

Syarat-syarat larutan baku sekunder:- Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer.

- Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan.

- Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan (Respadi, 1992).

Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar (larutan baku). Larutan baku ada 2 macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi, sedangkan larutan baku sekunder adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer (Anonim, 2009).  

1. Larutan Asam Klorida 0,1 NPembakuan HCl dilakukan mula-mula dengan mengencerkan

sejumlah HCl pekat dengan aquades hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 8,5ml HCl pekat. Kemudian lebih kurang 200 mg natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya dikeringkan pada suhu 270-300oC selama setengah jam karena pada suhu tersebut zat mudah diperoleh, mudah dimurnikan, dan mudah dikeringkan (Firdaus, 2011). Dilarutkan dalam 50 ml air. Dititrasi langsung dengan larutan HCl 0,1 N untuk mengetahui kadar HCl yang digunakan menggunakan indikator jingga metal merah hingga warna kuning berubah menjadi merah. Reaksinya :

Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + CO2 + H2O     (Clark, 2009).

Pembakuan HCl dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan hasil titrasi sebesar 11,50 ml, 12,32 ml, dan 15,47 ml. Cara menentukan kadar HCl dengan rumus V1xN1 = V2xN2. Sehingga didapatkan hasil pada ketiga replikasi sebesar 0,086 N; 0,081 N; dan 0,064 N dan rata-

Page 10: ASIDI ALKALIMETRI

10

rata kadar HCl adalah 0,077 N. Harga konsentrasi HCl tersebut berbeda dengan harga konsentrasi HCl yang diketahui sebelumnya yaitu 0,1 N. 

2. Larutan Natrium Hidroksida 0,1 NLarutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu untuk

mengetahui normalitas NaOH yang sesungguhnya yang akan digunakan sebagai titran sehingga perhitungan yang didapat akan lebih akurat. Di samping itu, larutan NaOH bersifat higroskopis sehingga standarisasi menjadi proses yang harus di lakukan (demi meminimalisir kesalahan analisis) (Sya’bani, 2009).

Pembuatan larutan baku natrium hidroksida (NaOH) adalah dengan mencampurkan 4.001 gr natrium hidroksida dengan aquades pada labu ukur hingga 1000 ml, lalu dikocok agar homogen.

Titrasi asam oksalat menggunakan larutan NaOH, 0,315 mg asam oksalat dihidrat ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, lalu dilarutkan dalam 50 mL air. Pipet 10 ml larutan baku primer asam oksalat masukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida yang telah dibuat pada labu erlenmeyer dengan menggunakan indikator fenolftalein 3 tetes hingga warna putih bening berubah menjadi warna merah muda. Larutan ini dititrasi dengan larutan baku NaOH sampai terjadi perubahan warna dari dari tidak berwarna menjadi merah muda. Dilakukan titrasi segera supaya larutan benar-benar belum mengalami perubahan. Lakukan titrasi dengan tetesan pelan pada buret, karena setelah terjadi ekivalen penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan pH yang besar (Firdaus, 2011). Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Ini bertujuan untuk membadingkan kadar rata-rata NaOH dalam sampel pada setiap masanya dengan kadar rata-rata NaOH yang tertera dalam farmakope (Lukum, 2009). Sehingga didapatkan hasil titrasi 1 sebanyak 10,5 ml, titrasi 2 sebanyak 11,5 ml dan titrasi 3 sebanyak 11,4 ml.

Cara menentukan kadar NaOH dengan rumus V1xN1 = V2xN2. Sehingga didapatkan hasil pada ketiga replikasi sebesar 0,099 N; 0,086 N; dan 0,087 N dan rata-rata kadar NaOH adalah 0,09 N.

