ustek bab f apresiasi dan inovasi1 (2)

Upload: cipta-riyana

Post on 05-Jan-2016

289 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

inovasi

TRANSCRIPT

Bab 1

USULAN TEKNISUSULAN TEKNIS

Bab

FApresiasi dan Inovasi

F.1 Gambaran Umum Kabupaten NunukanF.1.1 Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Nunukan yang terletak antara 11533' sampai dengan 1183' Bujur Timur dan 315'00" sampai dengan 424'55" Lintang Utara merupakan wilayah paling utara dari Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia - Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antar negara.

Batas wilayah Kabupaten Nunukan adalah sebagai berikut.

Utara

:Malaysia Timur Sabah

Barat

:Malaysia Timur Serawak

Selatan:Kabupaten Bulungan dan Malinau

Timur

:Selat Makassar dan Laut Sulawesi

Kabupaten yang berdiri pada tahun 1999 ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bulungan dengan luas wilayah 14.263,68 km2. Kabupaten ini memiliki 10 sungai dan 17 pulau. Sungai terpanjang adalah Sungai Sembakung dengan panjang 278 km sedangkan Sungai Tabur merupakan sungai terpendek dengan panjang 30 km.

Topografi Kabupaten Nunukan cukup bervariasi, kawasan perbukitan terjal terdapat di sebelah utara bagian barat, perbukitan sedang di bagian tengah dan dataran bergelombang landai di bagian timur memanjang hingga ke pantai sebelah timur.

Perbukitan terjal di sebelah utara merupakan jalur pegunungan dengan ketinggian 1.500 m-3.000 m di atas permukaan laut. Kemiringan untuk daerah dataran tinggi berkisar antara 8 - 15%, sedangkan untuk daerah perbukitan memiliki kemiringan yang sangat terjal, yaitu di atas 15%. Dengan demikian kemiringan rata-rata berkisar antara 0 - 50%.

Gambar F.1 Wilayah Kabupaten Nunukan.

Gambar F.2 Peta rencana penggunaan lahan Kabupaten Nunukan.

Gambar F.3 Peta tata ruang Kabupaten Nunukan.F.1.2 Iklim

Proses penggantian panas dan uap air antara bumi dan atmosfir dalam jangka waktu yang lama menghasilkan suatu keadaan yang dinamakan iklim. Iklim merupakan suatu kumpulan dari kondisi atmosfir yang meliputi panas, kelembaban dan gerakan udara.

Kabupaten Nunukan berada di wilayah khatulistiwa yang memiliki iklim tropis, sehingga mengalami 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan serta dipengaruhi oleh angin muson, yaitu Muson Barat pada bulan Nopember-April dan angin Muson Timur pada bulan Mei-Oktober.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Stasiun Meteorologi Nunukan pada tahun 2009, Nunukan mengalami iklim panas dengan suhu udara rata-rata 33,30C. Suhu udara terendah 21.20C terjadi pada bulan Juni, Juli dan September, dan tertinggi 33,70C pada bulan Maret. Suhu udara Nunukan yang cenderung panas dipengaruhi oleh topografi Pulau Nunukan yang dikelilingi laut.

Walaupun mengalami suhu udara yang cukup panas, namun karena diimbangi oleh wilayah hutan yang cukup luas, Pulau Nunukan mempunyai kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi. Pada tahun 2009 kelembaban udara berkisar antara 82,0% sampai dengan 86,0%. Sedangkan rata-rata curah hujan mencapai 198,4 mm, dengan curah hujan tertinggi 327,2 mm pada bulan April dan terendah 73,5 mm pada bulan Desember. Rata-rata kecepatan angin mengalami perubahan dari tahun lalu, yaitu menjadi 05 knots.

Persentase penyinaran matahari rata-rata 68%, terendah 52% pada bulan Februari sedangkan tertinggi mencapai 85% terjadi pada bulan Agustus.

F.1.3 Pemerintahan

Secara administratif, Kabupaten Nunukan terbagi atas 9 kecamatan dan terdiri dari 227 desa. Kecamatan Lumbis merupakan kecamatan dengan wilayah terluas, yaitu 3.645,50 km2 atau sekitar 25,56 persen dari luas Kabupaten Nunukan. Selain itu, kecamatan ini juga memiliki jumlah desa terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 77 desa. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Sebatik, yaitu 104,42 km2 atau sekitar 0,73% dari luas Kabupaten Nunukan.

Kecamatan Nunukan yang juga merupakan ibukota kabupaten memiliki luas wilayah 1.596,77 km2 atau sekitar 11,19% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan.

Tabel E.1 Banyaknya Desa Dan Luas Wilayah Menurut Kecamatan 2009 (km2)KecamatanJumlah DesaLuas wilayah

Krayan651.837,54

Krayan Selatan241.756,46

Lumbis773.645,50

Sembakung202.055,90

Nunukan 71.421,98

Sebuku223.124,90

Sebatik4104,42

Sebatik Barat 4142,19

Nunukan Selatan4174,79

22714.263,68

200822314.263,68

200722314.263,68

200622314.263,68

SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar F.4 Persentase Luas Wilayah per Kecamatan.F.1.4 Penduduk dan Ketenagakerjaan

A. Penduduk

Pembangunan di suatu wilayah tidak terlepas dari peran serta penduduknya sebagai subjek pembangunan, demikian pula dengan pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Nunukan. Jumlah penduduk yang besar di satu sisi merupakan suatu potensi yang dapat mendorong keberhasilan suatu pembangunan jika kuantitas tersebut juga diimbangi dengan kualitas yang tinggi pula. Namun disisi lain jumlah penduduk yang tinggi dapat pula menimbulkan suatu masalah jika penyebarannya kurang merata. Otonomi daerah dan pemekaran wilayah diharapkan dapat meningkatkan potensi dan peran penduduk sebagai subjek pembangunan serta mengurangi masalah kepadatan dan mobilitas penduduk.

Penduduk Kabupaten Nunukan pada tahun 2009 berjumlah 132.543 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 9,29 jiwa/km2. Bila dibandingkan dengan tahun 2008, jumlah penduduk mengalami pertumbuhan sebesar 2,7%.

Pertumbuhan penduduk yang terjadi juga merupakan dampak keberhasilan pembangunan yang terjadi di Kabupaten Nunukan sehingga menarik minat pendatang baru untuk tinggal di kabupaten ini.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah semakin lengkapnya berbagai fasilitas publik yang dibutuhkan masyarakat, kemudian dibukanya lapangan kerja di sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit dan industri pengolahan kayu serta sektor jasa.

Kepadatan penduduk pada setiap kecamatan menggambarkan pola persebaran penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan pola persebaran penduduk Kabupaten Nunukan menurut luas wilayah terlihat belum merata, sehingga terlihat adanya perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar kecamatan.

Dari sembilan kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Sebatik memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 206,95 jiwa/km2 diikuti oleh Kecamatan Sebatik Barat dengan kepadatan 81,18 jiwa/km2. Sedangkan untuk kecamatan lainnya, kepadatan penduduk yang ada hanya berkisar antara 1,35 59,80 jiwa/km2.

Seiring dengan semakin padatnya jumlah penduduk yang ada, jumlah keluarga yang tinggal di Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 6,9% dibandingkan tahun 2008. Sebagian besar keluarga ini tinggal di Kecamatan Nunukan, sekitar 40,2%, kemudian 14,0% diantaranya tinggal di Kecamatan Sebatik sedangkan sisanya tersebar di enam kecamatan yaitu Kecamatan Sebatik Barat, Lumbis, Sembakung, Sebuku, Krayan, Krayan Selatan, dan Nunukan Selatan.

Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, terlihat bahwa pada tahun 2009 jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Nunukan masih lebih banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis kelamin 113,19 artinya pada setiap 100 orang perempuan terdapat 113 orang laki-laki.

Gambar F.5 Distribusi Penduduk Kabupaten Nunukan Menurut Kecamatan 2009.Tabel E.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk 2009Kecamatan

Luas Wilayah

(km)Jumlah Penduduk

(Jiwa)Kepadatan Penduduk

(Jiwa/Km)

(1)(2)(3)(4)

Krayan 1.837,549.0584,93

Krayan Selatan 1.756,462.3721,35

Lumbis 3.645,509.6342,64

Sembakung 2.055,908.5804,17

Nunukan 1.421,9847.05633,09

Nunukan Selatan174,7910.45359,80

Sebuku 3.124,9012.2363,92

Sebatik 104,4221.610206,95

Sebatik Barat142,1911.54381,18

Jumlah

Total 14.263,68132.5429,29

200814.263,68129.0119,04

200714.263,68125.5858,80

200614.263,68118.7078,32

200514.263,68115.2108,08

200414.263,68109.5277,68

200314.263,68106.3237,45

200214.263,68*97.3986,83

200114.263,68*83.8415,88

200014.263,68*79.6205,58

B. Ketenagakerjaan

Persentase angkatan kerja pada tahun 2009 sebesar 64,89% dari total penduduk berumur 15 tahun ke atas, dimana yang bekerja sebesar 61,03% sedangkan yang mencari kerja sebesar 3,86%.

Rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikenal dengan istilah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), merupakan besarnya jumlah penduduk masuk dalam pasar kerja. TPAK Kabupaten Nunukan pada tahun 2009 sebesar 64,89%.

Kelompok Penduduk Usia Kerja (PUK) dapat dibedakan menjadi Angkatan Kerja (AK) dan Bukan Angkatan Kerja. Angkatan Kerja meliputi penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan, sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.

Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (unemployed). Jadi pengangguran termasuk mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, telah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja dan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tetapi masih berhasrat untuk bekerja. Angka Pengangguran Terbuka merupakan perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Angka tersebut sering disebut juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada tahun 2009 TPT Kabupaten Nunukan sebesar 5,94%.

Kebijakan tentang ketenagakerjaan pada umumnya tidak hanya diarahkan pada besarnya angka pengangguran terbuka namun juga pada produktivitas tenaga kerja yang rendah. Penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja adalah kualitas sumberdaya manusia yang rendah, upah yang rendah dan ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan/ketrampilan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan.

Komplemen dari TPT adalah Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), artinya jika TPT semakin besar maka kesempatan kerja akan berkurang dan sebaliknya. Pada tahun 2009 TKK sebesar 94,06%.

Tabel E.3 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut Kegiatan Utama 2009 (%)Penduduk 15 +20082009

Angkatan Kerja55,0564,89

Bekerja 50,9061,03

Mencari Kerja4,143,86

Bukan Angkatan Kerja44,9535,11

Sekolah8,549,49

Mengurus Rumah Tangga 29,7922,30

Lainnya 6,633,32

Jumlah100,00100,00

Tabel E.4 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 2009 (%)Lapangan Usaha20082009

Pertanian 77,0452,34

Pertambangan & Penggalian0,081,53

Industri Pengolahan 1,110,63

Listrik, Gas & Air0,221,10

Konstruksi 2,155,24

Perdagangan 5,819,96

Hotel dan Restoran1,332,27

Transportasi & Komunikasi3,484,41

Keuangan & Jasa Perusahaan0,432,15

Jasa Pemerintah dan Lainnya8,3620,37

Jumlah100,00100,00

F.1.5 Potensi Daerah

A. Pertanian

Tanaman Pangan

Pertanian merupakan sektor primer yang mendominasi aktivitas perekonomian di Kabupaten Nunukan. Revolusi di bidang pertanian perlu ditingkatkan untuk memberikan hasil yang lebih baik dari segi kuantitas dan kualitas. Pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan selalu diupayakan untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

Pada tahun 2009 luas panen padi (sawah+ladang) di Kabupaten Nunukan mengalami kenaikan, dimana tanaman padi naik sebesar 9,42%. Otomatis produksi tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi 43.496 ton tetapi terjadi penurunan produktivitas padi sebesar 0,6%. Kecamatan Lumbis adalah daerah yang mempunyai luas panen dan jumlah produksi padi ladang yang lebih besar dibandingkan kecamatan yang lain, yaitu 37,23% dari total luas panen serta 37,10% dari total produksi.

