thesis ui.pdf

Upload: harismapratama

Post on 09-Jan-2016

91 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN

    PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO

    JAKARTA

    TESIS

    LUCI FRANSISCA SITUMORANG

    0806446473

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN

    PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO

    JAKARTA

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan

    LUCI FRANSISCA SITUMORANG

    0806446473

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas kasih dan penyertaanNya sehingga

    saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh pemberian stimulasi

    auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus

    prematur di ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.

    Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

    mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan dengan kekhususan keperawatan

    anak.

    Saya menyadari bahwa banyak pihak telah terlibat dan membantu saya dalam

    penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., selaku pembimbing pertama dan

    sekaligus juga Ketua Program Studi Magister dan Spesialis, yang telah

    memberikan waktu, tenaga dan pikirannya membimbing saya dalam

    penyusunan tesis ini.

    2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN, selaku pembimbing kedua yang telah

    memberikan arahan dan bimbingan serta memotivasi saya untuk

    menyelesaikan tesis ini dengan baik.

    3. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku pendamping pembimbing pertama

    sekaligus juga pembimbing akademik saya, yang telah membantu saya

    selama proses perkuliahan, berdiskusi dalam pemilihan topik penelitian serta

    penyusunan tesis ini.

    4. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, Ph.D., sebagai narasumber untuk

    validitas isi dari instrumen yang saya gunakan dalam penelitian ini.

    5. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan

    Anak dan Kepala Divisi Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

    yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di

    RSUPN Cipto Mangunkusumo.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • vi

    6. Kepala ruang perinatologi serta para perawat di special care nursery 3 dan 4

    RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah membantu saya selama proses

    pengambilan data.

    7. Suami, orang tua dan mertua saya, serta seluruh keluarga besar saya yang

    senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada saya.

    8. Teman-teman kekhususan keperawatan anak, atas kebersamaan, pertemanan

    dan dukungan selama proses perkuliahan.

    9. Semua pihak yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima

    kasih atas bantuannya.

    Semoga hasil penelitian saya yang tertulis dalam tesis ini dapat memberikan

    manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan anak.

    Depok, Juli 2010

    Penulis

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini :

    Nama : Luci Fransisca Situmorang

    NPM : 0806446473

    Program : Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan

    Kekhususan : Keperawatan Anak

    Fakultas : Ilmu Keperawatan

    Jenis Karya : Tesis

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

    Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Pemberian

    Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku

    Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

    nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : 8 Juli 2010

    Yang menyatakan

    (Luci Fransisca Situmorang)

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • ix Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK

    PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    Tesis, Juli 2010

    Luci Fransisca Situmorang

    Pengaruh Pemberian Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di Ruang Perinatologi RS Cipto

    Mangunkusumo Jakarta

    xv + 61 hal + 15 tabel + 4 gambar + 2 skema + 8 lampiran

    Abstrak

    Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang perinatologi RSCM Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan disain one group pre and post test. Sampel penelitian berjumlah 18 responden. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi (p = 0,0005). Hasil seleksi bivariat menunjukkan bahwa usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin bukan merupakan faktor perancu pada perilaku neonatus prematur setelah diberi stimulasi. Hipotesis berupa adanya pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur dapat dibuktikan dalam penelitian ini.

    Kata Kunci : Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, Perilaku, Neonatus Prematur

    Daftar Bacaan : 43 (1995 2009)

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • ix Universitas Indonesia

    UNIVERSITY OF INDONESIA

    MASTER PROGRAM IN NURSING SCIENCE

    MAJORING IN PEDIATRIC NURSING

    POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING

    Thesis, July 2010

    Luci Fransisca Situmorang

    Effect of Stimulation of Auditory-visual-tactile-kinesthetic to the development of Premature Neonates Behavior in Perinatology of Cipto Mangunkusumo Hospital

    Jakarta

    xv + 61 p. + 15 tables + 4 + 2 scheme drawings + 8 attachments

    Abstract

    This thesis aims to investigate the influence of stimulation of auditory-visual-tactile-kinesthetic to the behaviour development of premature neonate. This study is a quasi-experimental research with one group pre and post test design. The samples were 18 respondents. The results there are significant differences between the behavior of preterm neonates before and after a given stimulation (p = 0.0005). Bivariate selection results showed that gestational age, birth weight and gender is not a confounding factor in the premature neonate behavior after a given stimulation. The hypothesis of the existence of the effect of stimulation of auditory-visual-kinesthetic-tactile to the development of a premature neonate behavior could be demonstrated in this study.

    Keywords : Auditory-visual-tactile-kinesthetic stimulation, Behavior, Premature Neonates

    Reading list : 43 (1995 - 2009)

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • x Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL . i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS . ii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN v

    KATA PENGANTAR vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS . vii

    ABSTRAK . viii

    ABSTRACT ... ix

    DAFTAR ISI.. x

    DAFTAR TABEL .. xii

    DAFTAR GAMBAR xiii

    DAFTAR SKEMA xiv

    DAFTAR LAMPIRAN . xv

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang . 1 1.2. Rumusan Masalah 6 1.3. Tujuan Penelitian . 7 1.4. Manfaat Penelitian 7

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Neonatus Prematur . 9 2.2. Konsep Perkembangan 12 2.3. Teori Perkembangan Anak . 13 2.4. Model Sistem Perilaku Johnson .. 19 2.5. Intervensi Keperawatan Perkembangan : Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik 22 2.6. Kerangka Teori 27

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • x Universitas Indonesia

    BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

    OPERASIONAL

    3.1. Kerangka Konsep . 28 3.2. Hipotesis .. 29 3.3. Definisi Operasional 29

    BAB 4 METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian .. 31 4.2 Populasi dan Sampel 32 4.3 Tempat Penelitian 34 4.4 Waktu Penelitian . 34 4.5 Etika Penelitian ... 34 4.6 Alat Pengumpulan Data .. 36 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas .. 37 4.8 Prosedur Pengumpulan Data .. 38 4.9 Pengolahan Data . 39 4.10 Rencana Analisis Data 40

    BAB 5 HASIL PENELITIAN

    5.1. Analisis Multivariat . 42 5.2. Analisis Bivariat .. 46 5.3. Analisis Multivariat . 47

    BAB 6 PEMBAHASAN

    6.1. Perilaku Neonatus Prematur . 32 6.2. Alat Ukur Perilaku Neonatus Prematur .. 55 6.3. Implikasi Keperawatan . 57 6.4. Keterbatasan Penelitian 58

    BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

    7.1. Rancangan Penelitian 60 7.2. Populasi dan Sampel . 60

    DAFTAR REFERENSI

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak ... 14 Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak 15 Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak .. 16 Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak 17 Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak 18 Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi ..... 23 Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus.. 25 Tabel 4.1 Analisis data .. 41 Tabel 5.1 Karakteristik responden 43 Tabel 5.2. Perilaku neonatus sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual- taktil-kinestetik 44 Tabel 5.3 Uji normalitas data 46 Tabel 5.4 Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik 47 Tabel 5.5 Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.6 Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.7 Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 49

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson 21 Gambar 4.1 Disain penelitian . 31 Gambar 5.1. Gambaran perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ... 45 Gambar 5.2. Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ... 45

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • xiv

    DAFTAR SKEMA Skema 2.1. Kerangka teori .. 27 Skema 3.1 Kerangka konsep .. 28

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar pengkajian perilaku neonatus prematur Lampiran 2 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik Lampiran 3 Lembar permintaan menjadi responden penelitian Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian Lampiran 5 Keterangan lolos kaji etik Lampiran 6 Permohonan ijin penelitian dan uji instrument penelitian Lampiran 7 Ijin penelitian/pengambilan data dari bagian penelitian RSCM Lampiran 8 Persetujuan penelitian dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak

    RSCM

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

    dan manfaat penelitian.

    1.1. Latar Belakang Neonatus merupakan istilah yang digunakan untuk bayi baru lahir sampai

    berusia 28 hari. Neonatus prematur adalah bayi yang lahir dengan usia

    gestasi kurang dari 37 minggu dihitung dari periode menstruasi terakhir

    (Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008).

    Usia gestasi yang belum cukup mengakibatkan sistem organ tubuh pada

    neonatus masih belum sempurna sehingga neonatus akan mengalami

    kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan di luar uterin. Bayi lahir prematur

    sangat berisiko untuk mengalami permasalahan kardiopulmonal, respiratori,

    gastrointestinal, otak, hiperbilirubinemia dan imunitas (Medoff-Cooper et al,

    2005; Raju et al, 2006 dalam Winchester et al, 2009) yang mengakibatkan

    rentan mortalitas. Kondisi tidak stabil ini membutuhkan perawatan stabilisasi

    dan resusitasi di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Perawatan di NICU

    mengakibatkan bayi mengalami berbagai tindakan invasif, rawat inkubasi

    dan perpisahan sementara dengan orang tua terutama ibunya yang

    mengakibatkan ikatan kasih sayang ibu anak terganggu (Sanders &

    Buckner, 2006). Lingkungan luar uterin pertama yang dialami neonatus

    prematur adalah NICU, yang sangat berbeda dengan lingkungan neonatus

    cukup bulan.

    Interaksi yang terjadi secara terus menerus antara anak dan lingkungannya,

    akan menentukan perkembangan perilaku anak (Bowden, Dickey &

    Greenberg, 1998). Menjalani perawatan di NICU, mendapatkan tindakan

    invasif, serta mengalami perpisahan dengan ibu merupakan stressor yang

    cukup besar bagi neonatus prematur dan memiliki dampak jangka panjang

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 2

    Universitas Indonesia

    terhadap penurunan kesehatan, sensorik dan kognitif (Lucas-Thompson et al,

    2009). Terbatasnya interaksi neonatus dengan ibu karena neonatus dirawat di

    NICU dapat mengakibatkan kurangnya ikatan kasih sayang antara neonatus

    dan ibu, keterlambatan perkembangan dan sindrom gagal tumbuh (Leitch,

    1999; Lowdermilk & Perry, 2000; Nelson, 2003; Kennel & Klauss, 1998;

    Schenk, Kelley & Schenk, 2005 dalam Sanders & Buckner, 2006).

