revisi thesis s2

111
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini persaingan di segala bidang semakin ketat, karena era globalisasi merupakan masa yang penuh dengan tantangan, sehingga untuk dapat mengubah tantangan tersebut menjadi peluang maka dibutuhkan kemampuan yang memadai dari setiap pelaku organisasi maupun perusahaan yang ditunjukkan oleh efektivitas kerja yang lebih baik pula, dan sumberdaya manusia yang handal merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk dipenuhi, apabila personel dalam organisasi tidak mampu menjawab tantangan tersebut, maka tantangan yang muncul merupakan ancaman serius yang harus diupayakan jalan keluarnya. Sumber daya manusia mempunyai peran penting dewasa ini dalam suatu organisasi agar tetap dapat eksis dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran manajemen tidak lagi hanya menjadi tanggungjawab para

Upload: ichsane

Post on 23-Jun-2015

274 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi Thesis s2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era modern saat ini persaingan di segala bidang semakin ketat,

karena era globalisasi merupakan masa yang penuh dengan tantangan,

sehingga untuk dapat mengubah tantangan tersebut menjadi peluang

maka dibutuhkan kemampuan yang memadai dari setiap pelaku

organisasi maupun perusahaan yang ditunjukkan oleh efektivitas kerja

yang lebih baik pula, dan sumberdaya manusia yang handal merupakan

kebutuhan yang sangat mendesak untuk dipenuhi, apabila personel dalam

organisasi tidak mampu menjawab tantangan tersebut, maka tantangan

yang muncul merupakan ancaman serius yang harus diupayakan jalan

keluarnya.

Sumber daya manusia mempunyai peran penting dewasa ini dalam

suatu organisasi agar tetap dapat eksis dalam iklim persaingan bebas

tanpa batas, maka peran manajemen tidak lagi hanya menjadi

tanggungjawab para guru atau karyawan, akan tetapi merupakan

tanggungjawab pimpinan dalam suatu organisasi. Pengelolaan

manajemen sumberdaya manusia tentu saja harus dilaksanakan oleh

pemimpin yang professional.

Pelaksanaan fungsi-fungsi sumberdaya manusia dalam suatu

organisasi sangat bergantung pada sejauh mana kualitas sumberdaya

manusianya. Dengan demikian betapa penting dan strategisnya

1

Page 2: Revisi Thesis s2

pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam

suatu lembaga atau organisasi pemerintahan yang terus berkembang.

Sumberdaya manusia yang berkualitas dalam suatu pemerintahan sangat

menentukan maju mundurnya kegiatan perusahaan di masa yang akan

datang.

Pimpinan suatu organisasi yang berfungsi sebagai pemikir,

perencana dan penyelenggaraan tugas harus mampu melaksanakan

tugasnya yang terus menerus dibina dan dikembangkan kemampuannya

melalui jalur pembinaan melekat, jalur mutasi serta jalur pendidikan dan

pelatihan (Diklat). Jalur pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan

yang diarahkan untuk mengisi dan berkaitan langsung dengan manpower

planning dan manpower development, skill profile dan juga diperlukan

pola mutasi karyawan, promosi karyawan, alih tugas.

Suatu organisasi dapat lebih efektif dan jika dalam meningkatkan

kinerja guru/karyawan disinilah perlunya peranan pengembangan

sumberdaya manusia. Program pengembangan sumberdaya manusia

yang dilakukan oleh perusahaan adalah melalui pendidikan dan pelatihan

di sekolah, dimana tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan

pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang dilakukan adalah untuk

memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dalam pelaksanaan

kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat (pendek). Susilo Martoyo

(1999 : 63).

2

Page 3: Revisi Thesis s2

Sekolah di Kabupaten Bone dewasa ini sedang mengalami

perkembangan dimana para siswanya mulai kreatif mengemukakan

tanggapan (persepsi) terhadap beberapa faktor penting yang terdapat

dalam pengelolaan (manajemen) sekolah yaitu faktor kedisiplinan, faktor

motivasi dan faktor budaya, karena menurut dugaan bahwa faktor-faktor

ini mempunyai pengaruh terhadap prentase belajar di sekolah ini.

Kedisiplinan adalah hal yang harus dimiliki dan digunakan oleh

seluruh pihak agar peraturan formal dan informal dapat teralisir

sebagaimana mestinya. Jika kedisiplinan ini dapat diefektifkan maka

sekolah atau organisasi dapat berjalan sesuai harapan.

Motivasi adalah merupakan faktor yang sangat penting dimiliki

diperaktekkan oleh seluruh pihak yang terdapat dalam suatu organisasi

termasuk di sekolah ini. Jika motivasi tidak ada pada sumber daya yang

bersangkutan, maka dapat dikatakan yang bersangkutan sudah mati

sebelum ajal. Jika murid tidak memiliki motivasi belajar, maka siswa/murid

yang bersangkutan mengalami kelesuan dan mungkin tidak masuk kantor

yang dapat mengakibatkan terjadinya miss manajemen. Karena itu,

masalah motivasi adalah merupakan tanggungjawab/kemampuan kepala

sekolah.

Budaya adalah sesuatu yanng merupakan sesuatu yang harus

diikuti oleh para peserta organisasi yang merupakan suatu kebersamaan.

Jadi tiap orang (anggota organisasi yaitu murid/siswa, guru, karyawan dan

manajer) harus memiliki kebanggaan sebagai bagian dari organisasi atau

3

Page 4: Revisi Thesis s2

sekolah. Hal ini juga adalah merupakan kemampuan dari manajemen

sekolah atau kepala sekolah untuk menerapkan dan mengsosialisasikan

sesuatu yang merupakan kebanggaan dari anggota organisasi, misalnya

baju seragam, lambang, kebiasaan yang dilestarikan secara priodik dan

lain-lain yang merupakan suatu yang spesifik dimiliki oleh organisasi

(sekolah) yang bersangkutan. Karena hal tersebut merupakan suatu yang

menarik perhatian maka penelitian ini berupaya mengkajinya dengan judul

”Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Disiplin, Motivasi dan Budaya

Terhadap Prestasi Belajar di SMU 3 Kabupaten Bone.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

maka berikut ini dirumuskan masalah ini.

a) Apakah pengaruh persepsi siswa terhadap faktor disiplin, motivasi, dan

budaya kerja terhadap prestasi belajar di SMU 3 Kabupaten Bone ?.

b) Faktor apakah yang paling signifikan pengaruhnya terhadap prestasi

belajar di SMU 3 Kabupaten Bone ?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis

mengenai :

a) Pengaruh persepsi mengenai disiplin, motivasi dan budaya belajar

terhadap prestasi belajar siswa di sekolah menengah Kabupaten

Bone.

4

Page 5: Revisi Thesis s2

b) Faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa di sekolah menengah Kabupaten Bone.

D. Manfaat Penelitian

Untuk penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak :

a) Peneliti yang berminat mempelajari kedisiplinan, motivasi dan budaya

dalam kaitannya dengan prestasi belajar siswa di sekolah, maka

penelitian dapat dijadikan bahan literatur dalam rangka library

research.

b) Dinas berwewenang atau pihak manajemen sekolah, hasil penelitian

ini dapat menjadi bahan dalam rangka pengambilan keputusan guna

kebijaksanaan setempat.

5

Page 6: Revisi Thesis s2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penulisan tesis ini dipergunakan beberapa informasi teoritis

untuk memperjelas permasalahan serta dan pada bagian ini pula

diutarakan mengenai kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian guna

dijadikan patokan dalam penelitian ini.

Sesuai dengan judul penelitian ini, maka kajian pustaka lebih

difokuskan pada faktor-faktor disiplin, motivasi dan budaya kerja serta

pengaruh prestasi belajar di sekolah menengah di Kabupaten Bone, selain

itu diutarakan juga beberapa hal yang berkaitan dengan bahasan

penelitian ini.

A. Kedisiplinan

a. Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk

mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan

aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.

Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para

karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka

bukan semata-mata karena dipaksa manajemen.

b. Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani

pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari

pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa

6

6

Page 7: Revisi Thesis s2

suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary

action).

Heidjrachman dan Husnan (2002) mengungkapkan disiplin adalah

setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan

terhadap perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang

diperlukan seandainya tidak ada perintah. Menurut Davis (2002) Disiplin

adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada

pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada

upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan

perilaku pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih

baik.

Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang

timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peraturan yang

berlaku dalam organisasi. Dalam peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun

1980 tentang Peraturan Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas

kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil merupakan

bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap Pegawai Negara Sipil.

Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan.

Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusafiaah untuk

mewujudkan tujuanya. Jadi kedisiplinan adalah salah satu kunci

keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

7

Page 8: Revisi Thesis s2

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat

kedisiplinan karyawan suatu organisasi, menurut Hasibuan (1998)

diantaranya adalah :

a. Tujuan dan kemampuan.

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara

ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini

berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan

harus sesuai dengan kemampuan karyawan tersebut, agar dia bekerja

sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Teladan pimpinan.

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan

karyawan karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para

bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin

baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan

pimpinan yang baik kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika

teladan pimpinan kurang baik atau kurang berdisiplin, para bawahan

pun akan kurang disiplin.

c Balas jasa.

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan

kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika

8

Page 9: Revisi Thesis s2

kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan

mereka akan semakin baik pula.

d. Keadilan.

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena

ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Manajer yang cakap

dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua

bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan

kedisiplinan yang baik pula.

e Waskat.

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling

efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan

waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,

moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat

efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan

merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan

pengawasan dari atasan.

f. Sanksi hukuman.

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan

karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan

akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap

dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

9

Page 10: Revisi Thesis s2

g. Ketegasan.

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,

bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai

dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani

bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner

akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

h. Hubungan kemanusiaan.

Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan

kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horisontal

diantara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang

serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.

Hal ini memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi

kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan

dalam organisasi tersebit baik.

Selanjutnya Leteiner (1985) mengemukakan bahwa disiplin

merupakan suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerjaan dan

menyebabkan dia menyesuaikan dengan sukarela kepada kegiatan-kegiatan

dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku.

Hubungan antara disiplin dan kinerja dapat dilihat dari pengukuran

disiplin yang baik seperti yang dikemukakan oleh Leteiner yaitu :

1. Apabila pegawai datang di kantor dengan teratur dan tepat pada

waktunya.

10

Page 11: Revisi Thesis s2

2. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat pekerjaannya.

3. Apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan-

perlengkapan dengan hati-hati.

4. Apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang

memuaskan.

5. Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor.

6. Apabila mereka menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang baik.

B. Motivasi

Setiap organisasi modern selalu berhadapan dengan tuntutan

perubahan agar organisasi yang bersangkutan memiliki analisis yang

memadai untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian kinerjanya. Wilson

(1963) menekankan pentingnya organisasi dalam dimensi yang integrative,

relevan dan holistic dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan kondisi yang

demikian, maka peran lingkungan sangat penting. Dalam teori atribusi,

Robbins (2003) mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasi perilaku

individu atau sebuah organisasi, maka haruslah dicari penyebabnya dari

lingkungan internal dan eksternal. Terdapat tiga faktor yang menentukan hal

demikian, yaitu kekhususan, konsensus dan konsistensi. Dalam teori atribusi,

lingkungan internal dan eksternal dianggap sebagai penyebab timbulnya

perilaku. Perilaku yang disebabkan lingkungan internal adalah perilaku yang

berada di bawah kendali pribadi dad individu internal organisasi itu.

Sedangkan eksternal, merujuk pada hasil yang berasal dari lingkungan luar,

11

Page 12: Revisi Thesis s2

yaitu bahwa dipaksakan perilakunya karena situasi di lingkungan eksternal.

