ustek lhr g

23
G.1. Umum perencanaan jaringan jalan diperlukan untuk mendapatkan konsep perencanaan teknik dalam bentuk gambar, perhitungan, rencana anggaran biaya, dan dokumen lainnya yang terpadu sehingga menjadi pegangan pada waktu pelaksanaan pembangunan di lapangan. Hasil perencanaan Jaringan jalan adalah mencakup kumpulan dokumen yang dapat memberikan gambaran produk yang ingin diwujudkan, dengan memperhatikan: Ketentuan Teknis Keadaan serta faktor pengaruh lingkungan dan menggambarkan hasil optimal sesuai dengan kebutuhan pemakai serta penghematan biaya. Bagian Pokok dari Pekerjaan Mencakup : a. Survey Pendahuluan (Reconnaisance Survey) b. Pelaksanaan Survey c. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder: Inventarisasi Jalan Inventarisasi Jembatan Inventarisasi Gorong-gorong dan Bangunan Pelengkap Survey Lalu Lintas Mengumpulkan Data yang lain. d. Analisa Data Analisa Data Lalu Lintas Pendekatan Metodologi G - 1 2014 USTEK Survey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten BAGIAN G P P ENDEKATAN ENDEKATAN M M ETODOLOGI ETODOLOGI

Upload: emir-mohern

Post on 01-Feb-2016

326 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Rencana Kerja LHR

TRANSCRIPT

Page 1: USTEK LHR G

G.1. Umum

perencanaan jaringan jalan diperlukan untuk mendapatkan konsep perencanaan

teknik dalam bentuk gambar, perhitungan, rencana anggaran biaya, dan dokumen

lainnya yang terpadu sehingga menjadi pegangan pada waktu pelaksanaan

pembangunan di lapangan.

Hasil perencanaan Jaringan jalan adalah mencakup kumpulan dokumen yang dapat

memberikan gambaran produk yang ingin diwujudkan, dengan memperhatikan:

Ketentuan Teknis

Keadaan serta faktor pengaruh lingkungan dan menggambarkan hasil optimal

sesuai dengan kebutuhan pemakai serta penghematan biaya.

Bagian Pokok dari Pekerjaan Mencakup :

a. Survey Pendahuluan (Reconnaisance Survey)

b. Pelaksanaan Survey

c. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder:

Inventarisasi Jalan

Inventarisasi Jembatan

Inventarisasi Gorong-gorong dan Bangunan Pelengkap

Survey Lalu Lintas

Mengumpulkan Data yang lain.

d. Analisa Data

Analisa Data Lalu Lintas

Analisa Data sekunder

Analisa Kebutuhan jaringan jalan

e. Penentuan jaringan jalan

f. Analisa Hasil Desain

g. Laporan

G.2. Landasan Hukum dan Teori

Pendekatan Metodologi G - 12014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

BAGIAN GPPENDEKATANENDEKATAN M METODOLOGIETODOLOGI

Page 2: USTEK LHR G

1. Dasar Hukum Klasifikasi Fungsi Dan Status Jalan

Konsep klasifikasi fungsi dan status di dalam jaringan jalan sebagaimana

akan disampaikan selanjutnya, diaplikasikan di Indonesia melalui regulasi

di dalam UU 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP 34 Tahun 2006 tentang

Jalan. Bahkan klasifikasinya tidak hanya terkait dengan fungsi jalan, tetapi

juga terkait dengan peruntukkan, status dan kelas jalan.

Secara umum, sesuai pasal 6 UU No. 38 Tahun 2004 jalan sesuai

peruntukkannya terdiri dari :

a) Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum

(pasal 1 UU No. 38 Tahun 2004). Termasuk ke dalam jalan umum ini

adalah jalan tol;

b) Jalan khusus adalah jalan yang bukan diperuntukkan bagi lalu lintas

umum, dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan (pasal

6 (3) UU No. 38 Tahun 2004). Yang dimaksud dengan jalan khusus

(penjelasan pasal 6 (3) UU No. 38 Tahun 2004), antara lain: jalan di

dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan

inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan

permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.