    Nyeri karena tindakan invasif yang dialami oleh bayi prematur sejak lahir

    ternyata juga berkontribusi terhadap perubahan perkembangan sistem nyeri,

    perilaku, kognisi dan pembelajaran saat di masa kanak-kanak nanti (Grunau,

    Weinberg & Whitfield, 2004). Penelitian jangka panjang pada anak dengan

    riwayat lahir prematur menunjukkan terdapat risiko lebih besar menderita

    penyakit kronis; cerebral palsy; gangguan perkembangan motorik, visual

    dan auditori serta gangguan perkembangan perilaku dan kognitif, yang dapat

    mempengaruhi kemampuan akademik mereka saat usia sekolah dan remaja

    (Reijneveld et al, 2006). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Hawthorne

    (2005), bahwa bayi yang lahir sangat prematur akan mengalami gangguan

    sosial; kognitif; linguistik dan perilaku; serta penurunan auditori, visual dan

    perkembangan neurologi.

    Proses perkembangan perilaku merujuk pada perubahan kualitatif individu

    dalam hal komunikasi, proses berpikir dan kemampuan mengembangkan

    hubungan sosial sehingga terbentuk kepribadian yang unik. Istilah

    perkembangan pada anak merupakan aspek perubahan bentuk atau fungsi

    pematangan organ atau pun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau

    emosional akibat pengaruh lingkungan (Markum, 2002).

    Perilaku neonatus risiko tinggi berbeda dengan neonatus cukup bulan yang

    sehat dan perbedaan ini mempengaruhi proses interaksi bayi dengan

    pengasuhnya (Brazelton & Nugent, 1995). Neonatus yang lahir cukup bulan

    dan sehat akan mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar uterin, relatif

    cepat membentuk kontrol perilaku dan status fisiologis tubuh setelah proses

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 3

    Universitas Indonesia

    kelahiran (DApolito, 1991 dalam Brazelton & Nugent, 1995). Selain itu

    neonatus cukup bulan juga menunjukkan pergerakan yang baik, status tidur

    dan bangun yang jelas serta memiliki energi yang cukup untuk melakukan

    interaksi. Sedangkan neonatus prematur belum memiliki kemampuan fungsi

    fisiologis dan perilaku yang sesuai. Neonatus prematur sangat mudah

    terstimulasi secara berlebihan sementara isyarat perilaku yang mereka

    berikan sulit dimengerti oleh pengasuhnya. Neonatus ini kesulitan untuk

    beradaptasi terhadap stimulus lingkungannya dengan menunjukkan

    disorganisasi fisiologis seperti perubahan warna kulit, peningkatan usaha

    nafas, regulasi suhu tubuh yang buruk, belum sempurnanya fungsi digestif

    dan organ tubuh, kondisi tidur yang buruk, kesulitan membentuk suatu

    kebiasaan, serta bermasalah dalam mempertahankan postur tubuh dan

    suasana relaks.

    Ketidakstabilan perilaku neonatus prematur yang teridentifikasi setelah

    dilakukan pengkajian perilaku, menunjukkan bahwa neonatus tersebut

    membutuhkan intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan

    stimulus (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Pengkajian

    perilaku dalam praktik klinik dilakukan untuk mengetahui kebutuhan akan

    suatu intervensi dan mengevaluasi keefektifan suatu perlakuan (Blount &

    Loiselle, 2009). Melalui proses pengkajian perilaku, perawat anak dapat

    menentukan apakah perkembangan neonatus normal atau ada deviasi yang

    kelak memungkinkan terjadinya penelantaran anak, keterlambatan

    perkembangan atau sindrom gagal tumbuh kembang. Hawthorne (2005)

    mengatakan bahwa memahami perilaku bayi merupakan bagian vital dari

    perawatan neonatus. Perawat berkontribusi dalam memfasilitasi keefektifan

    fungsi perilaku pasien pada saat sebelum, selama dan sesudah sakit

    (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawatan perkembangan

    neonatus ditujukan untuk membantu regulasi diri neonatus supaya

    mendapatkan hasil kesehatan yang lebih baik (Als et al, 2003; Als et al, 1994

    dalam Lucas-Thompson et al, 2008). Oleh karena itu intervensi dini yang

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 4

    Universitas Indonesia

    dapat meningkatkan perkembangan perilaku perlu dilakukan sejak bayi baru

    lahir (Reijneveld et al, 2006).

    Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus sudah

    menjadi asuhan keperawatan standar terhadap neonatus. Tetapi

    perkembangan perilaku neonatus prematur perlu dipacu dengan memberikan

    stimulasi tambahan yang bervariasi dan sesuai tahap tumbuh kembang,

    diluar asuhan keperawatan standar untuk neonatus. Stimulasi tambahan

    memberikan efek positif pada perkembangan, misalnya mengurangi apnea,

    kondisi lebih stabil, meningkatkan berat badan, mengurangi gerak refleks

    yang abnormal, keterampilan motorik dan sensorik yang superior saat

    dilakukan pengkajian perilaku, serta pengurangan lama rawat inap

    (Symington & Pinelli, 2000; Field, 1988 dalam Dieter & Emory, 1996).

    Salah satu intervensi keperawatan perkembangan neonatus yang dapat

    diberikan adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini

    berupa rangkaian stimulus yang memberikan pengalaman sensorik dan

    motorik pada neonatus sehingga neonatus dapat menunjukkan perilaku yang

    sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.

    Stimulasi ini bersumber pada teori kognitif Piaget, yang menyatakan bahwa

    neonatus berada pada tahap sensorimotorik sehingga stimulus yang diberikan

    seharusnya berfungsi untuk memacu perkembangan sensorimotorik

    neonatus. Pada tahap ini neonatus mempelajari diri sendiri dan lingkungan

    melalui aktivitas sensorik dan motorik (Papalia, Olds & Feldman, 2002).

    Pretorius, Naud & Van Vuuren (2002) menyatakan bahwa kematangan dan

    perkembangan kognitif yang optimal tergantung pada persepsi auditori,

    visual dan taktil-kinestetik. Stimulasi auditori dan visual akan membantu

    meningkatkan akurasi koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock,

    1998). Stimulasi auditori dan visual membentuk persepsi sensori yang akan

    membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga neonatus dapat

    mengeksplorasi lingkungan. Sedangkan stimulasi taktil-kinestetik terbukti

    dapat memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 5

    Universitas Indonesia

    pada neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001;

    Symington & Pinelli, 2000). Stimulasi taktil-kinestetik akan merangsang

    pergerakan neonatus baik motorik kasar maupun motorik halus. Pengalaman

    motorik akan mempertajam dan memodifikasi persepsi neonatus terhadap

    apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak dengan cara tertentu (Papalia,

    Olds & Feldman, 2002). Symington dan Pinelli (2000) menyatakan bahwa

    stimulasi auditori, visual, taktil dan vestibular dapat menurunkan kecepatan

    pernafasan dan nadi serta meningkatkan kemampuan makan dan status

    perilaku neonatus.

    Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik akan diberikan kepada neonatus

    lahir prematur (usia gestasi < 37 minggu) dengan berat badan lahir < 2500

    gram. Stimulasi ini berlangsung selama 20 menit, diberikan minimal 45

    menit setelah neonatus makan (Golchin et al, 2004), dilakukan sebanyak 1

    kali per hari dan dilaksanakan secara serial selama 5 hari (Dieter et al, 2003;

    Mathai et al, 2001; Kesharvarz, Babaee & Dieter, 2009). Intervensi yang

    dilakukan serial dapat menunjukkan bagaimana sistem-sistem dalam tubuh

    neonatus terintegrasi dari waktu ke waktu dan bagaimana sistem tersebut

    terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan neonatus (Brazelton & Nugent,

    1995). Selanjutnya pengaruh stimulasi ini terhadap perkembangan perilaku

    neonatus prematur akan dilihat berdasarkan hasil pengkajian perilaku

    neonatus tersebut.

    Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik merupakan suatu rangkaian

    stimulus yang dapat digunakan dalam perawatan perkembangan neonatus di

    Indonesia. Penelitian tentang stimulasi ini dilakukan di rumah sakit Cipto

    Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2010. RSCM

    merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia dan jumlah neonatus

    yang dirawat di bagian perinatologi RSCM juga cukup tinggi. Pada tahun

    2007 sebanyak 3.320 bayi lahir di RSCM dimana 27% dari jumlah tersebut

    (897 bayi) memerlukan perawatan di NICU dan sekitar 25-30% bayi

    tersebut lahir prematur. Perincian kelahiran bayi prematur pada tahun 2007

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 6

    Universitas Indonesia

    adalah sebagai berikut : bayi dengan gestasi < 28 minggu sebanyak 1%,

    gestasi 28-30 minggu sebanyak 2%, gestasi 31-32 minggu sebanyak 3%,

    gestasi 33-34 minggu sebanyak 5% dan gestasi 35-36 minggu sebanyak 9%.

