2011-2-00414-ak bab2001

22
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Auditing II.1.1 Definisi Auditing Menurut Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo, H.(2006:4), “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan criteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”. Menurut Hall, James. A. yang diterjemahkan oleh Fitriasari, D. dan Kwary, D.A. (2007:48) mendefinisikan, “Auditing adalah bentuk dari pembuktian independen yang ahli-auditor yang menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan”. Dari beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu proses yang digunakan untuk pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi yang didapatkan oleh auditor, yang akan digunakan oleh auditor untuk menyatakan suatu opini terhadap laporan keuangan atau memberikan kesimpulan dan informasi.

Upload: tika-julaekha

Post on 31-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Auditing

II.1.1 Definisi Auditing

Menurut Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo,

H.(2006:4), “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi

untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan

criteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan

independen”.

Menurut Hall, James. A. yang diterjemahkan oleh Fitriasari, D. dan Kwary, D.A.

(2007:48) mendefinisikan, “Auditing adalah bentuk dari pembuktian independen

yang ahli-auditor yang menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan

keuangan perusahaan”.

Dari beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa auditing merupakan

suatu proses yang digunakan untuk pengumpulan dan evaluasi bukti tentang

informasi yang didapatkan oleh auditor, yang akan digunakan oleh auditor untuk

menyatakan suatu opini terhadap laporan keuangan atau memberikan kesimpulan

dan informasi.

8

II.1.2 Jenis-jenis Auditing

Tunggal, A. W. (2008:9) menyatakan audit dibedakan menjadi tiga jenis

yaitu:

1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Audit laporan keuangan adalah penilaian apakah laporan keuangan yang

disusun dengan kriteria yang ditetapkan, seperti prinsip-prinsip akuntansi

yang berlaku umum.

2. Audit Operasional (Operational Audit)

Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi

perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomis operasi

perusahaan. Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manajemen

perusahaan.

3. Audit Ketaatan (Compliance Audit)

Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk menilai apakah prosedur

tertentu, aturan, regulasi yang ditetapkan oleh otorisasi lebih tinggi ditaati dan

diikuti.

9

II.2 Audit Operasional

II.2.1 Pengertian Audit Operasional

Menurut Tunggal, A.W. (2008:11) menyatakan, “Audit operasional

merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen

untuk menilai ekonomi, efisiensi dan efetifitas dari setiap dan seluruh operasi,

terbatas hanya pada keinginan manajemen”.

Menurut Bayangkara IBK (2008:2) mendefinisikan audit operasional sebagai

berikut :

Audit manajemen (audit operasional) adalah rancangan secara sistematis untuk mengaudit aktivitas-aktivitas, program-program yang diselenggarakan, atau sebagian dari entitas yang bisa diaudit untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana telah digunakan secara efisien, serta apakah tujuan dari program dan aktivitas yang telah direncanakan dapat tercapai dan tidak melanggar ketentuan aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa audit

operasional adalah audit atas operasi dari sudut pandang manajemen yang

digunakan untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya perusahaan telah

digunakan secara efisien, efektif, dan ekonomis.

10

II.2.2 Tujuan Audit Operasional

Menurut Agoes, S. (2004:175) tujuan umum operasional audit adalah :

1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi

dalam perusahaan.

2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan telah

digunakan secara efisien dan ekonomis.

3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang

telah ditetapkan oleh top management.

4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk

memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan

pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur

operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, ekonomis, dan

efektifitas dari kegiatan operasi perusahaan.

II.2.3 Manfaat Audit Operasional

Tunggal, A. W. (2008:42) menyatakan, “manfaat audit operasional adalah

sebagai berikut :

1. Memberikan informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk

pengambilan keputusan.

2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan-catatan, laporan-laporan

dan pengendalian.

11

3. Memastikan ketaatan terhadap manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana,

prosedur dan persyaratan peraturan pemerintah.

4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan

tindakan preventif yang akan diambil.

5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk

memperkecil pemborosan.

6. Mengetahui efektivitas untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang

telah ditetapkan.

7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi

perusahaan.”

