72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

26
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Problem Based Learning Blok 28 (Okupasi Kerja) yang berjudul : Noise Induced Hearing Lost (NIHL). Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada tutor yang selalu ikut mendampingi kami yaitu dr. Susanti dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang banyak membantu dalam penghasilan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman pembaca dalam hal berkaitan NIHL. Makalah ini membicarakan hal yang meliputi tujuh langkah diagnosis dalam okupasi kerja, pendekatan epidemiologi,penatalaksanaan, pencegahan dan system rujukan yang dilakukan. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih.

Upload: taufik-tias

Post on 28-Nov-2015

81 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Problem Based Learning Blok 28 (Okupasi

Kerja) yang berjudul : Noise Induced Hearing Lost (NIHL). Kami ingin mengucapkan terima

kasih kepada tutor yang selalu ikut mendampingi kami yaitu dr. Susanti dan pihak lain yang

tidak dapat disebutkan satu-persatu yang banyak membantu dalam penghasilan makalah ini

sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman pembaca dalam hal berkaitan

NIHL. Makalah ini membicarakan hal yang meliputi tujuh langkah diagnosis dalam okupasi

kerja, pendekatan epidemiologi,penatalaksanaan, pencegahan dan system rujukan yang

dilakukan.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat

memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan

peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Akhir kata kami mengucapkan banyak terima

kasih.

Page 2: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

PENDAHULUAN

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan masalah penting dalam setiap proses

operasional industri. Penurunan ketajaman pendengaran akibat kebisingan terjadi secara

perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh

penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya sudah

dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible).

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996,

kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu

tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Tingkat kebisingan adalah

ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan decibel disingkat dB. Baku tingkat

kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dari suatu kegiatan

sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia.1

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan

individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama

merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat

menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan

kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan

pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara

berkala.1,2

Page 3: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

ISI

KASUS 2

Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang ke klinik perusahaan mengeluh kedua telinga

berdenging sehabis bekerja sejak 3 bulan yang lalu. Ia bekerja di bagian pembangkit listrik

(turbin), dengan system shift 2-2-2-libur dan menggunakan ear muff yang telah usang. Ia tidak

sedang minum obat paru atau minum obat lainnya. Riwayat merokok 1 bungkus kretek setiap

hari dan tidak punya kebiasaan menggunakan earphone untuk mendengar musik.

Langkah 1 : Identifikasi istilah yang tidak diketahui

2-2-2-libur

2 hari shift pagi-2 hari shift siang-2 hari shift malam dan libur sehari.

Langkah 2 : Rumusan masalah

1. Laki-laki 45 tahun mengeluh kedua telinga berdenging sehabis bekerja di bagian

pembangkit listrik (turbin) sejak 3 bulan yang lalu.

2. Laki-laki tersebut menggunakan ear muff yang telah usang.

Page 4: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Langkah 3 : Analisis masalah

Laki-laki 45 tahun mengeluh kedua

telinga berdenging sehabis bekerja

di bagian pembangkit listrik

(turbin) sejak 3 bulan yang lalu.

Laki-laki tersebut menggunakan ear

muff yang telah usang.

7 langkah diagnosis

Pendekatan

epidemiologis

Penatalaksanaan Pencegahan

System rujukan

Page 5: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Langkah 4 : Hipotesis

Laki-laki 45 tahun, mengeluh kedua telinga berdenging setelah bekerja di bagian pembangkit

listrik (turbin) setelah 3 bulan bekerja dan menggunakan ear muff yang telah usang menderita

tuli akibat kerja (NIHL).

Langkah 5 : Sasaran pembelajaran

1. Tujuh langkah diagnosis okupasi kerja

2. Pendekatan epidemiologis

3. Penatalaksanaan penyakit akibat kerja

4. Pencegahan terjadinya NIHL

5. System rujukan yang dilakukan

Pendekatan Klinis (Individu) 7 langkah diagnosis okupasi

1. Diagnosis Klinis

A. Anamnesis

- Riwayat penyakit : riwayat penyakit sekarang, dulu dan yang ada dalam keluarga

Tanyakan kepada pasien apa ia memiliki penyakit saat ini, jika tidak merasa ada berarti ia

hanya tahu mengenai masalah keluhan sakitnya, misalnya merasakan kedua telinganya

berdenging setelah habis bekerja. Perlu pula menanyakan riwayat sakit terdahulunya untuk tahu

apakah ia ada riwayat keluhan yang sama atau mengakibatkan penyakitnya yang saat ini.

Riwayat medis harus menentukan apakah pegawai pernah menderita sakit telinga

sebelumnya dan apakah dia pernah makan obat ototoksik, misalnya, streptomycin. 1,2

- Riwayat pekerjaan :

Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan

sebelumnya (khususnya yang berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk pekerjaan

paruh waktu). Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya, seperti berikut ini :1

* Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini

* Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya

* Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan

Page 6: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

* Barang yang diproduksi/dihasilkan

* Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa kali

* Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami

* APD yang dipakai apa saja

* Hubungan antara gejala dan waktu kerja

* Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama

B. Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan Umum : keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik menyeluruh

Pada pasien di skenario ini tidak disebutkan pemeriksaan umumnya, jadi kemungkinan

keadaan umumnya baik dan pemeriksaan fisik menmyeluruh juga bisa baik. Sering penyakit

akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital. Misalnya adanya kenaikan tekanan

darah ataupun detak jantung dikarenakan stres kerja akibat dari kebisingan di tempat kerjanya. 1,2

- Pemeriksaan Khusus : karena pasien mengeluh kedua telinganya berdenging, maka dilakukan

pemeriksaan khususnya pada telinga pasien dengan menggunakan otoskop dan beberapa tes

seperti tes penala. Pada tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga

yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Dari tes penala ini didapatkan jenis

ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. 1,2,6

C. Pemeriksaan Penunjang

Audiometri nada murni (Pure Tone Audiometry atau PTA)

Audiometer nada murni dapat mengukur ambang batas pendengaran. Pemeriksaan ini

penting sekali untuk memastikan NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis

(konduksi tulang dan udara). Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga

melalui earphone yang sesuai. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-

tahun, yang biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada

murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi tinggi (umumnya 3-6 kHz) dan pada

frekuensi 4 kHz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.