Pembakuan larutan NaOH dilakukan dengan menambahkan setetes demi setetes larutan NaOH pada larutan oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O). Penambahan tetes NaOH yang pertama menyebabkan sistem berubah menjadi larutan buffer, terjadi reaksi netralisasi sebagai berikut :

C2H2O4.2H2O + NaOH → C2NaHO4.2H2O+ H2O (Bird, 1993)

Page 11: ASIDI ALKALIMETRI

11

Penambahan NaOH dilakukan sampai titik akhir titrasi yaitu titik dimana indikator berubah warna. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, sehingga titik akhir titrasi didapat saat indikator berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang berwarna merah muda dalam bentuk basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarnadengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk kesetimbangan :

H2O + HIn ↔ H3O+ + In (Bird, 1993)

Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa) yang ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik dimana jumlah ekivalen basa sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah bereaksi dengan tepat). Indikator fenolftalein sangat peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan perubahan warna yang tajam. Indikator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari molekul fenolptalein tidak banyak mengubah kerangka molekulnya. Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan perubahan besar pada molekulnya.

Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar asam salisilat dan asam sitrat. Harga konsentrasi NaOH tersebut berbeda dengan harga konsentrasi NaOH yang diketahui sebelumnya yaitu 0,1 N. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi larutan NaOH dapat berubah disebabkan karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam udara sehingga larutan NaOH perlu distandarisasi (Firdaus, 2011).

Penggunaan NaOH pada metode alkalimetri karena merupakan metode titrimetri dan volumetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume basa ( NaOH ) begitupun sebaliknya asidimetri merupakan metode titrimetri berdasarkan pengukuran seksama jumlah volume asam (HCl) sebagai larutan baku. NaOH dan HCl juga merupakan basa kuat dan asam kuat (Firdaus, 2011).

B. Penetapan Kadar1. Penetapan Kadar Asam Salisilat

Digunakan indikator Fenolphtalein karena Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah, dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan

Page 12: ASIDI ALKALIMETRI

12

terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya (Day, 1989). 

Penentuan kadar kadar Asam Salisilat menggunakan metode alkalimeri berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel bersifat asam dititrasi dengan larutan baku yang bersifat basa, dengan penambahan indikator Fenolftalein dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda (Firdaus, 2011).

Percobaan penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan menimbang lebih kurang 250 mg serbuk asam salisilat dengan seksama, kemudian dilarutkan dalam 15 ml etanol 95% netral. Etanol ini merupakan pelarut nonpolar yang digunakan untuk melarutkan asam salisilat dalam air, karena asam salisilat mudah larut dalam etanol dan sukar larut dalam air. Etanol yang digunakan juga harus netral, supaya tidak mempengaruhi volume titran yang digunakan atau supaya etanol tidak bereaksi dengan NaOH (Lukum, 2009). Kemudian kedalam campuran ditambahkan 20 ml air, dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan NaOH 0,09 N. Fungsi dari penambahan indikator PP ialah untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik akhir titrasi. Titik akhir akan terbentuk garam yang netral dari asam lemah dan basa kuat. Dimana garam berupa asam salisilat dalam air akan terhidrolisis sehingga larutan akan lebih banyak mengandung OH- dan pada pH 7, maka indikator yang digunakan adalah yang mempunyai interval pH 8-9,5 (Lukum, 2009). Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu kebentuk yang lain pada konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu (Respadi, 1992). Titrasi dihentikan saat larutan yang dititrasi berubah warna dari tak berwarna menjadi berwarna merah muda. Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Ini bertujuan untuk membadingkan kadar rata-rata asam salisilat dalam sampel pada setiap masanya dengan kadar rata-rata asam salisilatyang tertera dalam farmakope (Lukum, 2009). Hasil titrasi yang diperoleh adalah 1,51ml, 1,81 ml, 1,51 ml.

Untuk menentukan kadar dari asam salisilat menggunakan rumus

%bb=

ml ( titran ) x N ( titran ) x BE mg (sampel )

x 100 %. Sehingga didapatkan kadar

ketiga replikasi asam salisilat yaitu sebesar 7,501 %; 8,992 %; dan 7,501 % dan rata-rata ketiga kadar asam salisilat tersebut adalah 7,998 %. Serta hasil akhir kadar asam salisilat yang diperoleh adalah 7,998 % ± 1,579.

Menurut literatur kadar asam salisilat adalah mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101,0 % C7H6O3, dihitung terhadap

Page 13: ASIDI ALKALIMETRI

13

zat yang telah dikeringkan. Kadar asam salisilat hasil percobaan adalah 7,998 % ± 1,579 sehingga berbeda seperti literatur (Anonim, 1995).

