proposal penegakan hukum

23
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, agama dan adat istiadat yang beraneka ragam dari sabang sampai merauke. Adat istiadat tersebut sangat berbeda satu sama lainnya. Sejak negara ini memproklamirkan kemerdekaannya maka, Indonesia terbentuk menjadi negara kesatuan dengan memiliki satu sistem hukum yang berlaku secara Nasional. Yang mana sistem hukum itu merupakan salah satu alat pengitegrasi bangsa ini. Sistem hukum Indonesia sampai saat ini masih berlaku adalah sistem hukum yang masih berkiblat kepada negara Belanda yaitu sistem hukum Eropa Continental atau sistem hukum Civil Law. Bukti adanya sistem hukum ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ) yang sampai saat ini dianggap masih tetap berlaku.. Hal ini tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, pasal 1 aturan peralihan yang berbunyi : “ segala peraturan perundang-undangan yang masih ada dianggap tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar 1945” Terlepas daripada sistem hukum positif yang terulis diatas ada sistem hukum lain yang dianggap tetap berlaku adalah sistem hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang hidup dan berkembang didalam masyarakat. Namun apabila hukum adat tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan hukum nasional maka dianggap tetap berlaku, namun demikian sebaliknya jika hukum adat itu dianggap bertentangan dengan hukum positif atau hukum nasional, maka ketentuan hukum tertulislah yang berlaku. Hal ini seperti yang terdapat pada salah satu suku di kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yaitu suku Naulu. Salah satu 1

Upload: septian-muna-barakati

Post on 19-Jan-2017

273 views

Category:

Business


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal penegakan hukum

BAB I

PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG

Seperti kita ketahui bahwa negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam

suku, agama dan adat istiadat yang beraneka ragam dari sabang sampai merauke. Adat

istiadat tersebut sangat berbeda satu sama lainnya. Sejak negara ini memproklamirkan

kemerdekaannya maka, Indonesia terbentuk menjadi negara kesatuan dengan memiliki satu

sistem hukum yang berlaku secara Nasional. Yang mana sistem hukum itu merupakan salah

satu alat pengitegrasi bangsa ini.

Sistem hukum Indonesia sampai saat ini masih berlaku adalah sistem hukum yang masih

berkiblat kepada negara Belanda yaitu sistem hukum Eropa Continental atau sistem hukum

Civil Law. Bukti adanya sistem hukum ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 

( KUHP ) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ) yang sampai saat ini

dianggap masih tetap berlaku.. Hal ini tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar

1945, pasal 1 aturan peralihan yang berbunyi : “ segala peraturan perundang-undangan yang

masih ada dianggap tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-

undang dasar 1945”

Terlepas daripada sistem hukum positif yang terulis diatas ada sistem hukum lain yang

dianggap tetap berlaku adalah sistem hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang hidup dan

berkembang didalam masyarakat. Namun apabila hukum adat tersebut tidak bertentangan

dengan kepentingan hukum nasional maka dianggap tetap berlaku, namun demikian

sebaliknya jika hukum adat itu dianggap bertentangan dengan hukum positif atau hukum

nasional, maka ketentuan hukum tertulislah yang berlaku. Hal ini seperti yang terdapat pada

salah satu suku di kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yaitu suku Naulu.  Salah satu

suku yang hidup di Petuanan Negeri Sepa, merupakan salah satu suku terasing di Pulau

Seram, tepatnya di Dusun Bonara, yang berjarak 35 km2 dari Pusat kota Kecamatan.

Suku Naulu ini memiliki banyak adat istiadat yang terbilang unik, namun salah satu adat

yang paling mengerikan adalah  Tradisi adat memotong kepala manusia buat

persembahan.Oleh masyarakat Suku Naulu diyakini sebagai kepercayaan yang mutlak

dilakukan.  Keyakinan itu mengalahkan akal sehat dan logika manusia, karena diyakini jika

tidak mendapat kepala manusia buat persembahan bisa mendatangkan bala atau musibah.

