step 7.docx
TRANSCRIPT
Step 7
1. Alat Pelindung Diri (APD)
A. Definisi APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang mengisolasi
tenaga kerja dari bahaya tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa dan
cara kerja yang aman APD yang dipakai memenuhi syarat enak dipakai,tidak
mengganggu kerja memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya
(Sartika,2005).
Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal
protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat
yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik
yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
B. Dasar Hukum tentang APD
1. Undang-undang No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat untuk memberikan APD
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan
menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban
dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.
d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara
cuma-cuma.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.01/MEN/1981
Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja Pasal 4 ayat (3)
menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib
bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat
kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03/MEN/1982
Tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja Pasal 2 butir I menyebutkan
memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.03/Men/1986
tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja Yang Mengelola
Pestisida Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida
harus memakai alat-alat pelindung diri yang berupa pakaian kerja, sepatu
lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan
pelindung pernafasan APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh
tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat.
Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan
tidak memenuhi syarat.
C. Pertimbangan pemilihan APD
Faktor-faktor pertimbangan pemakaian APD:
1. Enak dan nyaman dipakai
2. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak
pekerja
3. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya/potensi
bahaya
4. Memenuhi syarat estetika
5. Memperhatikan efek samping penggunaan APD.
6. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga
terjangkau. (Anizar, 2009).
D. Penggolongan APD berdasarkan bagian tubuh yang dilindungi
Alat-alat proteksi diri beraneka ragam macamnya. Jika digolong-golongkan
menurut bagian-bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat-alat roteksi
diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut (Suma‘mur, 1976):
1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan.
2. Mata : kaca-mata dari berbagai gelas.
3. Muka : perisai muka.
4. Tangan dan jari-jari : sarung tangan.
5. Kaki : sepatu.
6. Alat pernapasan : respirator/masker khusus.
7. Telinga : sumbat telinga, tutup telinga.
8. Tubuh : pakaian kerja dan berbagai bahan.
E. Jenis-jenis APD
1. Alat pelindung kepala
Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau
benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas,
api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrim. Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety
helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-
lain (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri). Macam-macam
alat pelindung kepala diantaranya adalah:
a. Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet)
Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena
arus listrik.
b. Tutup Kepala
Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap, panas/dingin
c. Hats/cap
Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan mesin-mesin berputar
d. Topi Pengaman
Untuk penggunaan yang bersifat umum dan pengaman dari tegangan listrik yang
terbatas. Tahan terhadap tegangan listrik tinggi. Tanpa perlindungan terhadap
tenaga listrik,biasanya terbuat dari logam
2. Alat pelindung pernapasan
Berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara
bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme,
partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/fume, dan
sebagainya. Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran dapat menggunakan
masker. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan masker yaitu:
a. Bagaimana menggunakan masker secara benar.
b. Macam dari kotoran debu yang perlu dihindari.
c. Lamanya menggunakan alat tersebut.
Alat Pelindung Pernafasan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Masker untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang
masuk kedalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori
tertentu.
2. Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam,
asap, dan gas.Alat ini dapat dibedakan atas. alat ini dapat dibedakan atas:
a. Respirator pemurni udara Membersihkan udara dengan cara menyaring atau
menyerap kontaminan dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem
pernafasan, alat ini pembersihnya terdiri dari filter untuk menangkap debu
diudara atau tabung kimia yang dapat menyerap gas, uap, dan kabut.
b. Respirator penyalur udara
Membersihkan aliran udara yang tidak terkontaminasi secara terus menerus
udara dapat dipompkana dari sumber yang jauh (dihubungkan dengan selang
tahan tekanantau dari persediaan yang potabel (seperti tabung yang berisi udara
bersih atau oksigen). Jenis ini biasa dikenal SCBA (Self contained breating
appatus) atau alat pernafasan mandiri digunakan untuk tempat kerja yang terdapat
gas beracun.
3. Alat pelindung telinga
a. Sumbat telinga (ear plug)
Ukuran, bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu berbeda-beda
dan bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama berlainan. Oleh
karena itu, sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi
saluran telinga pemakainya. Diameter saluran telinga berkisar antara 3-14 mm,
tetapi paling banyak 5-11 mm. Umumnya bentuk saluran telinga manusia
tidak lurus, walaupun sebagian kecil ada yang lurus. Sumbat telinga dapat
mengurangi bising sampai dengan 30 dB. Sumbat telinga dapat terbuat dari
kapas, plastik karet alami dan sintetik, menurut cara penggunannya,
dibedakan menjadi earplug sekali pakai (disposable earplug) yaitu sumbat telinga
yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian dibuang, misalnya sumbat
telinga dari kapas, kemudian cara penggunan yang lain yaitu earplug yang
dapat digunakan kembali (non disposable earplug) yang digunakan waktu
yang lama terbuat dari karet atau plastik cetak. Dalam pemakaiannya sumbat
telinga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan:
1. Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil.