Terdapat ambang batas intensitas nada murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar

dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut tidak akan terdengar. Namun hasil pemeriksaan

dapat berbeda pada waktu pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi keterampilan operator alat,

motivasi pekerja, dan adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan. 1,2

Page 7: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Tes PTA di tempat kerja digunakan untuk mencatat kondisi pendengaran para pegawai,

guna menemukan individu yang rentan terhadap bising (bisa untuk penyaringan pekerja baru

yang mau masuk), memonitor keadaan pendengaran berkurang selama bekerja sebagai pegawai,

dan mengatur program perlindungan pendengaran. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran

awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan PTA sebelum bekerja adalah bila audiogram

sebelum bekerja baik, lalu setelah bekerja menunjukkan ada ketulian, maka dapat diperkirakan

berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja. Data dasar audiometri ini

bisa dilakukan saat pertama kali masuk ke tempat kerja (paling mudah bila pemeriksaan ini

dimasukkan ke dalam bagian pemeriksaan kesehatan sebelum diterima bekerja) dan nanti bisa

sebagai rujukan perbandingan hasil tes audiometri di kemudian hari. 1,2,6

Audiometri dilakukan berkala (tiap tahun atau tiap dua tahun sekali) untuk memonitor

adanya pendengaran yang berkurang di antara pekerja yang bekerja di tempat tersebut dan untuk

mengkaji jumlah pekerja yang telah kehilangan pendengaran (bila ada) yang terjadi selama ia

bekerja sebagai pegawai di tempat tersebut. Pegawai harus terhindar pajanan bising yang tinggi

setidaknya 16 jam sebelum pemeriksaan audiometri berkala. Audiometer yang dipakai untuk

PTA harus sesuai dengan standar nasional atau internasional. Petunjuk kalibrasi harus diikuti

secara ketat. Bising pada latar belakang harus kecil dan memenuhi standar yang ditentukan. Tes

audiometri dilakukan oleh petugas yang telah terlatih dan diawasi dokter. 2,3

Gambar 1. Normal Audiogram. 7

Gambar 2. NIHL Audiogram. 7

Page 8: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Profil audiologi NIHL

Profil audiologi NIHL adalah tuli sensorineural yang khas sebagai lesi koklea dan lebih

jelas terlihat pada daerah frekuensi tinggi audiogram antara 3-6 kHz. Jumlah pendengaran

berkurang paling banyak terjadi pada sekitar frekuensi 4 kHz dengan jumlah kehilangan lebih

sedikit di atas dan di bawah frerkuensi ini. Konfigurasi audiometri ini disebut cekungan atau

takik 4 kHz. Cekungan ini adalah tanda utama NIHL bila ditemukan pada seseorang dengan

riwayat pajanan terhadap bising. Konfigurasi audiometri ini simetris pada kedua sisi. Pajanan

yang terus berlangsung akan menghasilkan pertambahan ukuran cekungan 4 kHz yang menyebar

ke frekuensi yang lebih tinggi dan lebih rendah. Frekuensi yang lebih tinggi pada 6 kHz ke atas

biasanya terkena pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan frekuensi 2 kHz ke bawah.

Pada kasus yang berat, frekuensi 1 kHz dapat dipengaruhi tapi jarang hingga berat. 2,6,7

Kerusakan dan profil biasanya simetris pada kedua sisi telinga walaupun dapat terjadi

perbedaan akibat perbedaan kerentanan kedua telinga, perbedaan ambang pendengaran pada

awal pemeriksaan dan keadaan pekerjaan yang spesifik. Profil audiologi serupa dengan

kehilangan konduksi pada frekuensi tinggi yang lain, lesi pada koklea dan suprakoklea. Sebuah

audiogram tanpa cadangan koklea (tidak ada perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang)

menyingkirkan tuli konduksi pada frekuensi tinggi. Keputusan apakah kelainan pendengaran

terjadi akibat bising harus dibuat oleh dokter setelah dokter melakukan pengkajian riwayat

medis, pekerjaan, pemeriksaan telinga, dan audiogram. 2,3,6

D. Pemeriksaan Tempat Kerja

Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saj yang bisa

dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat

kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi

penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit. Contoh keluhan sakit punggung

kemungkinan disebabkan karena masalah ergonomic; dermatitis kontak pada pasien mungkin

disebabkan oleh karena pajanan kimia ataupun biologis. Pasien di skenario ini bekerja di bagian

turbin yang bisa menimbulkan kebisingan yang jika diukur hasilnya >85dBA. 2,5

2. Pajanan yang Dialami

Pajanan saat ini dan sebelumnya (sejak 3 bulan yang lalu) yang dialami pasien masih

sama yakni bising dikarenakan pasien bekerja di bagian turbin. Biasanya mesin turbin memiliki

tingkat kebisingan dari 85-90 dBA.

