thesis proposal

15
RUANG SOSIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN FASILITAS PUBLIK PADA KAWASAN TEPIAN AIR KOTA MANADO PROPOSAL TESIS PERANCANGAN Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MICHAEL LENGKEY NIM : 25209009 PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Upload: michael

Post on 25-Jun-2015

505 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Thesis Proposal

RUANG SOSIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN FASILITAS

PUBLIK PADA KAWASAN TEPIAN AIR KOTA MANADO

PROPOSAL TESIS PERANCANGAN

Karya tulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister dari

Institut Teknologi Bandung

Oleh

MICHAEL LENGKEY

NIM : 25209009

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN

DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Page 2: Thesis Proposal

RUANG SOSIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN FASILITAS

PUBLIK PADA KAWASAN TEPIAN AIR KOTA MANADO

Abstrak

Implikasi interaksi sosial menghasilkan ruang yang kemudian disebut ruang sosial

(social space). Secara fungsi, ruang ini menjadi salah satu faktor penguatan karakter

kota. Melihat eksisting yang ada, perwujudan ruang sosial di kota Manado dalam

konteks kota tepian air belum maksimal, terlebih yang hadir pada fasilitas publik

maupun yang terintegrasi langsung ke dalam ruang terbuka kota. Potensi Gathering

culture yang sangat melekat dalam kehidupan warga kota Manado yang kemudian

menjadi ciri khas kota ini tanpa disadari, interaksinya telah termanifestasi melalui

lapisan masyarakat yang merepresentasikannya diberbagai tempat, baik dalam ruangan

maupun di ruang terbuka. Secara nyata potensi budaya ini bisa menjadi market bagi

perekonomian kota.

Social structure as embodied in traditions and social rules have a dialectical

relationship with human action, teori Structuration Giddens, A (1984), berdasarkan

pernyataan ini, perwujudan wadah untuk masyarakat bersosialisasi ini sekaligus menjadi

counter terhadap penghadiran single function pada kawasan tepi air kota Manado.

Terkait pengembangan kota, hal ini menjadi isu krusial disebabkan imbas dari

permasalahan yang bermakna „mengecilkan‟ pengalaman urban dan implementasi

makna sosial terhadap kota lebih khusus kawasan tepi air. Dengan demikian,

menciptakan paradigma “monotony activity” akibat tidak adanya ruang sosial dan variasi

dari fasilitas yang dihadirkan terlebih ketika bernaung dalam konteks waterfront city.

Strategi urban ini merujuk keberhasilan dari berbagai preseden, dimana kota-kota tepian

air (khususnya pantai) ini telah merespon isu dan permasalahan serupa dengan interfensi

penataan kawasan tepian airnya dengan fasilitas yang baik dan tepat, antara lain ;

Baltimore Inner Harbour, Darling Harbour dan Dubai Waterfront City (Rem Koolhaas).

Konsep arsitektural dan urban yang diterjemahkan dalam fasilitas publik kota dalam

konteks waterfront city, yang secara implisit berperan mengeksplorasi potensi kota dan

perwadahan Social Space. Perlakuan yang baru ini sebagai interpretasi unik sekaligus

pernyataan akan kebenaran teori dan konsep perkotaan tentang Ruang sosial yang

memiliki nilai comfortability dan tourism warga sekaligus akses keluar masuknya

investasi dan perubahan global.

Keywords : Ruang Sosial, , Fasilitas Publik, Waterfront City

I. PENDAHULUAN

I. 1 PENGANTAR

Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, dimana manusia dalam

aktifitasnya selalu berkomunikasi dan saling membutuhkan dengan manusia lainnya.

Interaksi yang tercipta berada dalam wilayah dimana manusia itu beaktifitas, baik dari

kegiatannya saat kerja, santai dan kegiatan apapun, juga dilihat dari tempat interaksi ini

terjadi, seperti di ruang kantor, rumah, jalan, ruang terbuka dan sebagainya, hal ini telah

dibahas D. Gregory dan J. Urry, dalam bukunya Social Relations and Spatial Structures

(1985) mengungkapkan „ spatial structure is now seen not merely as an arena in which

Page 3: Thesis Proposal

social life unfolds but rather as a medium through which social relations are produced

and reproduced ‟. Pernyataan ini menjadi dukungan terhadap representasi ruang yang

menjadi tempat untuk “social interactive” dalam konteks eksisting kawasan tepian air

kota Manado sebagai waterfront city.