Meskipun demikian tidak banyak  masyarakat Maluku yang mengetahui hal tersebut. Tradisi

ini baru tercium khalayak ramai setelah terjadinya kejadian tahun 2005 silam. Warga di

Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah digegerkan dengan penemuan dua sosok

mayat manusia yang sudah terpotong-potong bagian tubuhnya. Bonefer Nuniary dan Brusly

Lakrane adalah korban persembahan tradisi Suku Naulu saat akan melakukan ritual adat

memperbaiki rumah adat marga Sounawe.

1

Page 2: Proposal penegakan hukum

 Kepala manusia yang dikorbankan diyakini akan menjaga rumah adat mereka. Akibat

perbuatannya itu, tiga warga Naulu yang merupakan komunitas adat tertinggal di Pulau

Seram ini divonis hukuman mati oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Masohi. Mereka

adalah Patti Sounawe, Nusy Sounawe, dan Sekeranane Soumorry. Sementara tiga lainnya

divonis hakim hukuman penjara seumur hidup masing-masing Saniayu Sounawe, Tohonu

Somory, dan Sumon Sounawe. Para pelaku mutilasi ini dinyatakan bersalah melakukan

pembunuhan secara berencana, sebagaimana diatur dalam pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke-1

KUHPidana.

Bunyi pasal 340 KUHP : “barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun”

Pasal 55 ayat 1 ( 1) : “ dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mereka yang melakukan,

yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan

 Didalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana tersirat dalam pasal

tersebut diatas sangat jelas sekali bahwa para pelaku yang melakukan pembunuhan dalam hal

ini adalah pembunuhan berencana, maka akan dipidana dengan hukuman mati atau pidana

penjara seumur hidup. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa ketiga pelaku tersebut

adalah warga masyarakat yang tidak tahu bahwa tindakan mereka telah melanggar ketentuan

hukum pidana,  hukum yang dianggap tidak pernah ada dalam kehidupan mereka. Hakim

mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi hakim bukan corong undang-undang. Hakim

harus mengikuti, memahami hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat, apakah itu

hukum kebiasaan/hukum adat/ atau hukum tidak tertulis. Sebagaimana tertera dalam pasal 5

ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 bahwa :

“ Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

Dalam realiatanya sangat disayangkan karena pada praktiknya hakim di Indonesia umumnya

hanya menjadi corong undang-undang. Kebanyakan hakim selalu berpandangan positivisme

bahwa apa yang sudah diatur oleh undang-undang itu adalah hukum. Padahal hukum adat

juga merupakan sumber hukum tidak tertulis yang diakui dan dijadikan pedoman hidup

dalam masyarakat. Terutama masyarakat tradisional, yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan

dan tidak memiliki latar belakang pendidikan terutama pendidikan tentang hukum, dalam hal

ini adalah hukum modern sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

Sehingga terkadang apa yang menurut hukum adat itu merupakan suatu hal yang biasa bagi

masyarakat adat ternyata hal tersebut telah melanggar ketentuan hukum tertulis, dan terlebih

lagi bahwa perbuatan tersebut harus dijatuhi dengan sanki pidana sebagaimana tercantum

dalam ketentuan peraturan peundang-undangan.

2

Page 3: Proposal penegakan hukum

Melihat pada kondisi demikian tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi para penegak hukum

terutama hakim, agar dalam memutus perkara perlu lebih objektif lagi, karena seperti pada

upacara adat penggal kepala manusia oleh masyarakat suku Naulu merupakan suatu hal yang

sakral, dan merupakan kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama yang dilakukan secara

turun-temurun. Dan ketika para pelaku tersebut divonis hukuman mati merupakan suatu hal

yang menurut penulis merupakan keputusan yang kurang memenuhi rasa keadilan pada

masyarakat Naulu karena suku ini terbilang masih asing dan tidak memiliki latar belakang

pendidikan terutama mengenai hukum itu sendiri. Karena dengan vonis pidana mati itu

sangatlah tidak tepat karena seharusnya suku Naulu ini harus diberi pemahaman dan

pengertian tentang hukum itu agar terciptanya kesadaran hukum diantara mereka.

Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis  serta berada dalam masa pergolakan

dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup

dalam masyarakat. Untuk itu hakim yang baik haruslah dalam memutus perkara seyogyannya

harus  terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengetahui mengenal, merasakan dan

mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Dengan melihat latar belakang tersebut diatas hal ini penulis sangat tertarik untuk membahas

masalah ini dengan mengambil judul “ Penegakkan Hukum Pidana Terhadap Upacara

Adat Penggal Kepala Suku Naulu Di Kabupaten Maluku Tengah” (Suatu Tinjauan

Sosiologis )

B.            RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka masalah pkok yang akan diteliti adalah : 

1 Bagaimanakah Penegakkan Hukum Pidana Terhadap Upacara Adat Penggal Kepala

Suku Naulu Tersebut  Jika Dilihat Dari Kacamata Sosiologis ?

2 Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap para

pelaku ( pemenggal kepala manusia )?

3 Bagaimana kebijakan hukum pidana agar upacara adat pemenggalan kepala manusia

tersebut tidak terjadi lagi di masa yang akan datang?

C.      TUJUAN PENELITIAN

a. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana proses penegakkan hukum pidana

terhadap Upacara Adat penggal kepala manusia Suku Naulu tersebut jika dilihat

dari kacamata sosiologis

b. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan pidana mati terhadap para pelaku.

c. Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan hukum pidana agar upacara adat

pemenggalan kepala manusia tersebut tidak terjadi di masa yang akan datang.

3

Page 4: Proposal penegakan hukum

D.      MANFAAT  PENELITIAN

1.      Manfaat Teoritis

Ø Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi 

dalam bidang hukum pidana terkait dengan upacara adat penggal kepala yang terjadi pada

suku Naulu. Dengan demikian pembaca atau calon peneliti lain akan semakin mengetahui

tentang upacara adat penggal kepala pada masyarakat

Ø  Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji secara

mendalam tentang penegakkan hukum pidana berkaitan dengan masalah yang penulis

utarakan diatas.

2.      Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dalam rangka

meningkatkan kualitas penegakan hukum pidana khususnya hakim  dalam pengambilan

keputusan bila nantinya menghadapi kasus yang serupa.

4

Page 5: Proposal penegakan hukum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.      Tinjauan Umum Tentang Penegakkan Hukum

  Masalah penegakan hukum adalah merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap

masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing,

mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka penegakan

hukumnya. Namun setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam

masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang formil.

Menurut Satjipto Rahardjo,

“penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep

menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-

keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak lain

adalah pikiranpikiran pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan- peraturan

hukum itu. Pembicaraan mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai

kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat undang-undang (hukum) yang

dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu

dijalankan

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto:

“Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan

mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan

Hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya merupakan diskresi menyangkut

pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akantetapi

mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakekatnya diskresi berada diantara hukum dan

moral”

Menurut Jimly Ashhidiq

““Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya

norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau

hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari

sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat

pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau

sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam

setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum

5

Page 6: Proposal penegakan hukum

yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit,

dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur

penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum

berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila

diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.”

Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan

perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin

menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak

sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan

dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum baru.

Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yang yaitu

(i) pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’), (ii) sosialisasi,

penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law,

dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law).

Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration of law) yang

efektif dan efisien yang dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab

(accountable). Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat

disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan terhadap ketiga agenda

tersebut di atas. Dalam arti luas, ‘the administration of law’ itu mencakup pengertian

pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu sendiri dalam

pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauhmana sistem dokumentasi dan

publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah dikembangkan dalam rangka

pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusankeputusan administrasi negara

(beschikkings), ataupun penetapan dan putusan (vonis)hakim di seluruh jajaran dan lapisan

pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah. Jika sistem administrasinya tidak jelas,

bagaimana mungkin akses masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut

dapat terbuka? Jika akses tidak ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat

taat pada aturan yang tidak diketahuinya? Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui sebagai

doktrin hukum yang bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana

pendidikan dan pembaruan masyarakat (social reform), dan karena itu ketidaktahuan

masyarakat akan hukum tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan

hukum secara sistematis dan bersahaja.

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemidanaan,

seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat membina penjahat dengan

cara melakukan pembinaan di lembaga pemasyarakatan, dengan demikian dapat memberpaiki

terpidana di lembaga pemasyarakatan tersebut. Seharusnya hal ini mampu memberikan

wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan pidana kepada para pelaku

6

Page 7: Proposal penegakan hukum

kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan masyarakat. Sementara itu, dalam

kenyataan empiris di bidang pemidanaan secara umum masih menganut konsep hanya

menghukum terpidana di lembaga pemasyarakatan, dengan demikian dapat memberikan

gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembali dalam

lingkungan kehidupan sosial masyarakat.

Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan

masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni: (1) takut berbuat dosa;

(2) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat

imperatif;

(3) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai

sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia

terlindungi hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah

dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakkan hukum inilah hukum itu menjadi

kenyataan. Dalam penegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan,yaitu kepastian

hukum ( Rechtssicherheit ), kemanfaatan ( Zwekmassigkeit ) dan keadian ( Gerechtigkeit ).

Ketiga konsep ini pertama kali dikemukan oleh Gustav Radbruch

Lebih lanjut Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa:

“Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya

hukum dalam hal terjadi peristiwa konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku;

pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang; fiat justitia et pereat mundus  ( meskipun dunia

ini runtuh hukum harus ditegakkan ). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. kepastian

hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang

berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan

tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya

kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian

hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Sebaliknya masyarakat megharapkan

manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka

pelaksanaan hukum harus member manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai

justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan didalam

masyarakat.”

Unsur yang ketiga adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam

pelaksanaan atau penegakkan hukum keadilan harus diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau

penegakkan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Keadilan itu bersifat

umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan.

Seandainya kita lebih cenderung berpegang pada nilai kepastian hukum atau dari sudut

peraturannya, maka sebagai nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan.

7

Page 8: Proposal penegakan hukum

Karena yang penting pada nilai kepastian itu adalah peraturan itu sendiri. Tentang apakah

peraturan itu telah memenuhi rasa keadilan dan berguna bagi masyarakat adalah di luar

pengutamaan nilai kepastian hukum. Begitu juga jika kita lebih cenderung berpegang kepada

nilai kegunaan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian hukum maupun

nilai keadilan, karena yang penting bagi nilai kegunaan adalah kenyataan apakah hukum

tersebut bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Demikian juga halnya jika kita hanya

berpegang pada nilai keadilan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian dan

kegunaan, karena nilai keadilan tersebut tidak terikat kepada kepastian hukum ataupun nilai

kegunaan, disebabkan oleh karena sesuatu yang dirasakan adil belum tentu sesuai dengan

nilai kegunaan dan kepastian hukum.

Semua masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa

pergelokan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum

yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk

mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup

dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan

hukum dan rasa keadilan masyarakat. Sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari tertuduh

wajib diperhatikan hakim dalam mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaan-

keadaan pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal dan

seadil-adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orang-orang dari

lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya( Penjelasan UU No.48/

2009 )

Oliver Holmes dalam teorinya mengatakan bahwa:

“aturan hukum bukanlah sebuah poros keputusan yang berbobot. Aturan tidak bisa

diandalkan menjawab dunia kehidupan dunia yang begitu kompleks. Dan lagi pula kebenaran

yang riil, bukan terletak dalam undang-undang, tapi pada kenyataan hidup.  Lebih lanjut