Pada tahun 2009 hampir seluruh tanaman sayur-sayuran mengalami penurunan luas tanam yang pesat dibandingkan tahun sebelumnya dan diiringi dengan peningkatan hasil produksi dari masing-masing tanaman tersebut. Bawang daun merupakan komoditi tanaman sayur-sayuran yang mengalami penurunan hasil produksinya.

Tabel E.5 Luas Panen, Tingkat Produktivitas dan Produksi Padi Dan Palawija 2009Kecamatan

Padi SawahPadi Ladang

Luas Panen (ha)Tingkat Produktivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)Luas panen (ha)Tingkat Produktivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)

Krayan 2.44246,0511.24543224,451.056

Krayan Selatan82543,443.5832123,3349

Lumbis21141,2287081224,521.991

Sembakung47142,221.98958324,521.430

Nunukan1.51845,316.87915124,98377

Sebuku17942,197555724,78141

Sebatik1.65445,277.48812525,78322

Sebatik Barat1.16845,395.383000

Jumlah

Total 8.48645,0138.1292.18124,615.367

20087.78545,3235.2821.75425,474.468

20079.80845,3144.4361.45625,353.691

20068.41745,2238.0652.38524,425.825

20055.85945,0526.3922.08724,745.164

20046.41544,5528.5791.68823,353.941

20034.48742,5919.1101.06819,942.130

20027.12134,0024.2121.63821,003.440

20017.47035,5626.5601.75417,743.111

Tabel E.6 Luas Panen, Tingkat Produktivitas dan Produksi Padi Dan Palawija 2009Kecamatan

JagungKedelai

Luas Panen (ha)Tingkat Produk-tivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)Luas Panen

(ha)Tingkat Produk-tivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)

Krayan 4818,518900,000

Krayan Selatan2218,634100,000

Lumbis8318,6415500,000

Sembakung2518,964700,000

Nunukan65420,701.35411210,52118

Sebuku3418,90645510,5158

Sebatik4420,45902010,5221

Sebatik Barat21820,4844600,000

Jumlah

Total 1.12820,272.28718710,51197

200862920,221.27217210,52181

200767820,431.3859110,5596

200660420,331.2286310,4866

200598120,131.9755510,9160

200427415,694304010,5042

200321515,583353410,5936

200228417,925092811,7933

200120625,195197010,0070

Tabel E.7 Luas Panen, Tingkat Produktivitas dan Produksi Padi Dan Palawija 2009Kecamatan

Ubi KayuUbi Jalar

Luas Panen (ha)Tingkat Produk-tivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)Luas Panen

(ha)Tingkat Produk-tivitas

(kw/ha)Produksi

(ton)

Krayan 79134,951.0666288,00546

Krayan Selatan35134,95472788,0062

Lumbis566134,927.6372988,00255

Sembakung163134,492.2004688,00405

Nunukan259135,103.49911688,001.021

Sebuku303135,104.0942188,00185

Sebatik14135,101891188,0097

Sebatik Barat14135,10189388,0026

Jumlah

Total 1.433135,0019.34629588,002.596

20081.171136,0015.92628588,002.508

2007911135,6512.35826788,612.366

20061.244135,9516.91219288,541.700

2005841135,2011.37018089,061.603

2004687133,489.17011983,36992

2003701132,909.31613083,081.080

20021.045239,0924.98532186,072.763

2001479199,989.57971125,63892

Perkebunan

Luas areal komoditi kelapa sawit pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 10,59% dibandingkan dengan tahun 2008. Sebagian besar dari luas areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Nunukan, Sebuku, Sebatik, Sembakung, Sebatik Barat dan Lumbis.

Dilihat dari rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap komoditi perkebunan, produksi terbesar dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit sebesar 58.439 ton, meningkat 161,47% dibandingkan tahun 2008.

Tabel E.8 Luas Areal Dan Produksi Tanaman Perkebunan Daerah Menurut Jenisnya 2009 (ton)Jenis TanamanLuas Areal (Ha) Produksi (Ton)Produk-Tifitas (Kg/Ha)

TBMTMTT/TRJUMLAH

01. Kelapa Dalam60,002.596,3078,002.734,307.896,303.041,37

02. Kopi46,001.961,501.492,003.499,00233,30118,94

03. Kakao-11.061,0031.970,3013.034,3011.167,001.015,18

04. Lada61,00144,004,00209,0022,00152,78

05. Cengkeh-20,002,0022,002,35117,50

06. Panili58,0019,7577,759,75493,67

07. Kelapa Sawit35.939,3923.323,23-59.262,6258.439,002.505,61

08. Kayu Manis3,001,00-4,001,501.500,00

09. Kemiri7,6056,001,0064,608,75156,35

10. Tebu5,004,50-9,502,00444,44

11. Jambu Mete1,006,503,5011,005,00769,23

12. Aren8,003,00-11,0019,006.333,33

13. Pala1,004,00-5,001,00250,00

Kehutanan

Pembangunan kehutanan mencakup semua upaya untuk memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestari keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Dengan demikian pembangunan kehutanan mencakup aspek pelestarian fungsi lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial, baik dalam kawasan hutan maupun masyarakat di sekitar hutan.

Hutan sebagai sumber daya alam perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan pengelolaanya agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap menjaga lingkungan hidup. Selain itu kegiatan kehutanan perlu memperhatikan tata guna hutan, usaha perlindungan dan pengamanan flora dan fauna, areal tanah kritis, hutan tanam industri serta penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat.

Luas kawasan hutan di Kabupaten Nunukan berjumlah 1.426.368 ha yang terdiri dari taman nasional, hutan lindung, kawasan hutan dan kawasan budidaya non kehutanan. Sebagian besar wilayah hutan adalah kawasan budidaya non kehutanan seluas 470.914 Ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya.

Produksi kayu bulat tahun 2009 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yaitu dari 149.789,21 m3 menjadi 138.404,39 m3.

Tabel E.9 Luas Kawasan Hutan Menurut Tata Hutan Kesepakatan 2008 (ha) Jenis Hutan2008

Kawasan Budidaya Non Kehutanan470.914

Kawasan Hutan431.207

Hutan Lindung167.428

Taman Nasional Kayan Mentarang356.819

Jumlah 1.426.368

Tabel E.10 Produksi Kayu Bulat Dalam Wilayah UPTD-KPH Nunukan 2007 2009 (m3) Waktu200720082009

Januari-17.138,8114.453,75

Pebruari-8.800,654.447,03

Maret -6.374,473.978,11

April 2.035,1811.829,554.703,02

M e i-4.447,026.478,41

J u n i3.985,099.890,0114.773,90

J u l i7.355,6912.681,4030.153,21

Agustus-15.516,7312.373,24

September4.079,5732.015,875.668,08

Oktober3.950,604.058,7816.293,93

Nopember 3.911,637.566,291.804,77

Desember 9.716,8219.469,6323.276,94

Jumlah

Total 35.034,58149.789,21138.404,39

2006123.911,37

200582.973,53

2004245.162,18

2003619.819,26

2002635.899,12

2001593.510,18

2000548.437,90

1999357.187,47

1998223.310,26

Peternakan

Jumlah populasi hewan ternak terbesar di Kabupaten Nunukan tahun 2009 didominasi oleh ternak babi yaitu sebesar 41,92%, ternak sapi potong sebesar 29,77%, ternak kerbau sebesar 20,14% dan ternak kambing 6,67%.

Pada tahun 2009 populasi unggas didominasi oleh ayam buras, yaitu sebanyak 70,14% dari total populasi unggas. Populasi ayam buras tercatat sebanyak 131.700 ekor yang secara umum tersebar merata. Populasi itik lebih banyak diternakkan di Kecamatan Sebuku yaitu sebanyak 5.732 ekor.

Tabel E.11 Populasi Ternak Menurut Jenis 2009 (ekor)KecamatanSapi PotongKerbau Kambing Babi Kuda

Jumlah TernakPemotongan Pertahun

Krayan 580292.960-7.486-

Krayan Selatan5732.846-2.995-

Lumbis9975023127600-

Sembakung98349-260988-

Nunukan2.1631081.0526032.560-

Sebuku1.6318117223255-

Nunukan Selatan------

Sebatik3.237162212824--

Sebatik Barat9234644332--

Jumlah

Total 10.5705287.1542.36914.88436

20087.2724016.5661.95410.77136

20075.9132225.9551.8198.58636

20065.0195984.3711.44211.53826

20053.5071294.9341.7044.947-

2004 2.568-3.1301.4714.843-

20031.938-6.6728108.107-

20021.685-6.6154717.254-

20011.269-6.4633396.379-

Perikanan

Produksi perikanan pada tahun 2008 tercatat 46.433,77 ton, yang terdiri atas 2.492,62 ton produksi perikanan penangkapan dan 43.951,15 ton perikanan budidaya.

Pada tahun 2009 jumlah rumah tangga perikanan penangkapan tercatat 2.589 rumah tangga atau turun sebesar 9,57 persen dibandingkan tahun 2008.

Tabel E.12 Luas Usaha Pemeliharaan Ikan Budidaya Menurut Jenis Budidaya 2009* (ha)KecamatanTambakKolamKerambaPantai/Laut

Luas KotorLuas BersihLuas KotorLuas Bersih

Krayan--39,713,04--

Krayan Selatan--6,355,90--

Lumbis--6,624,463--

Sembakung15.3508.2584,763--

Nunukan3.4601.56415,3210,74-126,10

Sebuku--28,923,23--

Nunukan Selatan24,582,310,24-252,30

Sebatik95151,06--15,70

Sebatik Barat90----42,80

Jumlah

Total 19.0209.845105,3050,86-436,90

200818.91511.04152,9048,090,00531,05

200717.1399.35148,5143,660,852,50

200617.2379.46689,7646,660,022,50

200518.0579.28137,0411,740,012,40

20049.4647.98021,169,7821,1615,55

200313.0876.253126,9268,652,500,96

B. Pertambangan dan Energi

Air Minum

Penyediaan air yang bersih dan layak digunakan untuk keperluan sehari-hari dapat dipenuhi dengan tersedianya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM yang beroperasi di Kabupaten Nunukan berada di Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Jumlah pelanggan PDAM Nunukan pada tahun 2009 mencapai 2.915 pelanggan atau dengan kata lain mengalami peningkatan masing sebesar 24,78 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seiring dengan peningkatan jumlah pelanggan, banyaknya air minum yang disalurkan pada PDAM Nunukan juga mengalami peningkatan sebesar 13,60%.

Tabel E.13 Banyaknya Pelanggan Air Minum Menurut Jenis Pelanggan 2009Jenis PelangganNunukan SebatikLumbis

Rumah Tangga (Tempat Tinggal), Instansi/Kantor Pemerintah2.432671226

Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan4279268

Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah dsb2142

Sarana (Fasilitas) Umum3443

Hydran Pelabuhan---

Lainnya/Industri11-

Jumlah2.915772299

Tabel E.14 Banyaknya Air Minum Yang Disalurkan Menurut Jenis Pelanggan 2009 (m3)Jenis PelangganNunukan SebatikLumbis

Rumah Tangga (Tempat Tinggal), Instansi/Kantor Pemerintah929.649123.14447.747

Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan140.30225.72511.445

Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah dsb8.2182.170137

Sarana (Fasilitas) Umum23.823506216

Hydran Pelabuhan---

Lainnya/Industri6.438449-

Jumlah1.108.435152.99459.539

Listrik

Produksi tenaga listrik Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 22,11% pada tahun 2009. Peningkatan ini diiringi dengan meningkatnya tenaga listrik yang terjual, yaitu sebesar 37.297 MWH, atau terjadi penurunan sebesar 24,07% dari tahun sebelumnya.

Tenaga listrik yang terjual sebesar 36.970 MWH, dimana sebagian besar digunakan oleh rumah tangga, yaitu sebesar 22.020 MWH, diikuti kegiatan usaha sebesar 8.089 MWH. Sedangkan untuk kepentingan publik, industri dan sosial masing-masing sebesar 3.818, 1.086 dan 1.957 MWH.