Page 9: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Pasien mengatakan sejak ia bekerja 3 bulan yang lalu, ia merasakan kedua telinganya

berdenging sehabis ia bekerja di turbin. Masa shift kerjanya 2-2-2-libur dan memakai APD

berupa ear muff yang sudah using. Dari sini dapat disimpulkan memang ada hubungan antara

pajanan dengan keluhan sakitnya. Mesin turbin memiliki tingkat kebisingan dari 90-105 dBA

dan itu artinya sudah melewati nilai ambang batas normal bising yakni 85 dBA/8 jam/hari. Bila

kebisingan melewati 85 dBA, lama-kelamaan menimbulkan keluhan berdenging (TTS) hingga

akhirnya kemampuan pendengaran berkurang dan mengakibatkan tuli akibat kerja (NIHL). 1,2

4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar

- Patofisiologi NIHL

Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya proses mekanis dan metabolik

pada organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan

total organ Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik pada daerah yang sesuai oleh karena

frekuensi yang terlibat dari pajanan merupakan penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan

terhadap stress pada sel rambut luar berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut

dalam di atas 50 dB. Biasanya bila ada terjadinya TTS (Temporary Threshold Shift atau tuli

sementara) sebelum NIHL, itu berarti sudah ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar

telinganya. Frekuensi yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz mempengaruhi dasar koklea. 1,2

Proses mekanis

Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat pajanan

terhadap bising meliputi : 1-3

1. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya membran Reissner

sehingga cairan endolimfe dan perilimfe bercampur mengakibatkan kerusakan sel rambut.

2. Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ Corti dengan

pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan kerusakan sel rambut.

3. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut dengan

melepaskan organ Corti atau merobek membran basilar.

Proses di atas dikarenakan bising intensitas tinggi dan NIHL bisa terjadi dengan cepat.

Page 10: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Proses metabolik

Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi : 2,3

1. Pembentukan vesikel/vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut serta pembengkakan

mitokondria dapat berlanjut menjadi robeknya membran sel dan hilangnya sel rambut.

2. Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan oleh kelelahan metabolik akibat gangguan

sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis protein, dan pengangkutan ion.

3. Cedera stria vaskularis menyebabkan gangguan kadar Na, K, dan ATP. Hal ini menyebabkan

hambatan proses transpor aktif dan pemakaian energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel

sensorik menimbulkan lesi kecil pada membran retikular bersamaan dengan percampuran

cairan endolimfe dan kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.

4. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang lebih besar

sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.

5. Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang merusak telinga.

Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah 4 kHz pada

audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap kebisingan. Walaupun

penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran

telinga, penyebab lain juga telah dikemukakan. Hal ini meliputi bahwa daerah 4 kHz mungkin

lebih rentan karena insufisiensi vaskular akibat bentuk anatomisnya yang tidak biasa di daerah

ini dan amplitudo pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz ini saat

kecepatan perambatan gelombang yang berjalan masih cukuip tinggi dan struktur anatomi koklea

menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz. 2,3

Efek Pendengaran Lain Akibat Bising

Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah pajanan

terhadap bising dan dapat menjadi permanen bila pajanan bising tersebut terus berlangsung

dialami. Tinitus merupakan akibat pajanan bising bernada tinggi. Selain tinitus, efek lain akibat

kebisingan adalah vertigo. Vertigo hanya timbul setelah mengalami pajanan bising dari suara

mesin jet yang sedang menyala ataupun bisa terjadinya vertigo sementara atau permanen jika

mendapat pajanan bising setelah ledakan senjata api. Namun vertigo tidak terjadi pada pajanan

bising industri biasa seperti yang terjadi pada tinitus. 1,2

Page 11: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Presbiakusis merupakan gangguan pendengaran akibat usia lanjut yang timbul pada

frekuensi tinggi. Sedangkan “Socioacusis” adalah istilah yang digunakan untuk tuli akibat

penyebab selain usia dan pajanan bising. 1

Efek Bising Pada Organ Selain Organ Pendengaran

Meningkatnya kadar kebisingan bisa menimbulkan stres dengan variasi detak jantung,

tekanan darah, pernapasan, gula darah, dan kadar lemak darah. Bertambahnya motilitas saluran

pencernaan dan tukak lambung juga dilaporkan ada. Penelitian mengemukakan bahwa tingkat

kebisingan >55 dBA menyebabkan timbulnya rasa terganggu dan berkurangnya efisiensi kerja.1,3

- Bukti Epidemiologis

Laporan dini tentang NIHL meliputi uraian tentang ketulian seorang pekerja di

pembangkit listik di daerah Kalimantan yang telah diteliti mengalami pajanan sekitar 94 dB

dengan jam kerja 8 jam dan kurangnya pemberian APD. Akhirnya setelah para pekerjanya

diperiksa audiometri hasilnya terdapat pola NIHL dan mngeluhkan adanya pengurangan dalam

mendengar. Pada para pegawai di bandara pesawat yang sering mendengar kebisingan suara

pesawat terbang setelah diteliti dengan audiometri terbanyak ditemukan pola NIHL (cekungan

pada frekuensi sekitar 4 kHz) dan beberapa diantaranya mengalami tuli sedang pada 6-8 kHz.2,3

- Kualitatif

Cara atau Proses kerja : Pasien bekerja di bagian mesin pembangkit listrik yang kebisingannya

sekitar 85-90 dB. Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama

8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Akibat dari pajanan inilah

membuat kerusakan pada sel rambut di telinga luarnya yang membuat kemampuan mendengar

semakin menurun (tidak sepeka dulu) menjadi tuli sementara hingga akhirnya tuli permanen.1,2

Lama kerja : Pasien bekerja dengan shift 2-2-2-libur yang berarti giliran bekerjanya 2 hari shift

pagi, 2 hari shift sore, 2 hari shift malam, dan hari sisanya untuk libur. Namun disebutkan jam

kerjanya dalam sehari berapa jam.