Holmes mengatakan seorang pelaksana hukum ( hakim ) sesungguhnya mengahadapi gejala-

gejala hidup secara realistis. Sering ia menghadapi dua bahkan lebih kebenaran yang seolah

meminta kepastian mana yang lebih unggul dalam konteks tertentu. Salah satu diantaranya

adalah kebenaran versi aturan hukum.  Tidak jarang, bahkan amat sering, kebenaran-

kebenaran lain lebih unggul dari yang disodorkan aturan formal. Mereka lebih relevan, lebih

tepat, dan bahkan lebih bermanfaat untuk suatu konteks riil, ketimbang kebenaran yang

ditawarkan aturan legal. Dalam hal inilah seorang hakim mempertaruhkan kepekaan dan

kearifannya. Ia harus memenangkan kebenaran yang menurutnya lebih unggul, meski dengan

resiko mengalahkan aturan resmi."

8

Page 9: Proposal penegakan hukum

II. Tinjauan Umum Tentang Pidana

Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan.

Sanksi itu pada prinsipnya merupakan penambahan penderitaan dengan sengaja. Penambahan

penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana

dengan hukum yang lainnya. Menurut

Satochid Kartanegara, bahwa :

“Hukuman (pidana) itu bersifat siksaan atau penderitaan, yang oleh undang-undang hukum

pidana diberikan kepada seseorang yang melanggar sesuatu norma yang ditentukan oleh

undang-undang hukum pidana, dan siksaan atau pende-ritaan itu dengan keputusan hakim

dijatuhkan terhadap diri orang yang dipersalahkan itu. Sifat yang berupa siksaan atau

penderitaan itu harus diberikan kepada hukuman (pidana), karena pelanggaran yang

dilakukan oleh seseorang terhadap norma yang ditentukan oleh undang-undang hukum

pidana itu merupakan pelanggaran atau perkosaan kepentingan hukum yang justru akan

dilindungi oleh undang-undang hukum pidana. Kepentingan hukum yang akan dilindungi itu

adalah sebagai berikut:

1)      Jiwa manusia (leven);

2)      Keutuhan tubuh manusia (lyf);

3)      Kehormatan seseorang (eer);

4)      Kesusilaan (zede);

5)      Kemerdekaan pribadi (persoonlyke vryheid);

6)      Harta benda/kekayaan (vermogen). “

Berikut ini dikutip pengertian pidana yang dikemukakan oleh beberapa ahli:  

Menurut van Hamel:

“een bijzonder leed, tegen den overtreder van een door den staat gehandhaafd

rechtsvoorschrift, op den enkelen grond van die overtreding, van wege den staat als

handhaver der openbare rechtsorde, door met de rechtsbedeeling belaste gezag uit te

spreken.” (suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang

berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari

ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut

telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.)

Menurut Simons:

“Het leed, door de strafwet als gevolg aan de overtreding van de norm verbonden, dat aan

den schuldige bij rechterlijk vonnis wordt opgelegd.” (artinya: suatu penderitaan yang oleh

undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang

dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.)

9

Page 10: Proposal penegakan hukum

Sedangkan Menurut Sudarto: ]Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada

orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Dan oleh Roeslan

Saleh : Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja

ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

Menurut Ted Honderich:[26] Punishment is an authority‟s infliction of penalty (something

involving deprivation or distress) on an offender for an offence. (artinya: pidana adalah suatu

penderitaan dari pihak yang berwenang sebagai hukuman [sesuatu yang meliputi pencabutan

dan penderitaan] yang dikenakan kepada seorang pelaku karena sebuah pelanggaran).

Muladi dan Barda Nawawi Arief, pidana (straf) itu pada dasarnya mengandung unsur atau

ciri-ciri sebagai berikut: [27]

1)      Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau

akibat-akibat lainnya yang tidak menyenangkan;

2)      Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan

(oleh yang berwenang);

3)      Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut

undang-undang.

Menurut P.A.F. Lamintang, bahwa “

“pidana itu sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka. Ini berarti

bahwa pidana itu bukan merupakan suatu tujuan dan tidak mungkin dapat mempunyai tujuan.

Menurutnya hal tersebut perlu dijelaskan, agar kita di Indonesia jangan sampai terbawa oleh

arus kacaunya cara berpikir dari para penulis di negeri Belanda, karena mereka seringkali

telah menyebut tujuan dari pemidanaan dengan perkataan tujuan dari pidana, hingga ada

beberapa penulis di tanah air yang tanpa menyadari kacaunya cara berpikir para penulis

Belanda itu, secara harfiah telah menterjemahkan perkataan “doel der straf” dengan

perkataan tujuan dari pidana, padahal yang dimaksud dengan perkataan “doel der straf” itu

sebenarnya adalah tujuan dari pemidanaan”.[28]

Seorang hakim dalam menjatuhkan pidana yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan

adalah sebagai berikut[29]:

1.      Kesalahan pembuat

2.      Motif dan tujuan dilakukan tindak pidana;

3.      Cara melakukan tindak pidana;

4.      Sikap batin pembuat;

5.      Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat;

6.      Sikap dan tindakan pembuat pidana sesudah melakukan tindak pidana;

7.      Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat;

8.      Pandangan masyarakat terhadap tindak Pidana yang dilakukan;

9.      Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; dan

10

Page 11: Proposal penegakan hukum

10.  Tindak pidana dilakukan dengan berencana.

Jenis- jenis pidana dalam ketentuan KUHP antara lain : menurut pasal 10 :

1.      Pidana pokok :

a)      Pidana mati

b)      Pidana penjara

c)      Pidana kurungan

d)     Pidana denda

e)      Pidana tutupan

2.      Pidana tambahan :

a)      Pencabutan hak-hak tertentu

b)      Perampasan barang-barang tertentu

c)      Pengumuman putusan hakim

III.        Konsep Pembunuhan atau Pembunuhan Dalam Upacara Adat Penggal Kepala

Suku Naulu

Seperti sudah disinggung pada latar belakang bahwa salah satu suku di kabupaten Maluku

Tengah, Provinsi Maluku, yaitu suku Naulu.  Salah satu suku yang hidup di Petuanan Negeri

Sepa, merupakan salah satu suku terasing di Pulau Seram, tepatnya di Dusun Bonara, yang

berjarak 35 km2 dari Pusat kota Kecamatan. Suku Naulu ini memiliki banyak adat istiadat

yang terbilang unik, namun salah satu adat yang paling mengerikan adalah  Tradisi adat

memotong kepala manusia buat persembahan.Oleh masyarakat Suku Naulu diyakini sebagai

kepercayaan yang mutlak dilakukan.  Keyakinan itu mengalahkan akal sehat dan logika

manusia, karena diyakini jika tidak mendapat kepala manusia buat persembahan bisa

mendatangkan bala atau musibah. Meskipun demikian Kepala manusia yang dikorbankan

diyakini akan menjaga rumah adat mereka.

Konsep penggal kepala dalam upacara adat suku naulu dalam pandangan hakim pengadilan

negeri Maluku Tengah merupakan konsep pembunuhan. Dan Pembunuhan tersebut adalah

merupakan pembunuhan yang terencana sehingga melanggar ketentuan

Pasal 340 KUHP;

“ barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Pasal 55 ayat 1 ( 1) :

“ dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mereka yang melakukan, yang menyuruh

melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan”

11

Page 12: Proposal penegakan hukum

BAB III

METODE PENELITIAN

A.      METODE PENELITIAN

1.      Pendekatan Penelitian

Penelitian Non Doctrinal yaitu berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori

mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum didalam

masyarakat/Socio Legal Research.[30].

2.      Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu :

a)      Data primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris  sebagai

perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata,

maupun perilaku yang terdorong dalam barbagai hasil perilaku atau catatan-catatan/ arsip.

[31] Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan cara

wawancara langsung dan observasi atau pengamatan secara langsung dilapangan

b)      Data sekunder merupakan bahan hukum dalam penelitian yang di ambil dari studi

kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non

hukum.

a.       Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki

suatu autoritas mutlak dan mengikat. Berupa ketentuan hukum yang mengikat seperti,

peraturan perundang-undangan, catatan resmi dan lain-lain yang berkaitan dengan

penegakkan hukum pidana.

b.      Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap/

mengenai  bahan hukum primer. Seperti doktrin, jurnal, karya ilmiah dibidang hukum dan

lain-lain.

c.       Bahan hukum tersier ( non hukum) adalah bahan hukum yang relevan seperti kamus

hukum, ensiklopedia dan kamus hukum lain yang masih  relevan.

3.      Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sepa Kabupaten Maluku Tengah dan Pengadilan Negeri

Masohi, Kabupaten Maluku Tengah

4.      Teknik Pengumpulan Data

Untuk data primer dilakukan dengan wawancara langsung kepada hakim pengadilan negeri

Maluku Tengah dan pengamatan secara langsung pada masyarakat adat setempat. Sedangkan

data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui literatur

dan dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.

5.      Analisa Data

Data yang diperoleh  kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.

12

Page 13: Proposal penegakan hukum

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem hukum Indonesia sampai saat ini masih berlaku adalah sistem hukum yang masih

berkiblat kepada negara Belanda yaitu sistem hukum Eropa Continental atau sistem hukum

Civil Law. Bukti adanya sistem hukum ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 

( KUHP ) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ) yang sampai saat ini

dianggap masih tetap berlaku.. Hal ini tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar

1945, pasal 1 aturan peralihan yang berbunyi : “ segala peraturan perundang-undangan yang

masih ada dianggap tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-

undang dasar 1945”

Terlepas daripada sistem hukum positif yang terulis diatas ada sistem hukum lain yang

dianggap tetap berlaku adalah sistem hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang hidup dan

berkembang didalam masyarakat. Namun apabila hukum adat tersebut tidak bertentangan

dengan kepentingan hukum nasional maka dianggap tetap berlaku, namun demikian

sebaliknya jika hukum adat itu dianggap bertentangan dengan hukum positif atau hukum

nasional, maka ketentuan hukum tertulislah yang berlaku. Hal ini seperti yang terdapat pada

salah satu suku di kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yaitu suku Naulu.  Salah satu

suku yang hidup di Petuanan Negeri Sepa, merupakan salah satu suku terasing di Pulau

Seram, tepatnya di Dusun Bonara, yang berjarak 35 km2 dari Pusat kota Kecamatan.

B. SARAN

Proposal ini masih memiliki berbagia jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya

membangun sangat saya harapkan

13

Page 14: Proposal penegakan hukum

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran,

Bandung

Arief, Barda Nawawi, 2000, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

dengan Pidana Penjara. BPUNDIP, Semarang

Kansil, CST, 1993, Pengantar ilmu hukum dan Tata hukum Indonesia, Ctk.9, Balai

Pustaka, Jakarta,

Kholiq, M.Abdul, 2002, Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Lamintang,

P.A.F. 1984, Hukum Penitensier Indonesia,  Armico, Bandung

Mahmud Marzuki, Peter, 2005.Penelitian Hukum, Jakarta Kencana,  Jakarta

Mertokusumo, Sudikno, 2010, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Universitas Atma

Jaya, Yogyakarta

14

Page 15: Proposal penegakan hukum

PROPOSAL PENELITIAN

PENEGAKAN HUKUM

OLEH :

NAMA : LA SIANE

NIM : 21209320

SEMESTER : VI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

2015

15