asma step 1-7 kelompok 8

132
SKENARIO 3 Sesak Napas yang Berbunyi Laila 18 tahun datang ke praktek dokter keluarga dengan keluhan sesak napas yang berbunyi dan disertai dengan batuk berdahak. Batuk dirasakan sejak 3 hari yang lalu ketika Laila membersihkan gudang di belakang rumahnya. Laila sudah sering mengalami batuk-batuk dengan ataupun tanpa sesak ketika dia berolahraga pagi atau membersihkan rumahnya, terakhir sesak dirasakan 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/70 mmHg, nadi 104x/menit, RR 32x/menit. Pada pemeriksaan auskultasi thorak terdapat wheezing ekspirasi. Selanjutnya dojter tersebut melakukan nebulisasi pada laila. Setelah kondisi Laila stabil lalu diberikan resep berupa obat semprot dan pil. Step 1 Nebulisasi : Pemberian terapi inhalasi menggunakan alat nebulizer Step 2 1

Upload: dian-laras-suminar

Post on 11-Aug-2015

50 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Step 1-7 Kelompok 8

SKENARIO 3

Sesak Napas yang Berbunyi

Laila 18 tahun datang ke praktek dokter keluarga dengan keluhan sesak napas yang

berbunyi dan disertai dengan batuk berdahak. Batuk dirasakan sejak 3 hari yang lalu ketika

Laila membersihkan gudang di belakang rumahnya. Laila sudah sering mengalami batuk-

batuk dengan ataupun tanpa sesak ketika dia berolahraga pagi atau membersihkan

rumahnya, terakhir sesak dirasakan 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan TD

110/70 mmHg, nadi 104x/menit, RR 32x/menit. Pada pemeriksaan auskultasi thorak

terdapat wheezing ekspirasi. Selanjutnya dojter tersebut melakukan nebulisasi pada laila.

Setelah kondisi Laila stabil lalu diberikan resep berupa obat semprot dan pil.

Step 1

Nebulisasi : Pemberian terapi inhalasi menggunakan alat nebulizer

Step 2

1. Patofisiologi dan patogenesis asma bronkial ?

2. Faktor resiko asma bronkial ?

3. Klasifikasi asma bronkial ?

4. Interpretasi pemeriksaan fisik ?

5. Tatalaksana ?

6. Komplikasi ?

7. DD ?

1

Page 2: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Step 3

1. Patofisiologi dan patogenesis asma bronkial ?

Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan

mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi

karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini

mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.

Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan

pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).

Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas

berjalan lancer. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1

(Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan

penurunan KVP (Kapasita Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,

maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar,

sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding

mengi.

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-

daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah

tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma

sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar

kebutuhan tubuh terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan

2

Page 3: Asma Step 1-7 Kelompok 8

sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada

serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus

sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukuran gas.

Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta

terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan

penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis

respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis

metabolic dan kontriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu

peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk

hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan

hal-hal sebagai berikut:

1) Gangguan ventilasi berupa hiperventilasi,

2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan

sirkulasi darah paru,

3) Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik

pada tahap yang sangat lanjut.

Patogenesis

Dahulu diakui yang berperan pada patogenesis asma adalah spasme otot polos bronkus

yang disebabkan lepasnya mediator-mediator sel mast. Doktrin ini kemudian direvisi

setelah diketahui bahwa inflamasi saluran nafas merupakan mekanisme utama yang

bertanggung jawab terhadap hipereaktivitas saluran nafas, dan ternyata berbagai sel

inflamasi terlibat pada patogenesis ini terutama limfosit dan eosinofil. Sel-sel inflamasi

tersebut menghasilkan bermacam-macam mediator yang saling berinteraksi menimbulkan

berbagai efek patologik yang bertanggung jawab terhadap hipereaktivitas saluran nafas dan

gejala klinik asma. Inflamasi saluran nafas pada asma dibuktikan dari gambaran

histopatologik mukosa bronkus dan gambaran sel pada kurasan bronkoalveolar.

3

Page 4: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan serangan asma perlu diketahui dan

sedapatnya dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :

1.      Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan

2.      iritan seperti asap, bau-bauan, polutan

3.      infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus

4.      Perubahan cuaca yang ekstrim

5.      Kegiatan jasmani yang berlebihan

6.      Lingkungan kerja

7.      Obat-obatan

8.      Emosi

9.      Lain-lain, seperti refluks gastro esophagus

2. Faktor resiko asma bronkial ?

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

• Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai

keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita

sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara

lain pada:

4

Page 5: Asma Step 1-7 Kelompok 8

a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human

leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-DQ, HLA-DP dan HLA-DR,

yang berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen.

b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis

asma, yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi

interleukin (IL) 4, yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12,

13, 14, 19 juga berperan dalam produksi berbagai sitokin pada asma.

c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.

b. Faktor presipitasi

• Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

• Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir

yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

• Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi

nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5

Page 6: Asma Step 1-7 Kelompok 8

• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani

atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Klasifikasi asma bronkial ?

1. .Berdasarkan Etiologi

a. Ekstrinsik (alergik)

b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)

c. Asma gabungan

2. Berdasarkan Keparahan Penyakit

a. Asma intermiten

b. Asma ringan

c. Asma sedang (moderate)

d. Asma parah (severe)

        

3.Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma

Dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Asma terkontrol

b. Asma terkontrol sebagian (partial)

c. Asma tak terkontrol

4. Interpretasi pemeriksaan fisik ?

TD 110/70 : Normal

Nadi 104X/menit : Asma sedang (100 -120 kali/menit)

Asma ringan <100 kali/menit

Asma berat >120 kali/menit

RR 32 kali/menit : cepat, pada asma >30 kali/menit

6

Page 7: Asma Step 1-7 Kelompok 8

5. Tatalaksana ?

Pengobatan

1. Pengobatan Simptomatik

2. Pengobatan Profilaksis

Tatalaksana

a. Tatalaksana Asma Akut Intermiten

b. Tatalaksana Asma Berat Dan Status Asmatikus

6. Komplikasi ?

1. Infeksi saluran nafas

2. Atelektasis

3. Pneumotoraks, pneumomediastinum. Emfisema kutis

4. Gagal nafas

5. Aritmia ( terutama, bila sebelumnya ada kelainan jantung )

7. DD ?

[LO]

7

Page 8: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Step 4

1. Patofisiologi dan patogenesis asma bronkial ?

Patofisiologi

Tanda patofisiologis asma adalah pengurangan diameter jalan napas yang disebabkan

kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental

yang lengket. Hasil akhirnya adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan volume

ekspirasi paksa (Forced Expiratory Volume) dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan

toraks, peningkatan kerja pernapasan, perubahan fungsi otot pernapasan, perubahan rekoil

elastik (Elastic Recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal serta

perubahan gas darah arteri. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali pada

elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru. Kapasitas vital

paksa (Forced Vital Capacity) cenderung ≤ 50 % dari nilai normal. Volume ekspirasi

paksa satu detik (1-S Forced Expiratory Volume, FEV1) rata-rata 30 % atau kurang dari

yang diperkirakan. Sementara rata-rata aliran midekspiratori maksimum dan minimum

(Maximum and Minimum Midexpiratory Flow Rates) berkurang sampai 20 %. Untuk

mnegimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap dalam paru-paru (Air

Trapping) ditemukan berjumlah besar. Pada pasien yang sakit berat, volume residual (RV)

sering mendekati 400 % nilai normal, sementara kapasitas residual fungsional menjadi

berlipat ganda. Serangan berakhir secara klinis bila RV turun sampai 200 % dari nilai yang

diperkirakan dan bila FEV1 naik sampai 50 %.

Hipoksia merupakan temuan umum sewaktu eksaserabsi akut tetapi gagal ventilasi relatif

tidak biasa ditemukan. Sebagian besar pasien asma mengalami hipokapnia dan alkalosis

respiratorik. Bila ditemukan asidosis metabolik pada asma akut, hal ini merupakan

petunjuk obstruksi berat. Biasanya tidak ada gejala klinis yang menyertai perubahan gas

darah. Sehingga tingkat hipoksia tidak dapat ditentukan. Sianosis merupakan tanda akhir.

Jadi kita tidak boleh menilai status ventilasi seorang pasien berdasarkan gejala klinis saja.

Sehingga tekanan gas darah arteri harus diukur.

8

Page 9: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Patogenesis

Asma terjadi akibat status inflamasi subakut yang persisten pada saluran pernapasan.

Bahkan pada pasien yang asimptomatik, saluran pernapasan dapat menjadi edematus dan

diinfiltrasi oleh eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau tanpa peningkatan komposisi

kolagen pada membran basalis epitelial. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan

selularitas berhubungan dengan meningkatnya kepadatan kapiler. Mungkin juga terdapat

hipertrofi kelenjar dan penggundulan epitel. Perubahan ini dapat bersifat persisten

tergantung dari penanggulangan dan seringkali tidak berhubungan dengan derajat penyakit

ini.

Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel

radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan

sitokin. Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast,

eosinofil, limfosit, dan sel epitel saluran napas. Setiap jenis sel tersebut dapat

mengeluarkan mediator dan sitokin untuk menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut

dan juga perubahan patologis dalam jangka panjang. Mediator yang dilepaskan

menghasilkan reaksi radang yang cepat dan hebat melibatkan konstriksi bronkus, kongesti

vaskular, pembentukan edema, meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport

mukosiliaris. Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis. Gabungan lain

dari faktor-faktor kemotaktik (faktor anafilaksis eosinofil dan neutrofil dan leukotrien B4)

juga membawa eosinofil, platelet, dan leukosit polimorfonuklear ke lokasi reaksi. Epitel

saluran napas merupakan target dan kontributor dalam rangkaian proses radang. Jaringan

ini mengamplifikasi konstriksi bronkus dan meningkatkan vasodilatasi dengan melepaskan

nitrogen oksida, prostaglandin E2, faktor stimulasi granulosit-koloni makrofag, interleukin

1, faktor pertumbuhan epidermal, IGF (insulin-like growth factor), PDGF (platelet derived

drowth factor).

9

Page 10: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5

menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi,

sel-sel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal

bebas derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen

bronkial dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan

sekretori, kerusakan tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang

menimbulkan peradangan lebih lanjut.