(Firdaus, 2011)

(Firdaus, 2011)2. Penetapan Kadar Asam Sitrat

Percobaan penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan menimbang lebih kurang 250 mg serbuk asam sitrat dengan seksama, kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan NaOH. Fungsi dari penambahan indikator PP ialah untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik akhir titrasi, karena indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentyuk satu kebentuk yang lain pada konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu (Respadi, 1992). Titrasi dihentikan saat larutan yang dititrasi berubah warna dari tak berwarna menjadi berwarna merah muda. Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali yang bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk

COOH COONa

OH + NaOH OH + H2O

Asam Salisilat Natrium Salisilat

OH O- O O-

C—OH C + H2O

COO- COO-

Tak Berwarna Warna Merah

Page 14: ASIDI ALKALIMETRI

14

mencapai titik ekivalennya (Respadi, 1992). Hasil titrasi yang diperoleh adalah 2,21 ml, 1,81 ml, 2,01 ml.

Untuk menentukan kadar dari asam sitrat menggunakan rumus

%bb=

ml ( titran ) x N ( titran ) x BE mg (sampel )

x 100 %. Sehingga didapatkan kadar

ketiga replikasi asam sitrat yaitu sebesar 5,091 %; 4,170 %; dan 4,631 % dan rata-rata ketiga kadar asam sitrat tersebut adalah 4,630 %. Serta hasil akhir kadar asam sitrat yang diperoleh adalah 4,630 % ± 0,845.

Menurut literatur kadar asam sitrat adalah mengandung tidak kurang dari 99,5% Tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat. Kadar asam sitrat hasil percobaan adalah 4,630 % ± 0,845 sehingga berbeda seperti literatur (Anonim, 1995).

CH2COOH CH2-COONa

HOC-COOH + NaOH HOC-COONa + 3H2O

CH2-COOH CH2-COONa(Firdaus, 2011)

3. Penetapan Kadar Natrium BikarbonatPenentuan kadar Natrium Bikarbonat dengan menggunakan metode

asidimetri berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel bersifat basa dititrasi dengan larutan baku asam dengan penambahan indikator metil jingga dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah (Firdaus, 2011).

Dalam metode asidimetri natrium bikarbonat dititrasi dengan asam untuk menetralkan garamnya. Karena natrium bikarbonat merupakan garam yang bersifat basa sehingga dalam penetapan kadarnya ditentukan secara asidimetri. Penggunaan indikator metil jingga yang merupakan garam natrium dimana dalam larutan baku banyak terionisasi dan dalam lingkungan alkalinionnya memberikan warna bening sehingga apabila bereaksi dengan HCl sebagai titran akan mengalami perubahan warna dari bening menjadi jingga (Lukum, 2009).

Untuk menentukan kadar natrium bikarbonat dilakukan dengan cara ditimbang seksama lebih kurang 250 mg sampel, dicampur dengan 50 ml air, kemudian ditambahkan indikator metil jingga sebanyak 5 tetes dan menghasilkan warna jingga muda, lalu dititrasi dengan HCl 0,386 N hingga larutan berwarna jingga. Larutan tersebut dipanaskan hingga

Page 15: ASIDI ALKALIMETRI

15

mendidih, didinginkan dan dilanjutkan titrasi sampai warna jingga tidak menghilang setelah dididihkan. Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali yang bertujuan untuk mengetahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya (Respadi, 1992).

NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO3

(Firdaus, 2011)

Hasil titrasi yang didapat adalah 5,75 ml, 5,80 ml, dan 5,95 ml. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan ketentuan. Karena pada saat dititrasi lagi, ketiga replikasi (larutan) yang seharusnya berwarna jingga berubah warna menjadi merah muda. Sehingga ketiga replikasi tersebut dikatakan tidak stabil (Sya’bani, 2009). Hal ini mungkin dikarenakan praktikan selalu bergantian dalam percobaan, pembuatan larutan yang kurang baik, ketelitian dan keterampilan yang berbeda dan terbatas, dll (Firdaus, 2011).