Dalam konteks sebuah organisasi modern, lingkungan eksternal dan internal

diperlukan agar organisasi yang bersangkutan memiliki kemampuan adaptasi

dan integrasi. Osborn dalam Djatmiko (2002) menegaskan pentingnya

lingkungan eksternal dan internal dalam organisasi. Menurut Djatmiko,

lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum (kultur, sistem politik,

sistem ekonomi dan pesaing) dan lingkungan khusus (pemasok. tenaga

kerja, modal dan bahan mentah, penyalur output, pesaing, peraturan-

peraturan pemerintah). Sedangkan lingkungan internal terdiri dari tujuan

organisasi, struktur organisasi, pengambilan keputusan, motivasi,

komunikasi, koordinasi, kepemimpinan serta budaya organisasi. kedua

lingkungan tersebut berperan untuk menggerakkan dan mengubah

organisasi ke arah yang lebih dinamis, adaptif, integrative dan berkelanjutan.

Jones dalam Ma'rifa (2004) berpendapat bahwa motivasi

berhubungan erat dengan bagaimana perilaku itu dimulai, dikuatkan,

disokong, diarahkan, dihentikan dan reaksi subyektif macam apakah yang

timbul dalam organisme ketika semua ini berlangsung. Sedangkan menurut

Kartono (1990) motivasi diartikan sebagai dorongan adanya rangsangan

untuk metakukan tindakan.

Dengan demikian keberhasilan mendorong bawahan mencapai

produktivitas kerja melalui pemahaman motivasi yang ada pada diri kolektor

dan pemahaman motivasi yang ada di luar diri kolektor, akan sangat

membantu mencapai produktivitas kerja secara optimal.

12

Page 13: Revisi Thesis s2

Pendapat lain dikemukakan oleh Terry yang menjelaskan bahwa

motivasi adalah keinginan yang tercapai pada diri seseorang/individu yang

merangsangnya untuk melakukan tindakan tindakan (Hasibuan, 1989).

Pengertian motivasi yang dikemukakan Terry tersebut lebih bersifat internal,

karena faktor pendorong itu munculnya dari dalam diri seseorang yang

merangsangnya untuk melakukan tindakan. Faktor pendorong itu bisa

berupa kebutuhan, keinginan, hasrat yang ada pada diri manusia.

Sedangkan Siagian (1997) memberikan pengertian motivasi sebagai

keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada bawahan sedemikian

rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan Has demi tercapainya tujuan.

Pengertian berperan untuk menggerakkan dan mengubah organisasi ke arah

yan lebih dinamis, adaptif, integrative dan berkelanjutan.

Yang diberikan Siagian lebih bersifat eksternal karena dorongan yang

muncul pada diri seseorang itu dirangsang oleh faktor luar, bukan murni dari

dalam diri. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Malayu, yaitu

motivasi adalah pemberian adalah pemberian daya perangsang atau

kegairahan kerja kepada pegawai agar bekerja dengan segala daya

upayanya (Hasibuan, 1989).

Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi yang

ada di luar seseorang mempunyai persamaan, yaitu adanya tujuan atau

reward yang ingn dicapai oleh seseorang dengan melakukan suatu kegiatan.

Tujuan yang ingin dicapai tersebut pada dasarnya adalah untuk memenuhi

kebutuhan pokok manusia yang bersifat fisik dan non fisik. Apabia kebutuhan

13

Page 14: Revisi Thesis s2

tersebut dapat terpenuhi, maka motivasi kerja dalam diri seseorang

meningkat. Sedangkan perbedaan antara motivasi yang ada di luar dirinya

adalah adanya perasaan puas yang dimiliki oleh seorang siswa di Kabupaten

Bone. Perasaan puas dari seseorang yang merupakan motivasi internal

tersebut dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya pengakuan

dari atasan serta adanya harapan bagi kemajuan karir seseorang.

Sedangkan motivasi yang ada di luar diri seseorang menyebabkan orang

tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi adalah

adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda atau bukan benda.

Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas menunjukkan

adanya perbedaan, namun masih dalam konteks motivasi. Semua

perbedaan itu ada kaitannya dengan istilah motif dan motivator dalam

konsep motivasi itu sendiri. Menurut Onong, motif merupakan dorongan

yang muncul dari dalam diri.

Istilah motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive berasal dari

perkataan motion yang bersumber dari perkataan bahasa latin yang berarti

bergerak. Jadi motif adalah daya gerak yang mencakup dorongan, alasan

dan kemauan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia

berbuat sesuatu.

Dari pengertian di atas, maka motif itu bersifat internal dalam

motivasi, karena dorongan atau daya gerak itu muncul dari dalam diri

seseorang tanpa adanya perangsang atau insentif, motif yang bersifat

intemal merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan,

14

Page 15: Revisi Thesis s2

yang dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu pendidikan,

pengafaman serta sifat-sifat pribadi yang dimifiki seseorang. Di dalam

organisasi formal adanya motif yang berasal dari dalam diri pegawai

membawa konskuensi bagi pimpinan untuk dapat mendorong pegawai

tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya, diantaranya melalui

pemberian pujian dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana kerja

yang sesuai dengan pegawai tersebut. Adanya rangsangan dari fuar atau

motivator tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi kerja

seorang pegawai.

Mengenai motivator, Koontz dan Donnel menjelaskan motivator

adalah hal-hal yang merangsang seseorang untuk berprestasi. Kalau

motivasi itu mencerminkan keinginan, maka motivator itu merupakan

imbalan atau insentif yang telah diidentifikasi, yang meningkatkan dorongan

untuk memuaskan keinginan tersebut (Koontz, 1989).

Dengan demikian motivator merupakan aspek yang bersifat

eksternal dalam motivasi seseorang, karena faktor pendorong itu ada di

luar diri seseorang. Sebagai kondisi yang berada di luar diri seseorang

maka hal itu berkaitan dengan insentif dan kondisi kerja yang bersifat

eksternal, seperti jaminan kerja, status, peraturan organisasi, pengawasan,

hubungan pribadi antar pegawai dan hubungan antara pimpinan dan

bawahan. Untuk dapat menumbuhkan motivasi kerja yang positif di dalam

diri pegawai, berdasarkan gagasan Herzberg, maka seorang pemimpin

15

Page 16: Revisi Thesis s2

harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada faktor-faktor motivator

(Manullang, 1987) yaitu :

a. Achievement (keberhasilan pelaksanaan), agar seorang bawahan

dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus

memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil.

Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar

bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang sianggapnya tidak

dikuasainya. Apabila ia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan

harus menyatakan keberhasilannya itu.

b. Recognition (pengakuan), adanya pengakuan dari pimpinan atas

keberhasilan bawahan melakukan suatu pekerjaan. Pengakuan tersebut

dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan

keberhasilannya langsung di tempat kerjanya, memberikan surat

penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau

promosi.

c. The work it self (pekerjaan itu sendiri), pimpinan membuat usaha-

usaha nyata dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan

pentingnya pekerjaan itu dilakukannya. Untuk itu harus dihindarkan

kebosanan yang mungkin timbul dalam pekerjaan.

d. Responsibilities (tanggung jawab), untuk dapat menumbuhkan sikap

tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari

pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada

bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan

16

Page 17: Revisi Thesis s2

dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat

bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

e. Advancement (pengembangan), pengembangan dapat menjadi

motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan

memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih bertanggung jawab.

Kelima faktor ekstemal dalam memotivasi pegawai hendaknya

mendapat perhatian dalam birokrasi yang good governance. Kelima faktor

inilah yang melandasi kerangka pikir program motivasi dalam organisasi.

Oleh karena itu pendapat Manullang perlu diadaptasi oleh birokrasi

pemerintah supaya mampu menerapkan program-program motivasi secara

konsisten seperti pemberian peluang merupakan muara bagi munculnya

semangat berpartisipasi. Pengakuan status dapat meningkatkan percaya diri.

Pekerjaan variatif pada suatu kondisi tertentu akan menjadi perangsang

kerja. Latihan disiplin dan pengendalian did merupakan manifestasi dan

kepercayaan pemimpin kepada anak buah yang sangat strategis adalah

untuk memompa semangat. Terakhir adalah pengembangan did merupakan

puncak yang dapt meningkatkan kehendak pegawai untuk berprestasi.

Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa setiap orang mempunyai

keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu serta mengharapkan

kepuasan dari hasil kerjanya.

Kebutuhan-kebutuhan yang dipuaskan dengan bekerja adalah

(Hasibuan, 1990) :

17

Page 18: Revisi Thesis s2

a. Kebutuhan Fisik dan keamanan, kebutuhan ini menyangkut kepuasan

kebutuhan fisik atau biologis seperti makan, minum, perumahan dan

sebagainya, disamping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya.

Di dalam organisasi birokrasi, seorang pegawai dapat memenuhi

kebutuhan fisik dengan gaji dan pendapatan lain yang diperolehnya

berupa tunjangan, fasilitas dan sebagainya. Gaji yang merupakan reward

dan hasil kerjanya dapat menimbulkan perasaan aman dan juga dapat

menjadi jaminan hari tua bagi pegawai dalam bentuk pensiun.

b. Kebutuhan sosial, kebutuhan ini adalah kebutuhan yang terpuaskan

karena memperoleh pengakuan status dan dihormati dalam pergaulan

masyarakat, diterima serta disegani. Hal ini penting karena manusia

tergantung satu sama lainnya. Jabatan pegawai dalam organisasi

birokrasi di Indonesia sampai sekarang masih banyak diminati.

c. Kebutuhan egoistik, adalah kebutuhan kepuasan yang berhubungan

dengan kebebasan orang untuk mengerjakan sesuatu sendiri dan puas

karena berhasil menyelesaikannya. Salah satu motif pegawai bekerja

adalah diperolehnya kepuasan kerja dalam organisasi. Seorang

pegawai akan merasa lebih dihargai apabila dia mendapatkan tanggung

jawab yang lebih besar serta kesempatan untuk menyelesaikan

pekerjaannya.

Motivasi sebagai usaha sumber daya manusia yang timbul sebagai

hasil akumulasi dari adanya kemampuan terpadu atas daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki seseorang untuk menentukan kecepatan dan ketepatan

18

Page 19: Revisi Thesis s2

kualitas hasil pekerjaan, sehingga bila semua jenis dan sumber tingkat

pekerja dipadukan dengan baik, akan didapatkan irama kerja yang dinamis

dan produktif (Hasibuan, 1997).

Prinsip dasar bagi pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah

sebagai berikut :

1) Pegawai dipandang sebagai suatu investasi yang jika dikembangkan

dan dikelolah secara efektif akan memberikan imbalan jangka panjang

bagi organisasi dalam bentuk produktifitas yang lebih besar.

2) Manajer menyusun berbagai kegiatan, program, dan praktek yang

memuaskan kebutuhan-kebutuhan ekonomi dan emosional para

pegawai.

3) Manajer menciptakan lingkungan kerja di mana para pegawai dipacu

mengembangkan dan menggunakan keahlian mereka semaksimal

mungkin.

Semua teori motivasi menitikberatkan pada apa yang menyebabkan

orang berperilaku dengan cara tertentu. Adapun motivasi merupakan

kesediaan untuk melakukan sesuatu, dan dikondisikan dengan kemampuan

bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 1996).