    Pada bulan Juli 2008 sampai Juli 2009 terdapat 2.595 bayi yang lahir di

    RSCM dimana 3,04% dari jumlah itu (790 bayi) lahir prematur (Roeslani,

    2009). Peneliti belum menemukan adanya penelitian di Indonesia tentang

    pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan

    perilaku neonatus. Peneliti juga belum menemukan data tentang penerapan

    stimulasi ini sebagai bagian dari asuhan keperawatan neonatus di berbagai

    rumah sakit di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti

    pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap

    perkembangan perilaku neonatus prematur di RSCM Jakarta.

    1.2. Rumusan Masalah Neonatus lahir prematur memiliki perilaku dan fungsi fisiologis yang

    berbeda dengan neonatus cukup bulan. Bayi prematur memiliki fungsi organ

    yang belum sempurna sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya dalam

    beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan di luar uterin. Untuk

    memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, bayi tersebut dirawat di

    NICU dan sementara mengalami perpisahan dengan orang tuanya, terutama

    ibu. Proses hospitalisasi yang dijalani oleh bayi prematur memiliki dampak

    jangka panjang terhadap perkembangan perilakunya.

    Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus dapat

    membantu mengoptimalkan proses perkembangan perilaku neonatus

    prematur. Pemberian stimulasi sebagai bagian intervensi keperawatan

    perkembangan neonatus dapat diberikan untuk memacu perkembangan

    neonatus. Terdapat berbagai variasi stimulasi yang dapat digunakan untuk

    memacu perkembangan perilaku neonatus prematur sehingga neonatus dapat

    beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan ekstrauterin sesuai tahap

    tumbuh kembangnya.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 7

    Universitas Indonesia

    1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik

    terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang

    perinatologi RS Cipto Mangunkusumo.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1.3.2.1. Untuk mengetahui karakteristik neonatus prematur di ruang

    perinatologi RSCM (usia gestasi, berat badan lahir, jenis

    kelamin dan usia saat pengkajian).

    1.3.2.2. Untuk mengetahui perilaku neonatus prematur sebelum dan

    setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik di

    ruang perinatologi RSCM.

    1.3.2.3. Untuk mengetahui perbedaan perkembangan perilaku

    neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi

    auditori-visual-taktil-kinestetik di ruang perinatologi RSCM.

    1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan usia gestasi, berat badan lahir

    dan jenis kelamin terhadap perkembangan perilaku neonatus

    prematur.

    1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Divisi Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo

    Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

    membuat pedoman pelayanan perawatan neonatal yang komprehensif

    (memperhatikan dan memfasilitasi proses tumbuh dan kembang

    neonatus) di ruang perinatologi RSCM Jakarta.

    1.4.2. Masyarakat

    Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat, terutama

    orang tua dengan neonatus yang dirawat di rumah sakit, bahwa

    neonatus menunjukkan respon terhadap berbagai stimulus yang

    memungkinkan neonatus berinteraksi dengan lingkungannya,

    termasuk dengan orang tua.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 8

    Universitas Indonesia

    1.4.3. Ilmu Keperawatan Anak

    Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk memperkaya ilmu

    keperawatan anak dalam hal tumbuh kembang anak. Hasil penelitian

    ini dapat menjadi dasar bagi para perawat anak untuk memodifikasi

    intervensi keperawatan yang diberikan pada neonatus sesuai dengan

    karakteristik dan perkembangan perilaku neonatus sehingga pelayanan

    keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan proses tumbuh

    kembang neonatus secara optimal.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 9

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini membahas tentang konsep neonatus prematur, konsep perkembangan dan

    faktor-faktor yang mempengaruhi, teori perkembangan anak, model sistem

    perilaku Johnson, intervensi keperawatan berupa stimulasi auditori-visual-taktil-

    kinestetik dan kerangka teori.

    2.1. Neonatus Prematur Neonatus adalah bayi baru lahir sampai berumur 4 minggu (Markum, 2002;

    Papalia, Olds & Feldman, 2002). World Health Organization (WHO)

    menetapkan bayi yang lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung

    dari hari pertama haid terakhir) sebagai bayi prematur (Markum, 2002;

    Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Jika masa gestasi kurang dari 37

    minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu

    disebut neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan (Staf

    Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005).

    Neonatus prematur dapat diklasifikasikan berdasarkan usia gestasinya.

    Cloherty, Eichenwald & Stark (2008) menyebutkan neonatus dengan usia

    gestasi antara 34-38 minggu disebut late preterm. Tetapi beberapa

    penelitian mengklasifikasikannya secara berbeda-beda, misalnya usia gestasi

    32-34 minggu disebut moderate preterm dan usia gestasi 34-36 mingu

    disebut late preterm (Winchester et al, 2009). Grunau, Weinberg &

    Whitfield (2004) mengklasifikasikannya menjadi extremely low gestational

    age ( 28 minggu), very low gestational age (29-32 minggu) dan low

    gestational age (33-< 37 minggu).

    Neonatus prematur akan mengalami kesulitan tumbuh kembang karena

    belum matangnya fungsi metabolisme, ginjal, hati, imunologik dan

    hematologik. Sistem saraf juga masih imatur sehingga tidak memungkinkan

    neonatus melakukan fungsi dasar untuk bertahan hidup, seperti refleks

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 10

    Universitas Indonesia

    menghisap. Nilai Appearance, Pulse, Grimace, Activity dan Respiration

    effort (APGAR) yang rendah pada neonatus prematur merupakan indikasi

    kuat neonatus risiko tinggi dan perlu perawatan intensif (Weinberger et al,

    2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Selain itu berat badan lahir

    (BBL) juga berpengaruh saat menentukan neonatus tersebut berisiko tinggi

    atau tidak, karena semakin rendah BBL akan semakin tinggi risiko neonatus

    prematur tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds & Feldman,

    2002). Istilah yang digunakan untuk menyebut BBL kurang dari 2.500 gram

    adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Istilah Berat Lahir Sangat Rendah

    (BBLSR) digunakan pada bayi yang berat lahirnya kurang dari 1.500 gram

    dan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) digunakan untuk

    berat lahir kurang dari 1.000 gram (Indrasanto et al, 2008; Cloherty,

    Eichenwald & Stark, 2008).

    Neonatus dengan BBL 1000-1500 gram cenderung mempunyai kepala yang

    relatif lebih bulat dan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya;

    kulitnya lebih mengkilat, secara sepintas tampak lemah, atonik atau

    hipotonik, gerakan ekstremitas sangat minimal dan bunyi suara sangat

    lemah. Refleks genggam, moro dan hisap neonatus prematur juga lemah;

    reaksinya terhadap keadaan lapar sangat kurang. Pada neonatus ini sulit

    untuk menentukan status bangun dan tidur, meskipun sebenarnya masih

    dapat distimulasi dengan rangsangan yang lebih kuat (Markum, 2002).

    Neonatus prematur yang mempunyai BBL 1500-2000 gram terlihat lebih

    aktif, kulit mengandung lebih banyak jaringan subkutan, ukuran kepala tidak

    terlampau besar, tonus otot cukup baik, refleks genggam dan moro lebih

    nyata, serta dengan mudah dapat diperkirakan pola tidurnya. Bayi mampu

    memfiksasi pandangannya terhadap suatu obyek dan yang terpenting adalah

    kemampuannya untuk menetek, karena refleks hisapnya cukup kuat

    (Markum, 2002).

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 11

    Universitas Indonesia

    Neonatus dengan BBL 2000-2500 gram umumnya mempunyai penampilan

    seperti bayi cukup bulan dalam ukuran yang lebih kecil, karena dari aspek

    perkembangannya sukar dibedakan. Bayi ini mempunyai tonus otot yang

    baik dan menangis cukup keras (Markum, 2002).

    Kenaikan berat badan rata-rata neonatus prematur dalam 1 tahun pertama

    sama dengan neonatus cukup bulan, yaitu 6-7 kg. Meskipun pada waktu lahir

    neonatus prematur memperlihatkan penampilan yang lebih hidup dan aktif

    dari neonatus cukup bulan, namun dalam kurun waktu sampai umur 1 tahun,

    bayi tersebut akan tetap tertinggal dalam tingkat perkembangannya oleh bayi

    cukup bulan. Kesenjangan ini berkaitan dengan derajat prematuritasnya dan

    biasanya akan menghilang setelah umur 2 tahun bila tidak ada pengaruh

    negatif lainnya (Markum, 2002).

    Kelahiran prematur dapat disebabkan oleh faktor ibu dan faktor janin (Staf

    Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005). Faktor ibu berupa penyakit,

    usia ibu dan keadaan sosial ekonomi. Penyakit yang dapat menyebabkan

    prematuritas adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan,

    misalnya toksemia gravidarum dan perdarahan antepartum, ataupun penyakit

    lain seperti diabetes melitus, infeksi akut atau adanya tindakan operasi saat

    hamil. Angka kejadian prematuritas tertinggi terjadi pada ibu yang berusia

    dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya

    terlalu dekat. Kejadian prematuritas terendah adalah pada ibu usia 26-35

    tahun. Keadaan sosial ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya

    prematuritas, dimana kejadian tertinggi terjadi pada golongan sosial-

    ekonomi rendah. Sedangkan faktor janin dapat berupa kehamilan

    hidramnion, yang selain mengakibatkan prematuritas juga mengakibatkan

    berat badan lahir rendah.

    Kelainan perkembangan lebih sering ditemukan pada bayi lahir prematur

    daripada bayi lahir cukup bulan, yang biasanya meliputi kelainan fungsi

    intelektual atau motorik. Selanjutnya pada masa neonatal, bayi tersebut lebih

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 12

    Universitas Indonesia

    rentan terhadap kelainan rangsang sensorik atau sosial, yang disebabkan oleh

    lamanya masa isolasi dan terbatasnya hubungan dengan lingkungan selama

    perawatan. Atas dasar ini dalam perawatan neonatus prematur sekecil apa

    pun dianjurkan partisipasi ibu, sejauh aspek perawatan memungkinkannya

    (Markum, 2002).