- Observasi Tempat dan Lingkungan Kerja

Tempat kerja pasien di bagian turbin dimana tingkat kebisingan mesin turbin pembangkit

listrik ini sekitar 85-90 dB. Perlu diperhatikan juga apakah di area kerjanya ada peredam suara

ataupun ventilasi yang baik, lalu periksa juga apakah para pekerja mendapat alat pelindung diri

yang baik dan sesuai standar. Selain itu perlu diketahui apakah disana ada pengontrolan pajanan.

Page 12: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

- Pemakaian APD

Jenis-jenis alat pelindung telinga yang digunakan : 2,4,6

a. Sumbat telinga (ear plugs /insert device/ aural insert protector) Dimasukkan ke dalam

liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani.

Sumbat telinga ini bisa mengurangi bising hingga 30 dBA lebih.

b. Tutup telinga (ear muff/ protective caps/ circumaural protectors) Menutupi seluruh

telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising hingga 40- 50 dBA atau

frekuensi 100 - 8000 Hz.

Pakailah APD yang sudah sesuai dengan standar nasional/internasional. Yang perlu

diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung telinga adalah : 2,4

1. Ear plug digunakan bila bising di atas 85 dBA

2. Ear muff dgunakan bila di atas 100 dBA

3. Kemudahan perhatikan cara pemakaian alat yang benar, biayanya agar tidak merugikan

perusahaan/tempat kerjanya, lalu kemudahan membersihkan APD tersebut dan

kenyamanan selama pemakaian APD.

- Jumlah pajanan

Dalam skenario hanya disebutkan 1 pajanan saja di tempat kerjanya yakni kebisingan.

Pajanan di luar tempat kerjanya yakni merokok 1 bungkus rokok kretek dalam 1 hari.

5. Faktor Individu

Status kesehatan pasien : Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat

dalam keluarga, kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau sekitar daerah

telinga. Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pendengaran juga yang sama

seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Penting juga

menanyai riwayat pengobatan pasien karena perlu dicurigai adakah pemakaian obat-obatan yang

ototoksik seperti obat anti tuberkulosis (isoniazid), aminoglikosida, klorokuin dan lain-lainnya.

Dalam skenario tidak disebutkan adanya riwayat sakit lainnya dan riwayat keluarga, tidak ada

riwayat pengobatan ataupun trauma. Umur pasien 45 tahun, masih bisa dikatakan dalam tahap

aman belum mengalami proses kehilangan sel rambut (sel sensori) di telinga sehingga

kemungkinan mengalami presbikusis tidak ada juga. 1,2

Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami pajanan

di tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan pajanan tersebut

Page 13: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan saat bekerja ataupun

kesulitan dalam komunikasi saat bekerja. 1,3

Higiene perorangan : Ini berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa

menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi telinga yang sampai-sampai menyumbat

saluran telinga (otitis media) atau bahkan merusak membran timpani (penyakit meniere). 1

6. Faktor Lain di luar Pekerjaan

- Hobi : Di skenario pasien tidak mempunyai hobi mendengarkan musik dengan earphone.

- Kebiasaan : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus kretek setiap hari.

Ditakutkan rokok ini akan mempengaruhi tekanan darah dan pembuluh darah pasien nantinya.

- Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya

yakni stres bila ada permasalahan di rumah.

- Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.

7. Diagnosis Okupasi

Diagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni

A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di

tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK.

Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni

NIHL (Noise Incuded Hearing Loss). Diagonis NIHL akibat kerja ini ditegakkan berdasarkan

riwayat pajanan terhadap bising di tempat kerja dan tidak di tempat lainnya, pemeriksaan fisik

yang telah menyingkirkan penyebab tuli lain dan profil audiologi. 1,2

Efek bising terhadap pendengaran mungkin terjadi sementara atau menetap. Efek ini

merupakan perubahan ambang batas pendengaran, bila hanya tuli sementara dan reversible

setelah penghentian pajanan bising disebut Noise induced temporary threshold shift (NITTS) dan

bila tulinya irreversible disebut Noise induced permanent threshold shift (NIPTS) atau NIHL. 2,3

Pergeseran ambang batas sementara (TTS) merupakan mekanisme perlindungan diri

akibat bising berintensitas tinggi yang dapat pulih setelah pajanan bising dihentikan. Waktu yang

dibutuhkan untuk kembali pulih dari TTS bervariasi. TTS timbul hanya dalam waktu 2 menit

setelah terjadi gejala TTS. Nilai TTS maksimum sekitar setengah oktaf lebih tinggi daripada

frekuensi kebisingan. TTS muncul pada 70-75 dB masing-masing pada frekuensi rendah dan

frekuensi tinggi. Pemulihan TTS dimulai segera setelah pajanan dihentikan dan hampir seluruh

proses pemulihan terjadi dalam 16 jam. Pada beberapa kasus, dari audiologi tampak pulih

Page 14: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

sempurna setelah 30 hari. Diduga bahwa TTS merupakan kondisi yang mendahului terjadinya

tuli secara permanen namun hal ini belum dapat dibuktikan. Dikatakan bahwa untuk merubah

NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi

hal ini bergantung juga kepada tingkat bising dan kepekaan seseorang terhadap bising. 1,2