Tabel E.15 Banyaknya Tenaga Listrik Yang Terjual Menurut Jenis Pelanggan 2005 2009 (MWH)Jenis Pelanggan20052006200720082009

Rumah Tangga14.96617.88518.55018.06722.020

Usaha7.7897.5839.2357.0958.089

Industri7861.0031.6728211.086

Sosial3965258708241.957

Publik/ Umum2.4573.6424.9213.5283.818

Jumlah26.39430.63835.24830.33536.970

Minyak dan Gas Bumi

Produksi minyak bumi di Kabupaten Nunukan selama pada tahun terakhir ini mengalami penurunan dalam jumlah produksinya. Dinas pertambangan mencatat produksi minyak bumi dari PT. Perkasa Equatorial Sembakung Ltd pada tahun 2007 sebesar 1.362.304 BBL atau menurun sebesar 22,59% dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel E.16 Produksi Minyak Bumi (STBO) Dan Gas Bumi (MMSCF) 2000 - 2009 (BBL)TahunMinyak BumiGas Alam Cair

20001.160.938-

20011.950.910-

20022.104.500-

20032.294.252-

20041.824.226-

20051.986.3872.482.748

20061.759.8991.683.015

20071.362.3041.407.648

2008813.0371.679.604

2009702.8721.461.479

Tabel E.17 Jumlah Produk Bahan Galian/Tambang Golongan C Menurut Jenis Galian 2006 2009 (Data 2008 Tidak Tersedia)Bahan GalianSatuan200620072009

Batu Gunungm3-20.587.3554.152,63

Batu Gampington---

Pasir Urugm32.0231.135.47015.759,59

Batu Andesitm3---

Tanah Urugm395.770487.944,19143.810,16

Batu Merahm3---

Pasir Kwarsa m3---

Batu Koralm3---

Batu Kerikilm3---

Pasir Sungaim3---

Batu Lateritm3---

Sirtu m3-397.024-

Pasir Putihm3-1.135.470-

C. Transportasi dan Komunikasi

Era globalisasi menuntut mobilitas yang serba cepat dan mudah. Mobilitas dan aktivitas masyarakat tidak terlepas dari kebutuhan sarana transportasi. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi daerah mencakup transportasi darat, laut dan udara yang memadai akan memperlancar aktivitas perekonomian daerah. Prasarana yang tersedia di Kabupaten Nunukan sampai tahun 2009 terdiri dari 2 buah pelabuhan laut di Kecamatan Nunukan, 11 buah bandara yang terdiri 2 buah bandara domestik, yaitu Bandara Nunukan dan Bandara Long Bawan serta lainnya berupa bandara perintis.

Tabel E.18 Transportasi Darat, Laut dan Udara 2009

Kecamatan

Angkutan Darat Angkutan UdaraAngkutan Laut

TerminalBus/TaxiBandaraJumlah MaskapaiDermagaKapal Feri/Speed/ Kapal Motor

DomestikPerintisKomersilPerintis

Krayan-15----

Krayan Selatan--2----

Lumbis-32-----3

Sembakung-3-----2

Nunukan14501----215

Sebuku12---3

Nunukan Selatan--------

Sebatik-152-----142

Sebatik Barat1-----

Kabupaten Nunukan 2649291019365

20082649295110365

20072514295910283

20062-267310353

20051-26313149

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Angkutan Darat

Secara umum jumlah sarana transportasi yang tercatat di Kantor Samsat Kabupaten Nunukan pada tahun 2009 mengalami penurunan 12% dari tahun sebelumnya dengan rincian jumlah kendaraan bus atau bus mini 744 unit, sedan 39 unit, pick up 205 unit, truk 221 unit dan sepeda motor 10.752 unit.Tabel E.19 Kondisi Jalan Kabupaten 2007-2009 (km)

Status dan Kelas Jalan200720082009

Jalan Baik178,30206,15278,59

Jalan Sedang67,5778,13105,58

Jalan Rusak Ringan40,8147,1963,77

Jalan Rusak Berat47,8455,3174,74

Jumlah

Total334,52386,78522,68

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Tabel E.20 Banyaknya Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan 20052009 (unit)

Jenis Kendaraan20052006200720082009

Bus/Minibus548514790724744

Sedan19321291739

Pick Up120167217185205

Truk 227272379201221

Sepeda motor 1.5376.77211.0519.54710.752

Jumlah2.4517.75712.56610.67411.956

20042.858

20032.578

20022.227

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Angkutan Udara

Selama tahun 2009 tercatat 1.391 penerbangan di Bandara Nunukan dengan 27.502 orang penumpang berangkat dan 24.306 orang penumpang datang; dimana terjadi kenaikan masing-masing 50,59% dan 38,64% dari tahun sebelumnya.

Arus beban barang, bagasi, pos dan paket selama tujuh tahun terakhir cukup fluktuatif. Beban barang yang dimuat mengalami lonjakan yang signifikan dari tahun 2009 tercatat barang yang dimuat 63.114 kg atau naik sebesar 103,69%. Sedangkan beban barang yang dibongkar ternyata mengalami kenaikan sebesar 78,22%. Bagasi yang dimuat dan dibongkar juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 62,52% dan 15,97%.Tabel E.21 Lalu Lintas Angkutan Udara Di Bandara Nunukan 2009

BulanPenerbanganPenumpang

BerangkatDatangBerangkatDatang

Januari96962.6452.090

Pebruari47471.4731.390

Maret72732.2572.080

April1281212.1401.777

Mei1651622.6502.088

Juni1161152.3852.145

Juli1281292.5052.178

Agustus1111092.3782.151

September88881.5171.328

Oktober1811792.3282.009

Nopember1391392.6552.441

Desember1201142.5692.575

Jumlah1.3911.37227.50224.306

20081.1421.14318.26217.531

200778178218.49718.303

20061.4061.40735.74432.969

200592792719.05015.825

20046076077.4966.468

20034324325.0224.187

20023433434.5463.654

20012832831.6641.520

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Tabel E.22 Lalu Lintas Angkutan Udara Di Bandara Nunukan 2009

BulanBarang (kg)Bagasi (kg)Pos dan Paket (kg)

MuatBongkarMuatBongkarMuatBongkar

Januari1.7336.56618.52515.861--

Pebruari1.0414.38110.37211.437--

Maret5.5286.71212.44817.958--

April9.35810.12417.73515.659--

Mei13.3298.55722.50919.010--

Juni10.8708.16122.70618.729--

Juli5.31710.51020.59917.159--

Agustus2.1847.48420.01419.034--

September2.9556.51314.78711.928--

Oktober3.2583.33915.71817.078--

Nopember4.0082.37619.14020.322--

Desember3.8302.49322.75221.015--

Jumlah63.11477.216217.305205.190--

200830.98543.325133.704176.92700

200730.94045.208127.487123.23638081

2006220.36360.266234.161215.0055.9701.289

200565.62948.919122.442103.2294.7863.311

2004146.21127.98046.43944.5067.1845.827

2003166.05820.04637.99030.5826.6595.848

200221.07423.65531.25422.9759.9646.880

20019.3108.20112.93411.6006.6595.963

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Angkutan Laut

Selama tahun 2009 kapal dalam negeri yang tambat di Pelabuhan Nunukan sebanyak 205 unit, sedangkan kapal luar negeri yang tambat di Pelabuhan Nunukan sebanyak 1.846 unit atau turun 35,53%.Tabel E.23 Lalu Lintas Penumpang Angkutan Laut Dalam Negeri 2009

BulanKapal TambatDalam Negeri

BerangkatDatang

Januari2413.87115.503

Pebruari1911.97412.438

Maret1912.78411.161

April1711.1829.040

Mei1512.37410.439

Juni1716.3719.718

Juli1815.22411.100

Agustus1615.56910.409

September1719.81011.174

Oktober1611.54617.294

Nopember1517.2099.280

Desember1218.10611.186

Jumlah

Total205176.020138.742

2008748204.462149.278

2007 193 150.245 188.329

2006169136.546168.820

2005201151.140181.665

2004200145.398174.458

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010Tabel E.24 Lalu Lintas Penumpang Angkutan Laut Luar Negeri 2009

BulanKapal TambatLuar Negeri

BerangkatDatang

Januari1879.0899.693

Pebruari1707.7268.330

Maret1727.5658.878

April1667.0117.320

Mei1506.8835.998

Juni1627.7676.713

Juli1526.0226.950

Agustus1506.0387.977

September1355.1418.223

Oktober14410.1727.478

Nopember1164.42310.210

Desember1428.9659.124

Jumlah1.84686.80296.894

20082.502147.520144.119

2007 2.125 180.904 198.664

20061.891169.928182.205

20052.420216.967241.662

20042.66990.100153.801

Sumber: Nunukan Dalam angka Tahun 2010F.2 Pemodelan Arus dan Sedimentasi Muara Sungai dan PantaiF.2.1 Umum

Fenomena hidrodinamika muara sungai dan pantai mencakup pola aliran pada seluruh elevasi pasang surut serta untuk debit aliran yang dapat terjadi di perairan tersebut. Analisis tahap ini menggunakan data aliran sungai hasil analisis pada hidrologi DPS sebagai kondisi batas satu, serta untuk kondisi batas lainnya menggunakan hasil simulasi pasang surut yang akan dibahas pada bagian lain. Hasil dari simulasi hidrodinamika sungai adalah kecepatan arus yang terjadi pada badan sungai yang kemudian akan dibandingkan kebenarannya dengan hasil survei arus.

Setelah kondisi hidrodinamika berdasarkan kedua kondisi batas di atas telah didapat, maka dengan menyuntikkan muatan sedimen kedalam persamaan numerik, simulasi angkutan sedimen di sungai yang ditinjau dapat dilaksanakan. Konsentrasi angkutan sedimen yang terdispersi di seluruh badan sungai secara horizontal dapat ditampilkan secara grafis .

Dalam melaksanakan analisis ini, Konsultan akan menggunakan program yang mempunyai beberapa modul simulasi numerik yang mencakup simulasi hidrodinamis dan angkutan sedimen suspensi. Yaitu Surface-Water Modelling System Ver 7.0 (SMS 7.0) dari Boss International Co. Berikut ini Konsultan akan membahas program simulasi yang dimaksud.

Simulasi hidrodinamis sebuah muara sungai di dalam studi perairan pantai sangat erat berkaitan dengan proses pantai. Aspek-aspek dominan yang akan ditinjau berkaitan dengan hal tersebut di atas, di antaranya adalah arus pada perairan tersebut dan pergerakan sedimen suspensi. Kedua aspek tersebut disimulasikan dengan bantuan program Surface-Water Modelling System 7.0 (SMS 7.0) dari Boss International Co. yang mempunyai beberapa modul simulasi numerik. Berikut ini Konsultan akan membahas simulasi hidrodinamis perairan dan angkutan sedimen suspensi yang dimaksud.

Dalam program SMS terdapat beberapa modul program penting untuk membuat simulasi. Terkait dengan pekerjaan ini modul yang akan digunakan adalah:

1. GFGEN (Geometri File Generation) adalah file untuk membuat geometri dan file mesh elemen hingga untuk menjadi masukan sistem pemodelan SMS. Program ini melakukan pemeriksaan rutin mesh dan menyusun kembali mesh. Program GFGEN ini hanya membutuhkan file geometri ASCII sebagai input.

2. RMA2 (Resources Management Associates-2) adalah program inti dari SMS. RMA2 adalah program elemen hingga dua dimensi untuk menyelesaikan masalah hidrodinamika. RMA2 dapat digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran pada titik-titik node dalam suatu mesh elemen hingga yang mewakili badan air di daerah studi, seperti sungai, kolam, muara, atau pelabuhan.

3. SED-2D adalah program pemodelan numerik 2-dimensi, yang dirata-ratakan dalam arah vertikal (kedalaman), untuk mensimulasi proses transportasi sedimen dalam saluran terbuka, seperti sungai, estuari dan perairan teluk. SED-2D dapat memprediksi dengan cukup akurat untuk pergerakan sedimen yang berupa pasir maupun lempung pada kondisi aliran langgeng maupun tak langgeng, dengan asumsi kecepatan dan arah aliran dapat dianggap seragam pada seluruh kedalaman.

