up 2 bl 19 - copy.docx

Upload: hana

Post on 10-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Learning objective:1. Mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosa, terapi dan pencegahan enteritis yang disebabkan oleh parvovirus pada anjing.Pembahasan:1. Parvovirus pada anjing (Canine Parvovirus)a. EtiologiCanine parvovirus merupakan salah satu anggota dari famili parvoviridae. Anggota yang termasuk ke dalam famili parvoviridae berukuran kecil, sesuai dengan namanya yang berasal dari bahasa latin parvus yang artinya kecil, dengan rentang ukuran diameter antara 18-26 m. Virus ini mempunyai ciri bentuk icosahedral, non-enveloped, dengan genome SS-DNA. Parvovirus ini merupakan salah satu dari anggota parvovirinae yang sangat penting bagi dunia veteriner (Quinn et al, 2002).Parvovirus sangat tahan terhadap panas, cairan pelarut, desinfektan, dan perubahan pH yang ekstrim. parvovirus dapat diinaktivasi dengan formalin, -propiolactone, dan sodium hipocloride. Parvovirus hanya bereplikasi pada intisel dari sel hospes yang sedang bermitosis, sehingga dapat membentuk benda inklusi intranuklear (intranuclear inclusion bodies) (Quinn et al, 2002).Canine parvovirus 2 (CPV-2) merupakan agen causative yang menyebabkan enteritis hemoraghi acute dan myocarditis pada anjing. CPV-2 menginfeksi anjing pada ytahun 1978-an dengan morbiditas (100%) dan mortalitas (10%). Secara genetik dan antigenetik, CPV-2 mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Feline Panleukopenia Virus (FPLV), yang berasal dari carnivora liar. Pada tahun 1980-an ditemukan 2 variasi antigenik dari CPV-2 dengan antibodi monoclonal (MAbs), yang diberi nama CPV-2a dan CPV-2b. Setelah itu juga terdeteksi adanya CPV-2c yang ada pada leopard dan kucing domestik di vietnam, dan mempunyai kekerabatan yang dekat dengan CPV-2b (Nandi et al, 2009).b. PatogenesisInfeksi dari parvovirus terjadi pada tahun 1970-an dan menyerang anjing di dunia, dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pada infeksi baik akut maupun sub akut dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan (Quinn et al, 2002).Replikasi virus berawal pada jaringan linfoid pharyngeal dan lempeng peyer. Viremia pada jaringan target akan dengan cepat menyebar seiring dengan perkembangan sel. Pada 2 minggu awal akan berada di otot myocardial yang sedang bermmitosis dan akan menyebabkan nekrosis dan myocarditis. Pada aning tua, virus akan bereplikasi pada sel crypta usus yang akan merusak vili usus sehingga dapat menyebabkan diare. Dan rusaknya vili usus dapat mengakibatkan terjadinya hemoraghi pada lumen usus dan menyebabkan diare berdarah. Kerusakan jaringan limphoid pada mukosa usus dan limfonodus mesenterika dapat menyebabkan imunosupresif sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder (Quinn et al, 2002).Patogenesis dari infeksi parvovirus yang terpenting adalah replikasi DNA virus pada sel yang sedang mitosis, dan dapat menyebabkan gejala yang berbeda pada fetus, neunatus, maupun pada hewan yang tua. Namun, tidak semua sel yang sedang bermitosis dapat dijadikan tempat bereplikasi bagi virus. Target primer virus adalah pada jaringan limphoid dan sel di epitel intestinum.Pada awal masuk, virus akan mengivasi daerah nasopharynk, di daerah tonsil atau jaringan limphoid lain. Virus akan menginvasi selama 1-3 hari di tonsil, lgl. Retropharyngeal, thymus, dan lgl mesenterika. Setelah kira-kira 3 hari, virus akan menginvasi dari jaringan limfoid di intestinal dan lempeng peyer. Virus akan menyebar sistematik dan menyebabkan viremia