NIHL merupakan tuli permanen sensorineural yang biasanya bilateral dan tidak ada

penyembuhan pendengaran walaupun pajanan dihentikan. NIPTS biasanya mulai terjadi disekitar

frekuensi 4 kHz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS

mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah

(2-3 kHz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk

mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang

lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Takik

bermula pada frekuensi 3-6 kHz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar

pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4 kHz akan terus

bertambah dan menetap setelah 10 tahun kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat. 1,2

Differential Diagnosis

NIHL harus bisa dibedakan dengan tipe tuli sensorineural lainnya seperti presbycusis

ataupun tuli tipe konduktif. Pastinya untuk membedakan tipe tuli ini harus berdasarkan dari

pemeriksaan penunjangnya seperti tes penala dan audiometri. Namun anamnesis juga diperlukan

untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang ada dan riwayat sakitnya. Untuk diagnosa banding

yang mendekati NIHL adalah presbikusis. Presbikusis ini dipengaruhi oleh faktor usia. Sekitar

usia 55-60 tahun seseorang mulai mengalami gangguan pendengaran namun ada juga presbikusis

dini yang bisa terjadi pada umur 40 tahun. Presbikusis ini termasuk dalam tipe tuli sensorineural.

Patofisiologinya dikarenakan adanya devaskularisasi pada koklea sehingga terjadi pengurangan

fungsi dari sel rambut. Hal ini akan terjadi dengan semakin bertambahnya usia.

Page 15: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Gambar 3. Audiogram Presbycusis.7

Diagnosa banding yang keduanya adalah penyakit meniere. Penyakit ini mengenai telinga

bagian dalam dengan karekteristiknya terdapat episode vertigo selama beberapa menit hingga

hitungan jam, ada fluktuasi antara kehilangan/pengurangan pendengaran dan tinnitus. Dan sering

juga pasien merasakan adanya tekanan yang penuh di telinganya selama terjadi serangan.

Biasanya ini terjadi pada satu telinga saja. Penyakit meniere ini termasuk tuli sensorineural.

Patofisiologinya dikarenakan adanya distensi pada membran telinga dalam oleh karena adanya

kelebihan cairan atau inadekuatnya drainase cairan. Akibat distensi, membran menjadi rupture

sehingga terjadi percampuran antara endolimfe (inner) dan perilimfe (outer) yang menyebabkan

disturbansi yang memicu dizziness. Setelah membran kolaps akan mengalami pemulihan, namun

bisa terjadi eksaserbasi dan remisi.

Tabel 2. Berbagai Macam Kelainanan Tuli.

CONDUCTIVE HEARING LOSS SENSORINEURAL HEARING LOSS

1. Otitis Eksternal (akut dan kronik) 1. Occupational or noise induced hearing loss (NIHL)

2. Wax/lilin 2. Presbycusis

3. Eksostosis/osteoma 3. Penyakit Menière

4. Otitis media akut (OMA) 4. Sudden sensoriagnosneural loss (biasanya pada

1 telinga saja)

5. Otitis media dengan efusi 5. Cochlear otosclerosis

6. Perforasi membrane timpani 6. Trauma (fraktur os temporal)

7. Otitis media supuratif kronik

(OMSK)

a. Kena pada mukosa

b. Ada Cholesteatoma

7. Acoustic neuromas (vestibular schwannomas)

Page 16: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

8. Otosclerosis 8. Ototoksisitas (Obat sistemik dan topikal) seperti obat

aminoglikosia, klorokuin, cisplatinum)

Pendekatan Epidemiologis (Komunitas) Identifikasi hubungan kausal antara pajanan

dan penyakit:

- Kekuatan Asosiasi

Bising didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki. Ada dua aspek penting untuk

mengatahui bahaya dari kebisingan yakni kualitas bunyi yang bisa diperoleh dari frekuensi dan

intensitas bunyi. Frekuensi (Hertsz/Hz) adalah rentangan fluktuasi partikel udara yang dihasilkan

oleh sumber suara. Frekuensi inilah yang memberikan kualitas suara rendah tingginya suara.

Frekuensi yang dapat direspon oleh telinga manusia antara 20 – 20.000 Hz dan sangat sensitif

pada frekuensi antara 1-4 kHz. Frekuensi saat bicara biasanya berkisar 500-4000 Hz (sekitar 50-

60 dB), bila ada kerusakan pendengaran maka suara vokal yang sekitar 4 kHz tidak akan

terdengar. Intensitas bunyi adalah suatu ukuran banyaknya energi yang menyebabkan vibrasi

partikel udara yang dikirimkan ke telinga. Skala bagi intensitas bunyi adalah skala logaritma

dalam unit desibel (dB).1 Bila tingkat suara meningkat 10 dB, maka intensitas suara yaitu

banyaknya energi yang ditransmisikan ke telinga meningkat 10 kali lipat. Contoh 80 dB

merupakan 10 kali lipat dari 70 dB, dan 70 dB merupakan 10 kali lipat dari 60 dB, maka 80 dB

intensitasnya adalah 100 kali lipat intensitas 60 dB. 1,2

Ada asosiasi yang kuat antara pajanan bising yang berlebihan dengan gangguan

pendengaran. Peningkatan tingkat kebisingan yang terus-menerus dari berbagai aktivitas manusia

pada lingkungan industri dapat berujung kepada gangguan akibat kebisingan.

Efek kebisingan terhadap perilaku sebagai berikut ini : 1,3

1. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuat kaget, mengganggu,

mengacaukan konsentrasi);

2. Menginterferensi komunikasi dalam percakapan dan lebih jauh lagi akan

menginterferensi hasil pekerjaan dan keselamatan bekerja.