Dalam simulasi hidrodinamika dan sedimentasi ada beberapa tahapan pekerjaan yang perlu dilakukan dengan urutan tertentu. Dimulai dengan pembuatan mesh (grid perhitungan numerik), kemudian masukan data elevasi muka air, serta parameter viskositas Eddy dan nilai Manning untuk menjalankan RMA2. Solusi hidrodinamika yang didapatkan dari RMA-2 beserta data sedimen digunakan sebagai data masukan untuk menjalankan SED-2D. Dengan menjalankan SED-2D didapatkan batimetri baru akibat pergerakan sedimen.

F.2.2 Modul RMA-2

Tujuan simulasi hidrodinamika ini adalah untuk mendapatkan besaran kecepatan dan arah arus yang akan berguna dalam menentukan sifat dinamika perairan lokal. Pemodelan yang digunakan adalah untuk model numerik RMA2 yang merupakan model numerik elemen hingga (finite element) yang diintegralkan dalam arah vertikal, sehingga dapat dianggap sebagai masalah dua dimensi (2-D).

RMA2 mampu menghitung perubahan elevasi permukaan perairan dan komponen kecepatan arus horisontal untuk aliran permukaan bebas sub-kritis dalam medan aliran 2-dimensi.

1. Dasar Teori

Tujuan simulasi hidrodinamika ini adalah untuk mendapatkan besaran kecepatan dan arah arus yang akan berguna dalam penentuan sifat dinamika perairan lokal. Pemodelan arus yang digunakan adalah model numerik RMA2 yang merupakan model numerik elemen hingga (finite element) yang diintegralkan dalam arah vertikal, sehingga dapat dianggap sebagai masalah dua dimensi (2-D).

RMA2 mampu menghitung perubahan elevasi permukaan perairan dan komponen kecepatan arus horisontal untuk aliran permukaan bebas sub-kritis dalam medan aliran 2-dimensi.

Pada dasarnya RMA-2 menyelesaikan masalah aliran turbulen persamaan Reynolds yang diturunkan dari persamaan Navier-Stokes. Pengaruh kekasaran diperhitungkan dengan koefisien Manning atau Chezy, sementara karakteristik turbulensi diperhitungkan dengan memasukkan koefisien kekentalan turbulen (eddy viscosity).

Sebagai persamaan pengatur, RMA-2 menggunakan persamaan konservasi massa dan momentum yang diintegrasikan terhadap kedalaman.

Persamaan Konservasi Massa

(E.1)

Persamaan Konservasi Momentum

arah x

(E.2)

arah y

(E.3)

dimana:

h=kedalaman perairan.

t=waktu.

u,v=komponen kecepatan dalam arah x dan y.=kerapatan fluida.

g=percepatan gravitasi.

=koefisien kekentalan turbulen,

xx, dalam arah normal terhadap bidang x.

yy, dalam arah normal terhadap bidang y.

xy dan yx, masing-masing berimpit dengan bidang x dan y.

a=elevasi dasar perairan.

n=koefisien kekasaran Manning.

=koefisien tegangan geser angin empiris.

Va=kecepatan angin.

(=arah angin.

=kecepatan rotasi bumi.

=posisi lintang geografis.

Persamaan konservasi massa dan momentum tersebut di atas diselesaikan dengan Metode elemen hingga dengan mengunakan Metode sisa berbobot (weighted residuals) Galerkin.

2. Kondisi Batas Pemodelan

Ada dua macam kondisi batas yang dapat diaplikasikan pada modul RMA2 ini, yaitu perubahan debit (kecepatan aliran) dan perubahan elevasi muka air (pasang surut). Pada umumnya, debit digunakan pada batas dimana air mengalir masuk ke model dan perubahan elevasi muka air digunakan pada batas sisi berlawanan model. Kondisi batas dapat diberi pada node batas masing-masing atau dapat diberi pada deretan node batas.

Debit (flow rate)

Debit sungai kedudukannya dalam hidrologi sebagai aliran yang mempunyai peran penting dalam pola arus yang terjadi pada kawasan perairan, yang selanjutnya mempunyai peranan khusus dalam transfer sedimen dari hulu ke hilir. Oleh karena itu data yang digunakan adalah data debit sungai rata-rata atau debit sungai harian bila tersedia.

Elevasi muka air (tidal)

Pada umumnya, kondisi batas adalah elevasi muka air pada batas terluar. Kondisi batas tidak boleh ditempatkan dekat lokasi yang akan ditinjau. Kondisi batas harus ditempatkan pada tempat dimana data akurat tersedia tapi cukup jauh dengan lokasi yang kita tinjau. Jarak dari lokasi yang ditinjau harus cukup jauh secara fisik dan numerik. Secara fisik dapat berarti jarak yang berkilo-kilometer sedangkan secara numerik dapat berarti sekurang-kurangnya 20 elemen jauhnya.3. Sifat Material

Selain kondisi batas di atas, diperlukan informasi sifat material untuk setiap elemen dalam mesh elemen hingga, dimana setiap elemen diberi suatu pengenal (ID) matrerial berupa indeks dari suatu daftar sifat material. Sifat material tersebut ikut termasuk dalam kondisi file batas. Setiap material mempunyai lima koefisien yang menentukan sifat material yaitu empat koefisien pertukaran turbulen () dan satu koefisien kekasaran Manning (n). Kelima koefisien material tersebut dapat dimasukkan sama secara keseluruhan mesh atau berbeda-beda untuk bagian yang berbeda dalam mesh.

Koefisien Pertukaran Turbulen

Koefisien pertukaran turbulen juga dikenal sebagai viskositas eddy. SMS memerlukan empat nilai koefisien pertukaran turbulen, yaitu masing-masing :

i.Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu x ()

ii.Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu x ()

iii.Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu y ()

iv.Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu y ()

Namun umumnya keempat koefisien pertukaran turbulen memiliki nilai yang sama. Aturan umum yang berlaku adalah untuk mengambil nilai koefisien serendah mungkin tanpa menyebabkan adanya gangguan stabilitas. Koefisien pertukaran turbulen yang terlalu tinggi akan menghasilkan solusi yang stabil tapi akan menghasilkan distribusi aliran, perpisahan aliran dan arus eddy yang tidak sesuai. Sebaliknya koefisien pertukaran turbulen yang terlalu rendah akan membuat perhitungan tidak stabil sehingga membuat simulasi tidak mampu menemukan solusinya. Tabel F.22 menunjukkan nilai-nilai koefisien pertukaran turbulen yang dapat digunakan secara praktis. Tabel tersebut dimaksud hanya untuk sebagai petunjuk dalam memberi nilai awal.Tabel E.25 Koefisien Pertukaran Turbulen (Brigham Young University, 1992)

No.KondisiNilai (N.sec /m2)

1.Sungai dangkal (aliran lambat)240 1200

2.Sungai dangkal (aliran cepat)1200 2400

3.Muara dalam (elemen kecil)2400 4800

4.Muara dalam (elemen besar)9500 14400

5.Rawa basah dan kering oleh pasut4800 9500

6.Perpisahan aliran sekitar struktur0 240

Koefisien Kekasaran (n)

Koefisien kekasaran Manning ditetapkan berdasarkan sifat fisik dari material dasar dan pertimbangan geometris tertentu. Tidak ada cara yang baku untuk memilih nilai n. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu yang tidak dapat diperhitungkan secara eksak. Untuk itu dibutuhkan sedikit latihan penentuan teknis dan pengalaman. Pemberian nilai n pada kasus muara sungai dan pantai sering dilakukan dengan asumsi bahwa kekasaran pada perairan terbuka adalah fungsi dari kedalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien kekasaran Manning adalah sebagai berikut (Ven te Chow, 1992):

-Kekasaran permukaan

-Tetumbuhan dan hambatan

-Ketidakteraturan saluran

-Trase saluran

-Pengendapan dan penggerusan

-Ukuran dan bentuk saluran

-Taraf air dan debit

-Perubahan musiman

-Endapan layang dan endapan dasar

Tabel F.25 adalah tabel yang diusulkan oleh Chow (1959) dan Survei Geologi Amerika (1989) sebagai petunjuk untuk memberi nilai-nilai kekasaran Manning untuk berbagai kasus sungai dan muara sungai dalam penggunaan praktis.Tabel E.26 Koefisien Kekasaran Manning (Brigham Young University, 1992)

No.KondisiNilai n

1.Sungai dangkal tanpa penghalang tiba-tiba0.025 0.035

2.Sungai dalam0.018 0.025

3.Muara dangkal tanpa tumbuhan0.020 0.030

4.Muara dalam0.015 0.020

5.Tumbuhan tebal pada wetland0.05 0.10

4. Output

Output pertama dari hasil simulasi adalah berupa tinggi muka air dari MSL berupa grafik data elevasi muka air. Output kedua adalah arah dan besar arus yang membentuk pola pergerakan arus di lokasi yang dimodelkan.5. Pasca Proses RMA2

Setelah menjalankan RMA-2, hasilnya dapat dilihat dengan mudah lewat SMS. SMS dapat menampilkan vektor kecepatan dan kontur berwarna dari dari besaran vektor dan elevasi muka air. Untuk solusi dinamis, dapat dibuat animasi secara bertahap yang berubah terhadap waktu. Setelah mendapatkan solusi hidrodinamika, perlu diperiksa apakah hasil yang dikeluarkan masuk akal atau tidak. Jika hasilnya kurang memuaskan, mesh dapat diperkecil (dipertajam) atau diperhalus atau merubah koefisien-koefisien masukan kemudian RMA-2 dijalankan lagi untuk mendapatkan solusi baru.

Umumnya setelah pemodelan keadaan awal telah disahkan kebenarannya, SMS digunakan lagi untuk merubah mesh sehingga model mewakili kondisi dengan struktur baru. RMA-2 dapat digunakan lagi untuk mensimulasi pengaruh dari keberadaan struktur baru ataupun batimetri baru.

6. Stabilitas dan Akurasi

Pemodelan hidrodinamika dengan RMA-2 mungkin mengalami kesulitan untuk menghitung solusi atau mendapatkan solusi yang tidak masuk akal. Untuk itu faktor yang mempengaruhi stabilitas model dan akurasi solusi perlu ditinjau untuk menghindari kesalahan solusi. Faktor-faktor tersebut mencakup hal-hal berikut.

a) Desain Mesh

Desain mesh merupakan aspek terpenting dalam pembentukan model numerik. Penting karena secara fisik membentuk daerah yang akan dimodelkan dan juga menentukan, apabila kepadatan mesh memadai, akan adanya kesalahan yang menentukan dalam penghitungan. Mesh harus memiliki resolusi yang memadai untuk membentuk permukaan fisik yang dimodelkan dan juga untuk memecahkan masalah kecepatan dan gradien kedalaman pada interior mesh.

Kepadatan elemen dapat ditingkatkan di lokasi tertentu secara lokal dimana celah aliran menyempit, dengan tetap memperhatikan kontinuitas elemen agar tidak terjadi kesalahan perhitungan numerik.

b) Kemiringan Dasar Badan Air

Masalah potensial yang lainnya adalah hubungan antara RMA-2 dengan kemiringan pada dasar dari badan air yang dimodelkan. Jika kemiringan dasar diukur dalam arah sejajar dengan garis aliran lebih dari 10:1, asumsi bahwa kemiringan landai dari persamaan dasar telah dilanggar dan solusi menjadi tidak akurat. Selain itu, perubahan kedalaman searah aliran dari node ke node harus dibuat kurang dari 20% dengan alasan stabilitas, walaupun kemiringan landai.

c) Waktu Basah dan Waktu Kering

RMA-2 dapat digunakan untuk memodelkan siklus waktu basah dan waktu kering yang terjadi pada suatu periode waktu. Suatu node dikatakan kering bila hasil perhitungan elevasi muka air berada dibawah elevasi node. Bila satu saja node-yang termasuk dalam satu elemen dikategorikan kering, maka semua elemen tersebut termasuk elemen kering. Batasan kering dan basah yang dihitung oleh RMA-2 dapat ditayangkan oleh SMS. Waktu pembuatan mesh dimana waktu basah dan waktu kering diharapkan terjadi, elemen mesh tersebut harus dibangun dalam bentuk garis orthogonal dalam mesh tersebut kira-kira sejajar dengan perkiraan garis aliran. Dengan melakukan ini maka garis waktu basah dan kering dapat tetap mulus dan seragam. Bila batas basah dan kering sangat tidak beraturan, model dapat menjadi tidak stabil.