2. Relatif lebih nyaman dipakai ditempat kerja yang panas.
3. Tidak membatasi gerak kepala.
4. Harga relative murah daripada tutup telinga (earmuff).
5. Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata,
tutup kelapa, anting-anting dan rambut.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telingan untuk pemasangan
yang tepat.
2. Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga.
3. Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APT karena sukar
dilihat oleh pengawas.
4. Hanya dapat dipakai oleh saluran telingan yang sehat.
5. Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka
saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi.
b. Tutup telinga (ear muff)
Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa
cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada
pemakaian yang lama, sering ditemukan efektifitas telinga menurun yang
disebabkan oleh bantalan mengeras dan mengerut akibat reaksi bahan
bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Tutup telinga digunakan untuk
mengurangi bising sampai dengan 40-50 dB dengan frekuensi 100-8000Hz.
Kelebihan dan kekurangan dari tutup telinga (earmuff) adalah:
Kelebihan:
1. Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan
ukuran telinga yang berbeda.
2. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.
3. Dapat dipakai yang terkena infeksi (ringan).
4. Tidak mudah hilang.
Kekurangan:
1. Tidak nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
2. Efektifitas dan kenyamanan pemakaiannya, dipengaruhi oleh pemakaian
kacamata, tutup kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga
3. Tidak mudah dibawa atau disimpan
4. Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.
5. Harganya relatif lebih mahal dari sumbat telinga
4. Alat pelindung mata dan muka
Fungsi dari pelindung mata dan muka adalah melindungi mata dan muka
dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikelpartikel yang melayang
di udara dan di badan air, percikan benda- benda kecil, panas, atau uap panas,
radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak
mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda
tajam. Diantaranya adalah:
a. Goggles
Goggles memberikan perlindungan lebih baik dari pada safety glasses karena
goggles terpasang dekat wajah. Karena goggles mengitari area mata, maka
goggles melindungi lebih baik pada situasi yang mungkin terjadi percikan
cairan, uap logam, uap, serbuk, debu, dan kabut.
b. Face shield
Face shield memberikan perlindungan wajah menyeluruh dan sering
digunakan pada operasi peleburan logam, percikan bahan kimia, atau partikel
yang melayang. Banyak face shield yang dapat digunakan bersamaan dengan
pemakaian hard hat. Walaupun face shield melindungi wajah, tetapi face
shield bukan pelindung mata yang memadai, sehingga pemakaian safety glasses
harus dilakukan dengan pemakaian face shield.
c. Masker wajah
Masker berfungsi untuk melindungi hidung dari zat-zat berbau menyengat dan
dari debu yang merugikan.
5. Alat pelindung kaki
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri, alat pelindung
kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan
benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad
renik, dan tergelincir. Jenis pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada
pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan,
pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja
yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang
dan lain-lain.
6. Alat pelindung tangan
Kontak dengan bahan kimia kaustik atau beracun, bahan-bahan biologis,
sumber listrik, atau benda dengan suhu yang sangat dingin atau sangat panas
dapat menyebabkan iritasi atau membakar tangan. Bahan beracun dapat
terabsorbsi melalui kulit dan masuk ke badan.
Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu
dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,
benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad
renik.
7. Alat pelindung tubuh
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya
berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak
berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya.
Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak
memakai perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap
bahan-bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja
dengan bahan-bahan dapat meledak oleh aliran statik listrik (Suma‘mur, 1986).
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh
bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim,
pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan
logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan
bahan, tergores, radiasi, binatang, mikroorganisme patogen dari manusia,
binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis
pakaian pelindung terdiri dari rompi (vests), celemek (Apron/Coveralls), jacket,
dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
F. Alat-Alat Pelindung Diri Menurut Keperluannya
Untuk melihat alat-alat plindung diri menurut keperluannya (Suma‘mur, 1996)
dapat dilihat pada tabel
G. Pemeliharaan APD
Menurut Budiono, dkk (2003) secara umum pemeliharaan APD dapat dilakukan
antara lain dengan:
a. Mencuci dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air secukupnya.
Terutama untuk helm, kacamat, earplug, dan sarung tangan kain/kulit/karet.
b. Menjemur dipanas matahari untuk menghilangkan bau, terutama pada helm.
c. Mengganti filter atau catridge-nya untuk respirator.
H. Penyimpanan APD
Menurut Budiono, dkk (2003) untuk menjaga daya guna dari APD,
hendaknya disimpan ditempat khusus sehingga terbebas dari debu, kotoran,
gas beracun, dan gigitan serangga/binatang. Hendaknya tempat tersebut
kering dan mudah dalam pengambilannya.
I. Pengawasan APD
Menurut Notoadmojo (1993) pengawasan adalah salah satu faktor
pemantauan yang dilakukan oleh pengawas terhadap pelaksanaan kerja
seluruh pekerja bawahannya. Pengawasan dibutuhkan untuk meningkatkan
disiplin kerja pekerja meskipun nampaknya adalah memantau bawahannya
didalam menyelesaikan tugas-tugas secara bertanggung jawab.