Dari beberapa teori tentang motivasi, penelitian ini menggunakan

variabel motivasi yang diukur dengan menggunakan teori motivasi prestasi

(achievement motivation) dari Mc. Clelland, teori ini menyatakan bahwa

seorang karyawan memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan,

19

Page 20: Revisi Thesis s2

tergantung pada dorongan motivasi, situasi dan peluang yang ada,

kebutuhan yang akan didapat dari motivasi kerja adalah :

a. Kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan untuk berhasil dalam

setiap kegiatan. Kebutuhan untuk berprestasi demikian merupakan

motivasi bersedianya yang bersangkutan bekerja keras dan

berkreativitas dalam pekerjaannya. Hal ini dicirikan :

- Selalu menghindari spekulasi dan memiliki tanggung jawab yang

tinggi

- Mempunyai semangat dan ingin unggul dalam setiap kesempatan

- Cenderung bekerja terus tanpa istirahat dan mempunyai inisiatif

yang luar biasa.

- Menghendaki umpan balik dari setiap kegiatannya.

- Senang pada pekerjaan yang menantang dan mau bekerja tanpa

mengharapkan imbalan mated

- Rasa kekerabatan yang bersangkutan biasanya rendah

b. Kebutuhan akan afiliasi merupakan suatu keinginan untuk

menyenangkan orang lain dan mempunyai rasa diterima oleh orang lain

di lingkungannnya (sense of belonging), merasa dirinya penting (sense

of importance), ingin maju (sense of achievement) dan perasaan ingin

ikut serta (sense of participation). Hal ini dicirikan :

- Selalu ingin menggalang persaudaraan dengan orang lain.

- Suka berkawan dengan orang lain dan mempunyai rasa sosial yang

tinggi

20

Page 21: Revisi Thesis s2

- Mau mengubah pendapat sendiri untuk menghindari perselisihan

- Ska berkumpul dengan orang lain dan percaya pada seseorang

- Suka membantu orang lain bila ada kesempatan.

c. Kebutuhan akan kekuasaan, dapat menjadi motivasi seseorang untuk

mencapai kuasa dan dihormati orang, yang bersangkutan mau bekerja

dengan cara mengerahkan segala kemampuan yang ada pada dirinya.

Hal ini dicirikan :

- Selalu bersedia menjadi pelopor dalam Setiap kegiatan

- Selalu mencari kedudukan sebagai pimpinan

- Mempunyai sifat yang selalu mendesak, memimpin dan kalau perlu

mengekang orang lain

- Kalau berbicara berlebih-lebihan dan kadang-kadang bersifat

mengancam untuk mendesakkan kemauannya.

Dari uraian mengenai teori motivasi di atas, dapat disimpulkan

tentang hal-hal yang mempengaruhi motivasi pegawai dalam sebuah

organisasi diantaranya adalah :

- Motivasi para bawahan hendaknya dilakukan dengan memenuhi

keinginan dan kebutuhannya akan material dan non material yang

memberikan kepuasan bagi mereka.

- Keberadaan dan prestasi kerja bawahan hendaknya mendapat

pengakuan dan penghargaan yang wajar dan tulus.

- Pengarahan dan pemberian motivasi hendaknya dilakukan sescara

persuasif dan dengan kata-kata yang dapat merangsang gairah kerja

21

Page 22: Revisi Thesis s2

- Pemberian alat motivasi hendaknya disesuaikan dengan status sosial

dan kedudukannya dalam organisasi.

- Motivasi bawahan hendaknya memberikan kesempatan dan tantangan

untuk berprestasi dan promosi.

C. Budaya

Banyaknya definisi dan konsep tentang budaya organisasi diajukan

oleh para pakar seperti Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya

organisasi sebagai "suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-

anggota organisasi itu dan menjadi suatu sistem dari makna bersama".

Sementara itu Schein (1991) memilih definisi yang dapat menjelaskan

bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti

sekarang, atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup

organisasi dipertaruhkan. untuk itu diperlukan definisi-definisi yang dapat

membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang

mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah. Goldtein (1997)

menyatakan budaya organisasi adalah totalitas pola perilaku dan

karakteristik pola pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan,

pelayanan, perilaku dan tindakan dari karyawan. Dan Simmons (1997)

menyatakan salah satu elemen budaya organisasi adalah kinerja karyawan

yang menonjol dianggap penting dalam organisasi.

Dari beberapa definisi di atas, satu yang dikenal secara umum dapat

ditetapkan bahwa budaya berkaitan dengan makna bersama, nilai dan

keyakinan (Nicholson,1997). Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu

22

Page 23: Revisi Thesis s2

organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh

individu anggota organisasi mulai dari pucuk pimpinan sampai ke front

lines (Juechter, 1998), sehingga tidak ada aktifitas yang dapat melepaskan

diri dari budaya.

Dalam mempelajari budaya organisasi dapat dikelompokkan dalam

empat pendekatan Robert & Hunt (1994) yaitu beberapa sarjana

memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam

organisasi dan kelompok kerja. Kelompok kedua tertarik mengenai mitos,

cerita dan bahasa sebagai manifestasi budaya. perspektif ketiga

memandang tatacara dan seremonial sebagai manifestasi budaya. Dan

kelompok keempat mempelajari interaksi antar anggota dan simbol-simbol,

sedangkan dalam penelitiannya Schein (1997) menyatakan bahwa budaya

organisasi ditemukan dalam tiga tingkatan yaitu :

a. Artifak, dimana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat

diartikan, misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi, cara

berpakaian dan lain-lain.

b. Nilai, yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari artifak. Nilai

ini sulit diamati secara langsung, oleh karenanya seringkali perlu untuk

menyimpulkan melalui wawancara dengan anggota kunci organisasi

atau menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.

c. Asumsi dasar, merupakan bagian penting dari budaya organisasi.

Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula sebagai nilai-

23

Page 24: Revisi Thesis s2

nilai yang didukung. Bila asumsi dengan nilai terletak pada nilai-nilai

tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.

Mengacu pada tingkatan asumsi dasar di atas maka Schein

memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi.

Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya

suatu organisasi, karena asumsi menunjukkan apa yang dipercaya oleh

anggota sebagai kenyataannya dan karenanya mempengaruhi apa yang

mereka pahami,pikirkan dan rasakan.

Dimensi Asumsi dasar organisasi adalah :

a. Terkaitan dengan lingkungan, aspek ini mengamati asumsi yang lebih

mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan.

Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi

memandang hubungan tersebut. Terdapat 3 dimensi dari aspek ini

pertama, tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi

dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat dari jenis produk yang

dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan atau dimana pasar

utamanya utamanya, kedua tentang pandangan mereka terhadap

lingkungan ekonomi, politk, teknologi, sosial budaya atau yang lainnya.

Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi

terhadap lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi

oleh atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.

b. Hakekat kegiatan manusia, aspek ini menyangkut pandangan semua

anggota organisasi tentang hal-hal yang perlu dikerjakan oleh manusia

24

Page 25: Revisi Thesis s2

atas asumsi mengenai reatitas, lingkungan dan sifat manusia di atas,

apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi atau lainnya. Apa

yang dimaksud kerja dan apa yang dimaksud bermain. dimensi utama

dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan yaitu

apakah proaktif, reaktif atau harmoni.

c. Hakekat realitas dan kebenaran, Aspek ini menyangkut pandangan

anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan perilaku yang

menetapkan mana yang riel dan mana yang tidak, mana yang fakta,

bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah kebenaran

diungkapkan atau ditemukan, Terdapat 4 krtieria dimensi, pertama

tentang realita fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektif atau

fakta, kedua tentang realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas

opini, kebiasaan, dogma dan prinsip, ketiga tentang realitas subjektif yang

mempersoalkan pengalaman subyektif alas pendapat, kecenderungan

dan cita rasa pribadi dan keempat tentang kriteria kebenaran yang berarti

bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan apakah oleh tradisi,

dogma, moral atau agama, pendapat orang bijak atau yang berwenang,

proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau pengujian ilmiah.

d. Hakekat waktu, aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota

organisasi tentang orientasi dasar waktu, terdapat 2 aspek, pertama

tentang arahan fokus yang menyangkut masa lalu, kini dan masa yang

akan datang, kedua tentang apakah ukuran waktu yang relevan yang

25

Page 26: Revisi Thesis s2

berlaku dalam organisasi tersebut mempergunakan satuan detik, menit

jam dan seterusnya.

e. Hakekat sifat manusia, aspek ini menyangkut pandangan anggota

organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut

yang dianggap intrinsik atau puncak terdapat 2 dimensi dari aspek ini,

pertama tentang sifat dasar yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat

baik, buruk atau netral, kedua mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu

apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat

berubah dan disempurnakan.

f. Hakekat hubungan antar manusia, aspek ini menyangkut pandangan

manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi

manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan

atau cinta. Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistik,

kolaboratif kelompok atau komunal, terdapat 2 dimensi yaitu struktur

hubungan manusia yang memiliki alternatif linearitas, kolateralitas atau

individualitas dan struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi

otokrasi, patenalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegalitas.

g. Homogeneity vc Diversity, apakah kelompok yang baik itu berada dalam

kondisi homogen atau berbeda, dan apakah individu dalam kelompok

didukung untuk berinovasf ataukah harus menyesuaikan visi.

Budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan

pegawai. Bagaimana budaya organisasi mempengaruhi keduanya dapat

dilihat pada gambar 1 berikut :

26

Page 27: Revisi Thesis s2

Kepuasan

Gambar 1. Bagaimana Budaya Organisasi Berampak Pada Kinerja dan Kepuasan

(Sumber : Robbins, terjemahan, 1996)

Berkaitan dengan gambar 1, Robbins (terjemahan, 1996)

mengemukakan persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini

kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan dengan dampak

yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat.

Budaya kuat tersebut dikemukakan Robbins (terjemahan, 1996),

adalah Budaya dimana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut

bersama secara meluas. Selanjutnya Robbins mengungkapkan bahwa

makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar

komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. konsisten

dengan definisi ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang

besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat

kebersamaan (sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal

dari kendali perilaku yang tinggi.

Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa tingginya dukungan

dan komitmen pada nilai-nilai organisasi menunjukkan kuatnya budaya

Faktor Obyektif- Inovasi dan

pengambilan resiko- Perhatian ke hal rinci- Orientasi hasil- Orientasi orang- Orientasi tim- Keagresifan- Kemantapan

BudayaOrganisasi

KekuatanTinggi

Rendah

Kinerja

Kepuasan

Dipersepsikan sebagai

27

Page 28: Revisi Thesis s2

organisasi, yang kemudian dapat mempengaruhi kepada tingginya kinerja

organisasi dan kepuasan kerja pegawainya.

Budaya organisasi tidak ada begitu saja, tetapi harus diciptakan,

dipelihara dan diperkuat, bahkan diubah agar sesuai dengan tuntutan

internal maupun eksternal organisasi. Isi dari suatu budaya organisasi

terutama berasal dari 3 sumber (Baron & Greeenberg, 1990) yaitu :

a. Pendiri organisasi, pendiri tersebut sering disebut memiliki kepribadian

dinamis, nilai yang kuat dan visi yang jelas tentang bagaimana

organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam

menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada

karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh karyawan

organisasi dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada dalam

organisasi tersebut atau bahkan setelah pendirinya meninggafkan

organisasi.

b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan

organisasi terhadap tindakan tertentu, kebijakan, produknya, mengarah

pada pengembangan berbagai sikap dan nilai.

c. Karyawan, hubungan kerja, karyawan membawa harapan, nilai, sikap

mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas

utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Jadi budaya

organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang mendirikan

organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi

beroperasi dan oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut.

28

Page 29: Revisi Thesis s2

Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu

dengan merujuk kepada pendapat Robbins (terjemahan, 1996) sebagai

berikut :

1. Inovasi dan pengambilan resiko Inisiatif individual, tingkat tanggung

jawab, kebebasan yang dimiliki individu, sejauh mana karyawan

dianjurkan untuk bertindak inovatif dan mengambil resiko dengan inovasi

yang mereka lakukan.

