2011-2-00397-ak bab2001

36
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat” Berikut ini adalah definisi pajak dari beberapa ahli: 1. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011:1):

Upload: t7890

Post on 26-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bacaan

TRANSCRIPT

Page 1: 2011-2-00397-AK Bab2001

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pajak Secara Umum

II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak

Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

pembelanjaan dan pembangunan negara dengan tujuan akhir kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat.

Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan  yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Berikut ini adalah definisi pajak dari beberapa ahli:

1. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH,

yang dikutip dari buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011:1):

“Pajak adalah iuran rakyat iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

2. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani dikutip

dari buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2011:2):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian bahwa

pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah atau

Page 2: 2011-2-00397-AK Bab2001

pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat

ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak

antara lain sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya

yang bersifat dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi

atau jasa timbal individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.

4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

pemerintah.

II.1.2 Definisi Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Berdasarkan pasal 1 nomor 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Sedangkan pengertian Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau

badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Badan seperti yang terurai dalam dua pengertian diatas berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 nomor 3 adalah sekumpulan

orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha

Page 3: 2011-2-00397-AK Bab2001

maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,

kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga

dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk

usaha tetap.

II.1.3 Fungsi Pajak

Pajak memiliki peranan penting dalam tata kelola negara, khususnya

membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang

terdapat dalam buku Waluyo (2011:6), yaitu:

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluarannya guna pembiayaan pembangunan.

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk mencapai

tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,

pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat

Page 4: 2011-2-00397-AK Bab2001

dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang

efektif dan efisien.

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak  yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.

II.1.4 Hambatan Pemungutan Pajak

Dalam proses pemungutan pajak, tentunya pemerintah menghadapi

berbagai hambatan. Menurut Mardiasmo (2011:8), hambatan dalam

pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Perlawanan pasif, yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang

dapat disebabkan antara lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

2. Perlawanan aktif, meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain:

a. Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar undang-undang.

b. Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

Page 5: 2011-2-00397-AK Bab2001

II.1.5 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Ada 2 ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak menurut H. Bohari

(2010:111) dalam bukunya Pengantar Hukum pajak yaitu:

1. Ajaran formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh

fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment systems.

2. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai

pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self

assessment systems.

Hapus dan berakhirnya utang pajak menurut Muhammad Djafar Saidi

(2011:208) dan Widyaningsih (2011:246) dapat disebabkan beberapa hal:

1. Pembayaran

2. Kompensasi

3. Daluarsa

4. Pembebasan dan penghapusan

II.1.6 Tarif Pajak

Ada 4 macam tarif pajak yang dijelaskan dalam buku Wirawan Ilyas

dan Richard Burton (2010:58) yaitu:

1. Tarif sebanding / proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional

terhadap besarnya yang dikenai nilai pajak.

Page 6: 2011-2-00397-AK Bab2001

Contoh : untuk penyerahan BKP dikenakan PPN 10%

2. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh : besarnya tarif Bea Materai untuk Cek dan Bilyet Giro dikenakan

Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan

besarnya harga nominal.

3. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

Contoh : pasal 17 UU Pajak Penghasilan

4. Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

II.2 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten, dan konsekuen

diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak

dalam membayarkan utang pajaknya, sehingga penerimaan negara dari sektor pajak

dapat meningkat dan dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda.

Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh seksi penagihan di Kantor Pelayanan

Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penagihan pajak dilakukan oleh fiskus atau

jurusita kepada penanggung pajak.

Page 7: 2011-2-00397-AK Bab2001

II.2.1 Pengertian dan Latar Belakang Tindak Penagihan Pajak

Menurut UU Nomor 19 tahun 2000 pasal 1 nomor 9 penagihan pajak

adalah:

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita.

Jadi penagihan pajak adalah suatu proses yang diawali dengan timbulnya

utang pajak kemudian dilanjutkan dengan tindakan-tindakan agar utang pajak

beserta biaya penagihan pajak dilunasi oleh penanggung pajak. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa latar belakang terjadinya tindak penagihan adalah

timbulnya utang pajak.

Pelaksanaan penagihan pajak dibagi menjadi 2 (dua) menurut Husna

(2009) sesuai dengan SE-2/PJ.75/2004 tentang kebijakan Penagihan Pajak

tahun 2004 yaitu:

a. Penagihan secara persuasif (soft collection)

Penagihan dengan cara persuasif adalah tindakan yang dilakukan

oleh fiskus (jurusita pajak) dengan cara menghubungi wajib pajak atau

penanggung pajak melalui telepon, mengundang wajib pajak atau

penanggung pajak untuk memperoleh kejelasan penyelesaian utang

pajaknya, mengirim surat pemberitahuan dan himbauan pelunasan utang

dan meminta kepada wajib pajak atau penanggung pajak agar secara

sukarela menyerahkan harta kekayaannya untuk pelunasan utang

pajaknya.