F.2.3 Modul SED2D

Sedimentasi dimodelkan dalam Modul SED-2D. Proses fisik yang dimodelkan dalam SED-2D meliputi empat perhitungan utama:

1. Konsentrasi sedimen layang menggunakan persamaan konveksi-difusi dengan suku sumber dasar (bed source term).

2. Tegangan geser dasar.

3. Kuantitas sumber / asal sedimen.

4. Model dasar perairan1. DASAR TEORI

Prinsip-prinsip rumus yang digunakan dalam SED-2D diuraikan sebagai berikut.

a. Persamaan Difusi-Konveksi

Persamaan dasar difusi-konveksi yang diberi oleh Ariathurai, MacArthur, dan Krone (1997) adalah,

(E.4)

dimana,

=konsentrasi (kg/m3)

=waktu (detik)

=kecepatan aliran dalam arah-x

=arah aliran utama (meter)

=kecepatan aliran dalam arah-y

=arah tegak lurus terhadap x (meter)

=koefisien difusi efektif dalam arah x (m2/detik)

=koefisien difusi efektif dalam arah y (m2/detik)

=koefisien untuk suku sumber (1 / detik)

=bagian konsentrasi ekuilibrium dari suku sumber (kg / m2/detik)

Persamaan ini berikutnya menjadi bentuk elemen hingga menggunakan fungsi bentuk kuadratik, N,

(E.5)

dimana,

=jumlah total elemen

=fungsi bentuk kuadratik

=

untuk masalah transien

=konsentrasi perkiraan dalam sebuah elemen sebagaimana

dievaluasi dari fungsi bentuk dan nilai C pada titik node

= jumlah total dari segmen batas

= koordinat lokal

=fluk dari sumber batas

Persamaan transien dapat dinyatakan sebagai :

(E.6)

Dimana setiap elemen dalam perhitungan mesh memberi suku berikut ini kepada matrik keseluruhan (global):

(E.7)

(E.8)

(koefisien matrik sistem keadaan steady):

(E.9)

Dengan menggunakan skema Crank-Nicholson, dengan sebagai koefisien implicit, memberi persamaan berikut ini, dimana n mengacu pada waktu sekarang, n+1 pada langkah waktu di depan, dan t adalah selang waktu perhitungan.

(E.10)

b. Tegangan Geser Dasar

Dalam RMA-2 terdapat beberapa pilihan untuk menghitung tegangan geser dasar menggunakan persamaan:

(E.11)

dimana:

=kerapatan air.

=kecepatan geser.

Dengan profil kecepatan logaritma dinding halus

(E.12)

dimana dapat diterapkan untuk 15% bagian bawah lapisan batas jika

dimana:

= kecepatan rata-rata aliran.

= kedalaman air.

= kekentalan kinematik dari air.

- Persamaan tegangan geser Manning

(E.13)

dimana:

=percepatan akibat gaya tarik bumi.

=koefisien kekasaran Manning.

=koefisien; 1.0 untuk unit SI dan 1.486 untuk Unit Inggris.

- Persamaan tipe A Jonsson untuk tegangan geser permukaan akibat gelombang dan arus.

(E.14)

dimana:

=koefisien tegangan geser untuk gelombang.

=kecepatan maksimum orbital dari gelombang.

=koefisien tegangan geser untuk arus.

- Persamaan tipe A Bijker untuk tegangan geser total diakibatkan gelombang dan arus.

(E.15)

2. PARAMETER KESELURUHAN

Langkah awal untuk mendefinisikan suatu masalah pergerakan sedimen adalah menentukan parameter secara keseluruhan model. Semua bagian dari model yang tidak didefinisikan ulang lewat parameter lokal akan menggunakan nilai dari parameter keseluruhan ini. Pada parameter keseluruhan ini menentukan jenis dasar, koefisien difusi, konsentrasi awal dan kecepatan mengendap.

a.Jenis Dasar

SED-2D dapat mensimulasi dasar lempung atau pasir. Kondisi alamiah mungkin saja menyangkut keduanya, namun SMS tidak dapat memodelkan keduanya pada waktu bersamaan. Jika kondisi lapangan menyangkut kedua jenis dasar tersebut maka harus dimodelkannya masing-masing kemudian hasilnya digabungkan. Ukuran jenis dasar ditentukan oleh bentuk dari material dengan ketentuan seperti Tabel F.27 di bawah ini.Tabel E.27 Nilai Faktor Bentuk Wadell Berdasarkan Kebulatan

Klasifikasi KebulatanNilai Faktor Bentuk Wadell

Very Angular0.12 - 0.17

Angular0.17 - 0.25

Sub-angular0.25 - 0.35

Sub-rounded0.35 - 0.49

Rounded0.49 - 0.70

Well-rounded0.70 - 1.00

b.Koefisien Difusi

Nilai-nilai koefisien difusi serupa dengan parameter Viskositas Eddy yang digunakan oleh RMA-2. Dianjurkan bahwa kedua nilai tersebut sama atau mendekati satu sama lain.

Nilai koefisien difusi yang dianjurkan dalam manual SMS adalah antara 5-500 m2/detik. Dianjurkan untuk menggunakan nilai yang sekecil mungkin selama tidak mengganggu stabilitas perhitungan. Hal-hal tersebut dapat dicapai dengan pendekatan cara coba-coba dengan mengurangi nilai secara bertahap dalam batas perhitungan tetap stabil.c.Konsentrasi Awal

Bagian konsentrasi awal mengizinkan pengguna untuk menetapkan konsentrasi awal pada model. Maksud dari konsentrasi awal disini adalah jumlah (kadar) sedimen layang pada awal simulasi dimulai.

Tergantung pada lamanya simulasi, konsentrasi awal dapat mempunyai pengaruh yang berarti pada hasil simulasi. Jika konsentrasi awal terlalu tinggi, nilai pengendapan akan tinggi untuk beberapa langkah waktu pertama. Simulasi harus cukup panjang untuk dapat mengatasi penyimpangan/kesalahan awal ini. Jika konsentrasi awal terlalu rendah, model akan menggerus dasarnya sampai konsentrasi akuilibrium tercapai. Hal yang paling baik adalah menggunakan data lapangan untuk memperkirakan konsentrasi awal aktual.

d.Kecepatan Mengendap

Kecepatan mengendap secara prinsip merupakan fungsi dari ukuran, bentuk, jenis, dan konsentrasi sedimen. Dan juga terpengaruhi oleh kerapatan, kekentalan dan salinitas fluida.

Gambar F.6 Contoh pembuatan grid dan pengisian kedalaman laut.

Gambar F.7 Contoh hasil pemodelan arus saat kondisi pasang.

Gambar F.8 Contoh hasil pemodelan arus saat kondisi surut.

Gambar F.9 Contoh hasil pemodelan sedimentasi saat kondisi pasang.

Gambar F.10 Contoh hasil pemodelan sedimentasi saat kondisi surut.

Gambar F.11 Contoh hasil pemodelan hidrodinamika arus untuk kawasan Sungai dan Muara

Gambar F.12 Contoh Hasil pemodelan sedimentasi untuk kawasan Sungai dan Muara.

F.3 Analisa Penilaian Kerusakan PantaiF.3.1 Dasar Penilaian

Berdasarkan surat erdaran menteri pekerjaan umum No. 08/SE/M/2010 tentang Pemberlakuan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai dan Prioritas Penanganannya, maka dalam menilai kerusakan pantai, pendekatan yang digunakan ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. Kerusakan Lingkungan Pantai

2. Erosi atau abrasi dan kerusakan bangunan

3. Permasalahan yang timbul akibat adanya sedimentasi

F.3.2 Tolok Ukur Kerusakan Lingkungan Pantai

Dalam mengkaji kerusakan lingkungan pantai akan ditinjau kerusakan yang diakibatkan oleh:

1. Keberadaan pemukiman dan fasilitas umum yang berada terlalu dekat dengan garis pantai, sehingga pemukiman/fasilitas tersebut mudah terjangkau oleh hempasan gelombang.

2. Areal pertanian (persawahan, perkebunan dan pertambakan) yang berada terlalu dekat dengan garis pantai sehingga areal tersebut mudah terjangkau oleh hempasan gelombang.

3. Keberadaan penambang pasir di kawasan pesisir sehingga dapat berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

4. Pencemaran perairan pantai.

5. Intrusi air laut ke air tanah sehingga menggangu air bersih penduduk

6. Penebangan hutan mangrove di kawasan pesisir sehingga dapat berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

7. Penambangan atau rusaknya terumbu karang sehingga dapat berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.

8. Kenaikan muka air laut (sea level rise) dan penurunan muka tanah (land subsidence) yang dapat mengakibatkan banjir ROB

F.3.3 Tolok Ukur Erosi atau Abrasi

Untuk mengkaji kerusakan pantai akibat erosi/abrasi atau gerusan dan rusaknya bangunan pantai akan ditinjau dua hal saja, yaitu:

1. Erosi atau abrasi yang dapat menyebabkan perubahan posisi garis pantai.

2. Erosi atau abrasi yang menyebabkan gerusan pada fondasi bangunan atau abrasi pada bangunan itu sendiri.

F.3.4 Tolok Ukur Sedimentasi

Sedangkan untuk mengkaji masalah sedimentasi akan ditinjau dua hal, yaitu:

1. Sedimentasi pada muara sungai yang tidak untuk keperluan pelayaran.

2. Sedimentasi pada muara sungai yang digunakan untuk keperluan pelayaran.

Tabel E.28 Koofisien Tingkat Kepentingan

Tabel E.29 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai pada Pemukiman dan Fasilitas Umum

Tabel E.30 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai pada Areal Pertanian

Tabel E.31 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai Akibat Penambangan Pasir

Tabel E.32 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai Akibat Pencemaran Air Laut

Tabel E.33 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai Akibat Rusaknya Mangrove

Tabel E.34 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai Akibat Rusaknya Terumbu Karang

Tabel E.35 Penilaian Kerusakan Lingkungan Pantai Akibat ROB

Tabel E.36 Penilaian Erosi / Abrasi Dengan Parameter Garis Pantai

Tabel E.37 Penilaian Erosi / Abrasi Dengan Parameter Kerusakan Bangunan

Tabel E.38 Penilaian Sedimentasi Muara Sungai Bukan Untuk Pelayaran

Tabel E.39 Penilaian Sedimentasi Muara Sungai Untuk Pelayaran

Tabel E.40 Contoh Penilaian Akhir Kerusakan Pantai

Tabel E.41 Contoh Analisis Penilaian Kerusakan dan Penentuan Prioritas

F.4 Konsep Penanganan Perlindungan PantaiAlam pada umumnya telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai alami yang efektif. Pada pantai berpasir, lindungan alami tersebut berupa hamparan pasir yang merupakan penghancur energi yang efektif, serta bukit pasir (sand dune) yang merupakan cadangan pasir. Disamping itu bukit pasir juga merupakan pelindung daerah belakang pantai dari amukan badai yang setiap saat mengancamnya. Sedangkan pada pantai lumpur/tanah liat, alam menyediakan tumbuhan pantai seperti pohon api-api dan bakau (mangrove) yang dapat tumbuh subur pada jenis tanah ini. Tumbuhan pantai ini akan memecahkan energi gelombang yang datang ke pantai. Akar-akar pohon akan menghambat laju kecepatan air sehingga terjadi proses pengendapan material pantai di sekitar tumbuhan tersebut.

Bila lindungan alamiah itu tidak ada, maka untuk melindungi pantai terhadap erosi dapat dilakukan dengan cara artifisial atau buatan, baik dengan membuat bangunan pengaman pantai maupun dengan cara-cara lainnya. Pada uraian berikut ini akan ditinjau beberapa cara perlindungan terhadap bahaya erosi pantai.

Pada dasarnya erosi pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang terjadi pada suatu pantai lebih besar daripada catu sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara sepanjang pantai tersebut atau tebing pantai tersebut tidak mampu menahan gempuran gelombang (meskipun angkutan sedimen di pantai tersebut sangat kecil). Namun umumnya proses erosi yang terjadi di alam tidak terjadi hanya karena suatu sebab saja dan biasanya terjadi oleh gabungan antara beberapa hal.

Penanganan yang dapat dilakukan dapat digolongkan berdasarkan kinerja masing-masing alternatif, tergantung dari penyebab timbulnya permasalahan. Terdapat 7 (tujuh) cara mengurangi atau mencegah kerusakan pantai akibat erosi, yaitu :

1. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai.

2. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai.

3. Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang.

4. Meninggikan muka tanah pantai

5. Menambah suplai sedimen ke pantai (beach nourishment).

6. Mengadakan penghijauan pada daerah pantai.

7. Penerapan Produk Hukum

F.4.1 Pengubahan Laju Angkutan Sedimen Sejajar Pantai

Cara ini cukup efektif apabila pantai yang akan diamankan berupa pantai pasir. Apabila pantai berupa lumpur (silt) atau tanah liat (clay) hasilnya belum tentu memuaskan. Oleh karena itu cara ini biasanya digunakan untuk pantai berpasir. Guna menambah laju angkutan sedimen sejajar pantai dapat dilakukan dengan mengatur atau mengurangi angkutan sepanjang pantai (longshore transport). Bangunan yang dipergunakan untuk mengurangi atau mengatur longshore transport tersebut biasanya berupa satu seri krib laut (groin) yang dibangun menjorok ke arah laut. Arah bangunan bisanya tegak lurus garis pantai tetapi untuk kondisi batimetri tertentu arah bangunan dapat membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai. Groin dapat berbentuk lurus (huruf I) atau berbentuk huruf L, T atau Y. Fungsi utama bangunan ini adalah memperkecil kecepatan arus yang sejajar dengan garis pantai sehingga gerakan sedimen sepanjang pantai dapat dikurangi. Groin dapat dibuat dari berbagai bahan seperti kayu, baja, maupun tumpukan batu. Dari sifat kelulusan airnya dikenal groin permeabel dan impermeabel. Yang dimaksud dengan groin permeabel yaitu suatu groin dengan type konstruksi yang mampu meloloskan air maupun sedimen dalam jumlah tertentu, sedangkan groin impermeabel terbuat dari konstruksi kedap air. Hal lain yang menentukan efektifitas suatu groin dalam mengatur angkutan pasir sepanjang pantai adalah tinggi, panjang dan jarak groin tersebut.

Kelemahan konstruksi groin adalah terjadinya erosi di bagian hilir groin (down drift), sehingga masalah ini harus diperhatikan untuk mendapatkan usia groin yang cukup panjang. Disamping itu kelemahan yang lain adalah konstruksi ini kurang efektif untuk pantai berlumpur.

Terdapat konstruksi lain yang mirip dengan groin tetapi dengan dimensi yang relatif agak panjang, yang biasanya dipergunakan untuk stabilitas muara sungai atau saluran drainase, konstruksi ini dikenal dengan nama jetty atau training jetty. Untuk merancang bangunan tersebut diperlukan data angkutan sedimen sepanjang pantai. Besarnya angkutan sedimen sepanjang pantai tersebut dapat diperkirakan dengan mengetahui karakteristik gelombang yang mengenai pantai. Oleh karena itu untuk merancang bangunan tersebut sekurang-kurangnya diperlukan data gelombang (baik besar maupun arahnya), peta batimetri serta data sedimen.

F.4.2 Pengurangan Energi Gelombang yang Mengenai Pantai

Pengurangan energi gelombang yang menghantam pantai dapat dilakukan dengan membuat bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (breakwater). Dengan adanya bangunan ini gelombang yang datang menghantam pantai sudah pecah pada suatu tempat yang agak jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai cukup kecil. Pemecah gelombang ini dapat berupa bangunan yang berada di atas permukaan air ataupun yang berada di bawah air. Terdapat pula pemecah gelombang berupa bangunan terapung (floating breakwater), namun konstruksi jenis ini jarang dipakai. Apabila konstruksinya terendam di bawah muka air (seperti reef breakwater), perlu dipertimbangkan dengan seksama besarnya energi gelombang yang masih bisa diteruskan ke arah pantai.

F.4.3 Perkuatan Tebing

Perkuatan tebing pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pemasangan bangunan perlindunga pantai (revetment/riprap), dan pemasangan dinding / tembok laut (sea wall).

Bangunan tersebut berfungsi melindungi tanah di belakang dinding/revetment dari gempuran gelombang. Ada dua macam revetment, yaitu permeabel revetment (concrete block, tumpukan batu, bronjong/gabion) dan impermeabel revetment (aspalt revetment). Fungsi maupun bentuk revetment dan dinding/tembok laut pada prinsipnya adalah sama, yang berbeda adalah ukurannya. Dinding laut biasanya untuk melindungi pantai terhadap gelombang yang cukup besar, sedang revetment untuk perlindungan terhadap gelombang yang relatif kecil, misalnya pada kolam pelabuhan, reservoir/bendungan, jalan air (water way) ataupun pantai dengan gelombang kecil.

Kelemahan bangunan ini adalah kemungkinan terjadinya penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat mengganggu stabilitas bangunan. Oleh karenanya pada bagian kaki bangunan ini harus dibuatkan suatu perlindungan erosi (toe protection) yang cukup baik.

F.4.4 Peninggian Muka Tanah Pantai

Salah satu cara untuk meninggikan muka tanah pantai adalah dengan cara membuat dunes (gundukan) dengan pasir atau dengan vegetasi seperti tanaman-tanaman pantai. Dengan cara ini maka permasalahan erosi pantai akan berkurang karena terhalang oleh adanya dunes (gundukan) tersebut. Cara ini biasa dilakukan pada pantai berpasir, sedangkan untuk pantai lumpur hal ini sulit dilakukan. Gundukan pasir (sand dunes) biasanya terjadi secara alami dengan bantuan angin dan gelombang.

F.4.5 Penambahan Catu Sedimen

Cara ini biasa dilakukan pada pantai berpasir, sedangkan untuk pantai lumpur hal ini sulit dilakukan. Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan sand nourishment yaitu dengan menambahkan catu sedimen dari darat atau dari tempat lain pada tempat yang potensial akan tererosi. Penambahan atau pemberian pasir ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut maupun dari darat, tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasinya. Cara ini sesungguhnya merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada pantai lain di sekitarnya, namun perlu dilakukan secara menerus.

F.4.6 Penanaman Tumbuhan Pelindung Pantai (Reboisasi)

Penanaman tumbuhan pelindung pantai seperti pohon bakau (mangrove) atau pohon api-api sangat cocok untuk pantai lumpur atau lempung. Pohon bakau selain dapat mematahkan energi gelombang juga bermanfaat untuk beberapa hal seperti berikut ini:

Perlindungan dan pelestarian terhadap kehidupan pantai, seperti ikan, burung dan satwa-satwa lain yang hidup di daerah tersebut.

Membantu mempercepat pertumbuhan pantai, lumpur yang terbawa air dapat diendapkan di sela-sela akar.

Sebagai daerah green belt yang dapat berfungsi sebagai daerah produksi oksigen.

Yang perlu diperhatikan dalam penanaman pohon bakau ini adalah pemenuhan dan penyediaan syarat-syarat agar pohon tersebut dapat hidup. Untuk keperluan ini perlu dilakukan penelitian khusus oleh instansi terkait.

F.4.7 Penerapan Produk Hukum

Penerapan produk hukum ini termasuk juga salah satu alternatif penanganan. Produk hukum ini berupa undang-undang pembatasan dan pelarangan terhadap:

Penambangan material pantai.

Pengambilan karang.

Perusakan tumbuhan pelindung pantai.

Penggalian pasir di sekitar pantai dan lain-lainnya.

Adanya undang-undang pembatasan dan pelarangan hal-hal tersebut di atas, dapat mengurangi permasalahan yang akan timbul. Sebaliknya apabila tidak ada undang-undang yang membatasi, akan menyebabkan kegiatan seperti penambangan material pantai, pengambilan karang, perusakan tumbuhan pelindung pantai, penggalian pasir di sekitar pantai yang semena-mena, maka akan timbul permasalahan yang baru. Oleh karena itu penerapan produk hukum sebagai salah satu alternatif penanganan sangatlah penting.

F.5 Alternatif Bangunan Pelindung Pantai

Surf zone merupakan lokasi terjadinya aktivitas angkutan sedimen di daerah pantai. Maju mundurnya posisi garis pantai sangat tergantung pada laju dan arah angkutan sedimen di surf zone. Besar dan arah angkutan sedimen sangat tergantung pada laju dan arah arus di surf zone. Arus di surf zone umumnya terjadi akibat induksi gelombang (wave induced current).

Untuk mengurangi energi gelombang dan intensitas arus sejajar pantai akibat induksi gelombang, diperlukan suatu bangunan pemecah gelombang (PG). Dengan adanya bangunan PG ini diharapkan prilaku arus sejajar pantai akibat induksi gelombang dapat dikendalikan sehingga laju angkutan sedimen di surf zone dapat berkurang. Berkurangnya laju angkutan sedimen di surf zone mengakibatkan garis pantai menjadi relatif stabil.

Jenis-jenis bangunan perlindungan pantai yang dapat digunakan untuk mengendalikan posisi garis pantai adalah sebagai berikut:

F.5.1 Revetment/Seawall

Revetment/Seawall adalah bangunan berupa dinding penahan gempuran gelombang yang ditempatkan di sepanjang kawasan yang akan dilindungi. Penggunaan seawall dimaksudkan untuk memperkuat tepi pantai agar tidak terjadi pengikisan pantai akibat gempuran gelombang. Tetapi bila dinding penahan tidak direncanakan dengan baik, dapat berakibat kerusakan yang terjadi berlangsung relatif cepat. Karena itu pada bagian dasar perlu dirancang suatu struktur pelindung erosi yang cukup baik.

Jenis-jenis Revetment/Seawall:

1. Concrete Curved-Face Seawall

Seawall jenis ini terbuat dari bahan material beton, dengan bentuk melengkung pada pagian mukanya. Struktur masif ini dapat menahan gelombang besar dan mengurangi gerusan (scour).

2. Concrete Combination Stepped And Curved-Face Seawall

Seawall jenis ini terbuat dari bahan material beton, dengan bentuk kombinasi antara bentuk tangga dan bentuk melengkung pada bagian muka. Struktur masif ini dapat menahan gelombang besar dan mengurangi gerusan (scour).

3. Concrete Stepped-Face Seawall

Seawall yang terbuat dari beton dengan bentuk tangga ini didesain untuk kestabilan melawan gelombang moderate (sedang).

4. Rubble-Mound Seawall

Seawall ini terbuat dari bahan material batu alam. Struktur ini dapat menahan gelombang yang keras sekali. Walaupun gerusan pada pantai bagian depan masih dapat terjadi, batuan alam (quarry stone) pada seawall dapat mengatur kembali posisinya tanpa menyebabkan struktur runtuh (failure).

5. Concrete Revetment

Struktur ini termasuk struktur kaku (rigid) dengan bahan material beton. Revetment beton yang rigid ini dapat memberikan perlindungan yang baik sekali, tetapi tempatnya harus kering (dewatered) selama tahap konstruksi, sehingga beton dapat diletakkan.

6. Quarrystone Revetment

Struktur ini termasuk struktur fleksibel dengan bahan material batu alam. Struktur yang fleksibel ini juga dapat memberikan perlindungan yang baik sekali dan dapat tahan terhadap konsolidasi minor atau penurunan tanpa menyebabkan struktur runtuh.

7. Interlocking Concrete-Block Revetment

Struktur ini termasuk struktur fleksibel dengan bahan material blok beton. Struktur ini juga dapat memberikan perlindungan yang baik sekali terhadap gelombang. Stabilitas sambungan antar blok beton sangat tergantung pada interlocking sambungannya.

Tipikal dari struktur revetment disajikan dalam Gambar F.13 sampai dengan Gambar F.15.

Gambar F.13 Tipikal struktur revetment kombinasi armor rock dan lining beton.

Gambar F.14 Tipikal struktur revetment kombinasi armor rock dan buis beton.

Gambar F.15 Tipikal struktur revetment kombinasi lining beton dan buis beton.

F.5.2 Groin

Groin adalah bangunan pengendali sedimen yang ditempatkan menjorok dari pantai ke arah laut lepas. Bentuk groin bisa berbentuk I, T, atau L. Struktur tambahan sejajar pantai yang terletak di ujung groin bisa tidak diperlukan jika groin cukup panjang melewati kawasan perpindahan sedimen. Tujuan pembuatan groin adalah untuk mengurangi laju angkutan sedimen sejajar pantai. Kelemahan groin adalah erosi yang sering terjadi di sebelah hilirnya (down drift), sehingga untuk melindungi suatu kawasan pantai secara menyeluruh perlu pertimbangan berapa panjang kawasan pantai yang akan dilindungi (berapa lebar groin field) dan bagaimana konfigurasi groin yang memenuhi syarat. Selain itu, groin kurang efektif dipakai pada pantai berlumpur.

Keuntungan yang diperoleh dari pemakaian groin, antara lain:

Groin efektif untuk menahan angkutan sedimen searah memanjang pantai (longshore transport).

Groin dapat dibangun dengan penempatan peralatan di darat.

Groin tidak merubah karakter surf zone. Tinggi gelombang sepanjang pantai setelah pembangunan groin tidak berubah sehingga tidak mengganggu kegiatan selancar dan renang di sekitar pantai.

Groin dapat dirancang menggunakan bahan berbeda-beda, misalnya ruble-mound, sheet pile baja, dan sheet pile beton, sheet pile kayu dan sebagainya.

Dengan mengatur dimensi dan permeabilitasnya, groin dapat dirancang menahan angkutan sedimen sejajar pantai secara baik atau memperkenankan pelepasan pasir ke laut lepas (sand bypassing).

Kerugian penggunaan groin, antara lain :

Tidak efektif mencegah kehilangan pasir ke laut lepas (off-shore sand losses).

Groin dapat mengakibatkan rip current yang berkembang di sepanjang sisinya, sehingga dapat menimbulkan kehilangan pasir ke laut lepas.

Groin dapat menimbulkan gerusan pantai di sebelah hilirnya (down drift).

Jenis-jenis groin yang sering digunakan antara lain:

A. Timber Groin

Groin ini terbuat dari kayu dan merupakan struktur yang kedap (impermeable) dan disusun oleh sheet piles yang didukung oleh wales dan tiang bundar (round piles).

B. Steel Groin

Groin dengan bahan baja ini ada beberapa macam, diantaranya timber-steel sheet-pile groin, cantilever-steel sheet-pile groin, dan cellular-steel sheet-pile groin.

Groin jenis cantilever-steel sheet pile ini digunakan apabila gelombang dan bebannya berukuran sedang (moderate). Pada struktur ini, sheet piles merupakan kerangka dasar dari struktur.

Groin jenis cellular-steel sheet-pile ini terdiri dari sel-sel dengan ukuran yang bervariasi dan setiap sel terdiri dari dinding semicircular yang dihubungkan dengan diafragma. Setiap sel kemudian diisi dengan pasir atau agregate untuk menjamin stabilitas struktur.

C. Concrete Groin

Salah satu groin dengan bahan material beton adalah prestressed-concrete sheet pile groin. Groin jenis ini termasuk struktur yang kedap atau impermeabel.

D. Rubble-Mound Groin

Groin jenis ini terbuat dari material batuan alam. Konstruksinya terdiri dari lapisan inti (core of quarry-run material) pada bagian tengah, yaitu material halus agar groin rapat air, dan ditutup dengan lapis lindung (armor) yang terbuat dari batuan alam dan/atau buatan. Batu lapis lindung yang digunakan harus mempunyai berat yang cukup untuk menahan gelombang rencana. Apabila permeabilitas groin jenis ini menjadi masalah, maka ruang kosong (void) antara batuan pada puncak groin dapat diisi dengan suntikan beton atau aspal sehingga akan meningkatkan stabilitas struktur untuk menahan gelombang.

E. Asphalt Groins

Groin jenis ini terbuat dari aspal. Keefektifan groin jenis ini tergantung dari modifikasi perencanaan pada campuran, dimensi dan rangkaian dari konstruksi.

F.5.3 Jetty

Jetty adalah bangunan pengarah aliran (training jetty), terutama pada mulut sungai yang bermuara di pantai, fungsinya selain mengurangi laju angkutan sedimen sejajar pantai, juga untuk menormalisasi muara sungai. Struktur yang panjang ini ditempatkan menjorok dari pantai ke arah laut lepas. Material pokok dari konstruksi jetty adalah batuan, beton, baja dan kayu. Aspal kadang-kadang digunakan sebagai bahan pengikat.

Jenis-jenis jetty:

A. Rubble-Mound Jetty

Struktur rubble-mound adalah tumpukan dari batuan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda yang diletakkan secara random/sembarang. Kemiringan sisi dan ukuran unit batuan didesain/direncanakan sedemikian rupa sehingga struktur mampu menahan gelombang. Rubble-mound jetty dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan kedalaman air yang bervariasi dan sebagian besar kondisi tanah dasar. Keuntungan dari struktur jetty jenis ini adalah apabila struktur mengalami penurunan, maka komponen batuan akan mengatur dirinya kembali sehingga dapat meningkatkan stabilitas dan kerusakan dapat diperbaiki. Tumpukan batuan akan lebih banyak menyerap gelombang daripada memantulkan gelombang. Kerugiannya adalah struktur jenis ini memerlukan jumlah material yang sangat besar. Apabila ukuran dan unit batuan tidak ekonomis, maka bahan beton dapat digunakan.

B. Sheet-Pile Jetty

Kayu, baja dan beton sheet piles digunakan untuk konstruksi jetty jenis ini dimana gelombang yang terjadi tidak terlalu keras. Salah satu jetty jenis sheet pile adalah cellular-steel sheet-pile. Jetty jenis ini memerlukan sedikit perawatan dan sesuai untuk konstruksi di kedalaman sampai 12 meter pada setiap jenis tanah dasar. Struktur sheet pile baja termasuk ekonomis dan dapat dikonstruksi secara cepat tetapi mudah rusak akibat gelombang badai selama konstruksi. Apabila agregat kasar yang digunakan untuk mengisi struktur, maka kelangsungan struktur akan lebih lama daripada menggunakan isian berupa pasir.

Gambar F.16 Tipikal struktur jetty tipe quadrypod dan rubble mound.

F.5.4 (Detached) Breakwater

Detached breakwater adalah jenis pemecah gelombang yang ditempatkan secara terpisah-pisah pada jarak tertentu dari garis pantai dengan posisi sejajar pantai. Struktur pemecah gelombang ini dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah lepas pantai. Dengan dibangunnya detached breakwater ini, karakteristik gelombang datang akan terganggu oleh adanya struktur baru tersebut. Sebagian gelombang yang datang akan dipantulkan dan dipecahkan; kemungkinan lain yaitu sebagian gelombang akan terus melampaui struktur dan melewati celah (gap) di antaranya. Adanya rintangan ini akan mengakibatkan pembelokan arah dan perubahan karakteristik gelombang, yaitu tinggi, panjang dan arahnya. Gejala semacam ini disebut difraksi gelombang. Gelombang yang melalui celah yang terdapat diantara breakwater akan mengalami proses pembelokan (difraksi) menuju bagian belakang breakwater (sisi darat). Pembelokan gelombang menuju belakang breakwater mengakibatkan angkutan sedimen ke arah yang sama sehingga endapan sedimen terjadi di belakang breakwater. Lambat laun sedimen yang tertahan dibelakang breakwater akan menumpuk dan membentuk tombolo. Pembentukan tombolo memerlukan waktu cukup lama. Selain itu breakwater juga bermanfaat menahan sedimen yang terbawa arus pasang surut ke arah laut.

Keuntungan penggunaan Detached Breakwater, antara lain :

Cukup efektif menahan angkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport) dan terutama angkutan sedimen ke arah lepas pantai (off-shore transport).

Kemampuan dalam menstabilkan pantai telah terbukti baik.

Dapat dirancang untuk mempertahankan estetika pantai karena konstruksinya dapat dirancang dengan posisi ambang tenggelam (submerged breakwater).

Pembangunannya dapat dirancang agar tidak sulit dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di tempat, misalnya konstruksi rubble-mound, penuangan batu.

Dengan rancangan yang mengijinkan overtopping, maka kualitas air di belakang Detached Breakwater dapat diperbaiki.

Penempatan Detached Breakwater di sekitar pantai dapat mereduksi tinggi gelombang di sepanjang pantai.

Kelemahan breakwater jenis ini antara lain :

Agak sukar dibangun karena terpisah dari pantai dan memerlukan bangunan sementara atau bangunan terapung untuk menunjang alat-alat konstruksi yang diperlukan.

Dapat mengubah karakter surf zone dan dapat membatasi kegiatan-kegiatan khusus di pantai, misalnya selancar angin, pemandian di sekitar bangunan.

Berbahaya bagi pelayaran sehingga memerlukan instalasi dan perawatan yang kontinu untuk navigasi pelayaran.

Berbahaya bagi para perenang.

Perencanaan yang kurang baik akan menimbulkan permasalahan kualitas air karena buruknya sirkulasi air di belakangnya.

Dapat menyebabkan terbentuknya tombolo. Ini menimbulkan masalah hambatan angkutan sejajar pantai yang cukup serius dan mengakibatkan masalah gerusan pada bagian hilir (downdrift).

Pembentukan tombolo memerlukan waktu cukup lama, sehingga selama tombolo belum terbentuk masih terjadi perpindahan sedimen sejajar pantai.

Tombolo tidak dapat menghentikan seluruh perpindahan sedimen, melainkan hanya sekitar 50 % saja.

Pembentukan tombolo yang sempurna masih diragukan karena masih dipengaruhi parameter lainnya, antara lain jarak/celah (gap) antar Detached Breakwater, panjang dan jaraknya dari garis pantai.

Berdasarkan letaknya maka Breakwater dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1)Shore-Connected Breakwater

Merupakan struktur pemecah gelombang yang melindungi areal pantai dan terutama pelabuhan. Terletak dekat garis pantai dan umumnya dibangun untuk keperluan navigasi dengan tujuan mendapatkan kondisi perairan yang tenang dalam area pelabuhan, sehingga memberikan perlindungan dan kemudahan fasilitas bongkar-muat pada kapal-kapal yang akan berlabuh maupun fasilitas pelabuhan itu sendiri.

Breakwater jenis ini ada beberapa macam, yaitu

A.Rubble-Mound Breakwater

Breakwater jenis ini dapat beradaptasi/menyesuaikan diri terhadap kedalaman air yang bervariasi dan dapat didesain untuk menahan gelombang yang besar.

B.Stone-Asphalt Breakwater

Pemakaian bahan stone-asphalt merupakan perkembangan baru dalam disain konstruksi breakwater. Beberapa persyaratan yang ada, misalnya: diperlukan pabrik pencampuran dan perlengkapan yang khusus akan membatasi penggunaannya, terutama pada proyek-proyek yang besar. Di samping itu, memerlukan perawatan teratur untuk menghadapi masalah aliran plastis dari stone-asphalt yang disebabkan oleh pemanasan matahari.

C.Cellular-Steel Sheet-Pile Breakwater

Breakwater jenis ini digunakan apabila gelombang badai tidak terlalu besar. Struktur cellular-steel sheet-pile memerlukan sedikit perawatan dan sesuai untuk konstruksi yang dibuat di atas segala jenis tanah dasar pada kedalaman sampai 12 meter. Struktur steel sheet-pile mempunyai keuntungan dari segi ekonomi dan kecepatan konstruksi, tetapi mudah rusak akibat gelombang badai selama konstruksi.

D.Concrete-Caisson Breakwater

Breakwater jenis ini dibangun dari kerangka beton bertulang yang terapung pada kedudukannya, dan diturunkan pada fondasi yang telah disiapkan, dan diisi dengan batuan atau pasir untuk memenuhi kestabilannya dan kemudian ditutup dengan beton atau batu-batuan. Struktur ini konstruksinya dibuat dengan atau tanpa dinding sandaran untuk perlindungan dan kenahanan terhadap gelombang.

2)Offshore Breakwater

Merupakan struktur yang direncanakan untuk menghasilkan perlindungan terhadap aksi gelombang pada sebuah area atau garis pantai yang berada di sisi dalam stuktur tersebut. Sesuai dengan namanya maka offshore breakwater dibangun di laut lepas (offshore).

Breakwater jenis ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

a. Rubble-mound breakwater

b. Cellular-steel sheet-pile breakwater

Yang sering digunakan dari tipe offshore breakwater ini adalah konstruksi rubble-mound. Bahan material kayu dan beton caisson juga dapat digunakan dalam konstruksi breakwater. Variasi dari offshore breakwater adalah breakwater yang mengambang/mengapung. Struktur ini didesain terutama untuk melindungi pelabuhan kapal kecil dan tidak direkomendasikan untuk aplikasi pada pantai terbuka.

Gambar F.17 Tipikal struktur breakwater tipe segmented rubble mound.

F.5.5 Sand/Beach Nourishment

Sand/Beach Nourishment adalah tindakan pengisian kembali dengan material bahan sedimen (biasanya pasir) untuk menggantikan sedimen yang terbawa air laut. Biasanya pengisian dilakukan setiap tahun sehingga upaya ini menjadi kurang efisien. Bahan pengisi pasir dapat diambil dari pasir laut maupun darat, tergantung ketersediaan bahan di lapangan dan kemudahan pengangkutannya dari lokasi pengambilan ke lokasi pengisian.

F.5.6 Sand Dunes

Sand dunes berfungsi sebagai dinding tempat penyimpanan pasir pantai selama air pasang dan juga berfungsi sebagai semacam tanggul/perlindungan untuk menghalangi air pasang dan gelombang yang merusak kawasan backshore. Sand dunes merupakan salah satu struktur pengaman pantai non rigid (tidak kaku) yang terbentuk secara alami oleh kombinasi gerakan pasir, angin dan tetumbuhan pantai. Jika tidak terganggu oleh aktivitas manusia, sand dunes seringkali membentuk sistem perlindungan kontinyu yang dapat diandalkan dari waktu ke waktu.

Gambar F.18 Penempatan layout bangunan Revetment

Gambar F.19 Penempatan layout bangunan Breakwater

Gambar F.20 Penempatan layout bangunan Groin

Gambar F.21 Penempatan layout bangunan Breakwater + Mangrove

Gambar F.22 Potongan penempatan layout bangunan Breakwater + MangroveF.5.7 Pemilihan Alternatif Struktur

Alternatif yang dipilih adalah alternatif terbaik yang memaksimalkan keuntungan yang diperoleh atau dampak positif yang ditimbulkan dan meminimalkan dampak negatif yang dapat timbul dari alternatif penanganan yang dipilih.

Dalam pemilihan alternatif penanganan dapat dilakukan analisis alternatif atau optimasi alternatif. Optimasi alternatif ini dilakukan untuk memperoleh solusi yang tepat dan sesuai bagi penanganan di lokasi pekerjaan.Tabel E.42 Contoh Matrikulasi Pemilihan Alternatif Bangunan Pengamanan Pantai

Tabel E.43 Contoh Matrikulasi Pemilihan Alternatif Bangunan Pengamanan Pantai

F.6 Fenomena Arus Laut di Pantai

F.6.1 Arus Menyusur Pantai (long shore current)

Arus menyusur pantai adalah arus yang disebabkan oleh gelombang yang datangnya menyudut terhadap garis pantai (coast line). Apabila datangnya gelombang tegak lurus ke garis pantai (sudut datang gelombang 0), secara teoritis tidak akan menimbulkan arus menyusur pantai. Makin besar sudut datang gelombang, arus menyusur pantai yang dibangkitkan akan besar pula. Arus menyusur pantai secara umum berada pada daerah surf zone, yaitu daerah antara gelombang mulai pecah sampai ke garis pantai (lihat Gambar F.23.). Gelombang yang menuju pantai rnenyebabkan perpindahan energi dari laut ke pantai, dan pada saat gelombang pecah di daerah zona debur (breaking zone), sebagian energi tersebut berubah menjadi arus menyusur pantai (long shore current). Arus menyusur pantai secara teoritis paling cepat adalah di daerah dimana gelombang mulai pecah, dan meruju ke arah pantai makin lama makin kecil, dan di garis pantai mempunyai kecepatan mendekati nol. Demikian pula ke arah lepas pantai, kecepatan arus menyusur pantai berangsur-angsur berkurang hingga mencapai nol.Kombinasi antara gelombang pecah (melepaskan energi dan mengaduk material dasar pantai) dan arus menyusur pantai inilah yang menyebabkan angkutan sedimen menyusur pantai (longshore sediment transport). Secara teoritis kecepatan rerata arus menyusur pantai dapat dihitung dengan rumus (Longuet-Higgins, 1970) :

(2) Apabila landai pantai diperhitungkan, maka kecepatan rerata arus menyusur pantai dapat dihitung dengan formula :

(2)

dengan pengertian :

= kecepatan rerata arus menyusur pantai (m/s)

= tinggi gelombang pecah (m)

= sudut datang gelombang di daerah gelombang pecah ()

= percepatan gravitasi bumi (m2/s)

= adalah landai pantai

Pengukuran arus menyusur pantai sulit dilakukan, dan apabila dilakukan pengukuran hasilnyapun tidak mempunyai akurasi yang tinggi. Keadaan ini disebabkan karena di daerah surf zone ini terjadi gerakan partikel air yang sangat kompleks, turbulensi sangat tinggi, dan gerakan aliran air zig-zag, tidak lurus menyusur pantai (lihat Gambar F.24.). Pengukuran dengan current meter akan mengalami kesulitan, karena gerakan air tidak searah (kecuali dengan current meter khusus yang diciptakan untuk keperluan ini). Biasanya pengukuran arus ini dilakukan dengan pelampung, yang ditaruh di daerah surf zone. Kecepatan arus menyusur pantai ini setiap waktu berubah tergantung tinggi dan arah gelombang, sehingga pengukuran dalam waktu singkat kurang bermanfaat.

Gambar F.23 Sketsa daerah aliran arus menyusur pantai.

Gambar F.24 Sketsa arus sejajar pantai (Longshore Current).F.6.2 Arus Tegak Lurus Pantai (Cross shore current)

Pemisahan antara arus menyusur pantai dan arus tegak lurus pantai (cross shore atau normal shore current) sesungguhnya adalah suatu cara penyederhanaan permasalahan. Yang terjadi sebenarnya adalah sangat kompleks, kedua arus tersebut saling mempengaruhi. Pada saat gelombang menuju pantai ada sejumlah masa yang terbawa ke daerah surf zone, dan keadaan ini menyebabkan di daerah surf zone mempunyai muka air yang relatif lebih tinggi dari pada di lepas pantai (off shore), kondisi seperti ini disebut kenaikan muka air akibat gelombang datang (wave set up). Pada suatu kondisi tertentu aliran masa air ini akan dikembalikan lagi ke lepas pantai (offshore), dan arus ini biasa disebut rip current (lihat Gambar F.25.).

Rip current ini biasanya dapat terlihat apabila diamati dari atas (udara), dan aliran ini akan sangat jelas bilamana air di daerah surf zone keruh dan berwarna agak gelap karena kandungan material melayang. Disamping arus tersebut, ada arus pantai (coastal current) lain yang terjadi di perairan tersebut. Arus ini dapat disebabkan karena arus global, arus pasang surut, atau arus akibat hembusan angin. Arus ini sering disebut pula dengan shell-current.

Gambar F.25 Sketsa arus dekat pantai (Nearshore Current).F.6.3 Arus Pasang Surut (tidal current)

Arus pasang surut adalah arus yang ditimbulkan oleh gelombang pasang surut. Pada pantai yang terbuka ke laut bebas, arus pasang surut ini pada umumnya tidak begitu besar, kecepatannya berkisar antara 0,0 sd 0,50 m/s. Namun arus pasang surut yang berada diantara pulau atau selat kecepatannya bisa mencapai 1,0 m/s atau lebih. Misalnya arus pasang surut di selat Bangkalan (antara kota Surabaya dan pulau Madura) dapat mencapai 0,90 sd 1,00 m/s, sehingga mampu merawat alur pelayaran yang menuju pelabuhan Tanjung Perak tetap dalam.

Khusus di muara sungai, arus pasang surut menjadi arus yang cukup penting, terutama bila rentang pasang surut (tidal range) > 2,0 m. Pada saat debit kecil (musim kemarau) gerakan pasang surut ini, akan menimbulkan arus yang dapat diandalkan untuk merawat alur muara sungai. Makin besar gerakan pasang surut di muara sungai, alur muara sungai akan makin terpelihara. Berdasarkan penelitian O'Brien (1969), penampang alur muara sungai sangat ditentukan oleh prisma pasang surut, P (tidal prism) yang bergerak melalui muara sungai tersebut. Prisma pasang surut adalah volume air dari laut yang masuk ke sungai lewat muara antara "low water slack" dan "high water slack" berikutnya. Pada keadaan dimana tidak terdapat debit air tawar dari sungai, maka air yang masuk ke sungai pada saat pasang (flood dan yang ke luar dari sungai pada saat surut (ebb) volumenya adalah sama. Prisrna pasang surut (P) dapat ditentukan berdasarkan dua cara yaitu dengan cara pengukuran langsung dari penampamg sungai di daerah yang terpengaruh gerakan pasang surut atau dengan cara pengukuran debit (arus) di lokasi muara sungai.

Cara pertama dilakukan dengan mengukur penampang sungai termasuk anak-anak sungainya yang terpengaruh pasang surut, dan pada saat yang bersamaan diadakan pengukuran luas muka air di lokasi penampang sungai tersebut pada saat pasang dan surut. Selisih volume pada saat air pasang dan air surut itu diperhitungkan sebagai prisma pasang surut. Cara ini tidak begitu disukai karena memerlukan terlalu banyak kegiatan survey lapangan.

Cara kedua dilakukan dengan mengukur debit di muara sungai pada waktu pasang (flood dan pada waktu surut (ebb) dengan interval pengukuran tertentu, misal jamjaman, selama 24 jam atau sehari penuh. Volume air yang mengalir selama periode tersebut (low water slack - high water slack, atau sebaliknya) dapat ditentukan sebagai prisma pasang surut (P):

Keterangan :

P = prisma pasang surut

TF = periode pasang (flood TE = periode surut (ebb)

T = TF + TE = periode pasang surut

Q(t) = debit yang lewat muara (ke laut, atau ke sungai)

Rumus tersebut di atas dapat di dekati dengan rumus (apabila pengukuran hanya dilakukan sekali pada saat debit maksimum) :

Keterangan :

P

= prisma pasang surut pada saat ebb atau floodQmaks = debit rerata maksimum lewat muara pada saat ebb atau

floodT

= periode pasang surut

Ck = factor koreksi : 0,811 sd 0,999, Keulegan (1967),

menyarankan menggunakan Ck = 0,86

Ukuran penampang sungai stabil dapat ditentukan berdasarkan gerakan pasang surut ini. Menurut Jarrett (1976) yang telah melakukan penelitian di pantai Atlantic, Gulf dan Pasific, ukuran pen