Dan menurut Budiono, dkk (2003) untuk menerapkan kedisiplinan pekerja
dalam penggunaan APD hendaknya didorong oleh berbagai pihak, misalnya
dengan memberikan sangsi bagi yang tidak mematuhi dan memberikan pula
penilaian yang baik atau penghargaan bagi tenaga kerja yang disiplin dalam
menggunakan APD.
J. Training atau pelatihan APD
Kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap
tenaga kerja. Pembinaan yang terus menerus dapat meningkatkan kesadaran
dan wawasan tenaga kerja. Salah satu cara yang efektif adalah melalui
pelatihan. Peningkatan wawasan dan pengetahuan akan menyadarkan tentang
pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan benar dalam penggunaan,
serta tepat dalam pemeliharaan dan penyimpanannya. Memakai APD yang
rusak akan memberikan pengaruh buruk seperti halnya tidak menggunakan
APD atau bahkan lebih berbahaya. Tenaga kerja akan berpikir telah terlindungi,
padahal sesungguhnya tidak.
Kebiasaan memakai dengan benar harus senantiasa ditanamkan agar menjadi
suatu kegiatan otomatis atau tanpa paksaan (Budiono, dkk, 2003) Training atau
pelatihan meliputi bentuk dan ditujukan pada siapa (Santoso, 2004), yaitu:
1. Masalah personil dengan APD, pengenalan APD, penggunaan yang benar dan
batasan seleksi bentuk: IN-HOUSE TRAINING.
2. Tanggung jawab pemeliharaan APD, pemakaian, pemeliharaan, kebersihan.
3. Pekerja yang melaksanakan pekerjaan khusus dan harus selalu memakai
APD.
4. Anggota safety comitte (P2K3), supervisor.
Operator-operator yang menggunakan APD harus memperoleh (Ridley, 2008):
1. Informasi tentang bahaya yang dihadapi.
2. Instruksi tentang tindakan pencegahan yang perlu diambil.
3. Pelatihan tentang penggunaan peralatan yang benar.
4. Konsultasi dan diizinkan memilih APD yang tergantung pada kecocokan.
2. monitoring biologi dari PAK (Peyakit Akibat Kerja)
Biomonitoring & Biomarker Lingkungan
Pada umumnya penilaian paparan bahan kimia terhadap manusia adalah dengan
cara pemantauan lingkungan. Telah diketahui bahwa untuk mengevaluasi suatu
paparan bahan kimia terhadap manusia, tergantung dari faktor sifat fisikokimia
suatu bahan, higiene manusia itu sendiri serta beberapa faktor biologi antara lain
umur dan jenis kelamin. Untuk mempelajari kandungan bahan kimia di dalam
tubuh manusia dan efek biologi dari bahan kimia tersebut dipakai metode
pemantauan biologi (biological monitoring). Keuntungan dari pemakaian metode
ini adalah terkaitnya bahan kimia secara sistematik yang dapat dipakai untuk
memperkirakan risiko yang terjadi.
Secara umum tujuan dari kegiatan pemantauan biologi adalah sama dengan
pemantauan ambien yaitu mencegah terjadinya paparan bahan kimia yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan baik secara akut maupun kronis.
Biomonitoring adalah pengujian sampel dari manusia, seperti darah dan air kemih,
untuk mengetahui metabolisme kimiawi. Kapasitas ini adalah kunci dari fungsi
inti untuk efektivitas sebuah laboratorium kesehatan masyarakat. Tanpa
biomonitoring, diagnosis dan pengobatan terhadap paparan bahan kimia dapat
tertunda.
Biomonitoring adalah alat yang penting untuk pencegahan penyakit. Ketika hal ini
dikombinasikan dengan usaha penelusuran penyakit, biomonitoring
memungkinkan petugas kesehatan masyarakat untuk mengerti dengan lebih baik
apa, dimana dan kapan keterpaparan terjadi, hal inilah yang dikaitkan dengan
faktor-faktor lingkungan.
Dalam hubungannya dengan risiko terhadp kesehatan, pendekatan pemantauan
biologi dan pemantauan ambien terhadap risiko kesehatan dapat dinilai dengan
beberapa cara. Cara tersebut antara lain membandingkan hasil perhitungan
parameter dengan nilai perkiraan maksimum yang diperkenankan yaitu Treshold
Limit Value (TLV) atau Biological Limit Value (BLV).
Seperti halnya pemantauan ambien maka pemantauan biologi suatu paparan
merupakan aktifitas pencegahan yang sangat penting dan mendeteksi efek akibat
bahan kimia. Hal ini disebut sebagai aktifitas survailen kesehatan (Health
Surveillance). Khusus untuk petanda biologi yang peka (sensitive biological
marker), suatu pemantauan biologi bertujuan untuk mendeteksi tanda keracunan
secara dini sebagai aktifitas pencegahan.