Page 8: 2011-2-00397-AK Bab2001

b. Penagihan tindakan keras (hard collection)

Penagihan tindakan keras dilakukan terhadap wajib pajak atau

penanggung pajak yang nonkooperatif. Penagihan dengan cara ini

merupakan kelanjutan dari penagihan pajak dengan cara persuasif, dimana

dalam penagihan ini fiskus harus bertindak lebih tegas dan keras dalam arti

mulai menerbitkan surat perintah penagihan pajak seketika dan sekaligus,

penyampaian surat paksa, melakukan penyitaan, mengumumkan

pelelangan di media masa, melaksanakan pelelangan, melakukan

pencegahan keluar negeri sampai pada pelaksanaan peyanderaan.

II.2.2 Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak

Dalam UU Nomor 19 tahun 2000 pasal 1 nomor 8 pengertian utang

pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi

berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan

Pajak atau surat sejenisnya berasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Sedangkan biaya penagihan pajak, adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa,

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan

Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

II.2.3 Pejabat dan Jurusita Pajak

Pengertian Pejabat dikutip dalam buku Mardiasmo (2011:119) sesuai

dengan UU Nomor 19 tahun 2000 pasal 1 nomor 5 adalah pejabat yang

berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah

Page 9: 2011-2-00397-AK Bab2001

Melaksanakan Penyitaaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat

Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan, dan

surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan

Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut

Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat,

sedangkan Kepala daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak

daerah.

Pengertian Jurusita Pajak dikutip dalam buku Irwansyah Lubis

(2011:297) sesuai dengan UU Nomor 19 tahun 2000 pasal 1 nomor 6 adalah

pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan

sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan.

Tugas Jurusita Pajak adalah:

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

2. Memberitahukan Surat Paksa.

3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan

kepada Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan

perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertahanan

Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank

atau pihak lain. Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat

Page 10: 2011-2-00397-AK Bab2001

yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau

Keputusan Kepala Daerah.

Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki

dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat

lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau

di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga

sebagai tempat penyimpanan objek sita. Objek sita, adalah barang Penanggung

Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.

II.2.4 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak

yang dilaksanakan oleh Jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa

menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak

dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak. Jurusita pajak

melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah

Penagihan Seketika dan Sekaligus. Kondisi yang mengharuskan Surat tersebut

diterbitkan berdasarkan UU No. 19 tahun 2000 pasal 6 ayat 1 yaitu:

1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

atau berniat untuk itu;

2. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang

dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan

perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;

3. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan

usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya,

Page 11: 2011-2-00397-AK Bab2001

atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau

melakukan perubahan bentuk lainnya;

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau

5. Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau

terdapat tanda-tanda kepailitan.

Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus sekurang-kurangnya memuat:

1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;

2. Besarnya utang pajak;

3. Perintah untuk membayar; dan

4. Saat pelunasan pajak.

II.2.5 Surat Teguran

Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat

yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada

Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya, yang diterbitkan 7 (tujuh) hari

setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak.

Surat Teguran tidak diterbitkan dalam hal hal sebagai berikut:

1. Dalam hal penagihan seketika dan sekaligus.

2. Dalam hal permohonan Penanggung Pajak atas angsuran atau penundaan

dikabulkan.

Page 12: 2011-2-00397-AK Bab2001

II.2.6 Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan

kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Penerbitan Surat Paksa dilakukan setelah

lewat dari 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran. Isi Surat Paksa tersebut

adalah memerintahkan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak untuk membayar

sejumlah tunggakan pajak tersebut ke kantor pos dan giro atau ke bank yang

ditunjuk, ditambah biaya penagihan dalam waktu 2x24 jam sesudah

pemberitahuan surat paksa tersebut.

Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi:

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

2. Dasar penagihan

3. Besarnya utang pajak dan

4. Perintah untuk membayar

Menurut UU No 19 tahun 2000 pasal 8 yat 1, Surat Paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan

Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus, atau

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

Page 13: 2011-2-00397-AK Bab2001

1. Penanggung Pajak.

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja ditempat

usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan

tidak dapat dijumpai.

3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta

peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan belum dibagi.

4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta

warisan telah dibagi.

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik

modal.

2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila

Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana

dimaksud dalam (1).

Dalam hal Wajib pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan

kepada Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan

dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa

diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan

pemberesan, atau likuidator.

Catatan:

- Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan

pelaksanaan Surat Paksa.

Page 14: 2011-2-00397-AK Bab2001

- Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan

sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat

Paksa diberitahukan.