    2.2. Konsep Perkembangan Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak masa konsepsi dan

    terus berlangsung di sepanjang rentang kehidupan (Santrock, 1998).

    Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat

    dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga terjadi pertambahan struktur

    dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak

    halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian (Depkes, RI, 2006).

    Pola perkembangan merupakan sesuatu yang kompleks karena melibatkan

    berbagai proses, yaitu proses biologis, kognitif dan sosioemosional

    (Santrock, 1998). Proses biologis meliputi perubahan alami pada fisik setiap

    individu. Proses kognitif meliputi perubahan pada cara pikir, kecerdasan, dan

    bahasa. Proses sosioemosional meliputi perubahan individu dalam hal

    berinteraksi dengan orang lain, perubahan emosi dan perubahan kepribadian.

    Tahapan perkembangan anak terdiri dari 5 periode, yaitu periode pranatal,

    periode bayi, periode kanak-kanak awal, periode kanak-kanak pertengahan

    dan periode kanak-kanak akhir (Hockenbery & Wilson, 2009; Bowden,

    Dickey & Greenberg, 1998). Masa pranatal dimulai dari sejak terjadinya

    konsepsi sampai kelahiran. Neonatus baru lahir sampai usia 1 tahun

    merupakan periode bayi. Masa kanak-kanak awal berlangsung saat anak

    berusia 1 tahun sampai 6 tahun, terbagi menjadi tahap todler (1-3 tahun) dan

    tahap prasekolah (3-6 tahun). Selanjutnya anak memasuki periode kanak-

    kanak pertengahan, yang berlangsung pada usia 6-11 atau 12 tahun. Periode

    kanak-kanak pertengahan dikenal juga sebagai tahap usia sekolah. Periode

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 13

    Universitas Indonesia

    yang terakhir adalah masa kanak-kanak akhir (usia 11-18 tahun) yang terbagi

    menjadi masa prapubertas (10-13 tahun) dan masa remaja (13-18 tahun).

    Kualitas tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yang

    merupakan faktor internal adalah ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin,

    genetik dan kelainan kromosom (Depkes RI, 2006). Jenis kelamin

    merupakan karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku

    pengaturan diri pada neonatus prematur (Foreman, Thomas & Blackburn,

    2008). Penelitian Boatella-Costaa et al (2006) menunjukkan bahwa neonatus

    perempuan lebih tinggi dalam hal orientasi auditori, kewaspadaan dan

    regulasi diri dibandingkan neonatus laki-laki. Sementara itu neonatus laki-

    laki lebih peka rangsang (iritabilitas) dibandingkan dengan neonatus

    perempuan.

    Faktor eksternal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi menjadi

    faktor pranatal, faktor persalinan dan faktor paskasalin. Menurut Depkes RI

    (2006) yang termasuk dalam faktor pranatal adalah gizi ibu, posisi fetal,

    endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan status

    psikologi ibu. Sedangkan faktor persalinan terjadi jika pada saat proses

    persalinan ada komplikasi persalinan pada bayi, misalnya trauma kepala atau

    asfiksia. Faktor paskasalin terdiri dari gizi bayi, penyakit kronis/kelainan

    kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis anak, endokrin, sosio-

    ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan (Depkes RI,

    2006).

    2.3. Teori-teori perkembangan anak Para pakar perkembangan telah mengembangkan berbagai teori tentang

    perkembangan anak, diantaranya adalah teori psikoanalitik (teori

    psikoseksual Freud dan teori psikososial Erikson) dan teori kognitif Piaget.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 14

    Universitas Indonesia

    2.3.1. Teori Psikoanalitik

    Perspektif psikoanalitik memandang perkembangan sebagai sesuatu

    yang dibentuk oleh kekuatan bawah sadar, yang memotivasi perilaku

    manusia (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Teori psikoanalitik yang

    paling sering digunakan ada 2, yaitu teori psikoseksual Freud dan teori

    psikososial Erikson yang secara ringkas ditampilkan pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak

    No Periode PerkembanganPsikoseksual

    (Freud) Psikososial (Erikson)

    1 Bayi Oral Percaya vs Tidak percaya

    2 Batita (Todler) Anal Otonomi vs Rasa malu & ragu 3 Prasekolah Falik Inisiatif vs Rasa bersalah 4 Usia sekolah Latensi Industri vs Inferioritas 5 Remaja Genital Identitas vs Difusi peran

    2.3.1.1.Teori Psikoseksual

    Teori psikoseksual dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-

    1939), seorang dokter spesialis neurologi. Freud berpendapat

    bahwa manusia ingin mengalami kesenangan fisik sejak dari

    lahir. Freud juga berkeyakinan bahwa setiap orang lahir

    dengan tuntutan biologis yang harus diarahkan supaya orang

    tersebut bisa hidup dalam masyarakat. Sumber

    ketidakseimbangan emosional individu terletak pada

    pengalaman traumatis masa kanak-kanak. Freud mengatakan

    bahwa kepribadian dibentuk pada masa kanak-kanak, dimana

    anak-anak menghadapi berbagai konflik antara dorongan

    naluri dengan tuntutan hidup bermasyarakat (Papalia, Olds &

    Feldman, 2002).

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 15

    Universitas Indonesia

    Konflik yang dialami anak-anak tampak pada 5 tahap

    perkembangan dalam teori psikoseksual Freud dimana setiap

    tahap dikarakteristikkan dengan sensitivitas bagian tubuh

    tertentu atau yang disebut area erogen (Kail, 2001). Tiga tahap

    pertama, yaitu tahap oral, anal dan falik, merupakan tahap

    yang krusial karena stimulus yang anak-anak terima pada ke-3

    tahap awal ini akan melekat dalam diri mereka dan akan

    berpengaruh terhadap kepribadian saat dewasa (Papalia, Olds

    & Feldman, 2002). Menurut Freud, perkembangan akan

    berlangsung pesat jika kebutuhan anak dapat dipenuhi sesuai

    tahap perkembangannya.

    Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak

    No Tahap Perkembangan

    1 Oral

    Kesenangan anak berpusat pada area sekitar mulut, misalnya : menghisap, menggigit, mengunyah. Tindakan-tindakan ini mengurangi ketegangan pada anak.

    2 Anal Kesenangan anak terkait dengan anus atau fungsi eliminasi terkait anus. Gerakan melatih otot anus mengurangi ketegangan pada anak.

    3 Falik Kesenangan anak berfokus pada area genital dimana anak menemukan suatu manipulasi diri yang menyenangkan.

    4 LatensiAnak menekan semua ketertarikan akan seksualitas dan mulai mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.

    5 Genital

    Ketertarikan seksual anak muncul kembali tetapi sumbernya berasal dari seseorang di luar keluarga. Jika anak remaja mampu menyelesaikan konflik dengan orang tuanya, maka remaja tersebut akan mampu mengembangkan hubungan percintaan yang matang dan dapat berfungsi sebagai orang dewasa yang mandiri.

    Sumber : Santrock (1998). Child development, 8th edition.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 16

    Universitas Indonesia

    2.3.2.2.Teori Psikososial

    Teori psikososial dikembangkan oleh Erik Erikson (1902-

    1994). Teori ini menekankan bahwa aspek perkembangan

    psikologis dan sosial lebih penting daripada aspek fisik dan

    biologis (Kail, 2001). Erikson mengemukakan 5 tahap

    perkembangan anak dimana setiap tahapan memiliki tugas

    perkembangan tertentu yang menghadapkan individu pada

    suatu krisis. Perkembangan yang sehat terjadi jika anak

    mampu menyelesaikan krisis dengan baik. Erikson

    menyatakan bahwa tahap awal perkembangan psikososial

    adalah pondasi bagi perkembangan selanjutnya.

    Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak

    No Tahap Tantangan Perkembangan

    1 Percaya vs Tidak Percaya

    Mengembangkan rasa bahwa lingkungan aman, merupakan tempat yang baik.

    2 Otonomi vs

    Rasa malu dan ragu

    Menyadari bahwa seseorang adalah individu yang independen, yang dapat membuat keputusan sendiri.

    3 Inisiatif vs Rasa bersalah

    Mengembangkan keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru dan mengatasi kegagalan.

    4 Industri vs inferioritas

    Mempelajari keterampilan-keterampilan dasar dan bekerja sama dengan orang lain.

    5 Identitas vs difusi peran Mengembangkan rasa percaya diri yang mantap dan terintegrasi.

    Sumber : Kail (2001). Children and their development, 2nd edition.

    Resolusi masalah yang baik membutuhkan keseimbangan

    antara perkembangan yang positif dan negatif. Perkembangan

    positif memang harus lebih dominan, tetapi perkembangan

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 17

    Universitas Indonesia

    negatif juga diperlukan oleh anak. Misalnya pada tahap

    perkembangan awal (percaya versus tidak percaya), tugas

    perkembangan anak bertujuan supaya anak mempercayai

    lingkungannya. Tetapi anak juga perlu belajar tidak percaya

    terhadap lingkungannya supaya anak dapat melindungi diri

    dari bahaya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).

    2.3.2. Teori Kognitif

    Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang

    psikolog Swiss. Perspektif teori ini berfokus pada bagaimana anak-

    anak berpikir dan bagaimana pikiran mereka berubah dari waktu ke

    waktu (Kail, 2001) serta perilaku yang muncul dari proses pikir ini

    (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Piaget menekankan bahwa anak-

    anak secara aktif mengembangkan area kognitifnya sendiri, bukan

    hanya karena lingkungan yang memasukkan informasi ke dalam

    pikiran anak-anak (Santrock, 1998).

    Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak

    No Usia perkembangan Kognitif (Piaget) 1 0-2 tahun Sensorimotorik 2 2-4 tahun Praoperasional : fase prakonseptual 3 4-7 tahun Praoperasional : fase intuitif 4 7-11 tahun Operasional konkret 5 11-15 tahun Operasional formal

    Dalam setiap tahap pikiran anak mengembangkan cara-cara baru

    untuk berperilaku. Tahapan perkembangan ini berdasarkan 3 prinsip

    yang saling berhubungan yaitu pengaturan (organization), adaptasi

    (adaptation) dan keseimbangan (equilibrium). Organization

    merupakan kecenderungan untuk terus menciptakan struktur kognitif

    yang kompleks : sistem pengetahuan atau cara berpikir. Adaptasi

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 18

    Universitas Indonesia

    merupakan istilah Piaget tentang bagaimana anak-anak mengatasi

    perbedaan antara hal-hal baru yang diterimanya dengan hal-hal yang

    sebelumnya telah diketahuinya. Sedangkan keseimbangan adalah

    usaha konstan untuk keseimbangan yang stabil.

    Pada tahap sensorimotorik, anak mempelajari diri sendiri dan

    lingkungan melalui perkembangan aktivitas sensorik dan motorik.

    Tahap sensorimotorik terdiri dari 6 tahap seperti tampak pada tabel

    2.5. Selama proses 5 tahap pertama, anak belajar mengkoordinasikan

    input yang diperoleh indra dan kemudian mengatur aktivitas sesuai

    dengan lingkungan. Sedangkan pada tahap terakhir, anak berkembang

    dari pembelajaran berdasarkan trial-and-error menjadi pembelajaran

    dengan menggunakan simbol dan konsep untuk memecahkan

    masalah sederhana. Proses perkembangan awal kognitif ini

    kebanyakan berlangsung melalui reaksi sirkular, dimana anak belajar

    untuk menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menyenangkan

    yang tanpa sengaja ditemukannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).

    Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak

    Tahap Usia Perkembangan

    Gerak refleks

    0-1 bulan

    Neonatus mempelajari gerak refleks untuk memperoleh kontrol atas gerak refleks ini. Neonatus menunjukkan suatu perilaku walaupun stimulus sebenarnya tidak tampak.

    Reaksi sirkular pertama

    1-4 bulan

    Bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang ditemukannya pertama kali (misal : menghisap tangan). Aktivitas berfokus pada tubuh bayi. Bayi membuat adaptasi pertama, yaitu menghisap berbagai benda. Bayi mulai mengkoordinasikan berbagai informasi sensori (penglihatan dan pendengaran) dan mulai menggenggam benda.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 19

    Universitas Indonesia

    Tahap Usia Perkembangan

    Reaksi sirkular kedua

    4-8 bulan

    Bayi lebih tertarik pada lingkungan. Bayi mengulangi tindakan-tindakan yang memberikan pengalaman menyenangkan (misal : menggoyangkan kerincingan).

    Koordinasi kedua skema

    8-12 bulan

    Perilaku mulai ada tujuan dan lebih dipikirkan, bayi mengkoordinasikan skema yang telah dipelajarinya (misal : melihat dan menggenggam kerincingan) untuk mencapai tujuan tertentu (merangkak untuk mengambil mainan). Bayi juga sudah mulai mengantisipasi suatu kejadian.

    Reaksi sirkular ketiga

    12-18 bulan

    Batita menunjukkan rasa ingin tahu dan eksperimen. Batita memodifikasi tindakan untuk melihat hasil yang berbeda-beda (misal : menggoyangkan kerincingan yang berbeda-beda untuk mendengar perbedaan suara). Batita mencoba aktivitas baru dan menggunakan trial-and-errorr untuk memecahkan masalah.

    Kombinasi mental

    1,5-2 tahun

    Batita mulai menggunakan symbol dan konsep, serta mulai mendemonstrasikan pengertian yang mendalam. Batita mulai berpikir tentang suatu kejadian dan mengantisipasi konsekuensi.

    Sumber : Papalia, Olds & Feldman (2002). A childs world, Infancy through adolescence, 9th edition.

    2.4. Model Sistem Perilaku Johnson Model keperawatan ini dikembangkan oleh Dorothy E. Johnson (1919-

    1999). Johnson (1992) berpendapat bahwa ilmu dan seni keperawatan harus

    berfokus pada pasien sebagai individu dan bukan kepada keberadaan

    penyakit yang spesifik (Tomey & Alligood, 2006). Johnson

    mengkonseptualisasikan manusia sebagai sebuah sistem perilaku dimana

    hasil akhir yang menunjukkan bahwa manusia tersebut berfungsi adalah

    perilaku yang dapat diobservasi. Oleh karena itu keperawatan berkontribusi

    untuk memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama

    dan sesudah pasien sakit.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 20

    Universitas Indonesia

    Model sistem perilaku Johnson terdiri dari 4 asumsi mayor, yaitu

    keperawatan; manusia; kesehatan dan lingkungan. Keperawatan menurut

    Johnson adalah sebuah kekuatan eksternal yang bertindak untuk

    memelihara pengaturan perilaku pasien dengan memberikan penekanan

    pada mekanisme regulatori atau penyediaan sumber daya jika pasien berada

    dalam kondisi stres (Loveland-Chery & Wilkerson, 1983 dalam Tomey &

    Alligood, 2006). Johnson memandang manusia sebagai sebuah sistem

    perilaku dimana perilaku tersebut memiliki pola, berulang dan mempunyai

    tujuan, serta dapat menghubungkan manusia tersebut dengan

    lingkungannya. Sedangkan kesehatan adalah sesuatu yang elusif, sebuah

    status dinamis yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.

    Dalam teori Johnson, lingkungan terdiri dari semua faktor yang bukan

    bagian dari sistem perilaku individu, tetapi dapat mempengaruhi sistem

    tersebut.

    Pengertian perilaku dalam model Johnson ini adalah hasil dari struktur

    intraorganismik yang berproses secara koordinasi dan artikulasi serta

    berespon terhadap perubahan stimulus sensorik. Sistem menurut Johnson

    adalah semua hal yang berfungsi sebagai suatu kesatuan dari setiap bagian

    yang saling tergantung. Maka sistem perilaku menekankan cara perilaku

    yang memiliki pola, berulang dan mempunyai tujuan. Sistem perilaku ini

    memiliki 7 subsistem yang saling berhubungan, yaitu (1) attachment

    affiliative, (2) dependency, (3) ingestive, ( 4) eliminative, (5) sexual, (6)

    achievement, dan (7) aggressive protective.

    Setiap subsistem dapat dijelaskan dan dianalisis sesuai dengan tuntutan

    struktur dan fungsional. Ada 4 elemen struktur yang teridentifikasi, yaitu

    (1) tujuan, (2) latar belakang tindakan, (3) alternatif tindakan dan (4)

    perilaku. Dan setiap subsistem juga memiliki 3 tuntutan fungsional, yaitu

    (1) proteksi, (2) pengasuhan dan (3) stimulasi. Respon dari subsistem ini

    dibentuk melalui motivasi, pengalaman dan pembelajaran serta dipengaruhi

    oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 21

    Universitas Indonesia

    Sistem perilaku berusaha mencapai keseimbangan dengan beradaptasi

    terhadap stimulus internal dan lingkungan. Status ketidakstabilan sistem

    perilaku menunjukkan kebutuhan akan intervensi keperawatan. Dengan

    mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem akan menetapkan tindakan

    keperawatan yang tepat sehingga hasilnya adalah mempertahankan atau

    memulihkan keseimbangan sistem perilaku. Keperawatan dipandang

    sebagai kekuatan regulatori eksternal yang bertindak untuk mengembalikan

    keseimbangan sistem perilaku.

    Sumber : Tomey & Alligood [2006]. Nursing Theorists and Their Work

    Gambar 2.1

    Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 22

    Universitas Indonesia

    2.5. Intervensi keperawatan perkembangan : Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik

    Stimulasi merupakan suatu proses memberikan rangsangan sensoris

    tambahan dalam berbagai bentuk (visual, auditori, taktil, vestibular,

    olfaktori) kepada bayi sebagai suatu intervensi terapeutik (Almli, 2005).

    Stimulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan neonatus, yang merupakan

    pertimbangan perawat dalam merencanakan suatu intervensi (Thoman,

    Ingersoll & Acebo, 1991 dalam Dieter & Emory, 1997). Pembagian spesifik

    dan durasi setiap komponen stimulasi disesuaikan dengan status neonatus

    dan reaksinya terhadap setiap stimulus (diukur dengan menggunakan

    pengkajian perilaku). Tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus

    prematur adalah (1) meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi

    hubungan neonatus dengan lingkungan, dan (3) meningkatkan

    perkembangan perilaku neonatus secara umum (Dieter & Emory, 1997).

    Stimulasi sensoris, berupa auditori-visual-taktil-kinestetik melibatkan organ

    sensoris pada neonatus, yaitu mata, telinga dan kulit. Telinga mulai

    terbentuk pada kehamilan 5 minggu dan bentuknya menjadi lengkap pada

    akhir trimester pertama (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Pada usia

    gestasi 26 minggu, fetus sudah memberikan respon terhadap suara. Pada

    saat lahir, neonatus mampu membeda-bedakan suara dan mampu

    membedakan suara ibunya dari suara orang lain pada usia 12 jam setelah

    lahir (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998).