3. Efek fisis (kebisingan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan pendengaran dan rasa

sakit pada tingkat yang sangat tinggi).

Efek kebisingan terhadap telinga sebagai berikut ini : 3

- Bisa menimbulkan kerusakan permanen pada sel-sel rambut di dalam koklea yang

mengakibatkan penurunan kemampuan mendengar, tinnitus (berdenging), dan ada

Page 17: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

pergeseran ambang pendengaran dengan meningkatnya kesulitan mendengar, khususnya

semakin kentara bila di ruang yang gaduh.

Namun gangguan pendengaran juga bisa disebabkan oleh hal-hal medis lain, misalnya : 1,3

Adanya sumbatan di telinga luar

Ada radang selaput lendir hidung yang menghalangi saluran eustachius dan menyebabkan

tekanan yang berlebihan di telinga bagian tengah.

Berbagai kondisi medis lainnya yang juga bisa menimbulkan gangguan keseimbangan.

- Konsistensi : Tidak diberitahu dalam skenario kasus. Tapi bila berdasarkan epidemiologi,

kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan pajanan bising seperti ini biasanya konsisten ada

setiap tahunnya, apalagi bila pihak pabrik tidak melakukan pencegahan segera untuk

mengendalikan kebisingan. 1

- Spesifisitas : Berdasarkan dari penelitian epidemiologi, di area kerja yang berhubungan dengan

mesin memang sering memberikan pajanan bising dengan intensitas yang tinggi dan biasanya

melebihi nilai ambang batas. Berikut ini contoh mesin dengan jumlah intensitasnya : 4

Mesin print 90 dB

Kendaraan Motor 95 dB

Perlengkapan mesin pertanian 100 dB

Konser rock 110 dB

Mesin berat 110 dB

- Hubungan Waktu : Berdasarkan dari skenario, pasien merasakan kedua telinganya berdenging

setelah habis bekerja dan itu terjadi sejak 3 bulan ia bekerja

Ambang batas keamanan akan pajanan bising yang direkomendasikan oleh Occupational

Safety and Health Admistration (OSHA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah ada

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999, tentang baku mutu tingkat

kebisingan, yaitu intensitas bising rata-rata tidak lebih dari 85 dBA selama 8 jam per hari atau 40

jam per minggu. Nilai ambang batas kebisingan yang berlaku di tempat kerja ini merupakan

intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima. 1,2

Biasanya alat mesin selain memiliki pajanan bising juga bisa memiliki pajanan vibrasi

atau getaran. Getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan

tangan tenaga kerja juga sudah ditetapkan batas keamanannya yakni sebesar 4 m/s2. 1,2

Page 18: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

- Hubungan Dosis

Kegiatan operasional di pabrik-pabrik yang menggunakan peralatan-peralatan seperti

turbin dan compressor serta pengaliran fluida dalam pipa-pipa, valve, gas exhaust merupakan

sumber kebisingan yang bisa sampai 90 dBA. Peralatan-peralatan tersebut dalam kegiatan

produksi diasumsikan sebagai sumber bising.

Kebisingan berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan operator yang bekerja

di dalam lingkungan pabrik. Gangguan yang tidak dicegah maupun diatasi bisa menimbulkan

kecelakaan, baik pada pekerja maupun orang di sekitarnya. Peningkatan kebisingan yang terus-

menerus pada lingkungan industri dapat berujung kepada ketulian yang permanen (NIHL). 3

Tabel 1. Lama Pajanan yang Diperbolehkan Menurut Tingkat Pajanan yang

Diperbolehkan. 5

Lama Kebisingan yang Diperbolehkan/hari (Jam) Maksimum (dBA)

8 jam 85

6 jam 88

4 jam 90

2 jam 95

1 jam 100

0.5 jam 105

0.25 jam 110

PENATALAKSANAAN

A. Medika Mentosa

Medika Mentosa Jika dimulai dini, pengobatan medis bisa memiliki peran dalam

trauma akustik akut. Penelitian terhadap hewan telah menunjukkan bahwa kombinasi dari

oksigenasi hiperbarik dan terapi corticoid menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam

pemulihan, namun, baik dari ini jika diberikan sendirian mungkin tidak efektif. 8

Dalam sebuah penelitian di Jerman yang menarik pada pasien dengan trauma akustik,

administrasi intratympanic dari ligan sel-permeabel JNK ini digunakan karena telah

menunjukkan untuk mencegah gangguan pendengaran setelah trauma akustik akut pada

hewan model.8

Page 19: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Untuk aplikasi pertama dari AM-111 pada manusia, fase klinis I / II percobaan pada

pasien diselenggarakan pada pasien dengan trauma akustik akut setelah terpapar petasan di