Untuk menentukan kadar dari natrium bikarbonat menggunakan

rumus %bb=

ml ( titran ) x N ( titran ) x BE mg (sampel )

x 100 %. Sehingga didapatkan

kadar ketiga replikasi natrium bikarbonat yaitu sebesar 9,386 %; 9,467 %; dan 9,712 % dan rata-rata ketiga kadar natrium bikarbonat tersebut adalah 9,521 %. Serta hasil akhir kadar natrium bikarbonat yang diperoleh adalah 9,521 % ± 0,310.

Menurut literatur kadar natrium bikarbonat adalah mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kadar natrium biakrbonat hasil percobaan adalah 9,521 % ± 0,310 sehingga berbeda seperti literatur (Anonim, 1995).

Hal-hal yang mungkin terjadi dan tidak sesuai dengan literatur disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

1. Kurang telitinya praktikan dalam melakukan proses titrasi2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan baku NaOH ataupun HCl,

seperti pada saat penimbangannya3. Kurang ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator4. Penetesan titran yang berlebihan.

(Sya’bani, 2009).

MONOGRAFI BAHAN

Page 16: ASIDI ALKALIMETRI

16

A. Asam salisilat

Mempunyai rumus molekul C7H6O3 dengan berat molekul 138,12. Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995).

Pemeriannya berupa hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih. Rasanya agak manis, tajam dan stabil di udara. Berbentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol (Anonim, 1995).

Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan eter, larut dalam air mendidih serta agak sukar larut dalam kloroform (Anonim, 1995).

B. Asam klorida

Mempunyai rumus molekul HCl dengan berat molekul sebesar 36,46. Asam klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0% b/b HCl (Anonim, 1995).

Pemeriannya berupa cairan tidak berwarna, berasap, berbau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air asap hilang. Bobot jenisnya lebih kurang 1,18. Asam klorida sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

C. Asam Sitrat

Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).

Page 17: ASIDI ALKALIMETRI

17

Pemeriannya berupa hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Anonim, 1995).

Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol serta agak sukar larut dalam eter. Asam sitrat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

D. Natrium Bikarbonat

Mempunyai rumus molekul NaHCO3 dengan berat molekul 84,01. Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995).

Pemeriannya berupa serbuk hablur , putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutannya yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Natrium bikarbonat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).

E. Natrium Hidroksida

Mempunyai rumus molekul NaOH dengan berat molekul sebesar 40,00. Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0% (Anonim, 1995).

Pemeriannya yaitu putih atau praktis putih, masa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Kelarutannya mudah larut dalam air dan etanol. Natrium hidroksida sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

F. Asam Oksalat

Page 18: ASIDI ALKALIMETRI

18

Tata nama IUPAC : asam etanadioat Rumus kimia : C2H2O4, HOOC-COOH (anhidrat) C2H2O4•2H2O

(dihidrat) SMILES : OC(=O)C(O)=O Massa molar : 90.03 g/mol (anhidrat) 126.07 g/mol (dihidrat)

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4

dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.Sifat-sifat Kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) 1.653 g/cm³ (dihidrat). Kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15 °C) 14,3 g /100 mL (25 °C) 120 g/100 mL (100 °C) Titik didih 101-102 °C (dihidrat) (Anonim, 1995).

G. Etanol

Etanol memiliki rumus molekul C2H5OH dengan berat molekul 46,07 gr/mol. Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3 % b/b dan tidak lebih dari 93,8 % b/b. Setara dengan tidak kurang dari 94,9 % v/v dan tidak lebih dari 96,0 % v/v, etanol memiliki titik leleh pada suhu 15,56 oC. Pemerian berupa bentuk cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas, rasa panas, mudah menguap walaupun dalam suhu rendah dan mendidih pada suhu 78 oC. Kelarutannya sangat mudah larut dalam kloroform dan eter, dapat bercampur dengan air. Bobot jenis yaitu 0,8119 – 0,8139 g/ml. Stabilitas yaitu mudah menguap , lebih mudah rusak dengan adanya cahaya dan  mudah terbakar. Penyimpanan pada wadah tertutup rapat (Anonim, 1979).

