thesis
DESCRIPTION
cTRANSCRIPT
EFISIENSI PEMASARAN PEDET JANTAN SAPI PERAH
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Untuk mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Agribisnis
Disusun Oleh :
Kamarullah M. Nur
NIM. 06750030
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2008
TESIS
EFISIENSI PEMASARAN PEDET JANTAN SAPI PERAH
Disusun oleh:
KAMARULLAH M. NUR
NIM. 06750030
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji
Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim, M.Si Ir. Harpowo, MP.
Pembimbing Pendamping
Ir. Dyah Erni W, MM Ir. Istis Baroh, MP
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu prasyarat
Untuk memperoleh gelar Magister
Tanggal ………………..
Dr. Achmad Habib, MA
Direktur
ABSTRAK
Kamarullah M. Nur. Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah. Dibimbing
oleh Jabal Tarik Ibrahim dan Dyah Erni. W.
Kata Kunci : Pedet Jantan, Pemasaran
Pemeliharaan pedet jantan sapi perah bagi petani peternak kurang
menguntungkan bahkan dapat mempengaruhi pendapatan dan menambah biaya
produksi, sehingga kebiasaan petani peternak menjual pedet jantan yang dimiliki
setelah berumur 2 – 4 bulan dengan harga yang relatif murah, karena
penentuharga ada pada pedagang perantara (blantik). Hal ini dapat terjadi karena
pengetahuan tentang pemasaran produk-produk peternakan terutama tentang harga
pedet jantan sapi perah tidak diketahui secara pasti dan mudah oleh petani
peternak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat efisiensi
pemasaran Pedet jantan sapi perah di Kota Batu.
Informasi dan pemahaman tentang pemasaran pedet jantan sapi perah
secara tepat dan efisien harus diketahui oleh petani peternak sehingga dapat
memperoleh harga jual yang layak. Masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana pola saluran pemasaran, berapa margin pemasaran, share harga dan
keuntungan serta efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah di lihat dari market
structure, market conduct dan market performance (SCP).
Jumlah responden adalah 60 orang yang terdiri dari 30 orang responden
petani peternak sapi perah yang merupakan anggota Gapoktan Sapi Perah Batu
Bersatu dan 30 orang responden mewakili lembaga pemasaran yang ditentukan
secara acak sederhana sesuai proporsi dan menyebar di tiga wilayah kecamatan
yaitu Batu, Bumiaji dan Junrejo Kota Batu. Analisis data dilakukan dengan
pendekatan analisis konsentrasi rasio, analisis elastisitas transmisi harga, dan
analisis deskriptif – Hay and Morris.
Metode yang digunakan adalah purposive atau dengan cara sengaja. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pemasaran pedet jantan sapi perah berada pada pasar
persaingan sempurna dan petani peternak sudah memperoleh harga yang layak,
sedangkan keuntungan tertinggi diperoleh oleh pedagang perantara/blantik.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak April
2008. Dengan judul “Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah pada anggota
Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Sapi Perah Batu Bersatu Kota Batu Jawa
Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim
M.Si dan Ibu Ir. Dyah Erni W, M.M., masing-masing selaku Pembimbing utama
dan pembimbing, serta Ir. Sutawi, MP., selaku Ketua Jurusan Program Agribisnis
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Penghargaan penulis
sampaikan juga kepada anggota Gapoktan Sapi Perah Batu Bersatu, penyuluh
THL – TBPP yang telah membantu pengambilan data dalam penelitian. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Pemkot Batu, Kepala Dinas Pertanian Kota
Batu, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga ananda sampaikan kepada Bapak, Ibu (Alm) dan istri
tercinta anak-anakku tersayang, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Malang, Nopember 2008
Penulis
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis yang berjudul “Efisiensi
Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 25 Nopember 2008
Kamarullah M. Nur
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Obi Maluku Utara, 16 Pebruari 1958 sebagai anak ke
3 (tiga) dari pasangan H. HM. Kamarullah dan Almarhumah Djubaidah Sangadji.
Pendidikan sarjana Muda di tempuh di Program Studi Produksi Ternak, Akademis
Peternakan Brahma Putra Yogyakarta, lulus tahun 1986. Pendidikan Sarjan di
tempuh di Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Islam
Malang, lulus tahun 1992. Pada tahun 2007 penulis mendapat ijin belajar dari
Pemkot Batu di Pasca Sarjana Program Magister Agribisnis Universitas
Muhammadiyah Malang.
Penulis adalah PNS pada Dinas Pertanian Kota Batu sejak tahun 2005.
Sebelumnya adalah fungsional guru pada SPP Negeri Ambon 1992 – 1999, Kasi
Pemantauan Kualitas Lingkungan merangkap PLT Kabid Pemantauan dan
Pemulihan pada BAPEDALDA Propinsi Maluku Utara 1999 – 2002, Camat Kec.
Obi Kabupaten Maluku Utara 2002 – 2004.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Manfaat .............................................................................................. 5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian ............................................................................... 6
2.2 Landasan Teori .................................................................................. 8
2.2.1 Pengertian Pemasaran dan Rantai Pemasaran ....................... 8
2.2.2 Efisiensi Pemasaran ............................................................... 11
2.2.3 Struktur Pasar ........................................................................ 15
2.2.4 Perilaku Pasar ........................................................................ 24
2.2.5 Tampilan Pasar ...................................................................... 27
2.2.6 Margin Pemasaran ................................................................. 28
2.3 Kerangka pemikiran ......................................................................... 33
2.4 Hipotesis ........................................................................................... 37
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ................................................ 38
3.2 Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 40
3.4 Definisi Operasional .......................................................................... 40
3.5 Metode Analisis Data ........................................................................ 41
3.5.1 Analisis Efisiensi Pemasaran ................................................. 42
3.5.1.1 Analisis Struktur Pasar ......................................................... 42
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Wilayah ................................................................... 45
4.1.1. Topografi .............................................................................. 45
4.1.2 Curah Hujan .......................................................................... 46
4.1.3 Jenis Tanah ........................................................................... 46
4.1.4 Batas Wilayah ....................................................................... 47
4.2 Keadaan Umum Peternakan ............................................................. 47
4.2.1 Data Populasi Ternak ............................................................ 48
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................... 49
5.2 Sistem Pemeliharaan Ternak ............................................................ 50
5.3 Karakteristik Responden ................................................................... 50
5.3.1 Umur Responden .................................................................. 51
5.3.2 Pendidikan Responden ......................................................... 53
5.3.3 Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden ........................ 55
5.3.4 Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan
Ternak Sapi ........................................................................... 56
5.3.5 Status Pemilikan Ternak ....................................................... 57
5.3.6 Jumlah Pemilikan Ternak ..................................................... 58
5.3.7 Kondisi Pendapatan Petani Ternak dari Setiap Ekor Pedet
yang Dijual ........................................................................... 59
5.4 Sistem Pemasaran Ternak ................................................................ 60
5.5 Analisa Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah ..................... 62
5.5.1 Analisis Struktur Pasar ......................................................... 62
5.5.2 Analisis Perilaku Pasar ......................................................... 67
5.5.3 Analisis Tampilan Pasar ....................................................... 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 79
6.2 Saran ............................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Struktur Pasar Bahan Makanan dan Serat .................................... 15
Tabel 5.1 Rincian Jumlah Anggota Rum ah Tangga Responden di
Wilayah Penelitian Tahun 2008 ................................................... 57
Tabel 5.2 Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi
Perah ............................................................................................. 58
Tabel 5.3 Jumlah Pemilikan dan Jumlah Penjualan Pedet Jantan Sapi
Perah dari Petani Peternak Tahun 2008 ....................................... 59
Tabel 5.4 Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah Tahun 2006 – 2008 ............. 61
Tabel 5.5 Volume Transaksi dan Konsentrasi Ratio Pedagang Perantara
Di Kota Batu Tahun 2008 ............................................................ 67
Tabel 5.6 Volume Transaksi dan Konsentrasi Rasio Antara Saluran
Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008 ... 68
Tabel 5.7 Share Harga Ternak Sapi Perah Yang Diterima Petani Peternak
Untuk Setiap Desa di Kota Batu Tahun 2008 .............................. 73
Tabel 5.8 Perbandingan Perbedaan Share Harga yang Diterima Petani
Menggunakan LSD ...................................................................... 74
Tabel 5.9 Harga Pedet Sapi Perah Jantan Berdasarkan Umurnya Tahun
2006-2008 .................................................................................... 75
Tabel 5.10 Perbandingan Harga Pedet Sapi Perah ......................................... 76
Tabel 5.11 Distribusi Keuntungan (Profit Margin) Pedagang dalam
Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008 ... 77
DAFTAR GAMBAR
1. Grafik Mekanisme Pasar ........................................................................ 10
2. Grafik Keadaan Pasar Persaingan Sempurna ......................................... 18
3. Grafik Pasar Monopolistik ...................................................................... 19
4. Grafik Pasar Monopoli ............................................................................ 20
5. Grafik Pasar Monopsoni ......................................................................... 22
6. Grafik Perusahaan pada Kondisi Oligopoli ............................................ 23
7. Grafik Fungsi Primer, Turunan dan Margin Pemasaran ......................... 31
8. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 38
9. Diagram Karakteristik Petani Peternak Berdasarkan Umur .................. 51
10. Diagram Karakteristik Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah
Berdasarkan Umur .................................................................................. 52
11. Diagram Karakteristik Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Berdasarkan
Umur ....................................................................................................... 52
12. Diagram Karakteristik Pedagang Perantara/Blantik Pedet Jantan Sapi
Perah Berdasarkan Umur ........................................................................ 53
13. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Petani Peternak Pedet Jantan
Sapi Perah ............................................................................................... 54
14. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Petani Penggemukan Pedet Jantan
Sapi Perah ............................................................................................... 54
15. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Pedagang Pengumpul Pedet
Jantan Sapi Perah .................................................................................... 55
16. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Pedagang Perantara/Blantik
Pedet Jantan Sapi Perah .......................................................................... 56
17. Skema Saluran Pemasaran Ternak Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu
Tahun 2008 ............................................................................................. 62
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Karakteristik Responden Petani Peternak Pedet Jantan Sapi Perah
2. Karakteristik Responden Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah
3. Karakterik Responden Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah
4. Karakteristik Responden Pedagang Perantara/Blantik Pedet Jantan Sapi
Perah
5. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Harga Pedet Sapi Perah
6. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Volume Perdagangan Pedet
Jantan Sapi Perah
7. Hasil Analisis Varian Perbandingan Harga Pedet Jantan Sapi Perah
8. Hasil Analisis Varian Share Harga
9. Post Hoc Test
10. Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan peternakan yang merupakan bagian integral dari pembangunan sektor
pertanian dan pembangunan Nasional, mendapat perhatian yang cukup besar dari
Pemerintah. Hal ini selain sebagai sumber protein hewani dalam upaya perbaikan
gizi masyarakat, peningkatan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan
kesejahteraan petani (Anonymous, 2006).
Usaha peternakan sapi perah yang di kembangkan oleh koperasi dan
swasta, telah dikelola secara komersial. Namun di tingkat petani masih sebagai
usaha skala keluarga dengan kepemilikan rata-rata 2–3 ekor setiap keluarga,
sehingga manajemen yang diterapkan juga seadanya.
Kota Batu termasuk salah satu daerah di Jawa timur yang selama ini telah
mengembangkan usaha peternakan khususnya sapi perah; melalui Pemda Kota
Batu dicanangkan sebagai kota Agropolitan dengan penekanan pembangunan
bertumpuk pada sektor pertanian secara luas. Pengembangan usaha peternakan
rakyat khususnya usaha peternakan sapi perah juga termasuk dalam rencana
pengembangan secara baik dan diperluas, karena selain sebagai usaha pokok
masyarakat juga limbah dari usaha peternakan tersebut diharapkan akan
bermanfaat dalam rangka mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.
Kota batu dengan penduduk 172.735 dan 37.000 kepala keluarga adalah
petani, khusus petani peternak sapi perah yang bergabung dalam gabungan
kelompok tani sapi perah Batu Bersatu sebanyak 576 anggota dengan penyebaran
populasi sapi perah sebanyak 6.335 ekor (Anonymous, 2007).
Pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian Kota Batu sejak tahun 2005
secara bertahap berupaya terus meningkatkan populasi ternak sapi perah melalui
bantuan langsung masyarakat (BLM) maupun kegiatan proyek pengadaan lainnya
yang disebarkan kepada petani peternak. Perkembangan sapi perah setiap tahun
ada kenaikan 5 - 7 persen. Populasi pedet jantan sapi perah tahun 2008 yaitu
sebanyak 259 ekor (Anonymouse, 2008). Pada sistem pengolahan sapi perah di
tingkat petani peternak keberadaan pedet jantan atau anak sapi yang berumur 0 – 7
bulan menjadi beban tersendiri dalam biaya produksi, untuk itu biasanya pedet
jantan sapi perah dijual setelah berumur 2 – 3 bulan yang langsung dibeli oleh
blantik dengan harga yang tidak menentu hal ini dapat terjadi karena informasi
tentang pemasaran pedet jantan sapi perah tidak diketahui oleh petani peternak
secara pasti.
Informasi dan pemahaman tentang pemasaran pedet jantan sapi perah
harus diketahui oleh petani peternak secara mudah dan bebas sehingga petani
peternak dapat memperoleh kepastian harga untuk menentukan layak atau tidak
ternaknya di jual, untuk itu perlu dilakukan pengamatan dalam sistem pemasaran
pedet jantan sapi perah sehingga masyarakat pemilik ternak dapat mengetahui
secara transparan sistem pemasaran ternak khususnya pemasaran pedet jantan sapi
perah.
Pemasaran merupakan aspek penting dalam proses produksi; ketersediaan pasar dapat memacu berkembangnya program dalam menerapkan teknologi sistem usaha tani, secara khusus pemasaran adalah hasil telaah atau evaluasi
terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomis dari produsen ke konsumen melalui pedagang perantara
(Anonymous, 1993), selanjutnya Fanani (2000) mengatakan bahwa pada prinsipnya pemasaran adalah pengalihan barang dari produsen ke konsumen, aliran barang tersebut dapat terjadi karena adanya lembaga pemasaran yang
tergantung dari sistem yang berlaku dan aliran barang yang dipasarkan. Dan salah satu lembaga pemasaran atau pelaku
pasar sistem tata niaga pedet jantan sapi perah adalah pedagang perantara atau blantik. Dalam kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminto, 1976) mengatakan bahwa blantik adalah cengkau, pengantara jual beli sapi, kuda, lembu, kambing,
domba dan sebagainya. Fungsi pemasaran pedet jantan sapi perah di kota Batu selama ini tidak berjalan sesuai yang
diharapkan, sehingga upaya-upaya untuk mendapat efisiensi dalam pemasaran perlu mendapat perhatian semua pihak. Keterampilan petani untuk menuju pelaksanaan pemasaran yang efisien memang terbatas hanya mempraktekkan
unsur-unsur manajemen saja, apalagi pemahaman informasi pasar masih rendah sehingga kesempatan-kesempatan
ekonomi menjadi sulit untuk dicapai (Soekartawi, 1989).
Dalam pemasaran ternak sapi pada umumnya proses pembentukan atau
penentuan harga selalu dikaitkan dengan urgensi kebutuhan uang tunai dari petani
peternak; bila petani peternak sangat membutuhkan uang tunai, ia hanya bertindak
sebagai price taker (penerima harga) saja, karena bargaining position (posisi
dalam tawar menawar) lemah, bahkan tidak jarang terjadi praktek-praktek
pemasaran yang merugikan petani peternak oleh para pedagang perantara atau
blantik.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitiktolak pada latar belakang penelitian ini, maka masalah yang perlu disimak dan
dicermati serta dicarikan solusinya adalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana pola saluran pemasaran pedet jantan sapi Perah yang terbentuk
di Kota Batu.
1.2.2 Berapa margin pemasaran, share harga dan keuntungan pemasaran pedet
jantan sapi Perah di Kota Batu.
1.2.3 Bagaimana efisiensi pemasaran pedet jantan sapi Perah di Kota Batu dilihat
dari analisis market structur, market conduct, dan market performance
(SCP).
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1.3.1 Untuk mengidentifikasi pola saluran pemasaran pedet jantan sapi Perah
yang terbentuk di Kota Batu.
1.3.2 Untuk mengetahui tentang keberadaan margin pemasaran, share harga, dan
keuntungan pemasaran pedet jantan sapi perah di Kota Batu,
1.3.3 Untuk menghitung efisiensi pamasaran dari pedet jantan sapi perah dilihat
dari analisis market structur, market conduct dan market performance
(SCP)
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1.4.1 Sebagai bahan informasi kepada petani sapi perah dalam
memasarkan ternak khususnya pedet jantan sapi perah melalui jalur mana yang
akan digunakan agar efisien.
1.4.2 Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi Dinas Pertanian Kota Batu dalam
upaya perbaikan lembaga petani sekaligus penataan efisiensi jalur
pemasaran ternak sapi pada umumnya
1.4.3 Sebagai bahan acuan dalam rangka penyusunan rancangan penyuluhan
1.4.4. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang pemasaran
pedet jantan sapi perah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaahan Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang analisis pemasaran ternak terutama pemasaran pedet jantan sapi
perah belum banyak dilakukan, khususnya yang menyangkut analisis
struktur, perilaku dan tampilan pasar. Oleh karena itu penulis respek untuk
melakukan penelitian tentang bagaimana, struktur, perilaku dan tampilan
pasar dari pedet jantan sapi perah dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya transaksi dari pedet jantan sapi perah di Kota
Batu. Walaupun sebenarnya sudah banyak dilakukan penelitian tentang
komoditas-komoditas pertanian lainnya di daerah lain di seluruh nusantara
ini, seperti Asmarantaka (1985) yang melakukan penelitian tentang
hubungan antara harga jagung yang diterima petani, biaya produksi,
margin pemasaran dan fasilitas pemasaran di provinsi Lampung. Pellokila,
dkk (1993) meneliti tentang pemasaran permintaan daging sapi di kota
Administratif Kupang melalui analisis biaya tataniaga, margin tataniaga,
keuntungan tataniaga dan efisiensi tataniaga dengan hasil yang cukup baik.
Idrus dan Widyantara (1996) melakukan penelitian tentang pemasaran
panili di Bali dengan hasil sebagai berikut: pasar panili di Bali tidak terintegrasi,
baik secara vertikal maupun horizontal sehingga struktur pasar yang ada
mengarah kepada pasar monopsoni. Sementara itu penelitian tentang struktur
pasar dalam pemasaran buah anggur di Bali yang dilakukan oleh Wardhana
(1993) diketahui bahwa struktur pasar buah anggur yang dihasilkan di Bali adalah
oligopsoni, dalam kondisi seperti ini pembeli bertindak selaku price setter
(penentu harga) sedangkan petani hanya sebagai price taker karena bargaining
positionnya lemah. Penelitian lain yang juga dilakukan di Bali oleh Darma
Setiawan (1997) tentang analisis pemasaran rumput laut yang mengkaji tentang
struktur, perilaku dan tampilan pasar diperoleh hasil bahwa pasar rumput laut di
Bali cenderung ke arah persaingan tidak sempurna (imperfect market) yakni pasar
oligopsoni.