Pemantauan ambien dipraktekkan untuk memperkirakan paparan eksternal dari
suatu bahan kimia, sedangkan pemantauan biologi secara langsung dapat untuk
menilai jumlah bahan kimia yang diserap organisme (dosis internal). Dosis
internal mempunyai arti yang berbeda tergantung dari sifat parameter biologi dan
keadaan waktu dilakukan penghitungan.
Dosis aktif biologi merupakan jumlah total atau sebagian dari bahan kimia yang
diserap, bahan kimia yang disimpan di dalam tubuh dan bahan kimia yang berada
di dalam target sasaran (dosis target). Dengan demikian pemantauan biologi
berguna pula untuk memperkirakan dosis internal.
Pemantauan biologi dipakai untuk mengidentifikasi suatu paparan bahan kimia
yang bekerja secara sistemik pada organisme. Untuk menilai risiko kesehatan dari
suatu bahan kimia yang masuk tubuh lebih efektif memakai cara pemantauan
biologi. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran
pencernaan dan pernapasan yang bersumber dari tempat kerja dan lingkungan
lainnya dapat dilakukan dengan pemantauan biologi.
Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indikator biologis perlu
diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan petunjuk
ada-tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari garis dasar, melalui analisis
kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat di dalam
hewan maupun tanaman, atau suatu hasil dari hewan (susu, keju) atau tanaman
(buah, umbi). Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan atau tanaman yang
terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia.
TES BIOLOGI SUATU PAPARAN
Untuk mengukur bahan kimia atau metabolik umumnya digunakan media biologi.
Media biologi yang sering dipakai adalah urine, darah, udara alveolus. Sedangkan
media biologi yang jarang dipakai untuk pengukuran bahan kimia atau metabolik
adalah ASI, lemak, air liur, rambut, kuku, gigi dan plasenta. Pada umumnya urine
dipakai sebagai media untuk mengukur bahan kimia anorganik dan organik yang
mudah larut dalam air. Darah dipakai sebagai media untuk sebagian besar bahan
kimia anorganik dan organik yang sukar dilakukan biotransformasi, sedangkan
udara alveolus dipakai untuk bahan yang mudah menguap.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengukuran suatu parameter dan
waktu pengambilan sampel adalah:
Sifat fisiko-kimia dari bahan
Kondisi paparan
Parameter toksokinetik: distribusi, biotransformasi dan eliminasi
Sensitivitas dari metode analisis
Gangguan kesehatan
Dosis organ (besar dosis pada organ)
Dosis target (besar dosis pada sasaran)
Sebagai contoh adalah Cadmium dalam darah merupakan logam berat yang secara
umum dapat mengganggu kesehatan. Tetapi cadmium dalam urine merupakan
indikator yang baik terakumulasinya logam berat tersebut di dalam ginjal.
Berdasarkan selektifitas dari pemeriksaan bahan kimia atau metabolitnya, maka
pemeriksaan dapat bersifat selektif dan non selektif. Pemeriksaan yang selektif
untuk bahan-bahan kimia tunggal sedangkan pemeriksaan non selektif untuk
gabungan bahan kimia. Pemantauan biologi dapat pula berisi gas invasife dan non
invasife. Pemeriksaan invasife memerlukan misalnya sampel darah dan sampel
jaringan, sedangkan yang non invasife hanya memerlukan sampel urine, udara
alveolus dan kuku.
Selain uji pengukuran bahan kimia atau metabolit di dalam media biologi ada tes
lain yang termasuk uji biologi yaitu:
Uji yang didasarkan pada tidak adanya kelainan biologi, contoh: pengukuran
aktifitas eritrosit cholinesterase
Uji pengukuran bahan kimia yang terikat pada molekul sasaran, contoh: uji
karboksi haemoglobin pada masyarakat sekitar industri
BIOMONITORING
Secara umum istilah biomonitoring dipakai sebagai alat/cara yang penting dan
merupakan metode baru untuk menilai suatu dampak pencemaran lingkungan.
Istilah yang lebih spesifik adalah monitoring biologi (Biological Monitoring). Di
dalam praktek penggunaan monitoring biologi (MB) adalah untuk memonitor
populasi yang terpapar oleh bahan polutan di tempat kerja maupun di lingkungan.
Kegiatan monitoring dapat dipakai untuk mengevaluasi risiko kesehatan yang
berhubungan dengan bahan polutan. Dikenal ada 3 jenis monitoring yaitu:
1. Monitoring ambien untuk menilai risiko kesehatan Monitoring ambien
tersebut digunakan untuk memonitor paparan eksternal dari bahan kimia
untuk mengetahui berapa kadar bahan kimia di dalam air, makanan, dan
udara. Risiko kesehatan dapat diperkirakan (diprediksi) berdasarkan batas
paparan lingkungan, misalnya Treshold Limit Value (TLV) dan Time
Weighted Average (TWA) dari suatu paparan.