    Perkembangan pembentukan mata pada akhir kehamilan 28 minggu adalah

    mata mulai membuka dan pupil berespon terhadap cahaya. Fungsi visual

    pada saat baru lahir terbatas, tetapi meningkat pesat pada usia selanjutnya

    bersamaan dengan berkembangnya struktur mata (Bowden, Dickey &

    Greenberg, 1998). Refleks berkedip muncul pada neonatus normal.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 23

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi

    No Umur Perkembangan

    1 0 2 minggu

    a. Ketajaman penglihatan 20/300 b. Tampak nistagmus c. Sadar terhadap stimulus visual pada jarak 20-

    30 cm d. Pupil membesar e. Kelenjar air mata mulai berfungsi

    2 2 4 minggu

    a. Mata dan kepala mengikuti benda sampai sudut 90

    b. Kurang memperhatikan stimulus pada jarak 60 cm

    c. Berkedip merupakan tanda neonatus mengenali suatu benda

    3 6 12 minggu

    a. Sadar akan benda bergerak b. Kepala dan mata mengikuti benda pada sudut

    180 c. Tertarik pada benda berwarna terang d. Kelenjar air mata berespon terhadap emosi e. Neonatus mengenali tangannya sendiri f. Mulai ada koordinasi motorik-visual

    4 16 20 minggu a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Tertarik pada stimulus dengan jarak lebih dari

    90 cm

    5 20 28 minggu

    a. Lebih suka warna merah dan kuning terang b. Mulai ada koordinasi mata-tangan c. Muncul berkedip yang sebenarnya d. Otot siliaris mulai berfungsi e. Refleks akomodasi dan konvergen mulai

    muncul

    6 36 44 minggu

    a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Mengenali dan mengikuti benda bergerak

    dengan menggerakkan mata secara horisontal dan vertikal

    7 1 tahun

    a. Diameter pupil terus meningkat b. Ukuran kornea sama dengan dewasa (12 mm) c. Ketajaman penglihatan 20/100 d. Mampu membedakan bentuk geometris

    Sumber : Bowden, Dickey & Greenberg (1998). Children and Their Families.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 24

    Universitas Indonesia

    Stimulasi taktil (sentuhan dari kepala sampai kaki) dan kinestetik (gerak

    ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) merupakan gabungan

    rangsangan sensorik dan motorik. Taktil memberikan rangsangan sensorik

    terhadap kulit. Sedangkan kinestetik merangsang pergerakan ekstremitas

    sehingga neonatus dapat menunjukkan kemampuan motorik sesuai tahap

    tumbuh kembangnya. Penelitian Moyer-Mileur et al (1995) menunjukkan

    bahwa prosedur kinestetik yang dilakukan selama 4 minggu dapat

    meningkatkan kadar mineral dan ketebalan tulang (Dieter & Emory, 1997).

    Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berdasarkan pada tahap tumbuh

    kembang neonatus menurut Piaget dalam teori kognitif, yaitu tahap

    sensorimotorik.

    Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan juga dapat memenuhi

    tahap tumbuh kembang neonatus menurut Freud dan Erikson. Freud dalam

    teori psikoseksual menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap oral,

    sedangkan Erikson dalam teori psikososial menyatakan bahwa neonatus

    berada pada tahap percaya versus tidak percaya. Neonatus prematur belum

    memiliki kemampuan menghisap yang memadai sehingga untuk pemenuhan

    nutrisi dilakukan melalui selang (orogastric tube/nasogastric tube). Sehingga

    tahap tumbuh kembang menurut Freud, yaitu tahap oral, belum dapat

    dipenuhi karena neonatus tidak mendapat kepuasan dari mulutnya. Sementara

    itu perawatan di NICU atau rawat inkubasi membatasi interaksi neonatus

    dengan ibu atau orang tuanya, sehingga neonatus akan mengalami gangguan

    dalam usaha mempercayai lingkungan sekitarnya. Maka dengan melakukan

    stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan dapat meningkatkan

    interaksi sosial neonatus dengan lingkungannya sekaligus juga dapat

    merangsang kemampuan oral neonatus.

    Stimulus auditori dan visual akan membantu meningkatkan akurasi

    koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock, 1998). Persepsi sensori

    neonatus akan membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga

    neonatus dapat beradaptasi dengan lingkungan (Papalia, Olds & Feldman,

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 25

    Universitas Indonesia

    2002; Dieter & Emory, 1996). Stimulasi taktil (sentuhan) dan kinestetik

    (gerak ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) terbukti dapat

    memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan pada

    neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001; Symington &

    Pinelli, 2002). Pengalaman motorik akan mempertajam dan memodifikasi

    persepsi neonatus terhadap apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak

    dengan cara tertentu (Papalia, Olds & Feldman, 2002).

    Pelaksanaan stimulasi ini akan membutuhkan waktu 30 menit, dengan

    perincian 5 menit untuk stimulasi auditori-visual dan 15 menit untuk

    stimulasi taktil-kinestetik. Stimulasi ini akan dilaksanakan selama 5 hari

    berturut-turut berdasarkan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa

    stimulasi taktil-kinestetik memberikan efek positif pada neonatus setelah 5

    hari intervensi. Stimulasi dilakukan 45 menit setelah neonatus mendapatkan

    makanandan pemberian stimulasi hanya dilakukan satu (1) kali setiap

    harinya.

    Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus

    No Stimulus Prosedur Keterangan

    1

    Auditori-Visual

    terhadap benda mati

    a. Peneliti dalam keadaan duduk. b. Pegang neonatus dalam posisi

    wajah berhadapan (en face) dengan peneliti pada sudut 45 dan jarak 20-30 cm.

    c. Gerakkan kerincingan sesuai dengan lapang pandang neonatus, kerincingan sambil dibunyikan.

    a. Stimulus dilakukan maksimal 2 kali

    b. Usahakan wajah peneliti tidak berada pada lapang pandang neonatus

    2

    Auditori-Visual

    terhadap benda hidup

    a. Peneliti dalam keadaan duduk. b. Pegang bayi dalam posisi

    wajah berhadapan (en face) dengan peneliti pada sudut 45 dan jarak 20-30 cm.

    c. Gerakkan neonatus secara horisontal dan tetap dalam posisi wajah berhadapan

    a. Stimulus dilakukan maksimal 2 kali

    b. Penting diperhatikan bahwa tubuh dan kepala bayi disangga dengan

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 26

    Universitas Indonesia

    No Stimulus Prosedur Keterangan

    sambil mengajak neonatus bicara. Selanjutnya gerakkan neonatus secara vertikal.

    d. Gerakkan neonatus secara horisontal dan vertikal pada sudut 180. Posisi wajah tetap berhadapan dan ajak neonatus bicara.

    maksimal se-hingga bayi me-rasa aman saat dilakukan inter-vensi

    3 Taktil

    a. Neonatus diletakkan dalam posisi prone.

    b. Kedua telapak tangan peneliti saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan.

    c. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus.

    a. Waktu 5 menit b. Sentuhan

    tanpa menggunakan minyak

    4 Kinestetik

    a. Neonatus diletakkan dalam posisi supine.

    b. Kedua tangan neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali.

    c. Kedua kaki neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali.

    Waktu 5 menit

    5 Taktil

    a. Neonatus diletakkan dalam posisi prone.

    b. Kedua telapak tangan saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan.

    c. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus.

    a. Waktu 5 menit b. Sentuhan

    tanpa menggunakan minyak

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 27

    Universitas Indonesia

    Skema 2.1

    Kerangka teori

    Sumber : Cloherty, Eichenwald & Stark (2008), Markum (2002), Depkes RI (2006), Tomey & Alligood (2006), Papalia, Olds & Feldman (2002), Kail (2001), Santrock

    (1998)

    Faktor Ibu

    a. Penyakit saat hamil b. Usia ibu c. Sosial ekonomi

    Faktor Janin

    a. Hidramnion

    Faktor Internal

    a. Ras/etnik b. Umur c. Jenis kelamin d. Genetik e. Kelainan kromosom

    Faktor Eksternal

    a. Pranatal Gizi ibu Posisi fetal Endokrin Radiasi Infeksi Kelainan imunologi Anoksia embrio Psikologi ibu

    b. Persalinan c. Paskasalin

    Gizi bayi Penyakit kronis / kelainan

    kongenital Psikologi anak Endokrin Sosio ekonomi Ling. Pengasuhan Stimulasi Obat-obatan

    Neonatus lahir prematur (< 37 minggu)

    Perkembangan

    Perilaku Neonatus

    Intervensi Keperawatan

    Nurturance

    Protection

    Stimulation

    Tahap Oral

    Tahap Percaya versus

    Tidak percaya

    Tahap Sensorimotorik

    Stimulasi auditori

    visual taktil kinestetik

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 28

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

    Bab ini akan membahas tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi

    operasional yang digunakan dalam penelitian ini.

    3.1. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal

    khusus. Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara

    konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur (Notoatmodjo, 2005). Konsep

    hanya dapat diamati atau diukur melalui bentuk variabel. Dalam penelitian

    ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah stimulasi auditori-

    visual-taktil-kinestetik, variabel dependen adalah perilaku neonatus prematur

    dan yang menjadi variabel perancu adalah usia gestasi, jenis kelamin dan

    berat badan lahir. Hubungan berbagai variabel tersebut dapat dilihat pada

    skema 3.1.

    Skema 3.1. Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Variabel Perancu

    Neonatus lahir prematur

    Stimulasi auditori-visual-taktil-

    kinestetik

    Perkembangan perilaku neonatus

    Usia gestasi, berat badan lahir jenis kelamin

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 29

    Universitas Indonesia

    3.2. Hipotesis 3.2.1. Hipotesis Null (H0)

    Tidak ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-

    kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.

    3.2.2. Hipotesis Kerja (Ha)

    Ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik

    terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.