Penelitian Tim Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi, (Anonymous,
1996) tentang analisis keterpaduan pasar pada sistem pemasaran komoditas
pangan strategis diperoleh hasil bahwa berdasarkan analisis biaya dan margin
pemasaran diketahui bahwa harga rata-rata yang diterima petani di bawah 50
persen dari harga di tingkat pengecer (konsumen). Relatif rendahnya harga yang
diterima petani ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan margin
keuntungan pemasaran yang diterima pedagang.
Sedangkan menurut hasil penelitian Kiptiyah dan Semaoen (1994) tentang
pemasaran bunga potong di Jawa Timur bahwa nilai korelasi antara harga di
tingkat konsumen dan harga di tingkat produsen untuk setiap jenis bunga berkisar
antara 0.584 – 0.957. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar korelasi antara
harga konsumen dan harga produsen maka kedua pasar tersebut semakin kuat
terintegrasi.
Berdasarkan telaahan terhadap beberapa hasil penelitian yang telah
dikemukakan di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa struktur pasar
komoditas pertanian mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna yakni
monopsoni atau oligopsoni yang pada hakekatnya sangat merugikan petani dalam
memasarkan komoditas yang dihasilkannya.
2.2 Landasan Teoritis
2.2.1 Pengertian Pemasaran dan Rantai Pemasaran
Definisi tentang pemasaran atau tataniaga telah banyak dikemukakan oleh para
ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran atau tataniaga
merupakan aktivitas yang ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga
dapat berpindah dari tangan produsen ke tangan konsumen.
Kohl dan Uhl (1980) mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan aktivitas bisnis
yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang usahatani
(farm gate) sampai ke tangan konsumen. Menurut Saefuddin (1982) bahwa
pemasaran merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya barang
dan jasa dari produsen ke konsumen.
Menyimak definisi pemasaran di atas, maka secara tegas dapat dikatakan bahwa
tujuan dari pada pemasaran adalah agar barang dan atau jasa yang
dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke
konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat
berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi
pemasaran. Fungsi pemasaran yang dimaksud tersebut meliputi: a) fungsi
pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan; b) fungsi fisik meliputi
pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan c) fungsi fasilitas yang
meliputi standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan
informasi harga. Fungsi-fungsi pemasaran ini dilakukan oleh lembaga
pemasaran sebagai upaya pemindahan barang dan jasa dari sektor produksi
ke sektor konsumsi.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Saefuddin (1982) bahwa rantai pemasaran atau
saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa dari
produsen melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba
di tangan konsumen.
Panjang pendeknya rantai pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas
tergantung dari : a) jarak antara produsen dan konsumen; b) cepat atau
tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak; c) skala produksi dan posisi
keuangan produsen. Pola rantai pemasaran untuk komoditas pertanian
berbeda dengan pola rantai pemasaran untuk produk/komoditas industri.
Lokasi fisik sebagai tempat terjadinya pembelian dan penjualan disebut pasar, ini
merupakan pengertian sederhana/sempit. Pengertian pasar dalam arti luas
atau pengertian menurut teori ekonomi adalah pertemuan antara
penawaran dan permintaan atau perpotongan antara kurva penawaran dan
kurva permintaan, di mana pada titik potong tersebut terbentuklah harga
yang merupakan keseimbangan antara jumlah yang ditawarkan oleh
produsen dan jumlah yang diminta atau diinginkan konsumen (Lipsey,
1985 dalam Widiyantara, 1995).
Kenyataan menunjukkan bahwa pasar itu terpisah dalam ruang (market spatial)
dan akan terjadi ketidakseimbangan pasar apabila di antara dua daerah, di
mana daerah yang satu mengalami kesulitan produksi (excess supply)
sedangkan daerah yang lain mengalami kekurangan permintaan (excess
demand). Kondisi seperti ini akan mengakibatkan arus perpindahan barang
dari daerah excess supply ke daerah excess demand pada akhirnya akan
terjadi keseimbangan, sebagaimana yang diperlihatkan pada grafik di
bawah ini.
0 QQx 0 QQy Q Qz0
D S
PyPz
SD D S
(a) (b) (c)
Gambar 2.1 Mekanisme Pasar
Berdasarkan grafik 2.1 di atas diketahui bahwa sebelum terjadi perdagangan,
harga di X sebesar Px (gambar a) lebih murah dari harga barang di Y
(gambar b) atau dapat dinyatakan sebagai berikut Px < Py. Selanjutnya
setelah terjadi perdagangan dengan asumsi bahwa tidak ada biaya transfer
yang dikeluarkan oleh pedagang maka akan terjadi kenaikan harga di X
karena sebagian produk di bawa ke Y oleh pedagang, maka harga pokok di
Y akan turun. Proses perdagangan akan berhenti pada saat harga pokok di
X sama dengan harga pokok produk tersebut di Y. Selanjutnya apabila ada
biaya transfer atau pajak maupun kendala lainnya, perpindahan produk
akan terus berlanjut dari pasar dengan harga produk yang lebih rendah ke
pasar di mana harga produk tersebut lebih tinggi. Perdagangan akan
terhenti atau telah tercapai keseimbangan apabila perbedaan harga antara
dua pasar tersebut hanya sebesar biaya transfer (Azzaino, 1981).
Dalam menganalisis hasil penelitian ini dilakukan dengan pendekatan organisasi
pasar yang meliputi struktur, perilaku dan tampilan pasar atau yang
dikenal dengan analisis S – C – P (Structure, Conduct, Performance). Pada
awalnya analisis ini hanya digunakan untuk menganalisis organisasi pasar
dalam sektor industri di negara-negara industri maju seperti Amerika
Serikat, namun belakangan telah banyak digunakan untuk menganalisis
produk-produk pertanian (Alhusniduki, 1991).
2.2.2. Efisiensi Pemasaran
Problematika utama dalam pemasaran komoditas pertanian adalah bagaimana
upaya yang seharusnya dilakukan agar jasa lembaga pemasaran
memuaskan petani produsen dan konsumen produk pertanian, artinya
bahwa dalam pengaliran produk pertanian dari petani produsen sampai di
konsumen secara efisien.
Kohl dan Url (1980) mendefinisikan efisiensi pemasaran sebagai peningkatan
ratio output dan input yang dapat dicapai dengan cara: 1) output
tetap/konstan sedangkan input berkurang; 2) output meningkat dan input
tetap; 3) output meningkat dengan persentase yang lebih besar
dibandingkan dengan persentase kenaikan input dan 4) output berkurang
dengan persentase yang lebih rendah dari persentase penurunan input.
Untuk mengetahui efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan pengukuran: 1)
efisiensi teknis/operasional yang mengukur produktifitas pelaksanaan jasa
Px
pemasaran di dalam perusahaan dan 2) efisiensi alokatif (efisiensi harga)
yang mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya produksi dan
biaya pemasaran secara memadai pada sistem pemasaran secara
keseluruhan.
Efisiensi teknis dinyatakan dalam ratio output pemasaran terhadap inputnya:
Efisiensi Operasional = PemasaranInput
PemasaranOutput
Prinsipnya pengukuran efisiensi ini adalah kegiatan fisik, misalnya output per jam
kerja. Sebenarnya dalam pemasaran pengukuran efisiensi operasional sama
artinya dengan pengurangan biaya.
Dalam efisiensi alokatif diasumsikan bahwa output dan input berbentuk fisik yang
tetap, yang berhubungan dengan pencerminan biaya output yang bergerak
melalui sistem pemasaran. Harga yang dibayar oleh konsumen terhadap
barang yang dibeli harus mencerminkan secara tepat semua biaya dan
harga produk. Apabila tidak terjadi seperti ini, maka pasar tersebut berada
dalam keadaan persaingan tidak sempurna seperti monopoli/oligopoli
maupun monopsoni/oligopsoni. Menurut Soekartawi (1993) bila
keuntungan yang diperoleh sebagai akibat pengaruh harga maka dapat
dikatakan bahwa pengalokasian faktor produksi memenuhi efisiensi harga.
Menurut Mubyarto (1991) bahwa suatu sistem pemasaran dikatakan efisien
apabila memenuhi 2 syarat : Pertama mampu menyampaikan hasil-hasil
dari produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan
kedua mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga
yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam
produksi dan pemasaran barang itu.
Sementara itu menurut Tornek dan Robinson (1977) bahwa efisiensi pemasaran
itu dapat dibedakan menjadi efisiensi operasional dan efisiensi alokatif
atau efisiensi harga. Efisiensi operasional atau efisiensi teknis
penekanannya pada kemampuan meminimumkan biaya-biaya dalam
melakukan fungsi pemasaran. Sedangkan dalam efisiensi harga atau
efisiensi ekonomis adalah pada kemampuan keterkaitan harga dalam
mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen.
Yang sering menjadi indikator dalam mencermati efisiensi operasional adalah
margin pemasaran, yakni perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen
akhir dengan harga yang diterima pada tingkat petani. Margin pemasaran
ini terdiri dari biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan
pemasaran (marketing profit). Semakin besar biaya pemasaran dan atau
semakin besar keuntungan pemasaran suatu komoditas, maka margin
pemasaran semakin besar yang menyebabkan sistem pemasaran menjadi
tidak efisien.
Sedangkan efisien harga ditunjukkan oleh korelasi antara harga di tingkat
konsumen dengan harga di tingkat produsen. Menurut Azzano (1982)
bahwa untuk melihat efisiensi harga digunakan analisis integrasi pasar
secara vertikal. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga
dari salah satu pasar disalurkan/diteruskan ke pasar lainnya.
Bila disimak dari efisiensi operasional maupun efisiensi harga, maka suatu sistem
pemasaran dikatakan efisien apabila untuk suatu komoditas yang mengalir
melalui berbagai lembaga pemasaran dari produsen ke konsumen
diperlukan margin pemasaran yang rendah dan tingkat korelasi yang
tinggi. Kendati demikian hal ini bukanlah merupakan suatu patokan harga
mati yang tidak dapat diganggu gugat, sebab dapat saja terjadi bahwa pada
kasus tertentu margin pemasaran tinggi dan korelasi harga juga tinggi.
Oleh karena itu margin pemasaran dan korelasi harga sebagai indikator
efisiensi pemasaran tidak lagi saling melengkapi sehingga diperlukan
indikator lain.
Sehubungan dengan hal di atas, maka Saefuddin (1982) menyatakan bahwa ada
dua konsep yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pemasaran
yakni konsep input output ratio dan konsep S-P-C (Structure, Performance
dan Conduct) atau struktur, tampilan dan perilaku. Input adalah berbagai
ramuan dari tenaga kerja, dan manajemen yang digunakan oleh lembaga-
lembaga pemasaran dalam proses pemasaran. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Apabila terjadi suatu
perubahan yang menyebabkan biaya input untuk menghasilkan suatu
barang dan atau jasa meningkat dengan tidak mengurangi kepuasan
konsumen dikatakan sebagai peningkatan efisiensi. Sedangkan apabila
terjadi perubahan yang menyebabkan adanya penurunan biaya input tetapi
tidak mempertahankan atau tidak diikuti dengan peningkatan kepuasan
konsumen maka dikatakan terjadi penurunan efisiensi. Penggunaan konsep
efisiensi seperti ini sangat sulit karena adanya kesulitan dalam mengukur
tingkat kepuasan (Atmakusuma, 1984).
Menurut Alhusniduki, dkk (1991) bahwa kelemahan karena adanya penambahan
biaya pemasaran seringkali diperlukan penambahan jasa kepada
konsumen, tetapi penambahan jasa tidak selalu dicerminkan dalam
pertambahan nilai produk yang dipasarkan. Sebaliknya dengan
menurunnya nilai produk mungkin disebabkan oleh penurunan harga di
tingkat konsumen, sehingga standar dalam pendekatan ini tidak ada.
Karena itu pendekatan yang lebih tepat, dan lebih banyak digunakan di
negara-negara maju terutama Amerika Serikat, dan kini mulai digunakan
di negara-negara yang sedang berkembang dalam mengukur efisiensi
pemasaran adalah dengan analisis struktur pasar (market structure),
perilaku pasar (market conduct) dan tampilan pasar (market performance).
2.2.3 Struktur Pasar
Struktur dimaksudkan sebagai karakteristik organisasional suatu pasar yang dalam
prakteknya adalah menentukan hubungan antara pembeli dan penjual di
pasar, dengan penjual potensial yang akan masuk pasar.
Menurut Azzaino (1981) struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan
definisi industri dan perusahaan mengenai jumlah yang ada di pasar,
distribusi perusahaan dengan berbagai ukuran dan diferensiasi produk serta
syarat-syarat keluar masuk pasar. Struktur pasar ini dapat dibedakan
menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna
yang meliputi pasar monopoli/monopsoni dan pasar oligopoli/oligopsoni.
Dahl dan Hammond (1977) membedakan struktur pasar hasil pertanian
sebagai berikut:
Tabel 1. Struktur Pasar Bahan Makanan dan Serat
Karakteristik Struktural Struktur Pasar
Jumlah
Perusahaan
Bentuk
Produk
Sisi Penjual Jumlah
Pembeli
Banyak Standar Persaingan
Murni
Persaingan
murni
Banyak Berbeda Persaingan
Monopolistik
Persaingan
Monopsonistik
Sedikit Standar Oligopoli
Murni
Oligopsoni
Murni
Sedikit Berbeda Oligopoli
Diferensiasi
Oligopsoni
Diferensiasi
Satu Unik Monopoli Monopsoni
Taken dan Asnawi (1977) membedakan struktur pasar atas persaingan sempurna
dan persaingan tidak sempurna. Pada kondisi pasar yang berbeda sistem
pemasarannya pun berbeda. Pasar dengan persaingan tidak sempurna
dibedakan menjadi pasar monopoli, pasar monopsoni, pasar oligopoli, dan
pasar oligopsoni.
Struktur pasar menurut Miller dan Meiners (1994) dibedakan menjadi pasar
persaingan sempurna, pasar monopoli, persaingan monopolistik dan pasar
oligopoli. Koutsoyiannis (1982) membedakan struktur pasar menjadi pasar
persaingan sempurna, pasar monopoli dan persaingan monopolistik.
Sedangkan menurut Handerson dan Quandt (1980) struktur pasar terdiri
dari pasar persaingan sempurna, monopsoni dan oligopsoni.
Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur pasar
dapat dilakukan dengan : 1) konsentrasi penjual; 2) konsentrasi pembeli; 3)
kendala masuk pasar dan 4) diferensiasi produk. Sedangkan menurut
Stiffel (1975) bahwa struktur pasar menunjukkan karakteristik yang
mempengaruhi perilaku pedagang dan tampilannya, yang dapat dilihat dari
3 unsur masing-masing : a) ratio konsentrasi, b) elastisitas suplai dan c)
keadaan masuk pasar.
Struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat dari koefisien regresi harga
antara tingkat pasar tertentu dengan tingkat pasar yang lebih rendah.
Sexton, King dan Carman, 1991 menyatakan bahwa untuk mengetahui dua
pasar terintegrasi atau tidaknya dapat dilakukan dengan analisis regresi
dengan harga di tingkat pasar ke-i sebagai variabel terikat dan harga di
tingkat ke-i + 1 dan selisih biaya transportasi sebagai variabel bebas.
Apalagi koefisien regresinya sama dengan satu, maka dapat dikatakan
bahwa pasar dalam keadaan persaingan sempurna, sedangkan apabila
koefisien regresinya lebih kecil dari satu, maka pasar cenderung ke arah
monopoli dan jika lebih besar dari satu maka pasar cenderung ke erah
monopsoni.
Suatu pasar dikatakan berada dalam keadaan persaingan sempurna apabila
memenuhi syarat-syarat berikut: (1) jumlah pembeli dan penjual sangat
banyak sehingga peranan pembeli maupun penjual secara individual tidak
mampu mempengaruhi harga pasar yang ada dengan meningkatkan jumlah
pembelian maupun jumlah penjualan; (2) Produk yang dihasilkan adalah
homogen. Homogenitas di sini dimaksudkan sebagai karakteristik teknis
maupun jasa yang diperlukan pemasarannya sama; (3) mobilitas faktor
produksi ke dalam pasar tidak ada hambatan sama sekali; (4) informasi
pasar sempurna dan diperoleh secara gratis, bukan hanya saat ini tetapi
juga pada waktu yang akan datang. Suatu contoh dapat diberikan di sini
adalah petani padi yang menghasilkan beras. Produsen terdiri dari banyak
sekali petani yang menghasilkan beras terstandar untuk dijual di pasar.
Petani di sini seperti halnya pimpinan perusahaan yang menghadapi
berbagai macam biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan padi.
Biaya yang dikeluarkan tersebut meliputi biaya tetap (BT), biaya varibel
(BV) dan biaya marginal (BM). Sebaliknya harga pokok yang dihasilkan
dalam hal ini beras adalah tetap. Dalam keadaan pasar persaingan
sempurna, petani tidak mungkin dapat mempengaruhi harga pasar secara
individu, (tentunya dengan asumsi bahwa tidak campur tangan
pemerintah). Keadaan ini dapat digambarkan dengan grafik seperti di
bawah ini dengan kurva-kurva: biaya rata-rata (BR) dan biaya marginal
(BM) (Masyrofie, 1993).
0 Q Jumlah
d = H = MR
BR
BM
H
P
Gambar 2.2. Keadaan Pasar Persaingan Sempurna
Keterangan : BR = Biaya rata-rata
BM = Biaya marginal
MR = Penerimaan Marginal
Berdasarkan grafik 2.2 di atas, maka petani akan berproduksi pada titik Q pada
saat BM = MR. Keadaan ini merupakan keseimbangan jangka panjang.
Apabila harga naik, maka produsen lain akan masuk pasar sampai BM =
MR = BR, sebaliknya bila harga turun maka petani atau produsen akan
keluar dari pasar sampai BM = MR = BR kembali. Kondisi seperti ini
petani tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar, oleh
karena itu hanya menerima harga berlaku di pasar (hanya bertindak
sebagai price taker). Untuk meningkatkan pendapatan, satu-satunya adalah
dengan menekan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk
(biaya produksi). Karenanya dalam pasar persaingan sempurna biaya rata-
rata adalah terendah.
Bentuk pasar dengan persaingan monopolistik, mungkin bisa dilihat dari pasar
pakan ternak. Produk ini untuk kebutuhan yang sama tetapi dapat saja
terjadi perbedaan konsentrasi bahan yang digunakan atau mungkin pula
pembeli yakin bahwa pakan yang dihasilkan peruashaan A berbeda dari
yang dihasilkan perusahaan B, kendati kenyataannya sama saja. Oleh
karena itu pembeli mau saja membeli dalam keadaan harga yang berbeda
yang ditawarkan oleh produsen yang berbeda-beda.
Melalui perbedaan produk, suatu perusahaan kecil akan dapat beroperasi
sebagaimana perusahaan monopoli. Mereka akan mempunyai BM dan BR
sebagai kendala biaya dalam persaingan murni. Akan tetapi produknya
yang berbeda-beda dari perusahaan lain, maka bentuk kurva
permintaannya menurun dari kiri atas ke kanan bawah (D). Hal ini berarti
bahwa mereka harus menerima harga yang rendah kalau akan menambah
produk yang akan ditawarkan untuk meningkatkan volume penjualan.
Bentuk pasar monopolistik ini dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
0 Q1 Jumlah
BR
BM
H
Harga
D
MR
Grafik 2.3. Pasar Monopolistik
Keterangan : BM = Biaya Marginal
BR = Biaya rata-rata
MR = Marginal Revenue
Jumlah permintaan yang terjadi adalah sebesar OQ1 pada BM = MR, dan harga
produk sebesar H. Produsen dapat merubah harga dengan merubah
produksi, iklan atau aktivitas promosi lainnya.