2. Monitoring biologi dari paparan (MB paparan) Monitoring biologi suatu
paparan adalah pemantauan suatu bahan yang mengadakan penetrasi ke
dalam tubuh dengan efek sistemik yang membahayakan. Monitoring biologi
dari suatu paparan dapat dipakai untuk mengevaluasi risiko kesehatan.
Monitoring biologi tersebut dilaksanakan dengan memonitor dosis internal
dari bahan kimia, misalnya jumlah dosis efektif yang diserap oleh organisme.
Risiko terhadap kesehatan diprediksi dengan membandingkan nilai observasi
dari parameter biologi dengan Biological Limit Value (BLV) dan/atau
Biological Exposure Index (BEI).
3. Monitoring biologi dari efek toksikan (health surveillance) Tujuan
monitoring biologi dari efek toksikan adalah memprediksi dosis internal
untuk menilai hubungannya dengan risiko kesehatan, mengevaluasi status
kesehatan dari individu yang terpapar dan mengidentifikasi tanda efek negatif
akibat suatu paparan, misalnya kelainan fungsi paru.
MACAM BIOMONITORING
1. Biomonitoring Logam
Biomonitoring logam dapat dilakukan dengan pemeriksaan suatu media untuk
menentukan bahan logam. Media yang dipakai antara darah/urine, jaringan tubuh,
ikan, binatang invertebrata, dan tanaman perairan.
a. Logam yang dapat ditemukan pada darah/urine: Cadmium, Zat besi,
Manganese, Tembaga, Merkuri, Zink
b. Logam berat di atmosfer yang ditemukan pada jaringan burung: partikel timbal,
Cadmium, Arsen, Merkuri. Logam berat tersebut berasal dari pabrik pengelasan
logam dan secara tidak langsung burung memakan serangga dengan yang
terkontaminasi oleh logam berat. Tempat akumulasi logam berat di dalam tubuh
burung terletak pada jaringan dan bulu burung.
c. Logam berat di perairan yang ditemukan pada ikan: Chromium, Tembaga,
Timbal, Zink. Logam tersebut akan meningkat kadarnya, apabila ada peningkatan
BOD di perairan.
d. Logam berat di perairan yang ditemukan pada binatang invertebrata:
Chromium, Cadmium, tembaga, timbal, cobalt, nikel. Adanya logam berat
tersebut pada tubuh invertebrata merupakan indikator tercemarnya lingkungan.
e. Tanaman perairan dan tanaman darat dapat dipakai sebagai bio indikator
lingkungan yang terkontaminasi oleh logam berat. Pabrik pengecoran besi yang
mengeluarkan bahan pencemar udara logam berat dapat dideteksi pada tanaman
dengan analisis Neutron Activation Analysis.
2. Biomonitoring Zat Organik
Akumulasi zat organik pada beberapa spesies mamalia merupakan bio indikator
yang potensial untuk mendeteksi pencemaran lingkungan. Beberapa zat organik
yang dipakai indikator antara lain:
a. perubahan non protein sulfhidril pada sel liver dari tikus sebagai indikator
terpapar oleh pestisida.
b. Meningkatnya bilirubin pada tikus, menunjukkan adanya paparan oleh Tri Nitro
Toluen (TNT).
c. Terdapatnya hubungan antara pencemaran lingkungan dengan Poly Chlorinated
Bifenil (PCB), dioxin, dan furan pada manusia.
d. Terdapatnya dioxin, furan, PCB, DDE, dan lindane pada telur burung sebagai
indikator tercemarnya lingkungan oleh zat organik
e. Terakumulasinya PCB, pestisida, dan bahan antropogenik pada tubuh ikan
sebagai indikator tercemarnya ekosistem perairan
f. Meningkatnya aktifitas Mixed Function Oxidase (MFO) pada ikan di sungai
yang tercemar oleh bahan organik, PAH, Dioxin, dan PCB.
g. Aktivitas Xenobiotik – DNA adduct, Cytochrome P 450 induksi dan oryl
hidrokarbon hidroksilase pada ikan dipakai sebagai biomarker pencemaran pantai
oleh PCB dan DDT.
h. Mengurangnya komunitas phytoplankton dapat dipakai sebagai biomonitoring
pencemaran pestisida dalam perairan.
3. Biomonitoring Limbah Cair
Ada beberapa studi toksisitas yang dipakai untuk menilai buangan limbah cair
antara lain pemakaian bakteri dan pemakaian invertebrata. Limbah pabrik kertas
yang mengandung bahan kimia pemutih dilakukan studi memakai biota air
misalnya ikan.
Cara baru untuk menilai kualitas air laut yang terkontaminasi oleh bahan kimia
pemutih adalah dengan cara bio assay antara lain: uji inhibisi pertumbuhan algae
dan uji larva biota air.