plasma, berdasarkan pada infeksi yang meluas termasuk pada jaringan limfoid termasuk thymus dan limfonodus, juga termasuk menginfeksi limfosit yang akan membawanya tersebar ke jaringan yang lain (Kerr et al, 2005).Infeksi pada neonatus berbeda dengan yang terjadi pada hewan tua, dan dikarakteristik dengan adanya infiltrasi di jantung anak anjing. Enteritis biasanya jarang terjadi pada hewan yang masih terlalu muda. CPV yang menginfeksi neonatus anjing dapat menyebabkan penyakit cerebellar, tetapi paling menciri adalah myocarditis yang terjadi pada umur 3-8 minggu, tetapi kadang sampai 16 minggu baru mati. Mortalitas sangat tinggi antara 20-100% yang disebabkan oleh arrhythmia jantung, dyspnoe, dan oedema pulmonary yang akan diikuti oleh kematian. Anak anjing yang terinfeksi secara subklinis dapat terjadi nekrosis myokaardium dan infiltrasi mononuclear. Pada sel myocardium juga terjadi infiltrasi benda inklusi intranuclear. Terjadi oedema pulmo, dan menjadi sebab sekunder gagal jantung (Kerr et al, 2005).c. Gejala klinisGejala klinis yang tampak pada umumnya adalah enteritis akut pada anjing muda (Quinn et al, 2002). Pada neonatus anjing, karena virus bereplikasi pada otot myocardia yang sedang berkembang (bermitosis) maka biasanya akan terjadi nekrosis dan myokarditis, shock, dan terjadi juga dyspnoe dan oedema pulmonary yang dapat menyebabkan gagal jantung (Kerr et al, 2005).Selain itu, gejala adanya infeksi dari parvovirus ini yaitu letargy, demam, vomitus, diare yang biasanya disertai dengan darah. Akibat diate dan vomitus, maka dapat menyebabkan terjadinya dehiderasi.d. DiagnosaDiagnosa parvovirus dapat dilakukan dengan:1) Pengambilan sampel laboratorium dilakukan, diantaranya darah, feses, maupun jaringan seperti intestinum atau myovardium.2) Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui lesi yang diakibatkan oleh parvovirus, dengan pengecatan immunohistokimia untuk mengetahui jenis antigen pada jaringan.3) Terdapat benda inklusi intranuklear yang basofilik seperti myosit pada cardiac.4) Leucopenia dapat terjadi pada hewan penderita.5) Diagnosa definitif lain dengan mikroskop elektron untuk mengetahui jumlah virus, dan ELISA atau HA untuk mengetahui antigen virus.6) Uji serologis termasuk HAI, VN, indirect immunoflouresence (Quinn et al, 2002)e. Terapi dan pencegahanUntuk terapi, beul ada obat yang spesifik terhadap infeksi parvovirus ini. Jika terlihat gejala dapat diberikan terapi infus untuk mencegah dehiderasi, antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, dan dapat juga diberikan obat untuk muntah dan diarenya. Selain itu anjing juga harus diisolasi agar tidak menularkan pada anjing yang lain (Anonim, 2014).Pencegahan yang dapat dilakukan dengan melakukan sanitasi yang baik, dan vaksinasi yang rutin. Vaksinasi dapat dilakukan pada puppies umur 8 minggu, dan diulang tiap 3-4 minggu sampai usia 4 bulan (Anonim, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Canine Parvovirus Treatment, Prognosis, and Prevention dikutip dari http://www.healthcommunities.com/canine-parvovirus/treatment.shtml diakses pada 02 September 2015Kerr, J. R., Susan F. C., Marshall E. B., R. Michael L., and Collin R. P. 2005. Parvovirus. United States of America: CRC PressNandi, S., S. Chidri., M. Kumar. 2009. Molecular characterization and Phylogenetic analysis of a Canine Parvovirus Isolate in India dalam Veterinary Medicina,54,2009 (10):483-490Quinn, P. J., B. K. Markey., M. E. Carter., W. J. C. Donnelly., F. C. Leonard. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. UK: Blackwell Science

3