II.2.4 Jenis-jenis Audit Operasional

Menurut pendapat Tunggal, A.W. (2008:28), jenis audit operasional dibagi

menjadi tiga macam yaitu :

1. Audit Fungsional

Seperti yang tersirat dari namanya audit operasional berkaitan dengan sebuah

fungsi atau lebih dalam suatu organisasi, misalnya fungsi pemasaran, fungsi

pembayaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan secara

keseluruhan.

2. Audit organisasional

Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit

organisasi seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Penekanan

12

dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi

yang saling berinteraksi.

3. Audit penugasan khusus

Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Audit

ini dapat terjadi sewaktu-waktu, dapat pula dalam suatu pelaksanaan audit

operasional secara fungsional maupun organisasional, pemeriksa diminta

untuk melakukan audit operasional yang bersifat khusus.

II.2.5 Tahapan Audit Operasional

Mengacu pada Bayangkara IBK (2008:9), tahap-tahap audit operasional

terdiri dari :

1. Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi umum dan latar

belakang mengenai objek yang diaudit. Pada tahap ini dilakukan penelaahan

terhadap berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijakan berkaitan dengan

aktivitas audit. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap berbagai informasi

yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi

mengandung kelemahan. Dari analisis tersebut, auditor dapat menentukan

tentative audit objective.

2. Review dan pengujian atas sistem pengendalian manajemen

Pada tahap ini, auditor melakukan review dan pengujian terhadap sistem

pengendalian manajemen dari objek audit, dengan tujuan untuk menilai

efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan

13

perusahaan. Dari hasil pengujian ini, auditor dapat lebih memahami

pengendalian yang berlaku pada objek audit sehingga dengan lebih mudah

dapat diketahui potensi-potensi terjadinya kelemahan pada berbagai aktivitas

yang dilakukan.

3. Audit terinci

Pada tahap ini, auditor mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan kompeten

untuk mendukung firm audit objective. Selain itu juga dilakukan

pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antar temuan dalam

menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan-temuan

tersebut nanti nya akan disajikan dalam suatu kertas kerja audit (KKA) untuk

mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi yang diberikan.

4. Pelaporan

Pada tahap ini, auditor mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi

yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan (manajemen). Hal ini

dilakukan untuk menyakinkan pihak manajemen tentang keabsahan hasil

audit. Laporan disajikan dalam bentuk komprehensif, yaitu menyajikan

temuan-temuan penting hasil audit untuk mendukung kesimpulan audit dan

rekomendasi.

5. Tindak lanjut

Tahap ini merupakan tahap akhir dari pelaksanaan audit operasional. Tahap

ini bertujuan untuk mendorong pihak manajemen untuk melakukan perbaikan

sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Hasil audit menjadi kurang

bermakna apabila rekomendasi yang diberikan tidak ditindaklanjuti oleh pihak

manajemen.

14

II.2.6 Temuan Audit Operasional

Tunggal, A.W. (2008:16) menulis,”Suatu yang penting dalam audit adalah

pengembangan temuan-temuan untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak lain.

Kata temuan atau finding diartikan sebagai himpunan informasi-informasi

mengenai kegiatan, organisasi, kondisi atau hal-hal lain yang telah dianalisa atau

dinilai serta diperkirakan akan menarik atau berguna untuk pejabat yang

berwenang. Penyusunan temuan yang baik harus mencakup :

1. Kondisi (Statement of conditions)

Adalah temuan yang menggambarkan kenyataan yang terjadi diperusahaan.

Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap pekerjaan

lapangan (Field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk menyatakan

suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data terkait

untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik

referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.

2. Kriteria (criteria)

Adalah ukuran atau standar yang harus diikuti atau kondisi yang seharusnya

ada dan merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam

perusahaan, yang bisa berupa kebijakan yang telah ditetapkan manajemen,

kebijakan perusahaan sejenis atau kebijakan industry, dan peraturan

pemerintah.

3. Sebab (cause)

Adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku dan

apa penyebab terjadinya kondisi tersebut di perusahaan serta bagaimana

15

terjadinya. Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara penuh

mengidentifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria.

Faktor paling utama dari temuan audit yaitu menentukan penyebab

kelemahan. Penyebab ini adalah alasan mengapa operasi menjadi tidak efektif,

efisien dan ekonomis.