Bicara konteks kawasan, kota tepian laut memiliki sensasi dan keunggulan

tersendiri, fenomena ini terindikasi dari alam, budaya maupun aktifitas yang terjadi.

Potensi tersebut terkonversi sebagai aset pariwisata dalam konteks Manado waterfront

city. Hal ini menjadi penting, dimana fasilitas publik terintegrasi ke dalam sebuah ruang

terbuka kota yang secara implisit merupakan ruang untuk gathering culture. sekaligus

merupakan fasilitas yang baru dalam konteks Manado waterfront city sehingga

memberikan pengaruh positif bagi urban quality of life (merujuk the environment within

which we live may be described in many different ways, oleh Campbell et al, 1976, 267).

Disisi lain, secara arsitektural perkotaan, social space ini diyakini mampu menciptakan

variasi dan menciptakan landscaping perkotaan yang menarik didukung geografi dan

topografi kota Manado yang berbukit, datar dan kemudian berakhir di laut (40%

berombak, 38% dataran landai dan sisanya 22% berbukit/bergunung). Ketinggian dari

permukaan laut sebagian besar (94,53%) dari luas wilayah terletak pada 0-240 m dpl 1.

(1 Pemkot Manado).

I. 2 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Berdasarkan data, Kota Manado memiliki luas 16 km2 dan berpenduduk 407.868

jiwa (sensus penduduk Tahun 2010, BPS) sehingga menghasilkan 2.505 jiwa setiap

kilometer persegi yang apabila dibandingkan dengan Bandung 14.228 jiwa/ km2 dan

Jakarta 12.995 jiwa/km2 (data BPS) maka sistem perkotaan untuk ruang terbuka kota

Manado memiliki potensi yang sangat besar dalam konsep memaksimalkan ruang-ruang

dalam kota ini.

Namun melihat konteks kawasan tepi airnya, terdapat ruang-ruang (imajiner) yang

terbuang dikarenakan belum termanfaatkan secara tepat oleh kota dengan kata lain

belum mendapat dukungan secara fisik bangunan maupun ruang terbuka. Hal negatif di

atas menjadi lebih kuat, terepresentasikan melalui eksisting kawasan pantai Manado

(Boulevard/ Jln. Piere Tendean) yakni penghadiran single function, pusat-pusat bisnis

dan hiburannya. Imbas dari hal ini, kawasan tepian air ini menghasilkan permasalahan

yakni “mengecilkan” pengalaman terhadap kota bahkan kawasan tepian airnya, sehingga

menciptakan paradigma “monotony activity” akibat tidak adanya variasi dari fasilitas

yang dihadirkan terlebih ketika bernaung dalam konteks waterfront city. Fasilitas publik

maupun ruang terbuka belum menjawab akan kebutuhan ruang yang secara fungsi

Page 4: Thesis Proposal

mewadahi interaksi sosial yang terjadi sebagai salah satu budaya peradaban kota,

sehingga interpretasi perwujudan ruang sosial belum maksimal terlebih yang hadir pada

fasilitas publik maupun yang terintegrasi langsung ke dalam ruang terbuka kota.

Berikut gambar yang menunjukkan lokasi kawasan dan fasilitas didalamnya

berikut proposal site yang menjadi perencanaan.

Gambar 1: Eksisting kawasan Pusat Bisnis

(Sumber : Google Map)

Gambar 2: Eksisting kawasan Pusat Bisnis

(Sumber : Google Map)

Page 5: Thesis Proposal

Seperti ruang sosial yang diinginkan, secara komprehensif dilihat dari empat

aspek, yakni : 1.Waktu ; aspek ini melihat kapan orang untuk bersosialisasi dengan

baik, 2.Tempat ; aspek yang merupakan wadah dimana masyarakat mampu untuk

menyalurkannya dan ketersediaanya secara logic 3. Siapa ; aspek ini

mempertimbangkan faktor masyarakat sebagai pengguna space untuk bersosialisasi

dengan tetap memperhatikan paradigma bahwa setiap warga berhak untuk menikmati

ruang di dalam sistem perkotaan.