Berlin dan Munich pada Tahun Baru Hawa 2005/2006. Analisis fungsional dan morfologis

dari telinga dirawat mengungkapkan bahwa PM-111 memiliki efek otoprotective sangat

baik, bahkan ketika diberikan jam setelah paparan kebisingan. Memblokir jalur sinyal

dengan D-JNKI-1 Oleh karena itu cara yang menjanjikan untuk melindungi integritas

morfologi dan fungsi fisiologis telinga bagian dalam berbagai kondisi yang melibatkan

kehilangan pendengaran sensorineural akut. 8

Percobaan ini termasuk 11 pasien yang dipilih secara acak pada siapa intratympanic

pengobatan dengan AM-111 pada konsentrasi 0,4 mg / ml atau 2 mg / ml dalam 24 jam

setelah paparan kebisingan dilakukan. Emisi murni-nada audiometry dan otoacoustic dinilai

sebelum pengobatan dan pada hari 3 dan 30 sesudahnya. Berdasarkan pengalaman klinis dan

pada perhitungan menggunakan fungsi pendengaran pemulihan yang diperoleh secara

empiris eksponensial, PM-111 tampaknya memiliki efek terapeutik. Sebanyak 13 kejadian

buruk yang dilaporkan dalam 5 peserta penelitian. Tidak ada kejadian buruk yang serius atau

parah. 8

B. Non Medika Mentosa

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung

telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan

pelindung kepala (helmet). 9

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap

(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi

dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar / ABD

(hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengna memekai

ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perli dilakukan psikoterapi agar dapat

menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan

sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip

reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat

berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat

Page 20: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah

dan irama percakapan. 9

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk

pemasangan implan koklea (cochlear implant). 9

Edukasi (Perubahan Cara Kerja)

Pindah Bagian / Pindah Shift

Rehabilitasi

PENCEGAHAN

Tabel 2. Batas lama pajanan dan intensitas yang didengar

Lama pajan/hari Intensitas (dB)

Jam 24 80

16 82

8 85

4 88

2 91

1 94

Menit 30 97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

Detik 28,12 115

Page 21: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

14,06 118

7,03 121

3,53 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walau sesaat

Primer

a. Penyuluhan

b. Olahraga

c. Perubahan Perilaku

Sekunder

a Peraturan & Administrasi

Program konservasi pendengaran desain untuk mencegah hilangnya

pendengaran akibat kebisingan . Sebuah program konservasi pendengaran tertulis

diperlukan oleh Administrasi Keselamatan dan Kesehatan (OSHA). kapan karyawan

eksposur suara sama atau melebihi sebuah 8-jam berat rata-rata tingkat suara (TWA)

dari 85 desibel diukur pada skala A (respon lambat) atau, ekuivalen, dosis lima puluh

persen ". [1]

Ini 8-jam waktu rata-rata tertimbang dikenal sebagai nilai tindakan

eksposur . Sementara Keselamatan Tambang dan Administrasi Kesehatan (MSHA)

juga membutuhkan program konservasi pendengaran, MSHA tidak memerlukan

sebuah program konservasi pendengaran tertulis. Konservasi pendengaran yang

MSHA persyaratan program dapat ditemukan di 30 CFR § 62,150 , dan

Page 22: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

membutuhkan hampir persyaratan yang tepat sama dengan persyaratan program

konservasi pendengaran OSHA. Oleh karena itu, hanya standar OSHA 29 CFR

1910,95 akan dibahas secara rinci.

b Teknis

Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat

mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising lingkungan kerja harus diusahakan

lebih rendah dari 85dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara meredam sumber

bunyi, misalnya yang berasal dari generator dipisah dengan menempatkannya di

suatu ruangan yang dapat meredam bunyi. 9

c APD

Memilih pelindung telinga yang tepat

Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti mesin tenun, mesin pengerolan

baja, kilang minyak atau bising yang ditimbulkan sendiri oleh pekerja seperti di

tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut yang harus dilindungi dengan alat

pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala. Ketiga

alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising yang berfrekuensi tinggi

dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup telinga memberikan

proteksi lebih baik dari pada sumbat telinga, sedangkan helm selain pelindung telinga

terhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala.9

Kombinasi antara sumbat telingan dan tutup telinga memberikan proteksi

yang terbaik. Pekerja yang menjadi tuli akibat terpajan bising di lingkungan kerjanya

berhak mendapat santunan. Selain alat pelindung telinga terhadap bising dapat juga

diikuti ketentuan pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85dB

tanpa menimbulkan ketulian, misalnya dengan menggunakan tabel dibawah ini. 9

Efektivitas sumbat telinga dispesifikasi oleh noise reduction rating (NRR –

tingkat reduksi bising) yang umumnya berkisar 15-35 dB. Semakin tinggi NRR-nya,

semakin besar perlindungan yang diberikan. Pada prakteknya, perlindungan yang

secara normal dapat dicapai ialah sekitar 10-20 dB. Penting diingat bahwa semakin

Page 23: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

cermat seseorang mengenakan pelindung telinga, semakin besar pula perlindungan

yang akan didapatkan. Sumbat telinga mungkin dirasakan tidak nyaman pada

awalnya, tetapi dapat dibiasakan seperti saat menggunakan sepatu atau kacamata

baru. 10

Tabel 3. Pelindung Telinga

Jenis

pelindung

Penjelasan Cara Pemakaian

Sumbat telinga

busa (Foam

earplug)

Sumbat telinga busa sekali pakai dibuat

dari busa yang dapat melar yang lambat

kembali ke bentuk awal. Sumbat ini

memberikan kombinasi yang paling baik

antara kenyamanan dan perlindungan

bagi sebagian besar penggunanya.

Sewaktu berada di dalam telinga, sumbat

telinga busa ini akan melebar sesuai

bentuk telinga sehingga membuat

pengguna merasa nyaman dan aman.

Bentuk sumbat ini paling banyak

digunakan.

Putar pelan-pelan dan tekan

sumbat ke dalam telinga. Ketika

ditekan, masukan sumbat ke

dalam liang telinga. Memasukkan

akan lebih mudah jika telinga

agak ditarik ke atas selama

memasukkan sumbat.

Sumbat telinga

yang dapat

dipakai ulang

(Premolded

reuseable

earplugs)

Dibuat dari bahan yang fleksibel yang

dibuat untuk cocok dengan telinga.