2. Perhatian kepada hal-hal yang rinci, sejauhmana para karywan

diharapkan memperlihatkan kecermatan analisis dan perhatian kepada

tugas-tugas secara detail dan terperinci.

3. Orientasi pada hasil, sejauhmana manajemen menfokus pada hasil

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil

itu.

4. Orientasi pada orang, sejauh mana keputusan manajemen

memperitungkan efek dari hasil-hasil pada orang-orang dalam

organisasi itu.

5. Orientasi pada tim, sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar

tim-tim, bukannya individu-individu.

6. Keagresifan, sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan

bukannya santai-santai. keagrsifan ini dapat dilihat dari bagaimana

karyawan bekerja untuk memanfaatkan waktu untuk pekerjaannya,

berinisiatif dan berusaha untuk meraih keuanggulan dalam setiap

pekerjaannya dan bukan untuk yang lain di luar pekerjaannya..

29

Page 30: Revisi Thesis s2

7. Kemantapan, sejauhmana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya kestabilan dalam sebuah pertumbuhan. Organisasi

menekankan agar senantiasa berada pada posisi mantap, dengan

prosedur tertentu melakukan kegiatan, berada pada sebuah mekanisme

yang berkembang.

D. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan prinsip utama bagi kelangsungan hidup

setiap bangsa karena pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses

untuk membawa perubahan yang sesuai dengan tingkah laku yang

diharapkan oleh seseorang atau masyarakat. Perubahan tingkah laku yang

diharapkan dalam pendidikan menurut Purwanto (1989 : 17) adalah :

a. Perubahan tentang apa yang diketahui, yaitu pengetahuan.

b. Perubahan tentang apa yang dipikirkan, yaitu sikap.

c. Perubahan tentang apa yang dilakukan, yaitu keterampilan.

d. Perubahan tentang apa yang diinginkan, yaitu motivasi.

Perubahan-perubahan yang terjadi terhadap pengetahuan, sikap,

keterampilan, dan motivasi akan mempercepat kea rah kedewasaan

dengan cirri-ciri menampakkan diri dengan bentuknya, beranggapan

mempunyai ketetapan, mereka, tetap stabil, kuat, membantu, tahu

mengambil dan menentukan jalan, tidak tergantung orang lain.

Nasution (1995 : 10) juga berpendapat bahwa pendidikan berkenaan

dengan perkembangan dan perubahan kelakuan yang dididik. Pendidikan

bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan

30

Page 31: Revisi Thesis s2

dan aspek - aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Pendidikan

adalah proses mengajar dan belajar pola - pola kelakuan manusia menurut

apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Dengan demikian melalui pendidikan seseorang diharapkan secara

bertahap akan mengalami perubahan, baik langsung maupun tidak

langsung, sehingga proses kedewasaan akan terjadi pada diri manusia dan

berkemampuan. Melalui pendidikan pula seseorang akan meningkatkan

kualitas hidupnya serta mampu mengatasi masalah dalam kehidupannya.

Untuk menghasilkan manusia yang terdidik dan bermutu secara

bersamaan dan sejajar tentu tidaklah sama. Tingkat penerimaan / proses

penyerapan pendidikan setiap manusia atau golongan secara umum pastilah

berbeda. Masyarakat yang mampu menerima / menyerap dengan cepat

adalah masyarakat yang termasuk golongan atas dengan tingkat pendidikan

yang tinggi, sedang golongan menengah adalah termasuk masyarakat yang

tingkat pendidikannya sedang tetapi masih mampu menyerap proses

pendidikan dengan cepat, dan yang terakhir adalah golongan kebawah yang

proses penyerapan pendidikannya sangat lamban dan dalam prakteknya

harus mempergunakan cara-cara seperti peniruan, pembujukan dan

propaganda. Yang termasuk golongan ini adalah masyarakat pedesaan

(umumnya para petani) dengan perilaku kehidupan sederhananya.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat khususnya bagi masyarakat pedesaan yang jumlahnya lebih

besar. Salah satunya adalah dengan menghadirkan inovasi-inovasi baru

31

Page 32: Revisi Thesis s2

dalam penyuluhan dengan terus meningkatkan sumberdaya penyuluh

melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang disediakan

oleh pemerintah. Karena penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan

diluar sekolahan untuk keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana mereka

belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan

memuaskan. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan

yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan

dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat. (Martoyo ; 2000 :

85).

Dengan demikian jelaslah bahwa melalui pendidikan formal, dapat

mempengaruhi prilaku, sikap dan mental seseorang yang pada akhirnya

akan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang tinggi.

Pendidikan dapat diselenggarakan oleh sekolah dan diluar sekolah.

Pendidikan disekolah sering disebut sebagai pendidikan formal, karena

diperlukan persyaratan dan hirarki tertentu sebelum seseorang masuk

kedalamnya. Jalur pendidikan formal meliputi jenjang Sekolah Dasar,

Sekolah Lanjutan yang terdiri dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan yang terakhir adalah Perguruan Tinggi.

Seseorang yang mengikuti jalur pendidikan formal disekolah dapat

memperoleh :

a. Suatu pengetahuan mengenai lingkungan sekitar,

32

Page 33: Revisi Thesis s2

b. Kontrol (pengendalian) gerak yang cukup, untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan pribadinya,

c. Keterampilan-keterampilan bahasa, sehingga memungkinkan baginya

mengikuti percakapan-percakapan yang sederhana,

d. Suatu pengertian antara pribadi dan kelompok.

Pada tingkat pendidikan atas, akan lebih memantapkan dan

memperluas kemampuan dasar yang dimiliki sebelumnya. Dengan

berdasarkan pada penjenjangan pendidikan, akan dapat diketahui

kedalaman pengetahuan dan luasnya wawasan seseorang dalam

menguasai informasi, sehingga dapat dibedakan bagi seseorang yang satu

dengan yang lain, setelah melalui pendidikan.

UNESCO mengembangkan konsep baru tentang pendidikan, yaitu

berusaha menyatukan kegiatan pendidikan, baik pendidikan formal,

pendidikan non formal mapun in formal sebagai paket pendidikan terpadu.

Oleh karena itu sebagai pendidikan seumur hidup dan terpadu, maka

proses pendidikan tidaklah semata-mata bertujuan untuk membentuk

pengetahuan, sikap, keterampilan, melainkan dapat mengembangkan

potensi yang ada pada seseorang sepanjang hidup.

Konsep pendidikan sedemikian rupa, tercermin pula dalam

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan

Nasional, yaitu : Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia

Indonesia serta bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

33

Page 34: Revisi Thesis s2

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman, bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakat dan kebangsaan.

Secara keseluruhan suatu proses pendidikan akan sangat

mempengaruhi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Untuk itu tujuan

pendidikan sekurang-kurangnya mencakup empat fungsi dasar, yaitu :

a. Pengembangan pribadi (individu) yang meliputi aspek pribadi, etis,

estetis dan emosional,

b. Pengembangan cara berfikir dan tekhnik memeriksa kecerdasan yang

terlatih.

c. Penyebaran warisan budaya dan nilai moral bangsa.

d. Pemenuhan kebutuhan sosial, kesejahteraan ekonomi sosial dan politik

serta lapangan tekhnik.

Dengan demikian jelaslah bahwa melalui pendidikan formal, dapat

mempengaruhi prilaku, sikap dan mental seseorang yang pada akhirnya

akan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang tinggi.

E. Manajemen Pendidikan

Manajemen terdiri atas dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem

sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala sesuatu

yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat

oleh pemerintah pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang

34

Page 35: Revisi Thesis s2

pengaturannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua sistem

tersebut dalam pelaksanaannya tidak berlaku secara ekstrim, tetapi

merupakan bentuk kontinyu dengan pembagian tugas dan wewenang antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal demikian pun berlaku pula

dalam manajemen pendidikan di Indonesia, sebagaimana sesuai dengan

penjelasan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun

1989, bahwa pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi),

namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan

secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan karena

masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan mengurangi hal-hal yang

sifatnya negatif, maka pengelolaan tersebut dipadukan sistem sentralisasi

dan sistern desentralisasi. Sistem pengaturan yang sentralistik bertujuan

untuk menjamin integritas kesatuan dan persatuan bangsa. Tilaar (1994)

mengatakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang strategik

dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta

didik adalah kelompok umur yang secara paedagogik sangat peka terhadap

pembentukan kepribadian. Dalam jenjang pendidikan inilah dapat diletakkan

dasar-dasar yang kokoh bagi ketahanan nasional dan daerah, serta nilai-nilai

patriotisme dan cinta tanah air sebagai negara Republik Indonesia.

Manajemen pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk

mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itu dari yang

sederhana sifatnya sampai yang kompleks, tergantung dari ruang lingkup

35

Page 36: Revisi Thesis s2

dan kegiatan yang dimaksud. Apabila tujuan itu jelas maka cara

pencapaiannya pun terarah. Dengan adanya tujuan yang jelas maka tujuan

itu tidak dapat dicapai jika dalam pelaksanaannya dilakukan oleh satu orang

saja, tetapi harus melalui suatu kerjasama dengan orang lain dalam berbagai

bentuk kegiatan dan kewajiban. Manajemen pendidikan merupakan

penerapan dan prinsip manajemen pada umumnya, dengan demikian

manajemen pendidikan mempunyai ciri khas.

Manajemen pendidikan senantiasa bermuara pada tujuan pendidikan

yaitu pengembangan kepribadian dan kemampuan dasar peserta didik.

Berdasarkan prosesnya, manajemen pendidikan harus dilandasi sifat eduktif

yang berkenaan dengan unsur manusia yang tidak semata-mata dilandasi

prinsip efektivitas dan efisiensi, melainkan juga dilandasi dengan prinsip

mendidik. Oleh karena itu orientasi dari pada manajemen pendidikan adalah

terfokus atau terpusat pada peserta didik.

Pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem

pendidikan, baik melalui penataan perangkat Iunak (soft ware) maupun

perangkat keras (hard ware). Diantara upaya tersebut, antara lain

dikeluarkannya Undang-Undang No.22 dan 25 tahun 1999 tentang otonomi

daerah, yang secara langsung berpengaruh terhadap perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Bila sebelumnya pengelolaan

pendidikan merupakan wewenang pusat, maka dengan berlakunya undang-

undang tersebut kewenangannya berada pada pemerintah daerah

kota/kabupaten. Dalam kaitan ini visi, misi dan strategi Kantor Departemen

36

Page 37: Revisi Thesis s2

Pendidikan Nasional pada tingkat kabupaten harus dapat

mempertimbangkan dengan bijaksana kondisi nyata organisasi maupun

lingkungannya, dan harus mendukung pula misi pendidikan nasional, serta

harus mampu memelihara garis kebijaksanaan dari birokrasi yang lebih

tinggi. DI samping itu, tujuan harus layak, dapat dicapai dengan kemampuan

yang ada, serta memiliki wawasan tentang gambaran ideal kondisi

pendidikan yang diharapkan masa depan.

Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa manajemen pendidikan juga

dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan

proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik tujuan

jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.

Otonomi sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam

mengelola sekolahnya sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan

kemandiriannya, sekolah lebih leluasa dalam mengembangkan program

program yang tentu saja lebih proporsional dengan kebutuhan dan potensi

yang dimilikinya. Demikian juga dengan pengambilan keputusan yang

partisipatif, pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan

keputusan, maka rasa memiliki sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa

memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab, dan

peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga

sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan yang

partisipatif. Baik meningkatkan otonomi sekolah maupun pengambilan

37

Page 38: Revisi Thesis s2

keputusan partisipatif semuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah

berdasarkan kebijakan nasional yang berlaku (Diknas, 2001).

peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan

atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang (otonomi)

kepada sekolah dan mendorong sekolah agar melakukan pengambilan

keputusan partisipatif. Lebih rinci manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah bertujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah

dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

mengsukseskan tingkat satuan pendidikan (KTSP).