I. 3 RUMUSAN PERMASALAHAN

Berawal dari pengamatan pribadi yang melihat kurangnya kontrol pemerintah

terhadap proses penghadiran pusat-pusat perbelanjaan serta okupasinya yang bertumpu

hanya pada satu spot kawasan yakni sepanjang jalan tepian laut (Boulevard). Proyek

dilematis ini membentuk paradigma yang sempit akan perkotaan, disebabkan

masyarakat (lokal & pendatang) sebagai penikmat aset kota tepian laut dengan aktifitas

yang monoton seperti halnya fasilitas yang ada.

Hal diatas terkait erat dengan isu yang diangkat dimana tidak adanya Social Space

yang berwujud ruang terbuka kota maupun yang termanifestasi sebagai fasilitas publik

secara fisik. Dampaknya secara komprehensif, kota Manado mengalami kemunduran

dalam aspek Urban Quality of Life dimana dalam kehidupan perkotaan tidak bisa

mendapatkan variasi aktifitas secara konteks kota

Seperti yang telah dipaparkan diatas, ada beberapa aspek yang menjadi sumber

permasalahan yang mendukung pemikiran penulis mengangkat topik ini, yakni :

Gambar 3: Proposed site pada kawasan Pusat Bisnis

(Sumber : Google Map)

Page 6: Thesis Proposal

1. Kurangnya respon terhadap potensi alam dalam konteks kota tepian air sekaligus

yang mampu menyediakan ruang dalam proses „social interactive‟.

2. Tidak adanya ruang terbuka kota yang bersentuhan langsung dengan potensi laut

yang ada.

3. Satu jenis fungsi yaitu Mall dan Ruko-rukonya.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu metode untuk menyelesaikan beragam

permasalahan ditinjau dari tiga konsep urban, seperti ; Waterfront Development, Urban

& Building Spatial dan Social Space.

I. 4 TUJUAN PENELITIAN

Selanjutnya, permasalahan dan isu sebagai konten topik diturunkan secara bertahap

untuk mempermudah hasil pernyataan dengan strategi terdiri dari :

Mengidentifikasi permasalahan eksisting site dalam konteks kota

Mengidentifikasi waterfront development dalam hubungannnya dengan topik

Memilah variabel waterfront development beserta dampaknya terhadap desain

Mengidentifikasi parameter Spatial Concept yang akan dipakai serta intervensinya

terhadap topik

Mengidentifikasi urban development sebagai pendekatan dalam pembentukan

fasilitas publik

Memilah urban concept yang tepat dan layak untuk menganalisa perencanaan desain

Mengidentifikasi pendekatan social space sebagai parameter desain

Memilah variabel dalam konteks sociology untuk mempertajam desain objek

Menganalisa rekomendasi hasil komparasi parameter

I. 5 MANFAAT DAN KONTRIBUSI PENELITIAN

Dalam ranah keilmuan, baik Waterfront Development, Sociology dan Urban

Design, penelitian ini dianggap perlu untuk dilaksanakan karena hasilnya akan

memberikan kontribusi bagi Pemerintah Kota dalam melakukan pendekatan terhadap

budaya berkumpulnya warga sebagai potensi Manado kota tepian air (laut) serta

pengembangan kawasan tepian airnya sebagai aset daerah. Secara rasional dalam

permasalahan kota, strategi ini juga dipakai sebagai landasan penataan urban dengan

tetap melibatkan masyarakat sebagai stakeholder sehingga bisa memperoleh profit baik

untuk pemerintah kota sendiri maupun masyarakat. Selebihnya diyakini mampu menjadi

patokan perencanaan suatu wilayah dengan konteks, isu dan potensi yang serupa, selain

Page 7: Thesis Proposal

mengingat keberhasilan dari interfensi di berbagai kota tepian air yang ada dan telah

mendunia sebagai preseden yang baik.

Desakan konsep ini juga dirasakan sangat kuat dimana membaca peluang dari

pasar global yang telah mendorong setiap negara Asean untuk mendukung pasar bebas

dengan melihat posisi kota Manado yang sangat strategis (gambar 4 & 5 ).