4. Biomonitoring Pencemar Udara
Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara akan dapat
mempengaruhi kehidupan tanaman. Daun pinus jarum dapat dipakai sebagai
indikator pencemaran alifatik hidrokarbon. Dengan pemeriksaan gas kromatografi
ditemukan bahwa kadar hidrokarbon lebih tinggi pada daun pohon pinus yang
berumur tua. Tanaman tingkat rendah antara lain lichen parmalia sulcata dapat
sebagai indikator pencemaran udara. Dengan demikian maka lichen dapat dipakai
sebagai biomonitor untuk pencemar udara.
5. Biomonitoring Asidifikasi
Perairan yang mempunyai pH rendah akan bersifat asam. Keasaman perairan
dapat dideteksi dengan memakai biomarker biota yang hidup dalam perairan
tersebut. Dalam keadaan pH rendah (pH=3), maka logam besi dan manganese
akan terdeteksi dalam perairan. Efek perairan dengan pH rendah, logam yang
toksis dan Dissolve Organic Carbon (DOC) terhadap hewan amfibi akan
menyebabkan terlambatnya metamorfosa, menurunnya daya tahan dan
menurunnya berat badan hewan amfibi.
6. Biomonitoring Kesehatan Manusia
Biomonitoring Pb dan Cd pada wanita yang melahirkan, dilakukan dengan
pemeriksaan ASI dan darah. Karyawan industri petrokimia yang terpapar dengan
PAH pada pemeriksaan urine ditemukan biomarker hidroksipyrene.
3. Pemeriksaan kesehatan berkala PAK (Peyakit Akibat Kerja)
TUJUAN :
Mempertahankan derajat kesehatan sesudah berada dalam pekerjaannya
Menilai kemungkinan adanya pengaruh dari pekerjaan sedini mungkin
yang perlu dikendalikan dengan usaha pencegahan
Sekurang-kurangnya satu tahun sekali
Kendala:
Biaya yang tinggi
Kurang mengerti
Penting : peran dokter perusahaan
Pemeriksaan kesehatan berkala
Penting untuk deteksi dini penyakit akibat kerja
Daftar penyakit akibat kerja tercantum dalam :
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. Per-01/MEN/1981
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 22 tahun 1993 tentang :
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja
Langkah2 utk diagnosis penyakit akibat kerja
a. Pendekatan epidemiologis
Bila ditemukan adanya gangguan kesehatan / keluhan pada sekelompok pekerja
Untuk mengidentifikasi adanya hubungan kausal antara suatu pajanan dg penyakit
Identifikasi harus mempertimbangkan :
1. Kekuatan asosiasi
2. Konsistensi
3. Spesifitas
4. Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit
5. Hubungan dosis
6. Penjelasan patofisiologis
b. Pendekatan Klinis ( individual )
Utk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yg diakibatkan oleh
pekerjaannya atau tidak
1. Menentukan diagnosis klinis
2. Menentukan pajanan yg dialami individu tsb dalam pekerjaan
3. Menentukan apk ada hubungan antara pajanan dg penyakit
4. Menentukan apk pajanan yg dialami cukup besar
5. Menentukan apk ada faktor2 individu yg berperan
6. Menentukan apk ada faktor2 lain diluar pekerjaan
Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja
( Kep Presiden no.22 tahun 1993)
1.Pneumokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut
silikosis, antrakosilikosis, asbestosis ) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian
2.Penyakit paru dan saluran pernafasan ( bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh
debu logam keras
3.Penyakit paru dan saluran pernafasan ( bronkhopulmoner) yg disebabkan oleh
debu kapas, vlas, henep dan sisal ( bissinosis )
4.Asma akibat kerja yg disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yg dikenal yg berada dalam proses pekerjaan
5.Alveolitis alergika yg disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik
6. Penyakit yg disebabkan oleh berrilium atau persenyawaannya yang beracun
7. Penyakit yg disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yg beracun
8. Penyakit yg disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yg beracun
9. Penyakit yg disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yg beracun
10. Penyakit yg disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yg beracun
11. Penyakit yg disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yg beracun
12. Penyakit yg disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yg beracun
13. Penyakit yg disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yg beracun
14. Penyakit yg disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yg beracun
15. Penyakit yg disebabkan oleh karbon disulfide
16. Penyakit yg disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
lifatik atau aromatik yg beracun
17. Penyakit yg disebabkan oleh benzena atau homolognya yg beracun
18. Penyakit yg disebabkan oleh derivat nitro dan amino dari benzena atau
omolognya yg beracun
19. Penyakit yg disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya
20. Penyakit yg disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton
21. Penyakit yg disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yg
beracun, amoniak, seng, braso dan nikel
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
23. Penyakit yg disebabkan oleh getaran mekanik ( kelainan otot, urat, tulang,
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi )
24. Penyakit yg disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yg bertekanan rendah
25. Penyakit yg disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yg meng-ion
26. Penyakit kulit ( dermatosis ) yg disebabkan oleh penyebab fisik, kimia atau
biologic
27. Kanker kulit epitelioma primer yg disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak
mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut
28. Kanker paru atau mesotelioma yg disebabkan oleh asbes
29. Penyakit infeksi yg disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yg didapat
dalam suatu pekerjaan yg memiliki risiko kontaminasi khusus
30. Penyakit yg disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi
31. Penyakit yg disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat
Untuk deteksi dini penyakit akibat kerja, selain pemeriksaan2 rutin yang telah
disebutkan diatas, dpt ditambah dengan pemeriksaan2 lain yang dianggap perlu
( Buku Deteksi Dini PAK, W.H.O. )
Beberapa contoh diantaranya adalah sbb :
1. Silikosis
-Pekerja berisiko silikosis : menambang & ekstraksi batu2 keras, pek. Teknis sipil
dg batu keras, penghalusan & pemolesan batu,pek. Yg menggunakan pasir sbg
amplas,dll
-Penilaian paparan :
Penilaian lingkungan : Pem sampel debu
Penilaian biologis :
*Tidak ada metoda biokimia utk penilaian paparan
*Pem radiologis ( interpretasi sesuai Klasifikasi Internasional Radiografi utk
Pneumokoniosis dari ILO )
Kesulitan : masa laten panjang, perkembangan lambat
*Uji fungsi paru
Kurang dapat menjadi indikator paparan dini
!! Penilaian lingkungan
Tahap2 awal : tidak ada gejala. Gejala baru timbul ber-tahun2 setelah paparan
( sesak nafas, batuk kering, batuk berulang )
2. Asma akibat kerja
-Disebabkan oleh inhalasi bahan2 sensitisasi / iritan
-Pekerjaan dg risiko paparan : pekerja gudang makanan ternak, penggilingan,
pengepakan teh, tukang kayu, gergaji, industri mebel, enzim2 detergen, tukang
cat, dll
-Penilaian lingkungan : kadar diudara tempat kerja.
(namun utk bahan2 sensitisasi, walaupun kadarnya sedikit sudah menimbulkan
reaksi)
-Pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan :
riwayat medis ( ! Atopi kulit & sistem pernafasan ), pem. Fisik, uji fungsi paru
-Pem. Kesehatan berkala : sama
Bila perlu ; dilakukan Prick test pd kulit dg alergen yg dicurigai , uji serologis
antobodi IgE spesifik thd zat2 tertentu ( enzim2, B.subtilis, isosianat ), uji
provokasi bronkhus , uji fungsi paru berulang
3. Penyakit yg disebabkan oleh kadmium atau senyawa toksiknya
Pekerjaan dg risiko paparan :
peleburan kadmium, penyepuhan kadmium, pabrik baterei alkali, penggunaan
pewarna/pigmen kadmium, tukang las, dll
Penilaian lingkungan : kadar debu total , kadar respirasi (sampel perorangan).
Namun krn kadmium dpt tertelan & diabsorpsi lewat saluran cerna, mk kadar
diudara tidak selalu menggambarkan jumlah yg diabsorpsi
Penilaian biologis : bila tdk ada kerusakan ginjal, kadar kadmium diurine dpt
menggambarkan beban kadmium tubuh
Pem kesehatan sebelum penempatan :
Riwayat medis (+ sistem ginjal & pernafasan, paparan2 sebelumnya )
Sedimen urine, test fungsi ginjal, rontgen foto paru, uji fungsi paru
Pem kesehatan berkala : sama , bisa ditambah dengan :
-Kadar kadmium urine & darah, Palpasi prostat pd pria > 40 thn, protein urine
secara kuantitatif
4. Penyakit yg disebabkan oleh timbal atau senyawa toksiknya
Pekerja berisiko terpapar : peleburan/pembuatan baterei, tukang kerok cat,
perajin pot/industri keramik, pengecoran logam, tukang patri, pencampur
bahan bakar, dll
Penilaian lingkungan : pemantauan udara tempat kerja , pengukuran paparan
individual
Penilaian biologis : pengukuran aktivitas delta amino levulinat dehidratase
(delta ALAD) dlm darah, jumlah asam delta amino levulinat ( delta ALA) dlm
urine, jumlah koproporfirin dlm urine, kadar seng protoporfirin IX (ZnPP)
dalam sel darah merah
Pem. Kesehatan sebelum penempatan : riwayat medis lengkap termasuk
sistem hematopoetik , saraf & ginjal.; pem fisik, hemoglobin darah
Pem kesehatan berkala = tersebut diatas ( penilaian biologis )
5. Gangguan pendengaran akibat kebisingan
Pekerjaan dg risiko kebisingan : penambangan, pembuatan terowongan,
pengeboran, mesin2 berat, pekerjaan konstruksi, dll
Penilaian lingkungan : pengukuran tingkat kebisingan di lingkungan kerja
Penilaian biologis : pem audiometrik
Pem. Kesehatan sebelum penempatan :
riwayat medis & pem fisik dg penekanan khusus pd tajam pendengaran.