Meskipun lebih mahal, sumbat ini dapat

dicuci dan digunakan kembali beberapa

kali sebelum harus dibuang.

Raih bagian belakang kepala dan

tarik telinga ke arah luar dan atas

ketika memasukkan sumbat

sampai dirasakan menyumbat.

Pada awalnya mungkin terasa

ketat, khususnya jika belum

pernah memakai sumbat. Putar

dengan hati-hati untuk membuka

sumbat agar dapat terlepas

Page 24: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

dengan aman.

Sungkup telinga

(Earmuff)

Earmuff memiliki sungkup yang kaku

dengan bantalan plastik lunak yang

menyumbat sekitar telinga untuk

menghalangi suara. Bantalan dapat diisi

dengan busa, cairan, atau kombinasinya.

Bentuk sungkupnya juga bervariasi.

Untuk pajanan bising kuat yang lama,

atau jika dirasakan perlunya perlindungan

yang lebih, earmuff dapat digunakan

bersama dengan earplug untuk tambahan

reduksi suara sekitar 5-10 dB (dual

protection).

Sungkup harus sepenuhnya

menutupi telinga dan melingkupi

kepala. Sesuaikan bagian kepala

sehingga bantalan mendesak

bahkan menekan sekitar telinga

untuk memberikan reduksi suara

terbaik. Tarik rambut ke belakang

agar tidak menutupi bantalan.

Sesuaikan kedudukannya dengan

kacamata agar tidak mengganggu

reduksi suara.

NRR merupakan pengukuran, dalam desibel (dB), mengenai seberapa baik pelindung

telinga mengurangi bising. Semakin tinggi NRR, semakin besar bising yang dapat

direduksi. Ketika mengenakan pelindung telinga, pajanan terhadap bising sebanding

dengan nilai kadar bising total dikurangi NRR pelindung telinga yang digunakan.

Sebagai contoh, jika seseorang yang terekspos bising 80dB mengenakan pelindung

telinga dengan NRR 29 dB, pajanan bising yang dialaminya akan menjadi sebesar 51

dB. Menggunakan dua pelindung sekaligus memberikan NRR lebih tinggi 5-10 dB

dari NRR yang lebih tinggi dari antara kedua alat tersebut. Misalnya, seseorang yang

menggunakan earplug sekali pakai (NRR=29 dB) ditambah dengan earmuff (NRR=27

dB) akan mendapatkan total NRR sebesar 39 dB. 10

Tersier

MCU (Medical Check Up)

Dilakukan pada pekerja yang baru masuk, untuk mengetahui status kesehatannya,

kemudian diulang 6 bulan kemudian, untuk melihat apakah ada perubahan pada

kesehatanya yang diakibatkan oleh pajanan pekerjaan.

Page 25: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan Program Konservatif

Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja dari

kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja, tujuan lain adalah

mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data-

data. Untuk mencapai keberhasilan program Konservasi pendengaran, diperlukan

pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan dan keterampilan

pelaksanaan audiometri, kondisi audiometer dan penilaian hasil audiogram. 9

Aktivitas Program Konservasi Pendengaran antara lain adalah : Melakukan

Identifikasi sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja (walk through survey),

melakukan analisis kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan Sound Level

Meter (SLM) atau Oktave Band Analyzer), Melakukan kontrol kebisingan dengna berbagai

cara peredaman bising, Melakukan Tes Audiometri secara berkala pada pekerja yang

beresiko, Menerapkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi, serta menerapkan

penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan

data. 9

PROGNOSIS

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapat bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya

menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang

baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. 9

KESIMPULAN

NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dapat ditegakkan dengan menggunakan 7 langkah

diagnosis Penyakit Akibat Kerja, dengan anamnesis dan pemeriksaan yang baik, NIHL sangat

mudah untuk ditegakan. Pengetahuan akan dapat rusaknya pendengaran oleh karena pajanan

bising harus dijadikan suatu dasar dalam pencegahan terjadinya NIHL, karena NIHL sendiri

sangat sulit untuk diobati. Perlindungan untuk setiap pekerja wajib dilakukan untuk menghindari

terjadinya NIHL pada pekerja.

Page 26: 72671576-makalah-kelompok-blok-28.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.

2. Roestam AW. Cermin Dunia Kedokteran No 144 : Gangguan pendengaran akibat bising.

Juli 2004. Diunduh dari : http://www/telmed.fkumy.net; 26 Oktober 2011.

3. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta : Erlangga; 2004.

4. Brookshausher. Protect Your Ears. May 2008. Diunduh dari

http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/pages/ruler.aspx; 26 Oktober 2011.

5. Kelly WJ. Noise Exposure Assessment. July 2005. Diunduh dari :

http://www.cdc.gov/niosh/docs/98-126/chap1.html; 26 Oktober 2011.

6. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine.

Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004.

7. Siegel E. Noise induced hearing loss. June 2009. Diunduh dari :

http://www.osh.dol.govt.nz/publications/booklets/health-tools-09/pg4.shtml; 26 Oktober

2011.

8. MathurNN. Telinga bagian dalam, kebisingan-induced gangguan pendengaran perawatan

& manajemen. Edisi 2009. Diunduh dari

http://www.medcsape.org/article/NIHL/aer.html, 26 Oktober 2011

9. Bashiruddin J, Soetirto I. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala &

leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.h. 10-3, 21-56

10. Jorde LB. Noise Reduction. Edisi 2011. Diunduh dari

http://www.coopersafety.com/NoiseReduction.aspx, 26 Oktober 2011