H. Akuades (H2O)

Page 19: ASIDI ALKALIMETRI

19

Akuades memiliki titik beku 0°C, titik didih 100°C. Pemeriannya berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, pH netral (7), terdapat dalam bentuk padat, cair dan gas, BM yaitu 18,02 atau 1, stabil di udara. Akuades merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen, merupakan zat pelarut yang sangat baik, terdapat dalam keadaan tidak murni di alam. Disimpan pada tempat tertutup rapat. Kegunaan sebagai pelarut. Kelarutan mudah larut dalam etanol dan gliserol (Anonim, 1979).

I. Metil jingga

Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di

dalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya (Anonim, 2009).

Pada saat kita menambahkan asam, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogen-nitrogen untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:

J. Phenolftalein

(Clark, 2009).

Page 20: ASIDI ALKALIMETRI

20

Phenolftalein mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,1995).

Pemerian serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau dan stabil diudara. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Anonim,1995).

Phenolftalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indicator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa, fenolptalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya (Day, 1989).

(Day, 1989).

V. KESIMPULAN1. Penetapan kadar asam salisilat, asam sitrat, dan natrium bikarbonat dapat

dilakukan melalui metode asidi alkalimetri. Asidimetri merupakan penetapan

kadar suatu sampel secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang

bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sedangkan alkalimetri adalah

penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan

baku basa.

2. Rata-rata kadar HCl yang diperoleh adalah 0,077 N dan rata-rata kadar NaOH

yang diperoleh adalah 0,09 N. Hasil akhir kadar asam salisilat yang diperoleh

sebesar 7,998 % ± 1,579, hasil akhir kadar asam sitrat yang diperoleh sebesar

4,630 % ± 0,845, dan hasil akhir kadar natrium bikarbonat yang diperoleh

sebesar 9,521 % ± 0,310.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Page 21: ASIDI ALKALIMETRI

21

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2009,  Analisis Volumetri atau Titrimetri, http://belajarkimia.com. Diakses tanggal 1 November 2012.

Bird, T, 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.

Clark, Jim, 2009, Indikator Asam Basa , www.chem_is_try.org. Diakses tanggal 1 November 2012.

Day, R.A. dan A.L. Underwood, 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Firdaus, Muh, 2011, Titrasi Asidi-Alkalimetri, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.

Lukum, Astin, 2009, Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia Analitik, UNG, Gorontalo.

Respadi, 1992, Dasar – Dasar Ilmu Kimia, Rineka Cipta, Jakarta

Rivai, H, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-press, Jakarta.

Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Sya’bani, M.W, 2009, Buku Petunjuk Pratikum Kimia Analisis, Akademi Teknoloi Kulit, Yogyakarta.

Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.

Page 22: ASIDI ALKALIMETRI

22

LAMPIRAN

1. Percobaan larutan baku asam klorida 0,1 N

Page 23: ASIDI ALKALIMETRI

23

2. Percobaan larutan natrium hidroksida 0,1 N

Page 24: ASIDI ALKALIMETRI

24

3. Percobaan penetapan kadar asam salisilat

Persiapan titrasi, buret berisi NaOH Larutan asam salisilat

Proses titrasi asam salisilat Hasil titrasi asam salisilat 1

Page 25: ASIDI ALKALIMETRI

25

Hasil titrasi asam salisilat 2 Hasil titrasi asam salisilat 3

4. Percobaan penetapan kadar asam sitrat

Buret berisi larutan NaoH Larutan asam sitrat(persiapan titrasi)

Proses titrasi asam sitrat Hasil titrasi asam sitrat 1

Page 26: ASIDI ALKALIMETRI

26

Hasil titrasi asam sitrat 2 Hasil titrasi asam sitrat 3

5. Percobaan penetapan kadar natrium bikarbonat

Campuran larutan tabung 1 Campuran larutan tabung 2

Page 27: ASIDI ALKALIMETRI

27

Hasil titrasi pertama tabung 1 Hasil titrasi pertama pada tabung 2

Tabung 1 setelah dipanaskan Tabung 2 setelah dipanaskan

Hasil titrasi kedua tabung 1, 2, dan 3