geokimia 2 - copy.docx

19
GEOKIMIA Tujuan dari analisis Geokimia yaitu mengetahui asal fluida panas bumi dan proses yang terjadi di bawah permukaan, , menghitung hilang panas alamiah, mengetahui karakteristik fluida panasbumi di reservoir dan menduga hubungan antara sistem panasbumi di daerah penelitian dengan aktivitas volkanisme di sekitarnya. Lokasi studi khusus Lokasi untuk manifestasi permukaan berada lebih luas dari daerah pemetaan geologi, yaitu pada koordinat 70 09’00” - 7016’00”LS dan 109039’00” – 109056’00”BT, secara geografis daerah ini terletak di daerah yang meliputi 3 kabupaten yaitu Wonosobo, Banjarnegara, dan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah ( gambar 4.1). Gambar 4.1 Lokasi serta pengamatan lapangan dari manifestasi permukaan (modifikasi dari http://maps.google.com )

Upload: erwin-setiawan

Post on 15-Jan-2016

100 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

GEOKIMIA

Tujuan dari analisis Geokimia yaitu mengetahui asal fluida panas bumi dan proses yangterjadi di bawah permukaan, , menghitung hilang panas alamiah, mengetahui karakteristik fluida panasbumi di reservoir dan menduga hubungan antara sistem panasbumi di daerah penelitian dengan aktivitas volkanisme di sekitarnya.

Lokasi studi khusus

Lokasi untuk manifestasi permukaan berada lebih luas dari daerah pemetaangeologi, yaitu pada koordinat 70 09’00” - 7016’00”LS dan 109039’00” – 109056’00”BT, secara geografis daerah ini terletak di daerah yang meliputi 3 kabupaten yaitu Wonosobo, Banjarnegara, dan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah ( gambar 4.1).

Gambar 4.1 Lokasi serta pengamatan lapangan dari manifestasi permukaan(modifikasi dari http://maps.google.com)

Page 2: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Manifestasi Permukaan

Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan manifestasi, perekaman data, pengambilan sampel air untuk selanjutnya dianalisis kimia airnya. Hasil yang didapatkan dari pengamatan di lapangan terdapat 11 manifestasi panasbumi yang diidentifikasi dari daerah penelitian, terdiri dari 6 mata air panas, 3 fumarola, dan 2 kolam lumpur yang terangkum dalam tabel 4.1.

Page 3: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Gambar 4.2 Mata air panas di (a) Bitingan, (b) Sileri, (c) Siglagah, (d) Pulosari,(e) Kaliputih, (f) Sikidang. Anak panah di (c) menunjukan mata air panas yang tidakterlihat, anak panah di (f) menunjukan lokasi mata air panas.

Page 4: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Gambar 4.4 Fumarola di (a) Kawah Pagerkandang, (b) Kawah Siglagah, (c) KawahCandradimuka.Gambar

Page 5: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Gambar 4.5 Kolam lumpur di (a) Sikidang, (b) Sileri.

Geokimia air panas

Analisa kimia dilakukan terhadap 6 sampel air panas. Analisa dilakukan melaluidua tahap yaitu pengukuran di lapangan secara langsung untuk mengetahui suhu, pHair, konduktivitas. Kandungan (CaCO3), dan 16 unsur yang meliputi anion utama Cl-, SO42- dan HCO3 -, dan kation seperti Ca2+, Na+, K+ danMg2+. Analisa juga dilakukan terhadap unsur-unsur netral, seperti SiO2, NH3, dan F, serta unsur kontaminan yang umum dijumpai pada system panasbumi, seperti As3+ dan B. Hasil analisa kimia bisa dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3.Karakteristik umum air panas

Dari 6 sampel air panas yang diteliti secara umum mempunyai temperatur 44 -65 0C, derajat keasaman (pH) berkisar dari 6 -7 ( netral ) untuk di lapangan dan 3 – 8 (asam – basa) untuk hasil analisa laboratorium, konduktivitas yang terukur mempunyai kisaran dari 35 – 78 Mev, serta nilai kesadahan CaCO3 yang terukur berdasarkan analisa di laboratorium memiliki nilai 106 – 527 mg/kg (tabel 4.1 dan 4.2).