4. Akibat (effect)

Adalah dampak dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang

berlaku. Salah satu tujuan utam dalam melaksanakan audit operasional adalah

mendorong manajemen operasional melakukan tindakan positif untuk

mengoreksi temuan atas kekurangan operasional yang diidentifikasi oleh tim

audit.

5. Rekomendasi (recommendation)

Menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kelemahan masalah

yang dikemukakan dalam temuan. Keberhasilan penyempurnaan suatu temuan

audit adalah pengembangan rekomendasi sebagai suatu tindakan yang harus

diambil untuk mengoreksi kondisi yang tidak diinginkan saat ini.

Rekomendasi haruslah masuk akal diikuti dengan sebuah penjelasan mengapa

kondisi ini terjadi, penyebabnya, dan apa yang harus dilakukan untuk

mencegah berulangnya hal itu.

16

II.3 Sistem Pengendalian intern

II.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Definisi Sistem Pengendalian Intern Dalam buku Arens, A.A., Elder,

J.R., & Beasley, S.M.(2010:321) mendefinisikan pengendalian intern sebagai

berikut :

Internal control a process designed to provide reasonable assurance

regarding the achievement of management’s objectives in the following

categories : 1. Reliability of financial reporting, 2. Effectiveness and efficiency of

operations, and 3. Compliance with applicable laws and regulations.

Sedangkan menurut Warren, Reeve, and Fees yang diterjemahkan oleh

Farahmita, Ama Nugrahani dan Hendrawan (2006:235), “Pengendalian intern

adalah kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan

penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan

menyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti”.

Dari seluruh penjelasan tentang pengendalian intern dapat disimpulkan bahwa

pengendalian intern (internal control) adalah pengendalian yang mempengaruhi

dewan direksi suatu entitas, manajemen, dan personel lainnya untuk menentukan

kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari penyalah

gunaan.

17

II.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern

Mengacu pada buku Mulyadi (2001:163), terdapat empat tujuan penting yang

ingin dicapai melalui pengendalian internal yang dilakukan perusahaan yaitu :

1. Menjaga kekayaan organisasi

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

3. Mendorong efisiensi

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Sedangkan menurut buku Hall, James. A. (2011:128), “The internal control

system comprises policies, practices, and procedures employed by the

organization to achieve four broad objectives” :

1. To safeguard assets of the firm.

2. To ensure the accuracy and reliability of accounting records and information.

3. To promote efficiency in the firm’s operations.

4. To measures compliance with management’s prescribed policies and

procedures.

II.3.3 Unsur-unsur Pengendalian Intern

Dalam membuat dan merancang sistem pengendalian intern perlu diperhatikan

komponen utama dalam sistem pengendalian intern, menurut Boynton et al. yang

diterjemahkan oleh Budi, I.S. dan Wibowo, H. (2003:379), “Komponen pokok

sistem pengendalian intern adalah :

18

1. Lingkungan pengendalian (control environment)

Menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran

akan pengendalian dari orang-orangnya. Lingkungan pengendalian

merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang

menyediakan disiplin dan struktur.

Sejumlah faktor membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas

yang diantara nya adalah sebagai berikut :

a. Integritas dan nilai etika

b. Komitmen terhadap kompetensi

c. Dewan direksi dan komite audit

d. Filosofi dan gaya operasi manajemen

e. Struktur organisasi

f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab

g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2. Penilaian resiko (risk assessment)

Penilaian resiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi analisis,

dan pengelolaan resiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan

laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip

akuntansi yang berlaku umum.

Penilaian resiko oleh manajemen harus mencakup pertimbangan khusus atas

resiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi seperti :

a. Perubahan dalam lingkungan operasi

b. Personel baru

c. Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi

19

d. Pertumbuhan cepat

e. Teknologi baru

f. Lini, produk atau aktivitas baru

g. Resktrukturisasi perusahaan

h. Operasi diluar negeri

i. Pernyataan akuntansi

3. Informasi dan komunikasi (information and communication)

Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan

keuangan yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari metode-metode

dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan,

menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi

entitas dan untuk memelihara akuntanbilitas dari aktiva-aktiva dan

kewajiban-kewajiban yang berhubungan. Komunikasi melibatkan penyediaan

suatu pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu

berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan keuangan.