Limfosit T juga memiliki peran penting dalam respon radang. TH2 teraktifasi ditemukan

meningkat pada saluran napas dan menghasilkan sitokin seperti IL1-4 yang menginisiasi

respon imun humoral (IgE). Menurut data yang telah dikumpulkan, asma mungkin

memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan antara respon imun TH1 dengan TH2,

tetapi kesimpulan yang pasti belum ditetapkan.

Pertimbangan Genetik

Pemindaian terhadap keluarga untuk kandidat gen telah mengidentifikasi beberapa bagian

kromosom yang berhubungan dengan atopi, peningkatan kadar IgE, dan saluran napas

yang hiperresponsif. Kromosom 5q mengandung klaster sitokin (IL1-4, IL-5, IL-9, dan IL-

13). Bagian lain dari kromosom 5q mengandung reseptor ß-adrenergik dan glukokortikoid.

Kromosom 6p memiliki bagian yang penting dalam penyajian antigen dan mediasi respon

radang. Kromosom 12q mengandung dua gen yang berpengaruh pada atopi dan

hiperresponsi saluran napas, termasuk nitrit oksida sintase

Stimulus Pencetus Asma

Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh

kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan

dengan olahraga, dan emosional.

Alergen

Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T

dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast – IgE. Setelah menerima

10

Page 11: Asma Step 1-7 Kelompok 8

imunogen, interaksinya dengan sel T membentuk TH2. Proses ini bukan hanya membentu

memfasilitasi radang pada asma, tetapi juga menyebabkan pengalihan produksi IgG dan

IgM oleh limfosit B menjadi produksi IgE.

Sebagian besar alergen asma tersawa oleh udara, dan untuk menghasilkan status

sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat

menampakkan respon yang hebat, bahkan kontak dalam hitungan menit dapat

menghasilkan eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman,

paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan

musiman dapat ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu,

jamur, dan antigen lingkungan lain yang ada secara kontinyu.

Rangsangan Farmakologis

Obat yang paling sering berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin (NSAIDs),

zat warna seperti tartazin, antagonis ß-adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang

sensitif aspirin terutama pada orang dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak.

Terdapat reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAIDs yang menginhibisi prostaglandin

G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat didesensitisasi dengan

pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAIDs lainnya.

Antagonis ß-adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran napas

dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis ß-

adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi.

Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati

glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma.

Senyawa sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan industri farmasi sebagai

zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan saluran napas bagi

orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan yang

mengandung zat-zat tersebut.

Lingkungan dan Polusi Udara

11

Page 12: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Penyebab asma dari lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang

meningkatkan konsentrasi polutan dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah

indutri berat dan perkotaan padat dan seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau

siluasi lain yang menimbulkan udara tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun

populasi secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan

penyakit pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.

Faktor pekerjaan

Obstruksi saluran parnapasan akut dan kronis telah dilaporkan berkaitan dengan paparan

sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya

senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan

asma dengan menghasilkan reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul

rendah merupakan senyawa yang memiliki efek konstriktor bronkus.

Infeksi

Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan

eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap

mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama. Pada anak yang masih kecil,

penyebab infeksi yang paling penting adalah virus pernapasan sinsisial dan virus

parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Rhinovirus dan virus

influenza merupakan patogen yang dominan. Mekanisme induksi eksaserbasi asma oleh

virus berhubungan dengan produksi sitokin oleh sel T yang membantu infiltrasi sel radang

pada saluran napas.

Olahraga

Biasanya serangan timbul setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga.

Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin dingin udara menentukan parahnya obstruksi

saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi

berhubungan dengan hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding

saluran napas.

12

Page 13: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Stres Emosional

Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada

diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n. vagus, tetapi mungkin juga

endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu pasien

dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.

2. Faktor resiko asma bronkial ?

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

• Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi

ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor

pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis , antara

lain pada:

a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang mengkode human

leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-DQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang

berfungsi mempermudah pengenalan dan presentasi antigen.

b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma,

yaitu kromosom 5q. Sebagai contoh gen 5q31-33 mengatur produksi interleukin (IL) 4,

yang berperan penting dalam terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga berperan

dalam produksi berbagai sitokin pada asma.

c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.

13

Page 14: Asma Step 1-7 Kelompok 8

b. Faktor presipitasi

• Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

• Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir

yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

• Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani

atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan

asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Klasifikasi asma bronkial ?

1. Berdasarkan Etiologi

14

Page 15: Asma Step 1-7 Kelompok 8

a. Ekstrinsik (alergik)

        Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan

spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi

genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti

yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :

1.       Asma ekstrinsik atopik

Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:

-          Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan

dengan reaksi kulit tipe 1

-          Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul

sebelum usia 30 tahun

-          Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan

serangan asma yang berbeda-beda

2.       Asma ekstrinsik non atopik

 Memiliki sifat-sifat antara lain

-          Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang

spesifik

-          Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang

tersensitasi dapat menjadi positif

-          Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik

-          Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari 

b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)

        Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

15

Page 16: Asma Step 1-7 Kelompok 8

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

Sifat dari asma intrinsik :

o Alergen pencetus sukar ditentukan

o Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif

o Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh

penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda

o Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan

disebut juga late onset asma

o Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali

menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.

o Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat

dibuktikan dengan keterlibatan IgE

o Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan asma ekstrinsik

o Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE

o Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%

o Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai

c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergik.

2. Berdasarkan Keparahan Penyakit

a. Asma intermiten

           Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam

atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan

asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory

Value in 1 second (PEV1) > 80%

b. Asma ringan

16

Page 17: Asma Step 1-7 Kelompok 8

           Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi

mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan,

PEF dan PEV1 > 80%

c. Asma sedang (moderate)

           Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma

malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja

cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%

d. Asma parah (severe)

         Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari

sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%

3.Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma

Dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Asma terkontrol

b. Asma terkontrol sebagian (partial)

c. Asma tak terkontrol

4. Interpretasi pemeriksaan fisik ?

TD 110/70 : Normal

Nadi 104X/menit : Asma sedang (100 -120 kali/menit)

Asma ringan <100 kali/menit

Asma berat >120 kali/menit

RR 32 kali/menit : cepat, pada asma >30 kali/menit

5. Tatalaksana ?

1. Pengobatan Simptomatik

17

Page 18: Asma Step 1-7 Kelompok 8

TujuanPengobatan Simpatomimetik adalah :

a.Mengatasi serangan asma dengan segera.

b.Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.

c. Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah :

a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)

–Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam   

kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi subcutan.

Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan,

bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit.

– Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan  

     efektif diberikan peroral.

–Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan

4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek

samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB

b. Bronkodilator golongan teofilin

– Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari   

    oral atau IV.

–Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi

   240 mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan.  

   Dapat diulang  6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-

   5 mg/kg BB

c. Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai    

      Dalam  keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis

tidak memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa

penderita (contoh : status asmatikus). Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari)

18

Page 19: Asma Step 1-7 Kelompok 8

kortikosteroid dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu

tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason

d. Ekspektoran.

           Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan

menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan

dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin,

sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP),

Glicseril guaiakolat (GG)

e. Antibiotik

           Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi

saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi. 

2. Pengobatan Profilaksis

            Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional,

karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan

bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang,

dengan cara kerja obat sebagai berikut :

a. Menghambat pelepasan mediator.

b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.

d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan

meringankan beratnya serangan.

19

Page 20: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :

a. Steroid dalam bentuk aerosol.

b. Disodium Cromolyn.

c. Ketotifen.

d. Tranilast.

Tatalaksana

a. Tatalaksana Asma Akut Intermiten

1. Aminofilin : 3 X 3-5 mg/kg BB atau

2. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB

3. Bila ada batuk berikan ekspectoran

4. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika

b. Tatalaksana Asma Berat Dan Status Asmatikus

1. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau

    Aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Catatan : pemberian

    Adrenalin pada orang tua harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada

    Penderita hipertensidan penyakit jantung.

2. Dexametason 5 mg IV.

3. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.

4. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus :

- Pasang infus Glukosa 5% atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam.

- Rujuk segera ke Rumah Sakit

20

Page 21: Asma Step 1-7 Kelompok 8

6. Komplikasi ?

1. Status asmatikus

Serangan asma berat, tidak memberikan respon adrenalin. Apabila terjadi serangan

yang lebih berat sebaiknya dirawat dengan terapi intensif.

2. Atelektasis

Pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara atau

akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3. Hipoksemia

Tubuh kekurangan oksigen

4. Pneumotoraks

Terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolaps paru.

5. Emfisema

Penyakit yang gejala utamanya penyempitan saluran nafas karena kantung udara

diparu menggelembung secara berlebihandan mengalami kerusakan yang luas.

7. DD ?

[LO]

21

Page 22: Asma Step 1-7 Kelompok 8

S TEP 5

1. Sebutkan dan jelaskan Komplikasi asma!

2. Sebutkan dan jelaskan diagnosis banding dari asma!

3. Jelaskan penatalaksanaan asma!

4. Jelaskan edukasi pada pasien asma!

22

Page 23: Asma Step 1-7 Kelompok 8

S TEP 6

Belajar Mandiri

• Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

• Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK

UI.

• Tjay, Tan Hoan Drs. dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta:

Gramedia.

• Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),

Bandung

Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

• - Doengoes, M.E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

• Depkes, RI. 1997. Pedoman penyakit asthma dan penanggulangannya. Dirjen P2M dan

PLP, Jakarta.

• Arifin, N.1990. Diagnostik tuberkulosis asthma dan penanggulangannya , Universitas

Indonesia , Jakarta

• Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan asthma. Cetakan 8,

Departemen Kesehatan; 2003.

• Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta.

23

Page 24: Asma Step 1-7 Kelompok 8

STEP 7

1. Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

Status asmatikus

Atelektasis

Asidosis respiratorik

Hipoksemia

Pneumothoraks

Emfisema

a. Status asmatikus adalah merupakan serangan asma berat yang tidak dapat diatasi

dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik, bila tidak

diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan.

Stadium awal :

• Batuk berkala dan batuk kering

• Stadium ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul.

• Terjadi pembengkakan mukosa

Stadium kedua :

• Batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa

• Sesak nafas

• Bunyi mengi (Wheezing)

• Gelisah, pucat, bibir, dan ekstremitas biru

Stadium ketiga :

24

Page 25: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Semua gejala stadium dua ditambah suara nafas tidak terdengar, tidak ada batuk,

pernafasan dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi.

Pengobatan selama status asmatikus :

o Infus RL : D5 = 3 :1 tiap 24 jam

o Pemberian oksigen 4 liter/menit

o Aminophilin bolus 5 mg/kgBB diberikan secara pelan-pelan selama 20 menit

dilanjutkan dengan drip D5 % 20 tetes/menit dengan dosis 20 mg/kgBB/24 jam

o Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub cutan

o Dexametason 10-20 mg/6 jam IV

o Antibiotika spektruk luas.

b. ATELEKTASIS

definisi

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan

saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

Sindroma lobus medialis

Sindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang, dimana lobus media

(tengah) dari paru-paru kanan mengkerut. Penyebabnya biasanya adalah penekanan

bronkus oleh suatu tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Paru-paru yang

tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia yang tidak dapat sembuh

total dan peradangan kronis, jaringan parut dan bronkiektasis.

Atelektasis percepatan

25

Page 26: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Atlektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur. Penerbangan dengan

kecepatan tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil, menyebabkan alveoli

(kantong udara kecil di paru-paru) menciut.

Mikroatelektasis tersebar atau terlokalisasi

Pada keadaan ini, sistem surfaktan paru-paru terganggu. Surfaktan adalah zat yang

melapisi alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan, sehingga mencegah

pengkerutan. Bila bayi prematur kekurangan surfaktan, mereka akan mengalami sindroma

gawat pernafasan.

Orang dewasa juga bisa mengalami mikroatelektsis karena:

- terapi oksigen yang berlebihan

- infeksi berat dan luas (sepsis)

- faktor lainnya yang merusak lapisan alveoli.

Penyebab

Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah 2

cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa

terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.

Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang

terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari

luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan

tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli

akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel

darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi.

Faktor resiko terjadinya atelektasis:

o Pembiusan (anestesia)/pembedahan

o Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi

26

Page 27: Asma Step 1-7 Kelompok 8

o Pernafasan dangkal

o Penyakit paru-paru.

Gejala

Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.

Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun

banyak yang menderita batuk-batuk pendek.

Gejalanya bisa berupa:

- gangguan pernafasan

- nyeri dada

- batuk.

Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang

sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen dada akan

menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru. Untuk menentukan penyebab

terjadinya penyumbatan mungkin perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau bronkoskopi

serat optik.

Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali

mengembangkan jaringan paru yang terkena.

Tindakan yang biasa dilakukan:

o Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali

bisa mengembang

o Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya

27

Page 28: Asma Step 1-7 Kelompok 8

o Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)

o Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

o Postural drainase

o Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

o Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.

o Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan

atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena

mungkin perlu diangkat

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis

akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun

kerusakan lainnya.

Pencegahan

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:

o Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam,

batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.

Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan

dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.

o Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan

pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan

alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan

tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu

pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

c. Asidosis respiratorik

- Emfisema

- Bronkitis kronis28

Page 29: Asma Step 1-7 Kelompok 8

- Pneumonia berat

- Edema pulmoner

- Asma.

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu

bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila

dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku

(etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.

Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat

menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu

di antaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik,

tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton.

Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat

dibentuk dari metabolisme gula.

Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam

jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan

asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal

sebagai asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA), yang bisa

terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi

kemampuan ginjal untuk membuang asam.

Penyebab utama dari asidosis metabolik:

o Gagal ginjal

o Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)

o Ketoasidosis diabetikum

o Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)

o Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid,

asetazolamid atau amonium klorida

29

Page 30: Asma Step 1-7 Kelompok 8

o Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena

diare, ileostomi atau kolostomi.

Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu

banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab

hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.

Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:

- rasa nyeri

- sirosis hati

- kadar oksigen darah yang rendah

- demam

- overdosis aspirin.

d. Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.

Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan

rongga dada.

Penyebab

30

Page 31: Asma Step 1-7 Kelompok 8

GEJALA

Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam

rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).

Gejalanya bisa berupa:

Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik

31

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:

1. Pneumotoraks spontan

Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada

penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan

oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau

bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40

tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan

penyakit yang sama.

Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru

(misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk

rejan).

2. Pneumotoraks traumatik

Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka

tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).

Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya

torakosentesis).

3. Pneumotoraks karena tekanan

Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami

kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh

jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Page 32: Asma Step 1-7 Kelompok 8

nafas dalam atau terbatuk

-

- Sesak nafas

- Dada terasa sempit

- Mudah lelah

- Denyut jantung yang cepat

- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

- Hidung tampak kemerahan

- Cemas, stres, tegang

- Tekanan darah rendah (hipotensi).

DIAGNOSA

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru

bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan

pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam

32

Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara

pernafasan pada sisi yang terkena. Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian

depan leher) bisa terdorong ke salah satu sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

- Rontgen dada (untuk menunjukkan adanya udara diluar paru-paru)

- Gas darah arteri.

PENGOBATAN

Page 33: Asma Step 1-7 Kelompok 8

beberapa hari udara akan diserap. Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar

memerlukan waktu sekitar 2-4minggu. Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga

menggangu pernafasan, maka dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga

yang memungkinkan pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang selama

beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk menjamin perawatan

selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di rumahsakit.

Untuk mencegah serangan ulang, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Hampir 50%

penderita mengalami kekambuhan, tetapi jika pengobatannya berhasil, maka tidak akan

terjadi komplikasi jangka panjang. Pada orang dengan resiko tinggi (misalnya penyelam

dan pilot pesawat terbang), setelah mengalami serangan pneumotoraks yang pertama,

dianjurkan untuk menjalani pemedahan Pada penderita yang pneumotoraksnya tidak

sembuh atau terjadi 2 kali pada sisi yang sama, dilakukan pembedahan untuk

menghilangkan penyebabnya.

Pembedahan sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan

dengan komplikasi atau penderita pneumotoraks berulang. Oleh karena itu seringkali

dilakukan penutupan rongga pleura dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang

digunakan untuk mengalirkan udara keluar.

Untuk mencegah kematian pada pneumotoraks karena tekanan, dilakukan pengeluaran

udara sesegera mungkin dengan menggunakan alat suntik besar yang dimasukkan melalui

dada dan pemasangan selang untuk mengalirkan udara.

e. Emfisema

Pengertian Emfisema

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus

terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

33

Page 34: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran

ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan

pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan

napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak

langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang

rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan

kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada

tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan

peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan

asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal

berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk

mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian,

gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.

Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar

menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk

membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis

dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar

udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara

kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan

positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.

34

Page 35: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter,

ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus

meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti

tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena

adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Emfisema

Tanda dan Gejala Emfisema

Dispnea

Takipnea

Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

35

Page 36: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Hipoksemia

Hiperkapnia

Anoreksia

Penurunan BB

Kelemahan

Pemeriksaan Penunjang

1.      Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung

normal

2.      Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC

dan FEV

2. Diagnosis banding dari asma bronkial

Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan

emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10

penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena asma,

bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering

kematian di Indonesia (1). Penyakit bronchitis kronik dan emfisema di Indonesia

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan

pesatnya kemajuan industri (2)

Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok

tetapi telah pula menimbulkan pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan

masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronkitis kronik dan emfisema .

36

Page 37: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.Emfisema menduduki

peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas

Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan 15 % wanita Data epidemiologis di Indonesia

sangat kurang. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan

Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua terbanyak setelah

tuberkulosis paru (65 %). Di Indonesia belum ada data mengenai emfisema paru.

A. Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara

abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan

dinding alveolus yang ireversibel

Berdasarkan tempat terjadinya proses kerusakan, emfisema dapat dibagi menjadi tiga

1.Sentri-asinar (sentrilobular/CLE)

37

Page 38: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

dan daerah sekitar asinus.

2.Pan-asinar (panlobular)

Kerusakan terjadi merata di seluruh asinus. Merupakan bentuk yang jarang, gambaran khas

nya adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung

terserang lebih parah. Tipe ini sering timbul pada orang dengan defisiensi alfa-1 anti

tripsin.

3.Iregular

Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.

Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif (4).

1.Emfisema kompensatorik

Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak atau

kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.

2.Emfisema obstruktif

Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh, hingga

terjadi mekanisme ventil.

b. Patogenesis Emfisema

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema paru yaitu rokok, polusi,

infeksi, faktor genetik, obstruksi jalan napas.

1.Rokok

Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas,

menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar 38

Page 39: Asma Step 1-7 Kelompok 8

mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya

perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus

dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah

dan alveoli pecah .Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear

melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti

tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya .

2.Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan

angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi

udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat

fungsi makrofag alveolar .

3.Infeksi

Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi

saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada

obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema .

4.Faktor genetik

Defisiensi Alfa-1 anti tripsin

Allergen-allergen atau benda asing ketika memasuki jaringan paru-paru merangsang

kedatangan leukosit dan makrofag. Leukosit dan makrofag menghasilkan enzim proteolitik

(elastase, collagenase) untuk mencerna benda asing atau bakteri tersebut. Untuk membatasi

reaksi berlebihan dari enzim proteolitik yang dihasilkan lekosit dan makrofag, normalnya

paru mengeluarkan enzim alfa-1antitripsin atau kini disebut alfa-1antiprotease. Jika

terdapat defisiensi enzim alfa-1antiprotease, enzim proteolitik dapat merusak jaringan paru

seperti bronkus, alveolus dan parenkim paru dan terbentuk emfisema.

5.Obstruksi jalan napas

39

Page 40: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi

mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi

tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen

dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang

terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus .

c. Patofisiologi emfisema

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-

alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai

sebagian atau seluruh paru . Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari

obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran

udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan

demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah

belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian.

Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus

yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu

dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah

yang menyimpang.

Mekanisme katup penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi

akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana

pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya

penimbunan udara di alveolus menjadi bertambah di sebelah distal dari paru.

Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang

berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik

jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada

dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar

40

Page 41: Asma Step 1-7 Kelompok 8

iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan

sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat

merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding

alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga

timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara

mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat

aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada

sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini

ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus

berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi

pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan

stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran

alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli .

d. Cara diagnosis Emfisema

1.Anamnesis :

o Riwayat menghirup rokok.

o Riwayat terpajan zat kimia.

o Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.

o Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas

berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.

o Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam

beberapa tahun .

o Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-kadang tidak

terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya .

2. Pemeriksaan Fisik :41

Page 42: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Inspeksi :

o Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).

o Dada berbentuk barrel-chest.

o Sela iga melebar.

o Sternum menonjol.

o Retraksi intercostal saat inspirasi.

o Penggunaan otot bantu pernapasan.

Palpasi : vokal fremitus melemah.

Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah.

Auskultasi :

o Suara nafas vesikuler normal atau melemah.

o Terdapat ronki samar-samar.

o Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.

o Ekspirasi memanjang.

o Bunyi jantung terdengar jauh, bila terdapat hipertensi pulmonale akan terdengar

suara P2 mengeras pada LSB II-III .

3.Pemeriksan Penunjang :

a.Faal Paru

42

Page 43: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Spinometri (VEP, KVP). Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 < 80 % KV menurun, KRF

dan VR meningkat. VEP, merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya dan perjalanan penyakit.

Uji bronkodilator

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan 15-20 menit kemudian

dilihat perubahan nilai VEP 1.

b.Darah Rutin

Hb, Ht, Leukosit (1).

c.Gambaran Radiologis

o Pada emfisema terlihat gambaran :

o Diafragma letak rendah dan datar.

o Ruang retrosternal melebar.

o Gambaran vaskuler berkurang.

o Jantung tampak sempit memanjang.

o Pembuluh darah perifer mengecil

d. Pemeriksaan Analisis Gas Darah

Terdapat hipoksemia dan hipokalemia akibat kerusakan kapiler alveoli (6).

e. Pemeriksaan EKG

Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

43

Page 44: Asma Step 1-7 Kelompok 8

f. Pemeriksaan Enzimatik

Kadar alfa-1-antitripsin rendah.

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :

o Penatalaksanaan umum.

o Pemberian obat-obatan.

o Terapi oksigen.

o Latihan fisik.

o Rehabilitasi.

o Fisioterapi.

1.Penatalaksanaan umum

Yang termasuk di sini adalah :

a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita

Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor

yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha

pencegahan .

b.Menghindari rokok dan zat inhalasi

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita

harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus

dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit .

44

Page 45: Asma Step 1-7 Kelompok 8

c.Menghindari infeksi saluran nafas

Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu

eksaserbasi akut penyakit.

2.Pemberian obat-obatan.

a.Bronkodilator

1.Derivat Xantin

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini

menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator

dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin .

2.Gol Agonis β2

Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil

siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan

bronkodilatasi.

Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah :

terbutalin, metaproterenol dan albuterol.

3.Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim

guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat

ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi .

4.Kortikosteroid

45

Page 46: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih

diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan

dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason,

prednison dan prednisolon .

b.Ekspectoran dan Mucolitik

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting

pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah

bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.

Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi

saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans .

c.Antibiotik

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan

eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk.

Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit.

Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang

bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan

selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan

pemeriksaan mikroorganisme .

3.Terapi oksigen

Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 < 55 mmHg. Pemberian oksigen

konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis,

koordinasi otot, toleransi beban kerja .

4.Latihan fisik

46

Page 47: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien

yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini

membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan

pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat .

Latihan fisik yang biasa dilakukan :

o Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri

o Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke

belakang

o Memutar bahu ke depan dan ke belakang

o Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk

o Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan

o Latihan dilakukan 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu

o Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga

o Walking – joging ringan.

5.Rehabilitasi

Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa

tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi

penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila

istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat

tapi teratur .

6.Fisioterapi

Tujuan dari fisioterapi adalah :

47

Page 48: Asma Step 1-7 Kelompok 8

o Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.

o Mengatasi gangguan pernapasan pasien.

o Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.

o Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.

o Mengurangi spasme otot leher .

Penerapan fisioterapi :

1.Postural Drainase :

Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara

penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya

gravitasi.

Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi

gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk .

2.Breathing Exercises :

Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian

menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan

adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi

atau di tempat tidur dan berdiri.

Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan,

meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi

otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.

3.Latihan Batuk :

48

Page 49: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari

sekret dan benda asing.

4.Latihan Relaksasi :

Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan

kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan

usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.

Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.

Contohnya :

Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita

ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal

sebagai penyangga (10).

f. Prognosis

Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis

waktu berobat.

Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :

Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.

Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan meninggal

B. Bronkitis kronis

1. Pengertian bronchitis

49

Page 50: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat

akut maupun kronis. Bronchitis akut adlah peradangan bronki dan kadang-kadang

mengenai trakea yang timbul secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh perluasan

infeksi saluran napas atas seperti common cold atau dapat juga disebabkan oleh agen fisik

atau kimia seperti: asap, debu, atau kabut yang menguap. Sedangkan bronchitis kronis

adalah gangguan klinis yang ditandi dengan pembentukan mucus yang berlebihan pada

bronkus dan bermanifestasi sebagai batu kronik dan pembentukan sputum selam sedikitnya

tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam du tahun berturut-turut pembahasan

selajutnya akan mmenekankan pada kasus bronchitis kronik

2. Etiologi

Terdapat 3 faktor utama yang mengpengaruhi timbilnya bronchitis yaitu rokok, infeksi, dan

polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya dengan factor keturunan dan status social.

a. Rokok

Menurut buku REPORT OF THE WHO EXPERT COMITE ON SMOKING CONTROL,

rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis.terdapat hubungn yang antara merokok

dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan

50

Page 51: Asma Step 1-7 Kelompok 8

dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran

pernapasan juga dapat menyebabkan bronchitis akut.

b. Infeksi

Eksasebasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi vius yang kemudian

menyebakan infeksi sekundr bakteri. Bakteri yang isolasi paling banyak adalah hemophilus

influenza dan sterptococus pnemoniae.

c. Polusi

Polusi tidak begitu pengaruhnya sebagai factor penyebab tetapi bila di tambah merokok

resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga adalah zat-zat pereduksi 02, zat-zat

pengoksidasi seperti N20, hidrokarbon, aldehid, ozon.

d. Keturunan

Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan atau tidak , kecuali pada

penderita defisiensi alfa -1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini

diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang

sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

e. Faktor social ekonomi

Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan social ekonomi rendah,

mungkin disebabkan factor linkungan dan ekonomi yang lebih baik.

Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lender dan imflamasi. Adanya

iritasi yang terus menerus menyebabkan kelenjar.kelenjar mensekresi lender sehinga lender

yang diproduksi semakin banyak peningkatanjumlah sel goblet dan penurunan fungsi

silia.hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada

bronkiolus.alveoli yang terletak dengan bronkiolus dapat mengalami kerusakan dan

membentuk fibrosis sehinga terjadi perubahan fungsi bakteri . proses ini menyebabkan

klien menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.penyempitan bronchial lebih lanjut

51

Page 52: Asma Step 1-7 Kelompok 8

dapat terjadi perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas.pada waktunya dapat terjadi

perubahan paru yang irreversible.hal tersebut kemungkinan mengakibatkan emfisema dan

bronkiektatis.

Tanda dan Gejala

oHipertrofi kelenjar mukosa bronkus

oPeningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang

oEdema mucus

oBatuk produktif ,kronis pada bulan-bulan musim dingin merupakan tanda dini bronchitis

kronik.

3. Test Diagnostik

Tes diagnostic yang dilakukan pada klien bronchitis kronik adalah meliputi rotagen

thoraks,analisa sputum,tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.

4. Komplikasi

Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmonale,gagal jantung kanan dan

gagal pernapasan.

5. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan umum pada bronchitis kronik bertujuan untuk memperbaiki kondisi

tubuh penderita ,mencegah perburukan penyakit,menghindari factor resiko dan mengenali

sifat penyakit secara lebih baik.di samping itu tujuan utama pengobatan adalah untuk

menjaga agar bronkiolus terbuka dan berfungsi sehingga memudahkan pembuangan

sekresi bronchial,mencegah infeksi dan kecacatan.perubahan pola sputum(Sifat

warna ,jumlah dan ketebalan)dan pola bentuk merupakan hal yang perlu

52

Page 53: Asma Step 1-7 Kelompok 8

diperhatikan .infeksi bakteri kambuh diobati dengan terapi antibiotika berdasarkan hasil

pemeriksaan kultur dan sensitivitas.

Terapi bronkodilator berguna untuk menghilangkan bronkospasme dan mengurangi

obstruksi jalan napas sehingga oksigen lebih banyak didistribusikan keseluruh bagian paru

dan ventilasi alveolar diperbaiki.drainase postular dan perkusi dada setelah pengobatan

biasanya sangat membantu terutama jika terdapat bronkiektasis.

Pemberian cairan peroral maupun parenteral jika terjadi bronkospasme berat merupakan

tindakan yang sangat penting.pemberian terapi cairan sangat membantu dalam

mengencerkan sekresi sehingga mudah dikeluarkan dengan membatukkan pemberian

kortikostreoid diberikan jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukan keberhasilan terhadap

pengobatan konservatif.klien harus berhenti merokok,karena rokok dapat menyebabkan

bronkontriksi,melumpuhkan silia yang berperan dalam membuang partikel yang

mengiritasi untuk mengembangkan paru.perokok juga lebih rentan trhadap infeksi

bronchial.

3. Penatalaksanaan dan edukasi pasien asthma

Bagan 1.

53

Page 54: Asma Step 1-7 Kelompok 8

ALGORITMA

PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH

Penilaian berat serangan

Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah

APE , 80% nilai terbaik / prediksi

Terapi awal

Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat

(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Bagan 2 . Algoritma Penatalaksanaan Asma Di Rumah Sakit

54

Pulang

Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2

Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi pasien

Memakai obat yang benarIkuti rencana pengobatan selanjutnya

Dirawat di RS

Inhalasi agonis beta-2 + anti—kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal

atau masker venturiPantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin

Dirawat di ICU

Inhalasi agonis beta-2 + anti kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta-2 injeksi

SC/IM/IVAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi

mekanik

Penilaian Awal

Riwayat dan pemeriksaan fisik

(auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi

Penilaian Ulang setelah 1 jam

Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik

Respons baik dan stabil dalam 60 menit

Pem.fisi normalAPE >70% prediksi/nilai terbaik

Respons Tidak Sempurna

Resiko tinggi distressPem.fisis : gejala ringan – sedangAPE > 50% terapi < 70%Saturasi O2 tidak perbaikan

Respons buruk dalam 1 jam

Resiko tinggi distressPem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran

menurunAPE < 30%PaCO2 < 45 mmHgPaCO2 < 60 mmHg

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal

Oksigenasi dengan kanul nasalInhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)Kortikosteroid sistemik : - serangan asma berat

- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator

- dalam kortikosterois oral

Perbaikan Tidak Perbaikan

Pulang

Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap

berikan pengobatan oral atau inhalasi

Dirawat di ICU

Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Page 55: Asma Step 1-7 Kelompok 8

-

Bagan 3. Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik / IGD

55

Nilai derajat serangan(1)

(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awalnebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)

nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan sedang(nebulisasi 1-3x,

respons parsial)

berikan oksigen (3)

nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dgn serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/observasipasang jalur parenteral

Serangan ringan(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)

observasi 2 jamjika efek bertahan, boleh pulangjika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan berat

(nebulisasi 3x,

respons buruk)

sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasipasang jalur parenteralnilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inapfoto Rontgen toraks

Boleh pulangbekali obat -agonis (hirupan / oral)jika sudah ada obat pengendali, teruskanjika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik R. Jalan, untuk reevaluasi

Ruang Rawat Sehari/observasioksigen teruskanberikan steroid oralnebulisasi tiap 2 jambila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inapoksigen teruskanatasi dehidrasi dan asidosis jika adasteroid IV tiap 6-8 jamnebulisasi tiap 1-2 jamaminofilin IV awal, lanjutkan rumatanjika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jamjika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulangjika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih rawat ke Ruang Rawat IntensifCatatan:

Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergikBila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat IntensifJika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kaliUntuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Page 56: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Bagan 4.

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Asma episodik jarang

56

Obat pereda: -agonis atau teofilin

(hirupan atau oral) bila perlu

PE

NGHINDARAN

Page 57: Asma Step 1-7 Kelompok 8

3-4 minggu, obat dosis / minggu > 3x < 3x

Asma episodik sering

6-8 minggu, respons: (-) (+)

Asma persisten

6-8 minggu, respons: (-) (+)

6-8 minggu, respons: (-) (+)

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

57

Tambahkan obat pengendali:

Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat:

-agonis kerja panjang (LABA) teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)

Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah satu obat:

-agonis kerja panjang teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

Obat diganti kortikoteroid oral

Page 58: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Bagan 5.

STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE

DALAM PENGENDALIAN ASMA

MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

KONSELING

KUNJUNGAN

RUMAH

PENGORGANISASIAN

MASYARAKAT/LS/LP/LSM (YAI, YAPNAS, dll)

58

PUSKESMAS

KLINIK SWASTA

PASIEN ASMA &

KELUARGA (KLIEN)

KELOMPOK

MASYARAKAT

BERISIKO

TINGGI

ASMA

Page 59: Asma Step 1-7 Kelompok 8

STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE

DALAM PENGENDALIAN ASMA

MELALUI PEMBERDAYAAN HARUS DIDUKUNG OLEH

BINA SUASANA & ADVOKASI

ADVOKASI

KOORD

BINA SUASANA

59

Org.Profesi

LSM

Dinkes Kab/Kota

PKM

TOMA

Puskesmas

Pengambil keputusan

/pemilik dana

Tenaga PKM

Individu

Kelmp.Masy

Dokter

Perawat

Bidan

Individu

Keluarga

Dukungan/Bantuan

Suasana Kondusif

Page 60: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Bagan 6.

PELANGI ASMA

Pelangi asma, monitoring asma secara mandiri

Hijau

Kondisi baik, asma terkontrol

Tidak ada / minimal gejala

APE : 80-100 % nilai dugaan / terbaik

Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap

berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut / eksaserbasi

Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat,

baik saat aktivitas maupun istirahat) dan atau APE 60-80 % dengan prediksi / nilai

terbaik.

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah

Berbahaya

Gejala asma terus- menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari.

APE < 60% nilai dugaan / terbaik.

Pasien membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati

dokter-pasien secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke

rumah sakit terdekat.

Sumber : PDPI, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia,2004

60

Page 61: Asma Step 1-7 Kelompok 8

PENGOBATAN ASMA

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas

hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti

sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol

bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis ß2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)

4. Variasi harian APE kurang dari 20%

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

61

Page 62: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan

kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperesponsif

dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma

dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat,

aman dan dari segi harga terjangkau. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan:

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

B. Edukasi

Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, menjaga penderita agar

tetap masuk sekolah/ kerja dan mengurangi biaya pengobatan karena berkurangnya

serangan akut terutama bila membutuhkan kunjungan ke unit gawat darurat/ perawatan

rumah sakit.

Dengan kata lain, tujuan dari seluruh edukasi adalah membantu penderita agar dapat

melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma. Komunikasi yang jelas antara dokter

dan penderita dalam memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan dalam

penatalaksanaan, adalah kunci peningkatan compliance/kepatuhan penderita dalam

melakukan penatalaksanaan tersebut. Edukasi penderita sebagai mitra dalam pengelolaan

asma mandiri, dengan memberikan penderita kemampuan untuk mengontrol asma melalui 62

Page 63: Asma Step 1-7 Kelompok 8

monitor dan menilai keadaan asma serta melakukan penanganan mandiri dengan arahan

dokter, terbukti menurunkan morbiditi . Untuk memudahkan hal tersebut digunakan alat

bantu peak flow meter dan kartu catatan harian.

Edukasi harus dilakukan terus menerus, dapat dilakukan secara perorangan maupun

berkelompok dengan berbagai metode. Pada prinsipnya edukasi diberikan pada :

Kunjungan awal (I)

Kunjungan kemudian (II) yaitu 1-2 minggu kemudian dari kunjungan pertama

Kunjungan berikut (III)

Kunjungan-kunjungan berikutnya

C. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Penilaian klinis berkala antara 1 - 6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri

mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor

antara lain :

Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi

Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada asmanya

Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga membantu

penanganan asma terutama asma mandiri. Frekuensi kunjungan bergantung kepada berat

penyakit dan kesanggupan penderita dalam memonitor asmanya. Umumnya tindak lanjut

(follow-up) pertama dilakukan < 1 bulan (1-2 minggu) setelah kunjungan awal. Pada setiap

kunjungan layak ditanyakan kepada penderita; apakah keadaan asmanya membaik atau

memburuk dibandingkan kunjungan terakhir.

Kemudian dilakukan penilaian pada keadaan terakhir atau 2 minggu terakhir sebelum

berkunjung dengan berbagai pertanyaan.

D. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

Sebagian penderita dengan mudah mengenali faktor pencetus, akan tetapi sebagian lagi

tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Sehingga identifikasi faktor pencetus

63

Page 64: Asma Step 1-7 Kelompok 8

layak dilakukan dengan berbagai pertanyaan mengenai beberapa hal yang dapat sebagai

pencetus serangan.

E. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

64

Page 65: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma

terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan (asma

terkontrol, lihat program penatalaksanaan)

Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 3 faktor yang perlu

dipertimbangkan :

Medikasi (obat-obatan)

Tahapan pengobatan

Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Medikasi Asma

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri atas pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap

hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Glukokortikosteroid inhalasi

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai

penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,

menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat

serangan dan memperbaiki kualiti hidup . Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan

asma

65

Page 66: Asma Step 1-7 Kelompok 8

persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi ditoleransi dengan baik dan aman pada

dosis yang direkomendasikan.

Beberapa glukokortikosteroid berbeda potensi dan bioavailibiti setelah inhalasi, pada tabel

11 dapat dilihat kesamaan potensi dari beberapa glukokortikosteroid berdasarkan

perbedaan tersebut.

Kurva dosis-respons steroid inhalasi adalah relatif datar, yang berarti meningkatkan dosis

steroid tidak akan banyak menghasilkan manfaat untuk mengontrol asma (gejala, faal paru,

hiperesponsif jalan napas), tetapi bahkan meningkatkan risiko efek samping. Sehingga,

apabila dengan steroid inhalasi tidak dapat mencapai asma terkontrol (walau dosis sudah

sesuai dengan derajat berat asma) maka dianjurkan untuk menambahkan obat pengontrol

lainnya daripada meningkatkan dosis steroid inhalasi tersebut .

Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring,

disfonia dan batuk karena iritasi saluran napas atas. Semua efek samping tersebut dapat

dicegah dengan penggunaan spacer, atau mencuci mulut dengan berkumur-kumur dan

membuang keluar setelah inhalasi. Absorpsi sistemik tidak dapat dielakkan, terjadi melalui

absorpsi obat di paru. Risiko terjadi efek samping sistemik bergantung kepada dosis dan

potensi obat yang berkaitan dengan biovailibiliti, absorpsi di usus, metabolisme di hati

(first-pass metabolism), waktu paruh berkaitan dengan absorpsi di paru dan usus; sehingga

masing-masing obat steroid inhalasi berbeda kemungkinannya untuk menimbulkan efek

sistemik. Penelitian menunjukkan budesonid dan flutikason propionate mempunyai efek

sistemik yang rendah dibandingkan beklometason dipropionat dan triamsinolon. Risiko

efek sistemik juga bergantung sistem penghantaran. Penggunaan spacer dapat menurunkan

bioavailabiliti sistemik dan mengurangi efek samping sistemik untuk semua

glukokortikosteroid inhalasi. Tidak ada data yang menunjukkan terjadi tuberkulosis paru

pada penderita asma malnutrisi dengan steroid inhalasi, atau terjadi gangguan metabolisme

kalsium dan densiti tulang.