II.2.7 Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang

penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak

menurut peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak tidak dilunasi

oleh penanggung pajak dalam waktu 2x24 jam setelah surat paksa

diberitahukan maka pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP). Penyitaan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)

orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan

dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat

Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani oleh Jurusita

Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

Barang yang dapat disita dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu barang

bergerak dan tidak bergerak. Barang bergerak termasuk mobil, uang tunai, dan

deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lain

yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,

piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain. Kemudian barang yang

tidak bergerak termasuk tanah dan bangunan.

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita

oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang

yang telah disita tersebut, Jurusita menyampaikan Surat Paksa kepada

Pengadilan Negeri atau instansi yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam

Page 15: 2011-2-00397-AK Bab2001

sidang berikutnya barulah menetapkan barang tersebut sebagai jaminan

pelunasan utang pajak. Pengadilan Negeri kemudian menentukan pembagian

hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului negara

untuk tagihan pajak.

Penyitaan juga dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali. Maksudnya

disini adalah apabila nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi utang

pajak dan biaya penagihan pajak atau setelah hasil lelang ternyata tidak cukup

juga, maka dapat dilakukan penyitaan tambahan.

II.2.8 Lelang

Definisi lelang dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 pasal 1

nomor 17 adalah penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran

harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau

calon pembeli. Pada Undang-Undang yang sama pasal 26 dijelaskan pula

mengenai penjualan secara lelang yang dilakukan melalui Kantor Lelang dan

dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 hari terhitung sejak

Pengumuman Lelang. Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud

dilaksanakan paling cepat setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak

penyitaan.

Lelang dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh

wajib pajak belum memperoleh keputusan keberatan, dan lelang juga dapat

dilaksanakan walaupun tidak dihadiri penanggung pajak. Apabila hasil lelang

sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan

utang pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang serta

Page 16: 2011-2-00397-AK Bab2001

kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung

Pajak paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan lelang tersebut.

Namun demikian ada beberapa barang yang disita yang dikecualikan

dari penjualan secara lelang. Barang tersebut antara lain uang tunai, deposito,

tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham atau surat berharga lainnya,

piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain (Peraturan Pemerintah

Nomor 135 Tahun 2000 yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2000 tentang

Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara

Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa).

Barang-barang tersebut diatas digunakan untuk membayar biaya

penagihan pajak dan utang pajak dengan cara:

1. Uang tunai disetor ke kas negara atau ke kas daerah.

2. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk

lainnya yang dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke rekening kas

negara atau kas daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang

bersangkutan.

3. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, Yang diperdagangkan di

bursa efek, dijual oleh Pejabat melalui bursa efek sesuai dengan ketentuan

yang berlaku dan yang tidak diperdagangkan di bursa efek langsung dijual

oleh Pejabat kepada pembeli.

4. Piutang yang hak menagihnya beralih kepada Pejabat berdasarkan berita

acara persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli.

Page 17: 2011-2-00397-AK Bab2001

5. Penyertaan modal pada perusahaan lain yang penguasaannya beralih

kepada Pejabat berdasarkan akte persetujuan pengalihan hak dijual oleh

Pejabat kepada pembeli.

6. Hasil penjualan barangsitaan sebagaimana dimaksud pada nomor 3, 4, dan

5 disetor ke kas negara atau kas daerah.

II.3 Pemblokiran dan Penyitaan Pada Bank

Dasar hukum yang terkait dan mengatur mengenai pemblokiran dan penyitaan

harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dalam rangka penagihan

pajak adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 dan Peraturan

Dirjen Pajak Nomor PER - 109/PJ./2007 yaitu Perubahan Atas Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor Kep-627/PJ/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran

dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam

Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

II.3.1 Pemblokiran Pada Bank

Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, Jurusita

Pajak berwenang melaksanakan pemblokiran dan penyitaan terhadap harta

kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank. Penyitaan terhadap

harta kekayaan Penanggung Pajak dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih

dahulu.

Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik

Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap

harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan

Page 18: 2011-2-00397-AK Bab2001

jumlah atau nilai. Pemblokiran diajukan oleh Pejabat kepada pimpinan bank

tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan disertai salinan Surat

Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib melaksanakan

pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak seketika setelah

menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat. Pimpinan bank atau pejabat

bank yang ditunjuk membuat berita acara pemblokiran yang akan disampaikan

kepada Penanggung Pajak dan Pejabat yang meminta pemblokiran.

Sebelum dilakukan penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak

yang diblokir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada

Pejabat menggunakan harta yang diblokir tersebut untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

II.3.2 Harta Kekayaan Yang Diblokir

Harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank meliputi

rekening, simpanan, dan bentuk simpanan lain yang lazim dalam praktek

perbankan.

1. Rekening adalah dana yang tersimpan pada bank dalam bentuk rekening

koran.

2. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,

sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

Page 19: 2011-2-00397-AK Bab2001

3. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran

lainnya, atau dengan pemindahbukuan.

4. Deposito Berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan

dengan bank.

5. Sertifikat Deposito Berjangka adalah simpanan dalam bentuk deposito

yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

6. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan

cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Penyitaan atas kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank

berupa saldo rekening koran, simpanan, giro, deposito berjangka, tabungan,

atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan

pemblokiran terlebih dahulu bertujuan untuk memindahbukukan saldo

rekening tersebut ke kas negara untuk keperluan pembayaran pajak. Melalui

mekanisme pemblokiran tersebut, hasil pencairan tunggakan pajak tergantung

dari besar atu kecilnya saldo rekening yang diblokir. Dengan adanya

pemblokiran tersebut Penanggung Pajak tidak dapat melakukan transaksi

bisnis kepada pihak ketiga.

II.3.3 Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan

Prosedur sebelum pemblokiran

Page 20: 2011-2-00397-AK Bab2001

Pemblokiran dilakukan setelah penagihan dengan surat paksa

dilakukan. Setelah 2x24 jam surat paksa diterbitkan apabila masih tidak ada

tanggapan barulah dilakukan tindakan berikutnya yaitu dilakukan pemblokiran

dan penyitaan.

Sebelum pelaksanaan pemblokiran mula-mula Jurusita melaporkan ke

Kepala Penagihan Pajak lalu Kepala Penagihan Pajak menyampaikan ke

Kepala Pelayanan Pajak sehubungan dengan surat permohonan pemblokiran

yang akan dikirimkan ke bank. Surat tersebut dikirimkan ke seluruh bank yang

ada di Indonesia. Dilakukan pengiriman ke semua bank jika pejabat KPP tidak

mengetahui nomor rekening si penanggung pajak. Atau jika ada indikasi si

penanggung pajak memiliki lebih dari 1 (satu) nomor rekening.

Surat tersebut diajukan kepada Pimpinan Bank tempat harta kekayaan

Penanggung Pajak tersimpan disertai dengan Salinan Surat Paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pemblokiran dapat dilakukan tanpa

meminta persetujuan dari Bank Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar

saldo dalam rekening tersebut tidak dipindahkan oleh penanggung pajak.

Setelah dilakukan pemblokiran, barulah fiskus meminta surat kuasa dari

penanggung pajak untuk mengetahui isi rekening tersebut. Jika penanggung

pajak tidak mau memberikan surat kuasa kepada fiskus, maka fiskus dapat

meminta persetujuan kepada Bank Indonesia.

Pemblokiran rekening bank

Page 21: 2011-2-00397-AK Bab2001

Setelah diterimanya surat tersebut Pimpinan bank atau pejabat bank

yang ditunjuk wajib melaksanakan pemblokiran terhadap harta kekayaan

Penanggung Pajak. Kemudian Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk

membuat berita acara pemblokiran yang nantinya akan disampaikan kepada

Penanggung Pajak dan Pejabat yang meminta pemblokiran.

Sebelum dilakukan penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak

yang diblokir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada

Pejabat menggunakan harta yang diblokir tersebut untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

Penyitaan rekening bank

Penyitaan dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang

penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan dapat

dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada

ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak atau di

tempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain.

Penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan

pada bank dilaksanakan sebagai berikut:

1. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan

kepada Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar

memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut

kepada Jurusita Pajak.

Page 22: 2011-2-00397-AK Bab2001

2. Kalau Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank untuk

memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut

kepada Jurusita Pajak, Pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui

Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo

kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada

Pejabat.

3. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank

diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan.

4. Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani

oleh Jurusita Pajak saksi-saksi dan pimpinan bank atau pejabat bank yang

ditunjuk.

5. Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita

kepada Penanggung Pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.

II.3.4 Pencabutan Pemblokiran

Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank

setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Kalau jumlah yang diblokir lebih besar dari yang disita maka permintaan atas

sisa tersebut dapat diajukan untuk meminta pencabutan pemblokiran oleh

Pejabat kepada bank. Namun apabila tunggakan belum dilunasi maka

pemblokiran sampai kapanpun belum bisa dicabut. Seperti yang terurai pada

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 135 tahun 2000 pasal 5

ayat 3 huruf f yaitu “Pejabat mengajukan permintaan pencabutan

pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak

dan biaya penagihan pajak”.

Page 23: 2011-2-00397-AK Bab2001

II.3.5 Pemindahbukuan ke Kas Negara

Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan,

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,

Pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta

kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara atau kas

daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita. Namun

sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari tersebut Penanggung Pajak dapat

mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk menggunakan barang sitaan

untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.