    3.3. Definisi Operasional

    No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala

    1

    Independen

    Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik

    Pemberian sti-mulus auditori-visual-taktil-kinestetik untuk merangsang per-kembangan peri-laku neonatus

    Observasi

    Stimulasi 1x sehari, 5 hari berturut-turut

    2

    Dependen

    Perilaku neonatus

    Respon neona-tus terhadap ber-bagai stimulus

    Lembar pengkajian

    perilaku neonatus prematur, rentang

    nilai 0-60

    Nilai absolut Rasio

    1 = Baik, nilai 46-60

    2 = Cukup, nilai 30-45

    3= Kurang, nilai < 30

    Ordinal

    3

    Perancu

    Usia Gestasi

    Usia kehamilan saat neonatus lahir

    Kuesioner

    1 = 33 - < 37 mg

    2 = 29 - 32 mg 3 = 28 mg

    Ordinal

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 30

    Universitas Indonesia

    No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala

    4

    Berat badan lahir

    Berat badan neo-natus saat lahir

    Kuesioner

    1 = 2000 < 2500 gr 2 = 1500

    < 2000 gr 3 = 1000 < 1500 gr 4 = < 1000 gr

    Ordinal

    5

    Jenis kelamin

    Karakteristik gender neonatus saat lahir

    Kuesioner

    1 = Laki-laki 2 =Perempuan

    Nominal

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 31

    Universitas Indonesia

    BAB 4

    METODE PENELITIAN

    Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian,

    tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji

    validitas dan reliabilitas, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan

    analisis data.

    4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen-semu (quasi experiment),

    yaitu studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian

    menggunakan cara non-randomisasi (Last, 2001 dalam Murti, 2003). Metode

    ini dipilih karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau

    memanipulasi semua variabel yang relevan (Danim, 2003).

    Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre and post

    test design. Desain ini merupakan eksperimen kuasi dimana masing-masing

    unit eksperimentasi (subyek ataupun kelompok) berfungsi sebagai kontrol

    bagi dirinya sendiri, dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum dan

    sesudah perlakuan (Murti, 2003).

    Gambar 4.1.

    Disain penelitian

    X3

    X1 Intervensi X2

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 32

    Universitas Indonesia

    Keterangan :

    X1 : Perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan intervensi

    X2 : Perilaku neonatus prematur setelah dilakukan intervensi

    X3 : Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan

    intervensi (X2 dibandingkan dengan X1)

    4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

    Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik

    tertentu (Sastroasmoro, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah

    seluruh neonatus yang lahir prematur dan dirawat di ruang

    perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.

    4.2.2. Sampel

    Sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar

    kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Sampel pada penelitian ini

    adalah neonatus yang lahir prematur dan dirawat di special care

    nursery (SCN) 3 dan 4 ruang perinatologi RSCM Jakarta. Sampel

    ditentukan dengan cara purposive sampling, yang merupakan salah

    satu cara pengambilan sampel dengan metode non-probabilitas.

    Kriteria sampel ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai

    dengan masalah dan hipotesis penelitian, atau sampel bisa juga

    ditentukan oleh pertimbangan pakar (Danim, 2003; Murti, 2003).

    Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

    a. Usia gestasi < 37 minggu

    b. Berat badan lahir < 2500 gram

    c. Usia neonatus saat penelitian maksimal 48 minggu paskakonsepsi

    d. Neonatus pernah dirawat di NICU, mendapat terapi intravena,

    terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung atau rawat

    inkubasi.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 33

    Universitas Indonesia

    e. Neonatus dirawat di ruang SCN 3 dan 4, tidak sedang mendapatkan

    terapi intravena, terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung

    atau rawat inkubasi.

    f. Orang tua menandatangani lembar persetujuan menjadi responden

    penelitian.

    Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah neonatus yang

    mengalami kondisi tidak stabil secara medis saat proses penelitian.

    Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan

    rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005):

    N

    1 Nd

    Keterangan :

    N = besarnya populasi

    n = besarnya sampel

    d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

    Maka besarnya sampel adalah :

    N

    1 Nd

    66

    1 660,05

    56,4 ~ 56 orang

    Untuk mengantisipasi terjadinya pengurangan sampel pada saat

    pengambilan data, maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi total

    62 orang.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 34

    Universitas Indonesia

    Jumlah responden yang berhasil ditemukan untuk dijadikan sampel

    dalam penelitian ini adalah 18 orang. Besar sampel ini lebih sedikit

    dibandingkan jumlah sampel berdasarkan penghitungan dengan

    menggunakan rumus diatas, tetapi besar sampel ini memenuhi jumlah

    sampel minimal untuk penelitian eksperimen, yaitu 15 subyek per

    grup (Kasjono & Yasril, 2009).

    4.5. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SCN 3 dan 4 ruang perinatologi rumah sakit Cipto

    Mangunkusumo Jakarta. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan

    nasional dimana angka kelahiran neonatus prematur cukup tinggi.

    4.6. Waktu Penelitian Keseluruhan penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli

    2010. Khusus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Mei Juni

    2010.

    4.7. Etika Penelitian Penelitian intervensi yang berhubungan dengan manusia berkaitan erat

    dengan keselamatan individu sebagai subyek penelitian, dalam arti individu

    tidak dirugikan baik mereka sadari maupun tidak disadari (Pratiknya, 2007).

    Cara yang dilakukan peneliti untuk mengurangi kerugian pada responden

    adalah dengan memberikan informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian.

    Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau

    menolak untuk menjadi subjek penelitian dengan cara menandatangani

    informed consent atau surat pernyataan kesediaan (lampiran 4) yang telah

    disiapkan oleh peneliti. Prinsip etik penelitian yang harus dipenuhi menurut

    Burns & Grove (2003) adalah :

    4.7.1. Right to self - determination

    Responden mempunyai hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak

    berpartisipasi dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 35

    Universitas Indonesia

    responden adalah neonatus prematur, yang tidak mungkin dapat

    memberikan persetujuan sendiri untuk ikut serta menjadi responden.

    Maka peneliti/asisten peneliti meminta persetujuan untuk menjadi

    responden kepada orang tua neonatus. Sebelumnya peneliti/asisten

    peneliti memberikan penjelasan yang berisi tentang prosedur

    penelitian, manfaat dan risiko yang mungkin terjadi kepada para orang

    tua neonatus yang dijadikan responden. Orang tua juga diperkenankan

    untuk membatalkan keikutsertaan bayinya dalam penelitian ini tanpa

    ada konsekuensi apa pun. Total 27 orang tua yang dimintai

    persetujuannya menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayinya

    sebagai responden dalam penelitian ini. Tetapi selama proses

    pemberian stimulasi terdapat 9 orang tua yang membatalkan

    keikutsertaan bayinya sebagai responden dalam penelitian ini. Hal

    tersebut dikarenakan orang tua membawa pulang paksa bayinya dari

    perawatan di ruang perinatologi RSCM atau bayi tersebut memang

    sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di ruang perinatologi

    RSCM. Maka tersisa 18 responden yang tetap menjadi sampel dalam

    penelitian ini.

    4.7.2. Right to privacy and dignity

    Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Pelaksanaan

    pengkajian perilaku serta stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik

    pada neonatus prematur dilakukan sendiri oleh peneliti di ruang rawat

    neonatus. Asisten peneliti terlibat dalam melakukan penilaian perilaku

    neonatus. Keterlibatan orang lain sangat diminimalkan, tetapi orang

    tua diperbolehkan untuk mengikuti proses pemberian stimulasi.

    4.7.3. Right to anonymity and confindentialiy

    Kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti. Setiap

    responden diberi kode yang hanya diketahui oleh peneliti. Identitas

    responden pada lembar pengkajian perilaku ditulis dengan kode angka

    1-18 dan inisial bayi. Selama pengolahan data, analisis dan publikasi

    hasil penelitian, identitas responden tetap dijamin kerahasiaannya oleh

    peneliti.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 36

    Universitas Indonesia

    4.7.4. Right to fair treatment

    Penelitian ini menggunakan desain one group pre and post test,

    dimana responden penelitian ini hanya terdiri dari satu kelompok

    intervensi. Seluruh responden dalam penelitian ini mendapatkan

    stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik selama 5 hari berturut-turut

    sebanyak 1 kali dalam sehari.

    4.7.5. Right to protection from discomfort and harm

    Keamanan dan kenyamanan responden dalam penelitian ini sangat

    diperhatikan. Intervensi serta pengkajian perkembangan perilaku

    neonatus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi neonatus. Jika

    kondisi neonatus tidak memungkinkan untuk tetap menjadi responden

    sampai proses penelitian selesai, maka neonatus tersebut dikeluarkan

    dari sampel. Semua neonatus yang menjadi responden dalam

    penelitian ini berada dalam kondisi stabil sehingga bisa mengikuti

    proses pemberian stimulasi dan pengkajian perilaku sampai selesai.

    Tidak ada responden yang dieksklusikan karena kondisi yang tidak

    stabil secara medis.

    4.8. Alat Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Pengkajian Perilaku

    Neonatus Prematur (lampiran 1), yang dikembangkan oleh peneliti

    berdasarkan Neonatal Behaviour Assessment Scale (Brazelton & Nugent,

    1995), Infant Stimulation Program (Almli, 2005) dan Neonatal reflexes

    (Schott & Rossor, 2003; Plaster, 2007).

    Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur ini terdiri dari :

    4.8.1. Kuesioner

    Mengkaji data karakteristik neonatus prematur yang berupa identitas,

    jenis kelamin, usia gestasi, usia saat pengkajian dan berat badan lahir.

    4.8.2. Lembar pengkajian Perilaku Neonatus Prematur

    Untuk mengkaji perkembangan perilaku neonatus prematur.