Glukokortikosteroid sistemik

66

Page 67: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol

pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya

terbatas mengingat risiko efek sistemik. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek

samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Jangka panjang lebih efektif menggunakan steroid inhalasi daripada steroid oral selang

sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan misalnya pada keadaan asma persisten

berat yang dalam terapi maksimal belum terkontrol (walau telah menggunakan paduan

pengoabatn sesuai berat asma), maka dibutuhkan steroid oral selama jangka waktu tertentu.

Hal itu terjadi juga pada steroid dependen. Di Indonesia, steroid oral jangka panjang

terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten sedang-berat tetapi tidak mampu untuk

membeli steroid inhalasi, maka dianjurkan pemberiannya mempertimbangkan berbagai hal

di bawah ini untuk mengurangi efek samping sistemik. Beberapa hal yang harus

dipertimbangkan saat memberi steroid oral :

Gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai efek

mineralokortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot minimal

Bentuk oral, bukan parenteral

Penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral/ parenteral jangka panjang

adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus,

katarak, glaukoma, obesiti, penipisan kulit, striae dan kelemahan otot. Perhatian dan

supervisi ketat dianjurkan pada pemberian steroid oral pada penderita asma dengan

penyakit lain seperti tuberkulosis paru, infeksi parasit, osteoporosis, glaukoma, diabetes,

depresi berat dan tukak lambung. Glukokortikosteroid oral juga meningkatkan risiko

infeksi herpes zoster. Pada keadaan infeksi virus herpes atau varisela, maka

glukokortikosteroid sistemik harus dihentikan.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti dari sodium kromoglikat dan nedokromil sodium belum sepenuhnya

dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat penglepasan

67

Page 68: Asma Step 1-7 Kelompok 8

mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung kepada dosis

dan seleksi serta supresi sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit); selain

kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara inhalasi.

Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Studi klinis menunjukkan

pemberian sodium kromoglikat dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan

hiperesponsif jalan napas walau tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi . Dibutuhkan

waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat melakukan

inhalasi.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti

antiinflamasi. Efek bronkodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase yang

dapat terjadi pada konsentrasi tinggi (>10 mg/dl), sedangkan efek antiinflamasi melalui

mekanisme yang belum jelas terjadi pada konsentrasi rendah (5-10 mg/dl). Pada dosis yang

sangat rendah efek antiinflamasinya minim pada inflamasi kronik jalan napas dan studi

menunjukkan tidak berefek pada hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan

sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Sebagai pelega,

teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat,

sebagai alternatif bronkodilator jika dibutuhkan.

Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai

studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal

paru. Preparat lepas lambat mempunyai aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan

untuk mengontrol gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Studi

menunjukkan metilsantiin sebagai terapi tambahan glukokortikosteroid inhalasi dosis

rendah atau tinggi adalah efektif mengontrol asma , walau disadari peran sebagai terapi

tambahan tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama inhalasi , tetapi merupakan suatu pilihan

karena harga yang jauh lebih murah.

68

Page 69: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi ( ≥10 mg/kgBB/ hari atau lebih); hal itu

dapat dicegah dengan pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat. Gejala

gastrointestinal nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan sering terjadi.

Efek

kardiopulmoner seperti takikardia, aritmia dan kadangkala merangsang pusat napas.

Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan kematian. Di Indonesia, sering

digunakan kombinasi oral teofilin/aminofilin dengan agonis beta-2 kerja singkat sebagai

bronkodilator; maka diingatkan sebaiknya tidak memberikan teofilin/aminofilin baik

tunggal ataupun dalam kombinasi sebagai pelega/bronkodilator bila penderita dalam terapi

teofilin/ aminofilin lepas lambat sebagai pengontrol. Dianjurkan memonitor kadar

teofilin/aminofilin serum penderita dalam pengobatan jangka panjang. Umumnya efek

toksik serius tidak terjadi bila kadar dalam serum < 15 ug/ml, walau terdapat variasi

individual tetapi umumnya dalam pengobatan jangka panjang kadar teoflin serum 5-15

ug/ml (28-85uM) adalah efektif dan tidak menimbulkan efek samping. Perhatikan berbagai

keadaan yang dapat mengubah metabolisme teofilin antara lain. demam, hamil, penyakit

hati, gagal jantung, merokok yang menyebabkan perubahan dosis pemberian

teofilin/aminofilin. Selain itu perlu diketahui seringnya interaksi dengan obat lain yang

mempengaruhi dosis pemberian obat lain tersebut misalnya simetidin, kuinolon dan

makrolid.

Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol

yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai

efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti

pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil.

Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif

terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama,

menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral.

69

Page 70: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Perannya dalam terapi sebagai pengontrol bersama dengan glukokortikosteroid inhalasi

dibuktikan oleh berbagai penelitian, inhalasi agonis beta-2 kerja lama sebaiknya diberikan

ketika dosis standar glukokortikosteroid inhalasi gagal mengontrol dan, sebelum

meningkatkan dosis glukokortikosteroid inhalasi tersebut . Karena pengobatan jangka lama

dengan agonis beta-2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka

sebaiknya selalu dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi . Penambahan agonis

beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan harian dengan glukokortikosteroid inhalasi,

memperbaiki gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan

kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma .

Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi

(salmeterol atau formoterol) pada asma yang tidak terkontrol dengan glukokortikosteroid

inhalasi dosis rendah atau tinggi, akan memperbaiki faal paru dan gejala serta mengontrol

asma lebih baik daripada meningkatkan dosis glukokortikosteroid inhalasi 2 kali lipat .

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa memberikan glukokortikosteroid kombinasi

dengan agonis beta-2 kerja lama dalam satu kemasan inhalasi adalah sama efektifnya

dengan memberikan keduanya dalam kemasan inhalasi yang terpisah ; hanya kombinasi

dalam satu kemasan (fixed combination) inhaler lebih nyaman untuk penderita, dosis yang

diberikan masing-masing lebih kecil, meningkatkan kepatuhan, dan harganya lebih murah

daripada diberikan dosis yang ditentukan masing-masing lebih kecil dalam 2 kemasan obat

yang terpisah.

Agonis beta-2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik (rangsangan

kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih sedikit atau jarang

daripada pemberian oral. Bentuk oral juga dapat mengontrol asma, yang beredar di

70

Page 71: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Indonesia adalah salbutamol lepas lambat, prokaterol dan bambuterol. Mekanisme kerja

dan perannya dalam terapi sama saja dengan bentuk inhalasi agonis beta-2 kerja lama,

hanya efek sampingnya lebih banyak. Efek samping berupa rangsangan kardiovaskular,

ansieti dan tremor otot rangka.

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme

kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis semua leukotrin

(contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada sel target

(contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan

efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen,

sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek

antiinflamasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan leukotriene modifiers dapat

menurunkan kebutuhan dosis glukokortikosteroid inhalasi penderita asma persisten sedang

sampai berat, mengontrol asma pada penderita dengan asma yang tidak terkontrol walau

dengan glukokortikosteroid inhalasi . Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut,

leukotriene modifiers tidak seefektif agonis beta-2 kerja lama . Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Penderita dengan aspirin

induced asma menunjukkan respons yang baik dengan pengobatan leukotriene modifiers.

Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien

sisteinil). Efek samping jarang ditemukan. Zileuton dihubungkan dengan toksik hati,

sehingga monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau

menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di

dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif

jalan napas. Termasuk pelega adalah :

Agonis beta-2 kerja singkat

71

Page 72: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah

beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Formoterol

mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,

pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/ tidak

ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,

meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

modulasi penglepasan mediator dari sel mast.

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada

exercise-induced asma . Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila

diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari

adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi antiinflamasi.

Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau respons tidak memuaskan dengan

agonis beta-2 kerja singkat saat serangan asma adalah petanda dibutuhkannya

glukokortikosteroid oral.

Efek sampingnya adalah rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia.

Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada oral.

Dianjurkan pemberian inhalasi, kecuali pada penderita yang tidak dapat/mungkin

menggunakan terapi inhalasi.

Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan

agonis beta-2 kerja singkat. Aminofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk

mengatasi gejala walau disadari onsetnya lebih lama daripada agonis beta-2 kerja singkat .

Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat

dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot

pernapasan dan mempertahankan respons terhadap agonis beta-2 kerja singkat di antara

pemberian satu dengan berikutnya.

Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping sebagaimana metilsantin, tetapi dapat

dicegah dengan dosis yang sesuai dan dilakukan pemantauan. Teofilin kerja singkat

72

Page 73: Asma Step 1-7 Kelompok 8

sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang sedang dalam terapi teofilin lepas lambat

kecuali diketahui dan dipantau ketat kadar teofilin dalam serum .

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin

dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan

tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang

disebabkan iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis beta-2 kerja singkat, onsetnya

lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Tidak mempengaruhi

reaksi alergi tipe cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap inflamasi.

Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Analisis meta penelitian menunjukkan ipratropium bromide mempunyai efek

meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma,

memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit secara bermakna .

Oleh karena disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agnonis beta-

2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau pada

serangan asma yang kurang respons dengan agonis beta-2 saja, sehingga dicapai efek

bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang, dianjurkan sebagai

alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan efek samping dengan agonis beta-2

kerja singkat inhalasi seperti takikardia, aritmia dan tremor. Efek samping berupa rasa

kering di mulut dan rasa pahit. Tidak ada bukti mengenai efeknya pada sekresi mukus.

Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia

agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis beta-2 kerja singkat. Pemberian secara

subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan

kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan

pengawasan ketat (bedside monitoring).

Rute pemberian medikasi

73

Page 74: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral

(subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan

napas (inhalasi) adalah :

Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

Efek sistemik minimal atau dihindarkan

Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada

pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih

cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Macam-macam cara pemberian obat inhalasi

Inhalasi dosis terukur (IDT)/ metered-dose inhaler (MDI)

IDT dengan alat Bantu (spacer)

Breath-actuated MDI

Dry powder inhaler (DPI)

Turbuhaler

Nebuliser

Kekurangan IDT adalah sulit mengkoordinasikan dua kegiatan (menekan inhaler dan

menarik napas) dalam satu waktu, sehingga harus dilakukan latihan berulang-ulang agar

penderita trampil. Penggunaan alat Bantu (spacer) mengatasi kesulitan tersebut dan

memperbaiki penghantaran obat melalui IDT . Selain spacer juga mengurangi deposit obat

di mulut dan orofaring, mengurangi batuk akibat IDT dan mengurangi kemungkinan

kandidiasis bila dalam inhalasi kortikosteroid ; serta mengurangi bioavailibiliti sistemik

dan risiko efek samping sistemik.. Berbagai studi di luar maupun di Indonesia

menunjukkan inhalasi agonis beta-2 kerja singkat dengan IDT dan spacer `memberikan

efek bronkodilatasi yang sama dengan pemberian secara nebulisasi dan pemberian melalui

IDT dan spacer terbukti memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik daripada melalui

DPI .