Pasar monopoli adalah suatu struktur pasar dengan hanya satu perusahaan
yang menjual produk di pasar. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan lain
tidak dapat memasuki pasar tersebut. Sukirno (1995) menyatakan bahwa
ada beberapa hal suatu perusahaan bersifat monopoli antara lain : a)
menguasai bahan baku yang strategis untuk menghasilkan produk yang
akan dijual; b) menguasai teknik produksi yang spesifik; c) hak paten; d)
mendapatkan lisensi dari pemerintah dan e) skala perusahaan besar.
Bagaimana seorang monopolis mendapatkan laba maksimum dapat dilihat
pada grafik berikut ini.
0 Q1 Jumlah
MR
D
BM
BTRA
B
CH3
H2
H1
Hrg
Grafik 2.4 Pasar Monopoli
Keterangan : Hrg = Harga
BTR = Biaya Total Rata-Rata
BM = Biaya Marginal
MR = Marginal Revenue
Pada grafik 2.4 nampak bahwa keuntungan maksimum tercapai pada saat BM =
PM dengan jumlah produksi dan permintaan pasar sebesar OQ pada harga
H1. Perbedaan harga H1 dan H2 adalah keuntungan monopolis.
Apabila monopolis memproduksi sebanyak Q akan dijual dengan harga yang lebih
tinggi yakni H1. Padahal dalam keadaan keuntungan maksimum (BM =
MR) harga produk yang sebenarnya hanya sebesar H3. Ditetapkannya
harga sejumlah produk (Q) sebesar H1, perusahaan berada dalam keadaan
kelebihan laba (excess profit) yaitu seluas daerah H1H2AB, hal inilah
yang menyebabkan inefisiensi karena faktor-faktor penyebab monopoli
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Suatu pasar dikatakan sebagai pasar monopsoni apabila di dalam pasar tersebut
hanya terdapat satu pembeli, sedangkan penjual atau produsennya banyak.
Hal ini dapat dijumpai pada pemasaran hasil pertanian di tingkat petani
produsen. Dalam struktur pasar ini kurva penawarannya mempunyai slope
positif, yang berarti bahwa harga produk dipengaruhi oleh pembelian
monopsoni. Makin besar pembelian monopsoni akan suatu produk maka
harga produk tersebut makin tinggi dan sebaliknya.
Suatu perusahaan monopsoni yang bermaksud memaksimumkan keuntungannya,
maka penggunaan input sampai pada suatu jumlah di mana nilai produk
marginal dari faktor produksi tersebut (NPMF) sama dengan biaya faktor
marginalnya (NPMF = BFM), sedangkan harga dari input ditentukan oleh
titik-titik sepanjang kurva penawaran. MRP adalah tambahan terhadap
total revenue sebagai sumbangan dalam menggunakan satu input,
sedangkan BFM adalah tambahan terhadap biaya total sebagai akibat
tambahan penggunaan satu satuan input. Oleh karena itu selama MRP >
BFM, penambahan dalam penggunaan input akan tetap meningkatkan
keuntungan. Sebaliknya, bila MRP < BFM, kerugian akan bertambah
dalam menambah produksi dengan menggunakan input tersebut. Jadi
keuntungan akan maksimum dalam menggunkan input jika berproduksi
pada BFM = MRP. Kesamaan ini terjadi pada titik potong E dalam gambar
di bawah ini.
0 Q Quantity
H3
H2
H1
Harga
Q1
E
S
F
MRP
BFM
Grafik 2.5 Pasar Monopsoni
Pada gambar di atas, OQ adalah jumlah input yang digunakan, berhubungan
dengan titik F pada kurva penawaran. Karena itu, OQ satuan input akan
ditawarkan pada harga H2 per satuan. Jadi H2 adalah harga keseimbangan
pasar input yang berhubungan penggunaan input sebanyak OQ (Azzaino,
1981).
Pasar oligopoli adalah suatu keadaan pasar di mana hanya terdapat beberapa
penjual dan masing-masing pengusaha berusaha untuk mempengaruhi
harga pasar, akan tetapi juga harus memperhatikan tindakan rivalnya, baik
dalam bentuk produksi maupun aktivitas penjualan produk serta harga.
Dalam hal ini, kurva permintaan akan putus (kinked demand curve) karena
setiap pesaing gagal mengikuti kenaikan harga, bahkan selalu bersesuaian
dalam keadaan harga turun. Hal inilah yang menyebabkan
ketidakberlanjutan kurva MR (grafik 5).
0 Q E F Quantity
MR
D
C
B
AF'
A'
BR
BM
H1
H2
Grafik 2.6: Perusahaan pada kondisi oligopoli
Pada waktu H1, perusahaan menjual produk sebanyak OQ. Oligopolis yakin
bahwa apabila ia menurunkan harga penjualan maka rivalnya akan
mengikuti jejaknya dalam penurunkan harga dan jumlah penjualan akan
meningkat sesuai dengan kurva permintaan BF. Akan tetapi apabila
oligopolis menaikkan harga, sedangkan rivalnya tidak ikut menaikkan
harga maka kurva permintaan yang dihadapi oleh oligopolis adalah AB
(relatif mendatar). Jadi kurva ABF adalah kurva permintaan oligopolis
(Sudarsono, 1995).
Kurva permintaan marginal (PM) merupakan kurva terputus ACDF. Oligopolis
akan mencapai keuntungan maksimum pada saat BM = BR. Pada kondisi
seperti ini produk dijual dengan harga H1 dengan jumlah produk sebanyak
OQ. Jika oligopolis menurunkan harga maka harga akan mengikuti kurva
permintaan BF, bukan kelanjutan kurva AB dan Q bertambah banyak.
Kurva permintaan untuk penurunan harga ini lebih curam dari pada kurva
permintaan pada saat kenaikan harga.
Pada pasar oligopsoni akan terjadi sebaliknya. Jika oligopsonis meningkatkan
harga pembelian inputnya, maka rivalnya akan mengikuti jejaknya dengan
manikkan harga pembelian input. Sedangkan apabila terjadi sebaliknya
maka rivalnya tidak akan menurunkan harga pembeliannya.
Dahl dan Hammond (1977), Purcell (1979) menyatakan bahwa untuk mengukur
struktur pasar dapat dilakukan dengan : a) konsentrasi penjual, yaitu
apabila 4 : 10 perusahaan menjual 82% dari total produk (konsentrasi
produk 82%) berarti dalam industri atau perusahaan 82% aktivitas
ekonomi dikendalikan oleh 4 perusahaan tersebut; b) konsentrasi pembeli
merupakan kebalikan dari konsentrasi penjual yaitu apabila konsentrasi
pembeli 82% berarti 82% dari produk yang ada dikuasai oleh 4 perusahaan
tersebut; c) kendala masuk pasar dan d) diferensiasi produk.
Menurut Abbot dan Mahekam (1990) bahwa ada strategi pokok dalam mengukur
struktur pasar yaitu : 1) ukuran relatif dari perusahaan dan 2) hubungan
bisnis dari perusahaan, apakah bebas ataukah berada dalam suatu sistem
manajemen.
2.2.4 Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku lembaga pemasaran dalam
menyesuaikan diri dengan pasar di mana ia melaksanakan pembelian dan
penjualan produk.
Clindiff (1988) dalam Widiyantara (1995) menyatakan bahwa ada dua pengaruh
pokok yang mempengaruhi pembeli yakni pengaruh individu dan pengaruh
lingkungan. Yang termasuk dalam pengaruh individu adalah kebutuhan,
motivasi, persepsi, belajar dan sikap. Sedangkan yang termasuk dalam
pengaruh lingkungan adalah pengaruh keluarga, budaya, ekonomi, sosial
dan bisnis. Dalam kaitan dengan pengaruh, baik individu maupun
lingkungan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas maka Lawang
(1986) dalam Widiyantara (1995) menyatakan bahwa perilaku manusia
bila dikaitkan dengan pertukaran, maka perilaku tersebut dipengaruhi oleh
faktor biaya, imbalan dan keuntungan. Sekelompok atau seseorang
mempunyai perilaku tertentu merupakan refleksi dari pertimbangan-
pertimbangan terhadap biaya yang telah dikeluarkan, kemungkinan
imbalan yang akan diterima/diperoleh dan bentuk keuntungan diperoleh
atau diharapkan.
Saefuddin (1982) mengemukakan salah satu kriteria yang cocok untuk
merumuskan suatu situasi pasar yang dapat mengoptimumkan keuntungan
sosial dan memaksimumkan efisiensi pemasaran adalah perilaku pasar
yang meliputi: 1) praktek-praktek penentuan harga yang mendorong
terjadinya grading dan standarisasi produk; 2) seragamnya biaya
pemasaran; 3) praktek-praktek penentuan harga bebas dari kolusi dan
taktik-taktik yang tidak jujur, maupun perdagangan gelap; 4)
kebijaksanaan harga yang mendorong perbaikan mutu produk dan
meningkatkan kepuasan konsumen.
Perilaku pasar dapat juga dilihat dari integrasi pasar, yang meliputi integrasi
vertikal dan integrasi horizontal. Yang dimaksud dengan integrasi adalah
penggabungan kegiatan dalam pemasaran dalam satu sistem manajemen.
Dengan demikian maka integrasi vertikal merupakan penggabungan proses
dan fungsi dua atau lebih lembaga pemasaran pada tahap distribusi ke
dalam satu sistem manajemen. Sedangkan integrasi horizontal adalah
penggabungan dua atau lebih lembaga pemasaran yang melakukan fungsi
yang sama pada tahap distribusi yang sama pula ke dalam satu sistem
manajemen.
Makna penting dari integrasi vertikal yakni akan menurunkan biaya pemasaran
sehingga menguntungkan konsumen. Sebaliknya integrasi horizontal akan
dapat memperkuat posisi produsen atau perusahaan dan menghindarkan
persaingan dengan perusahaan sejenis (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Sementara itu menurut Alhusniduki (1991) bahwa analisis integrasi pasar
secara horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga
berjalan secara serentak atau tidak. Alat analisis yang digunakan adalah
korelasi harga antara pasar yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan
analisis integrasi pasar secara vertikal digunakan untuk melihat secara
kasar keadaan pasar pada tingkatan lokal, kecamatan, kabupaten, kota dan
provinsi. Selain itu analisis mampu menjelaskan kekuatan tawar menawar
antara petani dengan lembaga pemasaran, atau antara lembaga tingkat
bawah dengan lembaga perantara yang di atasnya.
Secara teoritis kalau pasar berjalan secara bersaing sempurna, maka:
Pj = (b1 + b2) + Pi (1)
dimana : Pj = Harga pada tingkat pasar ke-i
Pi = Harga pada tingkat pasar ke-i+1
b1 = Biaya pemasaran (biaya transportasi)
b2 = Keuntungan lembaga pemasaran
Dengan asumsi bahwa b1 dan b2 adalah konstan terhadap satuan komoditas yang
dijual maka
Pj = a + Pi (2)
Oleh karena itu jika pasar berada dalam keadaan bersaing sempurna, maka:
Pj = a0 + a1P1 (3)
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan jika:
a1 < 1 → Terjadi monopoli penjualan dari lembaga pemasaran
dari tingkat pasar yang satu dengan tingkat pasar yang
di atasnya
a1 = 1 → Pasar berjalan dalam keadaan bersaing sempurna
a1 > 1 → Terjadi monopsoni pembelian dari lembaga pemasaran
yang di atas dengan yang di bawahnya.
2.2.5 Tampilan Pasar
Tampilan pasar merupakan hasil akhir yang timbul akibat penyesuaian-
penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar
tertentu di mana mereka beroperasi. Stiffel (1975) menyatakan bahwa
tampilan pasar adalah hubungan struktur pasar dengan perilaku pasar
dalam hal kebijaksanaan harga dan produk. Tampilan ini dapat diukur dari
efisiensi penggunaan sumber daya, tidak adanya keuntungan monopsoni,
perbaikan sistem pemasaran yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Tampilan pasar dapat pula dipengaruhi oleh persaingan non harga, seperti upaya
promosi, adanya perbaikan produk sehingga lebih tahan lama, lebih mudah
diperbaiki dan sebagainya.
Azzaino, (1981) menyatakan bahwa tampilan pasar dapat dilihat dari tingkat
harga, margin, keuntungan investasi dan pengembangan produk. Tampilan
pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima oleh petani
(farmer’s share). Bagian harga yang diterima merupakan ratio antara
harga penjualan petani dengan harga penjualan pengecer atau harga
konsumen. Secara matematis dapat dinyatakan:
Fs = %100xPr
Pf (4)
Dimana : Fs = Farmer’s share
Pf = Harga jual di tingkat petani
Pr = Harga jual di tingkat pengecer
Share keuntungan, lembaga pemasaran ke-i :
Ski = %100xPfPr
Ki
− (5)
Ki = Pji – Pbi – bij (6)
Dimana : Ski = Share keuntungan lembaga pemasaran
Ki = Keuntungan lembaga pemasaran
Pji = Harga jual lembaga pemasaran ke-i
Pbi = Harga beli lembaga pemasaran ke-I
Pr = Harga beli konsumen
Pf = Harga jual petani
bij = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran
2.2.6 Margin Pemasaran
Margin pemasaran dimaksudkan sebagai perbedaan harga suatu komoditas yang
diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Margin
pemasaran terdiri dari biaya untuk menyalurkan atau mendistribusikan
atau memasarkan dan keuntungan lembaga pemasaran.
Pada umumnya margin pemasaran bersifat dapat berubah menurut waktu dan
keadaan ekonomi dan tergantung pula pada harga yang dibayar konsumen.
Bila harga konsumen itu kecil, turun/berkurang maka produsen menerima
harga yang relatif rendah/kecil. Dan bila harga yang dibayar oleh
konsumen naik, maka produsen akan menerima harga yang relatif lebih
besar. Biasanya margin pemasaran itu bersifat fleksibel secara relatif atau
tidak banyak berubah, misalnya harga suatu barang naik, tetapi biaya
pemasaran tepat, maka harga yang diterima produsen menjadi lebih besar
(Atmakusuma, 1984). Dikatakan pula bahwa margin pemasaran dapat
menjadi konstan pada kondisi-kondisi tertentu, kendatipun jumlah yang
dipasarkan atau ditawarkan berubah dan pada kondisi yang lain margin
pemasaran itu berubah. Jika fungsi penawaran elastisitas sempurna
(horizontal) maka margin pemasaran konstan walaupun permintaan
meningkat.
Apabila harga suatu komoditas tetap, maka margin pemasaran berikut
pendistribusian akan berlainan, karena (1) sifat komoditas itu sendiri,
misalnya untuk komoditas pertanian dengan sifat yang cepat membusuk
atau perishable mempunyai resiko besar sehingga margin pemasaran yang
lebih besar dari pada komoditas yang tahan lama; (2) adanya perlakuan
pengolahan hasil; (3) adanya organisasi yang terorganisir dan tidak
terorganisir, (4) kesediaan membayar dari pada konsumen terhadap suatu
komoditas yang ingin dibelinya.
Keuntungan lembaga pemasaran merupakan bagian dari margin pemasaran, dan
ditentukan oleh faktor-faktor berikut : (a) harga modal dari barang; (b)
jumlah komoditas yang dijual dan (c) keuntungan yang diperhitungkan
sebagai cadangan dari penanggungan resiko, apabila dibandingkan dengan
perubahan harga, maka margin itu sebenarnya relatif stabil atau auflexility
marketing margin. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran
yang ditentukan oleh jumlah atau volume penawaran barang, permintaan
dan tidak tergantung pada harga barang.
Untuk mengurangi margin pemasaran dapat dilakukan dengan : 1) mengurangi
biaya pemasaran; 2) memperbaiki sistem informasi pasar, memperkuat
posisi tawar menawar (bargainning position) dari produsen dan 3)
stabilitas harga produk.
Mengurangi biaya pemasaran dapat ditempuh dengan cara : 1) mengoptimumkan
jumlah dan besarnya lembaga pemasaran yang menyelenggarakan fungsi-
fungsi pemasaran; 2) memperbaiki cara kerja dari setiap lembaga
pemasaran, misalnya dengan cara self service, iklim usaha yang baik dan
dengan cara menyederhanakan sistem distribusi barang.
Keuntungan lembaga pemasaran yang berlebihan dapat pula diperkecil dengan
cara : 1) memperbaiki resiko teknis dan ekonomis; 2) memperbaiki
struktur pasar yang bersaing terlalu hebat, misalnya monopsoni, oligopoly
dan sebagainya. Usaha perbaikan biaya pemasaran dan tingkat keuntungan
lembaga tersebut akan dapat meningkatkan efisiensi pemasaran.
0 Q Jumlah
Pf
Pr
Harga
Dd Permintaan Turunan
Dp Permintaan Primer
Sp Penawaran Primer
Sd Penawaran Turunan
Gambar 2.7 Fungsi Primer, Turunan dan Margin Pemasaran
Thomek dan Robinson (1977) menyatakan bahwa margin pemasaran adalah
perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima
produsen; atau disebut juga sebagai pungutan balas jasa bagi lembaga
pemasaran. Di dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu 1)
biaya pemasaran (marketing cost) yaitu imbalan terhadap faktor-faktor
yang dipakai dalam proses pemasaran terdiri dari upah, sewa, bunga dan
keuntungan; 2) marketing charge yaitu imbalan terhadap jasa yang
diberikan oleh lembaga pemasaran mulai dari pedagang pengumpul,
pedagang perantara, pedagang besar, processor maupun pengecer (grafik
2.7).
Berdasarkan grafik 2.7 di atas, terlihat bahwa margin pemasaran merupakan
perbedaan harga konsumen (Pr) yang juga sebagai permintaan primer
dengan harga yang diterima produsen (Pf) juga sebagai permintaan
turunan dari suatu komoditas. Permintaan primer merupakan permintaan
atas harga dan jumlah pada tingkat konsumen. Sedangkan permintaan
turunan merupakan hubungan antara harga dan jumlah dalam mana petani
bersedia menjual produknya. Dengan demikian permintaan primer
merupakan permintaan konsumen (Pr) sedangkan permintaan turunan (Pd)
merupakan permintaan yang dihadapi oleh petani. Penawaran primer (Sp)
merupakan penawaran yang terjadi di tingkat produsen. Begitupun dengan
penawaran turunan (Sd) adalah penawaran yang terjadi di tingkat
konsumen yang dilakukan oleh pedagang maupun oleh processor.
Atmakusuma (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perhitungan margin tataniaga (pemasaran) adalah : 1) Waktu (time lag).