Skrining audiometrik juga dianjurkan
Pem kesehatan berkala : sama
6. Penyakit yg disebabkan oleh getaran mekanik
Pekerja dg risiko terpapar : operator bor pneumatik, pahat getar, gergaji listrik,
gerinda, dll
Penilaian paparan : metode pengukuran dan interpretasinya masih dibahas
agar dpt menjadi satu metode baku ( organisasi sertifikasi internasional )
Efek klinis : ggn sistem vaskular, saraf perifer & sistem skeletomuskular
angioneurosis jari tangan ( Raynaud disease ), patologi osteoartikular pd
tulang2 karpal, sendi radioulnaris, sendi siku, neuropati
Pem. Kesehatan sebelum penempatan : dg perhatian khusus pd sirkulasi
perifer serta sistem saraf dan lokomotorik
Pemeriksaan kesehatan berkala : sama
Krn perubahan tulang timbul setelah beberapa tahun, rontgen foto tulang2
tangan / pergelangan perlu dilakukan setiap 5 tahun sekali
7. Penyakit Kulit akibat kerja
Pekerja yg terpapar :pekerja pertanian (kondisi cuaca, tanaman, bahan2
pestisida, aditif, makanan hewan), pekerja produksi bahan bangunan/pekerja
bangunan ( semen, serat , plastik ), bahan kimia, penyepuh elektrik, pencelup
warna, tukang cat, petugas kesehatan (obat2, desinfektan,dll), tukang daging
(agen2 zoonotik), dll
Penilaian paparan : riwayat kerja, adanya bahan alergen ( dg bukti yg jelas )
Diagnosis :
-Gambaran klinis, lokalisasi & perjalanan penyakit
-Paparan kerja & hubungan paparan –efek
-Pd dermatitis kontak alergi : uji tempel & pem lab
-Hrs ada respons positif bila dijauhkan dari paparan
-Timbulnya penyakit kulit pd sekelompok pekerja
-Berbagai sebab yg bukan kerja hrs disingkirkan, mis : bahan kimia/alergen lain
dirumah, zat2 yg dijumpai pd waktu luang
Pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan
Riwayat medis, pemeriksaan fisik dg perhatian khusus pd kulit diseluruh
tubuh & alergi ( atopi )
Pemeriksaan berkala = sebelum penempatan
Uji tempel tidak dianjurkan utk skrining subyek yg tidak menunjukkan gejala.
Selang waktu antar pemeriksaan biasanya antara 6 bulan – 2 tahun, tergantung
tingkat paparan
8. Penyakit infeksi ( virus, bakteri, parasit, jamur )
Pekerja yg terpapar : pekerja pertanian, peternakan, kehutanan, pembukaan
lahan, penggali selokan/parit, penanganan daging aspi, ikan, ayam, burung,
dokter hewan, dokter, perawat, dokter gigi, petugas lab, pekerjaan dlm kondisi
hangat & lembab
( dapur, ruang senam, kolam renang)
Pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan :
Riwayat medis, pem fisik utk : menentukan status kesehatan awal pekerja,
identifikasi orang2 yg rentan, diagnosis & terapi kasus laten & aktif penyakit
infeksi. Pd pekerjaan dg risiko TBC : uji tuberkulin & rontgen foto thoraks.
Kdg2 diperlukan uji serologis & mikrobiologis utk deteksi infeksi masa lalu/ yg
sekarang.
Bila mungkin, pekerja di imunisasi yg sesuai
Pemeriksaan berkala = sebelum penempatan.
Mencakup penyusunan catatan medis penyakit demam / infeksi dg penggalian
informasi secara sistematik dan pengulangan uji serologis yg dilakukan
sebelumnya.
Utk pekerja pedesaan : pem setahun sekali
Pekerja kesehatan & lab : 6 bulan sekali
Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Sesudah mengalami kecelakaan atau penyakit yg memerlukan perawatan lebih
dari 2 minggu
Adanya dugaan2 tertentu mengenai gangguan kesehatannya
Bila ada keluhan dari : tenaga kerja / pengawas K3 / Depnaker setempat /
masyarakat
Hasil pem. Kesehatan berkala dan pem. Kesehatan khusus
Sehat
Perlu tindak lanjut untuk kelainan medis yang ditemukan
Perlu tindak lanjut dari segi pekerjaannya, bila kelainan yang ditemukan akan
mengganggu keselamatan dan kesehatan kerja
KESIMPULAN
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja merupakan salah satu upaya pembinaan
sumber daya manusia
Sosialisasi ke pihak perusahaan mengenai pentingnya pem. Kes. Tenaga kerja
perlu ditingkatkan
Jenis pemeriksaan, hasil serta tindak lanjutnya perlu disesuaikan / dikaitkan
dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerjanya