proposal thesis hukum

58
KONSISTENSI DAN SINKRONISASI KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA (Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-Undangan Menyangkut Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa di Kabupaten Madiun, Jawa Timur) A. Latar Belakang Masalah Suatu peraturan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, hingga peraturan daerah (Perda), dikeluarkan dan ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, perhitungan, dan kajian luas yang sangat signifikan. Jika suatu peraturan perundangan telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini bisa berupa Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan sebagainya, sudah pada tempatnya jika secara struktural, pemerintahan di bawahnya, misalnya pemerintahan provinsi (pemprop), pemerintahan kabupaten (pemkab), hingga dinas-dinas yang ada di daerah, untuk mematuhi segala peraturan dari pemerintah pusat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari adanya ciri atau karakter dari hukum sebagai hukum normatif. 1

Upload: iwanhariyanto

Post on 14-Dec-2014

174 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Thesis Hukum

KONSISTENSI DAN SINKRONISASI KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

(Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-Undangan Menyangkut Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan

Perangkat Desa di Kabupaten Madiun, Jawa Timur)

A. Latar Belakang Masalah

Suatu peraturan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah,

keputusan presiden, keputusan menteri, hingga peraturan daerah (Perda),

dikeluarkan dan ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, perhitungan,

dan kajian luas yang sangat signifikan. Jika suatu peraturan perundangan telah

ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini bisa berupa Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan

sebagainya, sudah pada tempatnya jika secara struktural, pemerintahan di

bawahnya, misalnya pemerintahan provinsi (pemprop), pemerintahan

kabupaten (pemkab), hingga dinas-dinas yang ada di daerah, untuk mematuhi

segala peraturan dari pemerintah pusat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari

adanya ciri atau karakter dari hukum sebagai hukum normatif.

Peraturan perundang-undangan sebagai produk hukum, bersifat

mengatur dan mengikat setiap bagian yang ada dalam peraturan perundangan

tersebut. Kata perundang-undangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), diartikan sebagai yang bertalian dengan undang-undang atau seluk

beluk undang-undang. Sedang kata undang-undang diartikan ketentuan-

ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah

(menteri, badan eksekutif, dan sebagainya) disahkan oleh parlemen (dewan

perwakilan rakyat, badan legislatif, dan sebagainya) ditandatangani oleh

kepala negara (Presiden, Kepala Pemerintah, Raja) dan mempunyai kekuatan

yang mengikat.1

Dalam dunia hukum, kata/istilah peraturan perundang-undangan

mempunyai pengertian sendiri, apabila kata/istilah merupakan terjemahan dari 1 W.J.S. Poerwodarminto. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai

Pustaka. hal. 215

1

Page 2: Proposal Thesis Hukum

kata wetgeving atau wettelijke regelingen, maka menurut A. Hamid, SA yang

mengutip dari Kamus Hukum Fockema Andreae kata wetgeving diartikan:

1. Perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau

tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan;

2. Keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah.

Sedangkan kata wettelijke regeling diartikan sebagai peraturan-peraturan yang

bersifat perundang-undangan.2

Berdasarkan kutipan di atas, peraturan perundang-undangan adalah

keseluruhan aturan tertulis yang dibuat olehpejabat/lembaga negara Pusat dan

Daerah yang berwenang untuk itu, yang isinya mengikat secara umum.

Pengertian aturan tertulis adalah sebagai lawan dari aturan tidak tertulis yang

lebih terkenal dengan istilah hukum adat atau hukum kebiasaan. Sedangkan

pejabat/lembaga yang berwenang untuk membuat aturan tertulis adalah

pejabat/lembaga yang diberikan kewenangan atribusi atau delegasi oleh UUD

atau UU atau peraturan perundang-undangan lainnya, untuk membentuk

aturan tertulis yang disebut peraturan perundang-undangan. Kewenangan

atribusi (atributiewetgevende bevoegdheid) biasanya diberikan oleh suatu

Undang-Undang Dasar (UUD) atau suatu undang-undang (UU) kepada

pejabat/lembaga negara tertentu untuk membentuk peraturan perundang-

undangan. Kewenangan ini bersifat original (asli). Artinya sebelum ditentukan

oleh suatu UUD atau UU kewenangan ini belum ada. Misalnya kewenangan

DPR dan Presiden untuk membentuk undang-undang (UU) ditentukan oleh

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945. Contoh lain adalah Peraturan Daerah

(Perda). Berdasarkan UU No. 22/1999 Pemerintah Daerah bersama dengan

DPRD diberikan kewenangan atribusi untuk membuat Perda. Sedangkan

kewenangan membuat aturan delegasi (delegatie wetgevende bevoegdheid)

adalah kewenangan yang bersifat derivatif. Artinya kewenangan untuk

membentuk peraturan tersebut berasal dari kewenangan atributif dari

pejabat/lembaga atasannya atau peraturan perundang-undangan yang lebih

2 A. Hamid, SA. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, dalam Himpunan Bahan Penataran, Latihan Tenaga Teknis Perancang Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman. 1982. hal. 59-60.

Page 3: Proposal Thesis Hukum

tinggi tingkatannya. Misalnya, suatu UU memerintahkan pembuatan Peraturan

Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksanaan UU tersebut kepada

Pemerintah (Presiden). Artinya, Presiden/pemerintah mendapatkan

kewenangan delegatif dari UU tersebut untuk membuat suatu peraturan

pemerintah. Demikian pula kewenangan seorang menteri membuat suatu

Keputusan Menteri (regeling) dapat berasal dari suatu UU, suatu PP, atau

suatu Keppres.  Sedangkan pejabat daerah yang diberikan kewenangan

delegatif ini misalnya gubernur dapat membuat suatu Keputusan Gubernur

yang bersifat regeling berdasarkan perintah suatu Perda Propinsi atau

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk pengaturan

kehidupan bernegara tersebut dapat didefinisikan sebagai hukum atau produk

hukum. Hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan

(rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk

pada suatu aturan tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan (rules) yang

memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem.

Konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya

memperhatikan satu sistem saja.3

Berkaitan dengan adanya peraturan perundang-undangan sebagai

produk hukum yang bersifat mengikat setiap entitas atau pihak yang diatur di

dalamnya, perlu dilakukan kajian tentang beberapa peraturan perundang-

undangan yang pada pelaksanaannya masih menimbulkan polemik dan

permasalahan, hingga membuat entitas atau pihak-pihak yang diatur di

dalamnya belum melaksanakan peraturan tersebut secara signifikan. Salah satu

peraturan perundang-undangan yang penerapan dan pelaksanaannya belum

konsisten dan belum memenuhi aspek sinkronisasi adalah peraturan

perundang-undangan tentang pemberian penghasilan tetap bagi kepala desa

dan perangkat desa.

Adapun beberapa peraturan perundangan yang dapat mewakili tentang

penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa di sini adalah Pasal 212 3 Hans Kelsen. General Theory of Law and State. Translated by Anders Welberg. New

York: Russel & Russell. 1961. hal. 30-31.

Page 4: Proposal Thesis Hukum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal

27 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Surat Edaran

(SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tgl 16 April 2009 Perihal Kedudukan

Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa di Seluruh Indonesia yang

ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Beberapa peraturan

perundangan tersebut selanjutnya, oleh beberapa daerah yang telah memenuhi

butir-butir perundangan yang ada, ditindaklanjuti dengan pengeluaran

peraturan pemerintah daerah (Perda) dan peraturan bupati (Perbup). Seperti

halnya Kabupaten Madiun, untuk mengakomodasi dan menindaklanjuti

beberapa peraturan yang ditetapkan pejabat di atasnya, untuk pengaturan

masalah penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, pada tanggal 5

Februari 2010 telah ditetapkan Peraturan Bupati Madiun Nomor 7 Tahun 2010

tentang Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Bagi Kepala Desa dan

Perangkat Desa serta Perangkat Kelurahan Selain Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2010.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa peraturan perundangan

sebagai produk hukum wajib dan perlu diterapkan dan dilaksanakan oleh

perangkat yang disebutkan di dalam peraturan tersebut. Dalam hal ini,

peraturan tentang penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa yang

termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor

900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh

atasan langsung dari para kepala desa dan perangkat desa yang ada di seluruh

Indonesia, dalam hal ini Bupati atau Pemerintahan Kabupaten. Fenomenanya,

di seluruh Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, hanya ada beberapa daerah

yang telah melaksanakan ketentuan pemberian penghasilan tetap bagi kepala

desa dan perangkat desa. Salah satunya adalah Kabupaten Madiun. Sedangkan

beberapa daerah yang ada, misalnya Kabupaten Magetan dan Kabupaten

Ngawi, belum dapat memenuhi peraturan tentang pemberian penghasilan tetap

bagi kepala desa dan perangkat desa tersebut.

Page 5: Proposal Thesis Hukum

Sebagai penjelasan, bahwa pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat,

telah menetapkan beberapa peraturan yang mengatur tentang pemberian gaji

tetap bagi kepala desa dan perangkat desa. Ketetapan-ketetapan tersebut dapat

dilihat pada Pasal 212 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah:

(1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.

(3) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: pendapatan asli desa; bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota; bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

(5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.

(6) Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.4

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

pasal 27 disampaikan bahwa:5

(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.

(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDes.

(3) Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.

4 Pasal 212 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, pasal 27.

Page 6: Proposal Thesis Hukum

Sebenarnya, dalam hal pemberian penghasilan tetap, antara ketetapan

yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor

900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, masih terdapat ketidaksinkronan,

khususnya dalam hal pihak yang memberikan bantuan keuangan tunjangan

penghasilan kepala desa/perangkat desa. Jika merujuk pada PP 72/2005,

khususnya pasal 27 di atas, yang diperkuat dengan pasal 68 huruf (d),

disebutkan bahwa menyebutkan bahwa “Bantuan dari pemerintah diutamakan

untuk tunjangan penghasilan kepala desa dan perangkat desa. Bantuan dari

Propinsi dan Kabupaten/kota digunakan untuk percepatan atau akselerasi

pembangunan desa.”6 Jadi pemahaman dari PP itu semestinya yang

memberikan bantuan keuangan tunjangan penghasilan kepala desa/perangkat

desa adalah pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah dan penganggaran

penghasilan tetap/tunjangan kepala desa/perangkat desa ditetapkan dalam

APBDes sesuai kemampuan keuangan desa. Hal ini bertentangan dengan isi

Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, yang

jika dipahami, menyatakan bahwa yang berkewajiban memberikan

penghasilan tetap kepala desa/perangkat desa adalah pemerintah daerah.

Dari beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

masalah pengaturan desa, maka peneliti menganggap terdapat suatu

permasalahan dalam hal ketetapan tentang pemberian penghasilan tetap bagi

kepala desa/perangkat desa. Hal ini dapat diungkapkan dalam dua hal, yaitu

adanya ketidakkonsistenan (no consistency) terhadap kepatuhan pada

peraturan yang dibuat, dimana dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia

yang notabene secara struktural merupakan bawahan dari pemerintah pusat

dan kementerian dalam negeri, belum semuanya dapat melaksanakan aturan-

aturan dan ketetapan-ketetapan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran

(SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009 tersebut yang

berkaitan dengan pemberian penghasilan tetap bagi kepala desa/perangkat

6 Ibid, pasal 68 (d).

Page 7: Proposal Thesis Hukum

desa. Selain itu, dari sudut pandang sinkronisasi, terdapat ketidaksinkronan

aturan, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 dengan Surat

Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, terutama

berkaitan dengan pihak yang berkewajiban membayarkan

tunjangan/penghasilan tetap bagi kepala/perangkat desa.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis

permasalahan yang ada melalui penelitian dengan judul: “KONSISTENSI

DAN SINKRONISASI KETENTUAN HUKUM TENTANG

PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

(Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-Undangan Menyangkut Pemberian

Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa di Kabupaten

Madiun, Jawa Timur).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka

dalam penelitian ini dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

“Mengapa dalam penerapan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tentang

penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa di Indonesia, yaitu Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005,

dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009

masih terdapat sebagian pemerintah daerah yang belum melaksanakan

ketentuan tersebut? Apakah di antara beberapa peraturan yang

mengakomodasi masalah penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa di

Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor

900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, telah memenuhi unsur-unsur konsistensi

dan sinkronisasi peraturan hukum?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

Page 8: Proposal Thesis Hukum

a. Untuk mengetahui penyebab bahwa dalam penerapan dan pelaksanaan

ketentuan-ketentuan tentang penghasilan tetap kepala desa dan

perangkat desa di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran

(SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, masih

terdapat sebagian pemerintah daerah yang belum melaksanakan

ketentuan tersebut.

b. Untuk mengetahui konsistensi dan sinkronisasi peraturan tentang

penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, yaitu Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005, dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ

tanggal 16 April 2009.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam

menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan

dalam meraih gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum Konsentrasi

Kebijakan Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, serta mengembangkan pengetahuan

dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum. Selain itu,

juga untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait

dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Merupakan salah satu sarana untuk mengumpulkan data sebagai bahan

penyusunan thesis guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar

Magister di bidang Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum dan Kebijakan

Page 9: Proposal Thesis Hukum

Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta;

b. Untuk memberi sumbangan pikiran dalam pengembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, yaitu

hukum kebijakan publik dalam rangka pembinaan hukum nasional di

Indonesia, terutama mengenai konsistensi dan sinkronisasi peraturan

pemerintah sebagai produk hukum dan aspek kepatuhan dalam

melaksanakannya.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun

langsung ke masyarakat dan mengaplikasikannya dalam setiap

kegiatan yang berkaitan dengan hukum;

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah,

baik pemerintah pusat maupun daerah, maupun pihak-pihak yang

terkait dengan permasalahan yang ada. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan literatur yang berguna

bagi pengetahuan masyarakat.

E. Landasan Teori

1. Konsistensi dan Sinkronisasi Hukum

a. Definisi Konsistensi Hukum

Secara harfiah, konsistensi berasal dari bahasa Inggris, consist

yang artinya ketaatan, ketepatan.7 Sedangkan dalam kaitannya dengan

peraturan yang ditetapkan pemerintah, sesuai pasa 32 UU No 32

Tahun 2004, dinyatakan bahwa:

(1) Dalam menyelenggarakan asas dekonsentrasi, Pemerintah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan tertentu.

(2) Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur meliputi:

7 W.J.S. Poerwodarminto. Opcit. halaman 127.

Page 10: Proposal Thesis Hukum

a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan menciptakan, memelihara kesatuan dan kerukunan asional, serta menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di wilayahnya untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;8

Berdasarkan pengertian tersebut, konsistensi hukum dapat

diuraikan sebagai ketaat-asasan bagi pihak-pihak yang diatur dalam

suatu peraturan terhadap berbagai kebijakan dan keputusan yang

disampaikan dalam peraturan sebagai produk hukum.

b. Definisi Sinkronisasi Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinkronisasi berarti

penyelarasan, penyesuaian, berasal dan kata sinkron yaitu, serentak,

sejalan, sejajar, sesuai dan selaras.9

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup salah

satunya adalah penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan

horizontal.10

Dalam penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal maupun

horizontal, maka yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum

positif tertulis yang ada serasi. Hal itu dapat ditinjau secara vertikal,

yakni apakah perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang

kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut

hirarki perundang-undangan tersebut.

8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

9 Anton. M. Moeliono.Kamus besar Bahasa Indonesia. Ctk. Pertama. Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD. Graha Pustaka. Jakarta . 1989. hlm. 845

10 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Statu Tinjauan Singkat). Ctk. Pertama PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006. hlm 14.

Page 11: Proposal Thesis Hukum

Mengenai penelitian ini, dapat dipergunakan sebagai titik tolak

Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut

Undang-Undang Dasar 1945 (Memorandum Sumber Tertib Hukum

DPR-GR tanggal 9 Juni 1966).11

Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum dapat dilakukan

atas dasar paling sedikit dua titik tolak, yakni taraf sinkronisasi secara

vertikal dan secara horisontal. Apabila titik tolak vertikal yang

diambil, maka yang diteliti adalah taraf sinkronisasi peraturan atau

perundang-undangan menurut hierarkinya Apabila penelitian

dilakukan terhadap taraf sinkronisasi secara horizontal, maka yang

diteliti adalah sampai sejauh mana suatu peraturan perundang-

undangan yang mengatur bidang yang mempunyai hubungan

fungsional, adalah konsisten taraf sinkronisasi secara horisontal dan

pelbagai macam tertentu.12

Mengenai penelitian terhadap taraf sinkronisasi secara

horisontal, dapat dilakukan secara lebih terperinci dengan membuat

inventarisasi yang sejajar.

Dengan menempatkan perundang-undangan yang sederajat

pada posisi yang sejajar, akan lebih mudah untuk mengadakan

identifikasi terhadap taraf sinkronisasinya yang rendah, sedang atau

tinggi.

Taraf sinkronisasi ditelaah dengan mengkaji perundang-

undangan suatu bidang kehidupan tertentu, sesuai dengan peningkatan

perundang-undangan.

Apabila dilakukan penelitian taraf sinkronisasi horizontal,

maka yang ditinjau adalah perundang-undangan yang sederajat yang

mengatur bidang yang sama.13

11 ibid. hlm 17.

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ctk. Ketiga, Universitas Indonesia (UIPress) Jakarta, 1986, hlm. 256.

13 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Op cit. hlm 19

Page 12: Proposal Thesis Hukum

Taraf sinkronisasi secara vertikal dalam penelitian ini adalah

sinkronisasi antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Surat Edaran (SE) Mendagri

Nomor 900/1303/SJ tanggal 16 April 2009, dan Peraturan Bupati

sebagai suatu ketentuan perundang-undangan dan peraturan

pemerintah pusat yang berkaitan dengan penetapan pemberian

penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa.

2. Tinjauan tentang Hierarki Norma Hukum

a. Tinjauan Umum Teori Stufenbau Hans Kelsen

Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen

mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum (Stufenbau),

dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-

jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana

suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada

norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma

yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma

yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif,

yaitu Norma Dasar (Grundnorm).

Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam sistem

norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi

lagi, tetapi Norma Dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh

masyarakat sebagai norma Dasar yang merupakan gantungan bagi

norma-norma yang berada di bawahnya sehingga suatu Norma Dasar

itu dikatakan Pre-supposed.14

Perlu dicatat bahwa norma dalam negara, di manapun adanya,

selalu akan berjenjang, bertingkat dan merupakan suatu "regressus".

Menurut Hans Kelsen, norma hukum (Legal Norm) tersebut dapat

dibedakan antara general norm dan individual norm. Termasuk dalam

general norm adalah Custom dan Legislation. Hukum yang diciptakan

14 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan pembentukannya, Ctk. Kedua. Kanisius, Yogyakarta, 1998, Hlm. 25

Page 13: Proposal Thesis Hukum

dari Custom disebut "customary law”, sedangkan hukum yang

diciptakan oleh badan legislatif (law created by legislative) disebut

statute. Kemudian norma-norma individual meliputi "putusan badan

yudisial" disebut "judicial acts”, "putusan badan administrasi”, disebut

“administrative acts", dan "transaksi hukum" atau "legal transaction”

yaitu berupa contract dan treaty.15

Hans Nawiasky, salah seorang murid dan Hans Kelsen,

mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam

kaitannya dengan suatu negara. Menurutnya, bahwa selain norma itu

berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara

itu juga berkelompok-kelompok. Hans Nawiasky mengelompokkan

norma-norma hukum dalam suatu negara itu menjadi empat kelompok

besar yang terdiri atas:

Kelompok 1 : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental

Negara)

Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara)

Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang ‘formal’)

Kelompok IV : Verordnung & Autonomic Satzung (Aturan Pelaksana

dan aturan otonom)

Kelompok-kelompok norma hukum tcrsebut hampir selalu ada

dalam tata susunan norma hukum setiap negara walaupun mempunyai

istilah yang berbeda-beda ataupun jumlah norma hukum yang berbeda

dalam setiap kelompoknya.

Menurut Hans Nawiasky isi Staatsfundamentalnorm ialah

norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau

undang-undang dasar suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma

pengubahannya Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah

syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia

ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.

15 Rosjisi Ranggawijaya, Pengantar ilmu perundang-undangan Indonesia, Ctk. Pertama, Bandung, 1998, hlm. 27.

Page 14: Proposal Thesis Hukum

Konstitusi menurut Carl Schmitt merupakan keputusan atau konsensus

bersama tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik yang

disepakati oleh suatu bangsa.

Aturan Dasar negara atau Aturan Pokok negara

(Staatsgrundgeset) merupakan kelompok norma hukum dibawah

Norma Fundamental negara. Norma-norma dari Aturan Dasar/Pokok

negara ini merupakan aturan-aturan yang masih bersifat pokok dan

merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar

sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma

sekunder.

Di negara kita maka Aturan Dasar Pokok negara ini tertuang

dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, serta dalam Hukum Dasar tidak

tertulis yang sering disebut Konvensi Ketatanegaraan. Aturan

Dasar/Pokok negara ini merupakan landasan bagi pembentukan

undang-undang (Formell Gesetz) dan peraturan lain yang lebih rendah.

Kelompok norma-norma hukum yang berada dibawah Aturan

Dasar/Pokok negara adalah Formell Gesetz atau diterjemahkan dengan

undang-undang (‘formal’). Berbeda dengan kelompok-kelompok

norma di atasnya maka norma-norma dalam suatu undang-undang

sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci serta

sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Norma-Norma

hukum dalam undang-undang ini tidak saja hanya norma yang bersifat

tunggal, tetapi norma-norma hukum itu sudah dapat ditekan oleh

norma sekunder disamping norma primernya, sehingga undang-undang

sudah dapat mencantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik itu

sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Selain itu, undang-undang ini

merupakan norma-norma hukum yang selalu dibentuk oleh suatu

lembaga legislatif.

Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan

pelaksanaan (Verordnung) dan peraturan otonom (Autonom Satzung).

Page 15: Proposal Thesis Hukum

Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom ini merupakan peraturan-

peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi

menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, di

mana peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi,

sedangkan peraturan otonom bersumber dan kewenangan atribusi.16

b. Tata Susunan Norma Hukum Republik Indonesia

Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan proklamasi

kemerdekaannya, serta ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945

sebagai konstitusinya, maka terbentuklah sistem norma hukum negara

Republik Indonesia. Apabila kita bandingkan dengan teori jenjang

norma (stufentheorie) dan Hans Kelson dan teori jenjang norma

hukum (die Theorie vom Stufenordnung der Rechtshormen) dan Hans

Nawiasky terdahulu, kita dapat melihat adanya cerminan dan kedua

sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum Republik Indonesia.

Di dalam sistem norma hukum negara Republik Indonesia,

Pancasila merupakan Norma Fundamental negara yang merupakan

norma hukum yang tertinggi, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh

Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut

juga Konvensi Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar negara atau

Aturan Pokok negara (staatsgrundgesetz), undang-undang (Formell

Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom

(Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dan Peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan Peraturan

Pelaksanaan dan Peraturan Otonom lainnya.17

Di dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan mengenai

16 Maria Farida. op.cit. hlm 27-3517 Ibid. hlm 39

Page 16: Proposal Thesis Hukum

jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai

berikut:

(a) Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti undang-

undang;

(c) Peraturan Pemerintah;

(d) Peraturan Presiden;

(e) Peraturan Daerah.

3. Undang-Undang Organik

Berdasarkan dari materinya, dapat digolongkan adanya undang-

undang organik dan undang-undang pokok. Di mana suatu undang-undang

dapat saja berupa undang-undang organik dan sekaligus berupa undang-

undang pokok.

Yang dimaksud dengan undang-undang organik ialah undang-

undang yang mengatur selanjutnya apa-apa yang telah ditentukan lebih

dulu dalam undang-undang dasar. Dengan kata lain, undang-undang

organik ialah undang-undang pelaksana undang-undang dasar. Kalau

dalam UUD 1945 ini, sesuatu hal tidak secara rinci diatur, maka untuk

pelaksana ketentuan itu dibuat undang-undang organik. Hak inisiatif untuk

menyusun Rancangan UU (RUU) diberikan kepada MPR maupun

Pemerintah (Presiden).18

Undang-undang organik adalah undang-undang yang dibuat karena

perintah langsung undang-undang dasar. Sedangkan undang-undang

pokok adalah undang-undang yang, mengatur pokok-pokoknya saja dan

materinya Pengaturan lebih lanjut daripada aturan-aturannya akan diatur

dengan undang-undang lain atau peraturan-peraturan lainnya.