4. Aktivitas pengendalian (control activities)

Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu

memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas

pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan

berkenaan dengan resiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas.

Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diaplikasikan pada

berbagai tingkatan organisasional dan fungsional. Aktivitas pengendalian

yang relevan dengan audit laporan keuangan dapat dikategorikan dalam

berbagai cara, diantara nya sebagai berikut :

20

a. Pemindahan tugas

b. Pengendalian pemrosesan informasi

c. Pengendalian fisik

d. Review kinerja

5. Pemantauan (monitoring)

Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian

intern pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan

pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan

perbaikan yang diperlukan.

II.4 Pembelian

II.4.1 Pengertian Pembelian

Pembelian bahan baku merupakan titik awal produksi dilakukan, tanpa

adanya pembelian maka produksi tidak bisa dijalankan sehingga dapat membuat

perusahaan mengalami kerugian.

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003:588), pembelian adalah permintaan akan barang dan jasa oleh pegawai yang berwenang. Bentuknya dapat berupa permintaan perolehan untuk bahan-bahan oleh mandor atau pengawas gudang, reparasi di luar oleh pegawai kantor atau pabrik, atau asuransi oleh direktur perusahaan yang bertanggung jawab atas properti dan peralatan.

21

Menurut pengertian yang terdapat di atas maka bisa disimpulkan bahwa

pembelian adalah suatu proses permintaan barang atau jasa yang digunakan

untuk kegiatan operasional perusahaan.

II.4.2 Fungsi dalam pembelian

Menurut pendapat dari Boynton et al., yang diterjemahkan oleh Budi, I.S.

dan Wibowo, H. (2003:92) dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi dalam

pembelian terdiri dari :

1. Pengajuan pembelian. Permintaan yang diajukan oleh perusahaan untuk

melakukan transaksi dengan perusahaan lain, yang meliputi :

a. Pencatuman nama pemasok pada daftar pemasok yang telah disetujui.

b. Pengajuan kembali permintaan barang dan jasa.

c. Pembuatan pesanan pembelian.

2. Penerimaan barang dan jasa. Penerimaan atau pengiriman fisik barang atau

jasa, yang mencakup :

a. Penerimaan barang.

b. Penyimpanan barang yang diterima untuk persediaan.

c. Pengembalian barang ke pemasok.

3. Pencatatan kewajiban. Pengakuan formal oleh perusahaan atas kewajiban

hukum, yang meliputi :

a. Pembuatan voucher pembayaran dan pencatatan kewajiban.

b. Pertanggungjawaban atas transaksi yang telah dicatat.

22

II.4.3 Tujuan Audit Operasional Pembelian

Menurut Agoes, S. (2004:117) tujuan audit pembelian adalah :

1. Menilai ketaatan kegiatan pembelian terhadap prosedur dan kebijakan

perusahaan yang berlaku.

2. Menilai efektifitas kegiatan pembelian dalam penyediaan bahan baku dan

bahan pembantu yang dibutuhkan.

3. Menilai efisiensi kegiatan pembelian yang dapat dilihat dari biaya yang

dikeluarkan untuk mendapatkan dan memelihara bahan baku dan bahan

pembantu yang dibeli

4. Memberikan saran-saran dan rekomendasi yang diperlukan.

II.4.4 Unsur Pengendalian Intern dalam Fungsi Pembelian

Pengendalian intern yang terdapat dalam fungsi pembelian menurut Mulyadi

(2001:311) adalah dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :

1. Organisasi

a. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan.

b. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi.

c. Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan barang.

23

d. Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi

pembelian, fungsi penerimaan, fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi

pembelian yang dilaksanakan secara lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.

2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

a. Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang untuk barang

yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi pemakai barang, untuk

barang yang langsung pakai.

b. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang

c. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang

d. Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih

tinggi.

e. Pencatatan terjadinya utang didasarkan pada bukti kas keluar yang didukung

dengan surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari

pemasok.

f. Pencatatan ke dalam kartu utang dan register bukti kas keluar (voucher

register) diotorisasi oleh fungsi akuntansi.