Page 6: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Kesetimbangan Ion

Sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data perlu dilakukan uji kualitas terhadap data yang diperoleh sehingga terjamin kelayakan data tersebut dan dapat diintrepetasikan lebih lanjut. Menurut Nicholson (1993), salah satu metoda yang digunakan untuk menguji kelayakan data adalah dengan mengunakan kesetimbangan ion, metoda ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah Meq antara kation dan anion yang ada pada sampel. Data yang diuji dikatakan baik jika nilai kesetimbangan ion tidak lebih dari 5 % (Nicholson, 1993) (tabel 4.1).Perhitungan keseimbangan ion dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Nicholson, 1993) :

Anion/Kation (meq) = ( konsentrasi (mg/L) / massa atom ) x bilangan oksidasi

Page 7: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Setelah mengubah satuan mg/kg ke meq, berikutnya data tersebut diformulasikan ke dalam persamaan keseimbangan ion di bawah ini (Nicholson, 1993)

Σ anion (meq) = Σ kation (meq)Σ anion (meq) / Σ kation (meq)[(Σ anion – Σ kation) / (Σ anion +Σ kation)](Atom yang dibedakan menjadi anion, kation dan netral )Anion : Cl-, HCO3-, SO4-2, F-, Br-, IKation: Na+, K+, Li+, Ca+2, Mg+2, Rb+, Cs+, Mn+, Fe+Netral : SiO2, NH3, As, B, gas Nobel

Hasil dari perhitungan ion balance memiliki nilai 4 – 11 %. Daerah yang memiliki nilai kurang hingga sama dengan 5% terletak di Kaliputih, Bitingan dan Sikidang, sedangkan sisanya memiliki nilai lebih dari 5%. Hasil analisa dikatakan layak jika mempunyai nilai ion balance kurang hingga sama dengan 5 %. Hasil analisa ini ditunjukan oleh air panas yang keluar di Kaliputih, Bitingan dan Sikidang. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa hasil analisa air panas lain yang mempunyai kesetimbangan ion di atas 5% tidak layak digunakan dalam interpretasi, kesetimbangan ion yang tinggi dipengaruhi juga oleh tipe dan proses yang dialami air panas (Nicholson, 1993). Nilai kesetimbangan ion di atas 5% diperkirakan akibat adanya pencampuran dengan air meteorik di permukaan atau dengan batuan sekitarnya.

Tipe air panas ditentukan berdasarkan kandungan relatif anion Cl, SO4, dan HCO3 seperti pada gambar 4.6. Pada daerah penelitian, air panas yang merupakan tipe campuran klorida dan sulfat keluar sebagai mata air panas Pulosari, sedangkan air yang telah mengalami pelarutan dengan bikarbonat ada di mata air panas Kaliputih. Air panas Sikidang memiliki tipe air sulfat dan air panas lainnya memiliki tipe bikarbonat. Meskipun air panas tersebut dipengaruhi oleh asam bikarbonat dan sulfat, derajat keasaman air panas di daerah penelitian menunjukkan pH di lapangan memiliki nilai sekitar 6 – 7 (tabel 4.1), tetapi menjadi sedikit basa

Page 8: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

(7,99-8,37) pada temperature 25°C kecuali pada Mata air panas Pulosari yang memiliki pH 4,54 dan pada Mata air panas Sikidang yang memiliki pH 3,88 pada temperatur 25°C.

Gambar 4.6 diagram Cl-HO3-SO4, umumnya mempunyai tipe bikarbonat

Air bikarbonat yang terdapat di mata air panas Bitingan, Sileri, Siglagah menandakan terbentuk pada kondisi daerah yang dangkal, air tersebut terbentuk akibat absorbsi gas CO2 serta kondensasi uap air ke dalam air tanah (steam heated water). Air sulfat yang terdapat pada mata air panas Sikidang menandakan terbentuk di bagian paling dangkal dari permukaan, air tersebut terbentuk akibat kondensasi uap air kedalam air meteorik (steam heated water) atau akibat oksidasi H2S pada zona oksidasi dan membentuk H2SO4. Sedangkan untuk air campuran klorida sulfat yang terdapat di mata air panas Pulosari diduga berasal dari campuran air reservoir dengan kondensat. Air yang berasal dari pelarutan klorida bikarbonat pada mata air panas Kaliputih terbentuk pada kondisi campuran air meteorik yang mengalami kondensasi uap air kedalam air tanah (steam heated water).

Page 9: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Sumber air panas dan reservoir

Sumber air yang keluar sebagai mata air panas ditentukan berdasarkan kandungan relatif anion Cl, Li, dan B seperti pada gambar 4.7. Berdasarkan diagram Cl- Li-B, daerah penelitian terbagi atas 4 sumber/reservoir yang berbeda. Reservoir yang pertama adalah yang membentuk mata air panas Pulosari. Mata air ini memiliki nilai Cl yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan B dan Li, hal ini menandakan pengaruh dari proses vulkanomagmatik. Air dari reservoir yang kedua keluar sebagai mata air panas Kaliputih. Mata air panas ini memiliki rasio B/Cl sekitar 0,02 yang menandakan adanya pengaruh dari proses volkanomagmatik tetapi kurang dominan bila dibandingkan dengan air panas Pulosari. Air dari reservoir yang ketiga keluar sebagai mata air panas Bitingan, Sileri, dan Siglagah yang termasuk ke dalam satu kelompok. Mata air panas ini apabila dilihat dari kesamaan nilai Li/B sekitar 0,1- 0,2 menandakan adanya kesamaan reservoir dilihat dari trend steam heating. air dari reservoir yang keempat keluar sebagai mata air panas Sikidang. Mata air panas ini memiliki nilai B/Cl sekitar 0,3 dan dilihat pada gambar 4.7 memiliki reservoir yang berbeda dengan mata air panas lainnya. Perbedaan reservoir air panas juga diperkuat dari pola hidrologi dan perbedaan satuan geologi.

Mata air panas Bitingan, Sileri, Siglagah, Pulosari, dan Sikidang mengandung Li kurang dari 0,1. Hal ini menurut Nicholson (1993) menandakan bahwa air panas tersebut berada di zona Upflow. Sedangkan mata air panas Kaliputih memiliki nilai Li 0,88. Hal ini menurut Nicholson (1993) menandakan bahwa air panas tersebut berada di zona Outflow.

Gambar 4.7 Diagram Cl-Li-B, menunjukan adanya 4 reservoir air panas yang berbeda.

Page 10: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Isotop stabil δ18O dan δD

Kandungan isotop stabil oksigen-18 (δ18O) dan hidrogen-2 / deuterium (δD) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui asal air panas dan proses yang berlangsung di bawah permukaan. Menurut Nicholson (1993) asal air panas ditentukan oleh faktor dari air meteorik, campuran fluida magmatik, dan proses bawah permukaan meliputi boiling, konduksi, pencampuran, evaporasi dan lain-lain. Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993) menyebutkan, bahwa kandungan δD dalam air panas umumnya sama dengan kandungannya dalam air meteorik lokal, sedangkan kandungan δ18O dalam air panas umumnya lebih positif dibanding air meteorik. Meskipun demikian, adanya pencampuran dengan air magmatik, proses boiling dan proses lainnya dapat mengakibatkan kandungan isotop stabil δD dan δ18O berubah dan tidak seperti yang disebutkan oleh Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993). Enam sampel air panas yang diteliti dengan menggunakan kandungan isotop stabil δD dan δ18O terdiri dari enam sampel dari dari mata air panas. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.5 dan diplot pada gambar 4.8.

Tabel 4.5 komposisi isotop stabil deuterium (δD ) dan oksigen-18 (δ18O) ( dalam ‰)

Page 11: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Kandungan Isotop δ18O dan δD air panas

Air panas yang diteliti mempunyai kandungan isotop stabil δD antara -30,87 dan -49,57 ‰ dan isotop stabil δ18O antara -2,46 dan -7,62 ‰ ( tabel 4.5). Kandungan isotop stabil terendah terletak di Kaliputih. Sedangkan kandungan isotop tertinggi terletak di Siglagah dan Sileri (gambar 4.8).

Asal air panas

Grafik hubungan antara isotop stabil δD dan δ18O seperti yang ditunjukan pada gambar 4.8 memperlihatkan bahwa air panas di daerah penelitian umumnya mempunyai kandungan isotop δD dan δ18O yang menyerupai kandungan isotop stabil air metorik (garis air metorik global). Sedikit pergeseran kandungan isotop δ18O antara air meteorik dan air panas menunjukan bahwa sistem panasbumi telah berinteraksi dengan batuan sekitannya dan mencapai kesetimbangan (Nicholson,1993). Mata air Kaliputih memiliki nilai δ18O -30,84±0,4 dan δD -5,03±0,1 menunjukan adanya perbedaan daerah resapan dari mata air panas lainnya (gambar 4.8). Air panas Sikidang memiliki nilai δ18O paling besar (-2,46 ± 0,4 ‰). Hal ini menunjukan, bahwa air panas Sikidang telah mengalami pemanasan oleh uap dan atau evaporasi di dekat permukaan. Hal ini juga ditunjukan oleh tipe air panas Sikidang yang berupa air sulfat. Dilihat dari kandungan isotop stabil δ18O dan δD yang bergeser mengarah ke komposisi isotop fluida magmatik (gambar 4.8) diduga terdapat campuran fluida magmatik pada air panas Pulosari dan Sikidang.

Page 12: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Gambar 4.8 Grafik yang menunjukan hubungan antara isotop stabil δ18O dan δD airpanas di daerah penelitian, menunjukan air panas memiliki nilai yang hampir samadengan air meteorik permukaan.

Proses bawah permukaan

Interaksi dengan batuan sekitarnya hingga mencapai kesetimbangan menjadiproses bawah permukaan yang mempengaruhi kandungan mata air panas yang keluardi daerah penelitian. Hal ini mengakibatkan kandungan isotop stabil δ18O dan δDcenderung tidak berubah (Nicholson, 1993). Hanya pada mata air panas Sikidang yangdipengaruhi oleh evaporasi (steam heating).

Geotermometer

Geotermometer digunakan untuk menghetaui temperatur reservoir atau bawah permukaan. Perhitungan geotermometer ditentukan dengan dua metoda, yaitu :

Page 13: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

a) Dengan melihat manifestasi fumarola kering

Manifestasi berupa fumarola kering (dry fumarol) yang memiliki ciri-ciri kering dan mengeluarkan suara gemuruh terdapat pada Fumarola Pagerkandang dan Sipandu. Menurut Hochstein dan Browne (2000), fumarola kering (dry fumarol) menunjukan temperatur reservoir panasbumi ≥ 225 0C. Dengan demikian dapat diinterpretasikan, bahwa daerah panasbumi di Pagerkandang dan Sipandu memiliki temperature reservoir ≥ 225 0C.

b) Dengan menggunakan geotermometer Na-K-Ca

Geotermometer Na-K-Ca digunakan untuk menghitung temperature reservoir pada daerah penelitian, karena air panas pada daerah ini telah mengalami interaksi dengan batuan sekitar dan memiliki kandungan Ca yang tinggi. Perhitungan geotermometer Na-K-Ca menggunakan rumus sbb:

Keterangan:Na, K, dan Ca = konsentrasi Na, K, Ca dalam mg/kgβ = 4/3 apabila ToC < 100 0Cβ = 1/3 apabila ToC > 100 0C

Air panas yang digunakan untuk perhitungan geotermometer adalah tipe air klorida (Cl), karena air klorida yang memiliki pH sekitar netral merupakan air yang berasal dari reservoir. Pada daerah penelitian, air panas yang bertipe klorida hanyalah air panas Pulosari yang mengalami campuran dengan air sulfat (Gambar 4.6). Berdasarkan perhitungan geotermometer Na-K-Ca, reservoir air panas daerah penelitian mempunyai temperatur sekitar 295°C Berdasarkan kedua metoda pendugaan di atas didapatkan, bahwa temperature panasbumi di daerah penelitian adalah diatas 225 0C, mungkin mencapai 300 0C

Kehilangan panas alamiah total (total natural heat loss)

Kehilangan panas alamiah total (total natural heat loss) digunakan untuk mengetahui seberapa besar potensi cadangan panasbumi di daerah penelitan. Perhitungan untuk kehilangan panas alamiah total adalah penjumlahan dari perhitungan yang berdasarkan kenampakan manifestasi berupa mata air panas, kolam air panas, fumarola, dan kolam lumpur.

dengan :m =mass flow rate (kg/s) = V.ρf c = specific heat capacity (kJ/kg K)= 4,2 kJ/kg Kρf = densitas fluida (kg/m3) T = temperatur mata air panas (0C)V = volume flowrate (m3/s) T0 = temperatur udara rata-rata = 200ChfT, hfT0 = entalpi fluida (kJ/kg)Tabel 4.6 Hasil perhitungan kehilangan panas alamiah

Q = m (hfT – hfT0) ~ m c (T –

TNa-K-Ca (oC)Fournier (1979) = (1647/(log(Na/K) + [β x log √(Ca/Na)] + 2.24)) –273

Page 14: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Sehingga kehilangan panas alamiah totalnya (total natural heat loss) = 2445,02 kW ≈ 2,4 MW. Menurut Hochstein (1994), kehilangan panas alamiah yang menunjukan sistem temperatur tinggi adalah 30 -300 MW. Meskipun hilang panas alamiah daerah penelitian sekitar 2,4 MW, sistem ini termasuk ke dalam sistem temperatur tinggi dilihat dari kenampakan manifestasi fumarol yang hanya hadir pada sistem panasbumi temperatur tinggi.

Model Sistem Panasbumi

Page 15: GEOKIMIA 2 - Copy.docx

Berdasarkan dari tipe air panas, asal air panas serta geotermometer yang didapatkan dan dikorelasikan dengan peta geologi maka akan didapatkan system panasbumi seperti pada gambar 4.10, berdasarkan kenampakan manifestasi yang ada diperkirakan resevoir dan sumber panas berada di bawah dari manifestasi fumarol yang berada di Gunung Pagerkandang.

Gambar 4.10 Tentative model of Dieng geothermal the geology is based on Condon et al .(1996) and field observation.