Kota Manado Gambar 4: Posisi Kota manado

(Sumber : Google Map)

Gambar 5: Posisi Kota dalam skala ASEAN

(Sumber : Koleksi pribadi)

Page 8: Thesis Proposal

Keterkaitan isu di atas dianggap menarik dan menantang karena Manado memiliki

peluang dari efek sirkulasi transit perdagangan dunia apabila dilihat dari peta AFTA

sekaligus prospeknya menjadi barometer bisnis untuk kawasan sekitarnya (Indonesia

bagian tengah dan timur). Hal ini diperkuat teori Steven Holl dalam bukunya Urbanism

yang menyatakan, The larger the dimensions of the water body, the greater the range of

potential water-related uses (Douglas M. Wrenn/Urban Waterfront Developmnet),

sehingga pemanfaatan tepian air ini harus semaksimal mungkin.

I. 6 BATASAN PENELITIAN

Ruang lingkup sebagai pembatasan pembahasan terhadap isu dan permasalahan yakni

fokus pada konsep arsitektural dan urban yang diterjemahkan dalam fasilitas publik kota

berbeda dalam konteks waterfront city, yang secara implisit berperan mengeksplorasi

potensi kota dan perwadahan Social Space. Perlakuan yang baru ini sebagai interpretasi

unik sekaligus pernyataan akan kebenaran teori dan konsep perkotaan sebagai social

interaction yang memiliki nilai comfortability dan tourism.

II. LANDASAN TEORI

Hal yang mendasari pengambilan keputusan dalam pembahasan topik merupakan

komparasi dari beberapa kompetensi, yakni : Social Space, Urban Design, Waterfront

Development, Spatial of Building Space & Place.

Pemikiran-pemikiran logis sebagai dasar pengembangan Social Space dalam konteks

Waterfront City sangat diperlukan dimana pendekatan-pendekatan yang lain didapatkan

dalam bentuk ide dan konsep. Informasi ini menjadi dasar analisa pemecahan masalah

dan isu yang terangkum ke dalam empat parameter penilaian, yakni :

1. Social Space

a. Rafailaki, E (2007) Movement behavior, Social implications and Spatial cognition

in Space of consumption, The Case of Camden Market, The Bartlett School of

Graduate Studies (Proceedings 6th International Space Syntax Symposium,

Istanbul, 2007)

Paper ini mempelajari hubungan perilaku pergerakan dan pola spatial dalam

aturan budaya dan sosial.

b. Bourdieu, P (1989) Social Space and Symbolic Power, Sociological Theory, Vol 7,

NO. 1 (Spring 1989), pp 14-25

Membahas fungsi dalam realita kehidupan sosial sebagai signs sekaligus

memberikan perbedaan baik positif maupun negatifnya.

Page 9: Thesis Proposal

2. Spatial Urban & Building Concept

a. Dale, K (2005) Building a Social Materiality : Spatial & Embodied Politics in

Organizational Control, University of Leicester Management Centre, UK,

Vol. 12(5): 649-678, ISSN 1350-5084, Copyright© 2005 (London, Thousand

Oaks, CA & New Delhi)

Artikel ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan materialitas untuk pemahaman

kontrol perubahan cara dalam pengorganisasian spasial urban. Studi ini

menekankan material budaya dalam kinerjanya terhadap „social production of

space‟.

b. Werner, S & Schindler L.E (2004) The Role of Spatial Reference Frames in

Architecture : Misalignment Impairs Way-Finding Performance, University

Idaho, Environment and Behavior 36:461

Penulisan ini menjelaskan bahwa struktur ruang sebuah bangunan adalah faktor

penting dalam proses penampilan bangunan tersebut. Implikasi penemuan untuk

memotifasi desain arsitektural dan teori secara model formal.

3. Urban Design

a. Houssay-Holzchuch, M & Teppo, A (2009) A mall for all? Race and Public Space

in Post-Apartheid Cape Town, University of Lyon & University of Helsinki,

Cultural Geographies 16:351

Mereka mencoba menganalisa Ruang Publik pasca Apartheid melalui praktek

sosial dan ruang dengan bukti dan data emipiris yang memberi masukan bahwa

keterlibatan ruang publik lebih mendominasi dari pola konsumsi (pengalaman

perkotaan)

b. Smithsimon, G (2008) Dispersing the Crowd : Bonus Plazas and the Creation of

Public spaces, Barnard College, Urban Affairs Review 43:325

Penelitian menjelaskan plasa /ruang terbuka yang tak berfungsi merupakan

konsekuensi dari proses urban lainnya. Seperti, arsitek secara brutal memproduksi

arsitektur bergaya modern tanpa memperjhatikan kaidah urban maupun

pengembang kota/aturan yang menelantarkan ruang publik.