Akibat terpisahnya pusat produksi dengan pusat konsumsi mengakibatkan
pengadaannya di konsumen membutuhkan waktu. Sebagai konsekwensi
dari faktor waktu inilah menyebabkan perbedaan margin pada waktu
pengumpulan dan pada waktu penjualan. Artinya selama periode
pengadaan, harga komoditas tersebut tetap, maka keadaan margin
perhitungan sama dengan margin pada komoditas tersebut dijual kepada
konsumen (margin sebenarnya). Sebaliknya jika selama periode
pengadaan mulai dari produsen sampai ke konsumen terjadi perubahan
harga, maka diperkirakan akibat yang terjadi sebagai berikut: (a) harga di
tingkat konsumen (Pr) naik margin perhitungan lebih kecil dari margin
sebenarnya, (b) harga di tingkat konsumen (Pr) turun, maka margin
perhitungan akan lebih besar dari margin sebenarnya. 2) Faktor resiko,
akibat sifat komoditas pertanian yang mudah rusak maka dalam proses
tataniaga misalnya proses pengumpulan, pengangkutan atau penyimpanan
sering terjadi resiko rusak/susut sebagai akibat atau pengaruh iklim/cuaca
atau hama/penyakit. Dengan adanya resiko-resiko tersebut maka kualitas
maupun kuantitas produk tersebut berkurang/menurun. Adanya perubahan
kualitas tersebut merupakan margin kualitas (quality margin) dan juga
mengakibatkan margin perhitungan lebih rendah dari margin sebenarnya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Seiring dengan semakin meningkatkanya kesejahteraan masyarakat, maka
semakin tinggi pula kesadaran akan pentingnya pemenuhan gizi bagi keluarga.
Utamanya pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging sapi
maupun susu sapi segar yang meningkat setiap tahun.
Jawa Timur yang merupakan salah satu setra produksi susu dengan jumlah
populasi sapi perah sebanyak 134.000 ekor lebih pada tahun 2006 yang tersebar di
34 wilayah kabupaten kota, menjadikan Jawa Timur sebagai wilayah yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap kebutuhan susu segar nasional yaitu
41,15 persen. Walau demikian kebutuhan susu secara nasional masih di impor
sebesar 65-70 persen sehingga peluang untuk meningkatkan populasi sapi perah
masih terbuka luas (Anonymous, 2006).
Kota Batu yang merupakan salah satu wilayah pengembangan sapi perah
di Jawa Timur dengan populasi saat ini 6.335 ekor melalui dinas pertanian Kota
Batu telah merencanakan untuk dikembangkan dan ditingkatkan terus populasi
peternakan sapi rakyat sampai mencapai ± 15.000 ekor yang akan disebar kepada
petani peternak melalui Gabungan Kelompok Tani secara bertahap untuk 5 – 10
tahun ke depan bila kita inginkan petani peternak di Kota Batu sejahtera.
(Anonymouse, 2008). Bertolak dari rencana pengembangan dan peningkatan
populasi sapi perah itulah maka peluang untuk penambahan pedet jantan sapi
perah melalui kelahiran akan sangat memungkinkan di masa yang akan datang.
Berkaitan dengan prediksi ke depan itu maka salah satu aspek yang sangat
menentukan adalah pemasaran yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini
yakni bagaimana struktur, perilaku dan tampilan pasar terhadap pemasaran pedet
jantan sapi perah dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran pedet jantan
sapi perah di Kota Batu.
Gaspersz, Vincent (1996) mengemukakan bahwa permintaan suatu barang
atau jasa pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) harga dari
barang atau jasa itu sendiri; 2) pendapatan konsumen; 3) harga barang-barang atau
jasa yang berkaitan; 4) ekspektasi konsumen yang berkaitan dengan harga barang
atau jasa, tingkat pendapatan dan ketersediaan dari barang atau jasa itu di masa
yang akan datang; 5) selera konsumen, 6) banyaknya konsumen potensial,(7)
pengeluaran iklan; 8) atribut atau fetures dari produk tersebut dan 9) faktor-faktor
spesifik lain yang berkaitan dengan permintaan terhadap produk itu.
Menurut Kohl dan Downey (1977), efisiensi pemasaran adalah
peningkatan ratio output input yang dapat dicapai dengan : 1) output tetap
sedangkan input berubah; 2) output berubah sedangkan input tetap; 3) output
meningkat dengan persentase yang lebih besar dari persentase peningkatan input
dan 4) output menurun dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan
persentase penurunan input.
Efisiensi operasional diukur dengan ratio output pemasaran dengan inputnya.
Efisiensi operasional = pemasaraninput
pemasaranOutput
Selanjutnya efisiensi alokatif mengasumsikan bahwa output dan input
dalam bentuk fisik tetap yang berhubungan dengan pencerminan biaya output
yang bergerak melalui sistem pemasaran. Harga yang dibayar oleh konsumen
terhadap barang yang dibeli harus mencerminkan secara tepat semua biaya dan
harga produk. Apabila tidak terjadi seperti ini, maka pasar tersebut berada dalam
keadaan persaingan yang tidak sempurna seperti monopoli/oligopoli maupun
monopsoni/oligopsoni.
Struktur pasar dapat dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan
pasar persaingan tidak sempurna. Pada kondisi pasar yang berbeda sistem
pemasarannya pun berbeda (Teken dan Asnawi, 1977). Struktur pasar menurut
Miller dan Meiners (1994) dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna, pasar
monopoli, persaingan monopolistik dan pasar oligopoli. Koutsoyiannis (1982)
membedakan struktur pasar menjadi pasar persaingan sempurna, pasar monopoli
dan persaingan monopolistik. Sedangkan menurut Handerson dan Quandt (1980)
struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopsoni dan oligopsoni.
Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur
pasar dapat dilakukan dengan : 1) konsentrasi penjual; 2) konsentrasi pembeli; 3)
kendala masuk pasar dan 4) diferensial produk. Sedangkan menurut Stiffel (1975)
bahwa struktur pasar menunjukkan karakteristik yang mempengaruhi perilaku
dagang dan tampilannya yang dapat dilihat dari 3 unsur masing-masing : a) ratio
konsentrasi, b) elastisitas suplai dan c) keadaan masuk pasar.
Struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat dari koefisien regresi
harga antara tingkat pasar tertentu dengan tingkat pasar yang lebih rendah.
(Sexton, King dan Carman, 1991) menyatakan bahwa untuk mengetahui dua pasar
terintegrasi atau tidaknya dapat dilakukan dengan analisis regresi dengan model
persamaan sebagai berikut ini:
PA = βo + β1PB + β2Tc + εt (7)
dimana PA = harga di tingkat pasar ke-1
PB = harga di tingkat pasar ke-I+1
βo = intersep
β1 = koefisien regresi
Tc = Selisih biaya transport
εt = galat
Apabila koefisien β1 = 1 maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam keadaan
persaingan sempurna, sedangkan bila β1 < 1, maka pasar cenderung ke arah
monopoli dan jika β1 > 1 pasar cenderung ke arah monopsoni.
Tampilan pasar tergantung pada tingkat efisiensi dan produktifitas dari
suatu perusahaan. Untuk mengukur tampilan pasar dilakukan dengan: 1) efisiensi
pemasaran; 2) margin pemasaran; 3) analisis elastisitas transmisi harga; 4) fungsi
keuntungan pemasaran; 5) fungsi suplai output petani; 6) penggunaan input
optimum dan 7) integrasi pasar yang dilakukan melalui integrasi secara vertikal
dan integrasi secara horizontal.
2.4 Hipotesis
1. Harga pedet jantan sapi perah rata-rata lebih murah di tingkat pedagang
perantara atau blantik.
2. Terjadi beberapa pola saluran pemasaran pedet jantan sapi perah,
sedangkan pola saluran yang paling dominan adalah pola saluran
pemasaran dari petani langsung ke blantik (pedagang perantara).
3. Margin pemasaran, share harga dan keuntungan pemasaran dari pedet
jantan sapi perah lebih tinggi di tingkat pedagang perantara atau blantik
dibanding pemasaran langsung di pasar hewan.
4. Sistim pemasaran pedet jantan sapi perah yang dilakukan petani peternak di
Kota Batu belum efisien.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Batu yang meliputi anggota Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) Sapi Perah Andhini Sejahtera yang tersebar di 9
desa/kelurahan pada 3 kecamatan dalam wilayah Kota Batu.
Penentuan lokasi dengan cara purposive atau dengan cara sengaja yaitu
untuk wilayah kecamatan, diambil seluruhnya yaitu Kecamatan Junrejo,
Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji. Sedangkan penentuan lokasi
penelitian di tingkat desa/kelurahan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan
populasi sapi perah. Secara skematis lokasi penelitian disajikan sebagaimana
skema berikut:
Peta Lokasi Penelitian
KOTA BATU
Kec. Junrejo Kec. Batu Kec. Bumiaji
- Desa Dadaprejo - Desa Junrejo
- Desa Tlekun
- Desa Oro-oro Ombo - Kelurahan Songgokerto - Desa Sumberejo
- Desa Tulungrejo - Desa Gunungsari - Desa Giripurno
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Populasi pedet jantan tahun 2008 di wilayah kota Batu perah sebanyak
259 ekor. Cara penentuan responden dengan purposive sampling yaitu petani
peternak pemilik pedet jantan sapi perah, dengan penentuan jumlah peternak
sebagai responden 30 orang untuk peternak sapi perah, hal ini sesuai dengan
Surachman (1989) dalam Sumarto, (2003) yaitu dengan mengambil sampel
sebagai berikut, untuk populasi ternak yang jumlahnya kurang dari 100 ekor,
sampel yang digunakan paling kurang 50 persen, populasi yang jumlahnya
100 - 1000 ekor dapat digunakan sampel 15 - 50 persen dan populasi yang
jumlahnya lebih dari 1000 ekor dapat digunakan sampel 10 - 15 persen.
Sedang penentuan jumlah responden pada tiap desa dengan cara
proporsional purposive, sehingga didapat 10 responden di Kecamatan Junrejo,
10 responden di kecamatan Batu dan 10 responden di kecamatan Bumiaji,
sehingga diperoleh 30 peternak sapi perah, dengan syarat peternak yang
dijadikan responden mempunyai ternak lebih dan 3 ekor. Untuk menentukan
petani - peternak responden dilaksanakan secara purposive sampling. Hal ini
sesuai dengan Arikunto (1997) dalam Sunarto (2002), yaitu suatu teknik
pengambilan atau penentuan sampel dengan tujuan tertentu dengan syarat ciri
dan sifat populasi telah diketahui sebelumnya.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data primer langsung dari petani - peternak responden
dan lembaga-lembaga pemasaran dengan cara mengajukan pertanyaan yang
telah dipersiapkan dalam bentuk kuesioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan masalah yang diteliti mulai
dari tingkat desa sampai tingkat kota Batu.
3.4 Definisi Operasional
1. Margin Pemasaran (marketing margin) adalah perbedaan harga di tingkat,
petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara
(blantik) pedet jantan sapi perah.
2. Harga di tingkat petani peternak adalah harga jual pedet jantan sapi perah
yang merupakan hasil transaksi antara petani peternak dengan petani
penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang Perantara (blantik) dan
dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp.).
3. Share harga yang diterima petani (farmer’s share) adalah bagian harga
yang diterima petani peternak dari harga yang dibayar petani
penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara/blantik,
dinyatakan dalam jumlah satuan rupiah per ekor (Rp./ekor).
4. Biaya Pemasaran (marketing cost) adalah semua biaya yang dikeluarkan
petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara
(blantik) mulai dari pintu gerbang petani peternak sampai di tangan
konsumen yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
5. Keuntungan Pemasaran (merkezing profit) adalah selisih margin
pemasaran dengan biaya pemasaran dinyatakan dalam rupiah (Rp).
6. Jumlah pemilikan pedet adalah jumlah pedet jantan sapi perah yang
dimiliki petani peternak termasuk jumlah pedet yang sudah dijual dalam 2
tahun terakhir ini dan dinyatakan dalam satuan ekor.
7. Pedet jantan adalah anak sapi yang berumur 0 - 7 bulan baik sapi sapi
perah.
8. Penampilan data nilai jual pedet jantan sapi perah merupakan hasil
wawancara dari petani peternak responden dan lembaga-lembaga seluler
pemasaran.
9. Biaya transportasi adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
untuk mengangkut ternak dari daerah asal/tempat petani peternak sampai
pasar ternak dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)
10. Responden adalah petani peternak atau salah satu anggotanya yang tinggal
dalam satu atap/rumah baik sebagai anak atau istri yang dapat memberikan
informasi yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini.
3.5 Metoda Analisis Data
Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar
dilakukan untuk menjawab tujuan dari pada penelitian ini. Pada tahap pertama
adalah untuk menganalisis : a) efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah
yang selama ini dilakukan oleh petani peternak, b) menganalisis pengaruh cara
pembayaran dan perbedaan jarak tempat tinggal petani peternak dan pasar
hewan yang diterima petani peternak.
3.5.1 Analisis Efisiensi Pemasaran
Sesungguhnya sampai dengan saat ini belum ada indikator
yang pasti/baku yang dapat dipergunakan untuk mengetahui efisiensi
pemasaran. Namun demikian secara empiris pendekatan yang sering
digunakan oleh para peneliti untuk mengetahui efisiensi pemasaran
adalah pendekatan struktur, perilaku dan tampilan pasar (S-C-P),
sebagaimana yang dikemukakan oleh Saefuddin (1982) bahwa untuk
mengetahui efisiensi pemasaran di negara-negara yang sedang
berkembang lebih tepat digunakan pendekatan struktur, perilaku dan
tampilan pasar. Oleh karena itu dalam menganalisis efisiensi
pemasaran pedet jantan sapi perah di Kota Batu digunakan pendekatan
Structure, Conduct dan Performance (S-C-P)
3.5.1.1 Analisis Struktur Pasar
Pendekatan yang dipergunakan untuk mengetahui
struktur pasar ternak sapi di Kota Batu adalah a) analisis
konsentrasi ratio (Kr); b) analisis elastisitas transmisi harga dan
c) analisis deskriptif
a. Analisis Konsentrasi Ratio
Yang dimaksudkan dengan konsentrasi ratio dalam
penelitian ini adalah jumlah pedet jantan sapi perah dan
pedet jantan sapi potong yang dibeli oleh pedagang tertentu
dibandingkan dengan jumlah yang diperdagangkan. Hay
dan Morris dalam Widiyantana (1995) menyatakan bahwa
konsentrasi ratio (Kr) dapat diketahui dengan menggunakan
rumus berikut.
Kr = %100gkandiperdagan yangJumlah
dibeli yangJumlah ×
Dikemukakan pula bahwa apabila terdapat satu
pedagang yang mempunyai Kr minimal 95% maka pasar
cenderung ke pasar persaingan monopsoni. Apabila terdapat
empat pedagang yang mempunyai Kr minimal 80% maka
pasar tersebut mempunyai tendensi ke persaingan
oligopsoni dengan konsentrasi tinggi. Sedangkan apabila
terdapat delapan pedagang dengan Kr minimal 80% maka
tendensi pasar tersebut mengarah ke struktur pasar
oligopsoni dengan konsentrasi sedang.
b. Transmisi Harga
Untuk melihat hubungan elastisitas harga di tingkat
petani dengan elastisitas harga di tingkat pedagang
perantara, maka dilihat elastisitas transmisi harganya.
Model yang digunakan menurut (Sudiyono, 2002) adalah:
Et = dPn/dPf.Pf/Pr (8)
Dimana:
Et : Elastisitas transmisi harga
d Pr : Perubahan harga di tingkat pengecer
d Pf : Perubahan harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat pengecer
Pt’ : Harga di tingkat petani
Kemudian margin pemasaran (M) merupakan
fungsi linier dari harga di tingkat pengecer yaitu:
M= a+ b Pr, maka Pr = Pr + a± b Pr
atau dapat ditulis Pr = (Pf+ a) / (1-b)
Persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi:
Et = 1/(1 - b).Pf/Pr
c. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dipergunakan untuk mendeskripsikan
karakteristik responden. Analisis deskriptif yang
dipergunakan meliputi nilai maksimum, minimum, rata-
rata, dan prosentase.
d. LSD
Uji LSD didalam penelitian ini memanfaatkan fasilitas uji
lanjut dari analisis varian yang pada apalikasinya
memanfaatkan program aplikasi SPSS 15. Penerapan uji
LSD dimaksudkan sebagai uji bandingan untuk
mengetahui signifikansi perbedaan volume perdagangan
pedet sapi perah jantan dan harga jual pedet sapi perah
jantan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Wilayah
Kota Batu terletak pada 122°,17’ - 122°,57’ BT dan 7°,44’ - 8°,26’
LS. Luas wilayah Kota Batu 19.908,72 ha atau 0,42 peran dan total luas
wilayah Jawa Timur. Secara administrasi kota dibagi menjadi 3 wilayah
kecamatan yang meliputi 20 desa dan 4 kelurahan, dengan luas wilayah
masing-masing kecamatan sebagai berikut: (1) kecamatan Batu 46,377 ha
(23%), (2) kecamatan Junrejo 26,234 ha (13%) dan (3) kecamatan Bumiaji
130,189 ha (64%), dan total luas wilayah Kota Batu. Dari sisi geografi posisi
kota Batu berada pada ketinggian 700 in - 1600 m dpl, dan secara umum
dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu, daerah lereng dan berbukit dengan
proporsi lebih luas yang diikuti dengan dataran rendah yang lebih sempit
(anonymous, 2006).
4.1.1 Topografi
Topograti kota Batu sebagian besar wilayah perbukitan dan
dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi sampai sedang,
menjadikan kota Batu memiliki alam yang subur, indah dan dingin
(Anonymous, 2006).
45
4.1.2 Curah Hujan
Seperti tempat lain di Indonesia, Kota Batu mengikuti
perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau. Musim
hujan dimulai pada bulan September dan diakhiri pada bulan Juni.
Kondisi cuaca relatif lebih kering dari tahun 2006 sampai 2007
dibanding tahun-tahun sebelumnya, dengan rata-rata curah hujan 97,5
mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 128 hari. Sementara pada
periode sebelumnya, rata-rata tinggi curah hujan mencapai 111
mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 108 hari. Ini berarti
lebih basah dibanding tahun sesudahnya, namun hari hujan lebih
sedikit (Anonymous, 2006).
4.1.3 Jenis Tanah
Kondisi kesuburan tanah dibagi menjadi 4 jenis tanah yaitu: (1)
jenis tanah Andosal merupakan tanah paling subur, meliputi:
kecamatan Batu 1.831,04 ha, kecamatan Junrejo 1.526,19 ha dan
kecamatan Bumiaji 2.873,89 ha, (2) Jenis tanah kambisol yaitu; jenis
tanah yang cukup subur; meliputi kecamatan Batu 889,31 ha,
kecamatan Junrejo 741,25 ha dan kecamatan Bumiaji 1.395,85 ha, (3)
jenis tanah alluvial yaitu; jenis tanah yang kurang subur dan
mengandung kapur, meliputi kecamatan Batu 239,86 ha, kecamatan
Junrejo 199,93 ha dan kecamatan Bumiaji 1.395,85 ha, dan (4) jenis
tanah latosol meliputi kecamatan Batu 260,34 ha, Kecamatan Junrejo
217,00 ha dan kecamatan Bumiaji 408,61 ha (Anonymous, 2006).
4.1.4 Batas Wilayah
Batas-batas wilayah Kota Batu adalah:
- Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Mojokerto dan
kabupaten Pasuruan.
- Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Malang.
- Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Blitar dan kabupaten
Malang.
- Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Malang.
Dengan demikian posisi kota Batu sangat strategis sekali
karena di semua wilayah perbatasan ini telah tersedia jalan raya yang
dapat mendukung mobilitas kegiatan pembangunan pertanian terutama
dalam pemasaran produk pertanian (Anonymous, 2006).
4.2 Keadaan Umum Peternakan
Masyarakat Kota Batu sudah sejak lama memelihara serta
membudidayakan ternak. Usaha peternakan rakyat di Kota Batu menempati
posisi kedua setelah usaha tani tanaman. Jenis-jenis ternak yang dipelihara
meliputi, sapi perah, sapi potong, kambing perah, kambing/domba, kelinci,
ayam buras, ayam ras, puyuh dan itik serta ternak kuda sebagai transportasi
wisata (Anonymous, 2006).