Dalam rangka efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan jalan, maka

pada pasal 7 sd 10 UU No. 38 Tahun 2004, diatur bahwa jalan umum

diklasifikasikan lebih lanjut menurut (penjelasan lihat Tabel G.1) :

a) Sistem jaringan, yang terdiri atas: sistem jaringan jalan primer dan

sistem jaringan jalan sekunder;

b) Fungsi jalan, yang dikelompokkan menjadi: jalan arteri, jalan kolektor,

jalan lokal, dan jalan lingkungan;

c) Status jalan, yang dikelompokkan menjadi: Jalan Nasional, Jalan

Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota, dan Jalan Desa;

d) Kelas jalan, yang dikelompokan menjadi: jalan bebas hambatan, jalan

raya, jalan sedang, jalan kecil.

Klasifikan menurut sistem jaringan dilakukan untuk membedakan antara

jalan antar kota pada sistem primer dengan jalan perkotaan pada sistem

sekunder. Adapun klasifikasi menurut fungsi (arteri, kolektor, lokal)

Pendekatan Metodologi G - 22014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 3: USTEK LHR G

digunakan untuk membedakan fungsional ruas jalan dalam melayani

mobilitas vs aksesbilitas. Sedangkan klasifikasi menurut status dilakukan

untuk memperjelas siapa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan

jalan yang besangkutan. Dan terakhir, klasifikasi menurut kelas jalan

dilakukan untuk mengatur penggunaan jalan sesuai dimensi dan tonase

kendaraan.

Tabel G. 1 Definisi dan Istilah Dalam Sistem Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia

No

Pembagian Klasifikasi Definisi

1 Menurut sistem

Sistemjaringan jalan primer

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yg berwujud pusat kegiatan

Sistemjaringan jalan sekunder

sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan

2 Menurut fungsi

Jalan arteri jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna

Jalan kolektor

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi

Jalan lokal jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi

Jalan lingkungan

jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah

3 Menurut status

Jalan Nasional

jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghu-bungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol

Jalan Provinsi

jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukotakabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi

Jalan Kabupaten

jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten

Jalan Kota jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkanantar pusat permukiman yang berada di dalam kota

Jalan Desa Jalan umum yang menghubungkan kawasanan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan

Pendekatan Metodologi G - 32014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 4: USTEK LHR G

4 Menurut Kelas

Jalan bebas hambatan

Jalan raya Jalan

sedang Jalan kecil

Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti peraturan LLAJSpesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi:pengendalian jalan masukpersimpangan sebidangjumlah dan lebar lajurketersediaan medianpagar

Sumber: pasal 7,8,9,dan 10 UUNo. 38 Tahun 2004, pasal 31 dan 32 PP No. 34 Tahun 2006

untuk masing-masing sistem jaringan jalan diatur pula hirarki klasifikasi

fungsi jalannya. Di mana sesuai dengan pasal 10 dan pasal 11 PP No 34

Tahun 2006 klasifikasinya seperti yang diilustrasikan pada Gambar G.1 dan

Gambar G.2.

Gambar G.1. Ilustrasi Hirarki Fungsi pada Sistem Jaringan Jalan Primer

(sumber: digambarkan dari pasal 10 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan)

Pendekatan Metodologi G - 42014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 5: USTEK LHR G

Gambar G.2. Ilustrasi Hirarki Fungsi Jalan pada Sistem Jaringan Jalan Sekunder

(sumber: digambarkan dari pasal 11 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan)

G.3. Pencakupan Jaringan Jalan dan Prosedur Penyaringan

1. Prosedur Perencanaan ini dimaksudkan untuk diterapkan pada seluruh

jaringan jalan kabupaten secara sistematis.

2. Data survai terbaru yang dapat diandalkan dari setiap ruas dalam

jaringan jalan harus tersedia sehingga pilihan pekerjaan yang diperlukan

dapat dipertimbangkan dan disusun dalam urutan prioritas. Alokasi dana

yang rasional hanya dapat dibuat bila datanya lengkap untuk seluruh

jaringan jalan.

3. Jaringan jalan tersebut dibagi dalam dua bagian :

Jalan mantap (stabil ; selalu dapat diandalkan untuk dilalui

kendaraan roda 4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya sudah

`baik/sedang' yang hanya memerlukan pemeliharaan.

Pendekatan Metodologi G - 52014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 6: USTEK LHR G

Jalan tidak mantap (tidak stabil ; tidak dapat diandalkan untuk dilalui

kendaraan roda 4 sepanjang tahun), terutama yang kondisinya

`rusak/rusak berat' yang memerlukan ‘pekerjaan berat' (rehabilitasi,

perbaikan, konstruksi), termasuk jalan tanah yang saat ini tidak dapat

dilewati kendaraan roda-4.

4. Untuk menjaga kemutakhiran data inventarisasi jalan seluruh jaringan

(agar umur datanya selalu tidak akan lebih dari tiga tahun) perlu

dilakukan hal berikut :

Pada jalan-jalan yang mantap, setiap tahunnya harus dilakukan

`Survai Penjajagan Kondisi Jalan' (S1)

Pada jalan-jalan yang tidak mantap, setiap tahunnya harus dilakukan

‘Survai Penyaringan Jalan’ (S2) pada sepertiga bagian jalan saja,

sehingga seluruh bagian jalan dapat tercakup dan selesai disurvai

dalam daur tiga tahun.

Pada jalan-jalan yang tidak mantap, dibagi dalam tiga bagian yang

kira-kira sama, lalu setiap tahun satu bagian harus dicakup dalam

`Survai Penyaringan Jalan' (S2), sehingga seluruh bagian jalan dapat

tercakup dan selesai disurvai dalam daur tiga tahun.

5. Pada prinsipnya semua jalan mantap setiap tahunnya harus

mendapatkan prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin

dan/atau berkala. Untuk itu, informasi survai yang terbaru diperlukan

untuk menentukan kebutuhan teknis yang tepat, karenanya survai

tahunan sangat perlu dilaksanakan. Survai S1 digunakan untuk

memperbaharui informasi inventarisasi jalan sebagai bagian dari

prosedur perencanaan yang sekaligus digabung dengan survai

penyaringan pemeliharaan tahap pertama dalam persiapan

pemeliharaan tahunan (lihat petunjuk terpisah untuk Persiapan

Program Pemeliharaan Jalan Kabupaten).

6. Di banyak kabupaten, jaringan jalan yang tidak mantap masih lebih

besar dari jaringan jalan yang mantap dan dana untuk pekerjaan berat

yang diperlukan melebihi dana yang tersedia. Karenanya diperlukan

Pendekatan Metodologi G - 62014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 7: USTEK LHR G

suatu sistim untuk menyaring dan menyusun urutan proyek, terutama

yang berdasarkan kriteria ekonomi. Survai penyaringan kondisi jalan

(S2) dikaitkan dengan survai-survai lain yang mengukur permintaan

akan angkutan, dilakukan untuk keperluan tersebut.

7. Manfaat peningkatan suatu jalan dapat dihitung dengan cara,

membandingkan kondisi jalan saat ini dengan yang diharapkan, dan

dengan memperkirakan jumlah lalu lintas yang diharapkan. Manfaat ini

kemudian dapat diperbandingkan dengan perkiraan biaya peningkatan

jalan, untuk memberikan tingkat pengembalian ekonomi proyek

(misalnya, Net Present Value = nilai bersih saat ini atau NPV/Km).

Kemudian sejumlah proyek dapat disusun peringkatnya dan proyek

yang NPV/kmnya tertinggi harus dipilih untuk dilaksanakan terlebih

dahulu. Dengan cara ini baik kabupaten maupun secara nasional dapat

memanfaatkan dengan sebaik mungkin keadaan kelangkaan dana

tersebut.

8. Jaringan jalan yang tidak mantap selanjutnya dapat dibagi lagi kedalam

dua kelompok :

Jalan terbuka yang dapat dilalui kendaraan roda-4 untuk sepanjang

tahun.

Jalan tertutup yang tidak dapat dilalui kendaraan roda-4 untuk

sepanjang atau sebagian tahun.

9. Permintaan akan angkutan pada jalan yang terbuka bagi kendaraan

roda-4, bisa diperkirakan dengan baik melalui survai lalu lintas yang

ada (S5). Sedangkan pada jalan yang tertutup lalu-lintas yang ada bukan

merupakan suatu ukuran yang baik bagi permintaan angkutan yang

potensial, untuk itu dilakukan perkiraan dari jumlah penduduk yang

terlayani oleh jalan dan dari tingkat hambatan akses yang dialami

sekarang. Data ini diperoleh langsung dari survai penduduk (S7) dan

survai hambatan lalu-lintas (S8).

10. Gambaran bagaimana jaringan jalan kabupaten dicakup oleh studi

perencanaan dapat dilihat pada gambar berikut :

Pendekatan Metodologi G - 72014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 8: USTEK LHR G

Gambar Cakupan Survey Jaringan Jalan

Sumber : Petunjuk PU “Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten”

11. Karena jaringan jalannya berkembang, maka lebih banyak jalan yang akan

pindah dalam kelompok mantap dan memerlukan survai tahunan untuk

pemeliharaan. Data lalu lintas juga diperlukan untuk kelompok ini,

supaya standar teknis dan standar biaya yang sesuai dapat diterapkan.

Target yang harus dicakup adalah paling sedikit 20 % dari jaringan yang

mantap dilakukan survai lalu-lintas setiap tahunnya, sehingga tidak akan

ada ruas jalan yang data lalu lintasnya lebih lama dari lima tahun.

12. Pada saat informasi tentang kebutuhan pemeliharaan dan tingkat lalu-

lintas telah meningkat, sistim prioritas secara ekonomi dilakukan juga

terhadap pekerjaan pemeliharaan berkala yang terpadu dengan sistim

untuk pekerjaan berat.

13. Meskipun telah dilakukan pemeliharaan, beberapa jalan yang mantap

akan memburuk ke kondisi `rusak/rusak berat', sementara lainnya

mungkin memerlukan pelebaran atau perkuatan karena lalu-lintasnya

meningkat. Karena itu setiap tahunnya, sejumlah ruas dicakup dalam

survai S2, sebagai hasil dari survai penjajagan (S1) sebelumnya.

Pendekatan Metodologi G - 82014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 9: USTEK LHR G

14. Pada saat jaringan jalannya berkembang dan menjadi mantap, maka

proporsi ruas jalan yang dievaluasi dengan metode lalu lintas akan

bertambah, namun sebagian besar jalan tanah akan tetap perlu dievaluasi

dengan metode kependudukan. Sebagian kecil ruas, khususnya jalan baru

yang menuju wilayah pertanian potensial yang luas atau jalan-jalan baru

yang akan mengalihkan rute lalu lintas, tidak dapat dicakup oleh metode

evaluasi umum dalam prosedur perencanaan ini, sebagai gantinya

diperlukan "studi khusus" yang harus dilaksanakan oleh staf dengan

kemampuan khusus pula.

15. Diagram di bawah ini menggambarkan bagaimana jaringan jalan akan

dicakup oleh jenis-jenis studi yang berbeda.

G.4. Konsep Hirarki Fungsi Jalan

Jaringan jalan adalah bagian dari prasarana transportasi yang disediakan

untuk melayani kebutuhan transportasi orang dan barang akibat adanya

separasi oleh penataan ruang yang mengharuskan berbagai jenis kegiatan

sosial dan ekonomi manusia tidak dapat dilakukan di satu tempat yang sama.

Terdapat 2 fungsi utama dari suatu sistem jaringan jalan, yakni:

1. Fungsi aksesibilitas: menyediakan kemudahan suatu guna lahan/lokasi

untuk diakses sehingga suatu aktivitas dapat dilakukan di lokasi tersebut;

2. Fungsi mobilitas: Menyediakan kelancaran bagi lalulintas kendaraan,

orang, dan barang untuk bergerak sesuai asal-tujuan perjalanan secara

efisien.

Pendekatan Metodologi G - 92014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 10: USTEK LHR G

Klasifikasi fungsi jalan ditetapkan karena kedua fungsi tersebut di atas

tidak dapat secara efektif dilakukan oleh suatu ruas jalan yang sama. Ruas

jalan yang fungsi aksesnya besar (di lokasi perumahan, pusat aktivitas)

cenderung tidak mampu menyediakan fungsi lalu lintas secara efisien,

sebaliknya ruas jalan yang fungsi mobilitasnya tinggi (dengan volume lalu

lintas dan kecepatan tinggi), misalnya jalan tol, tidak akan banyak

memberikan fungsi akses bagi ruang di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam

ilmu transportasi disusunlah suatu konsep klasifikasi fungsi jalan

sebagaimana diilustrasikan pada Gambar G.3

Gambar G. 3 Prinsip Dasar Klasifikasi Fungsi Jalan

(Sumber: Subdit Fasilitasi Jalan Daerah, Ditjen Bina Marga, Bahan Sosialisasi Metoda Penyusunan

Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah, Yogyakarta, 28 Agt 2008)

Dari gambar di atas terdapat klasifikasi fungsi jalan, yakni :

1. Jalan Arteri (A), yang diutamakan fungsinya untuk lalulintas/mobilitas

dengan arus lalu lintas besar dan kecepatan tinggi;

2. Jalan Lokal (L), yang diutamakan fungsinya untuk memfasilitasi

lalulintas yang akan mengakses guna lahan yang menjadi asal/tujuan

perjalanannya (lalu lintas relatif rendah dengan kecepatan juga

rendah);

3. Jalan Kolektor (K), yang fungsinya untuk koleksi dan distribusi (juga

transisi) di mana peran mobilitas dan aksesibilitasnya seimbang.

Pendekatan Metodologi G - 102014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 11: USTEK LHR G

Lebih lanjut, karena pergerakan lalu lintas dapat terdiri dari lalu lintas

dalam wilayah perkotaan saja (urban) atau pergerakan jarak jauh antar

kota (inter-urban), maka perlu juga ditetapkan 2 sistem jaringan jalan,

yakni:

1. Sistem jaringan jalan primer (interurban road) yang melayani lalu

lintas untuk pergerakan antar kota;

2. Sistem jaringan jalan sekunder (urban road) yang melayani lalu lintas

untuk pergerakan di dalam suatu wilayah perkotaan.

Adapun pembagian fungsi jalan untuk setiap sistem jaringan jalan sesuai

dengan fungsi hubungan yang diperankan pada gambar diatas

disampaikan pada Tabel G.2 dan Tabel G.3.

Tabel G. 2 Pembagian Fungsi Jalan pada Sistem Jaringan Jalan Primer

Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Pusat Kegiatan Lingkungan (PKLingk)

Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Jalan Arteri Primer (AP)

Jalan Arteri Primer (AP)

Jalan Kolektor Primer (KP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Jalan Arteri Primer (AP)

Jalan Kolektor Primer (KP)

Jalan Kolektor Primer (KP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Jalan Kolektor Primer (KP)

Jalan Kolektor Primer (KP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Pusat Kegiatan Lingkungan (PKLingk)

Jalan Lokal Primer (LP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Jalan Lokal Primer (LP)

Keterangan: Jalan lingkungan primer menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan

Tabel G. 3 Pembagian Fungsi Jalan pada Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Kawasan Primer

Kawasan Sekunder

Kesatu

Kawasan Sekunder

Kedua

Kawasan Sekunder

KetigaPerumahan

Kawasan Primer

Jalan Arteri Sekunder (AS) t.a t.a t.a

Kawasan Sekunder Kesatu

Jalan Arteri Sekunder (AS)

Jalan Arteri Sekunder (AS)

Jalan Arteri Sekunder (AS) t.a

Jalan Lokal Sekunder (LS)

Kawasan Sekunder Kedua

t.aJalan Arteri Sekunder (AS)

Jalan Kolektor Sekunder (KS)

Jalan Kolektor Sekunder (KS)

Jalan Lokal Sekunder (LS)

Kawasan Sekunder Ketiga

t.a t.aJalan Kolektor Sekunder (KS)

Jalan Lokal Sekunder (LS)

Jalan Lokal Sekunder (LS)

Perumahan t.aJalan Lokal Sekunder (LS)

Jalan Lokal Sekunder (LS)

Jalan Lokal Sekunder (LS) t.a

Keterangan: Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. t.a = tidak diatur khusus

Pendekatan Metodologi G - 112014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 12: USTEK LHR G

Setiap ruas jalan yang ditetapkan fungsinya seperti pada Tabel G.2 dan Tabel G.3 di atas

harus memenuhi persyaratan teknis seperti yang disampaikan pada Tabel G.4 dan Tabel

G.5. Jika setelah ditetapkan fungsinya, suatu ruas jalan belum memenuhi persyaratan

teknis tersebut maka perlu dilakukan penanganan jalan baik melalui perbaikan geometrik

jalan, pelebaran badan jalan, maupun manajemen dan rekayasa lalu lintas. Sesuai Gambar

G.2 dan Gambar G.3, setiap fungsi jalan digunakan untuk menghubungkan klasifikasi

ruang tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Agar fungsi setiap ruas jalan tersebut dapat berjalan dengan baik, maka setiap klas fungsi

jalan harus memenuhi ketentuan/persyaratan teknis seperti yang disampaikan pada

Tabel G.4 dan Tabel G.5 berikut :

Tabel G. 4 Persyaratan Teknis Jalan Primer

No Fungsi Jalan Persyaratan Teknis

1 Arteri Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dan lebarbadan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata (V/C < 1)

3. Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik, lalulintaslokal, dan kegiatan lokal

4. Jumlah jalan masuk dibatasi sedemikian rupa sehingga persyaratan butir (1), (2), (3) terpenuhi

5. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan pada butir (1), (2), dan (3) terpenuhi

6. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan2 Kolektor

Primer1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dan lebar

badan jalan paling sedikit 9 meter.2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata (V/C

<1)3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan butir (1),

(2), (3) terpenuhi4. Persimpangan sebidang dgn pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan

butir (1),(2),(3)5. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perkotaan

3 Lokal Primer 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter

2. Tidak boleh terputus ketika memasuki kawasan perdesaan

4 LingkunganPrimer

1. Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih, maka didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dan lebar badan jalan minimal 6,5 m

2. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Sumber : Pasal 13 s.d Pasal 16 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

Pendekatan Metodologi G - 122014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 13: USTEK LHR G

Tabel G. 5 Persyaratan Teknis Jalan Sekunder

No Fungsi Jalan Persyaratan Teknis

1 Arteri sekunder 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam danlebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata3. (V/C < 1)4. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.5. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi

ketentuan butir (1), (2) dan (3)2 Kolektor Sekunder 1. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dan lebar

badan jalan paling sedikit 9 meter2. Mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata (V/C

< 1)3. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat4. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan

ketentuan butir (1), (2) dan (3)

3 Lokal sekunder Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

4 Lingkungan sekunder

1. Jika diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih,maka didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter

2. Jika tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebihharus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Sumber : Pasal 17 s.d Pasal 20 PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

G.5. Konsep Pembagian Status Jalan

Pembagian status jalan diperlukan untuk memastikan siapa yang

bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan suatu ruas jalan, sehingga

secara status terdapat : Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan

Jalan Kota.

Adapun ketentuan mengenai pembagian status jalan yang berlaku di

Indonesia disampaikan pada Tabel G.6

Tabel G. 6 Pembagian Status Jalan

No Status Jalan Fungsi Jalan yang Dilingkupi

1 Jalan Nasional 1. Jalan Arteri Primer;2. Jalan Kolektor Primer yang Menghubungkan Antar Ibukota Provinsi;3. Jalan Tol; dan4. Jalan Strategis Nasional

2 Jalan Provinsi 1. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota;

2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota;

3. Jalan strategis provinsi; dan4. Jalan di daerah khusus ibukota jakarta, kecuali jalan masuk ke status jalan

nasional.

Pendekatan Metodologi G - 132014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 14: USTEK LHR G

3 Jalan Kabupaten

1. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi;

2. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa;

3. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan

4. Jalan strategis kabupaten.

4 Jalan Kota Jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota

5 Jalan Desa Jalan Lingkungan Primer Dan Jalan Lokal Primer Yang Tidak Termasuk Jalan Kabupaten Di Dalam Kawasan Perdesaan, Dan Merupakan Jalan Umum Yang Menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa

G.6. Survey Lalu Lintas Harian (LHR)

1. Survey Lalu-lintas Harian Rata-rata dibagi berdasarkan 3 lokasi untuk

setiap ruas, yaitu :

Ruas Jalan

Simpang Jalan

Simpang Empat Jalan

2. Pencatatan Kendaraan

Semua kendaraan dari kedua arah harus dicatat

Untuk setiap jalur yang disurvey harus terdapat sekurang-kurangnya

2 orang surveyor.

Alta yang digunakan berupa alat cacah genggam (handy tally

counter), masing-masing satu untuk setiap orang.