Perlu dijelaskan disini, bahwa pembedaan undang-undang menjadi

undang-undang organik atau bukan, juga menjadi undang-undang pokok

atau bukan, itu adalah pembedaan karena melihat materinya saja. Jadi

18 M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Ctk. Pertama, Bandar maju, Bandung, 2002, Hlm. 38.

Page 17: Proposal Thesis Hukum

bukan pembedaan formal. Oleh karena itu undang-undang organik atau

undang-undang pokok, formal bentuknya adalah undang-undang.19

Contoh Undang-Undang Organik adalah Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang ini merupakan

perintah langsung dari UUD 1945. Dalam Pasal 28A-I UUD 1945

mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian berdasar amanat dari

UUD 1945 inilah lahir Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 mengenai Hak

Asasi Manusia.

4. Tinjauan tentang Asas-Asas Peraturan Perundang-undangan

Konstitusi diartikan sebagai seperangkat aturan yang digunakan

untuk membangun atau mengatur sebuah pemerintahan negara. Seperti

yang dikatakan oleh K.C. Wheare bahwa Constitution interpreted as a set

order applied to build or arranges a state government.20

Dalam definisi yang lain, konstitusi diartikan sebagai sebuah

dokumen yang berisi perangkat aturan pokok tentang pemerintahan sebuah

negara. Konstitusi dalam arti ini akan menunjukkan sebuah gambaran

tentang keseluruhan sistem pemerintahan dalam suatu negara. Dengan

demikian, konstitusi berkududukan sebagai hukum yang fundamental

sifatnya, dan hukum yang tinggi kedudukannya. Sebagai konsekuensi dari

pengertian konstitusi yang demikian ini adalah : (1) adanya pengaturan

tentang pembentukan lembaga negara; (2) adanya pemberian kewenangan

kepada lembaga-lembaga negara tersebut; (3) sebagai konsekuensinya

adalah adanya pembatasan kewenangan terhadap lembaga-lembaga

negara.

Menurut S.A. de Smith, constitution is interpreted as a document

containing fundamental order peripheral about goverment of a state.

Constitution in this meaning will show a picture about overall of

19 Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum tata Negara di Indonesia, Ctk. Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1987, Hlm. 132-133.

20 K.C. Wheare, 1966, Modern Constitutions, (London : Oxford University Press), hlm. 1. www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143.

Page 18: Proposal Thesis Hukum

government system in a state. Thereby, constitution berkududukan as

basal law in character, and high law domiciled it. As consequence from

understanding of such constitution is : ( 1) existence of arrangement about

forming of state institute; ( 2) existence of authorization to the state

institutes; ( 3) as its (the consequence is existence of demarcation of

authority to state institutes.21

Dimana seperangkat aturan ini juga mempunyai asas sebagai

jantungnya hukum.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam bukunya yang

berjudul Perundang-undangan dan Yurisprudensi, memperkenalkan enam

asas perundang-undangan yaitu:

a. Undang-undang tidak berlaku surut

Arti daripada asas ini adalah, bahwa undang-undang hanya

boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-

undang tersebut, dan terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan

berlaku.

b. Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi,

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

c. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang

yang bersifat umum, jika pembuatnya sama (Lex Specialis derogat lex

generalis).

Maksud dari asas ini adalah bahwa terhadap peristiwa khusus

wajib diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa itu,

walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan

undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih

umum yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut.

d. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-

undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogate lex priori).

21 S.A. de Smith. Constitutional and Administrative Law, (Middlesex : Penguin Education). 1973. hlm. 17-18.

www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143

Page 19: Proposal Thesis Hukum

Yang dimaksudkan dengan asas ini adalah bahwa undang-

undang lain (yang lebih dahulu berlaku) di mana diatur suatu hal

tertentu, tidak berlaku lagi jika ada undang-undang baru (yang

berlakunya belakangan) yang mengatur pula hal tertentu tersebut, akan

tetapi makna atau tujuannya berlainan atau berlawanan dengan

undang-undang lama tersebut (pencabutan undang-undang secara

diam-diam).

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat

Asas ini dinyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar

Sementara Pasal 95 ayat (2). Makna dan asas ini, adalah:

(1) Adanya kemungkinan bahwa isi undang-undang menyimpang dan

undang-undang dasar,

(2) Hakim atau siapa pun juga tidak mempunyai hak uji material

terhadap undang-undang tersebut. Artinya isi undang-undang itu

tidak boleh diuji apakah bertentangan dengan undang-undang dasar

atau/dan keadilan apa tidak; hak tersebut hanya dimiliki oleh

pembuat undang-undang tersebut. Hak uji formil, yaitu hak untuk

menyelidiki apakah undang-undang tersebut pada saat dibentuknya

adalah sesuai dengan acara yang sah, tetap dimiliki oleh hakim.

f. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat

mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun

individu melalui pembaruan atau pelestarian (asas”Welvaartstaat” ).

Dalam kaitan ini Amiroeddin Syarif menetapkan adanya lima

asas perundang-undangan, yaitu:

1) Asas Tingkatan Hierarki

2) Undang-undang tak dapat diganggu gugat

3) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-

undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis)

4) Undang-undang tidak berlaku surut

5) Undang-undang yang baru menyampingkan undang-undang yang

lama (Lex posteriori derogat lex priori)

Page 20: Proposal Thesis Hukum

Jika kedua pendapat tersebut dibandingkan maka terdapat

persamaan dan perbedaan. Persamaannya bahwa lima asas adalah

sama, dan perbedaannya bahwa Purnadi dan Soerjono Soekanto

menambahkan satu asas lagi yaitu asas welvaarstaat.22

Dalam teori tata urutan (hierarki) peraturan perundang-

undangan sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen, terdapat asas-

asas atau prinsip-prinsip tata urutan, yaitu bahwa:

1) Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat

mengubah atau mengenyampingkan ketentuan-ketentuan

perundang-undangan yang lebih tinggi, tetapi yang sebaliknya

dapat.

2) Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah

oleh atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang

lebih tinggi tingkatannya.

3) Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah

tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak

mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya. Ketentuan-ketentuan perundang-

undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan

hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah, diganti atau

dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

4) Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-

undangan yang lebih rendah. Tetapi hal yang sebaliknya dapat.23

5. Tinjauan tentang Pemerintahan Desa, Kepala Desa, dan Perangkat

Desa

a. Pengertian Desa

22 Rosjidi Ranggawidjaja. Pengantar ilmu perundang-undangan Indonesia, Ctk. Pertama, Bandar Maju, Bandung . 1998.hlm. 47 – 48.

23 Ibid

Page 21: Proposal Thesis Hukum

Desa adalah pemukiman yang letaknya di luar kota. Biasanya

penduduknya beraktivitas sebagai petani. Dalam pengertian luas, desa

adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-

unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam

hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.24 Desa

merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang

berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, merupakan

pemerintahan terendah di bawah camat.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui

dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten25

(Wijaya, 2002:65). Rumusan defenisi Desa secara lengkap adalah

sebagai berikut:26

Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakatDengan adanya pengaturan desa dalam bab XI tersebut

diharapkan Pemerintah Desa bersama masyarakat secara bersama-

sama menciptakan kemandirian desa. Kemandirian tersebut dapat

dilihat dari kewenangan yang diberikan yang tertuang dalam pasal 206,

yang menyebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat.

24 Nanang Kosasih, 2005, Pola Keruangan Desa dan Kota, www.Pustekkom.com.25 Wijaya, HAW. 2002. Pemerintahan Desa/Marga: Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Desa (Suatu Telaah Administrasi Negara). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

26 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, hal. 47.

Page 22: Proposal Thesis Hukum

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan

Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa

atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat

Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.27

Revitalisasi peran dan fungsi Pemerintah Desa dalam

pembangunan nasional merupakan langkah tepat dan strategis yang

perlu dilaksanakan. Revitalisasi peran dan fungsi dimaksud ada empat

hal strategis yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah

Daerah yaitu penataan kewenangan desa, penataan keuangan desa,

manajemen pemerintahan desa dan pembangunan pedesaan dan

partisipasi masyarakat.28

Dalam rangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI), maka perlu ditopang oleh sistem dan tatanan

pemerintah daerah yang kuat dan mandiri dimana pada tingkatan baik

pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, peran dan

fungsi pemerintah desa mempunyai kedudukan yang sangat penting

sebagai pilar-pilar penopang kemandirian daerah. Pemerintahan desa

adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa

dan badan Permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal asul dan adat

27 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, pasal 1 ayat 5-7.28 www.finrollnews.com. 9 Juni 2009.

Page 23: Proposal Thesis Hukum

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan NKRI.

Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-

istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan

berada di Daerah Kabupaten, yang dinyatakan secara tegas di dalam

Pasal 7 PP No. 72 Tahun 2005 bahwa urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan desa mencakup:

1) Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul

desa;

2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota

yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

3) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

4) Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-

undangan diserahkan kepada desa.

b. Pengertian Keuangan Desa

Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap

setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan

keuangan desa. Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang

diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan setiap tahun

dalam APBDesa. Penghasilan tetap paling sedikit sama dengan Upah

Minimum Regional Kabupaten/Kota.29

UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan

Desa (atau dengan nama lain) sebagai sebuah pemerintahan yang

otonom. Untuk melaksanakan fungsinya, Desa diberikan dana oleh

Pemerintah melalui pemerintahan atasan Desa. Oleh karena itu, Desa

dibekali dengan pedoman dan petunjuk teknis perencanaan dan

pengelolaan keuangan desa. Menurut IRE Yogyakarta, good

governance dalam pengelolaan keuangan desa meliputi: 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, opcit, pasal 27 ayat 1-3.

Page 24: Proposal Thesis Hukum

Penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi

masyarakat.

Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat diperoleh

oleh masyarakat.

APBDes disesuaikan dengan kebutuhan desa.

Pemerintah Desa bertanggungjawab penuh atas pengelolaan

keuangan.

Masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga

perwakilan melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan

yang dilakukan oleh pemerintah desa.

6. Tinjauan tentang Penghasilan Tetap

Ada berbagai rumusan mengenai pengertian gaji, diantaranya

seperti yang diuraikan di bawah ini :

a. Menurut Hadi Poerwono, memberikan definisi gaji sebagai berikut:

Gaji ialah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa

yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-

syarat tertentu.30

b. Sedangkan menurut Dewan Penelitian Perburuhan Nasional,

memberikan definisi gaji sebagai berikut : gaji ialah suatu penerimaan

sebagai suatu imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja

untuk suatu pekerjaan atau jasa-jasa yang telah dan akan dilakukan

berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidupnya yang layak bagi

kemanusiaan dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang

yang ditetapkan menurut suatu persetujuan Undang-Undang dan

peraturan, kemudian dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja

antara pemberi kerja dan penerima kerja.

F. Penelitian yang Relevan

30 Hadi Poerwono. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Cetakan Keempat. Jakarta. Gramedia.1983. halaman 186.

Page 25: Proposal Thesis Hukum

Penelitian tentang KONSISTENSI DAN SINKRONISASI

KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGHASILAN TETAP KEPALA

DESA DAN PERANGKAT DESA (Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-

Undangan Menyangkut Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa

dan Perangkat Desa di Kabupaten Madiun, Jawa Timur), yang membahas

tentang konsistensi dan sinkronisasi peraturan serta perundang-undangan yang

mengatur masalah pemberian penghasilan tetap kepala desa dan perangkat

desa belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pengamatan

penulis, bahwa baik di Perpustakaan Fakultas Hukum, Perpustakaan Pusat,

maupun Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

sumber-sumber informasi lain yang dapat diakses penulis, belum terdapat

penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

G. Kerangka Berpikir

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

PP No. 72 Tahun 2005

Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ

Peraturan Bupati Madiun Nomor 7 Tahun 2010

Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa

Konsistensi Hukum Sinkronisasi Hukum

Sebeb-sebab Melaksanakan/Tidak Melaksanakan

Page 26: Proposal Thesis Hukum

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa merupakan dua

aturan yang ditetapkan pemerintah pusat yang mengakomodasi perihal

pemberian bantuan penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa di

seluruh Indonesia. Pada beberapa pasal dalam aturan-aturan tersebut, yaitu

Pasal 212 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 27 serta 68

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah dijelaskan mengenai

keuangan desa dan pengelolaannya, termasuk dalam hal pemberian

penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa. Sebelum ketentuan-

ketentuan dalam dua aturan tersebut dapat dilaksanakan dengan maksimal,

pada tanggal 16 April 2009 Menteri Dalam Negeri RI mengeluarkan Surat

Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ yang intinya mengatur tentang

pengelolaan keuangan pemerintah daerah, termasuk tentang penentuan pihak

yang berkewajiban memberikan penghasilan tetap bagi kepala desa dan

perangkat desa tersebut.

Di antara beberapa peraturan yang berkaitan dengan pemberian

penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa tersebut, yaitu antara

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 2005, dan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ, terdapat

perbedaan tentang pihak-pihak yang berkewajiban memberikan penghasilan

tetap bagi kepala desa dan perangkat desa.

Page 27: Proposal Thesis Hukum

Permasalahan ini mengakibatkan tertundanya proses pemberian

penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa, yang memicu reaksi

keras para perangkat desa di tanah air, khususnya di daerah Jawa. Hal ini

dapat diidentifikasikan dari munculnya demonstrasi yang dilakukan para

perangkat desa berkaitan dengan pemberian penghasilan tetap bagi kepala

desa dan perangkat desa tersebut. Hal ini mengarah pada adanya suatu bentuk

ketidaksinkronan dari peraturan-peraturan tentang pemberian penghasilan

tetap bagi kepala desa dan perangkat desa, yaitu Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan Surat Edaran

(SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ.

Selain dari permasalahan tersebut, ternyata pada kenyataan yang ada,

terdapat beberapa daerah yang telah memenuhi ketentuan tentang pemberian

penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa tersebut, meskipun

sebagian pemerintah kabupaten sebagi atasan langsung dari para kepala desa

dan perangkat desa tersebut masih mempermasalahkan tentang penghasilan

tetap bagi kepala desa dan perangkat desa. Salah satu pemerintah kabupaten

yang telah memenuhi ketentuan tentang pemberian penghasilan tetap bagi

kepala desa dan perangkat desa tersebut adalah Pemerintah Kabupaten

Madiun, yaitu melalui Peraturan Bupati Madiun Nomor 7 Tahun 2010. Dalam

hal ini, penulis menganggap bahwa di antara pemerintah daerah yang ada,

terdapat suatu bentuk ketidakkonsistenan dalam melaksanakan ketentuan yang

ada.

H. Metode Penelitian

Adapun dalam penelitian ini, metode yang digunakan penulis adalah

sebagai berikut.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian non-

doktrinal. Jika dilihat dari bentuknya, penelitian ini termasuk penelitian

deskriptif kualitatif.

Page 28: Proposal Thesis Hukum

Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data

yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.

Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar

dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, ata di dalam

kerangka menyusun teori-teori baru.31 Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala,

atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Jadi dari pengertian

tersebut penulis berusaha untuk melukiskan keadaan dari suatu objek yang

dijadikan permasalahan.

Dari lima konsep hukum yang dikemukakan Soetandyo

Wignjosoebroto, yaitu:

a. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal;

b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-

undangan;

c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto

tersistematisasi sebagai judge made law;

d. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis

sebagai variabel sosial yang empirik; dan

e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik perilaku pelaku

sosial sebagaimana tampak dalam interaksi mereka32

maka penelitian ini menggunakan konsep hukum kedua, yaitu hukum

adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kabupaten Madiun,

khususnya pada bagian hukum dan Kantor Kecamatan Kebonsari,

Kabupaten Madiun, yang ditempat ini banyak ditemui perangkat desa

31 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Ctk. Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006. hal. 10.

32 Setiono. Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Program Studi Ilmu Hukum. Pasca Sarjana UNS. Surakarta. 2005. hal. 20-21.

Page 29: Proposal Thesis Hukum

sebagai bagian dari nara sumber penelitian. Penelitian ini juga merupakan

penelitian studi pustaka, sehingga pelaksanaannya juga dilakukan di

perpustakaan Fakultas Hukum dan perpustakaan pusat Universitas Sebelas

Maret, Surakarta, serta beberapa tempat yang memungkinkan sebagai

sumber data penelitian.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Dalam penelitian hukum, data yang digunakan dapat dibedakan

antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan-

bahan kepustakaan. Data yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang

diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data

sekunder.33

1) Data Primer

Merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung

melalui penelitian lapangan atau dari lokasi penelitian. Data primer

yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi

dan wawancara dengan pegawai Kantor Kabupaten Madiun, yaitu

bagian hukum pemerintahan serta dengan beberapa perangkat desa

di Kabupaten Madiun. Selain itu, wawancara juga dilakukan

dengan beberapa nara sumber yang relevan dengan penelitian.

2) Data Sekunder

Adalah jenis data yang mendukung dan menunjang kelengkapan

data primer melalui bahan kepustakaan, buku-buku dan artikel

ilmiah, internet, serta sumber-sumber yang lain.

b. Sumber Data

Sumber data adalah tempat di mana penelitian ini diperoleh.

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yaitu

33 Ibid. hal. 12.

Page 30: Proposal Thesis Hukum

tempat di mana diperoleh data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini, meliputi:

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat

mengikat. 34 Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini yaitu

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang

Desa, Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 900/1303/SJ perihal

Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa di Seluruh

Indonesia, serta Peraturan Bupati Madiun Nomor 7 Tahun 2010

tentang Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Bagi Kepala Desa

dan Perangkat Desa serta Perangkat Kelurahan Selain Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran

2010.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer.35 Bahan hukum

sekunder dalam penelitian ini meliputi: literatur, buku dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3) Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

36Bahan hukum tertier dalam penelitian ini meliputi: Kamus Besar

Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

34 Ibid

35 Ibid36 Ibid

Page 31: Proposal Thesis Hukum

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini penulis menggunakan

teknik Penelitian Kepustakaan yaitu teknik yang berupa studi kepustakaan

terhadap buku-buku dan literatur serta peraturan perundangan yang

berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data

dalam pola, kategori, dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

data.37 Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis,

yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan

terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis

yang sifatnya kualitatif.

Penganalisisan data merupakan tahap yang paling penting dalam

penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan

kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis.38

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengolahan data yang pada hakekatnya untuk mengadakan sistematisasi

terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sehingga kegiatan yang dilakukan

berupa pengumpulan data, kemudian data direduksi sehingga diperoleh

data khusus yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas untuk

kemudian dikaji dengan menggunakan norma secara materiil atau

mengambil isi data disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan

akhirnya diambil kesimpulan/verifikasi sehingga akan diperoleh kebenaran

obyektif.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini

adalah menggunakan logika deduksi. Logika deduksi yaitu menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

37 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Ctk kedua, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 2002, Hlm. 143

38

? Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Ctk ketiga, niversitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. 1986. Hlm. 251

Page 32: Proposal Thesis Hukum

permasalahan konkret yang dihadapi.39 Bahan-bahan hukum yang

diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan,

dan artikel dimaksud, penulis uraikan sedemikian rupa sehingga disajikan

dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang

telah dirumuskan.

I. Jadwal Penelitian

KegiatanBulan/Tahun

7/2010 8/2010 9/2010 10/2010

Proposal Tesis

Pengumpulan Data

Menyusun Data

Mengolah Data

Penyusunan Hasil Penelitian

Pengumpulan Data

Mengolah dan Menyusun Data

Ujian Tesis

Revisi dan Penggandaan

39 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Banyumedia Publishing, 2007, hal.393.

Page 33: Proposal Thesis Hukum

DAFTAR PUSTAKA

Anton. M. Moeliono.Kamus besar Bahasa Indonesia. Ctk. Pertama. Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD. Graha Pustaka. Jakarta . 1989.

A. Hamid, SA. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, dalam Himpunan Bahan Penataran, Latihan Tenaga Teknis Perancang Peraturan Perundang-undangan. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman. 1982

Hadi Poerwono. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Cetakan Keempat. Jakarta. Gramedia.1983.

Hans Kelsen. General Theory of Law and State. Translated by Anders Welberg. New York: Russel & Russell.

Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum tata Negara di Indonesia, Ctk. Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1987, Hlm. 132-133.

Johnny Ibrahim. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang. Banyumedia Publishing. 2007.

K.C. Wheare. 1966. Modern Constitutions, (London : Oxford University Press). www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143.

Lexi J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ctk kedua. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2002.

Maria Farida Indarti S. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan pembentukannya. Ctk. Kedua. Kanisius. Yogyakarta. 1998.

M. Solly Lubis. Hukum Tata Negara. Ctk. Pertama. Bandar maju. Bandung. 2002.

Nanang Kosasih. 2005. Pola Keruangan Desa dan Kota. www.Pustekkom.com.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Rosjidi Ranggawidjaja. Pengantar ilmu perundang-undangan Indonesia, Ctk. Pertama, Bandar Maju, Bandung . 1998.

Setiono. Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Program Studi Ilmu Hukum. Pasca Sarjana UNS. Surakarta. 2005.

Page 34: Proposal Thesis Hukum

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Statu Tinjauan Singkat). Ctk. Pertama PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006.

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Ctk ketiga, Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 1986.

S.A. de Smith. Constitutional and Administrative Law, (Middlesex : Penguin Education). 1973. www.law.duke.edu/journals/djclpp/index.php?action=showitem&id=143

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Wijaya, HAW. Pemerintahan Desa/Marga: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Desa (Suatu Telaah Administrasi Negara). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002.

W.J.S. Poerwodarminto. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PT. Balai Pustaka. Jakarta. 2005.

www.finrollnews.com. 1 Juni 2010.

Page 35: Proposal Thesis Hukum

KONSISTENSI DAN SINKRONISASI KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

(Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-Undangan Menyangkut Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan

Perangkat Desa di Kabupaten Madiun, Jawa Timur)

PROPOSAL TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama: Hukum dan Kebijakan Publik

Diajukan Oleh:

MUHAMAD ZAHROWINIM: S310409017

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA2010

Page 36: Proposal Thesis Hukum

KONSISTENSI DAN SINKRONISASI KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

(Studi Terhadap Peraturan dan Perundang-Undangan Menyangkut Pemberian Bantuan Penghasilan Tetap Kepala Desa dan

Perangkat Desa di Kabupaten Madiun, Jawa Timur)

PROPOSAL

Disusun oleh:

MUHAMAD ZAHROWINIM: S310409017

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I …………………………. ……………… ………….

Pembimbing II …………………………. ……………….

………….

MengetahuiKetua Program Ilmu Hukum

Prof. Dr. Setiono, S.H., M.S.NIP. 19440505 196902 1 001

Page 37: Proposal Thesis Hukum

DAFTAR ISI

Halaman

A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................... 1

B. PERUMUSAN MASALAH....................................................................... 7

C. TUJUAN PENELITIAN............................................................................ 8

D. MANFAAT PENELITIAN........................................................................ 9

E. LANDASAN TEORI.................................................................................. 9

1. Konsistensi dan Sinkronisasi Hukum................................................... 9

2. Tinjauan tentang Hierarki Norma Hukum............................................ 12

3. Undang-Undang Organik...................................................................... 16

4. Tinjauan tentang Asas-Asas Peraturan Perundang-undangan.............. 17

5. Tinjauan tentang Pemerintahan Desa, Kepala Desa, dan Perangkat

Desa...................................................................................................... 21

7. Tinjauan tentang Penghasilan Tetap..................................................... 24

F. PENELITIAN YANG RELEVAN............................................................. 25

G. KERANGKA BERPIKIR........................................................................... 26

H. METODE PENELITIAN........................................................................... 28

1. Jenis Penelitian..................................................................................... 28

2. Lokasi Penelitian.................................................................................. 29

3. Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 29

4. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 31

5. Teknik Analisis Data............................................................................ 31

I. JADWAL PENELITIAN ........................................................32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 33