thesis daftar

87
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu dampak dari kebakaran. Di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang jumlah pasien luka bakar selama tahun 2008 adalah 124 orang. Penanganan luka bakar yang tepat memiliki peranan penting dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus luka bakar. Saat ini marak sekali beredar obat – obatan ataupun suplemen dari bahan-bahan herbal di masyarakat yang dikemas secara modern. Salah satu tanaman/bahan herbal yang digunakan untuk mengobati luka adalah bratawali (Tinospora crispa L). Bagi penduduk Asia bratawali sejak zaman dulu memang sudah lama dimanfaatkan sebagai obat alami (Chozin, 1998). Tanaman ini dapat dijumpai di ladang atau ditanam di halaman dekat pagar sebagai tanaman obat . N-trans-Feruloyltiramine ditemukan pada batang bratawali kering oleh Fukuda dkk. N-trans-Feruloyltiramine yang terkandung pada batang bratawali mampu menekan produksi nitrit oxid (NO) pada makrofag (Yokozawa et al, 2001). Nitrit oksida 1

Upload: maulana-rizqi-aldiansyah

Post on 03-Jul-2015

9.952 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Thesis Daftar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu dampak dari kebakaran. Di Rumah

Sakit Saiful Anwar Malang jumlah pasien luka bakar selama tahun 2008 adalah

124 orang. Penanganan luka bakar yang tepat memiliki peranan penting dalam

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus luka bakar.

Saat ini marak sekali beredar obat – obatan ataupun suplemen dari

bahan-bahan herbal di masyarakat yang dikemas secara modern. Salah satu

tanaman/bahan herbal yang digunakan untuk mengobati luka adalah bratawali

(Tinospora crispa L). Bagi penduduk Asia bratawali sejak zaman dulu memang

sudah lama dimanfaatkan sebagai obat alami (Chozin, 1998). Tanaman ini dapat

dijumpai di ladang atau ditanam di halaman dekat pagar sebagai tanaman obat .

N-trans-Feruloyltiramine ditemukan pada batang bratawali kering oleh

Fukuda dkk. N-trans-Feruloyltiramine yang terkandung pada batang bratawali

mampu menekan produksi nitrit oxid (NO) pada makrofag (Yokozawa et al,

2001). Nitrit oksida (NO) dalam jumlah banyak terbentuk karena respon sistim

imunitas untuk mempertahankan diri, sedangkan nitrit oksida mampu

meningkatkan ekspresi enzim cyclo-oxygenase (COX-1 dan COX-2), yang

kemudian diikuti peningkatan produksi prostaglandin, dimana COX-1, COX-2 dan

prostaglandin dapat menimbulkan inflamasi (Silalahi, 2005; Mollace et al, 2005).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Salvemini dkk pada tahun 1993 tentang

hubungan yang penting antara COX dan NOS, peningkatan produksi

prostaglandin yang kemudian diikuti oleh mekanisme inflamasi hampir semuanya

1

1

Page 2: Thesis Daftar

dikendalikan oleh Nitrit oksida (NO) (Mollace et al, 2005).

Ekstrak etanol batang bratawali mengandung antioksidan. Efek

antioksidan diduga karena danya kandungan N-cis-feruloyityramine, N-trans-

feruloyltyramine, secoisolariciresinol dan flavonoid (Farkad et al., 2010).

Ekstrak etanol dari batang bratawali memiliki efek antimikroba terhadap

Staphylococcus aureus (Erna, 1998; Chozin, 1998) dan Pseudomonas

aeruginosa (Chozin, 1998) serta memiliki efek antinosiseptif (Sulaiman et al,

2008). Efek antimikroba ini diduga disebabkan adanya kandungan kandungan

flavonoid, alkaloid dan terpenoid (Erna, 1998). Antimikroba berperan dalam

mencegah terjadinya infeksi yang dapat menghambat proses penyembuhan luka

(Cotran et al, 1999; Schwartz et al, 1999).

Dalam penelitian ini menggunakan ekstrak etanol batang bratawali karena

telah terbukti memiliki efek antiinflamasi, antimikroba, antioksidan dan

antinosiseptif (Chozin, 1998; Erna, 1998; Sulaiman et al, 2008, Farkad et al.,

2010). Diinformasikan juga bahwa ekstrak etanol batang bratawali tidak

menimbulkan iritasi dan sensitivitas pada kulit (Cavin, 2006).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dikaji lebih lanjut dan dilakukan

penelitian tentang pengaruh perawatan secara topikal dengan ekstrak batang

bratawali dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena

termal.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah perawatan secara topikal dengan ekstrak batang bratawali dapat

mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal?

1.3Tujuan Penelitian

2

Page 3: Thesis Daftar

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui pengaruh perawatan secara topikal dengan ekstrak batang bratawali

dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi perawatan secara topikal dengan ekstrak batang

bratawali dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II

karena termal

2. Mengidentifikasi perawatan secara topikal dengan Silver sulfadiasin

cream dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II

karena termal

3. Mengidentifikasi perawatan secara topikal dengan normal salin (0,9%)

dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena

termal

4. Membandingkan proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal

yang dirawat dengan ekstrak batang bratawali, Silver sulfadiasin cream

dan normal salin (0,9%)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Melalui penelitian ini, peneliti dapat menambah pengetahuan serta

wawasan tentang perawatan luka bakar, batang bratawali dan proses-

proses penelitian.

2. Bagi profesi keperawatan

Menambah wawasan dan memotivasi perawat untuk berpikir kritis dalam

3

Page 4: Thesis Daftar

memberikan asuhan keperawatan , serta mendorong untuk terus

berinovasi dalam mengembangkan berbagai sistem pendukung yang

dapat membantu perawat mencapai tujuan keperawatan.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat mengenai manfaat batang

bratawali sebagai alternatif terapi untuk perawatan luka bakar derajat II

karena termal yang dibuat melalui proses pengekstrakan di labolatorium

Universitas Brawijaya.

4

Page 5: Thesis Daftar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit, merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel di

permukaan (Moore dan Agur, 2003). Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu dermis dan

epidermis (Marrieb, 2001).

1.Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel

epitel. Sel- sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel

terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langehans.

Epidermis terdiri dari lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum

basale, stratum spinosum,stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum

corneum (Marieb, 2001).

2.Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pemuluh darah,

dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar

keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu

lapisan papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah

lapisan retikularis (Marieb, 2001).

5

5

Page 6: Thesis Daftar

2.1. Anatomi kulit normal (Sumber: Keith L. Moore, Anne M. R. Agur, Anatomi Klinik Dasar, 2002).

Fungsi kulit:

Perlindungan terhadap cidera dan kehilangan cairan (misalnya pada luka

bakar)

Pengaturan suhu

Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris

(misalnya untuk rasa sakit).

(Moore dan Agur, 2003)

Sebagai barrier dari invasi mikroorganisme patogen ataupun toksin

(Marrieb, 2001).

6

Page 7: Thesis Daftar

2.2. Luka Bakar

2.2.1. Definisi

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke

tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas),

akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari

(sunburn) (Moenadjat, 2001).

2.2.2. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas

langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur

sampai 44°C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat

ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah

merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas

(Sabiston,1995). Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan

intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah; dalam hal ini bukan hanya

cairan tetapi juga plasma (protein) dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif

dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan

masif di intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan

intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan

proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan syok

(Moenadjat, 2001).

Luka bakar secara klasik dibagi atas derajat I, II, dan III. Penggunaan

sistem klasifikasi ini dapat memberikan gambaran klinik tentang apakah luka

dapat sembuh secara spontan ataukah membutuhkan cangkokan. Kedalaman

luka tidak hanya bergantung pada tipe agen bakar dan saat kontaknya, tetapi

7

Page 8: Thesis Daftar

juga terhadap ketebalan kulit di daerah luka (Sabiston, 1995).

2.2.3. Etiologi Luka Bakar

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat

kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh

derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit (Schwarts et al,

1999).

Tipe luka bakar:

1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)

Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) , jilatan api ke

tubuh (flash), kobaran apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak

dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas, dll.)

(Schwarts et al, 1999).

2. Luka Bakar Kimia (Chemical Burns)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa

digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang

sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga (Schwarts et al, 1999).

3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan

ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki

resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada

pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan

sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik

kontak dengan sumber arus maupun ground (Moenadjat, 2001).

4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.

8

Page 9: Thesis Daftar

Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan

terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar

matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi

(Gillespie, 2009).

2.2.4. Pembagian Zona Kerusakan

1. Zona Koagulasi

Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber

panas dan terjadi kematian selular

2. Zona Stasis

Zona ini mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit,

leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi, diikuti perubahan

permabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung

selama 12-24 jam pasca cidera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis

jaringan

3. Zona Hiperemia

Daerah ini ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak

melibatkan reaksi seluler.

(Moenadjat, 2001)

2.2.5. Klasifikasi Luka Bakar

2.2.5.1. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman

Semakin dalam luka bakar, semakin sedikit apendises kulit yang

berkontribusi pada proses penyembuhan dan semakin memperpanjang masa

penyembuhan luka. Semakin panjang masa penyembuhan luka, semakin sedikit

dermis yang tersisa, semakin besar respon inflamasi yang terjadi dan akan

semakin memperparah terjadinya scar. Luka bakar yang sembuh dalam waktu 3

9

Page 10: Thesis Daftar

minggu biasanya tanpa menimbulkan hypertrophic scarring, walaupun biasanya

terjadi perubahan pigmen dalam waktu yang lama. Sebaliknya luka bakar yang

sembuh lebih dari tiga minggu sering mengakibatkan hypertrophic scars

(Schwartz et al, 1999).

1. Luka Bakar Derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial)

Kulit kering, hiperemik berupa eritema

Tidak dijumpai bula

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Moenadjat,

2001)

2. Luka Bakar Derajat II:

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan

dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

Dijumpai bula

Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas

kulit normal

(Moenadjat, 2001)

Pembentukan scar

Nyeri

(Schwarts et al, 1999)

1

Page 11: Thesis Daftar

Dibedakan atas 2 (dua) :

a. Derajat II Dangkal (Superficial)

Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh.

(Moenadjat, 2001)

Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan

luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu

dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah

12 sampai 24 jam.

Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna pink dan basah.

Jarang menyebabkan hypertrophic scar.

Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara

spontan kurang dari 3 minggu.

(Schwarts et al, 1999)

Gambar 2.2. Luka bakarderajat II dangkal (superficial)

(Sumber: Robert H. Demling, Leslie DeSanti: Managing The Burn Wound. Brigham and

Women’s Hospital, Burn Center, Harvard Medical School, Boston)

11

Page 12: Thesis Daftar

b. Derajat II Dalam (Deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis

Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea sebagian besar masih utuh.

Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa

(Moenadjat, 2001).

Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak

berwarna pink dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi

suplai darah ke dermis (daerah yang berwarna putih

mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama

sekali; daerah yang berwarna pink mengindikasikan masih ada

beberapa aliran darah).

Jika infeksi dicegah luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9

minggu.

(Schwarts et al, 1999)

Gambar 2.3. Luka bakar derajat dua dalam (dengan full thickness burn pada panggul)

(Sumber: Robert H. Demling, Leslie DeSanti: Managing The Burn Wound. Brigham and

Women’s Hospital, Burn Center, Harvard Medical School, Boston.)

3. Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn):

1

Page 13: Thesis Daftar

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.

Tidak dijumpai bula

Apendises kuliit rusak

Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering, letaknya

lebih rendah dibandingkan kulit sekitar.

Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai

eskar.

Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung

saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian.

Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan

dari dasar luka.

(Moenadjat, 2001)

Gambar 2.4. Luka bakar derajat III

(Sumber: Robert H. Demling, Leslie DeSanti: Managing The Burn Wound. Brigham

and Women’s Hospital, Burn Center, Harvard Medical School, Boston).

2.2.5.2. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Luasnya

1

Page 14: Thesis Daftar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan

nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:

1. Kepala dan leher : 9%

2. Lengan masing-masing 9% : 18%

3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4. Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5. Genetalia/perineum : 1%

Gambar 2.5. Diagram luas luka bakar (Moenadjat, 2001)

2.2.5.3. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Berat Ringannya

Berdasarkan berat / ringan luka bakar diperoleh beberapa kategori

penderita:

1. Luka bakar berat (critical)

a. Derajat II-III >40%

b. Derajat III pada muka, tangan dan kaki

c. Adanya trauma pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar

d. Luka bakar listrik

e. Desertai trauma lainnya (misal fraktur iga/lain-lain)

1

Page 15: Thesis Daftar

2. Luka bakar sedang

a. Derajat II 15 – 40%

b. Derajat III <10% kecuali muka, tangan dan kaki

3. Luka baker ringan

a. Derajat II < 15%

b. Derajat III <2%

(Moenadjat, 2001)

2.3. Proses Penyembuhan Luka

Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki

kemampuan yang luar biasa untuk mengganti jaringan yang hilangmemperbaiki

struktur, kekuatan, dan kadang-kadang juga fungsinya. Proses ini disebut

dengan penyembuhan (Nowak dan Hanford, 2004). Penyembuhan luka

melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka

sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cidera.

Selain itu, penyembuhan luka dipengaruhi oleh kemampuan sel dan jaringan

untuk melakukan regenerasi (Perry & Potter, 2006).

2.3.1. Proses Fisiologis Penyembuhan Luka

Proses fisiologis penyembuhan luka terbagi menjadi tiga fase yaitu, fase

inflamasi, proliferasi dan maturasi (Perry & Potter, 2006).

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi dimulai setelah beberapa menit setelah cedera (Perry &

Potter, 2006) dan akan berlangsung selama sekitar 4-6 hari (Taylor et al, 2008).

Fase ini diawali oleh proses hemostasis. Sejumlah mekanisme terlibat di dalam

menghentikan perdarahan secara alamiah (hemostasis) (Morison, 2004). Selama

proses hemostasis pembuluh darah yang cedera akan mengalami konstriksi dan

1

Page 16: Thesis Daftar

trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan (Perry & Potter, 2006).

Koagulasi terjadi dalam dua cara yaitu jalur intrinsik yang dipicu oleh

abnormalitas pada lapisan pembuluh darah dan jalur ekstrinsik yang dipicu oleh

kerusakan jaringan. Kedua jalur tersebut bertemu untuk mengaktivasi faktor X

dan jalur akhir yang akan mengakibatkan konversi dari enzim protrombin yang

tidak aktif menjadi trombin yang aktif. Trombin inilah yang akan membentuk fibrin

dari fibrinogen yang dapat memperkuat sumbatan trombosit (Morison, 2004).

Inflamasi adalah pertahanan tubuh terhadap jaringan yang mengalami

cedera yang melibatkan baik respon seluler maupun vaskuler (DeLaune dan

Ladner, 1998). Selama respon vaskuler, jaringan yang cedera dan aktivasi

sistem protein plasma menstimulasi keluarnya berbagai macam mediator-

mediator kimiawi seperti histamin (dari sel mast dan platelet), serotonin (dari

platelet), eicosanoids yang merupakan produk-produk dari metabolisme asam

arakidonat, nitrit oxide (NO) (dari makrofag yang terakivasi) (DeLaune dan

Ladner, 1998; Nowak dan Hanford, 2004). Substansi-substansi vasoaktif ini akan

menyebabkan pembuluh darah melebar dan menjadi lebih permeabel,

mengakibatkan peningkatan aliran darah dan kebocoran cairan serta sel-sel

yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Peningkatan aliran darah

membawa nutrisi dan oksigen, yang sangat penting untuk penyembuhan luka,

dan membawa leukosit ke area yang cedera untuk melakukan fagositosis, atau

memakan mikroorganisme (DeLaune dan Ladner). Daerah yang mengalami

inflamasi akan berwarna kemerahan (rubor), bengkak (tumor), hangat (kalor),

nyeri lokal (dolor), kehilangan fungsi (functio laesa) (Nowak dan Hanford, 2004).

Selama respon selular, leukosit keluar dari pembuluh darah ke ruang

interstisial. Neutrofil adalah sel pertama yang yang keluar ke daerah yang cedera

1

Page 17: Thesis Daftar

dan mulai memfagosit (DeLaune dan Ladner, 1998). Sekitar 24 jam setelah

cedera sel-sel tersebut akan digantikan oleh makrofag (Taylor et al, 2008), yang

muncul dari monosit darah. Makrofag melakukan fungsi yang sama dengan

neutrofil akan tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Selain itu makrofag

adalah sel-sel yang penting dalam proses penyembuhan luka karena

mengeluarkan beberapa faktor, meliputi fibroblast activating factor (FAF),

angiogenesis factor (AGF), FAF menarik fibroblast yang membentuk kolagen

atau collagen percursors. AGF menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru.

Pertumbuhan mikrosirkulasi baru ini membantu dalam proses penyembuhan luka

(DeLaune dan Ladner, 1998).

Inflamasi yang terjadi berkepanjangan dapat memperlambat

penyembuhan luka dan memparah terjadinya scar (mengakibatkan hypertrophic

scar) (Morison, 2004; Schwarts et al, 1999).

2. Fase Proliferasi

Fase ini berlangsung hingga beberapa minggu (Taylor et al, 2008).

Pertumbuhan jaringan baru untuk menutup luka utamanya dilakukan melalui

aktivasi fibroblast (Taylor et al, 2008). Fibroblast yang normalnya ditemukan pada

jaringan ikat, bermigrasi ke daerah yang luka karena berbagai macam mediator

seluler. Fibroblast adalah sel yang paling penting dalam fase ini karena

menghasilkan kolagen yang akan digunakan selama proses rekonstruksi

jaringan. Kolagen adalah protein penyusun tubuh yang jumlahnya paling banyak

dalam tubuh (DeLaune dan Ladner, 1998). Kolagen memberikan kekuatan dan

integritas struktur pada luka (Perry & Potter, 2006). Fibroblast juga memproduksi

beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab untuk menginduksi

pertumbuhan pembuluh darah (Taylor et al, 2008).

1

Page 18: Thesis Daftar

Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) mulai terjadi

beberapa jam setelah cedera. Pertumbuhan pembuluh darah kapiler baru ini

meningkatkan aliran darah yang juga akan meningkatkan suplai nutrisi dan

oksigen yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka (DeLaune dan Ladner,

1998). Jaringan yang baru disebut dengan jaringan granulasi yang kaya akan

vaskularisasi, tampak kemerahan dan mudah berdarah. Pada luka yang sembuh

dengan first intention, sel-sel epidermis menutup luka dalam 24-48 jam sehingga

jaringan granulasi tidak kelihatan (Taylor et al, 2008).

Luka yang sembuh dengan secondary itention akan melalui proses yang

sama, tetapi akan memakan waktu yang lebih lama untuk sembuh dan

membentuk jaringan scar yang lebih banyak (Taylor et al, 2008). Jaringan yang

rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi yang rapuh daripada

dipenuhi oleh kolagen. Jaringan granulasi merupakan salah satu bentuk jaringan

konektif (penyambung) yang memiliki lebih banyak suplai darah daripada

kolagen.

Bila epitelisasi (proses dimanai keratinosit migrasi dan membelah untuk

menutup kembali permukaan luka) tidak mampu menutup defek luka maka akan

terjadi kontraksi. Sel yang mendorong terjadinya kontraksi adalah miofibroblast

(Perry & Potter, 2006).

3. Fase Maturasi

Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka dan dimulai

sekitar minggu ke-3 setelah cedera (Taylor et al, 2008). Dapat memerlukan waktu

lebih dari 1 tahun tergantung pada kedalaman dan luas luka. Pada fase ini

jaringan parut akan terus melakukan reorganisasi. Akan tetapi, luka yang sembuh

biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang

1

Page 19: Thesis Daftar

digantikannya. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel

pigmentasi (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang daripada warna kulit

normal (Potter dan Perry, 2006).

2.3.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Usia

Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon

inflamasi, dan fagositosis mudah rusak pada orang yang terlalu muda

dan orang tua, sehingga resiko infeksi lebih besar. Kecepatan

pertumbuhan sel dan epitelisasi pada luka terbuka lebih lambat pada

usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga terjadi lambat (DeLaune

dan Ladner, 1998).

2. Nutrisi

Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat , lemak, mineral,

dan vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap patogen dan menurnkan resiko infeksi. Pembedahan,

infeksi luka yang parah, luka bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi

meningkatkan kebutuhan akan nutrisi. Kurang nutrisi dapat

meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan

luka. Sedangkan obesitas dapat menyebabkan penurunan suplai

pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen

yang lainnya yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu

pada obesitas penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti

dehisens dan eviserasi yang diikuti infeksi bisa terjadi (DeLaune dan

Ladner, 1998).

3. Oksigenasi

1

Page 20: Thesis Daftar

Penurunan oksigen arteri dapat mengganggu sintesa kolagen dan pem-

bentukan epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar

hemoglobin (anemia), menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan

mempengaruhi perbaikan jaringan (DeLaune dan Ladner, 1998)

4. Infeksi

Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya

infeksi. Infeksi menghambat penyembuhan dengan memeperpanjang

fase inflamasi, dan memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat

merusak jaringan (DeLaune dan Ladner, 1998). Resiko infeksi lebih

besar jika luka mengandung jaringan nekrotik, terdapat benda asing dan

suplai darah serta pertahanan jaringan di (Perry dan Potter, 2005).

5. Merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan

kerusakan oksigenasi jaringan (DeLaune dan Ladner, 1998).

6. Diabetes milletus

Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskular) dapat

merusak perfusi jaringan dan pengeriman oksigen ke jaringan.

Peningkatan kadar glukosa darah dapat merusak fungsi leukosit dan

fagosiit. Lingkungan yang tinggi akan kandungan glukosa adalah media

yang bagus untuk perkembangan bakteri dan jamur (DeLaune

dan Ladner, 1998).

7. Sirkulasi

2

Page 21: Thesis Daftar

Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan

luka. Hal ini biasanya disebabkan karena arteriosklerosis atau

abnormalitas pada vena (Cotran et al, 1999).

8. Faktor mekanik

Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat

penyembuhan (Cotran et al, 1999).

9. Faktor mekanik

Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat

penyembuhan (Cotran et al, 1999).

10. Faktor mekanik

Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat

penyembuhan (Cotran et al, 1999).

11. Necrosis

Jaringan nekrotik pada luka dapat menghambat penyembuhan luka itu

sendiri (Taylor et al, 2008).

12. Desiccation

Adalah suatu proses mengering. Sel mengalami dehidrasi dan kemudian

mati pada lingkungan yang kering. Sel-sel yang mati mengakibatkan

terbentuknya crust pada bagian atas luka dan menghambat

penyembuhan luka (Taylor et al, 2008).

13. Obat

a. Steroid : Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan

normal tubuh terhadap cedera dan menghambat

sintesa kolagen. Obat-obat antiinflamasi dapat

menekan sintesa protein, kontraksi luka, epitelisasi dan

2

Page 22: Thesis Daftar

inflamasi (DeLaune dan Ladner, 1998)

b. Antibiotik : Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai

perkembangan bakteri yang resisten, dapat

meningkatan resiko infeksi (DeLaune dan Ladner).

2.4. Perawatan Luka Bakar

2.4.1. Metode Perawatan Luka Bakar.

Perawatan luka dilakukan secara tertutup dengan teknik steril membantu

melindungi luka dari invasi bakteri dan menyerap cairan pada luka (Schwartz et

al, 1999). Perawatan luka secara tertutup juga membantu mencegah penguapan

berlebihan (Moenadjat, 2001).

2.4.2. Terapi Antibiotik Topikal

Krim antibiotika diperlukan untuk infeksi luka (Moenadjat, 2001).

Salah satunya adalah Silver sulfadiazine cream, bersifat bakteriostatik dan

bakterisida, kombinasi keduanya menghasilkan aktivitas antimikroba yang

berspectrum luas. Merupakan antibiotik topikal yang paling sering digunakan di

pusat-pusat perawatan luka bakar (Schwartz et al, 1999). Pencegahan infeksi

adalah kunci untuk meminimalisasi pembentukan scar. Silver sulfadiazin cream

adalah salah satu antibiotik topikal yang digunakan untuk meminimalisasi scar

(Menter et al, 1998).

2.5. Bratawali

2

Page 23: Thesis Daftar

2.5.1. Taksonomi Tanaman

Taksonomi tanaman

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Class : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Ordo : Ranunculales

Familia : Menispermaceae

Genus : Tinospora

Species : Tinospora crispa (L.) Hook F. & T

(Anonymus, 2008)

Gambar 2.6. Daun Bratawali

2

Page 24: Thesis Daftar

Gambar 2.7. Batang Bratawali

2.5.2. Sinonim

Tinospora crispa, Menispermum crispum Linn., Menispermum rimosum Blanco,

Tinospora cordifolia F.-Vill., Cocculus cordifolius Walp., Cocculus villosus DC.

Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. f. & Thoms., Tinospora tuberculata,

Tinospora rumphii, Cocculus crispum, Menispermum tuberculatum,

menispermum verrucosum (N.O._Menispermaceae) (Cavin, 2006). M.

verricosum Flem, M. tuberculatum Lamk, Coculus crispis DC, Tinospora crispa

Miers, Tinospora rumphii Boerl, Tinospora perculata Beumee (Sastroamidjojo,

2001).

2.5.3. Nama Lokal

2

Page 25: Thesis Daftar

Indonesia: bratawali, andawali, putrawali, daun gade (Cavin, 2006), antawali,

daun gadel (Sastroamidjojo, 2001). Thailand: boraphet, wan kab hoi yai.

Kannada: Vasanvel; tana (Cavin, 2006).

2.5.4. Deskripsi Tanaman Bratawali

Merupakan tanaman perdu (merambat). Besar batang bervariasi mulai

sebesar jari kelingking hingga sebesar ibu jari orang dewasa, dengan banyak

bintil-bintil, tidak beraturan, tidak keras, berair, dan rasanya pahit. Daun lebar,

tunggal, bertangkai, berbentuk seperti jantung atau agak bulat telur berujung

lancip. Bunga tidak sempurna, bertiga dalam sepucuk, lembaga, hijau muda.

Buah berwarna merah muda dalam tandan (Sastroamidjojo, 2001). Tanaman ini

dapat dijumpai di ladang atau ditanam di halaman dekat pagar sebagai tanaman

obat .

2.5.5. Kandungan Kimiawi Bratawali

Seluruh bagian tanaman bratawali mengandung zat pahit, colombine;

alkoloid; dan glucoside. Batang tanaman ini mengandung flavone O-glycosides

(apigenin), picroretoside, berberine, palmatine, picroretine, resin (Umi kalsom et

al), cycloeucalenol and cycloeucalenone (kongkathip et al), N-cis-

feruloyltyramine, N-trans-feruloyltiramine, dan secoisolariciresinol (Cavin et al)

(Cavin, 2006). Batang bratawali juga mengandung terpenoid (Erna, 1998) dan

flavonoid (Cotelle, 2001).

2.5.6. Khasiat Bratawali

Bratawali memiliki khasiat sebagai antioksidan (Cavin et al.), antibakteri

(Zakaria et al), antifilarial, antimalaria, antipiretik (Kongkathip et al), dan

antihiperglikemi. Ekstrak kasar dari batang tanaman ini terbukti memiliki efek

antiinflamasi dan antnosiseptif (Sulaiman et al) (Sulaiman et al, 2008). Ada pula

2

Page 26: Thesis Daftar

beberapa orang yang menggunakan bratawali ini sebagai campuran obat untuk

membasmi hama tanaman

2.6. Mekanisme Ekstrak Batang Bratawali Terhadap Penyembuhan Luka

2.6.1. Antimikroba

Antimikroba dapat mencegah terjadinya infeksi yang dapat menghambat

penyembuhan luka (Schwartz et al, 1999; Cotran et al, 1999). Semakin lama

waktu penyembuhan luka maka semakin besar respon inflamasi yang terjadi

(Schwartz et al, 1999).

Berdasarkan penelitian uji aktivitas antimikroba diinformasikan bahwa

ekstrak etanol batang bratawali aktif terhadap: Bordetella bronchiseptica, Serratia

marcescens, Klebsiella.Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus. Hal ini diduga

karena adanya kandungan flavonoid, alkaloid dan terpenoid (Erna, 1998).

Ekstrak etanol batang bratawali juga terbukti efektif menunjukkan khasiat

bakterisida baik terhadap: Staphylocaccus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

(Chozin, 1998). Pseudomonas species merupakan organisme dominan yang

dapat menyebabkan infeksi luka yang fatal pada pasien luka bakar (Schwarts et

al, 1999).

2.6.2. Antiinflamasi

Nitrit Oksida

Gas nitrit oksida (NO) adalah suatu gas tidak berwarna, tanpa oksigen

larut dalam air, pada kondisi seperti ini nitrogen oksida sangat stabil. Di

udara, nitrit oksida cepat bereaksi dengan oksigen membentuk NO2, suatu

gas berwarna yang dapat memicu kerusakan jaringan (Silalahi, 2005)

Gas nitrogen oksida dihasilkan dari asam amino L arginin oleh enzim nitrit

oxide synthase (NOS) yang terdapat pada sitosol dalam sel-sel mamalia

2

Page 27: Thesis Daftar

termasuk manusia dan berfungsi sebagai mediator biologis yang

memungkinkan sel-sel berkomunikasi dengan sesamanya (Murray et al,

2003; Silalahi, 2005). Nitrogen oksida memegang peranan penting dalam

proses patologis maupun fisiologis. Nitrogen oksida yang diproduksi secara

kontinu oleh sel-sel endothelium berperan mengendalikan tonus pembuluh

darah, aliran darah, tekanan darah, fungsi platelet, gerakan saluran

pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Produksi nitrogen oksida

dalam jumlah banyak terbentuk karena respon sistim imunitas untuk

mempertahankan diri; tetapi juga dapat menimbulkan perubahan

patofisiologis seperti hipotensi yang fatal dan mungkin juga menyebabkan

kerusakan jaringan. Pemahaman mekanisme fisiologis, pengembangan obat

dan metode terapi baru dapat dikembangkan dengan mempengaruhi secara

selektif baik peningkatan dan inhibisi produksi nitrogen oksida dalam sistim

biologis (Silalahi, 2005).

Ada tiga tipe NOS yang berbeda yakni (1) neuronal NOS atau nNOS

ditemukan dalam neuron (2) inducible NOS atau iNOS terdapat dalam

makrofag (3) endhotelial NOS atau eNOS ditemukan dalam endotel yakni sel-

sel yang terutama terdapat sepanjang lumen pembuluh darah. Kadar enzim

nNOS dan eNOS relatif stabil, dan aktivasinya tergantung pada kadar

kalsium. Sebaliknya kerja iNOS tidak tergantung pada kadar kalsium, tetapi

pada adanya rangsangan seperti masuknya parasit ke dalam tubuh,

menghasilkan lebih banyak nitrogen oksida dalam waktu yang lebih lama

dan berperan penting dalam sistem imunitas dan inflamasi. Semua jenis NOS

menghasilkan nitrogen oksida dari L-arginin dengan bantuan oksigen

molekuler dan NADPH. Nitrogen oksida dapat berdifusi bebas melalui

2

Page 28: Thesis Daftar

membran sel dan bekerja mempengaruhi sel-sel disekitar titik lokasi sintesis

(Silalahi, 2003).

Mekanisme Zat Aktif Ekstrak Batang Bratawali (N-trans-

feruloyltiramine) Dalam Menghambat Inflamasi.

N-trans-Feruloyltiramine ditemukan pada batang Tinospora tuberculata

kering oleh Fukuda dkk. N-trans-feruloyltiramine yang terkandung dalam

ekstrak batang bratawali terbukti mampu menekan produksi nitrit oksid dari

makrofag (Yokozawa et al, 2001).

N-trans-feruloyltiramine

Nitrit oksida (NO) memiliki peran yang penting dalam regulasi COX

karena NO mampu meningkatkan ekspresi dari COX dan secara otomatis

meningkatkan produksi prostaglandin dimana prostaglandin dapat

menimbulkan inflamasi. Prostaglandin E2 dan prostasiklin adalah vasodilator

yang kuat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Salvemini dkk pada tahun

1993 tentang hubungan yang penting antara COX dan NOS, peningkatan

produksi prostaglandin yang kemudian diikuti oleh mekanisme inflamasi

hampir semuanya dikendalikan oleh Nitrit oksida (NO) (Mollace et al, 2005 )

2

Page 29: Thesis Daftar

2.6.3. Antioksidan

Radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau gugus atom apa saja yang memiliki satu

atau lebih elektron tak berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Radikal

bebas merupakan molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang

tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan

molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut (Wijaya,

1996 dan Amrun et al., 2007).

Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi

dengan makromolekul sel, seperti: protein, lipid, karbohidrat, atau DNA

2

Gambar 2.8. Bagan mekanisme zat aktif ekstrak batang bratawali dalam menghambat

inflamasi (Cotran. et al, 1999 ; Tjay & Rahardja, 2002).

Fosfdipid Membran Sel

Asam arakidonat

Sikloosigenase

COX 2

Tromboxan TX A2

Prostacyclin PG I2

ProstaglandinPG D2, PG E2, PG F2

COX 1

Lipookigenase

Leukotrin A4 (LTA4)

Leukotrin C4 (LTC4)

Leukotrin D4 (LTD4)

Leukotrin E4 (LTE4)

Leukotrin B4 (kemotaksis)

1. Vasukontriksi2. Spasmus bronkus3. Peningkatan

permeabilitas Peradangan

1. Vasokontriksi2. Merangsang agregasi platelet

1. Vasodilatasi2. Penghambat agregasi platelet

N-trans-feruloyltiramine

Fosfolipase

Page 30: Thesis Daftar

(Langseth, 1995). Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada

timbulnya penyakit, yaitu antara lain: kerusakan DNA pada inti sel yang dapat

menginisiasi terjadinya kanker, kerusakan protein yang dapat menyebabkan

aterosklerosis, kerusakan lipid peroksida yang dapat merusak struktur membran

dan menyebabkan hilangnya fungsi dari organel sel (Kappus, 1985 dan Madhavi

et al., 1995).

Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri

(endogen) bisa pula berasal dari luar tubuh (eksogen). Radikal endogen

terbentuk sebagai sisa metabolisme (proses pembakaran) protein, karbohidrat,

dan lemak pada mitokondria, proses inflamasi atau peradangan, reaksi antara

besi dan logam transisi dalam tubuh, fagosit, xantin oksidase, peroksisom,

maupun pada kondisi iskemia. Sumber dari luar tubuh terbentuk dari asap rokok,

polusi lingkungan, radiasi, obat-obatan, pestisida, anestetik, limbah industri, ozon

serta sinar ultraviolet (Langseth, 1995). Beberapa contoh radikal bebas antara

lain: anion superoksida, radikal hidroksil, nitrit oksida, hidrogen peroksida dan

sebagainya (Larson, 1997 dan Windono et al., 2001).

Mekanisme radikal bebas terjadi dalam beberapa tahap, yaitu permulaan

(inisiasi), perambatan (propagasi) dan pengakhiran (terminasi) radikal bebas

(Fessenden dan Fessenden, 1986)

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang akan menghambat atau menunda

proses oksidasi substrat pada konsentrasi yang rendah (Vaya dan Aviram, 2001).

Secara umum, antioksidan mengurangi kecepatan reaksi inisiasi pada reaksi

berantai pembentukan radikal bebas dalam konsentrasi yang sangat kecil, yaitu

0,01% atau bahkan kurang (Mahdhavi et al., 1995)). Karakter utama senyawa

3

Page 31: Thesis Daftar

antioksidan adalah kemampuannya untuk mengankap radikal bebas (Prakash et

al., 2001).

Berdasarkan mekanismenya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi

dua yaitu:

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal

dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang

radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk inisial.

Contoh antioksidan ini adalah flavonoid, tokoferol, senyawa thiol yang

dapat memutus rantai reaksi propagasi dengan menyumbang elektron pada

peroksi radikal dalam asam lemak (Vaya dan Aviram, 2000).

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan ini dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun radikal

atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal

antara lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim

pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies radikal yang

reaktif. Contoh antioksidan sekunder: sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat,

bilirubin, dan albumin.

Efek antioksidan pada ekstrak batang bratawali diduga karena adanya

kandungan N-cis-feruloyityramine, N-trans-feruloyltyramine, secoisolariciresinol

dan flavonoid (Farkad et al., 2010).

2.6.4. Antinosiseptif

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa pemisahan komponen zat

aktif dari batang bratawali dengan menggunakan etanol memiliki efek

antinosiseptif dan memiliki karakteristik yang sama kuatnya dengan analgesik,

3

Page 32: Thesis Daftar

akan tetapi mekanismenya sebagai antinosiseptif belum diketahui secara pasti.

Antinosiseptif ini dapat mengurangi nyeri yang diakibatkan inflamasi (Sulaiman et

al, 2008).

2.7. Marmut

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan marmut (Cavia porcellus)

sebagai hewan coba. Tujuan digunakannya hewan coba ini sebagai subyek yang

akan diberi perlakuan antara lain masih tergolong satu kelas dengan manusia

(mamalia) karena proses fisiologisnya hampir sama. Saat ini marmut masih

digunakan dalam penelitian, utamanya untuk model kondisi medis manusia

seperti tuberculosis, scurvy, pregnancy complications dll. (http//:www.wikipedia/

guineapig-Wikipedia,thefree encyclopedia.mht.)

Gambar 2.9. Marmut (http//:www.wikipedia/ guineapig-Wikipedia,thefree encyclopedia.mht.)

2.7.1. Klasifikasi Marmut

Klasifikasi marmut

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

3

Page 33: Thesis Daftar

Suborder : Hystricomorpha

Family : Caviidae

Subfamiliy : Caviinae

Genus : Cavia

Species : C. porcellus

(http//:www.wikipedia/ guineapig-Wikipedia,thefree encyclopedia.mht.)

2.7.2. Sinonim

Mus porcellus, Cavia cobaya, Cavia anolaimae, Cavia cutleri, Cavia leucopyga,

Cavia longipilis (http//:www.wikipedia/ guineapig-Wikipedia,thefree encyclopedia.

mht.)

3

Page 34: Thesis Daftar

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangaka Konsep

Proses penyembuhan luka

InflamasiProliferasiMaturasi

Luas epitalisasi (penutupan luka) meningkat

3

Ekstrak etanol batang bratawali mengandung:-Antiinflamasi-Antimikroba-Antioksidan

Luka bakar derajat II karena termal

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan

31

Page 35: Thesis Daftar

3.2. Hipotesis

3.2.1. Hipotesis Mayor

H1: Perawatan dengan ekstrak batang bratawali secara topikal mempunyai

pengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II

karena termal pada marmut (Cavia porcellus).

3.2.2. Hipotesis Minor

1. Ada perbedaan pengaruh antara perawatan dengan ekstrak batang bratawali

dan normal salin (0,9%) secara topikal dalam mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia

porcellus).

2. Ada perbedaan pengaruh antara perawatan dengan Silver sulfadiasin cream

dan normal salin (0,9%) secara topikal dalam mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia

porcellus).

3. Ada perbedaan pengaruh antara perawatan dengan ekstrak batang bratawali

dan Silver sulfadiasin cream secara topikal dalam mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia

porcellus).

3

Page 36: Thesis Daftar

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah True-experiment pasca tes dengan kelompok

eksperimen dan kontrol. Pada rancangan ini, kelompok eksperimental diberi

perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok tidak diawali

pra-tes. Pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian perlakuan selesai

(Nursalam, 2003).

4.2 Sampel

4.2.1 Kriteria Sampel

Sampel penelitian ini adalah marmut dengan kriteria:

Pergerakan aktif, bulu tebal (rambut tidak rontok), halus, bersih dan

merata. Pandangan mata terang, Tidak ada abses karena infeksi dan

tidak agresif ketika di pegang (karena nyeri) (en.wikipedia.org/wiki/

Guinea_pig - 206k). Tidak lemah, nafas tidak berat, tidak diare atau

kencing darah (Admin, 2008).

Usia 75 – 90 hari dan berat badan 275-300 gram (Dengan makanan

rumput dan sayuran; wortel, jagung muda, bayam, kangkung).

Jenis lokal.

Mendapatkan nutrisi yang sama

Marmut ditempatkan pada tempat yang sama

3

33

Page 37: Thesis Daftar

4.2.2 Cara Pemilihan dan Jumlah Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling (Nursalam,

2003). Pada penelitian ini terdapat tiga kelompok/perlakuan, dengan perhitungan

jumlah sampel sebagai berikut:

p (n-1 ) ≥ 15

“p” adalah jumlah kelompok/perlakuan

“n” adalah banyaknya sampel pada tiap kelompok

Pada penelitian ini “p” adalah 3 jadi:

3 (n-1) ≥ 15

3 (n-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15

3n ≥ 18

n ≥ 6

Sehingga dapat disimpulkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 6 sampel

pada setiap kelompok.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Labolatorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya Malang yang dilaksanakan pada tanggal 29

Mei sampai tanggal 19 Juni 2009.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah perawatan luka bakar derajat II

karena termal secara topikal dengan ekstrak batang bratawali.

3

Page 38: Thesis Daftar

4.4.2 Variabel Terikat

Proses penyembuhan luka

4.5. Definisi Operasional

Tabel 4.1

No Variabel

Penelitian

Definisi

Operasional

Parameter Skala

Ukur

Hasil

Ukur

1. Independen

Perawatan luka

bakar derajat II

karena termal

secara topikal

dengan ekstrak

batang bratawali.

Perawatan luka

bakar yang

disebabkan

karena termal

dengan cara:

1. Membersihkan

luka dengan

normal salin

0,9%

2. Mengoleskan

ekstrak

batang

bratawali

(murni)

secara topikal

(permukaan)

pada luka,

yang dirawat

Nominal

3

Page 39: Thesis Daftar

1x/hari.

2. Independen

Perawatan luka

bakar derajat II

karena termal

secara topikal

dengan

silversulfadiasin

cream

Perawatan luka

bakar yang

disebabkan

karena termal

dengan cara:

1. Membersihkan

luka dengan

normal salin

0,9%

2. Dilanjutkan

dengan

pemberian

larutan

antiseptik

feracrylum 1%

3. Mengoleskan

Silver

sulfadiazin

cream secara

topikal

(permukaan)

pada luka

yang dirawat

1x/hari.

Nominal

3

Page 40: Thesis Daftar

3. Independen

Perawatan luka

bakar derajat II

karena termal

secara topikal

dengan

Normal salin

(0,9%)

Perawatan luka

bakar yang

disebabkan

karena termal

yang hanya

dilakukan

dengan

menggunakan

normal salin

(0,9%),

yang dirawat

1x/hari

Nominal

4. Dependen

Proses

penyembuhan

luka bakar

derajat II

Pemulihan

integritas

jaringan pada

luka bakar

derajat II karena

termal yang

diukur dari

1. Epitelisasi

(Dimana

keratinocytes

migrasi dan

membelah utuk

menutup kembali

1. Prosentase

epitelisasi

yang diukur

menggunakan

transparent

metric (mili

meter)

Rasio Luka

menutup

(terjadi

eitelisa-

si)

4

Page 41: Thesis Daftar

permukaan luka

bakar derajat II ),

yang ditandai

dengan

penyempitan

luas permukaan

luka.

4.6 Alat dan Bahan

4.6.1 Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Ekstraksi

Menurut standard pembuatan ekstrak di Laboratorium Farmakologi Universitas

Brawijaya Malang, alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan ekstrak

batang bratawali adalah sebagai berikut:

Batang bratawali

Etanol 96 %

Aquades

Botol hasil ekstrak

Oven

Timbangan (1)

Gelas Erlenmeyer (2)

Corong gelas (1)

Kertas saring (1)

Labu evaporator (1)

Labu penampung etanol (1)

Evaporator (1)

4

Page 42: Thesis Daftar

Pendingin spiral/rotary evaporator (1)

Selang water pump (1)

Water pump

Water bath

Vacum pump (1)

Freezer

4.6.2 Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Luka Bakar Derajat II

1. Pisau cukur

2. Penggaris

3. Sarung tangan steril

4. Jas labolatorium

5. Bengkok

6. Kom

7. Bak instrumen

8. Perlak

9. Air panas/mendidih suhu 93 °C

10. Air biasa/dingin

11. Plester

12. Bulpoin

13. Gunting plester

14. Gunting kasa

15. Pinset anatomis

16. Lidokain

17. Spuit 1 ml+jarum

18. Kassa steril

4

Page 43: Thesis Daftar

19. Kapas

20. Alkohol 70 %

21. Korentang

22. Jam tangan

23. Termometer air panas

4.6.3 Alat Untuk Perawatan Luka Bakar Derajat II

14. Sarung tangan

15. Jas Laboratorium

16. Bak instrument

17. Pinset anatomis

18. Kom

19. Korentang dan tempatnya

20. Kassa

21. Kapas

22. Bengkok

23. Perlak

24. Plester

25. Gunting plester

26. Gunting kassa

27. Gunting jaringan nekrotk

28. Normal salin 0,9%

29. Silver sulfadiazin cream

30. Ekstrak batang bratawali murni

31. Larutan antiseptik feracrylum 1%

(DeLaune dan Ladner, 1998).

4

Page 44: Thesis Daftar

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Pembuatan Ekstrak Batang Bratawali

Ekstrak batang bratawali merupakan proses pemisahan senyawa-

senyawa dari campuran bahan-bahan lain dengan menggunakan pelarut etanol

96 % dan dibuat dengan alat ekstraktor.

Proses pengeringan

Batang bratawali dalam sediaan segar diperoleh dari kota Batu kabupaten

Malang. Batang bratawali dicuci/dibersihkan, dipotong kecil kemudian

dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering dihancurkan dengan alat

penggiling/blender sehingga menjadi bentuk serbuk/bubuk (Sulaiman et al.,

2008)

Proses ekstraksi

Proses ekstraksi mengikuti standard pembuatan ekstrak di Labolatorium

Farmakologi Universitas Brawijaya Malang.

Setelah bratawali kering dihaluskan kemudian timbang sebanyak 100

gram

Masukkan 100 gram sampel kering ke dalam gelas erlenmeyer ukuran 1 lt

Kemudian rendam dengan etanol sampai volume 900 ml

Kocok sampai benar-benar tercampur (± 30)

Diamkan 1 malam sampai mengendap

Proses evaporasi

Ambil lapisan atas campuran etanol dengan zat aktif yang sudah terambil

Masukkan dalam labu evaporasi 1 lt

Pasang labu evaporasi pada evaporator

Isi water bath dengan air sampai penuh

4

Page 45: Thesis Daftar

Pasang semua rangkaian alat, termasuk rotary evaporator, pemanas

water bath (atur sampai 90°C), sambungan dengan aliran listrik

Biarkan larutan etanol memisah dengan zat aktif yang sudah ada dalam

labu

Tunggu sampai larutan etanol berhenti menetes pada labu penampung (±

1,5 sampai 2 jam untuk satu labu)

Hasil yang diperoleh kira-kira sepertiga dari bahan alam kering

Masukkan hasil ekstraksi dalam botol plastik

Simpan dalam freezer

4.7.2 Pembuatan Luka Bakar Derajat II

Tentukan terlebih dahulu daerah yang akan dibuat luka bakar yaitu

daerah dorsum marmut sebelah kiri.

Atur posisi marmut sehingga memudahkan pelaksanaan tindakan.

Hilangkan bulu dengan cara mencukurnya seluas 8x8 cm (luas area yang

akan dibuat luka bakar adalah 2x2 cm dengan posisi tepat ditengah)

Pasang perlak dibawah tubuh tikus yang akan dibuat luka bakar

Cuci tangan

Memakai sarung tangan

Desinfektan area kulit yang telah dicukur menggunakan

alkohol 70 %.

Anastesi pada area kulit marmut dengan lidokain dalam

akuades dengan perbandngan 1:1 (berdasarkan eksplorasi tgl. 27 April

2009)

Pasang cetakan di atas kulit marmut yang sudah ditentukan, kemudian

setelah suhu air mencapai suhu 93 °, siramkan air ke dalam cetakan

4

Page 46: Thesis Daftar

sesua batas yang telah ditentukan selama 15 detik. Setelah 15 detik

serap air dalam cetakan dengan kapas dengan cepat dan angkat cetakan

(cetakan terbuat dari logam dengan luas area bagian dalam 2x2 cm,

tinggi 1cm, dan tebal logam 2 mm). Dareah luka tampak berwarna pink

dan putih segera setelah dilakukan perlukaan dan terletak lebih tinggi

diatas kulit normal, bula muncul lebih dari 15 menit setelah dilakukan

perlukaan (Berdasarkan eksplorasi tgl. 27 April 2009)

Kompres dengan air dingin selama 1 menit, untuk menghilangkan panas

dan mencegah luka yang lebih dalam.

Berikan perawatan pada area luka yang terbentuk sesuai dengan

prosedur rawat luka.

4.7.3 Prosedur Perawatan Luka bakar Derajat II

1. Persiapan alat:

a. Semua peralatan yang diperlukan disiapkan

c. Cuci tangan

2. Perawatan luka (Dengan prinsip steril)

a. Pakai sarung tangan

b. Buka balutan

c. Pengkajian luka

Untuk menilai luas epitelisasi. Tempelkan transparan metrik milimeter

pada permukaan luka, dan beri tanda pada transparan metrik luas

daerah yang mengalami epitelisasi (area luka yang sudah menutup).

Pada awalnya area luka yang baru menutup berwarna pink.

d. Perawatan

- Kelompok 1 (Kelompok perlakuan dengan perawatan menggunakan

ekstrak batang bratawali (murni)).

Bersihkan luka dengan normal salin 0,9%

Oleskan ekstrak batang bratawali pada luka sesuai luas

area luka

4

Page 47: Thesis Daftar

Basahi kasa dengan ekstrak batang bratawali, peras

sehingga cukup lembab dan tempelkan pada luka sesuai

luas area luka, tutup dengan kasa kering dan kemudian

plester (perawatan dilakukan 1x/hr yaitu jam 08.00 WIB ).

-Kelompok 2 (Kelompok pembanding dengan perawatan menggunakan

silversulfadiazin cream)

Bersihkan luka dengan normal salin 0,9%

Kemudian bersihkan dengan larutan antiseptik (feracrylum

1%)

Oleskan antibiotik Silver sulfadiazin cream, tutup dengan

kasa kering dan plester (perawatan dilakukan 1x/hr jam

08.00 WIB).

- Kelompok 3 (Kelompok kontrol dengan perawatan menggunakan

normal salin 0,9% saja)

Bersihkan luka dengan normal salin 0,9 %,

Basahi kasa dengan normal salin 0,9 %, peras sehingga

cukup lembab dan tempelkan pada luka sesuai luas luka,

tutup dengan kasa kering dan plester (perawatan dilakukan

1x/hr jam 08.00 WIB).

3. Rapikan alat

4

Page 48: Thesis Daftar

4.8. Alur Penelitian dan Pengumpulan Data

Gambar 4.1 Alur Penelitian

4

Pembuatan luka bakar derajat II karena termal

Menentukan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesuai dengan kriteria serta pemberian identitas pada semua sampel.

Memilih sampel marmut sebanyak 18 sesuai dengan kriteria

Perawatan luka yang dilakukan pada:1. Kelompok 1 (perawatan dengan ekstrak batang bratawali)2. Kelompok 2 (perawatan dengan silversulfadiazin cream)3. Kelompok 3 (perawatan dengan normal salin 0,9%)

Penilaian luas epitelisasi (penutupan luka) yang dilakukan pada hari ke 21 dengan menggunakan transparent metric (Bates-Jensen, 2001), yang kemudian diolah dengan menggunakan SPSS for Window 14.

Analisa data

Pengambilan kesimpulan

Page 49: Thesis Daftar

4. 9. Analisa Data

Analisa data untuk pengujian statistik yang digunakan pada penelitian ini

adalah one-way-analisis of variance (ANOVA). Sebelum melakukan analisis data

dengan menggunakan one way ANOVA (sebagai salah satu uji statistik

parametrik), maka diperlukan pemenuhan atas beberapa asumsi data, yaitu data

harus mempunyai sebaran (distribusi) normal dan mempunyai varians data

homogen. Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi

normal maka digunakan pengujian Kolomogrof-Smirnov Goodness of Fit Test

terhadap masing-masing variabel.

Hipotesis:

Ho : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian :

Angka signifikansi p(value)>0,05, maka data berdistribusi normal

Angka signifikansi p(value)<0,05, maka data tidak berdistribusi normal

Setelah didapatkan distribusi normal, kemudian dilakukan pengujian

homogenitas. Dilanjutkan dengan pengujian ANOVA one-way untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan rata-rata luas epitelisasi (penutupan luka) pada

ketiga kelompok yang diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc test

(Tukey) untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda (daps.bps.go.id/index.

php?page=website.ViewDownload&zip=n&id). Semua perangkat analisis statistik

menggunakan fasilitas SPSS 14.

4

Page 50: Thesis Daftar

BAB VHASIL DAN ANALISA DATA

Studi eksperimen telah dilaksanakan pada tanggal 29 Mei s.d. 19 Juni

2009 untuk membuktikan adanya pengaruh perawatan secara topikal dengan

ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) dalam mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia porcellus)

yang didahului proses studi eksplorasi pembuatan luka bakar derajat II karena

termal pada tanggal 27 April 2009.

5.1. Hasil penelitian

5.1.1. Gambaran luas epitelisasi (penutupan luka) pada hari ke-21

Gambar 5.1. Grafik rata-rata luas epitelisasi (penutupan luka) pada hari ke-21 pada semua kelompok.

Keterangan: - Kelompok perlakuan (dengan ekstrak batang bratawali) - Kelompok pembanding (dengan Silver sulfadiazine cream) - Kelompok kontrol (dengan normal salin 0.9%)

Berdasarkan gambar 5.1 didapatkan data bahwa kelompok perlakuan dan

kelompok pembanding memiliki rata-rata luas epitalisasi yang sama tingginya

yaitu 100%. Sedangkan kelompok kontrol memiliki rata-rata luas epitelisasi yang

5

47

Page 51: Thesis Daftar

paling rendah yaitu 58.0833%.

Berdasaran data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawatan

secara topikal dengan ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.)

berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II

karena termal pada marmut (Cavia porcellus) ditinjau dari epitelisasi.

Kemampuan ekstrak batang bratawali dalam melakukan epitelisasi sama dengan

Silver sulfadiazine cream, yaitu terjadi epitelisasi lengkap pada hari ke-21 baik

pada kelompok perlakuan dengan ekstrak batang bratawali maupun Silver

sulfadiazine cream .

A B CGambar 5.2. Epitelisasi pada hari ke-21

Keterangan:A. Epitelisasi hari ke-21 pada kelompok perlakuan dengan Silver sulfadiazine

cream (Epitalisasi 100%, permukaan luka menyatu total)B. Epitelisasi hari ke-21 pada kelompok perlakuan dengan ekstrak batang

bratawali (Epitalisasi 100%, permukaan luka menyatu total)C. Epitelisasi hari ke-21 pada kelompok perlakuan dengan normal salin 0.9% (Epitelisasi terjadi pada sebagian permukaan luka, dan masih terlihat adanya

jaringan nekrotik berwarna kuning pada permukaan luka)

5

Page 52: Thesis Daftar

5.2. Analisa data

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan one way ANOVA dan

Post Hoc Tukey HSD. Sebelum dilakukan uji ANOVA terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data dan homgenitas untuk mengetahui data berdistribusi normal dan

dari varian yang homogen.

Pada lampiran 1, berdasarkan uji normalitas menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov Normality Test dengan selang kepercayaan 95% di

dapatkan hasil p value>0.05 yang berarti semua data mempunyai sebaran

normal. Pada uji homogenitas menggunakan Test of Homogenity of Variance

didapatkan p value>0.05. hal ini menunjukkan data memiliki ragam yang

homogen.

Dari uji one way ANOVA menggunakan program SPSS 14 berdasarkan

lamp. 1 diperoleh nilai signifikasi 0.000 (<0.05). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1

diterima yang artinya terdapat perbedaan signifikasi peningkatan epitelisasi

(penutupan luka) antara kelompok perlakuan dengan ekstrak batang bratawali

dan Silver sulfadiasin cream dibanding kelompok kontrol dengan normal salin

(0,9%).

Uji Post Hoc Tukey HSD pada lampiran 1, menunjukkan bahwa Ada

perbedaan pengaruh yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan ekstrak

batang bratawali dan Silver sulfadiasin cream terhadap kelompok kontrol

(normal salin 0.9%), dengan nilai p value 0.000 (<0.05). Sedangakan kelompok

perlakuan dengan ekstrak batang bratawali dan Silver sulfadiasin cream tidak

memiliki perbedaan pengaruh yang bermakna, dengan nilai p value 1.000

(>0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perawatan secara topikal dengan

ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) berpengaruh dalam mempercepat

5

Page 53: Thesis Daftar

proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia

porcellus) ditinjau dari peningkatan epitelisasi (penutupan luka).

5

Page 54: Thesis Daftar

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh perawatan dengan

ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) secara topikal dalam

mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada

marmut (Cavia porcellus). Kelompok pembanding dalam penelitian ini

menggunakan Silver sulfadiasin cream dan kelompok kontrol menggunakan

normal salin 0.9%.

6.1. Analisis pengaruh perawatan dengan ekstrak batang bratawali

(Tinospora crispa L.) secara topikal dalam mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada marmut (Cavia

porcellus) ditinjau dari peningkatan epitelisasi.

6.1.1. Mekanisme epitelisasi pada luka bakar derajat II karena termal

Setiap kerusakan jaringan akan memicu respon seluler maupun respon

fisiologis tubuh untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Respon tersebut disebut

dengan proses penyembuhan luka. Proses fisiologis penyembuhan luka (pada

bab sebelumnya) meliputi 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi.

Namun pada kenyataannya fase-fase penyembuhan luka tersebut tumpang

tindih dan durasi dari setiap fase serta waktu untuk penyembuhan yang

sempurna bergantung pada beberapa faktor, termasuk ukuran dan tempat luka,

kondisi fisiologis sample dan adanya bantuan ataupun intervensi dari luar yang

ditujukan dalam rangka mendukung penyembuhan.

Pada penelitian ini dibuat luka bakar derajat II karena termal. Dareah luka

tampak berwarna pink dan putih segera setelah dilakukan perlukaan dan terletak

lebih tinggi diatas kulit normal. Pada hari ke-2 keseluruhan luka tampak berwarna

5

Page 55: Thesis Daftar

putih. Daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit

atau tidak ada sama sekali; daerah yang berwarna pink mengindikasikan masih

ada beberapa aliran darah (Schwartz et al, 1999).

Pada luka bakar derajat II kerusakan mengenai bagian superfisial dan

dermis (Schwartz et al, 1999). Luka bakar derajat II sembuh dengan secondary

intention. Pada luka yang sembuh dengan secondary intention, segera setelah

jaringan granulasi terbentuk, tepi luka akan melakukan kontraksi untuk

mengurangi ukuran celah yang harus diisi oleh jaringan granulasi dan daerah

dimana epitel baru harus direstorasi. Mekanisme kontraksi tergantung dari sel

yang disebut myofibroblast, selain mirip dengan fibroblast sel ini juga memiliki

contractile capability. Proses ini akan diinisiasi pada hari ke-2 atau ke-3 setelah

terjadi injury (Nowak dan Handford, 2004).

5

Page 56: Thesis Daftar

Gambar 6.1: Secondary Healing. (a) Blood clot mengisi daerah luka (b) Jaringan granulasi tumbuh dan memulai restorasi permukaan (c) Jaringan granulasi lengkap pada dermis (d) Penyembuhan lengkap (Nowak dan Handford, 2004).

Pada proses penyembuhan luka bakar derajat II, sangat penting untuk

mengembalikan sel-sel epitel untuk memproteksi permukaan tubuh atau organ.

Menurut schwartz dkk. (1999) epitelisasi merupakan proses dimana

keratinocytes bermigrasi dan membelah untuk menutup kembali permukaan kulit

atau mukosa pada luka partial-thickness, misalnya pada luka bakar derajat satu

dan dua. Keratynocytes merupakan sel yang paling banyak pada epidermis.

Keratynocytes memproduksi protein fibrosa yang memberi sifat protective

properties pada epidermis. Keratynocytes tumbuh pada bagian terdalam

epidermis dari lapisan sel (stratum basale) yang mengalami mitosis hampir

secara terus menerus (Marieb, 2001).

Pada saat restorasi permukaan, zona aktif mitosis berkembang dekat tepi

luka. Memproduksi sel-sel baru pada tepi daerah luka, yang kemudian bergerak

dari tepi menuju daerah permukaan yang tidak memiliki epitel (Nowak dan

Handford, 2004)..

Selama sel-sel epitel bermigrasi secara terus menerus, sel-sel juga

membentuk membran basement yang baru. Pada saat sel-sel epitel yang

berkembang dari tepi berlawanan menyatu, mereka memenempel pada

membran basement dan merubah arah pergerakan sel. Sel-sel yang baru

terbentuk sekarang bergerak menuju ke atas dari permukaan luka (Nowak dan

5

Page 57: Thesis Daftar

Handford, 2004).

Gambar 6.2: Restorasi permukaan (a) Sel-sel epitel rusak (b) Sel yang baru terbentuk bermigrasi di permukaan luka (c) Sel-sel yang bermigrasi menyatu dari arah yang berlawanan dan mengubah arah pergerakan sel. Membran basement terbentuk (d) Epitelium terestorasi lengkap (Nowak dan Handford, 2004).

Ketika keratynocytes mencapai permukaan bebas dari kulit (permukaan

paling atas dari kulit), sel-sel ini akan mati dan akan digantikan oleh sel-sel yang

baru (Marieb, 2001).

6.1.2. Mekanisme antimikroba dalam mempercepat proses epitelisasi pada

luka bakar derajat II karena termal.

Infeksi adalah masalah yang potensial pada luka bakar derajat II, yang

disebabkan karena hilangnya fungsi barrier dari kulit dan sekresi antibakterial

dari luka itu sendiri. Pada daerah luka, destruksi jaringan yang dilakukan oleh

5

Page 58: Thesis Daftar

bakteri dapat merubah partial-thickness burn menjadi full-thickness burn

(Schwartz et al, 1999).

Ekstrak batang bratawali mengandung flavonoid, alkaloid serta terpenoid

yang diduga mengandung efek antimikroba (Erna, 1998; Chozin, 1998).

Antimikroba dapat mencegah terjadinya infeksi sehingga bisa membantu

mempercepat proses penyembuhan luka dan epitelisasi.

Pada penelitian ini efek antimikroba bisa dilihat dari warna exudate. Pada

kelompok perlakuan dengan ekstrak batang bratawali dan Silver sulfadiasin

cream dijumpai serous exudate dan tidak dijumpai purulent exudate. Sedangkan

pada kelompok kontrol dengan normal salin 0.9% dijumpai eksudat purulent.

Exudate purulent mengindikasikan adanya infeksi yang lebih besar daripada

serous exudat (http://www.scribd.com/doc/13338075/Differential-Diagnosis-and-

PT-Management-of-Wounds).

Pada kelompok perlakuan dengan ekstrak batang bratawali dan Silver

sulfadiasin cream infeksi lebih minimal ditinjau dari produksi eksudat sehingga

proses epitelisasi terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol.

6.1.3 Mekanisme antiinflamasi dalam mempercepat proses epitelisasi pada

luka bakar derajat II karena termal.

Ekstrak batang bratawali mengandung N-trans-Feruloyltiramine sebagai

antiinflamasi dengan cara menekan ekspresi enzim cyclo-oxygenase (COX-1 dan

COX-2) (Yokozawa et al, 2001; Mollace et al, 2005). Antimikroba juga merupakan

salah satu rantai pemutus terjadinya inflamasi. Semakin lama waktu yang

diperlukan luka bakar untuk sembuh, semakin sedikit dermis yang tersisa,

semakin besar respon inflamasi dan semakin menghasilkan scar yang parah

(Schwartz et al, 1999).

5

Page 59: Thesis Daftar

Semakin besar respon inflamasi akan memperlambat proses epitelisasi.

Pada penelitian ini epitelisasi pada kelompok perlakuan dengan ekstrak batang

bratawali dan silver sulfadiasin cream terjadi lebih cepat dibanding kelompok

kontrol dengan normal salin 0,9%. Hal ini menunjukkan respon inflamasi pada

kelompok ekstrak batang bratawali dan silversulfadiasin cream lebih minimal

dibandingkan dengan kelompok kontrol sehingga proses epitelisasi juga terjadi

lebih cepat. Diduga karena zat aktif pada batang bratawali mengandung

antiinflamasi.

6.1.4 Mekanisme antioksidan dalam mempercepat proses epitelisasi pada

luka bakar derajat II karena termal.

Radikal bebas bersifat reaktif, dan jika tidak diinaktifkan akan dapat

merusak makromolekul pembentik sel, yaitu protein, karbohidrat, lemak, dan

asam nukleat, sehingga dapat menyebabkan penyakit degeneratif (Langseth,

1995; Leong dan Shui, 2002; Amrun et al., 2007). Dengan menyerang sel DNA,

radikal bebas menghancurkan sel, menyebabkan sel-sel sehat mati sebelum

waktunya (Reynertson, 2007).

Kerusakan oksidatif atau kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh

pada dasarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen seperti enzim catalase,

glutathione peroxidase, superoxide dismutase, dan glitathione S-transferase.

Namun jika senyawa radikal bebas terdapat berlebih dalam tubuh atau melebihi

batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dibutuhkan antioksidan

tambahan dari luar atau antioksidan eksogen untuk menetralkan radikal yang

terbentuk (Reynertson, 2007). Antioksidan memiliki kemampuan mendonorkan

elektron dan dapat berfungsi sebagai agen pereduksi sehingga dapat

mengkhelat ion metal dan mengurangi potensi radikal dalam tubuh (Vaya dan

5

Page 60: Thesis Daftar

Aviram, 2001).

Ekstrak batang bratawali mengandung senyawa fenolik dan flavonoid

yang berfungsi sebagai antioksidan (Ibrahim et al., 2010). Dengan menetralkan

radikal bebas maka antioksidan akan membantu dalam proses perbaikan

jaringan pada luka bakar derajat II, sehingga proses epitelisasi bisa terjadi lebih

cepat. Pada penelitian ini kelompok perlakuan dengan ekstrak batang bratawali

dan silversulfadiasin cream terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok

kontrol.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawatan dengan

ekstrak batang bratawali (Tinospora crispa L.) secara topikal berpengaruh dalam

mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II karena termal pada

marmut (Cavia porcellus) yang ditandai dengan peningkatan epitalisasi. Dengan

demikian hipotesa terbukti. Hal diduga karena adanya efek antimikroba ,

antiinflamasi dan antioksidan pada ekstrak batang bratawali.

6.2 Ekstrak batang bratawali dan silver sulfadiasin cream

Kemampuan ekstrak batang bratawali dapat mempercepat proses

penyembuhan luka ditinjau dari faktor epitelisasi, sama dengan Silver sulfadiasin

cream, yaitu keduanya mengalami epitelisasi lengkap pada hari ke-21. Diduga

karena ekstrak etanol batang bratawali sama dengan Silver sulfadiasin cream,

yaitu mengandung zat aktif yang terbukti efektif menunjukkan khasiat bakterisida

baik terhadap: Staphylocaccus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Chozin,

1998). Pseudomonas species merupakan organisme dominan yang dapat

menyebabkan infeksi luka yang fatal pada pasien luka bakar (Schwarts et al,

1999).

6

Page 61: Thesis Daftar

6.3 Keterbatasan penelitian

1. Pembuatan luka masing-masing sampel tidak dapat diukur kedalaman luka,

dalamnya luka hanya dapat diketahui secara makroskopis melalui pengamatan

tanda-tanda luka bakar derajat II. Pada hakekatnya tidak ada luka bakar yang

mutlak memiliki kedalaman yang sama.

2. Peneliti tidak bisa mengontrol aktivitas dan sistem imun sampel. Karena kedua

hal tersebut dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.

3. Pada penelitian ini semua sampel diberikan nutrisi dengan jenis dan

kuantitas yang sama. Kendala yang dialami tidak ada pengukuran

terhadap jumlah makanan dan minuman yang diabsorbsi masing-masing

sampel dan sampel tidak dikendalikan untuk menghabiskan makanan

yang disediakan sehingga hal ini dapat mempengaruhi proses

penyembuhan luka pada masing-masing sampel.

6

Page 62: Thesis Daftar

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

1. Perawatan dengan ekstrak batang bratawali secara topikal berpengaruh

dalam mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II pada

marmut ditinjau dari peningkatan epitelisasi.

2. Kemampuan ekstrak batang bratawali dapat mempercepat proses

penyembuhan luka ditinjau dari faktor epitelisasi, sama dengan Silver

sulfadiasin cream, yaitu keduanya mengalami epitelisasi lengkap pada hari

ke-21.

7.2. Saran

1. Dengan adanya keragaman respon subyek penelitian perlu dilakukan

pengontrolan terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respon

imun.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perawatan

dengan ekstrak batang bratawali secara topikal terhadap proses

penyembuhan luka bakar derajat II.

3. Aplikasi penelitian ini dalam bidang keperawatan sebagai upaya merubah

pola hidup sehat masyarakat dengan memanfaatkan bahan-bahan yang

sudah tersedia di alam yaitu melalui pendidikan dan konseling yang

diberikan pada saat memberikan perawatan keluarga atau penyuluhan

kesehatan masyarakat terutama kepada pasien dalam mengambil

keputusan untuk memilih alternatif cara mempercepat proses

penyembuhan luka bakar derajat II karena termal.

6

57

Page 63: Thesis Daftar

.

6