c. Edensor, T (2001) Performing tourism, staging tourism : (Re)producing tourist

space and practice, Staffordshire University UK, Vol I (I) 59-81

Artikel ini menginvestigasi bagaimana kepariwisataan bisa dipahami sebagai

sebuah aktifitas dengan melihat perkembangan global baik dari kegiatan maupun

kebutuhan turis.

Page 10: Thesis Proposal

d. Raco, M (2003) Remaking Place and Securitising Space : Urban Regeneration

and the strategies, tactics and Practices of policing in the UK, University of

Reading, UK Urban Study Vol 40 no. 9: 1869-1887, August 2003

Paper ini mendiskusikan regenerasi yang dikembangkan dalam kota dengan

keterkaitan terhadap ruang publik yang aman dan nyaman, baik secara hubungan

sosial politik setempat dan bagaimana ruang publik itu terbentuk.

e. Bell, D (2007) The hospitable city: Social relations in commercial spaces, School

of Geography, University of Leeds UK

Paper ini membahas „Commercial Hospitality‟ yang menjadi hal penting untuk

menegaskan dan mempromosikan kota, dengan pendekatan hubungan antara

regenerasi urban dan kebutuhan pokok manusia secara komersial.

4. Waterfront Development

a. Romein, A Leisure in Waterfront Redevelopment : an Issue of Urban planning in

Rotterdam, Delft University of Technology

Paper ini membahas bagaimana strategi menghidupkan „Urban Waterfront‟

menjadi landasan pertumbuhan ekonomi yang dinamis dengan melibatkan

berbagai parameter perkotaan, seperti hunian & fasilitas yang menarik.

b. Bradbury, M The Sustainable Waterfront, Unitec New Zealand

Penulisan ini membahas bagaimana model pengembangan waterfront yang

berkelanjutan bisa dibangun, dimana pembangunan waterfront merupakan salah

satu produk utama dari revitalisasi urban dengan konteks kontemporer.

c. Butuner, B (2006) Waterfront Revitalization as a Challenging Urban Issue in

Istanbul, 42nd

ISOCARP 2006

Artikel ini membahas pentingnya untuk memahami perubahan struktur „urban

waterfront‟ dan integrasi mereka terhadap struktur perkotaan.

Teori yang terkait dengan topik diangkat merujuk dari keempat kompetensi diatas

sebagai landasan untuk menganalisa dan mempertajam pembahasan sehingga

menghasilkan pernyataan mengenai benar atau tidaknya topik yang diusulkan. Teori-

teori tersebut antara lain ;

1. Urban Design : Steven Holl (book: Urbanism, 2009), Teori: The subjectivity of

urban experience must be held in equal importance to the objective and practical

yang menekankan “The important phenomenological characteristic determining the

qualities of urban life”.

Page 11: Thesis Proposal

2. Waterfront Development : Douglas M. Wrenn (book : Urban Waterfront

Development, 1983) Teori : the larger the dimensions of the water body, the

greater the range of potential water-related uses (Urban Waterfront Development).

yang menekankan “ the dimensions of water and configuration of the body of

water, the water resource dynamics and the water quality where they combined

with engineering, design and construction of new project

3. Spatial of Building, Space & Place : N.J Habraken (book : The Structure of the

Ordinary, 1998) Teori : Forms carry Multiple Meanings.

4. Social Space, Michael P. Pearson (book : Architecture & Order, Approaches to

Social Space) Teori yang disadur dari Gregory dan Urry 1985, Spatial structure is

now seen not merely as an arena in which social life unfolds but rather as a

medium through which social relations are produced and reproduced.

III. IDENTIFIKASI TOPIK DAN METODOLOGI

Berdasarkan dari pengertian yang ada, Ruang Sosial / Social Space didefinisikan ;

“Penggunaan kombinasi dan persepsi ruang oleh kelompok sosial yang berbeda, sebagai

lawan dari ruang pribadi” (Oxford University Press). Ruang sosial menyediakan sebuah

kerangka kerja lingkungan untuk perilaku kelompok, ruang ini sebagai penyatuan

budaya yang kompleks, fleksibel, memiliki jaringan namun refleksif.