    Pengkajian perilaku neonatus prematur terdiri dari 20 kriteria, yaitu

    respon terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, respon terhadap

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 37

    Universitas Indonesia

    stimulasi taktil di kaki, refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks

    Moro, rooting reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam,

    refleks glabella, pull-to-sit, refleks berdiri, refleks berjalan, refleks

    merangkak, gerakan defensif, orientasi visual-auditori terhadap

    kerincingan, orientasi visual-auditori terhadap wajah dan suara,

    iritabilitas, upaya saat neonatus menangis dan warna kulit. Masing-

    masing kriteria dinilai dengan skala 0 3 (4 skala).

    4.9. Uji Validitas dan Realibilitas 4.9.1. Validitas

    Validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur

    (pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang

    sesungguhnya hendak diukur (Murti, 2003; Danim, 2003). Validitas

    isi merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat

    rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan

    tertentu (Danim, 2003).

    Instrumen dalam penelitian ini yaitu Lembar Pengkajian Perilaku

    Neonatus Prematur, dilakukan uji validitas isi berdasarkan hasil

    konsultasi dengan pakar dalam bidang keperawatan neonatus. Pakar

    yang dimintai pendapatnya adalah Ibu Yeni Rustina, PhD. dari

    Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pendapat pakar

    tersebut menyatakan bahwa Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus

    Prematur yang dirancang oleh peneliti dapat digunakan dalam

    penelitian ini.

    4.9.2. Reliabilitas

    Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah

    alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subyek

    yang sama atau berbeda (Danim, 2003). Untuk mengetahui reliabilitas

    suatu alat ukur dilakukan uji Cronbach Alpha. Bila Cronbach alpha

    lebih besar daripada r tabel berarti variabel tersebut reliabel.

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 38

    Universitas Indonesia

    Sedangkan jika Cronbach alpha lebih kecil dari r tabel maka variabel

    tersebut tidak reliabel (Hastono, 2007).

    Hasil uji realibilitas didapatkan bahwa cronbach alpha = 1,707.

    Sementara itu pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel

    menurut Pearson product moment untuk degree of freedom (df) = 3

    adalah 0,878. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa instrumen

    lembar pengkajian perilaku neonatus prematur adalah reliabel, karena

    cronbach alpha > r tabel.

    Selanjutnya akan dilakukan uji interrater reliability untuk

    menyamakan persepsi peneliti dengan asisten peneliti. Alat yang

    digunakan untuk uji interrater reliability adalah uji statistik Kappa

    (Hastono, 2007). Jika p value lebih besar daripada alpha (0,05) maka

    berarti hasil uji Kappa tidak signifikan/bermakna. Tetapi jika p value

    lebih kecil daripada alpha maka hasil uji Kappa signifikan, yang

    berarti tidak ada perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati

    antara peneliti dengan asisten peneliti.

    Hasil uji Interrater reliability didapatkan koefisien Kappa sebesar

    0,397 dan p value sebesar 0,029. Dengan hasil ini berarti p value <

    alpha, berarti hasil uji Kappa bermakna dan kesimpulannya tidak ada

    perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara peneliti

    dengan asisten peneliti.

    4.10. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

    4.10.1. Persiapan

    Sebelum pelaksanaan penelitian diperlukan surat ijin pengambilan

    data penelitian (lampiran 5) dan surat lulus kaji etik (lampiran 6)

    dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kemudian

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 39

    Universitas Indonesia

    surat beserta proposal diserahkan kepada bagian penelitian RSCM

    untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur di RSCM (lampiran 7 dan 8).

    4.10.2. Asisten peneliti

    Asisten peneliti diperlukan dalam penelitian ini untuk melakukan

    observasi dan penilaian perilaku neonatus prematur pada saat

    dilakukan pengkaijan sesuai Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus

    Prematur oleh peneliti. Selain itu asisten peneliti juga membantu

    peneliti dalam memberikan informed consent kepada orang tua

    neonatus. Asisten peneliti terdiri dari 1 orang yang merupakan

    perawat ruang perinatologi dengan pendidikan D3 keperawatan dan

    pengalaman kerja di ruang perinatologi selama 6 tahun.

    4.10.3. Pelaksanaan

    4.10.3.1. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi.

    4.10.3.2. Peneliti/asisten peneliti memberikan lembar persetujuan

    sebagai tanda setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian

    kepada orang tua neonatus yang dipilih sebagai sampel.

    4.10.3.3. Stimulasi dilakukan oleh peneliti, sedangkan asisten

    peneliti melakukan observasi dan memberikan penilaian

    saat pengkajian perilaku neonatus dilakukan.

    4.10.3.4. Pengkajian perilaku neonatus prematur dilakukan pada hari

    pertama sejak neonatus tersebut ditetapkan sebagai sampel

    penelitian. Pengkajian yang ke-2 dilakukan pada hari ke-5

    setelah pengkajian yang pertama.

    4.10.3.5. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diberikan selama

    5 hari berturut-turut sebanyak 1 kali setiap harinya. Jeda

    waktu antara pemberian stimulasi dengan pengkajian

    perilaku neonatus adalah 3 jam. Waktu 3 jam dipilih untuk

    memberikan neonatus kesempatan beristirahat dan

    mencegah neonatus tersebut terstimulasi secara berlebihan.

    4.11. Pengolahan Data Setelah semua data didapatkan, dilakukan tahap pengolahan data berikut :

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 40

    Universitas Indonesia

    4.11.1. Editing

    Dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah terisi

    semua dengan lengkap, jelas, sesuai, konsisten dan relevan.

    4.11.2. Coding

    Data yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan kemudian

    dilakukan pemberian kode untuk masing-masing variabel penelitian.

    Proses ini berguna untuk memudahkan proses analisis dan

    mempercepat entry data.

    4.11.3. Processing

    Setelah semua isian kuesioner lengkap dan benar serta telah

    dilakukan pengkodean, selanjutnya data diproses dengan cara

    memasukkan nilai-nilai yang sudah diperoleh ke dalam program

    komputer.

    4.11.4. Cleaning

    Merupakan kegiatan pembersihan data yang telah dimasukkan

    dengan cara mengecek ulang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk

    mengetahui adanya data yang hilang, variasi data dan konsistensi

    data.

    4.12. Analisis Data 4.12.1. Analisis Univariat

    Tujuan analisis ini adalah untuk melihat gambaran distribusi

    frekuensi dengan ukuran persentase dan proporsi dari masing-

    masing variabel. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan usia

    neonatus saat pengkajian, jenis kelamin, usia gestasi, berat badan

    lahir. Selanjutnya untuk data perkembangan perilaku neonatus

    sebelum dan setelah dilakukan stimulasi ditampilkan dalam bentuk

    mean, nilai minimal dan maksimal, standar deviasi serta nilai

    interval kepercayaan.

    4.12.2. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara

    kedua variabel. Perbedaan perilaku sebelum dan setelah dilakukan

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 41

    Universitas Indonesia

    stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus prematur

    dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (paired t-test).

    4.12.3. Analisis Multivariat

    Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan beberapa

    (lebih dari 1) variabel independen dengan satu atau beberapa

    variabel dependen pada waktu yang bersamaan (Hastono, 2007).

    Analisis multivariat yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah

    uji linear ganda karena variabel dependen berupa numerik. Sebelum

    dilakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan seleksi

    bivariat dari variabel perancu terhadap variabel dependen. Korelasi

    usia gestasi dan berat badan lahir dengan perilaku neonatus

    prematur dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA. Sedangkan

    korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur dilakukan

    dengan menggunakan uji T independen.

    Tabel 4.1.

    Analisis data

    No Variabel Independen Variabel Dependen Analisis

    1 - Perbedaan perilaku neona-tus prematur sebelum dan setelah diberikan stimulasi.

    Uji t dependen

    2 Usia gestasi Perilaku neonatus prematur Uji Anova

    3 Berat badan lahir Perilaku neonatus prematur Uji Anova

    4 Jenis kelamin Perilaku neonatus Prematur Uji t independen

    5

    Usia gestasi, berat badan lahir & jenis

    kelamin

    Perkembangan perilaku neonatus prematur

    Regresi Linear Ganda

    Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010

  • 42

    Universitas Indonesia

    BAB 5

    HASIL PENELITIAN

    Bab ini membahas tentang hasil penelitian setelah dilakukan analisis untuk

    mengetahui karakteristik responden, perilaku neonatus prematur sebelum dan

    setelah stimulasi, perbedaan perkembangan perilaku neonatus antara sebelum dan

    setelah stimulasi serta hubungan usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir

    terhadap perkembangan perilaku neonatus.

    5.1. Analisis Univariat

    5.1.1. Karakteristik responden

    Karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia gestasi, usia bayi

    saat pengkajian dan berat badan lahir ditampilkan dalam bentuk

    persentase dan proporsi seperti tampak pada tabel 5.1.

    5.1.2. Jenis Kelamin

    Hasil analisis univariat untuk data variabel jenis kelamin neonatus

    prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan

    proporsi jenis kelamin laki-laki lebih besar (66,7%) daripada

    perempuan (33,3%) seperti terlihat pada tabel 5.1.

    5.1.3. Usia gestasi

    Hasil analisis univariat untuk data variabel usia gestasi neonatus

    prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan

    bahwa sebagian responden (50%) lahir pada usia gestasi 33 - < 37

    minggu. Proporsi responden yang lahir pada usia gestasi 2932

    minggu adalah sebesar 38,9% dan responden yang lahir pada usia

    gestasi 28 minggu sebesar 11,1% seperti terlihat pada tabel 5.1.

    5.1.4. Usia responden saat pengkajian

    Hasil analisis univariat untuk data usia responden pada saat dilakukan

    pengkajian