Ternak sapi perah perkembangannya cukup baik di Kota Batu, karena
selain didukung oleh iklim yang cocok juga memiliki kepastian dalam
pemasaran hasil produksi. Sehingga dibandingkan dengan usaha ternak yang
lain maka ternak sapi perah sangat baik dikembangkan di Kota Batu. Hal ini
mengingat kota Batu termasuk kota tujuan wisata sehingga kebutuhan akan
susu segar oleh hotel dan restoran dan usaha-usaha yang bergerak di bidang
jasa makanan sangat mendukung perkembangan usaha sapi perah baik saat ini
maupun masa yang akan datang.
4.2.1 Data Populasi Ternak
Populasi ternak di kota Batu sesuai data Populasi ternak sampai
semester I tahun 2008 adalah:
Sapi perah : 6.335
Sapi potong : 2.787
Kambing : 3.703
Domba : 7.374
Kelinci : 25.688
Ayam Petelur : 86.400
Ayam Pedaging : 77.800
Ayam Buras : 52.365
Burung Puyuh : 2.000
Sumber : Dinas Pertanian Kota Batu Triwulan I 2008
Kaitannya dengan perkembangan ternak sapi perah maka usaha
ternak sapi perah ke depan memiliki prospek untuk ditingkatkan, hal ini
karena ketersediaan makanan ternak yang disebar oleh dinas pertanian
kota Batu kepada masyarakat dalam bentuk paket-paket proyek sebanyak
1.500 ha sejak tahun 1999. Dan tak kalah penting limbah dari pertanian
juga merupakan alternatif lain sebagai bahan pakan ternak sapi perah.
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Batu Jawa Timur yang tersebar pada 9
desa/kelurahan di 3 kecamatan yang ada di kota Batu.
Sebagai responden adalah anggota Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) Sapi Perah Batu Bersatu sebanyak 30 responden. Sedangkan untuk
mengetahui perbedaan harga pedet jantan sapi perah antara harga di tingkat
petani peternak dengan harga yang terjadi di tingkat lembaga pemasaran maka
dilakukan juga penelitian pada masing-masing lembaga tersebut yaitu 10
responden petani penggemukan, 10 responden pedagang pengumpul dan 10
responden pedagang perantara (blantik), sehingga jumlah keseluruhan
responden dalam penelitian ini adalah 60 orang.
Adapun lokasi daerah penelitian adalah :
- Kecamatan Junrejo - Desa Dadaprejo
- Desa Junrejo
- Desa Tlekung
- Kecamatan Batu - Desa Oro-Oro Ombo
- Desa Sumberejo
- Kelurahan Songgokerto
- Kecamatan Bumiaji - Desa Tulungrejo
- Desa Gunungsari
- Desa Giripurno
Secara umum prasarana transportasi tidak ada kendala, sehingga dalam
melakukan penjualan pedet dan ternak masyarakat lainnya, dapat dilakukan
dengan menggunakan mobil, dan dari pengamatan lebih banyak petani-
peternak menggunakan mobil pick up.
5.2 Sistem Pemeliharaan Ternak
Pada umumnya pemeliharan ternak sapi perah di Kota Batu telah
dilakukan secara intensif dimana Kehidupan dan berproduksi secara
keseluruhan dilaksanakan di dalam kandang dan ditangani oleh peternak dan
keluarganya.
Walaupun rata-rata kepemilikan lahan untuk kebun HMT sangat
sempit antara 0,3 - 0,5 Ha untuk setiap petani, namun sebagian besar petani
peternak di Kota Batu, baik secara perorangan maupun berkelompok telah
melakukan kerja sama dengan PT Perhutani sebagai pemilik lahan hutan untuk
disewakan kepada petani peternak untuk menanam tanaman hijau makanan
ternak, (HMT) dan ini sangat mendukung aktifitas kegiatan usaha peternakan
sapi perah yang dikembangkan di Kota Batu.
Khusus tentang tenaga kerja secara umum semuanya menggunakan
anggota keluarga, karena selain kepemilikan ternak rata-rata 3 - 5 ekor setiap
keluarga, juga bahwa usaha tani ternak rata-rata masih menjadi usaha
sampingan dan usaha keluarga.
5.3 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani peternak sapi perah
30 orang, petani penggemukan 10 orang, pedagang pengumpul 10 orang,
serta pedagang perantara atau blantik sebanyak 10 orang.
5.3.1 Umur Responden
Rata-rata umur responden petani peternak sapi perah berkisar antara 31 - 55
tahun, dengan rata-rata umur 40 tahun (39,83 tahun). Dari 30 responden yang
diteliti petani peternak yang terbanyak berumur 32 tahun, 35, dan 45 tahun
yang masing masing sebesar 13,3%. Visualisasi karakteristik petani peternak
sapi perah berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:
Diagram 5.1 Karakteristik Petani Peternak Berdasarkan Umur
Rata-rata umur responden petani penggemukan berkisar antara
34 - 52 tahun, dengan rata-rata umur 39 tahun. Dari 10 responden
yang. Visualisasi karakteristik petani penggemukan sapi perah
berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:
31.00
32.00
33.00
34.00
35.00
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
45.00
46.00
47.00
48.00
51.00
52.00
55.00
Umurumur
Diagram 5.2 Karakteristik Petani Penggemukan Pedet
Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur
31.00
34.00
35.00
36.00
37.00
39.00
40.00
45.00
52.00
Umur
Responden yang berprofesi sebagi pedagang pengumpul
berkisar antara 36 - 52 tahun, dengan rata-rata umur 41 tahun. Dari 10
responden yang diteliti pedagang pengumpul yang terbanyak berumur
41 tahun yaitu sebesar 20%. Visualisasi karakteristik petani peternak
sapi perah berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:
Diagram 5.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul Pedet
Jantan Berdasarkan Umur
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
41.00
43.00
45.00
52.00
Umur
Sedangkan untuk responden pedagang perantara/ blantik yang
termuda berusia 31 tahun dan yang paling tua berusia 52 tahun.
umur
umur
Pedagang perantara yang paling banyak berusia 45 tahun yaitu 20%.
Visualisasi umur pedagang perantara dapat dilihat dalam diagram pie
sebagai berikut:
Diagram 5.4 Karakteristik Pedagang Perantara/ Blantik
Pedet Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur
31.00
34.00
35.00
36.00
37.00
39.00
40.00
45.00
52.00
Umur
5.3.2 Pendidikan Responden
Responden dalam penelitian ini mempunyai latar belakang
pendidikan formal yang bervariasi mulai dari sekolah dasar hingga
perguruan Tinggi. Visualisasi tingkat pendidikan formal untuk petani
peternak dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:
umur
Diagram 5.5 Tingkat Pendidikan Formal Petani Peternak
Pedet Jantan Sapi Perah
SD
SLTP
SLTA
PT
Pendidikan
Diagram 5.5 di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan
formal terbanyak yang pernah ditempuh oleh peternak sapi perah
adalah SLTP yaitu sebanyak 15 responden atau 20%, sedangkan yang
paling sedikit adalah yang pernah menempuh pendidikan formal
dibangku Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 orang atau 3,3%.
Visualisasi tingkat pendidikan formal petani penggemukan
ditampilkan dalam diagram pie berikut:
Diagram 5.6 Tingkat Pendidikan Formal Petani
Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
Pendidikan
Diagram pie di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan
formal petani penggemukan bervariasi antara SD hingga SLTA. Petani
penggemukan yang paling banyak adalah yang pernah menempuh
pendidikan di bangku SLTP yaitu sebanyak 7 orang atau 70%. Dan
yang paling sedikit adalah tamatan sekolah dasar yaitu sebanyak 1
orang responden atau 10%. Tingkat pendidikan formal yang pernah
ditempuh petani penggemukan tidak jauh berbeda dengan tingkat
pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pedagang pengumpul,
diagram tingkat pendidikan pedagang pengumpul dapat dilihat sebagai
berikut:
Diagram 5.7 Tingkat Pendidikan Formal Pedagang
pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
Pendidikan
Diagram di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan
formal pedagang pengumpul bervariasi antara SD, SLTP, dan SLTA.
Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pedagang
pengumpul yang paling banyak adalah bangku SLTP yaitu sebanyak 6
responden atau 60%.
Diagram 5.8 Tingkat Pendidikan Formal Pedagang
Perantara/ Blantik Pedet Jantan Sapi Perah
1.00
2.00
3.00
Pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
Diagram diatas menggambarkan tingkat pendidikan formal
pedagang perantara atau blantik. Tingkat pendidikan formal yang
paling banyak pernah ditempuh oleh pedagang perantara adalah SLTP
yaitu sebanyak 6 responden atau 60%, sedangkan yang paling sedikit
adalah SD yaitu sebanyak 1 responden atau 10%.
5.3.3 Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden
Jumlah anggota rumah tangga pada responden berkisar antara
3-7 orang. Sebagai perbandingan rincian jumlah ART pada penelitian
ini seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 5.1 : Rincian Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di
Wilayah Penelitian Tahun 2008
Jumlah
ART
Responden
Petani Peternak Petani
Penggemukan
Pedagang
Pengumpul
Pedagang
Perantara/
Blantik
F % F % F % F %
3 2 6,7 3 30 4 40 4 40
4 13 43,3 6 60 4 40 5 50
5 7 23,3 10 10 2 20 1 10
6 6 20 - - - - -
7 2 6,7 - - - - -
Jumlah 30 100 10 100 10 100 10 100
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Petani peternak, petani penggemukan, pedagang pengumpul,
dan pedagang perantara atau blantik dalam penelitian ini semua telah
berkeluarga. Jumlah anggota rumah tangga yang paling banyak adalah
4 orang, yang berkisar antara 43,3% hingga 60%. Dengan demikian
pengelolaan sapi perah selama ini tidak menggunakan tenaga kerja dari
luar karena sudah dipenuhi oleh anggota rumah tangga sendiri.
5.3.4 Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi
Yang dimaksud dengan pengalaman berusaha ternak sapi perah
dan sapi perah sampai dengan saat penelitian ini dilaksanakan dan
mungkin akan terus berlanjut di masa-masa yang akan datang atau
dengan kata lain sudah berapa lama petani peternak memelihara ternak
sapi. Sedangkan yang dimaksud dengan lama pemeliharaan adalah
waktu yang diperlukan seorang petani peternak dalam memelihara
ternak sapi terhitung mulai memelihara.
Tabel 5.2 Pengalaman Berusaha Dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi
Perah
Periode
Kisaran
waktu
(th)
Lama Pemeliharaan
Responden
Jumlah
(org)
%)
Responden : Petani Peternak Sapi
Perah
I 2-5 15 50,00
II 6-11 13 30,34
III 12-16 1 3,33
IV >17 1 3,33
30 100,00
Responden Lembaga Pemasaran
I 4-12 7 70,00
II 13-20 2 20,00
III > 21 1 10,00
10 100.00
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Menyimak tabel 2 diatas dan keterangan saat wawancara
selama penelitian bahwa keseluruhan petani peternak responden dalam
pemeliharaan ternak sapi merupakan hasil pengembangan ternak milik
sendiri yang merupakan peninggalan orang tua. sehingga dari sisi
teknis budidaya ternak, rata-rata responden telah menguasai, namun
masih rendah dalam meningkatkan mutu dan kualitas usaha tani,
karena sistem yang digunakan masih bersifat tradisional.
5.3.5 Status Pemilikan Ternak
Yang dimaksud dengan status kepemilikan ternak adalah
kedudukan atau posisi terhadap ternak sapi yang sedang dipelihara.
Dari hasil wawancara saat penelitian bahwa status ternak sapi dari
petani peternak responden adalah kepemilikan hak milik sendiri yang
dikembang responden ternak sapi perah.
5.3.6 Jumlah Pemilikan Ternak
a. Peternak sapi perah
Yang dimaksud dengan jumlah pemilikan ternak adalah
jumlah ternak sapi perah yang dimiliki peternak responden di
wilayah penelitian dan jumlah pedet jantan yang dapat dijual,
seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 5.3: Jumlah Pemilikan Dan Jumlah Penjualan Pedet Jantan
Sapi Perah Dari Petani Peternak Tahun 2008
Strata
Pemilikan Responden Penjualan
(ST)(Ekor) Jumlah % Jumlah %
0-3 3 9,99 3 10,34
4-6 15 50 9 31,03
6-9 10 33,3 4 13,79
9-10 2 6,66 13 44,83
10 < 0 0 0 0
Jumlah 30 100 29 100
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Pada tabel di atas untuk petani peternak sapi perah
responden memiliki atau memelihara ternak sapi perah berkisar
pada 4-5 ekor ternak lebih banyak (50,00%) yang diikuti dengan
skala pemilikan 6-8 ekor ternak, dan untuk penjualan pedet
terbanyak terdapat pada pemilikan 9-10 ekor ternak (44,83%)
jumlah pemilikan sebagaimana yang diperlihatkan pada tabel 4
diatas sudah termasuk jumlah pedet yang dijual. Pada dua tahun
terakhir hal ini berlaku untuk semua strata pemilikan ternak.
5.3.7 Kondisi Pendapatan Petani Peternak Dari Setiap Ekor Pedet
Yang Dijual
Hasil temuan dalam penelitian ini pada peternak sapi
perah, rata-rata selama pemeliharaan pedet jantan berdasarkan
lama pemeliharan sampai dijual adalah untuk periode pemeliharan
0–2 bulan membutuhkan biaya Rp 530.000, pemeliharaan 2–4
bulan membutuhkan biaya Rp 595.000, dan periode pemeliharaan
4–7 bulan sebesar Rp 670.000.
Perlu diketahui bahwa pengggunaan pakan hijauan pada
periode umur pemeliharaan ini rata-rata belum digunakan.
Sedangkan biaya transportasi dalam pengangkutan ternak dari
kandang ke pasar hewan rata-rata antara Rp 50.000 – Rp 75.000
untuk 1 mobil pick up/truk.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata petani
peternak sapi perah menjual pedetnya ke blantik karena alasan
selain langsung memperoleh uang serta juga tidak mau direpotkan
dengan biaya transportasi, karena rata-rata penjualan pedet setiap
kali hanya 1 ekor ternak.
Tabel 5.4: Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah Tahun 2006-2008
Jual Melalui Tahun Harga Jual Rata-rata
Pasar Hewan
2006 2.500,55
2007 3.480,00
2008 4.470,00
Pedagang Pengumpul
2006 2.230,55
2007 3.154,44
2008 4.190,00
Blantik
2006 2.222,22
2007 3.154,44
2008 4.189,44
Petani Penggemukan
2006 2.231,66
2007 3.097,22
2008 4.189,44
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Bila diperhatikan selisih harga antara penjualan melalui
blantik dan penjualan langsung ke pasar ternak tidak berbeda jauh,
karena harga dalam tabel di atas tidak termasuk biaya transport dan
retribusi sehingga petani peternak memilih penjualan melalui
blantik lebih dominan.
5.4 Sistem Pemasaran Ternak
Pada prinsipnya, pemasaran pedet jantan sapi perah rata-rata tidak
mengalami kendala, namun disayangkan bahwa dalam menentukan harga
belum menggunakan berat hidup, tetapi berdasarkan taksiran dan umur
ternak. Sementara saluran pemasaran dari ternak pedet jantan sapi perah
masih didominasi oleh Pedagang Peranta (blantik), karena alasan cepat
mendapat hasil penjualan atau uang kontran. Fenomena lain dari penjualan
ternak adalah bila terjadi musim kemarau karena kekurangan bahan pakan
sehingga kecenderungan peternak menjual ternak-ternaknya.. Dalam
penelitian ini juga ditemukan bahwa kecenderungan peternak menjual
ternak-ternak mereka pada saat lebaran dan hajatan keluarga.
Skema Saluran Pemasaran Ternak Pedet Jantan Sapi
Perah Di Kota Batu Tahun 2008
5.5 Analisa Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah
Untuk mengetahui efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah di kota
Batu dapat dilakukan dengan struktur, perilaku, dan tampilan pasar (SCP)
5.5.1 Analisis Struktur Pasar
Untuk mengetahui struktur pasar ternak sapi dalam hal ini pedet
jantan sapi perah di Kota Batu tidak hanya dengan melihat banyak
penjual dan pembeli di pasar, tetapi juga dapat dilihat dari elastisitas
harga dan konsentrasi pasar.
a. Analisis transmisi harga
Peternak
Petani
penggemukan
Pasar
Hewan
12,3% 12% 65%
Blantik Pedagang
Pengumpul
10,7%
Blantik
Analisis transmisi harga atau disebut juga analisis fleksibelitas
transmisi harga dilakukan untuk mengetahui respon harga
pedet jantan sapi perah ditingkat peternak karena perubahan
harga yang terjadi di tingkat, pedagang pengumpul, petani
penggemukan, dan pedagang perantara/blantik.
Hasil analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan
bantuan program komputer SPSS untuk perubahan harga pada
tingkat pedagang pengumpul diperoleh persamaan sebagai
berikut :
LnPf = 760,130 + 0,853 lnPp
Se = (136,218) (0,038)
tstat =(5,580) (22,492)
R2 =0,654
ttabel =1,90
Pf = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor)
Pp = Harga di tingkat pedagang pengumpul (Rp/ekor)
Karena persamaan di atas maka elastisitas dapat dihitung, hasil
perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,853, berdasarkan
angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan harga di
tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 1.000, maka akan
meningkatkan harga pada tingkat petani peternak sebesar Rp
853 besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap
signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 22,492 yang
jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 1,90. Sedangkan nilai
=η 0,654, dapat diartikan bahwa perubahan harga pada tingkat
petani penggemukan akan mempengaruhi perubahan harga
pada tingkat petani peternak sebesar 65, 4%.
Hasil analisis regresi sederhana untuk perubahan harga
pada tingkat petani penggemukan diperoleh persamaan sebagai
berikut:
LnPf = 780,790 + 0,852 lnPg
Se = (138,191) (0,039)
tstat =(5,650) (22,039)
R2 =0,644
ttabel =1,90
Pf = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor)
Pg = Harga di tingkat petani penggemukan (Rp/ekor)
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,852,
berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan harga di tingkat petani penggemukan sebesar Rp
1.000, maka akan meningkatkan harga pada tingkat petani
peternak sebesar Rp 852 besarnya pengaruh perubahan ini
dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat
sebesar 22,039 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya
1,90. Sedangkan nilai =η 0,644, dapat diartikan bahwa
perubahan harga pada tingkat petani penggemukan akan
mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani peternak
sebesar 64, 4%.
Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk
pedagang perantara atau blantik adalah:
LnPf = 773,158 + 0,850 lnPb
Se = (135,742) (0,038)
tstat =(5,696) (22,485)
R2 =0,654
ttabel =1,90
Pf = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor)
Pg = Harga di tingkat pedagang perantara (Rp/ekor)
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,850,
berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan harga di tingkat petani penggemukan sebesar Rp
1.000, maka akan meningkatkan harga pada tingkat petani
peternak sebesar Rp 850 besarnya pengaruh perubahan ini
dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat
sebesar 22,485 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya
1,90. Sedangkan nilai =η 0,654, dapat diartikan bahwa
perubahan harga pada tingkat petani penggemukan akan
mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani peternak
sebesar 65, 4%.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa elasitisitas
harga pedet sapi perah yang dijual ke pedagang pengumpul,
petani penggemukan, maupun melalui blantik tidak terlalu jauh
berbeda. Tiap perubahan harga Rp 1000 rupiah akan
meningkatkan harga pedet pada petani peternak sekitar Rp 850.