Secara global dan komprehensif, beberapa kawasan tepian laut dalam konteks

waterfront city telah dikembangkan. Konsep urban diterjemahkan dengan wajar terkait

usaha menyediakan ruang sosial (tempat berkumpul) dalam fasilitas publik dan ruang

terbuka kota. Lebih jauh, untuk meningkatkan kualitas kota dan kawasan tepian air

secara khusus yakni penghadiran fungsi yang tepat didukung proporsional arsitektur

sebagai respon terhadap isu dan permasalahan. Sebagai dasar pertimbangan dan

perbandingan, beberapa karya penting yang terkait dengan konteks telah

diaktualisasikan ke dalam bentuk proyek nyata sehingga menjadi patokan

pengembangan topik. Sumber data dan referensi ini berasal dari dalam dan luar negeri.

1. Baltimore Inner Harbour ; Berdiri sejak tahun 1700, diambil dari nama Lord

Baltimore (Cecilius Calvert). Dikembangkan berdasarkan tradisi dan kebanggaan

warga akan kota tersebut. Dengan potensi budaya dan kelautannya, Baltimore

menawarkan fasilitas publik yang bervariasi sehingga berkembang pada tahun

1970an menjadi pusat budaya dan kunjungan turis*.

* www.baltimore.org/about-baltimore/inner-harbor

Page 12: Thesis Proposal

2. Darling Harbour, merupakan pelabuhan yang telah di olah menjadi tempat

berkumpul dan objek wisata tepian air di Sidney. tempat ini telah mendapat

penghargaan dalam industry konstruksi dan pariwisata

3. Dubai Waterfront city (Rem Koolhaas) ; His strategy is not to reject either trend

outright but to locate each one’s hidden, untapped potential, or as he puts it, “to

find optimism in the inevitable.” secara sederhana mengkombinasikan dua konsep,

menciptakan sebuah hybrid of the generic & the fantastic, berbagai elemen kota

diorganisasikan berdasarkan pendekatan budaya/adat setempat yang tajam untuk

komposisi yang tepat*.

* www.archrecord.construction.com/news/daily/archives/080312koolhaas.asp

Jadi, intepretasi topik secara keseluruhan yakni sebagai strategi baru dimana

Ruang Sosial dijadikan sebagai suatu pendekatan dalam merancang fasilitas publik yang

berada pada tepian air dalam konteks waterfront city. Berbagai parameter dalam ranah

sociology diharapkan menjadi konsep perancangan fisik, baik ditinjau dari pola

pergerakan, pola sosial yang terbangun dan sebaginya.

III. 1 PENDEKATAN DESAIN

Pentahapan (staging) dengan merunutkan skenario secara tepat, dengan

menghubungkan ide awal, teori (alat analisa) dan output yang merupakan sebuah

identitas baru dalam konteks waterfront city (Diagram 1).

Diagram 1: Pendekatan Desain

(Sumber : Penulis, 2010)

Page 13: Thesis Proposal

III. 2 DESIGN STATEMENT

Intervensi dari kolaborasi keempat parameter merupakan konsepsi baru

mempertimbangkan determinasi perubahan konteks waterfront dan tuntutan akan

pernyataan terhadap pengembangan kawasan tepian laut yang mampu menjawab

kebutuhan urban (Diagram 2). Sejalan dengan rencana pengembangan baru untuk

kawasan ini, pemikiran segar dan konsep kekinian dikedepankan dengan tetap

mempertimbangkan kebijakan dan prospek secara ekonomikal.

Konten tesis ini diharapkan menjadi proposal yang mengandung logika namun unik

dalam menghadirkan fasilitas publik tepian laut beserta aspek program yang tepat

didalamnya, serta implikasi langsung jangka pendek mampu merangsang aktifitas warga

dalam menciptakan pengalaman terhadap kota.

III. 3 DESIGN ASSESMENT

Proses mengejar kelayakan tesis ini dilihat secara komprehensif dengan analisa terhadap

keseluruhan kerangka pemikiran beserta dampak yang dihasilkan dimana pernyataan

yang dikeluarkan sebagai konsep penataan kawasan tepian laut dianggap berhasil .