Kelebihan dry powder inhalation/DPI adalah tidak menggunakan campuran yaitu propelan

freon, dan relatif lebih mudah digunakan dibandingkan IDT. Saat inhalasi hanya

74

Page 75: Asma Step 1-7 Kelompok 8

dibutuhkan kecepatan aliran udara inspirasi minimal, oleh sebab itu DPI sulit digunakan

saat eksaserbasi, sehingga dosis harus disesuaikan. Sebagian DPI terdiri atas obat murni,

dan sebagian lagi mengandung campuran laktosa, tetapi DPI tidak mengandung

klorofluorokarbon sehingga lebih baik untuk ekologi tetapi lebih sulit pada udara dengan

kelembaban tinggi. Klorofluorokarbon (CFC) pada IDT, sekarang telah diganti

hidrofluoroalkan (HFA). Pada obat bronkodilator dosis dari CFC ke HFA adalah ekivalen;

tetapi pada kortikosteroid, HFA menghantarkan lebih banyak partikel yang lebih kecil ke

paru sehingga lebih tinggi efikasi obat dan juga efek samping sistemiknya. Dengan DPI

obat lebih banyak terdeposit dalam saluran napas dibanding IDT, tetapi studi menunjukkan

inhalasi kortikosteroid dengan IDT dan spacer memberikan efek yang sama melalui DPI .

Karena perbedaan kemurnian obat dan teknik penghantaran obat antara DPI dan IDT, maka

perlu penyesuaian dosis obat saat mengganti obat melalui DPI ke IDT atau sebaliknya.

Tahapan Penanganan Asma

Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma seperti telah dijelaskan

sebelumnya (lihat klasifikasi), agar tercapai tujuan pengobatan dengan menggunakan

medikasi seminimal mungkin. Pendekatan dalam memulai pengobatan jangka panjang

harus melalui pemberian terapi maksimum pada awal pengobatan sesuai derajat asma

termasuk glukokortikosteroid oral dan atau glukokortikosteroid inhalasi dosis penuh

ditambah dengan agonis beta-2 kerja lama untuk segera mengontrol asma ; setelah asma

terkontrol dosis diturunkan bertahap sampai seminimal mungkin dengan tetap

mempertahankan kondisi asma terkontrol. Cara itu disebut stepdown therapy. Pendekatan

lain adalah step-up therapy yaitu memulai terapi sesuai berat asma dan meningkatkan

terapi secara bertahap jika dibutuhkan untuk mencapai asma terkontrol.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy untuk

penanganan asma yaitu memulai pengobatan dengan upaya menekan inflamasi jalan napas

dan mencapai keadaan asma terkontrol sesegera mungkin, dan menurunkan terapi sampai

seminimal mungkin dengan tetap mengontrol asma. Bila terdapat keadaan asma yang tetap

tidak terkontrol dengan terapi awal/maksimal tersebut (misalnya setelah 1 bulan terapi),

75

Page 76: Asma Step 1-7 Kelompok 8

maka pertimbangkan untuk evaluasi kembali diagnosis sambil tetap memberikan

pengobatan asma sesuai beratnya gejala.

PENGOBATAN BERDASARKAN DERAJAT BERAT ASMA

Asma Intermiten

Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan alergen, asmanya

kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal. Demikian pula penderita

exercise-induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca buruk, tetapi di luar pajanan

pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal.

Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin terjadi. Bila

terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya penderita diobati sebagai asma

persisten sedang. Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika

dibutuhkan , atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan alternatif

kromolin atau leukotriene modifiers ; atau setelah pajanan alergen dengan alternatif

kromolin . Bila terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi, alternatif

agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja

singkat oral atau antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali

seminggu selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten

ringan.

76

Page 77: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Asma Persisten Ringan

Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk

mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah berat sehingga terapi

utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari dengan

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang dianjurkan 200-400 ug BD/ hari atau

100-250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali sehari . 77

Page 78: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan

sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila penderita membutuhkan

pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari, pertimbangkan kemungkinan beratnya asma

meningkat menjadi tahapan berikutnya.

Asma Persisten Sedang

Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap hari untuk

mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya pengontrol adalah kombinasi

inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari atau 250-500 ug FP/ hari atau

ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari . Jika

penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah ( 400 ug BD atau

ekivalennya) dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama

inhalasi atau alternatifnya. Jika masih belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid inhalasi

dapat dinaikkan. Dianjurkan menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi bentuk

IDT/MDI atau kombinasi dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih mudah.

78

Page 79: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika dibutuhkan,

tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis beta-2 kerja singkat

inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral, atau kombinasi oral teofilin

kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak

digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol.

Asma Persisten Berat

Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan

mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai

terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin.

Untuk mencapai hal tersebut umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak

cukup hanya satu pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

dosis tinggi (> 800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali

sehari . Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi

terbagi 4 kali sehari daripada 2 kali sehari.

Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene modifiers dapat

sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya sebagai kombinasi

dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai tambahan terapi selain

kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama

inhalasi) . Jika sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan

dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk mengurangi

efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama untuk

mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek samping

sistemik yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan

menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak dianjurkan

untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/ stabil atau

sebagai penatalaksanaan jangka panjang.

Indikator asma tidak terkontrol

Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma

79

Page 80: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut

Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-

induced asthma)

Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda (indikator) tersebut

di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka tetapkan langkah terapi, apakah

perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol :

Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita

Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan obat-obatan

asma

Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar lingkungan penderita atau

lingkungan tidak terkontrol

Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis, bronkitis dan

lain-lain

Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.

F. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau

mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari

yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan

jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala

dengan memberikan pengobatan yang tepat.

Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut (lihat

tabel 6). Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat, selanjutnya menilai

respons pengobatan, dan berikutnya memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan

pada penderita (pulang, observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan

lain-lain) Langkah-langkah tersebut mutlak dilakukan, sayangnya seringkali yang

dicermati hanyalah bagian pengobatan tanpa memahami kapan dan bagaimana sebenarnya

penanganan serangan asma. 80

Page 81: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Penanganan serangan yang tidak tepat antara lain penilaian berat serangan di darurat gawat

yang tidak tepat dan berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat, memulangkan

penderita terlalu dini dari darurat gawat, pemberian pengobatan (saat pulang) yang tidak

tepat, penilaian respons pengobatan yang kurang tepat menyebabkan tindakan selanjutnya

menjadi tidak tepat. Kondisi penanganan tersebut di atas menyebabkan perburukan asma

yang menetap, menyebabkan serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh

dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal.

Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat terjadi serangan,

apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang sehari-hari digunakan, ataukah ada

obat tambahan atau bahkan harus pergi ke rumah sakit. Konsep itu yang harus dibicarakan

dengan dokternya (lihat bagan penatalaksanaan asma di rumah). Bila sampai membutuhkan

pertolongan dokter dan atau fasilitas rumah sakit, maka dokter wajib menilai berat

81

Page 82: Asma Step 1-7 Kelompok 8

serangan dan memberikan penanganan yang tepat (lihat bagan penatalaksanaan asma akut

di rumah sakit). Pemeriksaan analisis gas darah arteri (AGDA) sebaiknya dilakukan pada :

Serangan asma akut berat

Membutuhkan perawatan rumah sakit

Tidak respons dengan pengobatan / memburuk

Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneumotoraks, dll

Pada keadaan fasilitas tidak memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah tidak perlu

dilakukan. Pada keadaan di bawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan yaitu :

Mengancam jiwa

Tidak respons dengan pengobatan/ memburuk

Gagal napas

Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

82

Page 83: Asma Step 1-7 Kelompok 8

83

Page 84: Asma Step 1-7 Kelompok 8

PENATALAKSANAAN DI RUMAH

Kemampuan penderita untuk dapat mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting

dalam keberhasilan penanganan serangan akut. Bila penderita dapat mengobati dirinya

sendiri saat serangan di rumah, maka ia tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan

tetapi juga meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asmanya sendiri. Idealnya

penderita mencatat gejala, kebutuhan bronkodilator dan faal paru (APE) setiap harinya

dalam kartu harian (pelangi asma), sehingga paham mengenai bagaimana dan kapan:

o mengenal perburukan asmanya

o memodifikasi atau menambah pengobatan

o menilai berat serangan

o mendapatkan bantuan medis/ dokter

84

Page 85: Asma Step 1-7 Kelompok 8

85

Page 86: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Pada serangan ringan obat yang diberikan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi dapat

berbentuk IDT, lebih dianjurkan dengan spacer, DPI atau nebulisasi. IDT dengan spacer

menghasilkan efek yang sama dengan nebulisasi, mempunyai onset yang lebih cepat, efek

samping lebih minimal dan membutuhkan waktu yang lebih cepat, sehingga lebih mudah

dikerjakan di rumah maupun di darurat gawat/ rumah sakit . Walaupun pada beberapa

keadaan pemberian nebulisasi lebih superior misal pada penderita asma anak. Bila di

rumah tidak tersedia obat inhalasi, dapat diberikan agonis beta-2 kerja singkat oral, atau

86

Page 87: Asma Step 1-7 Kelompok 8

kombinasi oral agonis kerja singkat dan teofilin. Dosis agonis beta-2 kerja singkat, inhalasi

2-4 semprot setiap 3-4 jam, atau oral setiap 6-8 jam. Terapi tambahan tidak dibutuhkan jika

pengobatan tersebut di atas menghasilkan respons komplet (APE > 80% nilai terbaik/

prediksi) dan respons tersebut bertahan minimal sampai 3-4 jam. Lanjutkan terapi tersebut

selama 24-48 jam. Pada penderita dalam inhalasi steroid, selain terapi agonis beta-2 ,

tingkatkan dosis steroid inhalasi, maksimal sampai dengan 2 kali lipat dosis sebelumnya.