3. Praktik yang Sehat

a. Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.

b. Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.

c. Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi penerimaan.

24

d. Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari

berbagai pemasok.

e. Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan jika fungsi ini

telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian.

f. Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari

pemasok dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan

membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian.

g. Terdapat pengecekan terhadap harga,syarat pembelian, dan ketelitian

perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk

dibayar.

h. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodic

direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar.

i. Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan sesuai dengan syarat

pembayaran guna mencegah hilangnya kesempatan untuk memperoleh

potongan tunai.

j. Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “lunas” oleh fungsi

pengeluaran kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.

25

II.5 Persediaan

II.5.1 Pengertian Persediaan

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 14 (2008),

persediaan adalah aset :

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal

b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses

produksi atau pemberian jasa.

II.5.2 Jenis-jenis Persediaan

Rangkuti, F. (2007:14) menyatakan, “persediaan terdiri dari beberapa jenis

yang tiap jenisnya mempunyai karakter tersendiri dan cara pengelolaan yang

berbeda. Persediaan pada perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai

tiga jenis persediaan yaitu :

1. Persediaan bahan baku (raw materials)

Yaitu persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses

produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai

dengan kegiatan perusahaan.

26

2. Persediaan barang dalam proses (work in proses)

Yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap

bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk,

tetapi masih perlu diproses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.

3. Persediaan barang jadi (finished goods)

Yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam

pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

II.5.3 Tujuan Audit Operasional atas Fungsi Persediaan

Menurut Agoes, S. (2004:220) Menyatakan, “ Tujuan audit operasional atas

fungsi persediaan yaitu :

1. Untuk memeriksa apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang

cukup baik atas persediaan

2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada

dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.

3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai

dengan standar akuntansi keuangan.

4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum.

5. Untuk memeriksa apakah terdapat barang-barang rusak, kurang laku di

pasaran dan ketinggalan mode sudah dibuat allowance yang cukup.

27

II.5.4 Unsur Pengendalian Intern dalam Fungsi Persediaan

Pengendalian intern yang terdapat dalam fungsi pembelian menurut Mulyadi

(2001:581) adalah dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut :

1. Organisasi

a. Perhitungan fisik persediaan harus dilakukan oleh suatu panitia yang terdiri

dari fungsi pemegang kartu penghitungan fisik, fungsi penghitung, dan

fungsi pengecek.

b. Panitia yang dibentuk harus terdiri dari karyawan selain karyawan fungsi

gudang dan fungsi akuntansi persediaan, karena karyawan kedua fungsi

inilah yang justru dievaluasi tanggung jawabnya atas persediaan.

2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

a. Daftar hasil penghitungan fisik persediaan ditandatangani oleh Ketua

Panitia Penghitungan Fisik Persediaan.

b. Pencatatan hasil penghitungan fisik persediaan didasarkan atas kartu

penghitungan fisik yang telah diteliti kebenarannya oleh pemegang kartu

penghitungan fisik.

c. Harga satuan yang dicantumkan dalam daftar hasil penghitungan fisik

berasal dari kartu persediaan yang bersangkutan.

d. Adjustment terhadap kartu persediaan didasarkan pada informasi (kuantitas

maupun harga pokok total) tiap jenis persediaan yang tercantum dalam

daftar penghitungan fisik.

28

3. Praktik yang Sehat

a. Kartu penghitungan fisik bernomor urut tercetak dan penggunaannya

dipertanggungjawabkan oleh fungsi pemegang kartu penghitungan fisik.

b. Penghitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan dua kali secara

independen, pertama kali oleh penghitung dan kedua kali oleh pengecek.

c. Kuantitas dan data persediaan yang lain yang tercantum dalam bagian ke-3

dan bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicocokkan oleh fungsi

pemegang kartu penghitungan fisik sebelum data yang tercantum dalam

bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicatat dalam daftar hasil

penghitungan fisik.

d. Peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur dan menghitung

kuantitas persediaan harus dijamin ketelitiannya.