3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,

dan pemerintah tentang mutu sekolah.

4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antara sekolah tentang mutu

pendidikan yang akan dicapai.

Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan terus-menerus dilakukan

baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi

setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk

meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Pemerintah dalam hal ini Menteri pendidikan Nasional juga mencanangkan

”Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Namun

demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan

peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota,

38

Page 39: Revisi Thesis s2

menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan,

namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai

pengamatan dan analisis, sedikitnya terdapat tiga faktor yang menyebabkan

mutu pendidikan tidak mengalami perubahan secara merata (Depdiknas,

2001).

Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan

pendekatan education production fuction atau input-ouput analisys yang

tidak dilaksanakan secara konsekuen. Faktor kedua, penyelenggaraan

pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik. Faktor ketiga,

peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan

pendidikan selama ini sangat minim.

Sidi (dalam Mulyasa, 2003a) mengemukakan empat isu kebijakan

penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam

rangka otonomi daerah. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan mutu

pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan

relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan pendidikan. Keempat hal

tersebut adalah :

1. Untuk peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan

tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus

nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar

kompetensi yang mungkin akan berbeda antarsekolah atau antardaerah

akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar

minimal, normal dan unggulan.

39

Page 40: Revisi Thesis s2

2. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada

pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan

yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya

yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis

masyarakat, peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada

level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui

komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru

senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat dan perwakilan siswa. Peran

komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi

program kerja sekolah.

4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang

berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan

pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan

dengan adanya standar kompetensi minimal serta pemerataan standar

pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.

Sesuai dengan hal tersebut, maka dalam rangka melaksanakan

otonomi daerah, mengantisipasi perubahan-perubahan global pada

persaingan pasar bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, dan

teknologi, khususnya teknologi informasi yang semakin hari semakin

canggih, maka pelayanan pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang

transparan, berkeadilan, dan demokratis.

40

Page 41: Revisi Thesis s2

F. Kualitas Pendidikan

Solmon dalam The Quality of Education (Psacharopaulos, 2004 : 53)

menyatakan bahwa untuk memahami kualitas pendidikan diperlukan

pertimbangan tentang bagaimana kualitas itu diukur. Dalam hubungan ini

terdapat beberapa sudut pandang dalam mengukur kualitas pendidikan yaitu:

a. Pandangan yang menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan

(sekolah atau College)

b. Pandangan yang melihat pada proses pendidikan

c. Pendekatan teori ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada

siswa atau pada penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan

oleh institusi dan atau program pendidikan.

Pandangan tersebut masing-masing punya kelemahan, namun

demikian pengukuran tersebut tetap perlu guna melihat masalah kualitas

pendidikan, yang jelas diakui yaitu masalah peningkatan kualitas pendidikan

bukanlah hal yang mudah sebagaimana diungkapkan oleh Stanley J.

Spanbauer (2002: 49) It is a long term effort which require organizational

change and restructuring". Ini berarti bahwa banyak aspek yang berkaitan

dengan kualitas pendidikan, dan suatu pandangan komprehensi mengenai

kualitas pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan kondisi

pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik tekan dalam

melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan tujuan suatu

kajian atau tinjauan Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan

sendirinya, dia merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, jika suatu

41

Page 42: Revisi Thesis s2

proses pendidikan berjalan baik, efektif dan efisien, maka terbuka peluang

yang sangat besar memperoleh hasil pendidikan yang berkualitas. Kualitas

pendidikan mempunyai kontinum dari rendah ke tinggi sehingga

berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks pendidikan sebagai

suatu sistem, variabel kualitas pendidikan dapat dipandang sebagai variabel

terikat yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim

organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan

sebagainya.

Terdapat beberapa sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana

gedung yang bagus, guru yang bermutu dan bermoral yang tinggi, hasil ujian

yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan

komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,

kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajaran anak

didik, kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor

tersebut.

Hal tersebut menunjukkan banyaknya sumber mutu dalam bidang

pendidikan, sumber ini dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu

kualitas pendidikan, hasil studi Heyman dan Loxley tahun 1989 (Mintarsih

Danumiharja 2004:6) menyatakan bahwa faktor guru, waktu belajar,

manajemen sekolah, sarana fisik dan biaya pendidikan memberikan kontribusi

yang berarti terhadap prestasi belajar siswa. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk penyelenggaraan proses

pendidikan di sekolah menjadi salah satu faktor penting untuk dapat

42

Page 43: Revisi Thesis s2

memenuhi kualitas dan prestasi belajar, dimana kualitas dan prestasi belajar

pada dasarnya menggambarkan kualitas pendidikan.

Sehubungan hal tersebut, Nanang Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya

peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-

kurangnya tiga faktor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan

dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar, (2) Mutu

proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif: dan (3) Mutu

keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai. Jadi

kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan

dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional

kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja

memerlukan sumberdaya pendidikan termasuk biaya.

G. Peningkatan Mutu dalam Pembelajaran

Dalam lingkungan pendidikan sekarang ini terus mengalami

perubahan dari era sebelumnya, karena itu yang hanya bersifat konstan

adalah perubahan. Sebagian sekolah dapat secara efektif mengelola

perubahan. Sekolah-sekolah tersebut secara berkelanjutan mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka, strategi, sistem dan

budaya untuk kelangsungan hidup dan bahkan lebih baik meskipun ada

trauma atau gelombang keterkejutan disebabkan oleh perubahan

kekuasaan di dalam dan kebanyakan faktor eksternal terhadap institusi.

43

Page 44: Revisi Thesis s2

Spanbauer dalam Hubbard, ed (1993:394) menjelaskan sekolah-

sekolah yang berhasil, telah menerapkan dua strategi utama. Pertama,

menggunakan pendekatan sistem yang melakukan peninjauan ulang

secara lebih cepat terhadap proses yang berhubungan langsung

dengan pelajar. Kedua, hal yang paling penting dan langsung

berdampak positif adalah terlibatnya guru-guru secara aktif dalam

pembuatan keputusan dan manajemen sekolah.

Pemberdayaan guru merupakan hal yang penting, karena peran

mereka sangat strategis dalam proses pengajaran dan pembelajaran

sebagai inti dari pendidikan. Untuk peningkatan mutu pembelajaran,

banyak sekolah yang sudah menerapkan manajemen mutu terpadu

atau Total Quality Management (TQM) sehingga berhasil pada

beberapa dekade terdahulu. Bagaimanapun, manajemen peningkatan

mutu terpadu lebih dari sekedar mengelola perubahan dan menangkap

semua kekuatan eksternal yang terjadi di sekolah. Tepatnya

manajemen mutu terpadu sebagai suatu konsep komprehensif dan

transformasi budaya dan dukungan oleh filosofi organisasi yang kuat.

Perlu diterapkan sebuah manajemen yang membuat rencana untuk

inovasi dan keunggulan pada segala sesuatu yang dilakukan secara

berkelanjutan untuk perbaikan sekolah.

Spanbauer (1993) mengemukakan komponen-komponen dari

model implementasi TQM dalam pendidikan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan.

44

Page 45: Revisi Thesis s2

Untuk memulai TQM dalam lingkungari pendidikan memerlukan

perhatian terhadap kepemimpinan dengan fokus atas

pemberdayaan, yang dapat dan membagi pengambilan keputusan

sementara pelatihan anggota lain untuk menjamin mereka lebih

bertanggung jawab. Hal itu diarahkan untuh lebih membantu

personil sekolah daripada memerintah.

2) Pendekatan fokus terhadap pelanggan.

Pendekatan fokus terhadap pelanggan ini adalah proses yang

khusus untuk mengidentifikasi para pelanggan, mengumpulkan

informasi dari mereka dan menjawab kebutuhan mereka agar

supaya tercapai harapan-harapan mereka. Berkaitan dengan hal ini,

TQM memajukan perencanaan efektif, menggunakan gagasan dari

keseluruhan organisasi seperti halnya juga dari luar. Informasi dari

dalam dan dari luar digabungkan bersama dengan menggunakan

seperangkat alat perencanaan. Alat-alat ini membantu

pengembangan seperangkat arah strategik yang konsisten dengan

misi dan tujuan organisasi sekolah.

3) Iklim Organisasi

Sistem TQM lebih mengutamakan pencegahan masalah yang

muncul daripada mengawasi dari hasil akhir dengan menata proses

dalam suatu jaminan pencegahan munculnya kegagalan.

4) Tim Pemecahan Masalah.

45

Page 46: Revisi Thesis s2

TQM memerlukan lingkungan pemecahan masalah, dengan suatu

tim yang terdiri dari sejumlah personil terus bergerak setiap saat

dalam sutau pekerjaan dan departemen.

5) Tersedia Data yang Bermakna

Dalam konsepnya, proses pemecahan masalah memerlukan

seperangkat alat dan prosedur umum untuk orientasi bidang

penelitian.

6) Metode ilmiah dan Alat-alat

Lingkungan ini dengan perhatian penuh mengindentifikasi dan

mengeliminasi, bekerja dengan menggunakan metode ilmiah dan

pendekatan statistik dalam payung setiap proses manajemen.

7) Pendidikan dan Latihan

Sebagai sebuah paradigma baru, TQM menyentuh semua personil

sekolah dalam semua tingkat organisasi. Dalam pergantian

paradigma ini, suatu kelangsungan proses pendidikan dan program

latihan diperlukan untuk semua staf. Konsep dasar kualitas harus

dipikirkan alat-alat dan teknologi, serta hasil yang diinginkan harus

secara kreatif diaplikasikan dalam keseluruhan organisasi sehingga

dicapai lebih baik kebutuhan pelanggan. Diperlukan pengembangan

strategi berkelanjutan, sebab TQM memberikan suatu perencanaan

jangka panjang, sistematik, tranformasi metoda bagi reformasi

sekolah.

46

Page 47: Revisi Thesis s2

Penerapan manajemen peningkatan mutu dalam agar tercapai

keunggulan pembelajaran unggul adalah pembelajaran yang

mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan siswa

untuk aktif, inovatif, pemanfaatan sarana dan prasaran yang banyak dan

bagus.

Penerapan manajemen pembelajaran dimaksudkan proses

pembelajaran. Suatu pembelajaran unggul adalah pembelajaran yang

mengutamakan hasil dan memberi peluang tinggi bagi guru dan siswa

untuk aktif, inovatif, pemanfaatan sarana dan prasarana yang banyak

dan bagus.

Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran unggul, maka harus

diperhatikan faktor-faktor berikut: (1) guru, (2) siswa, (3) metode

mengajar, (4) manajemen pembelajarart, (5) psikologi pembelajaran, (6)

lingkungan belajar,(7) sarana, prasarana, media, laboratorium, dan (8)

dana.

Jadi setiap guru sebagai manajer dalam proses pembelajaran

harus memperhatikan upaya penmgkatan kualitas belajar secara

berkelanjutan. Bagaimanapun, tanpa adanya upaya kreatif dan inovatif

dari guru terhadap pembelajaran di setiap sekolah secara terencana dan

terarah, maka tidak mungkin akan dicapai pembelajaran efektif. Karena

itu, peningkatan kualitas pengajaran merupakan konsekuensi dari

evaluasi, supervisi, dan pengawasan yang dilaksanakan di sekolah.

Ada beberapa kriteria pembelajaran unggul, yaitu:

47

Page 48: Revisi Thesis s2

1) Tingkatkan peranan siswa,

2) Kembangkan bahan ajar,

3) Pemanfaatan sumber belajar,

4) Tugas dan fungsi guru;

5) Metode yang tepat,

6) Keseimbangan jasmani dan rohani,

7) Mengerti bukan menghafal,

8) Sumber belajar.

H. Kerangka Pikir

Siswa Sekolah menengah di Kabupaten Bone mengemukakan

pendapatnya tanggapannya berupa persepsi tentang kedisiplinan,

motivasi dan budaya kerja yang terdapat di Sekolah ini.

Faktor kedisiplinan adalah berlaku dan diikuti oleh seluruh pihak

(Pegawai/Karyawan, Staff, Guru dan Siswa) yang karena terjadinya

kedisiplinan seluruh pihak, maka siswa mendapatkan manfaatnya, berupa

peningkatan persentase belajar. Faktor motivasi adalah merupakan energi

yang terdapat dan dimiliki oleh tiap individu pada seluruh pihak yang

terdapat di sekolah ini (Guru, Karyawan/Pegawai, Staff dan Siswa) agar

mereka dapat melakukan kegiatannya secara ikhlas dan serius demi

kesuksesan, terutama dalam kegiatan belajar mengajar.

Faktor budaya bekerja adalah sesuatu yang dimiliki oleh tiap

individu pada seluruh pihak yang terdapat di sekolah ini. Mereka yang

48

Page 49: Revisi Thesis s2

mengikuti budaya kerja adalah pihak yang mempunyai jiwa kebersamaan

sebagai bukti loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap organisasi

(sekolah).

Seluruh fakta tersebut (disiplin, motivasi dan budaya kerja

berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (menciptakan

kepuasan bagi siswa sekolah menengah ini). Hal tersebut dapat dilihat

pada kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Pikir

49

Page 50: Revisi Thesis s2

SMU 3 Di Kabupaten Bone

Persepsi (tanggapan) terhadap

Siswa SMU 3

Disiplin Belajar(X1)

Budaya Belajar(X3)

Motivasi Belajar(X1)

Prestasi Belajar

Kesimpulan/Rekomendasi

I. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pendahuluan rumusan masalah, maka dapat

diutarakan hipotesis sebagai berikut :

50

Page 51: Revisi Thesis s2

1. Faktor-faktor disiplin, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar adalah positif dan

signifikan.

2. Di antara ketiga faktor tersebut (disiplin, motivasi, dan budaya)

terhadap prestasi belajar siswa sekolah pada SMU 3 Kabupaten Bone.

51

Page 52: Revisi Thesis s2

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian tesis ini, dilakukan pada SMU 3 Kabupaten Bone

adalah penelitian mengenai persepsi siswa terhadap faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di SMU 3 yaitu mengenai

disiplin, motivasi dan budaya kerja pada sekolah bersangkutan di Kabupaten

pada Bone. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Juli,

Agustus dan September 2009.

B. Populasi dan Sampel

Berdasarkan data dari sekolh menengah yang menjadi obyek

penelitian bahwa jumlah populsi 150 orang. Perlu di informasikan bahwa

yang menjadi obyek penelitian adalah siswa SMU 3 Kabupaten Bone, karena

terpokus pada persepsi (tanggapan) siswa terhadap faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap presentase terhadap prestasi belajar pada SMU 3 ini.

Dari populasi 150 orang tersebut ditetapkan 30 orang atau 20 % dari

populasi tersebut. Teknik penerapan sampel adalah simple random

sampling.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan serta sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

51

52

Page 53: Revisi Thesis s2

1. Data primer, ialah data yang diperoleh dari responden siswa SMU 3

Kabupaten Bone yaitu data mengenai disiplin, motivasi, dan budaya kerja

yang terdapat di sekolah ini. Mereka yang menjadi responden 30 orang

adalah merupalkan sumber data primer (interval data) dan jika pihak

karyawan atau staf dan guru di wawancarai berarti mereka adalah

sumber data sekunder (external data).

2. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari pihak lain mengenai obyek

(siswa) itu diperoleh data secara tertulis yang pada umumnya adalah data

sekunder. Apabila diperoleh informasi berupa data primer dan sekunder

melalui sumber tertulis maka hal ini merupakan library research atau

penelitian kepustakaan seangkan data yang diperoleh secara langsung

dari responden dan informasi maka merupakan field research (penelitian

lapangan)

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Observasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung untuk

mendapatkan data primer dan atau data sekunder dari yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

2. Wawancara, yaitu dilakukan dengan seluruh responden untuk

mendapatkan masukan pada penelitian ini.

53

Page 54: Revisi Thesis s2

3. Kuesioner, yaitu dilakukan dengan menyebarkan daftar pertanyaan

kepada responden untuk diisi secara objektif tanpa ada tekanan atau

pengaruh dari pihak lain.

4. Kepustakaan (Library research), yaitu mempelajari literatur yang

berkaitan dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dan hipotesis penelitian

yang diutarakan, maka metode analisis menggunakan : Analisis statistik

inference menggunakan metode regresi berganda untuk mengetahui

pengaruh disiplin, motivasi dan budaya terhadap prestasi belajar siswa

sekolah menengah di Kabupaten Bone terhadap prestasi belajar siswa

dilakukan melalui pengujian koefisien regresi berganda yaitu b1, b2, b3 secara

parsial serta koefisien korelasi r. cara yang dipakai untuk menguji signifikansi

koefisien regresi : b0, b1, b2 dan b3 serta koefisien korelasi r dilakukan dengan

memakai uji t, sedangkan pengujian signifikansi regresi berganda (simultan)

dilakukan dengan memakai uji F.

F. Definisi Operasional

Berikut ini diberikan informasi atas beberapa istilah yang digunakan

dalam penelitian ini :

1. Prestasi belajar adalah wujud kepuasan atau hasil kerja dari belajar pihak

di sekolah menengah ini yaitu keryawan/staf dan guru sekolah dalam

melaksanakan tugas pokoknya, yaitu proses belajar mengajar. Prestasi

54

Page 55: Revisi Thesis s2

belajar yang diperoleh siswa adalah hasil kerja dari pihak lain dalam hal

kedisiplinan, motivasi dan budaya kerja. Hal ini berarti bahwa terjadinya

kedisiplinan, motivasi dan budaya yang memadai dari para guru dan

karyawan maka para siswa akan mendapatkan kepuasan sebagai

realisasi dari prestasi belajar siswa. Faktor kedisiplinan, motivasi dan

budaya tersebut juga kelakuan bagi siswa sekolah menengah ini, hal ini

juga berlaku untuk seluruh pihak yang terdapat pada sekolah ini.

3. Disiplin adalah kesediaan diri dari seluruh pihak untuk mematuhi,

menaati peraturan kerja dan perintah atasan (pimpinan) dengan penuh

kesadaran. Indikator yang digunakan antara lain menyangkut kedisiplinan

para pegawai/staf dan guru dalam melaksanakan tugasnya dan

ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan.

Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung

lima alternatif jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat disiplin Skor

4 untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan cukup setuju, skor 2

untuk pernyataan kurang disiplin dan 1 untuk pernyataan tidak disiplin.

4. Motivasi adalah usaha sumber daya manusia yang timbul sebagai hasil

akumulasi adanya dorongan dalam diri setiap pegawai dan guru serta

siswa sedagai perwujudan rasa tanggung jawab individu dalam

melaksanakan tugas, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan

kepemimpinan dalam upaya mencapai target yang telah ditetapkan.

Indikator yang digunakan dalam mengukur motivasi dengan

menggunakan teori dari Mc. Mlelland yaitu :

55

Page 56: Revisi Thesis s2

a. Kebutuhan prestasi, merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang

b. Kebutuhan afiliasi karena setiap orang mempunyai rasa diterima oleh

orang lain dilingkunganya, merasa dirinya penting, ingin maju dan

perasaan ingin ikut serta

c. Kebuthan kekuasaan, merangsang dan menimbulkan gairah kerja

yang akan menimbulkan persaingan yang dapat ditimbulkan secara

sehat.

Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung

lima alternative jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju, Skor 4

untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan ragu-ragu, Skor 2 untuk

pernyataan kurang setuju dan skor 1 untuk pernyataan tidak setuju.

5. Budaya adalah suatu persepsi, bersama yang dianut oleh tiap individu

organisasi (sekolah) dan menjadi suatu sistem dari makna bersama.

Indikator yang digunakan dalam mengukur budaya adalah dengan

menggunakan asumsi dasar yaitu :

a. Terkaitan dengan lingkungan, aspek ini mengamati asumsi yang

lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan

lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci

organisasi memandang hubungan tersebut.

b. Hakekaf kegiatan manusia, aspek ini menyangkut pandangan semua

anggota organisasi tentang hal-hal yang perlu dikerjakan oleh

manusia atas asumsi mengenai realitas, lingkungan dan sifat manusia

56

Page 57: Revisi Thesis s2

di atas, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi atau

lainnya.

c. Hakekat realitas dan kebenaran, Aspek ini menyangkut pandangan

anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan perilaku

yang menetapkan mana yang riel dan mana yang tidak, mana yang

fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah

kebenaran diungkapkan atau ditemukan.

d. Hakekat waktu, aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota

organisasi tentang orientasi dasar waktu.

e. Hakekat sifat manusia, aspek ini menyangkut pandangan anggota

organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa

atribut yang dianggap intrinsik atau puncak.

f. Hakekat hubungan antar manusia, aspek ini menyangkut pandangan

manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi

manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan

kekuasaan atau cinta.

g. Homogeneity vc Diversity, apakah kelompok yang baik itu berada

dalam kondisi homogen atau berbeda, dan apakah individu dalam

kelompok didukung untuk berinovasi ataukah harus menyesuaikan

visi.

Indikator yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan mengandung

lima altemative jawaban yaitu Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju, Skor 4

57

Page 58: Revisi Thesis s2

untuk pernyataan setuju, Skor 3 untuk pernyataan ragu-ragu, Skor 2 untuk

pernyataan kurang setuju dan skor 1 untuk pernyataan tidak setuju

58

Page 59: Revisi Thesis s2

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Variabel Penelitian

Deskripsi variabel penelitian merupakan uraian tentang sebaran

jawaban hasil kuesioner sehingga dapat diketahui tanggapan responden

terhadap variabel yang berpengaruh terhadap prestasi murid/siswa. Untuk

menggambarkan variabel penelitian atas jawaban responden, digunakan

label frekuensi. Tanggapan responden terhadap pengaruh faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi siswa, dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Disiplin Belajar (XI)

Disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-

standar organisasional unsur-unsur yang dinilai pada variable ini terdiri dari 8

item pertanyaan menyangkut tanggapan responden terhadap indikator

kedisiplinan siswa di Bone, tingkat ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan

waktu dalam menyelesaikan tugas akademik dan ketepatan dalam

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan. Variasi tanggapan

responden terhadap indikator dari variabel disiplin belajar terlihat pada tabel

berikut.

58

59

Page 60: Revisi Thesis s2

Tabel 1.

Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Disiplin Belajar (X1)

No Kategori Jumlah Perbandingan(%)

1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 2 6,664 Setuju 19 63,335 Sangat Setuju 9 30

Total 30 100

Sumber : Data diolah, 2009

Tabel 1 tersebut diatas menjelaskan bahwa tanggapan responden

terhadap kedisiplinan siswa, tingkat ketelitian guru dalam proses belajar

mengajar, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pembelajaran dan

ketepatan dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan aturan serta

pengaruhnya terhadap kinerja siswa. Dari 30 responden terdapat 9

responden atau 30% yang menyatakan sangat setuju terhadap adanya

pengaruh disiplin belajar terhadap kinerja guru dengan indikator tingkat

ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan waktu dalam menyelesaikan

pekerjaan dan ketepatan dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan aturan

terhadap prestasi belalar para siswa, sedang 19 responden atau 63,33%

menyatakan setuju, dan 2 responden atau 6,66% yang netral.

2. Motivasi (X2)

Motivasi merupakan usaha sumber daya manusia yang timbul

sebagai hasil akumulasi adanya dorongan dalam diri setiap murid sebagai

perwujudan rasa tanggung jawab individu dalam melaksanakan tugas,

ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan dalam upaya

60

Page 61: Revisi Thesis s2

mencapai target yang telah ditetapkan. Pada variabel ini unsur-unsur yang

dinilai terdiri dari 12 item pernyataan tentang tanggapan responden tentang

motivasi dengan indikator dari teori Mc.Clelland mengenai kebutuhan akan

prestasi, kebutuhan akan aflliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. Variasi

tanggapan responden terhadap indikator dari variabel motivasi terlihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 2.

Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Variabel Motivasi (X2)

No Kategori Jumlah Perbandingan(%)

1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 11 36,664 Setuju 19 63,335 Sangat Setuju 0 0

Total 30 100

Sumber : Data diolah, 2009

Tabel 2 tersebut diatas menunjukkan tanggapan responden

terhadap adanya pengaruh motivasi terhadap kinerja dengan beberapa

indikator teori Mc.Clelland mengenai kebutuhan akan prestasi, kebutuhan

akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan dan pengaruhnya terhadap

kinerja siswa di Kabupaten Bone. Dari 30 responden yang ada terdapat 19

responden atau 63,33% yang menyatakan setuju pada motivasi dengan

indikator mengenai kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan

kebutuhan akan kekuasaan. Sedang sisanya yakni 11 responden atau

responden atau 36,66% yang menyatakan netral.

61

Page 62: Revisi Thesis s2

3. Budaya Belajar (X3)

Budaya belajar merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh

siswa di Kabupaten Bone dan menjadi suatu sistem dari makna bersama.

Unsur-unsur yang dinilai pada variabel ini terdiri dari 8 item pertanyaan

menyangkut tanggapan responden antara lain terhadap indikator asumsi

dasar yakni keterkaitan Terkaitan dengan tingkungan, Hakekat kegiatan

manusia, Hakekat realitas dan kebenaran, Hakekat waktu, Hakekat sifat

manusia, Hakekat hubungan antar manusia dan Homogeneity vc

Diversity. Variasi tanggapan responden terhadap indikator dari variabel

budaya dasar terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.

Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Variabel Budaya Dasar (X3)

No Kategori Jumlah Perbandingan(%)

1 Tidak Setuju 0 02 Kurang Setuju 0 03 Netral 10 33,334 Setuju 20 66,665 Sangat Setuju 0 0

Total 30 100

Sumber : Data diolah, 2009

Tabel 3 tersebut diatas menjelaskan bahwa tanggapan responden

terhadap variable budaya belajar dengan indikator asumsi dasar serta

pengaruhnya terhadap kinerja siswa di Kabupaten Bone. Dari 30 responden

yang ada terdapat 20 responden atau 66,66% yang menyatakan setuju

adanya pengaruh budaya belajar terhadap kinerja dengan indikator asumsi

62

Page 63: Revisi Thesis s2

dasar dalam menciptakan budaya yang baik terhadap prestasi belajar siswa

di Kabupaten Bone, sedang 10 responden atau 33,33 % menyatakan netral.

B. Analisis Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan dibahas mengenai hubungan antara disiplin

belajar, motivasi dan budaya belajar terhadap prestasi belajar di SMU 3

Kabupaten Bone menggunakan hasil penelitian yang sudah diolah dari data

primer. Penelitian ini menggunakan analisisi regresi berganda yang diolah

dengan program SPSS for windows release 16. Hasil analisa regresi,

didapatkan ringkasan secara statistik sebagai berikut:

Tabel 11. Ringkasan Analisis Hasil Regresi Linier Berganda

Varibel bebas Estimasi Stindar t - hitung Sig - t Sig - F

Konstanta 1,596 1,481 1,078 0,291 0,000Disiplin belajar (x1) 0,689 0,195 3,544 0,002

Motivasi belajar (X2) 0,471 0,225 2,094 0,046Budaya belajar (x3) 0,958 0,231 4,154 0,000

R2 = 0,598

R2 adjusted = 0,552

F hitung = 12,887

N =30 t tabel = 2,056 Dari tabet di atas dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Y = 1,596 + 0,689 X, + 0,471 X2 + 0,958 X3

Sesuai hasil analisis regresi ANOVA diperoleh Fhitung sebesar 12,887

sedangkan Ftabel pada df,= 3 dan df2 = 26 pada tingkat kepercayaan 95

persen adalah 2,98, maka Fhitung lebih besar dari Ftabel atau nilai sign-F

lebih kecil dari level of significan (0,000<0,05), artinya semua variabel

63

Page 64: Revisi Thesis s2

independent yaitu disiplin belajar, motivasi belajar dan budaya belajar di

dafam model (secara simultan) berpengaruh terhadap variabei dependent

prestasi belajar siswa di Kabupaten Bone.

Dari hasil anafisis data, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)

adalah sebesar 0,598 menunjukkan bahwa variasi variabel terikat

(dependent) dapat dijelaskan oleh model atau keseturuhan variabel bebas

(independent) sebesar 59,8% dan sisanya sebesar 41,2% dijelaskan oleh

variabel yang tidak dimasukkan dalam model (error term).

Persentase pengaruh variabel independent terhadap variabel

dependent dalam persamaan regresi tersebut menunjukkan pengaruh yang

besar (59,8%). Dengan demikian, jika diukur dari besarnya pengaruh variabel

independent terhadap perubahan nilai variabel dependent tersebut, maka

persamaan regresi yang dihasilkan dalam model ini baik untuk mengestimasi

nitai variabel dependent.

C. Pembahasan

Dari analisis hasil penelitian, maka dapat diinterpretasi pengaruh

disiplin belajar, motivasi belajar dan budaya belajar terhadap kinerja kolektor

dalam siswa di Kabupaten Bone sebagai berikut :

1. Disiplin belajar

Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa disiplin belajar

sebagai variabel independent menunjukkan hubungan yang positif dan

signifikan terhadap siswa di Kabupaten Bone, hal tersebut menunjukkan

bahwa siswa di Kabupaten Bone memiliki tingkat disiplin yang tinggi.

64

Page 65: Revisi Thesis s2

Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin belajar yang

tinggi akan mempengaruhi kinerja dari siswa di Kabupaten Bone, dimana

siswa akan belajar lebih efisien dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya. pengaruh disiplin terhadap kinerja siswa di Kabupaten Bone

dengan indikator tingkat ketelitian siswa dalam belajar, ketepatan waktu

dalam menyelesaikan pekerjaan dan ketepatan dalam menyelesaikan

tugas sesuai dengan aturan instruksi guru.

Hal ini sejalar, dengan penelitian Narmodo dan Wajdi (2006) dengan

judul Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri yang menyatakan bahwa

motivasi dan disiplin mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja

pegawai Badan Kepegawaian Daerah Wonogiri. Disiplin mempunyai

pengaruh paling dominan terhadap kinerja dibanding dengan motivasi.

Selanjutnya Hasibuan, dkk (2004) dengan judul Analisis Pengaruh

Insentif, Motivasi, Disiplin belajar dan Budaya belajar terhadap Kinerja

Pegawai pada BPKD Kabupaten Banyumas menunjukkan ada pengaruh

insentif, motivasi, disiplin belajar dan budaya belajar terhadap kinerja

pegawai pada Kantor BPKD Kabupaten Banyumas. Pengaruh ini bersifat

positif artinya semakin baik disiplin belajar maka kinerja pegawai BPKD

Kabupaten juga semakin baik.

Mink dalam Ma'rifa (2004) melakukan studi tentang kinerja

yang menunjukkan beberapa karakteristik karyawan yang

mempunyai kinerja tinggi, yaitu :

65

Page 66: Revisi Thesis s2

1. Berorientasi pada prestasi, karyawan yang kinerjanya tinggi

memiliki keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi

tentang apa yang mereka inginkan untuk dirinya.

2. Percaya diri, Karyawan yang kinerjanya tinggi memiliki sikap

mental positif yang mengarahkan untuk bertindak dengan

tingkat percaya diri yang tinggi,

3. Pengendalian diri, karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai

rasa disiplin yang sangat tinggi,

4. Kompetensi, karyawan yang kinerjanya tinggi telah

mengembangkan kemampuan spesifik dan kompetensi

berprestasi dalam daerah pilihan mereka,

Presisten, karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai piranti

pekerjaan yang didukung oleh suasana psikologis dan bekerja

keras terus menerus untuk mencapai tujuan. Hubungan antara

disiplin dan kinerja dapat dilihat dari pengukuran disiplin yang baik

seperti yang dikemukakan oleh Leteiner (1985) yaitu :

a. Apabila pegawai datang di kantor dengan teratur dan tepat

pada waktunya.

b. Apabila mereka berpakaian serba baik pada tempat

pekerjaannya.

c. Apabila mereka menggunakan bahan-bahan dan perlengkapan-

perlengkapan dengan hati-hati.

66

Page 67: Revisi Thesis s2

d. Apabila mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang

memuaskan.

e. Mengikuti cara bekerja yang ditentukan oleh kantor

f. Apabila mereka menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang

baik.

2. Motivasi Belajar

Dari hasil regresi diketahui bahwa motivasi belajar sebagai variabel

independent menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap

siswa di Kabupaten Bone sebagaimana terdapat pada lampiran 3. Hal

tersebut menunjukkan bahwa siswa di Kabupaten Bone mempunyai

motivasi belajar yang tinggi.

Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa di Kabupaten

Bone sudah mempunyai motivasi yang tinggi untuk melaksanakan

tanggung jawabnya, siswa di Kabupaten Bone sebaiknya mempunyai

partner belajar yang baik dan solid dalam melakukan pekerjaannya. Selain

penghargaan atas kolektor yang diberikan oleh organisasi dapat diterima

oleh semua kolektor yang ada di organisasi antara lain bagi kolektor yang

mempunyai prestasi belajar yang baik akan mendapat jabatan atau posisi

yang lebih tinggi. Hal ini diharapkan dapat menjadi motivator bagi para

siswa dalam meningkatkan prestasi belajar. Selain itu yang dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa di Kabupaten Bone adalah dorangan

dari diri sendiri untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial.

Sebaiknya motivasi ini timbul dari dalam diri siswa itu sendiri karena

67

Page 68: Revisi Thesis s2

apabila dipaksakan tidak akan menjadi manfaat yang baik bagi siswa itu

sendiri maupun orang lain di lingkungannya. Kinerja yang baik akan

terwujud jika ada kemauan atau niat yang bulat untuk belajar dan juga ada

dorongan untuk mencapai hasil belajar dengan kuantitas belajar yang

tinggi dari dalam diri siswa di Kabupaten Bone.

Robbins (1993) menyatakan kinerja adalah sebagai fungsi dari

interaksi antara kemampuan atau Ability (A), motivasi atau Motivation (M)

dan kesempatan atau Opportunity (O), yaitu Kinerja (f) (A x M x O).

Artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan

kesempatan. kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi

sebaagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan

pengendalian karyawan itu. Meskipun seorang individu bersedia dan

mampu, bisa saja ada rintangan yang jadi penghambat.

Bila sampai pada penilaian mengapa seorang siswa tidak

menghasilkan kinerja pada suatu tingkat yang seharusnya dia mampu,

maka perlu diperiksa lingkungan pembelajaran untuk melihat apakah

mendukung atau tidak terhadap pelaksanaan pembelajaran. Jadi kinerja

yang optimal setain didorong oleh kuatnya motivasi seseorang dan tingkat

kemampuan yang memadai, juga didukung oleh lingkungan yang

kondusif.

Hasil penefitian ini sesuai dengan teori motivasi prestasi

(achievement motivation) dari Mc. Clelland, teori ini menyatakan orang

yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berafifiasi biasanya memperoleh

68

Page 69: Revisi Thesis s2

kesenangan dan kasih sayang dan cenderung menghindari kekecewaan

karena ditolak oleh suatu kelompok sosial. Secara individual, mereka

cenderung berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan,

rasa intim dan pengertian, siap untuk menghibur dan membantu orang

lain yang berada dalam kesusahan serta menyukai interkasi bersahabat

dengan orang lain. Kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan individu

untuk berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya. Mc Clelland

menyatakan apabila seseorang merasa mempunyai kebutuhan yang

sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi orang dapat

berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Budaya Belajar

Dari hasil regresi diketahui bahwa budaya belajar sebagai variabel

independent menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap

prestasi belajar siswa di Kabupaten Bone. Hal tersebut menunjukkan

bahwa siswa di Kabupaten Bone mempunyai budaya belajar yang tinggi.

Implikasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar

pengaruh budaya belajar akan memberikan dampak positif terhadap

prestasi belajar siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan budaya belajar

yang diterapkan dalam suatu sekolah harus dapat dirasakan dengan

baik oleh para siswa di Kabupaten Bone agar siswa merasa senang

belajar pada sekolah tersebut. Jadi pemerintah daerah dengan didukung

oleh pimpinan dan sekolah-sekolah yang seharusnya menerapkan dan

melaksanakan budaya belajar sebaik-baiknya agar tercipta suasana

69

Page 70: Revisi Thesis s2

belajar yang nyaman. Siswa yang merasa senang dengan apa yang

dipelajarinya akan berdampak pada kinerja yang dihasilkan menjadi baik.

Hal ini dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam meningkatkan prestasi

belajarnya. Pengaruh antara siswa yang ada pada sekolah harus tetap

dijalin sebaik mungkin, misanya suasana diciptakan oleh sekolah adalah

suasana kekeluargaan seperti dengan mengadakan kegiatan diskusi

antara murid atau studi tour pada hari libur. Hubungan dengan guru dan

siswa juga harus terjalin dengan baik. Hal ini diharapkan menjadi

motivasi bagi para siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

Semua pihak harus dapat mencari cara agar kinerja siswa tidak menurun

tapi semakin meningkat di masa yang akan datang.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ma'rifa (2004) dengan judul

Pengaruh Motivasi dan Budaya belajar terhadap kinerja Pekerja Sosial di

Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, yang

menyatakan bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

pekerja sosial adalah positif. hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien

regresinya sebesar 0,46. Berarti semakin baik budaya organisasi

dilaksanakan maka kinerja pekerja sosial akan semakin meningkat.

Penelitian Tjahyono dan Gunarsih (2005) dengan judul Pengaruh

Motivasi belajar dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di

Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah menyatakan

bahwa variabel bebas motivasi dan budaya belajar secara individual

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dan variabel budaya

70

Page 71: Revisi Thesis s2

belajar mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap kinerja

pegawai daripada motivasi belajar. Penelitian

Soedjono (2005) dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan belajar Karyawan pada

Terminal Penumpang Umum Di Surabaya menyatakan bahwa budaya

organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Bagaimana budaya belajar mempengaruhi kinerja dinyatakan oleh

Robbins (terjemahan, 1996) yaitu budaya yang kuat mempengaruhi

kinerja dan kepuasan karyawan, budaya kuat tersebut adalah Budaya

dimana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara

meluas. Selanjutnya Robbins mengungkapkan bahwa makin banyak

anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka

pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut. konsisten dengan definisi

ini, suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada

perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan

(sharedness) dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali

perilaku yang tinggi.

Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa tingginya dukungan

dan komitmen pada nilai-nilai organisasi menunjukkan kuatnya budaya

organisasi, yang kemudian dapat mempengaruhi kepada tingginya

prestasi belajar dan kepuasan belajar siswanya.

71

Page 72: Revisi Thesis s2

Dari hasil analisis terhadap budaya belajar bernilai positif dan

signifikan, jadi budaya belajar mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja siswa dalam penerimaan pelajaran di sekolah

Kabupaten Bone .

Ketiga variabel tersebut di atas yaitu disiplin, motivasi dan budaya

belajar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi siswa dalam

mencapai prestasi belajar yang memadai. Maka untuk dapat meningkatkan

kinerja siswa seharusnya pelaksanaan disiplin belajar, motivasi dan

pelaksanaan budaya belajar dijalankan secara seimbang satu sama lain

dan sebagai satu kesatuan agar sumber daya manusia yang bersangkutan

yaitu siswa di Kabupaten Bone menghasilkan kinerja yang baik. Bagi

sekolah akan menunjukkan hasil kinerja yan lebih tinggi jika ada

kesesuaian antara lingkungan eksternal sekolah dengan strategi sekolah

yang sejalan dengan kompetensi pekerjaan.

72

Page 73: Revisi Thesis s2

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat dikemukakan

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji simultan maupun parsial, variabel disiplin, motivasi dan

budaya belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

siswa dalam pencapaian prestasi belajar yang memadai di Kabupaten

Bone. .

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya belajar paling dominan

pengaruhnya terhadap kinerja siswa dalam penerimaan pembelajaran

di Sekolah Kabupaten Bone bila dibandingkan dengan variabel disiplin

belajar dan motivasi belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai

standardized coefficients (beta) variabel budaya belajar sebesar 0,519.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Kabupaten Bone khususnya instansi terkait, hendaknya

lebih memperhatikan unsur-unsur budaya belajar, motivasi dan disiplin

belajar bagi siswa agar kinerja siswa di Kabupaten Bone dapat

dipertahankan atau lebih ditingkatkan agar siswa baru nanti akan lebih

bergairah.

72

73

Page 74: Revisi Thesis s2

2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan obyek

penelitian yang sama di masa yang akan datang, diharapkan

menggunakan atau menambah variable-variabel lain selain yang

digunakan dalam model analisis ini, serta dapat menggunakan alat

analisis lainnya.

74

Page 75: Revisi Thesis s2

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, J.B, 1994. Effects of Human Resource Systems on Manufacturing Performance and Turnover. Academy of Management Journal, Vo1.37 No.3. June.

Davis, Keith., 2002, Fundamental Organization Behavior, Diterjemahkan Agus Dharrria, Erlangga, Jakarta.

Dessler, Gary, 1992, Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenhallindo, Jakarta.

Devas, N, Binder. B, Booth, A, Davey, K, Kelly, R, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri Maris) UIPress, Jakarta._

Gujarati D, 1997. Basic Econometrics, Third Edition. Prentice-Hall International Editions, Singapore.

Hasibuan Malayu, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT Gunung Agung, Jakarta.

Hasibuan M, Djiwanto Teguh, Yono Srie, 2004, Analisis Pengaruh Insentif, Motivasi, Disipiin Kerja dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada BPKD Kabupaten Banyumas, Jurnal Smart: Vol. 1 No 2 Mei 2004.

Heidjrachman dan Husnan, Suad, 2002, Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta.

Kaho Riwu Y., 1998. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

Koswara, E, 2000, Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Analisis CSiS, Tahun XXIX/2000 No. 1.36-53.

Lananggae Aswin L, Analisis Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Bidang Pendidikan Menengah Umum Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional Prov. Sul Sel, Tesis S2, MM, UNHAS.

Mahi, Raksaka, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau Dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, 54-56.

74

75

Page 76: Revisi Thesis s2

Manggazali Zulkifli, 2003, Analisis Pengaruh motivasi dan Kemampuan Kerja Terhadap Siswa di Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Barat, Tesis S2 MKD, UNHAS, Makassar.

Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah, Makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Krisis Moneter Indonesia, 7 Mei 2002, Jakarta.

Ma'rifa Dewi, 2005, Pengaruh Motivasi dan Budaya Kerja terhadap kinerja Pekerja Sosial di Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, Tesis S2, UNAIR, Surabaya.

Miller S.M. and Russek, F, 1997, Fiscal Structure and Economic Growth at The State and Local Level, Public Finance Review, Vol 25, No.2, 213-237.

Munawir, S, 1998, Perpajakan, Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua, Yogyakarta.

Narmodo Hernowo, Wajdi M. Farid, 2006, Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri.

Prawirosentono S., 1999, Kebijakan, Manfaat dan Waditra Dalam Penilaian Kinerja Karyawan.

Robins S.P., , 1993, Organizational Behavior, 6th Edition, Englewood Cliff, New Jersey, USA : Prentice-Hall International Edition; terjemahan, jilid I, 2001 dan Jilid II, 1996, Perilaku organisasi, penerjemah Hedyana Pujaatmaja, Prenhalindo, Jakarta

--------------------,1996, Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.

Simamora H., 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.

Mahi, Raksaka, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau Dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, 54-56.

Manggazali Zulkifli, 2003, Analisis Pengaruh motivasi dan Kemampuan Kerja Terhadap Siswa di Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Barat, Tesis S2 MKD, UNHAS, Makassar

76

Page 77: Revisi Thesis s2

Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah, Makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Krisis Moneter Indonesia, 7 Mei 2002, Jakarta.

Ma'rifa Dewi, 2005, Pengaruh Motivasi dan Budaya Kerja terhadap kinerja Pekerja Sosial di Lingkungan Pelaksana Teknis Dinas Sosial di Jawa Timur, Tesis S2, UNAIFj, Surabaya.

Miller S.M. and Russek, F, 1997, Fiscal Structure and Economic Growth at The State and Local Level, Public Finance Review, Vol 25, No.2, 213-237.

Munawir, S, 1998, Perpajakan, Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua, Yogyakarta.

Narmodo Hernowo, Wajdi M. Farid, 2006, Pengaruh Motivasi dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri,

Prawirosentono S., 1999, Kebijakan, Manfaat dan Waditra Dalam Penilaian Kinerja Karyawan.

Robins S.P., , 1993, Organizational Behavior, 6"' Edition, Englewood Cliff, New Jersey, USA : Prentice-Hall International Edition; terjemahan, jilid I, 2001 dan Jilid II, 1996, Perilaku organisasi, penerjemah Hedyana Pujaatmaja, Prenhalindo, Jakarta

--------------------,1996, Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice Hall Inc. New Jersey.

Simamora H., 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.

Soeprihanto J. 2000, Penilaian Kinerja dan Pemgembangan Karyawan, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soeratno dan Samsubar Saleh, 2002, Pengkajian Potensi retribusi Pasar dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Kabupaten Gunung Kidul, Laporan Akhir, kerjasama PPE UGM dengan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul

Soedjono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum Di Surabaya, Jurnal, Surabaya.

77

Page 78: Revisi Thesis s2

Sugiyono, 2007, Statistik Untuk Penelitian, A(fabeta, Bandung.

Sutrisno H., 1997, Seri Program Statistik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suyatno, 2004, Analisis Efektifitas dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa di Kabupaten Bone di Kabupaten Merauke, Tesis S2 Program Magister Keuangan Daerah, UNHAS, Makassar

Tjahyono Binawan Nur dan Gunarsih Tri, 2005, Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah, Jurnal, Jawa Tengah

---------Undang-Undang Republik Indonesia nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

---------Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

--------- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.

---- ----Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

---------Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

78