Anjurkan penderita untuk mengunjungi dokter. Bila memberikan respons komplet,

pertahankan terapi tersebut sampai dengan 5-7 hari bebas serangan, kemudian kembali

kepada terapi sebelumnya. Pada serangan asma sedang -berat, bronkodilator saja tidak

cukup untuk mengatasi serangan karena tidak hanya terjadi bronkospasme tetapi juga

peningkatan inflamasi jalan napas, oleh karena itu mutlak dibutuhkan kortikosteroid.

Dengan kata lain pada keadaan tidak ada respons dengan agonis beta-2 kerja singkat

inhalasi, atau bahkan perburukan, dapat dianjurkan menggunakan glukokortikosteroid oral

0,5-1 mg/kgBB dalam 24 jam pertama, dan segera ke dokter.

PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT

Serangan akut berat adalah darurat gawat dan membutuhkan bantuan medis segera,

penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/ gawat darurat.

Penilaian

Berat serangan dinilai berdasarkan riwayat singkat serangan termasuk gejala, pemeriksaan

fisis dan sebaiknya pemeriksaan faal paru; untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang

tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium

menjadikan keterlambatan dalam pengobatan/ tindakan.

Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah digunakan, respons

pengobatan, waktu mula terjadinya dan penyebab/ pencetus serangan saat itu, dan ada

tidaknya risiko tinggi untuk mendapatkan keadaan fatal/ kematian yaitu:

Riwayat serangan asma yang membutuhkan intubasi/ ventilasi mekanis

87

Page 88: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Riwayat perawatan di rumah sakit atau kunjungan ke darurat gawat dalam satu tahun

terakhir

Saat serangan, masih dalam glukokortikosteroid oral, atau baru saja menghentikan

salbutamol atau ekivalennya

Dengan gangguan/ penyakit psikiatri atau masalah psikososial termasuk penggunaan

sedasi

Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma.

Kriteria untuk melanjutkan observasi (di klinik, praktek dokter/ puskesmas), bergantung

kepada fasiliti yang tersedia :

Respons terapi tidak adekuat dalam 1-2 jam

Obstruksi jalan napas yang menetap (APE < 30% nilai terbaik/ prediksi)

Riwayat serangan asma berat, perawatan rumah sakit/ ICU sebelumnya

Dengan risiko tinggi (lihat di riwayat serangan)

Gejala memburuk yang berkepanjangan sebelum datang membutuhkan pertolongan saat

itu

Pengobatan yang tidak adekuat sebelumnya

Kondisi rumah yang sulit/ tidak menolong

Masalah/ kesulitan dalam transport atau mobilisasi ke rumah sakit

Kriteria pulang atau rawat inap

Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat inap) pada penderita

di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons pengobatan baik klinis maupun faal

paru. Berdasarkan penilaian fungsi,pertimbangan pulang atau rawat inap, adalah:

o Penderita dirawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai

terbaik/ prediksi; atau VEP1 /APE < 40% nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan

awal diberikan

o Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila VEP1/APE 40-60% nilai

terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak lanjut adekuat

dan kepatuhan berobat.

88

Page 89: Asma Step 1-7 Kelompok 8

o Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan VEP1/APE > 60% nilai

terbaik/ prediksi, umumnya dapat dipulangkan

Kriteria perawatan intensif/ ICU :

o Serangan berat dan tidak respons walau telah diberikan pengobatan adekuat

o Penurunan kesadaran, gelisah

o Gagal napas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu Pa O2 < 60 mmHg dan atau

PaCO2 > 45 mmHg, saturasi O2 90% pada penderita anak. Gagal napas dapat

terjadi dengan PaCO2 rendah atau meningkat.

Intubasi dan Ventilasi mekanis

Intubasi dibutuhkan bila terjadi perburukan klinis walau dengan pengobatan optimal,

penderita tampak kelelahan dan atau PaCO2 meningkat terus. Tidak ada kriteria absolut

untuk intubasi, tetapi dianjurkan sesuai pengalaman dan ketrampilan dokter dalam

penanganan masalah pernapasan. Penanganan umum penderita dalam ventilasi mekanis

secara umum adalah sama dengan penderita tanpa ventilasi mekanis, yaitu pemberian

adekuat oksigenasi, bronkodilator dan glukokortikosteroid sistemik.

G. Kontrol secara teratur

Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh dokter

yaitu :

1. Tindak lanjut (follow-up) teratur

2. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan

Dokter sebaiknya menganjurkan penderita untuk kontrol tidak hanya bila terjadi serangan

akut, tetapi kontrol teratur terjadual, interval berkisar 1- 6 bulan bergantung kepada

keadaan asma. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa asma tetap terkontrol dengan

mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin.

89

Page 90: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Rujuk kasus ke ahli paru layak dilakukan pada keadaan :

o Tidak respons dengan pengobatan

o Pada serangan akut yang mengancam jiwa

o Tanda dan gejala tidak jelas(atipik), atau masalah dalam diagnosis banding, atau

komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung,

aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita suara, refluks gastroesofagus dan

PPOK

o Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji kulit

(uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih

(kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.

H. Pola hidup sehat

a. Meningkatkan kebugaran fisis

Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan

meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul

serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti

penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma

akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan

olahraga.

Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena

melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga

umumnya. Senam asma Indonesia dikenalkan oleh Yayasan Asma Indonesia dan dilakukan

di setiap klub asma di wilayah yayasan asma di seluruh Indonesia. Manfaat senam asma

telah diteliti baik manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru); didapatkan

manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3 – 6

bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan VO2max.

b. Berhenti atau tidak pernah merokok

Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan menyebabkan ketidak

seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang merokok akan mempercepat

perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko mendapatkan bronkitis kronik dan atau

90

Page 91: Asma Step 1-7 Kelompok 8

emfisema sebagaimana perokok lainnya dengan gambaran perburukan gejala klinis,

berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif dan menurunkan kualiti hidup.

Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk tidak merokok. Penderita asma yang

sudah merokok diperingatkan agar menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat

memperberat penyakitnya.

c. Lingkungan Kerja

Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus serangan asma, terutama

pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan yang

tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila serangan

asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah pekerjaan.

Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap rokok serta bahan-bahan

iritan lainnya.

PENCEGAHAN ASMA

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang

menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi

untuk tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak

terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.

Pencegahan Primer

Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal

merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit

asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen

pada fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan

usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin. Walau

penelitian ke arah itu terus berlangsung dan menjanjikan.

a. Periode prenatal

Kehamilan trimester ke dua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji antigen (antigen

presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus tersensisitasi alergen dengan

rute yang paling mungkin adalah melalui usus, walau konsentrasi alergen yang dapat 91

Page 92: Asma Step 1-7 Kelompok 8

penetrasi ke amnion adalah penting. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin

menimbulkan sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu

pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau toleransi

imunologis.

Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil

dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan makanan

tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini,

belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan.

b. Periode postnatal

Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan pada

makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan.

Sebagian besar studi menunjukkan mengenai hal tersebut, menunjukkan hasil yang

inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi dengan tindak lanjut yang paling

lama menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen dengan

dermatitis atopik. Dan tindak lanjut lanjutan menunjukkan berkurangnya bahkan hampir

tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya

menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan

perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan tumbuh

kembang.

Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan risiko dermatitis

atopik pada anak, tetapi dibutuhkan studi lanjutan . Menghindari aeroelergen pada bayi

dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi. Akan tetapi beberapa studi terakhir

menunjukkan bahwa menghindari pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah

alergi; dan sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing kenyataannya

mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut. Penjelasannya sama

dengan hipotesis hygiene, yang menyatakan hubungan dengan mikrobial sedini mungkin

menurunkan penyakit alergik di kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan pikiran

92

Page 93: Asma Step 1-7 Kelompok 8

bahwa strategi pencegahan primer sebaiknya didesain dapat menilai keseimbangan sel

Th1dan Th2, sitokin dan protein-protein yang berfusi dengan alergen.

Asap rokok lingkungan (Enviromental tobacco smoke/ ETS)

Berbagai studi dan data menunjukkan bahwa ibu perokok berdampak pada kesakitan

saluran napas bawah pada anaknya sampai dengan usia 3 tahun, walau sulit untuk

membedakan kontribusi tersebut pada periode prenatal atau postnatal. Berbagai studi

menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan

paru anak, dan bayi dari ibu perokok, 4 kali lebih sering mendapatkan gangguan mengi

dalam tahun pertama kehidupannya.Sedangkan hanya sedikit bukti yang mendapatkan

bahwa ibu yang merokok selama kehamilan berefek pada sensitisasi alergen. Sehingga

disimpulkan merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru,

meningkatkan frekuensi gangguan mengi nonalergi pada bayi, tetapi mempunyai peran

kecil pada terjadinya asma alergi di kemudian hari. Sehingga jelas bahwa pajanan asap

rokok lingkungan baik periode prenatal maupun postnatal (perokok pasif) mempengaruhi

timbulnya gangguan/ penyakit dengan mengi .

Pencegahan sekunder

Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang sudah

tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian

antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik.

Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik

untuk menurunkan onset asma.

Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini

mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala asma,

adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika pajanan

terus berlangsung.

Pencegahan Tersier

93

Page 94: Asma Step 1-7 Kelompok 8

Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma

dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.

DAFTAR PUSTAKA

• Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

• Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK

UI.

• Tjay, Tan Hoan Drs. dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta:

Gramedia.

• Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),

Bandung

Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

• - Doengoes, M.E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

• Depkes, RI. 1997. Pedoman penyakit asthma dan penanggulangannya. Dirjen P2M dan

PLP, Jakarta.

• Arifin, N.1990. Diagnostik tuberkulosis asthma dan penanggulangannya , Universitas

Indonesia , Jakarta

• Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan asthma. Cetakan 8,

Departemen Kesehatan; 2003.

• Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta.

94