Dari hasil analisis regresi linear di atas menunjukan
bahwa pengaruh peningkatan harga terhadap petani peternak
relatif sama yaitu Rp 850 tiap perubahan kenaikan harga Rp
1.000 Hal ini menunjukan bahwa pasar cenderung ke erah
persaingan sempurna.
Selain itu indikasi bahwa pasar pedet sapi perah jantan
ke arah sempurna adalah jumlah pembeli dan penjual cukup
banyak sehingga peranan pembeli maupun penjual secara
individual tidak mampu mempengaruhi harga pasar yang ada
dengan meningkatkan jumlah pembelian maupun jumlah
penjualan; Dalam keadaan pasar persaingan sempurna, petani
tidak mungkin dapat mempengaruhi harga pasar secara
individu.
b. Analisis konsetrasi ratio (Kr)
Yang dimaksud dengan konsentrasi ratio adalah berapa
persen volume transaksi yang dikuasai oleh beberapa pedagang.
Rata-rata volume transaksi antara pedagang yang satu dengan yang
lain tidak sama kemampuannya. Ada yang mampu membeli rata-
rata hanya 6 ekor setiap bulan dan ada yang mampu membeli
sampai 30 ekor setiap bulan
Tabel 5.5 Volume Transaksi dan Konsentrasi Ratio Pedagang
Perantara Di Kota Batu Tahun 2008 Total
Transaksi Petani
Penggemukan Pedagang Pengumpul
Pasar Hewan Blantik
F % F % F % F % F %
120 22,22 20 22,22 30 26,55 41 19 29 21,97
80 14,81 10 14,81 18 15,93 32 15 20 15,15
68 12,59 10 12,59 15 13,27 28 13 15 11,36
60 11,11 10 11,11 10 8,85 25 11 15 11,36
48 8,89 8 8,89 9 7,96 22 10 9 6,82
44 8,15 5 8,15 9 7,96 20 9,2 10 7,58
36 6,67 3 6,67 7 6,19 15 6,9 11 8,33
32 5,93 2 5,93 5 4,42 15 6,9 10 7,58
28 5,19 5 5,19 5 4,42 10 4,6 8 6,06
24 4,44 4 4,44 5 4,42 10 4,6 5 3,79
540 100 77 100 113 99,97 218 100 132 100
Kr 100 14,26 20,93 40,37 24,44
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Apabila disimak tabel di atas Konsentrasi rasio paling besar
terdapat pada pasar hewan yaitu sebesar 40,37, kemudian pasar blantik
sebesar 24,44, pedagang pengumpul 20,93, dan konsentrasi paling kecil
pada petani penggemukan sebesar 14,26. Adanya perbedaan konsentrasi
ini juga disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah pedagang yang ada.
Sebagai misal rasio konsentrasi pada petani penggemukan lebih kecil dari
rasio konsentrasi pasar hewan, hal ini disebabkan oleh jumlah pedagang
dipasar hewan jumlahnya lebih banyak dibanding dengan jumlah petani
penggemukan. Sedangkan untuk Blantik konsentrasi volume paling besar
dibanding pedagang lainnya karena petani peternak lebih suka menjual
pedet sapi perahnya ke blantik dengan alasan cepat mendapat hasil
penjualan.
Dilihat dari konsentrasi volume perdagangan yang pada
keseluruhan pedagang tidak ada yang mencapai 80% maka struktur
pasar pedet sapi perah jantan di kota Batu mengarah pada
persaingan Oligopson.
5.5.2 Analisis Perilaku Pasar
Analisis perilaku pasar dilakukan untuk mengetahui praktek-praktek
penentuan harga dalam pasar, baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Praktek penentuan harga secara kualitatif dapat dijelaskan
secara deskriptif, sedangkan penentuan harga secara kuantitatif dapat
dijelaskan dengan analisis regresi linear sederhana.
Tabel 5.6 : Volume Transaksi Dan Konsentrasi Ratio Antara Saluran
Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah Di Kota Batu Tahun
2008
Pasar Volume Transaksi Konsentrasi Rasio
Pedagang Pengumpul 113 20,93
Petani Pengemukan 77 14,26
Blantik 130 24,44
Pasar Hewan 218 40,37
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Tabel 5.6 di atas menggambarkan bahwa konsentrasi rasio tertinggi
ada pada pedagang perantara yaitu sebesar 24,44, kemudian diikuti
oleh pedagang pengumpul sebesar 20,93 dan petani penngemukan
sebesar 14,26. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi mengarah pada
pasar persaingan sempurna karena selisih konsentrasi tidak terlalu
besar dan tidak mencapai angka 80.
Hasil analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan
bantuan program komputer SPSS untuk perubahan volume
perdagangan pada tingkat pedagang pengumpul diperoleh persamaan
sebagai berikut :
LnPt = 12,331 + 3,688 lnPp
Se = (2,832) (0,209)
tstat =(4,355) (17,640)
R2 =0,975
ttabel = 2,228
Pt = Volume Perdagangan pedet Sapi Perah Total
Pp = Volume perdagangan di tingkat pedagang pengumpul
Karena persamaan di atas maka elastisitas dapat
dihitung, hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi
3,688, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan Volume perdagangan pedet jantan sapi perah di
tingkat pedagang pengumpul sebesar 1 ekor, maka akan
meningkatkan volume perdagangan total sekitar 3 sampai 4
ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap
signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 17,640 yang
jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228. Sedangkan
nilai =η 0,975, dapat diartikan bahwa perubahan volume
perdagangan pada tingkat petani penggemukan akan
mempengaruhi perubahan volume perdagangan sapi perah total
97,4%.
Hasil analisis regresi sederhana untuk perubahan
volume perdagangan pedet sapi perah jantan pada tingkat
petani penggemukan diperoleh persamaan sebagai berikut:
LnPt = 12,929 + 5,334 lnPg
Se = (5,308) (0,578)
tstat =(2,436) (9,227)
R2 =0,914
ttabel =2,228
Pt = Volume perdagangan pedet sapi perah jantan total
Pg = Volume perdagangan di tingkat petani penggemukan
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 5,334,
berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan volume di tingkat petani penggemukan sebesar 1
ekor, maka akan meningkatkan volume perdagangan sapi perah
jantan total sebesar 5 – 6 ekor, besarnya pengaruh perubahan
ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat
sebesar 9,227 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya
2,228. Sedangkan nilai =η 0,914, dapat diartikan bahwa
perubahan volume perdagangan pedet sapi perah pada tingkat
petani penggemukan akan mempengaruhi perubahan volume
perdagangan total sebesar 91, 4%.
Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk
pedagang perantara atau blantik adalah:
LnPt = -0,169 + 4,104 lnPb
Se = (4,861) (0,329)
tstat =(-0,035) (12,470)
R2 =0,951
ttabel =2,228
Pt = Volume Perdagangan Sapi perah total
Pg = Volume Perdagangan Sapi perah di tingkat pedagang
perantara
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 4,104,
berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan volume perdagangan di tingkat blantik sebesar
1ekor maka akan meningkatkan volume perdagangan total
sebesar total 4 – 5 ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat
dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar
12,470 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228.
Sedangkan nilai =η 0,951, dapat diartikan bahwa perubahan
volume perdagangan sapi perah pada tingkat blantik akan
mempengaruhi perubahan volume total pada tingkat petani
peternak sebesar 95,14%. Secara logis konstata yang bernilai
negatif tidak ditafsirkan karena tanpa ada pedagang
perantarapun masih ada perdagangan pedet sapi perah.
Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk pasar
hewan adalah:
LnPh = -8,995 + 2,890 lnPh
Se = (4,907) (0,206)
tstat =(-1,833) (13,944)
R2 =0,961
ttabel =2,228
Pt = Volume Perdagangan Sapi perah total
Ph = Volume Perdagangan Sapi perah di tingkat pasar
hewan
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 2,890,
berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi
perubahan volume perdagangan di tingkat pasar hewan sebesar
1ekor maka akan meningkatkan volume perdagangan total
sebesar total 2 – 3 ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat
dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar
12,470 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228.
Sedangkan nilai =η 0,951, dapat diartikan bahwa perubahan
volume perdagangan sapi perah pada tingkat pasar hewan akan
mempengaruhi perubahan volume total pada tingkat petani
peternak sebesar 96,1%.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa elasitisitas
perubahan volume perdagangan pedet sapi perah yang dijual
ke pedagang pengumpul, petani penggemukan, maupun melalui
blantik tidak terlalu jauh berbeda. Tiap perubahan karena
hampir secara keselurauhan berpengaruh lebih dari 90 % hal
ini menunjukan adanya persaingan yang sempurna.
5.5.3 Analisis Tampilan Pasar
Untuk mengetahui tampilan pasar ternak sapi perah di Kota
Batu yang dilakukan petani peternak, digunakan pendekatan atau
analisis farmers share atau share harga yang diterima petani peternak
Tampilan pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima
oleh petani (farmer’s share). Bagian harga yang diterima merupakan
ratio antara harga penjualan petani dengan harga penjualan pengecer
atau harga konsumen. Secara matematis dapat dinyatakan:
Fs = %100xPr
Pf
Dimana :
Fs = Farmer’s share
Pf = Harga jual di tingkat petani
Pr = Harga jual di tingkat pengecer
Hasil Perhitungan share harga ditampilkan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 5.7 Share Harga Ternak Sapi Perah Yang Diterima Petani
Peternak Untuk Setiap Desa Di Kota Batu Tahun 2008
Jual Melalui Rata-rata
Standar Error
Taraf Nyata 95%
Batas Bawah
Batas Atas
Pedagang Pengumpul
99,312 2,776 93,862 104,761
Petani Penggemukan
98,533 2,776 93,084 103,983
Blantik 98,908 2,776 93,458 104,357
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Berdasarkan tabel 5.7 di atas terlihat bahwa rata-rata share
harga yang diterima petani peternak di daerah penelitian ini sebesar
Rp 98.533 hingga Rp 99.312 dengan share harga terendah sebesar
Rp 93.084 dan tertinggi Rp 104.157. Hal ini mengindikasikan
bahwa petani peternak di daerah ini sudah menerima harga yang
layak. Indikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan share
harga ditunjukan dalam tabel hasil uji LSD sebagai berikut:
Tabel 5.8 Perbandingan perbedaan share harga yang diterima
petani menggunakan LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Share Harga
LSD
,7786 3,92624 ,843 -6,9283 8,4854
,4039 3,92624 ,918 -7,3029 8,1108
-,7786 3,92624 ,843 -8,4854 6,9283
-,3746 3,92624 ,924 -8,0815 7,3322
-,4039 3,92624 ,918 -8,1108 7,3029
,3746 3,92624 ,924 -7,3322 8,0815
(J) Jual Melalui
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
(I) Jual Melalui
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower BoundUpper Bound
95% Confidence Interval
Based on observed means.
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Hasil Uji LSD pada tabel 5.8 di atas menginformasikan
bahwa share harga yang diterima petani baik melalui petani
penggemukan, pedagang pengumpul, maupun pedagang perantara
tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan
nilai signifikansi yang seluruhnya jauh lebih besar dari 0,05,
bahkan seluruhnya berada di atas 0,8.
a. Analisis Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga di tingkat
konsumen yang dalam penelitian ini adalah harga pedagang
perantara dengan harga yang diterima oleh produsen atau petani
peternak.
Pada umumnya margin pemasaran bersifat dapat berubah
menurut waktu dan keadaan ekonomi dan tergantung pula pada
harga yang dibayar konsumen. Bila harga konsumen itu kecil,
turun/berkurang maka produsen menerima harga yang relatif
rendah/kecil. Dan bila harga yang dibayar oleh konsumen naik,
maka produsen akan menerima harga yang relatif lebih besar.
Biasanya margin pemasaran itu bersifat fleksibel secara relatif atau
tidak banyak berubah, misalnya harga suatu barang naik, tetapi
biaya pemasaran tepat, maka harga yang diterima produsen
menjadi lebih besar.
Perubahan harga pedet sapi perah jantan berdasarkan
umurnya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 ditampilkan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5.9 Harga Pedet Sapi Perah Jantan Berdasarkan Umurnya
Tahun 2006-2008
5. Tahun * Umur
Dependent Variable: Harga
1410,417 111,687 1191,261 1629,573
2211,667 111,687 1992,511 2430,823
3266,667 111,687 3047,511 3485,823
2210,000 111,687 1990,844 2429,156
3212,500 111,687 2993,344 3431,656
4242,083 111,687 4022,927 4461,239
3218,333 111,687 2999,177 3437,489
4207,083 111,687 3987,927 4426,239
5353,750 111,687 5134,594 5572,906
Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
Tahun
2006
2007
2008
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Tabel 5.9 di atas memberi gambaran bahwa harga
pedet sapi perah jantan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Jika pada tahun 2006 harga pedet usia 0- 2 bulan
rata-rata Rp 1.410.417 dengan estimasi harga terendah Rp.
1.191.216 dan harga tertinggi Rp 1.629.573, pada tahun 2007
meningkat menjadi rata-rata Rp 2.210.000 dengan estimasi harga
terendah Rp 1.990.844 dan harga tertinggi Rp. 2.429.156 adanya
perbedaan variasi harga ini juga disebabkan adanya perbedaan
saluran perdagangan, serta perbedaan keadaan sapi perah yang
diperdagangkan.
Sedangkan perbandingan harga pedet jantan sapi perah
ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5.10 Perbandingan Harga Pedet Sapi Perah
Pairwise Comparisons
Dependent Variable: Harga
291,852* 105,299 ,006 85,229 498,474
294,815* 105,299 ,005 88,192 501,437
310,741* 105,299 ,003 104,118 517,363
-291,852* 105,299 ,006 -498,474 -85,229
2,963 105,299 ,978 -203,659 209,585
18,889 105,299 ,858 -187,733 225,511
-294,815* 105,299 ,005 -501,437 -88,192
-2,963 105,299 ,978 -209,585 203,659
15,926 105,299 ,880 -190,696 222,548
-310,741* 105,299 ,003 -517,363 -104,118
-18,889 105,299 ,858 -225,511 187,733
-15,926 105,299 ,880 -222,548 190,696
(J) Jual
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Penggemukan
Pasar Hewan
Blantik
Petani Penggemukan
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
(I) Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Penggemukan
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig.a
Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forDifference
a
Based on estimated marginal means
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).a.
Sumber : Diolah dari data primer 2008
Tabel 5.10 di atas menunjukan perbedaan rata-rata
harga pedet sapi perah tanpa memperhitungkan biaya transportasi.
Jika harga pedet sapi perah di pasar hewan diasumsikan sebagai
harga dari peternak ke konsumen maka ada selisih harga rata-rata
sebesar Rp 291.851 dengan harga jual ke pedagang pengumpul,
selisih harga sebesar Rp 294.814 dengan harga jual ke pedagang
perantara/ blantik, dan selisih Rp 310.740 ke petani
penggemukan.
b. Share Keuntungan Pedagang
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui
efisiensi pemasaran adalah distribusi keuntungan diantara lembaga
pemasaran.
Tabel 5.11 Distribusi Keuntungan (Profit Margin) Pedagang
Dalam Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota
Batu Tahun 2008
Jual Melalui
Komponen Biaya Estimasi Harga Jual
Keuntungan
Komponen Biaya Rupiah Share
Pasar Hewan Pakan Rp1.200.000,00 Rp3.483.519 Rp473.519 42,34
Obat Rp25.000,00
Tenaga Kerja Rp1.700.000
Transport Rp85.000,00
Jumlah Rp3.010.000,00
Pedagang Pengumpul Harga Beli Rp3.191.667 Rp3.560.000 Rp249.333 24,12
Transport Rp110.000
Jumlah Rp3.301.667
Blantik Harga Beli Rp3.188.704 Rp3.560.000 Rp269.296 25,04
Transport Rp75.000
Retribusi Rp2.000
KTA Rp25.000
Jumlah Rp3.290.704
Petani Penggemukan Harga Beli Rp3.172.778 Rp3.560.000 Rp93.722 8,5
Pakan Rp100.000,00
Obat Rp8.500
Tenaga Kerja Rp100.000
Transport Rp85.000,00
Jumlah Rp3.466.278 Rp1.094.870 100
Sumber : Diolah dari data primer, 2008
Keuntungan pedagang perantara merupakan yang terbesar
yakni 25,04% dari margin pada tingkat pedagang perantara.
Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar 24,12, dan
petani penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena
distribusi keuntungan yang tidak merata antara para pedagang.
Tingginya Keuntungan pedagang perantara ini mungkin
disebabkan oleh karena dalam menjual ternaknya petani peternak
tidak menggunakan standar harga yang ada. Rata-rata dalam
penentuan harga hanya berdasar kebiasaan dan taksir saja..
Struktur pasar yang ada mengarah ke persaingan duopsoni
menyebabkan pedagang perantara mampu mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Hal ini menyebabkan margin
pemasaran semakin besar, sedangkan harga di tingkat petani
peternak cenderung tetap bahkan menurun. Dengan demikian
petani peternak sebagai pemilik pedet jantan sapi perah belum
memperoleh harga yang layak dan wajar sesuai dengan jerih payah
yang mereka keluarkan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hasil analisis konsentrasi rasio menunjukan bahwa konsentrasi rasio
tertinggi ada pada pedagang perantara yaitu sebesar 24,44, kemudian
diikuti oleh pedagang pengumpul sebesar 20,93 dan petani penggemukan
sebesar 14,26. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi mengarah pada
pasar persaingan sempurna.
2. Hasil analisis regresi linear menunjukan bahwa pengaruh peningkatan
harga terhadap petani peternak relatif sama yaitu Rp 850 tiap perubahan
kenaikan harga Rp 1.000 Hal ini menunjukan bahwa pasar cenderung ke
arah persaingan sempurna, hal ini juga berarti bahwa harga di tingkat
pedagang terintegrasi secara sempurna dengan harga di tingkat petani
peternak.
3. Share harga yang diterima petani peternak di daerah penelitian ini sebesar
Rp 98.533 hingga Rp 99.312 dengan share harga terendah sebesar Rp
93.084 dan tertinggi Rp 104.157. Hal ini mengindikasikan bahwa petani
peternak di daerah ini sudah menerima harga yang layak. Indikasi bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan share harga Hal ini ditandai dengan
nilai signifikansi yang seluruhnya jauh lebih besar dari 0,05, bahkan
seluruhnya berada di atas 0,8. Keuntungan pedagang perantara merupakan
yang terbesar yakni 25,04%dari margin pada tingkat pedagang perantara.
Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar 24,12, dan petani
penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena distribusi keuntungan
yang tidak merata antara para pedagang.
4. Hasil perhitungan share keuntungan, Keuntungan pedagang perantara
merupakan yang terbesar yakni 25,04% dari margin pada tingkat
pedagang perantara. Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar
24,12, dan petani penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan
bahwa sistem pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena
distribusi keuntungan yang tidak merata antara para pedagang.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang disarikan dari penelitian ini, maka
diharapkan kepada:
a) Petani agar dalam menjual ternaknya menggunakan standar harga yang
telah ada yakni berdasarkan berat badan hidup ternak.
b) Diperlukan campur tangan pemerintah dalam mendukung diberlakukannya
standar harga berdasarkan berat hidup ternak, maka upaya yang perlu
dilakukan adalah dengan mendekatkan atau menyiapkan tempat
penimbangan ternak ke tempat tinggal petani peternak.
c) Perlu dilakukan pembayaran segera setelah ternak sapi perah ditimbang,
sehingga tidak menimbulkan biaya-biaya ekstra yang dapat merugikan
petani peternak.
d) Perlu dipertimbangkan agar Gapoktan dapat berfungsi sebagai salah satu
lembaga perantara dan atau sekaligus bertindak selaku pedagang perantara
dalam pemasaran ternak sapi perah maupun produk-produk peternakan
pada umumnya di Kota Batu.
DAFTAR PUSTAKA
Alhusniduki, Hamdi. 1991. Tataniaga Pertanian. Bahan Penataran Perguruan
Tinggi Swasta Bidang Pertanian Program Kajian Agribisnis. Direktorat
Perguruan Tinggi Swasta. Dirjen Pendidikan Tinggi. Universitas
Lampung.
Anonymous. 1993. Agribisnis, Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.
_________. 1996. Tim Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor.
_________, 2006. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur.
_________, 2006. Batu Dalam Angka Badan Perencanaan Daerah. Kota Batu.
_________, 2008. Laporan Triwulan Dinas Pertanian Kota Batu.
Asmarantaka, R. W. 1985. Analisis Pemasaran Jagung di Daerah Sentra
Produksi Lampung. Tesis S2 Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Atmakusuma, Y. 1984. Tataniaga Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas
Peternakan IPB. Bogor.
Azzaino, Z. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Dahl, Dale C. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries.
McGRAW-Hill Book Company.
Darma Setiawan, I Made. 1997. Analisis Pemasaran Rumput Laut (Eucheuma
Sp.) Pada Sentra Produksi Rumput Laut di Kecamatan Nusa Penida Bali.
Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang.
Faminow, Merle D. & Bruce L. Benson. 1991. Spatial Market Integration.
American Journal of Agricultural Economics. Volume 72 Number 1
February 1990.
Fanani, Z. 2000. Proposal Pemasaran Bidang Peternakan Pasca Tahun 2000.
Universitas Brawijaya. Malang.
Garcia, Philip; Ramond M. Leuthold dan Mohamed Sarhan, (1994). Basis Risk:
Measurement and Analysis of Basis Fluctuation for Selected Livestock
Markets. American Journal of Agricultural Economics. Volume 66
Number 4 November 1994.
Gaspersz, Vincent. 1989. Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survei.
Penerbit Tarsito Bandung.
_______________. 1991a. Ekonometrika Terapan. Buku Satu. Penerbit Tarsito
Bandung.
_______________. 1991b. Ekonometrika Terapan. Buku dua. Penerbit Tarsito
Bandung.
_______________. 1996. Ekonomi Manajerial, Penerapan Konsep-konsep
Ekonomi dalam Bisnis Total. Penerbit PT. Pustaka Gramedia Jakarta.
Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGRAW-Hill International
Company. International Student Edition.
Handerson, James. M; Richard E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory. Thirt
Edition. International Student Edition. McGRAQ-Hill International Book
Company.
Hay, Morris. 1991. Industrial Economic and Organization. Theory and Evidence.
Second Ed. Oxford University Press.
Hiersieifer, J. 1985. Teori Harga dan Aplikasinya. Penerbit Erlangga Jakarta. Alih
Bahasa Kusnedi.
Idrus, M.; I Wayan Widyantara, 1996. Pemasaran Panili di Bali. Perilaku dan
Penampilan Pasar. Lintasan Ekonomi. Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya Malang.
Kiptiyah, S. M.; Iksan Semaoen, 1994. Konsumsi dan Pemaaran Bunga di Jawa
Timur. Laporan Penelitian Universitas Brawijaya Malang.
Kohls & Url, J.N. 1980. Marketing of Agricultural Product. Fifth End. Collar.
Macmillan Publishing Company. New York.
Komisariat PERHEPI Surakarta, 1996. Kajian Keragaan Pasar dan Prospek
Daya Saing Komoditas Jambu Mete. Makalah pada Kongres XI dan
Kongres XII PERHEPI, 9 – 11 Agustus 1996. Denpasar.
Koutsoyiannis, A. 1982. Modern Microeconomics. Second Edition. (Southeast
Asian Reprint).
Lalus, M. F, dkk. 1995. Kontribusi Usaha Ternak Terhadap Pendapatan
Rumahtangga Petani Lahan Kering di Kabupaten Kupang. Laporan
Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Liliwen, Alo; Gregor Neonbasu. 1994. Prospek Pembangunan Dinamika dan
Tantangan Pembangunan Nusa Tenggara Timur. Penerbit Yayasan Citra Insan Pembaru Kupang.
Masyrofie, 1993. Pengantar Pemasaran Pertanian. Program Pascasarjana,
Universitas Brawijaya Malang. ________. 1994. Diktat Pemasaran Hasil Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Miller, LeRoy, R. Roger E. Meiners. 1994. Teori Ekonomi Mikro Intermediate.
PT. Raja Grafinda Persada Jakarta Bekerjasama dengan McGRAW-Hill Inc.
Monke E. dan T. Petzel. 1991. Market Integration. American Journal of
Agricultural Economics. Volume 66 Number 4 November 1984. Mosher, A. T. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Penerbit
Yasaguna Jakarta. Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES Jakarta. Parel, Cristina, et. Al. 1973. Sampling Design and Procedures. Papers on Survey
Research Metodology. Pellokila, Ch. M., dkk. 1993. Analisis Permintaan Daging Sapi di Kota
Administratif Kupang. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang.
Porwadarminto, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Depdikbud. Pembinaan,
Pengembangan, Bahasa. Jakarta. Rochadi, Tawaf H. 1999. Prospek Usaha Sapi Potong oleh Gerakan Koperasi
Menghadapi Era Pasar Bebas. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong di Indonesia dalam Era Pasar Bebas di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
Rochadi, Tawaf, H; Sulaeman dan Tonton S. Udiantono, 1993. Strategi
Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Agroindustri Sapi Potong. Prospek Pengembangan pada PJPT II. PPA (Pusat Pengembangan Agribisnis), CIDES (Center for Information and Development Studies. UQ (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur;an).
Saefuddin, Ahmad, 1981/1982. Pemasaran Produk Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Schroeter, Joh and Jeffrey M. Perlof. 1991. Marketing Margin, Power and Risk.
American Journal of Agricultural Economics. Volume 73 Number 4 November 1991.
Semaoen, Iksan. 1996. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Sexton, Richard J; C. L. King; Hoy F. Carman. 1991. Market Integration, Effiency
of Arbitrage and Imperfect Competition : Metodology and Application to U.S. Celery. American Journal of Agricultural Economics. Volume 73 Number 3 August 1991.
Singarimbun, Masri; Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Jakarta. Soekartawi, 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian, Teori dan
Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta. Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi.
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Edisi Revisi. Stiffel, Laurence D. 1975. Imperfect Competition in a Vertical Market Network:
The Case of Rubber in Thailand. American Journal of Agricultural Economics. Volume 57 Number 4 November 1975.
Subagiyo, Ifar. 1996. Relevance of Ruminant in Upland Mixed Farming System in
East Java Indonesia. Printed by: Ponsen en Looijen BV. Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Penerbit LP3ES Jakarta. Sudiyono, Armand, 1990. Pengantar Pemasaran Pertanian. Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah, Malang. Supranto, J. 1983. Ekonometrik. Buku Satu. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia Jakarta. _________, 1984. Ekonometrik. Buku Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia Jakarta. Sukirno, Sadono (1995). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada Jakarta. Edisi Kedua. Teken, I. B; S. Asnawi. 1977. Teori Ekonomi Mikro. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Tim Peneliti dari Pusat Studi dan Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian IPB (1996) Bekerja Sama dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Studi Analisis Keterpaduan Pasar pada Sistem Pemasaran Komoditas Strategis.
Tomek, William G. 1977. Agricultural Product Prices. Cornell University Press.
Ithaca and London. Wardana, I Made, 1993. Ketidakstabilan Harga Anggur di Tingkat Petani di
Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng. Tesis S2 Universitas Gajah Mada KPK Universitas Brawijaya Malang.
Lampiran Karakteristik Responden Petani
Peternak Pedet Jantan Sapi Perah Frequency Table
Statistics
30 30 30 30 30 30
0 0 0 0 0 0
Valid
Missing
N
Pekerjaan Umur Pendidikan
JumlahAnggotaRumahTangga
JumlahTernak
LamaBeternakSapi Perah
Umur
1 3.3 3.3 3.3
4 13.3 13.3 16.7
1 3.3 3.3 20.0
1 3.3 3.3 23.3
4 13.3 13.3 36.7
3 10.0 10.0 46.7
2 6.7 6.7 53.3
1 3.3 3.3 56.7
1 3.3 3.3 60.0
1 3.3 3.3 63.3
4 13.3 13.3 76.7
1 3.3 3.3 80.0
1 3.3 3.3 83.3
1 3.3 3.3 86.7
2 6.7 6.7 93.3
1 3.3 3.3 96.7
1 3.3 3.3 100.0
30 100.0 100.0
31.00
32.00
33.00
34.00
35.00
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
45.00
46.00
47.00
48.00
51.00
52.00
55.00
Total
Valid
Frequency Percent
ValidPercent
CumulativePercent
Pendidikan
9 30.0 30.0 30.0
15 50.0 50.0 80.0
5 16.7 16.7 96.7
1 3.3 3.3 100.0
30 100.0 100.0
SD
SLTP
SLTA
PT
Total
Valid
Frequency Percent
ValidPercent
CumulativePercent
Jumlah Anggota Rumah Tangga
2 6.7 6.7 6.7
13 43.3 43.3 50.0
7 23.3 23.3 73.3
6 20.0 20.0 93.3
2 6.7 6.7 100.0
30 100.0 100.0
2.00
3.00
4.00
5.00
7.00
Total
Valid
Frequency Percent
ValidPercent
CumulativePercent
Karakteristik Responden Petani Penggemukan Pedet
Jantan Sapi Perah Frequencies
Statistics
10 10 10
0 0 0
Valid
Missing
N
Umur Pendidikan
Jumlah
Anggota
Rumah
Tangga
Frequency Table
Umur
1 10.0 10.0 10.0
1 10.0 10.0 20.0
1 10.0 10.0 30.0
1 10.0 10.0 40.0
1 10.0 10.0 50.0
1 10.0 10.0 60.0
1 10.0 10.0 70.0
1 10.0 10.0 80.0
1 10.0 10.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
34.00
35.00
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
43.00
45.00
52.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Pendidikan
1 10.0 10.0 10.0
7 70.0 70.0 80.0
2 20.0 20.0 100.0
10 100.0 100.0
SD
SLTP
SLTA
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Jumlah Anggota Rumah Tangga
3 30.0 30.0 30.0
6 60.0 60.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
3.00
4.00
5.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Pedet
Jantan Sapi Perah
Frequencies
Statistics
10 10 10
0 0 0
Valid
Missing
N
Umur Pendidikan
Jumlah
Anggota
Rumah
Tangga
Frequency Table
Umur
1 10.0 10.0 10.0
1 10.0 10.0 20.0
1 10.0 10.0 30.0
1 10.0 10.0 40.0
1 10.0 10.0 50.0
2 20.0 20.0 70.0
1 10.0 10.0 80.0
1 10.0 10.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
36.00
37.00
38.00
39.00
40.00
41.00
43.00
45.00
52.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Pendidikan
1 10.0 10.0 10.0
6 60.0 60.0 70.0
3 30.0 30.0 100.0
10 100.0 100.0
SD
SLTP
SLTA
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Jumlah Anggota Rumah Tangga
4 40.0 40.0 40.0
4 40.0 40.0 80.0
2 20.0 20.0 100.0
10 100.0 100.0
3.00
4.00
5.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Karakteristik Responden Pedagang Perantara/ Blantik
Pedet Jantan Sapi Perah Frequencies
Statistics
10 10 10
0 0 0
39.4000 2.2000 3.7000
31.00 1.00 3.00
52.00 3.00 5.00
Valid
Missing
N
Mean
Minimum
Maximum
Umur Pendidikan
Jumlah
Anggota
Rumah
Tangga
Frequency Table
Umur
1 10.0 10.0 10.0
1 10.0 10.0 20.0
1 10.0 10.0 30.0
1 10.0 10.0 40.0
1 10.0 10.0 50.0
1 10.0 10.0 60.0
1 10.0 10.0 70.0
2 20.0 20.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
31.00
34.00
35.00
36.00
37.00
39.00
40.00
45.00
52.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Pendidikan
1 10.0 10.0 10.0
6 60.0 60.0 70.0
3 30.0 30.0 100.0
10 100.0 100.0
SD
SLTP
SLTA
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Jumlah Anggota Rumah Tangga
4 40.0 40.0 40.0
5 50.0 50.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
3.00
4.00
5.00
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana
Harga Pedet Sapi Perah Regression
Variables Entered/Removed b
HargaMelaluiPedagangPengumpula
. Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Model Summary
.809a .654 .652 1025.40583
Model
1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Harga Melalui PedagangPengumpul
a.
ANOVAb
5E+008 1 531918651 505.887 .000a
3E+008 268 1051457.114
8E+008 269
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Predictors: (Constant), Harga Melalui Pedagang Pengumpula.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Coefficientsa
760.130 136.218 5.580 .000
.853 .038 .809 22.492 .000
(Constant)
Harga MelaluiPedagang Pengumpul
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewana.
Regression
Variables Entered/Removed b
HargaMelaluiPetaniPenggemukan
a
. Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Model Summary
.802a .644 .642 1040.15811
Model
1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Harga Melalui PetaniPenggemukan
a.
ANOVAb
5E+008 1 523752211 484.091 .000a
3E+008 268 1081928.903
8E+008 269
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Predictors: (Constant), Harga Melalui Petani Penggemukana.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Coefficientsa
780.790 138.191 5.650 .000
.852 .039 .802 22.002 .000
(Constant)
Harga Melalui PetaniPenggemukan
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewana.
Regression
Variables Entered/Removed b
HargaMelaluiBlantik
a. Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Model Summary
.808a .654 .652 1025.61115
Model
1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Harga Melalui Blantika.
ANOVAb
5E+008 1 531805793 505.577 .000a
3E+008 268 1051878.227
8E+008 269
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Predictors: (Constant), Harga Melalui Blantika.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewanb.
Coefficientsa
773.157 135.742 5.696 .000
.850 .038 .808 22.485 .000
(Constant)
Harga Melalui Blantik
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewana.
Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana
Volume Perdagangan Pedet Sapi Perah
Regression
Variables Entered/Removedb
PetaniPenggemukan
a. Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Model Summary
,956a ,914 ,903 9,14209
Model
1
R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Petani Penggemukana.
ANOVAb
7115,378 1 7115,378 85,135 ,000a
668,622 8 83,578
7784,000 9
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Petani Penggemukana.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Coefficientsa
12,929 5,308 2,436 ,041
5,334 ,578 ,956 9,227 ,000
(Constant)
Petani Penggemukan
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Volume Totala.
Regression
Variables Entered/Removedb
PedagangPengumpul
a . Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Model Summary
,987a ,975 ,972 4,93839
Model
1
R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Pedagang Pengumpula.
ANOVAb
7588,898 1 7588,898 311,177 ,000a
195,102 8 24,388
7784,000 9
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Pedagang Pengumpula.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Coefficientsa
12,331 2,832 4,355 ,002
3,688 ,209 ,987 17,640 ,000
(Constant)
Pedagang Pengumpul
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Volume Totala.
Regression
Variables Entered/Removedb
PasarHewan
a . Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Model Summary
,980a ,961 ,956 6,17961
Model
1
R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Pasar Hewana.
ANOVAb
7478,499 1 7478,499 195,836 ,000a
305,501 8 38,188
7784,000 9
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Pasar Hewana.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Coefficientsa
-8,995 4,907 -1,833 ,104
2,890 ,206 ,980 13,994 ,000
(Constant)
Pasar Hewan
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Volume Totala.
Regression
Variables Entered/Removedb
Blantika . Enter
Model
1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Model Summary
,975a ,951 ,945 6,89991
Model
1
R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Blantika.
ANOVAb
7403,130 1 7403,130 155,499 ,000a
380,870 8 47,609
7784,000 9
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Blantika.
Dependent Variable: Volume Totalb.
Coefficientsa
-,169 4,861 -,035 ,973
4,104 ,329 ,975 12,470 ,000
(Constant)
Blantik
Model
1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Volume Totala.
Hasil Analisis Varian Perbandingan Harga Pedet Jantan Sapi Perah Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
0 - 2 Bulan 360
2 - 4 Bulan 360
3 - 7 Bulan 360
2006 360
2007 360
2008 360
PasarHewan
270
PedagangPengumpul
270
Blantik 270
PetaniPeternak
270
1,00
2,00
3,00
Umur
1,00
2,00
3,00
Tahun
1,00
2,00
3,00
4,00
Jual
Value Label N
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Harga
1457574917a 35 41644997,619 27,821 ,000
1,147E+010 1 11471940750 7663,943 ,000
726994625,0 2 363497312,5 242,838 ,000
694705180,6 2 347352590,3 232,052 ,000
18175879,63 3 6058626,543 4,048 ,007
2908444,444 4 727111,111 ,486 ,746
13916356,48 6 2319392,747 1,549 ,159
357245,370 6 59540,895 ,040 1,000
517185,185 12 43098,765 ,029 1,000
1562734333 1044 1496871,967
1,449E+010 1080
3020309250 1079
Source
Corrected Model
Intercept
Umur
Tahun
Jual
Umur * Tahun
Umur * Jual
Tahun * Jual
Umur * Tahun * Jual
Error
Total
Corrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = ,483 (Adjusted R Squared = ,465)a.
Estimated Marginal Means
1. Grand Mean
Dependent Variable: Harga
3259,167 37,229 3186,115 3332,219
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
2. Umur
Estimates
Dependent Variable: Harga
2279,583 64,482 2153,053 2406,113
3210,417 64,482 3083,887 3336,947
4287,500 64,482 4160,970 4414,030
Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Pairwise Comparisons
Dependent Variable: Harga
-930,833* 91,192 ,000 -1109,774 -751,893
-2007,917* 91,192 ,000 -2186,857 -1828,976
930,833* 91,192 ,000 751,893 1109,774
-1077,083* 91,192 ,000 -1256,024 -898,143
2007,917* 91,192 ,000 1828,976 2186,857
1077,083* 91,192 ,000 898,143 1256,024
(J) Umur
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
(I) Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig.a
Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forDifference
a
Based on estimated marginal means
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to noadjustments).
a.
Univariate Tests
Dependent Variable: Harga
7,3E+008 2 363497312,5 242,838 ,000
1,6E+009 1044 1496871,967
Contrast
Error
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
The F tests the effect of Umur. This test is based on the linearly independentpairwise comparisons among the estimated marginal means.
3. Tahun
Estimates
Dependent Variable: Harga
2296,250 64,482 2169,720 2422,780
3221,528 64,482 3094,998 3348,058
4259,722 64,482 4133,192 4386,252
Tahun
2006
2007
2008
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Pairwise Comparisons
Dependent Variable: Harga
-925,278* 91,192 ,000 -1104,218 -746,338
-1963,472* 91,192 ,000 -2142,412 -1784,532
925,278* 91,192 ,000 746,338 1104,218
-1038,194* 91,192 ,000 -1217,135 -859,254
1963,472* 91,192 ,000 1784,532 2142,412
1038,194* 91,192 ,000 859,254 1217,135
(J) Tahun
2007
2008
2006
2008
2006
2007
(I) Tahun
2006
2007
2008
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig.a
Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forDifference
a
Based on estimated marginal means
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to noadjustments).
a.
Univariate Tests
Dependent Variable: Harga
6,9E+008 2 347352590,3 232,052 ,000
1,6E+009 1044 1496871,967
Contrast
Error
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
The F tests the effect of Tahun. This test is based on the linearly independentpairwise comparisons among the estimated marginal means.
4. Jual
Estimates
Dependent Variable: Harga
3483,519 74,458 3337,414 3629,623
3191,667 74,458 3045,563 3337,771
3188,704 74,458 3042,600 3334,808
3172,778 74,458 3026,674 3318,882
Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Pairwise Comparisons
Dependent Variable: Harga
291,852* 105,299 ,006 85,229 498,474
294,815* 105,299 ,005 88,192 501,437
310,741* 105,299 ,003 104,118 517,363
-291,852* 105,299 ,006 -498,474 -85,229
2,963 105,299 ,978 -203,659 209,585
18,889 105,299 ,858 -187,733 225,511
-294,815* 105,299 ,005 -501,437 -88,192
-2,963 105,299 ,978 -209,585 203,659
15,926 105,299 ,880 -190,696 222,548
-310,741* 105,299 ,003 -517,363 -104,118
-18,889 105,299 ,858 -225,511 187,733
-15,926 105,299 ,880 -222,548 190,696
(J) Jual
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Pasar Hewan
Blantik
Petani Peternak
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Petani Peternak
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
(I) Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig.a
Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forDifference
a
Based on estimated marginal means
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).a.
Univariate Tests
Dependent Variable: Harga
18175880 3 6058626,543 4,048 ,007
1,6E+009 1044 1496871,967
Contrast
Error
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
The F tests the effect of Jual. This test is based on the linearly independentpairwise comparisons among the estimated marginal means.
5. Tahun * Umur
Dependent Variable: Harga
1410,417 111,687 1191,261 1629,573
2211,667 111,687 1992,511 2430,823
3266,667 111,687 3047,511 3485,823
2210,000 111,687 1990,844 2429,156
3212,500 111,687 2993,344 3431,656
4242,083 111,687 4022,927 4461,239
3218,333 111,687 2999,177 3437,489
4207,083 111,687 3987,927 4426,239
5353,750 111,687 5134,594 5572,906
Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
Tahun
2006
2007
2008
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
6. Jual * Umur
Dependent Variable: Harga
2328,333 128,965 2075,274 2581,393
3340,000 128,965 3086,940 3593,060
4782,222 128,965 4529,163 5035,282
2270,556 128,965 2017,496 2523,615
3156,111 128,965 2903,051 3409,171
4148,333 128,965 3895,274 4401,393
2263,333 128,965 2010,274 2516,393
3155,556 128,965 2902,496 3408,615
4147,222 128,965 3894,163 4400,282
2256,111 128,965 2003,051 2509,171
3190,000 128,965 2936,940 3443,060
4072,222 128,965 3819,163 4325,282
Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
7. Jual * Tahun
Dependent Variable: Harga
2500,556 128,965 2247,496 2753,615
3480,000 128,965 3226,940 3733,060
4470,000 128,965 4216,940 4723,060
2230,556 128,965 1977,496 2483,615
3154,444 128,965 2901,385 3407,504
4190,000 128,965 3936,940 4443,060
2222,222 128,965 1969,163 2475,282
3154,444 128,965 2901,385 3407,504
4189,444 128,965 3936,385 4442,504
2231,667 128,965 1978,607 2484,726
3097,222 128,965 2844,163 3350,282
4189,444 128,965 3936,385 4442,504
Tahun
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
8. Jual * Tahun * Umur
Dependent Variable: Harga
1440,000 223,374 1001,688 1878,312
2291,667 223,374 1853,354 2729,979
3770,000 223,374 3331,688 4208,312
2286,667 223,374 1848,354 2724,979
3368,333 223,374 2930,021 3806,646
4785,000 223,374 4346,688 5223,312
3258,333 223,374 2820,021 3696,646
4360,000 223,374 3921,688 4798,312
5791,667 223,374 5353,354 6229,979
1423,333 223,374 985,021 1861,646
2155,000 223,374 1716,688 2593,312
3113,333 223,374 2675,021 3551,646
2183,333 223,374 1745,021 2621,646
3161,667 223,374 2723,354 3599,979
4118,333 223,374 3680,021 4556,646
3205,000 223,374 2766,688 3643,312
4151,667 223,374 3713,354 4589,979
5213,333 223,374 4775,021 5651,646
1400,000 223,374 961,688 1838,312
2148,333 223,374 1710,021 2586,646
3118,333 223,374 2680,021 3556,646
2185,000 223,374 1746,688 2623,312
3160,000 223,374 2721,688 3598,312
4118,333 223,374 3680,021 4556,646
3205,000 223,374 2766,688 3643,312
4158,333 223,374 3720,021 4596,646
5205,000 223,374 4766,688 5643,312
1378,333 223,374 940,021 1816,646
2251,667 223,374 1813,354 2689,979
3065,000 223,374 2626,688 3503,312
2185,000 223,374 1746,688 2623,312
3160,000 223,374 2721,688 3598,312
3946,667 223,374 3508,354 4384,979
3205,000 223,374 2766,688 3643,312
4158,333 223,374 3720,021 4596,646
5205,000 223,374 4766,688 5643,312
Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
Tahun
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Post Hoc Tests
Umur Multiple Comparisons
Dependent Variable: Harga
LSD
-930,8333* 91,19186 ,000 -1109,7735 -751,8931
-2007,9167* 91,19186 ,000 -2186,8569 -1828,9765
930,8333* 91,19186 ,000 751,8931 1109,7735
-1077,0833* 91,19186 ,000 -1256,0235 -898,1431
2007,9167* 91,19186 ,000 1828,9765 2186,8569
1077,0833* 91,19186 ,000 898,1431 1256,0235
(J) Umur
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
3 - 7 Bulan
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
(I) Umur
0 - 2 Bulan
2 - 4 Bulan
3 - 7 Bulan
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Based on observed means.
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Tahun
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Harga
LSD
-925,2778* 91,19186 ,000 -1104,2180 -746,3376
-1963,4722* 91,19186 ,000 -2142,4124 -1784,5320
925,2778* 91,19186 ,000 746,3376 1104,2180
-1038,1944* 91,19186 ,000 -1217,1347 -859,2542
1963,4722* 91,19186 ,000 1784,5320 2142,4124
1038,1944* 91,19186 ,000 859,2542 1217,1347
(J) Tahun
2007
2008
2006
2008
2006
2007
(I) Tahun
2006
2007
2008
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Based on observed means.
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Jual
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Harga
LSD
291,8519* 105,29929 ,006 85,2295 498,4742
294,8148* 105,29929 ,005 88,1925 501,4372
310,7407* 105,29929 ,003 104,1184 517,3631
-291,8519* 105,29929 ,006 -498,4742 -85,2295
2,9630 105,29929 ,978 -203,6594 209,5853
18,8889 105,29929 ,858 -187,7335 225,5112
-294,8148* 105,29929 ,005 -501,4372 -88,1925
-2,9630 105,29929 ,978 -209,5853 203,6594
15,9259 105,29929 ,880 -190,6964 222,5483
-310,7407* 105,29929 ,003 -517,3631 -104,1184
-18,8889 105,29929 ,858 -225,5112 187,7335
-15,9259 105,29929 ,880 -222,5483 190,6964
(J) Jual
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
Pasar Hewan
Blantik
Petani Peternak
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Petani Peternak
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
(I) Jual
Pasar Hewan
Pedagang Pengumpul
Blantik
Petani Peternak
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Based on observed means.
The mean difference is significant at the ,05 level.*.
Hasil Analisis Varian Share Harga
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
PedagangPengumpul
270
PetaniPenggemukan
270
PedagangPerantara/Blantik
270
1,00
2,00
3,00
JualMelalui
Value Label N
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Share Harga
99,3117 45,48216 270
98,5332 45,10136 270
98,9078 46,26509 270
98,9176 45,56346 810
Jual Melalui
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
Total
Mean Std. Deviation N
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Share Harga
81,868a 2 40,934 ,020 ,981
7925596,149 1 7925596,149 3808,419 ,000
81,868 2 40,934 ,020 ,981
1679425,723 807 2081,073
9605103,740 810
1679507,590 809
Source
Corrected Model
Intercept
Jual
Error
Total
Corrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = ,000 (Adjusted R Squared = -,002)a.
Estimated Marginal Means
1. Grand Mean
Dependent Variable: Share Harga
98,918 1,603 95,771 102,064
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
2. Jual Melalui
Estimates
Dependent Variable: Share Harga
99,312 2,776 93,862 104,761
98,533 2,776 93,084 103,983
98,908 2,776 93,458 104,357
Jual Melalui
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Pairwise Comparisons
Dependent Variable: Share Harga
,779 3,926 ,843 -6,928 8,485
,404 3,926 ,918 -7,303 8,111
-,779 3,926 ,843 -8,485 6,928
-,375 3,926 ,924 -8,081 7,332
-,404 3,926 ,918 -8,111 7,303
,375 3,926 ,924 -7,332 8,081
(J) Jual Melalui
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
(I) Jual Melalui
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig.a
Lower BoundUpper Bound
95% Confidence Interval forDifference
a
Based on estimated marginal means
Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).a.
Univariate Tests
Dependent Variable: Share Harga
81,868 2 40,934 ,020 ,981
1679425,7 807 2081,073
Contrast
Error
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
The F tests the effect of Jual Melalui. This test is based on the linearlyindependent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
Post Hoc Tests
Jual Melalui
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Share Harga
LSD
,7786 3,92624 ,843 -6,9283 8,4854
,4039 3,92624 ,918 -7,3029 8,1108
-,7786 3,92624 ,843 -8,4854 6,9283
-,3746 3,92624 ,924 -8,0815 7,3322
-,4039 3,92624 ,918 -8,1108 7,3029
,3746 3,92624 ,924 -7,3322 8,0815
(J) Jual Melalui
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Perantara/Blantik
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
(I) Jual Melalui
Pedagang Pengumpul
Petani Penggemukan
Pedagang Perantara/Blantik
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Based on observed means.
Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah
No Res
Pedagang Pengumpul
Tahun
2006 2007 2008
0 -2 bulan 2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
1 950 1200 2500 3000 3200 3500 4000 4250 4500
2 800 800 700 4000 1000 1500 5000 2000 2500
3 800 1000 2000 1600 2000 3000 2700 3000 4200
4 800 800 1150 1150 1500 2550 2150 2650 3650
5 600 700 1700 1000 1200 2700 1700 2200 3700
6 600 700 1500 950 1500 2500 1700 2500 3700
7 900 1200 4000 1200 2250 5000 2200 3200 7000
8 800 700 1200 800 1500 2200 1700 2700 3400
9 1250 2400 4250 2200 3500 5300 3300 4300 6300
10 900 1200 4500 1200 3200 5500 3200 4200 6700
11 1500 3000 4250 2500 4000 5250 3500 5000 6250
12 1250 2500 5000 2250 3500 6000 3250 4750 7250
13 1600 4000 4400 3500 5000 5400 4500 6000 6500
14 1500 3500 4000 2500 4500 5000 3500 5000 6250
15 1500 2750 5200 2500 3750 6100 3250 4750 7250
16 2600 4000 4950 3500 5000 6150 4500 6000 7250
17 2250 3700 5000 3250 4750 6150 4250 5750 7250
18 2250 4000 5000 3250 5000 6000 4250 5800 7000
19 2250 3500 5500 3250 4500 6500 4250 5500 7500
20 2250 4000 4000 3250 5000 5000 4250 6000 6000
21 2250 3500 4000 3250 4500 5000 4500 5500 6000
22 2500 3500 2000 3500 4500 3000 4500 5500 4000
23 1000 1500 2100 1500 2500 3000 2500 3500 4000
24 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
25 1000 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
26 900 1500 2500 1500 2500 3250 2500 3500 4000
27 1000 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
28 1000 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
29 900 1500 2000 1450 2500 3000 2500 3500 4150
30 900 1500 2000 1450 2500 3000 2500 3500 4100
Sumber : diolah dari data sumber 2008
Hitungan dalam ribuan
No Res
Petani Penggemukan
Tahun
2006 2007 2008
0 -2 bulan 2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
1 1900 1200 2400 3000 3200 3500 4000 4250 4500
2 2800 600 700 4000 1000 1500 5000 2000 2500
3 750 1000 2000 1600 2000 3000 2700 3000 4200
4 700 800 1150 1150 1500 2550 2150 2650 3650
5 600 700 1700 1000 1200 2700 1700 2200 3700
6 600 800 1500 900 1500 2500 1700 2500 3700
7 750 1200 4000 1200 2200 5000 2200 3200 7000
8 600 800 1200 800 1500 2200 1700 2700 3400
9 1200 2400 4300 2200 3500 5300 3300 4300 6300
10 800 1200 4500 1200 3200 1400 3200 4200 6700
11 1500 3000 4250 2500 4000 5200 3500 5000 6250
12 1250 2400 5000 2250 3500 6000 3250 4750 7250
13 1400 4000 4400 3500 5000 5200 4500 6000 6500
14 1400 3500 4000 2500 4500 4900 3500 5000 6250
15 1400 2750 5200 2500 3750 6000 3250 4750 7250
16 2500 4000 4800 3500 5000 6000 4500 6000 7250
17 2250 3700 4800 3250 4750 6000 4250 5750 7250
18 2200 4000 4800 3250 5000 6000 4250 6000 7000
19 2250 3500 4800 3250 4500 6400 4250 5500 7500
20 2250 4000 4000 3250 5000 4900 4250 6000 6000
21 2250 3400 4000 3250 4500 4900 4500 5500 6000
22 2500 3400 1800 3500 4500 3000 4500 5500 4000
23 1000 3400 2150 1500 2500 3000 2500 3500 4000
24 900 3400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
25 900 1400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
26 900 1400 2500 1500 2500 3250 2500 3500 4000
27 1000 1400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
28 1000 1400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
29 900 1400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
30 900 1400 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
Sumber : diolah dari data sumber 2008
Hitungan dalam ribuan
No Res
Blantik
Tahun
2006 2007 2008
0 -2 bulan 2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
1 2000 1200 2500 3000 3200 3500 4000 4250 4500
2 3000 600 700 4000 1000 1500 5000 2000 2500
3 800 1000 2000 1600 2000 3000 2700 3000 4200
4 700 800 1150 1150 1500 2550 2150 2650 3650
5 600 700 1700 1000 1200 2700 1700 2200 3700
6 600 700 1500 900 1500 2500 1700 2500 3700
7 800 1200 4000 1200 2200 5000 2200 3200 7000
8 600 700 1200 800 1500 2200 1700 2700 3400
9 1200 2400 4300 2200 3500 5300 3300 4300 6300
10 900 1200 4500 1200 3200 5500 3200 4200 6700
11 1500 3000 4250 2500 4000 5250 3500 5000 6250
12 1250 2500 5000 2250 3500 6000 3250 4750 7250
13 1500 4000 4400 3500 5000 5400 4500 6000 6500
14 1500 3500 4000 2500 4500 5000 3500 5000 6250
15 1500 2750 5200 2500 3750 6100 3250 4750 7250
16 2500 4000 5000 3500 5000 6150 4500 6000 7250
17 2250 3700 5000 3250 4750 6150 4250 5750 7250
18 2250 4000 5000 3250 5000 6000 4250 6000 7000
19 2250 3500 5500 3250 4500 6500 4250 5500 7500
20 2250 4000 4000 3250 5000 5000 4250 6000 6000
21 2250 3500 4000 3250 4500 5000 4500 5500 6000
22 2500 3500 2000 3500 4500 3000 4500 5500 4000
23 900 1500 2150 1500 2500 3000 2500 3500 4000
24 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
25 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
26 900 1500 2500 1500 2500 3250 2500 3500 4000
27 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
28 1000 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
29 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
30 900 1500 2000 1500 2500 3000 2500 3500 4000
Sumber : diolah dari data sumber 2008
Hitungan dalam ribuan
No Res
Pasar Hewan
Tahun
2006 2007 2008
0 -2 bulan 2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
0 -2 bulan
2 - 4 bulan
4 - 7bulan
1 800 1000 2100 1500 2000 3000 2500 3000 4000
2 600 700 1000 900 1500 2000 1500 2500 3000
3 600 800 2000 1500 1800 3000 2500 2800 4000
4 500 600 1500 1000 1500 2500 2000 2500 3500
5 500 600 1500 900 1000 2500 1500 2000 3500
6 600 700 1500 900 1000 2500 1500 2000 3500
7 500 1000 4000 1000 2000 5000 2000 3000 6000
8 500 600 1500 900 1500 2500 1500 2500 3500
9 1000 2000 4000 2000 3000 5000 3000 4000 6000
10 1000 2100 4400 2000 3100 5500 3000 4000 6500
11 800 2000 4500 1500 4000 5500 3500 5000 6500
12 1500 2000 4000 2500 4000 5000 3500 5000 6500
13 1750 3000 4500 2750 4000 5500 3750 5000 6500
14 2000 1500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
15 1500 3000 4500 2500 4000 5500 3500 5000 6500
16 2250 3500 5000 3250 4500 6000 4250 5500 7000
17 2250 3750 5000 3250 4750 6000 4250 5750 7000
18 2000 3500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
19 2000 3000 4500 3000 4000 5750 4000 5000 6750
20 2000 3400 5000 3000 4400 6100 4000 5500 7000
21 2000 3500 5000 3000 4500 6100 4000 5500 7000
22 2250 3500 5000 3250 4500 6000 4000 5500 7000
23 2000 3500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
24 2000 3500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
25 2000 3500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
26 2000 3500 5000 3000 4500 6000 4000 5500 7000
27 800 1750 2500 1500 2750 3500 2500 3750 4500
28 1500 2000 3000 2500 3000 4000 3500 4000 5000
29 1500 2000 3100 2500 3000 4100 3500 4000 5000
30 2500 3250 4000 3500 4250 5000 4500 5000 6000
Sumber : diolah dari data sumber 2008
Hitungan dalam ribuan
Lampiran Volume Transaksi dan Konsentrasi Rasio
Total Transaksi Petani
Penggemukan Pedagang Pengumpul Pasar Hewan Blantik
F % F % F % F % F %
120 22,22 20 22,22 30 26,55 41 19 29 21,97
80 14,81 10 14,81 18 15,93 32 15 20 15,15
68 12,59 10 12,59 15 13,27 28 13 15 11,36
60 11,11 10 11,11 10 8,85 25 11 15 11,36
48 8,89 8 8,89 9 7,96 22 10 9 6,82
44 8,15 5 8,15 9 7,96 20 9,2 10 7,58
36 6,67 3 6,67 7 6,19 15 6,9 11 8,33
32 5,93 2 5,93 5 4,42 15 6,9 10 7,58
28 5,19 5 5,19 5 4,42 10 4,6 8 6,06
24 4,44 4 4,44 5 4,42 10 4,6 5 3,79
540 100 77 100 113 99,97 218 100 132 100
Kr 100 14 20,93 40,37 24,44