Berikut skenario pematangan tesis :

1. Data eksisting dan kondisi skala kota dan skala kawasan

Diagram 2: Metode Desain

Sumber : Penulis, 2010)

Page 14: Thesis Proposal

2. Survey parameter terpilih

3. Menggunakan pendekatan preseden (studi kasus) sebagai pijakan pertimbangan

Diharapkan dengan adanya konsep baru ini mampu membuka pemikiran-pemikiran

perencanaan yang kontekstual dan tepat dalam memberlakukan kawasan tepian laut,

dengan pendekatan dan intervensi yang lebih inovatif sehingga membuka peluang

pengembangan kawasan waterfront kearah yang lebih baik.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku

1. Breen, A & Rigby, D (1994) Waterfront : Cities Reclaim Their Edge, The

Waterfront Center

2. Wrenn, D M (1983) Urban Waterfront Development, Associate Urban Land

Institute, Washington, DC 20005

3. Torre, L A (1989) Waterfront Development, Van Nostrand Reinhold New York

4. Holl, S (2009) Urbanism, Working with Doubt, Princeton Architectural Press,

New York

5. Wall, E & Waterman T (2010) Urban Design, AVA Academia

6. Healy, P & Bruyns, G (2006) De-/signing the Urban. Techno-genesis and the

Urban Image, Delft School of Design Series on Architecture and Urbanism

7. Habraken, N J (1998) The structure of the Ordinary, Form and Control in the

Built Environment, The MIT Press

8. Oosterman, A (2007) Volume, Unsolicited Architecture, Archis, AMO, C-Lab,

MIT

9. Pearson, M.P (1994) Architecture & Order ; Approaches to Social Space. The

Routledge

10. Evers H-Dieters & Korff, R (2000) Southeast Asian Urbanism ; The Meaning and

Power of Social Space. St. Martin‟s Press New York

11. Rowe, P Design Thinking

Journal

1. Dale, K (2005) Building a Social Materiality : Spatial & Embodied Politics in

Organizational Control, University of Leicester Management Centre, UK, Vol.

12(5): 649-678, ISSN 1350-5084, Copyright© 2005 (London, Thousand Oaks, CA

& New Delhi)

Page 15: Thesis Proposal

2. Werner, S & Schindler L.E (2004) The Role of Spatial Reference Frames in

Architecture : Misalignment Impairs Way-Finding Performance, University Idaho,

Environment and Behavior 36:461

3. Houssay-Holzchuch, M & Teppo, A (2009) A mall for all? Race and Public Space

in Post-Apartheid Cape Town, University of Lyon & University of Helsinki,

Cultural Geographies 16:351

4. Smithsimon, G (2008) Dispersing the Crowd : Bonus Plazas and the Creation of

Public spaces, Barnard College, Urban Affairs Review 43:325

5. Edensor, T (2001) Performing tourism, staging tourism : (Re)producing tourist

space and practice, Staffordshire University UK, Vol I (I) 59-81

6. Raco, M (2003) Remaking Place and Securitising Space : Urban Regeneration and

the strategies, tactics and Practices of policing in the UK, University of Reading,

UK Urban Study Vol 40 no. 9: 1869-1887, August 2003

7. Bell, D (2007) The hospitable city: Social relations in commercial spaces, School of

Geography, University of Leeds UK

8. Romein, A Leisure in Waterfront Redevelopment : an Issue of Urban planning in

Rotterdam, Delft University of Technology

9. Bradbury, M The Sustainable Waterfront, Unitec New Zealand

10. Butuner, B (2006) Waterfront Revitalization as a Challenging Urban Issue in

Istanbul, 42nd

ISOCARP 2006

11. Evans, G (2005) Measure for Measure : Evaluating the Evidence of Culture’s

Distribution to Regeneration, Urban Study 42:959

Situs

1. www.online.sagepub.com

2. www.Baltimore.org

3. www.worldarchitecturenews.com

4. www.e-architect.co.uk/italy/regium_waterfront.htm

5. www.archrecord.construction.com/news/daily/archives/080312koolhaas.asp

6. www.nytimes.com/2008/03/03/arts/design

Referensi merupakan data dan informasi tentative