3. Tipe Pos untuk Perhitungan Lalu-lintas :

Pos Kelas A

Pos yang terletak pada ruas jalan dengan perkiraan jumlah beban

lalu-lintas tinggi dan data LHR > 10.000 kendaraan,

Pos Kelas B

Pos yang terletak pada ruas jalan dengan perkiraan jumlah beban

lalu-lintas tinggi dan data LHR 5000<LHR<10.000 kendaraan,

Pos Kelas C

Pos yang terletak pada ruas jalan dengan perkiraan jumlah beban

lalu-lintas tinggi dan data LHR <5000 kendaraan,

4. Pemilihan Lokasi Pos

Pos harus ditempatkan pada ruas jalan, dimana :

Pendekatan Metodologi G - 142014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 15: USTEK LHR G

Jalan Antar Kota :

a. Lalu lintas tidak dipengaruhi oleh lalu lintas ulang alik

(Commuter Traffic).

b. Pos mempunyai jarak dan kebebasan pandang yang cukup untuk

kedua arah.

c. Karakter pergerakan lalu lintas mewakili pergerakan lalu lintas

pada ruas jalan.

Jalan Perkotaan

a. Lalu lintas yang dicacah tidak dipengaruhi oleh pergerakan lalu

lintas dari persimpangan.

b. Pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk

mengamati kedua arah.

Persimpangan

Pos harus ditempatkan pada lengan persimpangan, dimana :

a. Pos mempunyai jarak pandang yang cukup untuk mengawasi

pergerakan pada lengan-lengan yang ditinjau.

b. Pos tidak mengganggu kebebasan pandang pengemudi.

c. Lokasi pos dapat memberikan ruang pengamatan yang jelas

untuk melihat lintasan dan arah pergerakan lalu lintas.

Pos sebaiknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan dengan lampu

penerangan dan tempat berteduh.

5. Tanda Pengenal

Setiap Pos pencacahan lalu lintas memiliki pengenal berupa huruf dan

nomor dengan komposisi “ kelas Pos+nomor ruas” , untuk ruas yang

memiliki lebih dari satu pos untuk setiap, maka penamaan untuk pos

kedua selanjutnya pada nomor ruas digit pertama diganti dengan angka

4 dan seterusnya.

6. Periode Perhitungan

a. Pos Kelas A

Pendekatan Metodologi G - 152014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

Page 16: USTEK LHR G

Untuk pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 40 jam

selama 2 hari, mulai pukul 06.00 pagi, hari pertama dan berakhir

pada 22.00 pada hari kedua.

b. Untuk pos kelas B, cara pelaksanaan perhitungan sama seperti pada pos

kelas A.

c. Perhitungan dilakukan dengan periode 16 jam mulai pukul 06.00 pagi

dan berakhir pukul 22.00 pada hari yang sama yang ditetapkan untuk

pelaksanaan perhitungan.

7. Kelompok Kendaraan

Pengelompokan Kendaraan sudah diatur dalam Pedoman Teknis Survai

Pencacahan Lalu Lintas Pd. T-19-2004-B, kelompok kendaraan dibagi

menurut tabel dibawah ini :

Tabel 2. Golongan dan kelompok jenis kendaraan

Pendekatan Metodologi G - 162014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

06.00 24.00 06.00 22.00 24.00

Hari Pertama Hari Kedua

40 Jam Survey

06.00 22.00 24.00

Hari yang Sama

16 Jam Survey

Page 17: USTEK LHR G

Tabel 3. Pengenalan Jenis Kendaraan

1. Sepeda Kumbang : sepeda yang ditempeli mesin 75 cc (max).

2. Kendaraan bermotor roda 3 antara lain : bemo dan bajaj.

3. Kecuali Combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up yang diberi penaung kanvas/pelat dengan rute dalam kota dan sekitarnya atau angkutan pedesaan.

4. Umumnya sebagai kendaraan barang maximal beban sumbu belakang 3,5 ton, bagian belakang sumbu tunggal roda tunggal (STRT).

5a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromini, elf dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus 3/4.

5b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 30 s/d 50 buah, seperti bus malam, bus kota, bus antar kota yang berukuran 12 m ( ) dan STRG.

6. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu belakang antara 5-10 ton (MST 5, 8, 10 dan STRG).

7a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda).

7b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 dan 7 yang diberi gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang segitiga . Disebut juga Full Trailer Truk.

7c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri dari kepala truk dengan sumbu 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakangyang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula.

Pendekatan Metodologi G - 172014

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten

USTEKSurvey LHR dan Perencanaan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten