step 7 kasus 1 236

123
Lumpuh Seorang perempuan 35 tahun datang ke poli umum karena mulutnya mendadak perot ke kiri semenjak bangun pagi. Pada saat bersamaan mata kanan dirasakan sangat perih, berair dan sulit menutup kelopak matanya. Pada pemeriksaan nervus ke VII di dapatkan lagopthalmus mata kanan dan kerutan dahi kanan dan sudut mulut menghilang. Pada pemeriksaaan juga di dapatkan kelainan sensorik pada daerah yang mengalami keluhan. Pasien didiagnosis mengalami paralisisis nervus VII dextra tipe LMN. STEP 1 1. Paresis : Kondisi yang ditandai oleh lemahnya anggota gerak badan , hilangnya sebagian gerak badan atau adanya gangguan gerakan. 2. Perot : Menyon, kelumpuhan sementara akibat kerusakan saraf wajah. 3. Lagopthalmus : penutupan yang tidak lengkap pada kelopak mata, jika matanya berusaha menutup, bola matanya ke atas. 4. LMN : Neuron-neuron motorik yang berasal dari SSP tetapi serat-seratnya keluar dari SSP dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. STEP 2 1. Bagaimana susunan anatomi dan fisiologi dari neuromuskular ? 1

Upload: qurotulaqyun

Post on 13-Feb-2016

69 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

random

TRANSCRIPT

Page 1: Step 7 kasus 1 236

Lumpuh

Seorang perempuan 35 tahun datang ke poli umum karena mulutnya mendadak

perot ke kiri semenjak bangun pagi. Pada saat bersamaan mata kanan dirasakan sangat

perih, berair dan sulit menutup kelopak matanya. Pada pemeriksaan nervus ke VII di

dapatkan lagopthalmus mata kanan dan kerutan dahi kanan dan sudut mulut menghilang.

Pada pemeriksaaan juga di dapatkan kelainan sensorik pada daerah yang mengalami

keluhan. Pasien didiagnosis mengalami paralisisis nervus VII dextra tipe LMN.

STEP 1

1. Paresis : Kondisi yang ditandai oleh lemahnya anggota gerak badan , hilangnya

sebagian gerak badan atau adanya gangguan gerakan.

2. Perot : Menyon, kelumpuhan sementara akibat kerusakan saraf wajah.

3. Lagopthalmus : penutupan yang tidak lengkap pada kelopak mata, jika matanya

berusaha menutup, bola matanya ke atas.

4. LMN : Neuron-neuron motorik yang berasal dari SSP tetapi serat-seratnya keluar

dari SSP dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka.

STEP 2

1. Bagaimana susunan anatomi dan fisiologi dari neuromuskular ?

2. Apa perbedaan dari LMN dan UMN ?

3. Apa saja tipe-tipe paralisis dans sebabnya ?

4. Bagaimana kriteria nervus facialis yang mengalami paralisis ?

5. Bagaimana gejala, penyebab dan jenis neuropati ?

6. Apa saja pemeriksaan yag dilakukan pada kasus ?

STEP 3

1. UMN

Susunan piramidal melalui :

- Kortikospinal : Gerak otot tubuh

- Kortikobulbar : Gerak kepala dan leher

Susunan ekrapiramidal

1

Page 2: Step 7 kasus 1 236

- Aktivitas otak diatur ( Korteks cerebri, cerebellum dan ganglion basalis )

LMN

- Alpa motoneuron : lebih besar dan akson tebal

- Gamma motoneuron : lebih kecil dan akson halus

2. Perbedaan

- UMN

Hipertonus

Hiperefleksia

Tetrapurespastik

Reflek patologi bertambah

Reflek fisiologi bertambah

Batas jaras : otot sampai dengan vertebra

Atrofi otot tidak ada

Fasikulasi tidak ada

Disebabkan oleh lesi di kawasan piramidal

- LMN

Hipertonus

Hiporefleksia

Tetrapares flaksid

Reflek patologi menurun

Reflek fisiologi bertambah

Batas jaras : Vertebra sampai perifer

Atrofi otot

Fasikulasi

Biasanya kerusakan motor and plate

3. Monoplegia : pemisahan kerusakan diantara perifer dan SSP

Diplegia : kerusakan dikarenakan cerebral palsy

Hemiplegia : Kerusakan otot polos sisi berlawanan dengan paralisis

Quadriplegia : terjadi setelah kerusakan batang otak

4. Hilangnya kontrol

Susah mengedip, susah tersenyum

2

Page 3: Step 7 kasus 1 236

Saliva meningkat

Rasa baal diwajah dan mata berair

Kehilangan reflek konjungtiva

Ulserasi konjungtiva

Asimetris bentuk wajah

Menurunnya fungsi pengecapan

5. Neuropati : penyakit yang timbul karena kerusakan pada saraf perifer umumnya

berupa degenerasi non inflamasi. Dengan gejala :

- Kelemahan motorik

- Gangguan sensorik

- Ganguan otonom

- Melemahnya otot tendon

Jenis-jenis :

- Paralisis motorik akut

- Paralisis sensorik motorik subakut

- Paralisis sensorik motorik kronis

- Neuropati yang berhubungan dengan penyakit mitokondria

6. A. Pemeriksaan refleks patologis

o Refleks hoffman

o Refleks tromner

o Refleks babinski

o Refleks chaddok

o Refleks gordon

o Refleks oppenheim

o Refleks scheffer

B. Pemeriksaan refleks fisiologis

- Refleks patela

- Refleks bisep

- Refleks trisep

3

Page 4: Step 7 kasus 1 236

- Refleks achilles

- Refleks brachioradialis

STEP 4

1. UMN

- Terdapat digyrus presentralis

Area motorik :

Area 4 : korteks motorik primer

Area 6 : korteks premotorik

Area 8 : daerah mata

- Menyilang :

Kortikospinalis lateralis

- Tidak menyilang :

Kortikospinalis anterior

- Kortikobulbaris meninggalkan otak tengah menuju nukleus saraf cranial ke

nervus V, VII , IX, X, XI, XII.

2. UMN

- Hemiplegia akibat lesi di korteks motoriks primer

- Hemiplegia akibat lesi di kapsula interna

- Hemiplegia alternal lesi akibat hemilesi di batang otak

- Hipertonus di otot felksor lengan

- Hipertonus di otot adduktor bahu

- Hipertonus di otot tungkai

LMN

- Kelumpuhan akibat lesi di motorneuron :

o Di radix ventralis

o Di plexus brachialis

o Di plexus lumbosacralis

- Lesi :

Komplit : menyebabkan kehilangan kontrol sensorik secara total

4

Page 5: Step 7 kasus 1 236

In Komplit : Baru sebagian

3. Monoplegia : satu anggota badan

Diplegia : Dua anggota badan yang sama

Hemiplegia : satu sisi badan

Quadriplegia : empat anggota tubuh

4.

5. Kelemahan sensorik : kelemahan pada daerah yang dipengaruhi

Gangguan sensorik : kesemutan , kebas, sensai seperti ditusuk-tusuk

Gangguan otonom : gangguan tekanan darah

- Penyebab :

Infeksi

Gangguan metabolik

Intoksikasi

Alergi

Gangguan vaskular

6. Tujuan : Menentukan letak lesi dan kesembuhan dihitung dalam ( % )

Urutan pemeriksaan dari superior :

- M. Frontalis : mengangkat alis ke atas

- M. Seurcilier : Mengerutkan alis

- M. Piramidalis : mengangkat dan mengerutkan hidung

- M. Orbicularis oculi : memejamkan mata kuat

- M. Zigomatikus : tertawa lebar dan memperlihatkan gigi

- M. Relevat communis : memoncongkan mulut dan memperlihatkan gigi

- M. Buccinator : mengembungkan pipi

- M. Orbicularis oris : bersiul

- M. Triangularis : menarik kedua sudut bibir kebawah

- Mentalis : Memoncongkan mulut yang tertutup rapat

Penilaian normal dan simetris : 3

Penilaian sedikit gerakan : 1

Penilaian tiadak ada gerakan : 0

5

Page 6: Step 7 kasus 1 236

Normal : 30

Skema :

STEP 5 :

1. Mekanisme pengaturan motorik kasar dan motorik halus

2. Jelaskan mengenai UMN dan LMN ( struktur , perbedaan, penyebab

kelumpuhan tipe UMN dan LMN ) !

3. Manifestasi kelainan sensori / proprio septif dan protopatik pada kelainan

neuro muskular dan hubungan somatostatik

4. Mekanisme patofioligi dan macam macam penyebab neuropati secara gejala

yang timbul

6

Page 7: Step 7 kasus 1 236

5. Neuropati ( jenis dan contoh )

STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. Meknisme Sistem Motorik Kasar dan Motori Halus

a) Traktus Desendens Medula Spinalis

Neuron neuron motoric yang terletak di columna griseae anteriores

medullae spinale mengirimkan akson–akson untuk mensyarafi otot skelet

melalui radices anteriores nervi spinalis. Neuron-neuron motoric ini

kadang disebut lower motor neuron dan merupakan final common

pathway menuju otot-otot.

Lower motor neuron menerima impuls-impuls saraf secara terus

menurus yang turun dari medulla spinalis, pons, mesencephalon, dan

cortex cerebri, seperti impuls yang masuk pada serabut sensorik dari

radices posteriors. Serabut-serabut saraf yang turun di dalam substantia

alba dari berbagai pusat saraf supra spinalis dipisahkan dalam berkas-

berkas saraf yang disebut traktus-traktus desendens. Neuron-neuron

supra spinal bersama dengan traktus-traktusnya kadang-kadang disebut

Upper Motor Neuron, dan membentuk jaras-jaras yang berbeda yang

dapat mengendalikan aktivitas motorik.

b) Organisasi Anatomi

Kontrol aktivitas otot skelet dari cortex cerebri dan pusat-pusat

yang lebih tinggi lainnya dihantarkan melalui system saraf oleh

serangkaian neuron. Jaras desendens dari korteks cerebriumumnya

dibentuk oleh tiga neuron. Neuron pertama, neuron tingkat pertama,

mempunyai badan sel di dalam cortex cerebri. Akson-aksonnya berjalan

turun untuk bersinaps dengan neuron tingkat kedua, sebuah neuron

penghubung, yang terletak di columna grisea anterior medulla spinalis.

Akson-akson tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat

ketiga, lower motor neuron, di columna grisea anterior. Neuron-neuron

tingkat ketiga mempersyarafi otot skelet melalui radix anterior dan saraf 7

Page 8: Step 7 kasus 1 236

spinal. Pada kasus-kasus tertentu, akson neuron tingkat pertama langsung

berakhir pada neuron tingkat ketiga (seperti pada lengkung refleks)

c) Fungsi Traktus Desendens

Tractus corticospinales merupakan jaras yang berkaitan dengan

gerakan-gerakan volunter, tertentu dan terlatih, terutama pada bagian-

bagian distal extremitas. Tractus reticulospinales dapat memfasilitasi

atau menghambat aktivitas neuron motorik alfadan gamma di columna

grisea anteriores sehingga dapat memfasilitasi atau menghambat gerakan-

gerakan volunteer atau aktivitas refleks. Tractus tectospinalis berkaitan

dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai jawaban terhadap

stimulus visual. Serabut itu yang berhubungan dengan neuron simpatis di

columna griseae lateralis dan mengurus reflex dilatasi pupil sebagai

respons terhadap situasi gelap. Tractus rubrospinalis bekerja pada

neuron motorik alfa maupun gamma di columna griseae anteriores dan

memacu aktivitas otot-otot fleksor serta menghambat aktivitas otot-otot

ekstensor atau anti gravitasi. Tractus vestibulospinalis, bekerja pada

neuron-neuron motorik di columna grisea anteriores, maka memfasilitasi

aktivitas otot-otot ekstensor, meghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan

mengurus aktivitas postural yang berkaitan dengan keseimbangan.

Tractus olivospinalis mungkin berperan pada aktivitas otot; namun masih

diragukan keberadaannya. Serabut-serabut desendens otonomik

berhubungan dengan pengendalian aktivitas visceral.

8

Page 9: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Tractus Reticulospinal

Gambar. Traktus Tectospinal(Snell, 2013)

9

Page 10: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Tractus Rubrospinal(Snell, 2013)

Gambar. Tractus Vestibulospinal(Snell, 2013)

10

Page 11: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Tractus Olivospinal (Snell, 2013)

d) Tractus Corticospinales

Serabut tractus corticospinal muncul sebagai akson sel-sel pyramid

yang terletak dilapisan kelima cortex cerebri. Sekitar sepertiga serabut ini

berasal dari korteks motorik primer (area 4), sepertiga dari korteks

motorik sekunder (area 6), dan sepertiga dari lobus parietalis (area 3, 1,

dan 2). Jadi dua pertiga serabut tractus corticospinal berasal dari gyrus

postcentralis. Oleh karena stimulasi listrik pada berbagai bagian gyrus

precentalis menyebabkan gerakan pada bagian tubuh di area korteks ini.

Homonkulus merupakan sebuah gambaran distorsi tubuh, dengan berbagai

bagian yang memiliki ukuran proporsional terhadap fungsi

pengendaliannya di cortex cerebri. Menarik untuk diketahui bahwa

sebagian besar serabut corticospinal yang bermielin merupakan serabut-

serabut kecil yang relative menghantarkan impuls secara lambat.

Serabut-serabut descendens mengumpul di corona radiata,

kemudian berjalan melalui crus posterius capsulaeinternae. Disini, 11

Page 12: Step 7 kasus 1 236

serabut ditata sedemikian rupa sehingga yang terlihat paling dekat dengan

genu yang mengurus bagian servikal tubuh, sedangkan yang terletak lebih

ke posterior mengontrol extremitas inferior. Selanjutnya, traktus

melanjutkan perjalan melalui tiga-perlima medial basis pedunculi

mesencephali. Disini serabut yang mengurus bagian servikal tubuh

terletak disebelah medial, sedangkan yang mengendalikan tungkai terletak

di sebelah lateral.

Gambar. Traktus Corticospinal (Snell, 2013)

Saat memasuki pons, traktus terbagi menjadi banyak berkasoleh

fimbriae ponto cerebell arestransversae. Didalam medulla oblongata,

berkas-berkas membentuk kelompok di sepanjang pinggir anterior dan 12

Page 13: Step 7 kasus 1 236

membentuk benjolan yang disebut pyramis (sehingga diberikan nama

lain, tractus pyramidalis). Pada pertemuan antara medulla oblongata dan

medulla spinalis, hamper semua serabut menyilang garis tengah pada

decussatio pyramidum dan masuk ke columna alba lateralis medullae

spinalis untuk membentuk tractus corticospinalis lateralis. Sisa

serabutnya tidak menyilang di decussatio pyramidum, tetapi berjalan turun

di dalam columna alba anterior medullae spinalis, disebut sebagai tractus

corticospinalis anterior. Serabut-serabut ini akhirnya menyilang garis

tengah dan berakhir pada columna grisea anterior medullae spinalis region

cervicalis dan thoracica superior.

Tractus corticospinalis lateralis berjalan turun di sepanjang

medulla spinalis; serabut-serabutnya berakhir di columnagrisea anterior

semua segmen medulla spinalis

Sebagian besar serabut tractus corticospinalis bersinaps dengan

neuron penghubung, kemudian bersinaps dengan neuron motorik alfa dan

beberapa dengan neuron motorik gamma. Hanya serabut corticospinalis

yang paling besar yang paling langsung bersinaps dengan neuron-neuron

motorik.

Tractus corticospinales bukan merupakan satu-satunya jaras yang

mengurus gerakan volunter. Selain itu, traktus ini membentuk jaras yang

mengubah kecepatan dan ketangkasan gerakan volunteer sehingga

digunakan untuk melakukan gerakan-gerakan cepat yang tangkas.

Kebanyakan gerakan volunteer dasar yang sederhana dimediasi oleh

traktus desendens lainnya.

(Snell, 2013)

2. UMN( Upper Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor Neuron)

1) Upper Motor Neuron (UMN)

a. Struktur UMN

a) Susunan piramidal

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik langsung ke

LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam UMN. Neuron tersebut

13

Page 14: Step 7 kasus 1 236

merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut

dinamakan korteks motorik. Mereka berada di lapisan ke-V dan masing

masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang berada di

korteks motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai

koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron – neuron korteks

motorik yang dekat dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot

larings, farings, dan lidah. Melalui aksonnya neuron korteks motorik

menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan

motoneuron di kornu anterius medula spinalis. (Mardjono dan Sidharta,

2010)

Akson–akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal.

Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di

tingkat talamus dan ganglia basalia mereka terdapat di antara kedua

bangunan tersebut. Itulah yang dikenal sebagai kapsula interna, yang dapat

dibagi dalam krus anterius dan krus posterius. Sudut yang dibentuk kedua

bagian interna itu dikenal sebagai genu. Penataan somatotropik yang

dijumpai pada korteks motorik ditemukan kembali di kawasan kapsula

interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus posterius. (Mardjono

dan Sidharta, 2010)

Di tingkat mesensefalon serabut serabut itu berkumpul di 3/5

bagian tengah pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabut – serabut

frontopontin dari sisi medial dan serabut – serabut parietotemporopontin dari

sisi lateral. Di pons serabut – serabut tersebut di atas menduduki pes pontis,

dimana terdapat inti – inti tempat serabut – serabut frontopontin dan

parietotemporopontin berakhir. Maka dari itu, bangunan yang merupakan

lanjutan dari pes pontis mengandung hanya serabut – serabut kortikobulbar

dan kortikospinal saja. Bangunan itu dikenal sebagai piramis dan merupakan

bagian ventral medula oblongata. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Sepanjang batang otak, serabut – serabut kortikobulbar

meninggalkan kawasan mereka ( di dalam pedunkulus serebri, lalu di dalam

pes pontis dan akhirnya di piramis ), untuk menyilang garis tengah dan

14

Page 15: Step 7 kasus 1 236

berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motorik ( N.III, N. IV,

N.V, N.VI, N.VI, N.VII, N.IX, N.X, N.XI, N.XII ) atau interneuronnya di sisi

kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti – inti saraf

kranial motorik sisi ipsilateral juga. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Gambar. Susunan Piramidal (Mardjono dan sidharta, 2010)

Di perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis,

serabut – serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk

jaras kortikospinal lateral (= traktus piramidalis lateralis ), yang berjalan di

15

Page 16: Step 7 kasus 1 236

funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak

menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus

ventralis ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau

traktus piramidalis ventralis. Kawasan jaras pidamidal lateral dan ventral

makin ke kaudal makin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri

perjalanan. Pada bagian servikal disampaikan 55% jumlah serabut

kortikospinal, sedangkan pada bagian torakal dan lumbosakral berturut –

turut mendapatkan 20% dan 25%. Mayoritas motoneuron yang menerima

impuls motorik berada di intumesensia servikalis dan lumbalis, yang

mengurus otot – otot aggota gerak atas dan bawah. (Mardjono dan Sidharta,

2010)

b) Susunan ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas komponen – komponen,

yakni : korpus striaum, globus palidus, inti – inti talamik, nukleus

subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otek, serebelum

berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6, dan area 8.

Komponen – komponen tersebut dihubungkan satu dengan lain oleh akson

masing – masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang

melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum

merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka

lintasan sirkuit dinamakan sirkuit striatal. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Secara disederhanakan, lintasan sirkuit itu dapat dibedakan dalam

sirkuit striatal utama ( prinsipal ) dan 3 sirkuit striatal penunjang ( asesorik ).

(Mardjono dan Sidharta, 2010)

Sirkuit striatal prinsipal tersusun oleh tiga mata rantai, yaitu (a)

hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus,

(b) hubungan korpus striatum/ globus palidus dengan talamus dan (c)

hubungan talamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba di seluruh

neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus

palidus/talamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan

‘feed back’ bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena 16

Page 17: Step 7 kasus 1 236

komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit

yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striatal utama itu, maka sirkuit –

sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang

menghubungkan striatum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit striatal

asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus

subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang

dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-substansia nigra-striatum.

(Mardjono dan Sidharta, 2010)

Susunan ekstrapiramidal yang dibentuk oleh sirkuit striatal utama

dan penunjang itu terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik sehingga

memiliki sistem ‘input’ dan ‘output’. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Data dari dunia luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah

terutama impuls ascendens non spesifik yang disalurkan melalui ‘diffuse

ascending reticular system’ atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan

impuls propioseptif yang diterima oleh serebelum. Tujuan lintasan pertama

ialah nuklei intralaminares talami. Data yang diterima oleh serebelum

disampaikan ke talamus juga ( melalui brakium konyungtivum ). Inti talamus

yang menerimanya ialah nukleus ventralis laeralis talami dan nukleus

ventralis anterior talami. Kedua lintasan yang memasukkan data

eksteroseptif itu dikenal sebagai sistem ‘input’ sirkuit striatal. (Mardjono dan

Sidharta, 2010)

Sistem ‘output’ sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan

impuls hasil pengolahan sirkuit striaal ke motoneuron. Impuls yang telah

diproses di dalam sirkuit striatal dikirim ke area 4 dan area 6 melalui globus

palidus dan inti-inti talamik dan pesan – pesan striatal itu disampaikan

kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya ditujukan kepada

motoneuron. Akson – akson dari neuron di lapisan V korteks area 4 turun ke

batang otak di dalam kawasan jaras frontopontin dan menuju ke nukleus

ruber dan sel – sel saraf di formasio retikularis. Serabut – serabut rubrospinal

menghubungi baik alfa maupun gama motoneuron yang berada di 17

Page 18: Step 7 kasus 1 236

intumesensia servikalis saja. Sedangkan serabut – serabut retikulospinal,

yang sebagian multisinaptik, sehingga lebih pantas dijuluki serabut retikulo-

spino-spinal, menuju ke alfa dan gama motoneuron bagian medula spinalis di

bawah tingkat servikal. Tercakup juga dalam sistem ‘output’ adalah lintasan

nigrokolikular dan nigroretikular. Pesan striatal disampaikan ke kolikulus

superior dan formasio retikularis untuk kemudian ditujukan ke motoneuron

yang mengatur gerakan kepala sesuai dengan gerakan / posisi kedua bola

mata. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuit’gamma loop’, yaitu

hubungan neuronal yang melingkari alfa motoneuron –‘muscle spindel’-

gama/alfa motoneuron. Melalui sistem ‘gamma loop’ itu tonus otot

disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang diinginkan. (Mardjono dan

Sidharta, 2010)

Gambar. Susunan Ekstrapiramidal (Mardjono dan Sidharta, 2010)

b. Kelumpuhan UMN

18

Page 19: Step 7 kasus 1 236

Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam :

1. Hemiplegi akibat hemilesi di korteks motorik primer

Kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi menimbulkan

kelumpuhan UMN pada belahan tubuh sisi kontralateral. Keadaan tersebut

dikenal sebagai hemiparalisis atau hemiplegia. Kerusakan yang

menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis

sesisi,menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang

ringan sampai sedang. Dalam hal ini digunakan istilah hemiparesis.

Hemiparesis dekstra, jika sisi kanan tubuh yang lumpuh dan hemiparesis

sinistra jika belahan tubuh kiri yang lumpuh.

Walaupun belahan tubuh kanan atau kiri yang lumpuh, pada

umumnya terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan tungkai

yang terkena. Perbedaan lebih nyata jika hemiplegia disebabkan oleh lesi

vaskular di tingkat korteks dan hampir tidak ada perbedaan jika lesi

penyebabnya bersifat vaskular di kapsula interna. Hal itu dapat dimengerti

bila diketahui bahwa, pertama: pada umumnya infark disebabkan oleh

penyumbatan salah satu arteri belaka, dan kedua: korteks motorik primer

dipendarahi oleh cabang kortikal dari dua arteri, yaitu a. serebri anterior dan

cabang kortikal a. sereri media, sedangkan di tingkat kapsula interna

kawasan serabut kortikospinal yang menyalurkan impuls untuk gerakan

lengan dan tungkai dipendarahi oleh satu arteri yang sama, yaitu a.

lentikulostriata. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

2. Hemiplegi akibat hemilesi di kapsula interna

Di genu terdapat serabut-serabut yang menyampaikan impuls

motorik untuk motoneuron-motoneuron yang mensarafi otot-otot lengan.

Penataan homunkulus motorik selanjutnya dijumpai kembali pada krus

posterior. Kawasan kapsula interna itu dilewati juga oleh serabut – serabut

susunan ekstrapiramidal. Maka karena itulah kelumpuhan akibat lesi di

kapsula interna hampir selamanya disertai hipertonia yang khas. Lagi pula

tanda – tanda UMN lainnya cepat timbul secara jelas. Hipertonia akibat lesi

paralitik di kawasan susunan piramidalm yang disebut spastisitas, hanya

19

Page 20: Step 7 kasus 1 236

dapat ditemukan pada sekelompok otot tertentu yang lumpuh saja, sehingga

menimbulkan suatu pola gerakan abnormal. Misalnya, mengepal dapat

dilakukan dengan lancar, tetapi bilamana setelah itu kepalan suruh dibuka,

jari – jari tangan tidak berdaya untuk mengembangkannya. (Mardjono dan

Sidharta, 2010)

Tergantung pada arteri yang tersumbat, maka lesi vaskular yang

merusak kapsula interna dapat melibatkan bangunan-bangunan fungsional

lainnya juga, yaitu radiasio optika, nukleus kaudatus dan putamen. Oleh

karena itu, maka hemiplegia akibat lesi kapsular memperlihatkan tanda –

tanda kelumpuhan UMN yang dapat disertai oleh rigiditas, atetosis,

distonia, tremor, atau hemianopia. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

3. Hemiplegi alternans akibat hemilesi di batang otak

Kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di

tingkat batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sinfrom

tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot – otot belahan

tubuh kontralateral yang berada di bawah tingkat lesi, sedangkan setingkat

lesinya terdapat kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi

oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi. Tergantung pada lokasi lesi

paralitiknya, dapatlah dijumpai sindrom hemiplegia alternans di

mesensefalon, pons dan medula oblongata. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalon

Gambaran penyakit tersebut di atas dijumpai bilamana

hemilesi di batang otak menduduki pendunkulus serebri di tingkat

mesensefalon. Nervus okulomotorius yang hendak meninggalkan

mesensefalon melalui permukaan ventral melintasi daerah yang terkena

lesi, sehingga ikut terganggu fungsinya. Hemiplegia alternans dimana

nervus okulomotorius ipsilateral ikut terlibat dikenal sebagai

hemiplegia alternans n. okulomotorius atau sindrom dari weber.

(Mardjono dan Sidharta, 2010)

b. Sindrom hemiplegia alternans di pons20

Page 21: Step 7 kasus 1 236

Sindrom hemiplegia alternans di pons disebabkan oleh lesi

vaskular unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka

lesi vaskular di pons dapat dibagi dalam : (1) lesi peramedian akibat

penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis

a.basilaris,(2) lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan pndarahan

cabang sirkumferens yang pendek,(3) lesi di tegmentum bagian rostral

pons akibat penyumbatan a.serebeli superior dan (4) lesi di tegmentum

bagian kaudal pons, yang sesuai dengan kawasan pendarahan cabang

sirkumferens yang panjang. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Hemiplegia alernans akibat lesi di pons adalah selamanya

kelumpuhan UMn yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral,

yang berada di bawah tingkat lesi, yang berkombinasi dengan

kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh N. abdusens atau

N. facialis. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

4. Tetraplegia / kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula spinalis di

atas tingkat konus

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras

kortikospinal lateral menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian

tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang

medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C.5 mengakibatkan

kelumpuhan UMN pada otot-otot tubuh yang berada di bawah C.5, yaitu

sebagian dari otot-otot kedua lengan yang berasal dari miotoma C.6 sampai

miotoma C.8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta segenap muskulatur

kedua tungkai. Kelumpuhan semacam itu dinamakan tetraplegia atau

kuadriplegia. (Mardjono dan Sidharta, 2010)

Lesi transversal yang merusak segmen C.5 itu tidak saja

memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap

lintasan ascendens dan desendens lain. Di samping itu kelompok motoneuro

yang berada di dalam segmen C.5 ikut terusak. Ini berarti bahwa pada

tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat LMN. Akibat ikut terputusnya lintasan

somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan

descendens, maka dari tingkat lesi ke bawwah, penderita kuadriplegik.

(Mardjono dan Sidharta, 2010)21

Page 22: Step 7 kasus 1 236

2) LMN (Lower Motor Neuron)

a) Struktur LMN

Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian

perjalanan terakhir ke sel otot skeletal dinamakan ‘lower motoneuron’

(LMN), untuk membedakannya dari ‘upper motoneuron’ (UMN). Maka dari

itu LMN dengan aksonnya dinamakan oleh Sherrington ‘final common path’

impuls motorik. LMN menyusun inti-inti saraf otak motorik dan inti-inti

radiks ventralis saraf spinal. Dua jenis LMN dapat dibedakan. Yang pertama

dinamakan α-motoneuron. la berukuran besar dan menjulurkan aksonnya

yang tebal (12-20 μ) ke serabut otot ekstrafusal. Yang lain dikenal sebagai γ-

motoneuron, ukurannya kecil, aksonnya halus (2-8μ) dan mensarafi serabut

otot intrafusal. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Dengan perantaraan kedua macam motoneuron itu, impuls

motorik dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot yang diperlukan

untuk mewujudkan setiap gerakan tangkas. Tiap motoneuron menjulurkan

hanya satu akson. Tetapi pada ujungnya setiap akson bercabang.cabang Dan

setiap cabang mengsarafi seutas serabut otot, sehingga dengan demiklan

setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. (Mardjono

dan Priguna, 2010)

Sebuah motoneuron dengan sejumlah serabut otot yang

dipersarafinya

merupakan satu kesatuan motorik atau unit motorik (motor unit). Kesatuan

motorik bisa disebut besar atau kecil. Yang besar adalah sebuah motoneuron

yang mensarafi 120-150 serabut otot. Dan unit motorik yang kecil dibentuk

oleh sebuah motoneuron yang berhubungan dengan 3-8 serabut otot. Otot-

otot yang digunakan untuk berbagai gerakan tangkas khusus terdiri atas

banyak unit motorik yang kecil-kecil, ini berarti, bahwa untuk melaksanakan

gerakan tangkas yang rumit diperlukan banyak motoneuron. Sebaliknya, otot-

otot yang rnempunyai fungsi motorik yang sederhana terdiri atas kesatuan

motorik yang besar besar, yang berimplikasi bahwa motoneuron yang

diikutsertakan jumlahnya tidak besar. (Mardjono dan Priguna, 2010)

22

Page 23: Step 7 kasus 1 236

Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot

sehingga timbul gerak otot. Tugas untuk menghambat gerak otot tidak

dipercayakan kepada motoneuron, melainkan kepada interneuron. Sel

tersebut menjadi set penghubung antara motoneuron dengan pusat eksitasi

atau pusat inhibisi, yang berlokasi di formasio retikularis batang otak.

Penghambatan yang dilakukan oleh interneuron dapat juga terjadi atas

tibanya impuls dan motoneuron yang disampaikan kembali kepada

motoneuron. Interneuron itu dikenal sebagai sel Renshaw. Corak gerakan otot

tangkas ditentukan oleh kedatangan pola impuls motorik yang dibawakan

oleh lintasan piramidal dan sistem ‘output’ striatal (susunan ekstrapiramidal)

Pola itu mencakup program inti menggaIak dan menghambat sejumlah α- dan

γ- motoneuron tertentu. Motoneuron-motoneuron hanya bekerja sebagaj

pelaksana bawah belaka. .Jika mereka dibebaskan dari pengaruh sistem

piramidal dan ekstrapiramidal maka mereka masih dapat menggalakkan sel-

sel serabut otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak sesuai dengan

kehendak dan lagipula sifatnya tidak tangkas. Gerak otot tersebut bersifat

reflektorik dan kasar serta masjf. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Bilamana terjadi suatu kerusakan pada motoneuron, maka

serabut-serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat

berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh

sistem piramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya. Motoeuron dengan

aksonnya merupakan satu-satunya saturan bagi impuls motorik yang dapat

menggalakkan serabut-serabut otot. Maka dari itu, motoneuron dengan

aksonnya dinamakan oleh Sherrington ‘final common path’ dari impuls

motorik. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Tergantung pada jumlah motoneuron yang rusak, otot lumpuh

ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisjs) Oleh karena motoneuron

dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan,

maka kerusakan pada motoneuron membangkitkan keruntuhan pada serabut-

serabut otot yang termasuk unit motoriknya. Otot yang terkena menjadi kecil

(kurus) atau atrofik. Dan di samping itu dapat terlihat juga adanya kegiatan

abnormal pada serabut otot sehat yang tersisa. Kegiatan abnormal itu dikenal

sebagaj fasikulasi. (Mardjono dan Priguna, 2010)23

Page 24: Step 7 kasus 1 236

Akson menghubungi sel serabut otot melalui sinaps,

sebagaimana neuron berhubungan dengan neuron lain. Bagian otot yang

bersinaps itu dikenal sebagaj ‘motor end plate’ Inilah alat penghubung antar

neuron dan otot. (Mardjono dan Priguna, 2010)

b) Kelumpuhan LMN

Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan

susunan sistem saraf disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada

jaringan fungsional akibat perdarahan, thrombosis atau embolisasi. Dapat

juga karena peradangan, degenerasi dan penekanan oleh proses desak

ruangan dan sebagainya. Suatu lesi yang melumpuhkan fungsi kawasan yang

didudukinya dikenal sebagai lesi paralitik. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Lesi paralitik di susunan LMN berarti suatu lesi yang merusak

motoneuron, aksonnya, ‘motor end plate’ atau otot skeletal, sehingga tidak

terdapat gerakan apapun, walaupun impuls motorik dapat tiba pada

motoneuron. Kelumpuhan yang timbul itu disertal tanda-tanda LMN sebagai

berikut:

a. Seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektorik tidak dapat

dibangkitkan. ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh:

1) Hilangnya refleks tendon (arefleksia) dan

2) Tak adanya refleks patologik.

b. Karena lesi LMN itu, maka bagian eferen lengkung refleks, berikut

‘gamma loop’, tidak berfungsi lagi, sehingga:

3) Tonus otot hilang.

c. Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula, bahwa

kesatuan motorik runtuh, sehingga:

4) Atrofi otot cepat terjadi.

Dibawah ini kelumpuhan LMN akan diuraikan menurut komponen-

komponen LMN.

a. Kelumpuhan LMN akibat lesi di motoneuron

Jika motoneuron mengalami gangguan yang membahayakan

kehidupannya, maka timbullah aktivitas yang membangkitkan gerak otot

halus. Gerak otot yang sangat halus, yang dikenal sebagai fibrilasi, tidak 24

Page 25: Step 7 kasus 1 236

dapat dideteksi secara visual. Hanya dengan rekaman alat elektromiograf,

eksistensinya dapat diungkapkan. Gerak otot halus yang dapat dlihat

dengan mata tanpa menggunakan alat, dikenal sebagai fasikulasi. Gejala

ini merupakan ungkapan bahwa motoneuron berada dalam keadaan kurang

sehat. Dalam pada itu, motoneuron masih dapat digalakkan, namun sudah

menunjukkan kepekaan yang berlebihan. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan

dapat mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi

bersama dengan bangunan di sekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal

sindrom lesi di kornu anterius, sindrom lesi yang selektif merusak

motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi yang merusak

motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrorn lesi di substansia

grisea sentralis.

1) Sindrom lesi di kornu anterius

Penyakit yang disebabkan oleh lesi yang khusus merusak

motoneuron, ialah poliomielitis anterior akur. Pada umumnya

kelompok motoneuron di segmen-segmen intumesensia servikalis

atau lumbalis merupakan substrat tujuan infeksi viral [tipe I

(Brunhilde), tipe II (Lansing) dan tipe III (Leon)]. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Meialui makanan atau kontak langsung virus tersebut dapat

melakukan invasi, sehingga menimbulkan sindrom infeksi umum,

yang terdiri atas gejala-gejala demam, lesu, sakit kepala, berkeringat

banyak, anoreksi, sedikit sakit kerongkongan, muntah, diare dan

nyeri otot. Tahap kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri

muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan LMN adalah

ekstremitas, yang pada masa sebelum timbul gejala-gejala

prodromal, paling giat bergerak. Korban poliomielitis anterior akut

adalah terutama anak-anak. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Di samping proses infeksi, lesi vaskular akibat

arterioskierosis dan sifilis meningovaskular dapat menduduki kornu

anterius. Kelumpuhan LMN yang timbul tidak berbeda dengan

kelumpuhan akibat poliomielitis itu. Tanpa prodromal yang khas 25

Page 26: Step 7 kasus 1 236

bagi penyakit infeksi, kelumpuhan LMN akibat lesi vaskular itu

bermanifestasi secara mendadak, terutama pada orang-orang kaum

tua dan jompo. (Mardjono dan Priguna, 2010)

2) Sindrom lesi yang selektlf merusak motoneuron dan jaras

kortikospinal

Karena sebab yang belum diketahui, motoneuron trunkus

serebri dan medula spinalis dalam kombinasi dengan serabut-serabut

kortikobulbar/kortikospinal dapat berdegenerasi. Beberapa

patogenesis yang mungkin telah dikemukakan yaitu: poliomieljtis

yang kronik, penyakit keturunan, slow viral infection dan akibat

toksin yang berlokasi di substansia grisea sentralis. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Kerusakan yang sistematik melanda kornu anterius dan jaras

kortikobulbar/kortikospinal menimbulkan kelumpuhan yang disertai

tanda-tanda LMN dan UMN secara berbauran. Terutama pada tahap

dini kombinasm tersebut tampak dengan jelas. Atrofi dan fassikulasj

pada otot-otot tenar, hipotenar dan interosea berkombinasi dengan

hiperefleksi dan adanya refleks patologik. Tetapi pada tahap lanjut

tanda-tanda UMN akan lenyap dan hanya tanda-tanda LMN saja

yang tertinggal. Di batang otak, inti-inti saraf otak motorik terkena

proses degeneratif itu juga, sehingga lidah dan otot-otot penelan

lumpuh secara bilateral. Atrofi dan fasikulasi tampak pada lidah

dengan jelas. Namun demikian refleks maseter dapat meninggi dan

‘forced crying’ dan ‘forced laughing’ dapat disaksikan. Di Amerika

Serikat sindrom terlukis di atas dinamakan armyotrophic lateral

sclerosis’, tetapi kalangan Inggris ‘menyebutnya ‘motoneurone

disease’. (Mardjono dan Priguna, 2010)

3) Sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis

Lesi yang menduduki kornu anterius dan dua pertiga bagian

me dial dan funikulus anterolateraljs disebabkan oleb penyumbatan

a. spinails anterior. Maka sindrom tersebut lebih dikenal dengan

nama sindrom a.spinalis anterior. Di funikulus anterolateralis

terdapat serabut-serabut spinotalamik yang menghantarkan impuls 26

Page 27: Step 7 kasus 1 236

perasaan protopatik. Dan a.spinalis anterior adalah arteri tunggal

yang memperdarahi bagian ventral kedua belahan medula spinalis.

Penyumbatan arteri tersebut mengakibatkan lesi vaskular (infark)

pada satu sampai beberapa segmen, sehingga menimbulkan: (1)

kelumpuhan LMN bilateral pada otot-otot yang disarafi oleh

motoneuron-motoneuron yang terkena lesi, (2) hilangnya perasaan

akan nyeri, suhu dan perabaan pada bagian tubuh secara bilateral

dan tingkat lesi ke bawah dan (3) masih utuhnya kemarnpuan untuk

merasakan rangsang gerak, getar, sikap dan posisi bagian tubuh.

Gangguan perasaan tersebut di atas dikenal sebagai disosiasi

sensibilitas oleh karena perasaan protopatik tergarggu secara

terpisah dari perasaan proprioseptif (yang sama sekali tidak

terganggu). (Mardjono dan Priguna, 2010)

Jika lesi tersebut menduduki satu segmen saja, lagi pula jika

letaknya di bagian torakal, maka manifestasi motoriknya akan luput

dikenal. Namun gejala sensoriknya, yaitu disosiasi sensibilitas, dapat

ditentukan secara subyektif dan obyektif. (Mardjono dan Priguna,

2010)

4) Sindrom lesi tunggal di pusar subtansia gricea

Lesi tunggal, yang berupa lubang di pusat substansia grisea

sentralis, sekali-sekali dapat dijumpai, Itulah yang dinamakan

siringomielia. Lubang itu dapat terjadi karena suatu gangguan pada

waktu kanalis sentralis dibentuk; atau karena terjadi penyusupan

spongioblas di kanalis sentralis pada tahap embrional; atau karena

terjadi perdarahan pada tahap embrional. Pada mulanya lubang itu

tentu kecil dan meluas ke tepi secara berangsur-angsur. Seturuh

substansia grisea sentralis dapat musnah, berikut dengan masa putih

yang dikenal sehagai komisura alba ventralis. Funikulus dorsalis

yang membatasi substansia grisea sentralis dan dorsal tidak pernah

terdesak oleh lubang patologik itu. Tergantung pada luas lubang

dalam orientasi rostrokaudal, maka kornu anterius dan kornu laterale

berikut serabut-serabut spinotalamik (yang rnembentuk komisura

alba ventralis) dapat terusak sepanjang satu atau dua segmen. 27

Page 28: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Siringomelia (Mardjono dan Priguna, 2010).

Dalam hal itu terjadi kelumpuhan LMN (akibat runtuhnya

motoneuron), adanya disosiasi sensibilitas (akibat hancurnya

serabut-serabut spinotalamik di komisura alba ventralis) dan

hilangnya reaksi neurovegetatif (akibat musnahnya neuron-neuron di

kornu laterale) pada bagian tubuh yang merupakan kawasan sensorik

dan motorik segmen-segmen yang diduduki siringomielia. OIeh

karena ia sering berlokasi di intumesensia servikalls, maka daerah

tubuh yang terkena ialah kedua lengan. Dalam hal itu ditemukan

kelumpuhan LMN yang melanda otot-otot tenar, hipotenar dan

interosea. Kulit yang menutupi otot-otot tersebut menunjukkan

disosiasi sensibilitas dan gangguan neurovegetatif. Sebagai tanda

perluasan lubang patologik itu dapat ditemukn fasikulasi di otot-otot

bahu, lengan bawah dan lengan atas. Gambaran penyakit itu dikenal

sebagai sindrom siringomielia. Suatu tumor yang berkembang di

substansia grisea sentralis dan lambat laun merusak kornu anterius,

kornu laterale dan komisura alba ventralis memperlihatkan

gambaran penyakit yang menyerupai sindrom siringomielia. Tumor

tersebut biasanya berasal dari ependim, sehingga dinamakan

ependimoma. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Biasanya siringomielia itu kempis, sehingga pada segmen

yang terkena, medula spinalis memperljhatkan atrofia. Tetapi lubang

patologik itu dapat mengandung cairan serebrospinalis bagaikan

28

Page 29: Step 7 kasus 1 236

kista. Penimbunan cairan itu dapat berlangsung secara progresif,

sehingga tekanan terhadap substansia alba di sekelilingnya

mengganggu fungsi funikulus posterolateralis (yang mengandung

serabut-serabut kortikospinal) dan funikulus anterolateraljs (yang

mengandung serabut-serabut spinotalamik). Siringomielia yang

merupakan kista penuh denga cairan dan menekan kepada

sekelilingnya dinamakan hidromielia. (Mardjono dan Priguna, 2010)

b. Kelumpuhan LMN akibat lesi di radiks ventralis

Radiks ventralis merupakan berkas akson-akson motoneuron. Di

daerah tersebut dapat terjadi peradangan sebagai komplikasj radang

selaput araknoid (araknoiditis). Juga proses imunopatoogik dapat

melanda semua radiks ventralis sepanjang medula spinalis berikut

dengan segenap radiks dorsalis. Selanjutnya, radiks ventralis dapat

mengalami gangguan setempat, misalnya: penekanan akibat nukleus

pulposus yang menjebol ke dalam ruang kanalis vertebralis atau

penekanan oleh eksostosis atau neoplasma. (Mardjono dan Priguna,

2010)

1) Kelumpuhan akibat kerusakan pada seluruh radiks ventralis

Kelumpuhan LMN yang disebabkan oleh kerusakan pada

radiks ventralis dicirikan oleh adanya fibrilasi. Sebenarnya fenomen

elektromiografik itu mengungkapkan keadaan otot yang mengalamj

denervasi. Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang

reversibel dan menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan

perwujudan reaksi imunopatologik. Walaupun segenap radiks

(ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di intumesensia

servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan.

Keadaan patologik itu dikenal sebagai poliradikulopatia atau

polineuritis post infeksiosa. Di dalam kilnik ia dikenal sebagai

sindrom Guillain-Barre (-Strohl), dan manifestasi klinisnya ialah

sebagai berikut. Sebelum kelumpuhan timbul, terdapat anamnese

yang khas, yaitu infeksi traktus respiratorius bagian atas. Di antara

masa tersebut dan mulai tirnbulnya kelumpuhan, terdapat masa

bebas gejala penyakit, yang berkisar antara beberapa hari sampai 29

Page 30: Step 7 kasus 1 236

beberapa (3 - 4) minggu. Kelumpuhan timbul pada keempat anggota

gerak dan pada umumnya bermula di bagian distal tungkai dan

kemudian melanda otot-otot tungkai proksimal. Lagi pula

kelumpuhan meluas ke bagian tubuh atas, terutama ke otot-otot

kedua lengan, bahkan leher dan wajah serta otot-otot penelan dan

bulbar lainnya. Maka dari itu sindrom ini dikenal juga sebagai

paralisis asendens. Keterlibatan radik dorsalis dapat diketahui oleh

adanya parestesia di daerah yang dilanda kelumpuhan asendens itu.

Mula terasanya dan perluasan ke atasnya berjalan seiring dengan

perjalanan kelumpuhan asendens. Pada tahap permulaan, gangguan

miksi dan defekasi dapat juga menjadi ciri penyakit tersebut.

(Mardjono dan Priguna, 2010)

2) Kelumpuhn akibat kerusakan pada radiks veturalis setempat

Kelumpuhan LMN yang terjadi akibat kerusakan radiks

ventralis dan satu atau dua segmen saja, tidak akan mempunyai arti,

jika yang dilanda otot yang menyusun muskulatur toraks atau

abdomen. Lain halnya jika otot anggota gerak yang terkena

kelumpuhan, kecanggungan gerakan voluntar dapat dideteksj oeh

pasien sendiri dan juga oleh dokter yang memeriksanya. (Mardjono

dan Priguna, 2010)

Proses patologik yang mengganggu radiks ventralis (dan

dorsalis) seteinpat, pada umumnya lebih jelas (dan juga lebih dini)

diungkapkan oleh gangguan terhadap radiks dorsalisnya. Lesi yang

mengganggu satu radiks menimbulkan gejala rnotorik dan sensorik

yang khas. Kelumpuhan dan defisit sensoriknya atau nyerinya

kedua-duanya menunjukkan sifat radikular yang berarti, yang

terkena kelainan adalah kawasan satu dermatoma dan satu miotoma

saja. Misalnya, penekanan pada radiks ventralis C.5 dan C.6

menimbulkan atrofia dan kelemahan tenaga otot-otot yang berasal

dari miotoma C.5 dan C.6, yang menyusun otot-otot bahu

(m.supraspinatus, m.teres minor, m.deltoideus, m.infraspinatus,

m.subskapularis dan m.teres mayor), lalu ikut membentuk sebagian 30

Page 31: Step 7 kasus 1 236

muskulatur lengan atas (m.biseps brakii dan m.brakialis) dan ikut

menyusun juga sebagian dan otot-otot tangan, terutama yang

menggerakkan ibu jari dan jari telunjuk. (Mardjono dan Priguna,

2010)

c. Kelumpuhan akibat kerusakan pada pleksus brakialis

Radiks ventralis dan radiks dorsalis bergabung di foramen

intervertebrale, sehingga menjadi satu berkas, yang dikenal sebagai saraf

spinal sesuai dengan foramen intervertebrale yang dilewatinya ia

dinamakan n.spinalis servikalis, n.spinalis torakalis dan seterusnya. Di

tingkat torakal dan lumbal atas saraf spinal langsung berlanjut sebagai

saraf perifer. Tetapi di tingkat intumesensia servikalis dan lumbosakralis

saraf spinal menghubungi satu dengan lain melalui percabangan

anastomoses masing-masing sehingga membentuk anyaman, yang

dinamakan pleksus seviikalis dan pleksus. Kemudian, anyaman serabut

saraf di pleksus brakialis itu berlanjut ke kawasan bahu dan ketiak sebagai

3 berkas yang dikenal sebagai fasikulus dan merupakan induk saraf perifer

bagi lengan. Berlatarbelakang pada organisasi struktural tersebut di atas,

maka kelumpuhan yang melanda lengan dapat dibeda-bedakan dalam

kelumpuhan lengan akibat lesi di pleksusbrakialis atau di fasikulus atau

pun di saraf perifer. (Mardjono dan Priguna, 2010)

31

Page 32: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Pleksus servikalis kanan dan pleksus lumbosakralis

kanan (Mardjono dan Priguna, 2010).

Kelumpuhan akibat lesi di pleksus brakialis dapat disebabkan

oleh lesi yang merusak secara menyeluruh atau setempat. Proses

degeneratif herediter, toksik, neoplasmatik atau infeksi dapat merusak

secara meyeluruh. Lesi yang menduduki sebagian dan pleksus brakialis

biasanya berupa trauma, penekanan dan penarikan setempat. (Mardjono

dan Priguna, 2010)

Pada sindrom pleksus brakialis akibat proses difus di seluruh

pleksus brakialis terdapat kelumpuhan LMN dengan fibrilasi dan nyeri

spontan, yang dapat bergandengan dengan hipalgesia atau dengan

parestesia. Walaupun terdapat manifestasi yang menyeluruh pada lengan

dan bahu, pada umumnya gejala-gejala abnormal yang berat terdapat di

kawasan motorik dan sensorik C.5 dan C.6 saja. Saraf perifer yang

terutama disusun oleh serabut-serabut radiks ventralis dan dorsalis C.5 dan

C.6 itu, ialah n.frenikus, n.torakalis longus, n.supraskapularis, n.skapularis

dorsalis dan n.ulnaris. (Mardjono dan Priguna, 2010)

32

Page 33: Step 7 kasus 1 236

Sejak zaman neurologi klasik telah dikenal 2 sindrom

kelumpuhan akibat lesi setempat di pleksus brakialis. Yang pertama ialah

kelumpuhan akibat lesi di bagian atas pleksus brakialis yang menghasilkan

sindrom kelumpuhan Erb-Duchenne. Dan yang kedua ialah kelumpuhan

yang disebabkan oleh lesi di bagian bawah pleksus brakialis, yang di

dalam klinik dikenal sebagai sindrom kelumpuhan Klumpe. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Kebanyakan penderita dengan kelumpuhan Erb-Duchenne

adalah bayi. Dalam hal itu lesinya disebabkan oleh penarikan kepala bayi

waktu dilahirkan, pada mana salah satu bahu tidak dapat dikeluarkan.

Kelumpuhan Erb-Duchenne yang dijumpai pada penderita dewasa atau

anak-anak, biasanya akibat jatuh pada bahu dengan kepala terlampau

menekuk ke samping, sehingga pleksus brakialis mengalami penarikan

yang hebat, terutama pada bagian atasnya. Kelumpuhan melanda

m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subskapularis, m.teres mayor,

m.biseps brakialis, m.brakialis dan m.brakioradialis. Oleh karena itu, maka

lengan bergantung lemas dalam sikap endorotasi pada sendi bahu dengan

siku lurus dan lengan bawah dalam sikap pronasi. Pada umumnya gerakan

tangan di sendi pergelangan tangan masih utuh dan gerakan jari-jari

tangan tidak terganggu. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Kelumpuhan Klumpke juga dapat dijumpai pada neonatus atau

anak-anak dan orang dewasa. Jika bayi yang terkena. maka faktor

etiologinya trauma lahir. Karena kepala bayi sukar dikeluarkan, maka

penarikan pada bahu dilakukan. Akibatnya ialah serabut-serabut radiks T.1

dan C.8 mengalami kerusakan. Lesi seperti itu dapat.terjadi pula karena

jatuh dan tempat yang tinggi, lalu untuk menyelematkan diri si korban

kecelakaan menangkap cabang batang pohon sehigga dengan demikian

bahunya tertarik secara berlebihan. Karena itu semua ekstensor dan jari-

jari tangan lumpuh dan tangan juga tidak dapat ditekukkan di sendi

pergelangan tangan. Defisit sensorik dapat ditemukan pada daerah sempit

pada kulit yang memanjang pada samping ulnar dan pergelangan tangan

sampai pertengahan lengan bawah. (Mardjono dan Priguna, 2010)

d. Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosakralis 33

Page 34: Step 7 kasus 1 236

Anyaman pleksus lumbosakralis lebih sederhana dan pada

anyaman pleksus brakialis, oleh karena semua saraf perifer bagi tungkai

merupakan lanjutan langsungnva. Kelumpuhan akibat lesi setempat di

pleksus lumbosakralis sukar dibedakan dan kelumpuhan akibat lesi di

bagian proksimal n.femoralis. n.obturatorius, dan n.iskiadikus, sehingga

pembahasannya dirujukkan pada fasal yang bersangkutan. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Oleh karena manifestasi sensorik akibat lesi di pleksus

lumbosakralis lebih menonjol ketimbang manifestasi motoriknya maka

gambaran penyakitnya akan dibahas dalam fasal mengenai gangguan

sensorik akibat lesi di pleksus lumbosakralis. (Mardjono dan Priguna,

2010)

e. Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus

Berbeda dengan penataan pleksus lumbosakraiis adalah pleksus

brakialis, yang tidak langsung bercabang-cabang untuk membentuk

berbagai saraf perifer, melainkan menyusun 3 berkas dulu sebelum

mengeluarkan semua saraf perifer yang mengurusi motorik dan sensorik

lengan berikut jari-jari tangan. Ketiga berkas tersebut dikenal sebagai

fasikulus lateralis, posterior dan medialis sesuai dengan topografinya

terhadap a.aksllaris. Fasikulus posterior merupakan induk n.radiatis dan

fasikulus rnedialis menjadi pangkal n. ulnaris, sedangkan n.medianus

disusun oleh serabut-serahut yang berasal dari fasikulus lateralis.

(Mardjono dan Priguna, 2010)

Lesi di fasikulus lateralis dapat terjadi akibat dislokasi tulang

humerus ke lateral dan menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot

biseps brakial, korakobrakial dan lain-lain otot yang disarafi oleh

n.medianus. kecuali otot-otot intrinsik tangan. (Mardjono dan Priguna,

2010)

Kerusakan pada fasikulus posterior jarang terjadi. Jika karena

sebab yang tidak dapat dipastikan lesi itu dapat terjadi, maka kelumpuhan

LMN dan defisit sensorik dapat dijumpai pada kawasan n.radialis.

(Mardjono dan Priguna, 2010)

34

Page 35: Step 7 kasus 1 236

Lesi pada fasikulus medialis disebabkan oleh dislokasi humerus

ke arah subkorakoid, sehingga menimbulkan kelumpuhan LMN dan defisit

sensorik di kawasan motorik dan sensorik n.ulnaris. Paralisis LMN akibat

lesi di pleksus dan fasikulus tidak banyak berbeda dengan kelumpuhan

yang terjadi akibat lesi di n.radialis, n.ulnaris atau n,medianus. Selain data

anamnestik dan hasil pemeriksaan sensorik. masih ada satu gejala penting,

yang dapat mengungkapkan lokalisasi lesi di pleksus atau di fasikulus,

yaitu sindrom Horner. Sindrom ini terdiri atas miosis, endoftalmus, ptosis

dan anhidrosis hemifasialis, yang jarang timbul secara lengkap. Yang

hampir selamanya dijumpai ialah ptosis, miosis dan anhidrosis

hemifasialis, Sindrom Horner berkorelasi dengan lesi di pleksus brakialis,

mengingat sindrom Horner itu dihasilkan oleh terputusnya hubungan

ortosimpatetik dan ganglion servikale superius yang terletak di daerah

pleksus brakialis. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Proses neoplasmatik yang berada di kutub paru-paru dapat

menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot bahu dan lengan yan disertai

sindrom Horner pada sisi ipsilateral. (Mardjono dan Priguna, 2010)

f. Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer

1) Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada p!eksus

brakialis.

Enam saraf perifer yang penting keluar dan pleksus

brakialis adalah n.torakalis longus. n.aksilaris, n.radialis,

n.mukulokutanius

n.medianus dan n.ulnarus.

a) N. torakalis longus. Saraf perifer ini mendapat serabut-

serabutnya langsung dari saraf spinal C.5, C.6 dan C.7, tanpa

melalui pembentukan fasikulus terlebih dulu. Kerusakan pada

n.torakalis longus, menimbulkan gejala winging (margo

vertebralis dari tulang belikat tersingkap), ini disebabkan oleh

kelumpuhan m.seratus anterior, yang bertugas untuk mengikat

skapula pada dinding belakang toraks, apabila lengan

melakukan gerakan mendorong melawan suatu tahanan.

(Mardjono dan Priguna, 2010)35

Page 36: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Winging dari scapula (Mardjono dan Priguna,

2010).

b) N.aksilaris terdiri atas serabut motorik dan sensorik yang

berinduk pada fasikulus posterior. Kawasan motoriknya

mencakup m.deltoideus dan teres minor. Daerah sensoriknya

terletak di bagian medial lengan atas dan akromion sampai

pertengahan lengan atas. Lesi pada n.aksilaris jarang dijumpai,

kecuali jika terpotong alat tajam, yang sekaligus rnerusak otot-

otot deltoid dan teres mayor. Neuritis yang melanda n.aksilaris

tersendiri dapat terjadi setelah pencacaran atau penyuntikan

serum imunisasi. Pasiennya mengeluh tentang kelemahan otot

deltoid yang cepat menjadi atrofik. Kontur bahu mendatar dan

lengan tidak dapat diabduksikan dan dieksorotasikan. Defisit

sensorik mungkin dapat dirasakan di daerah kecil di bagian atas

lateral dan lengan.

c) N. radialis. N.radialis sering mengalami trauma pada 1/3 bagian

bawahnya. Dalam hal tersebut m .triseps dan m. brakioradiajis

tidak terkena kelumpuhan, sedangkan otot-otot lainnya yang

disarafi n.radialis menjadi lumpuh. Lesi yang sering merusak

bagian atas n.radialis adalah fraktur tulang humerus, terutama

bagian n.radialis yang melilit dan bagian dorsomedial tulang

humerus ke bagian ventrolateralnya. Bagian ini sering juga

36

Page 37: Step 7 kasus 1 236

terkena penekanan dan kehilangan fungsi sementara. Hal ini

terjadi kalau tidur sambil duduk di kursi dengan menempatkan

ketiak pada sandaran kursi, lebih-lebih jika tertidur nyenyak

karena mabuk minuman keras. Pada kelumpuhan n.radialis, baik

akibat lesi di bagian atas, maupun di bagian bawahnya, yang

paling jelas adalah kelumpuhan yang diperlihatkan oleh tangan.

Karena otot-otot ekstensor karpi radialis dan ulnaris lumpuh,

maka tangan tidak dapat melakukan gerakan dorsofleksi pada

sendi pergelangan tangan. Lagi pula, karena otot-otot ekstensor

segenap jari (m.ekstensor digitorum, m.ekstensor digiti kuinti.

rn.ekstensor polisis longus/brevis dan m.ekstensor indiksis

proprius) lumpuh, maka semua jari tangan tidak dapat

diluruskan dan dikembangkan. Keadaan tangan dan jari seperti

yang dilukiskan itu dikenal sebagam ‘drop hand’ dan drop

fingers’ (seluruh tangan dan jari-jarinya bersikap menjulai).

d) N.muskulocutaneus merupakan cabang fasikulus lateratis dan

tersusun oleh serabut-serabut radiks ventralis dan dorsalis C.5

dan C.6. Otot-otot yang disarafinya ialah m.biseps dan sebagian

dan m.brakialis. Daerah Sensoriknya ialah kulit permukaan

bagian ventral lengan bawah tetapi hanya separuh bagian

radialnya saja.

e) N.medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan

belahan fasikulus medialis. Ia membawakan serabut-serabut

radiks ventralis dan dorsalis C.6, C.7, C.8 dan T. 1. Otot-otot

yang disarafinya ialah otot-otot yang melakukan pronasi lengan

bawah (m.pronator teres dan m.pronator kuadratus), fleksi

falangs paling ujung jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari

(mm.lumbikales sisi radial), fleksi jari telunjuk, jari tengah dan

ibu jari pada sendi metakarpofalangeal (mm.lumbrikales dan

mm.interoseae sisi radial), fleksi jari sisi radial di sendi

interfalangeal (mm.fleksor digitorum profundus sisi radial),

Oposisi dan abduksi ibu jari (m.oponens polisis dan m.abduktor

polisis brevis). Kawasan sensoriknya mencakup kulit yang 37

Page 38: Step 7 kasus 1 236

menutupi telapak tangan, kecuali daerah ulnar selebar 1½ jari.

Dan pada dorsum manus kawasan sensoriknya ialah kulit yang

menutupi falangs kedua dan falang ujung jari telunjuk, jari

tengah dan separuh jari manis). N.medianus sering terjepit atau

tertekan dalam perjalannya melalui m.pronator teres. siku dan

retinakulum pergelangan tangan. Pada luka di pergelangan

tangan, n.medianus dapat terpotong bersama dengan n.ulriaris.

Hal itu sering terjadi pada kecelakaan dimana tangan menerobos

kaca. Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi

radial, sehingga ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tidak dapat

difleksikan baik di sendi metakarpofalangeal maupun di sendi

interflangeaI, Ibu jari tidak dapat melakukan oposisi dan

abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat menyusul kelumpuhan

tersebut.

f) N. ulnaris mengandung serabut-serabut radiks ventral/dorsal C.8

dan T.1. Ia merupakan salah satu cabang terbesar dan fasikulus

medialis. Di belakang kondilus medialis humeri ia dapat teraba.

Otot-otot yang disarafinya iaiah m.fieksor karpi ulnaris, kedua

m.digitonum profundus sisi ulnar, m.palmaris brevis, kedua

m.lumbalkalis sisi ulnar, kedua m.interosei dorsalis sisi ulnar,

m.aduktor polisi dan bagian ulnar m.fleksor polisis brevis.

Karena kelumpuhan otot-otot tersebut, maka tangan yang

lumpuh memperlihatkan sikap khas, yang dinamakan clawhand.

Dimana jari kelingking dan jari manis tidak dapat berfleksi di

persendian rnetakarpofalangeal, sedangkan segenap falangs jari-

jari tersebut bersikap menekuk. Lagi pula ibu jari tidak dapat

melakukan aduksi serta atrofi melanda otot interosei sisi ulnar

dan otot-otot hipotenar. Kawasan sensoriknya ialah kulit yang

menutupi jari kelingking dan separuh jari manis. Lesi pada

n.ulnaris dapat terjadi karena fraktur atau dislokasi di siku. Oleh

sebab kubitus valgus atau osteofit n.ulnanis dapat tergeser,

sehingga pindah dan belakang kondilus humeri ke depannya.

Sering juga kita jumpai neuritis n.ulnaris karena kuman Hansen. 38

Page 39: Step 7 kasus 1 236

Pada tahap dininya dirasakan nyeri sepanjang jari kelingking,

namun pada tahap lanjutnya terdapat anestesia dan ‘clawhand’.

2) Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada pleksus

lumbosakralis. Anyaman pleksus lumbosakralis lebih sederhana

daripada anyaman pleksus brakialis. Sebenarnya pleksus

lumbosakralis adalah gabungan dan pleksus lumbalis dan pleksus

sakralis. Saraf-saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbalis

ialah n.femoralis dan n.obturatorius. Mereka mengurus persarafan

motorik dan sensorik bagian medial dan ventral tungkai atas,

sedangkan n.iskiadikus, n.gluteus superior dan n.gluteus inferior

mengurus persarafan motorik dan sensorik bagian dorsal dan lateral

tungkai atas. Ketiga saraf perifer itu berinduk pada pleksus sakralis.

Yang membentuk anyaman pleksus lumbalis ialah radiks ventralis

dan dorsalis T. 12 sampai L.4 sedangkan radiks dorsalis dan

ventralis L.4 sampai S.4 menganyam pleksus sakralis. (Mardjono

dan Priguna, 2010)

Lesi yang terbatas pada pleksus lumbalis jarang dijumpai.

Kompresi dan infiltrasi oleh tumor di dalam abdomen dan abses

psoas dapat menimbulkan gejala-gejala akibat lesi primernya.

Bilamana gejala akibat lesi sekundernya, yaitu lesi di pleksus

lumbalis dapat dilihat, maka bukan gejala motorik melainkan gejala

sensorik yang mengganggu penghidupannya. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Lesi pada pleksus sakralis dapat terjadi pada waktu partus.

Baik manifestasi motorik maupun sensoriknya sangat menonjol,

yakni “drop foot” (kaki yang menjulai) yang diiringi defisit

sensorik. Kelumpuhan akibat lesi di cabang-cabang pleksus

lumbosakralis yang mengurus persarafan tungkai akan dibahas di

bawah ini:

a) N.femoralis dibentuk oleh serabut-serabut radiks

ventral/dorsalis L.2, L.3 dan L.4. Setelah meninggalkan pelvis

kemudian tiba di paha melalui kolong di bawah ligamentum

inguinal. Otot-otot besar yang disarafinya ialah m.sartorius 39

Page 40: Step 7 kasus 1 236

dan m.kuadriseps femoris. Kawasan sensoriknya adalah daerah

kulit paha bagian medial, sepanjang ½ bagian distal tungkai

atas. Cabang distal n.femoralis dinamakan n.safenus, yang

mengurus sensorik kulit tungkai bawah bagian medialnya,

serta kulit bagian medial kaki-telapak kaki, berikut telapak ibu

jari kaki.

Kelumpuhan yang timbul akibat lesi di n.femoralis

tampak jelas pada m.kuadriseps femoris. Karena itu lutut tidak

dapat diluruskan dan atrofia cepat tampak padanya. Di dalam

praktek kelumpuhan tersebut diungkapkan oleh keluhan pasien

yaitu kelumpuhan yang melanda m.kuadriseps femoris.

Adapun cara penyajian itu ialah sebagai berikut:

(1) Tidak kuat mengangkat badan untuk berdiri dan sikap

duduk dan

(2) Tidak kuat naik tangga.

Lesi pada n.femoralis dapat terjadi akibat abses psoas,

karena tepat setinggi m.psoas, n.femoralis berinduk pada

pleksus lumbosakralis. Pada bagian-bagian yang lebih bawah

letaknya dapat terjadi kerusakan karena neoplasma di pelvis,

fraktur dan pelvis atau femur, dan dislokasi sendi panggul.

Diabetes melitus dapat mengakibatkan neuropatia n-femoralis.

Spondilitis deformans (spondilosis) yang menyempitkan

foramen intervertebrale, yang dilewati saraf spinal L.2, L.3

dan L.4 menimbulkan gambaran penyakit neuritis n.femoralis.

b) N.obturarorius disusun oleh serabut-serabut saraf spinal L.2,

L.3, dan L.4. Pembentukan itu terjadi setinggi lokasi m.psoas,

seperti halnya dengan n.femoralis. Namun demikian, setelah

dibentuk n.obturatorius menempuh perjalanan yang berbeda

dengan n.femoralis. Ia keluar dari rongga pelvis melalui

foramen obturatum. Otot-otot yang disarafinya ialah:

m.aduktor longus, m.grasilis, m.aduktor brevis dan adakalanya

m.aduktor magnus, m.obturatorius eksternus dan m.pektneus.

Kawasan sensoriknya ialah daerah kulit paha bagian 40

Page 41: Step 7 kasus 1 236

medialnya,sepanjang ½ bagian proksimal tungkai atas.

Kelumpuhan akibat lesi di n.obturatorius dapat diungkapkan

pada waktu penderita tidur telentang dengan kedua tungkai

tertekuk di sendi lutut. Tungkai dengan kelumpuhan m.aduktor

longus/brevis dan m.grasilis tidak dapat mempertahankan

sikap itu, sehingga jatuh ke samping.

c) N. iskiadikus merupakan saraf perifer yang paling besar. Ia

terdiri atas serabut-serabut saraf spinal L.4, L.5, S.1, S.2 dan

S.3. Pada hakekatnya ia terdiri atas dua bagian, yang

tergabung jadi satu berkas oleh jaringan pengikat yang

longgar. Kedua bagian itu, masing-masing mulai tampak

sebagai saraf perifer, pada bagian proksimal fosa poplitea.

Pada n.iskiadikus tampak membelah dirinya menjadi dua

saraf perifer, yakni n.tibiaiis dan n.peroneus. Sebagai saraf

perifer yang menyandang nama n.iskiadikus, pada trayek

permulaan ia melintasi sendi sakroiliaka. Kemudian ia

meninggalkan rongga pelvik melewati spina iskiadika di

bawah m.piriformis. Di dekat sendi panggul berjalan di antara

trokanter mayor dan tuberosicas iskii. Otot-otot yang

disarafinya ialah m.semitendineus, m.semimembraneus, kaput

iongus m biseps femoris dan m.aduktor magnus. Karena

n.tibialis dan n.peroneus merupakan lanjutan n.iskiadikus,

maka dapa juga dikatakan bahwa semua otot tungkai bawah

merupakan kawasan motorik n.iskiadikus.

N.iskiadikus dapat terusak oleh fraktur tulang pelvis,

tulang femur atau kolum femoris atau pun suntikan yang tidak

tepat. Penekanan/penarikan terhadap n.iskiadikus oleh

neoplasma di pelvis atau oleh osteofit di spina iskiadika, atau

pun peradangan yang melanda n.iskiadikus dapat

menimbulkan nyeri yang terasa menjalar sepanjang perjalanan

n.iskiadikus berikut lanjutannya (n.tibialis dan n.peroneus).

Nyeri itu dikenal sebagai iskialgia atau siatika. Sebagaimana

maknanya, maka yang menonjol dan gejala iskialgia ialah sifat 41

Page 42: Step 7 kasus 1 236

sensoriknya. Gejala motorik pada iskialgia (siatika) hanya

terdiri atas paresis ringan semua otot tungkai bawah dengan

atrofia dan hipotonia. Refleks tendon Achilles atau tendon lutut

menurun atau hilang, tergantung pada komponen mana dan

pleksus lumbosakralis yang dilanda gangguan.

g. Kelumpuhan akibat lesi pada ‘motor end plate’

Pengantaran impuls motorik ke serabut otot skeletal sering

terganggu di sekitar sinaps sehingga timbul kelumpuhan LMN. Pada

penyakit miastenia gravis, yaitu kelemahan otot yang berbahaya, telah

ditemukan adanya antibodi yang menduduki reseptor ‘acetycholine’ dan

‘motor end plate’, sehingga ia tidak dapat menggalakkan serabutserabut

otot skeletal. Antibodi tersebut dikenal sebagai ‘antiacetyl choline

receptor antibody’ yang terbukti dibuat oleh kelenjar timus yang

dihasilkan oleh proses imunologik. Ketepatan konsep itu telah

dikonfirmasi oleh tindakan operatif yang menyingkirkan kelenjar timus

(timektomi) untuk melenyapkan penyakit miastenia gravis. Menurut

konsep yang lama, membran postsinaptik dari sinaps itu menjadi atrofik

akibat reaksi imunologik. Karena itu penyerapan ‘acetylcholine’ sangat

menurun. Lagi pula jarak antar membran ujung terminal akson

motoneuron dan mémbran ‘motor end plate’ menjadi lebih panjang

sehingga cholinesterase mendapat kesempatan yang lebih besar untuk

menghancurkan lebih banyak ‘acetylcholine’ sehingga potensial aksi

postsinaptik yang dicetuskannya menjadi lebih kecil. Konsep yang lama

ini tampak sesuai dengan sifat khas kelemahan otot dan miastenia gravis.

Dalam pada itu kontraksi otot skeletal pertama-tama berlalu secara

normal, tetapi kontraksi-kontraksi berikutnya menjadi semakin lemah dan

berakhir pada kelumpuhan total. Setelah istirahat, kontraksi otot pulih

kembali untuk kemudian melemah dan lumpuh lagi. Kelemahan yang

bergelombang itu dikenal sebagai kelemahan miastenik. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

Otot-otot yang paling sering dilanda kelemahan miastenik

adalah oto-totot okular dan penelan. Otot-otot anggota gerak dan

pernapasan dapat terkena juga pada tahap lanjut miastenia gravis. 42

Page 43: Step 7 kasus 1 236

Membran ‘motor end plate’yang rnenghadap celah sinaptik itu dapat juga

dirusak oleh racun curare sehingga reseptor ‘motor end plate’ tidak dapat

menerima ‘acetylcholine’ dan tidak dapat mengakibatkan potensial aksi

yang menghasilkan kontnaksi otot skeletal. (Mardjono dan Priguna, 2010)

h. Kelumpuhan akibat lesi di otot (kelumpuhan miogenik)

Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut

otot atau selnya yang disebabkan oleh infeksi, intoksikasi eksogenik/

endogenik dan degenerasi herediter.

Karena serabut otot rusak. kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat

melakukan tugasnya. Di samping itu kontraktilitas dapat diganggu oleh

kelainan biokimiawi tanpa kelainan morfologik yang berarti. Sebagaimana

sudah dijelaskan terlebih dahulu, kegiatan enzim-enzim berperan besar

dalam mekanisme kontraksi otot. Gangguan terhadap sistema enzim

kebanyakán terkait pada unsur-unsur kromosomal. Hal itu berarti bahwa

manifestasi kelainan tersebut ialah herediter. Bagaimana berbagai proses

patologik bekerja sehingga menimbulkan kelumpuhan miogenik

sebenarnya belum diketahui. Maka dari itu klasifikasi penyakit otot

bersifat kllnis praktis. Semua kelumpuhan yang disebabkan oleh gangguan

atau kelainan morfologik pada otot dinamakan kelumpuhan

miogenik,sebagai banding terhadap kelumpuhan akibat kelainan di saraf

motorik yang dinamakan kelumpuhan neurogenik. Klasifikasi penyakit

otot yang kini dianut adalah sebagai berikut:

1) Distrofia muskulorum. Segala macam penyakit otot yang

disebabkan oleh faktor patologik kromosomal dinamakan distrofia

otot. Sifat herediter pada penyakit otot ini terkait pada kromosoma

X. Tetapi ada juga yang autosomal. Yang paling sering dijumpai

adalah jenis yang resesif. Faktor patologik kromosomal mungkin

mengganggu kegiatan enzim-enzirn yang berperan dalam

metabolisme otot. Enzim yang menghasilkan gaya besar untuk

memungkinkan serabut otot berkontraksi ialah ‘Creatine

phosphokinase’ (CPK) dan ‘adenosine triphosphatase’ (ATP-ase).

Pada penderita distrofia muskulorum terdapat CPK serum dalam

jumlah besar. Bahkan sebelum terdapat manifestasi dini, kadar 43

Page 44: Step 7 kasus 1 236

CPK di dalam serum sudah jelas meningkat. Bagairnana enzim itu

lolos dari lingkungan otot dan beredar di dalam darah tepi masih

merupakan teka-teki. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Di samping kelainan pada sistem enzim, secarat klinis

juga dapat ditentukan kelainan morfologik pada otot. Jauh sebelum

tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit)

menyusup di antara sel-sel serabut otot. Otot-otot yang terkena

memang sesuai dengan gambaran histologik tersebut, ialah

membesar dan sebagian mengecil. Oleh karena bukan pembesaran

atau bertambahnya jumlah serabut otot, melainkan pembengkakan

karena degenerasi lemak, maka pembesaran otot itu dinamakan

pseudohipertrofi. Jenis yang memperlihatkan pseudohipertrofi pada

betis dan pantat ialah jenis Duchenne. (Mardjono dan Priguna,

2010)

Jenis distrofia muskulorum lain yang dinamakai jenis

Landouzy Dejerine tidak menunjukkan pseudohipertrofi,

melainkan atrofi dari semula. Otot-otot yang terkena ialah otot-otot

wajah dan bahu. Di samping jenis distrofia yang menimbulkan

hanya kelumpuhan, terdapat juga jenis distrofia herediter yang

menimbulkan kejang di samping kelemahan otot. Kejang dapat

timbul. sewaktu melakukan gerakan voluntar atau akibat

provokasi. Kejang tersebut ternyata bukan kejang yang

ditimbulkan impuls neurogenik, tetapi kejang yang bersifat

miogenik. Karena kelainan yang belum diketahui dengan pasti,

serabut-serabut otot berkontraksi dan berelaksasi secara lamban.

Jenis distrofia yang memperlihatkan kejang miogen dinamakan

distrofia miotonika. (Mardjono dan Priguna, 2010)

2) Miopati. Penyakit-penyakit otot yang tidak herediter dan tidak

disebabkan oleh proses infeksi dinamakan miopati. Teori dan

anggapan-anggapan mengenai patofisiologi dan berbagai jenis

miopatia masih bersifat spekulatif. Kelainan morfologik yang

terlihat pada kasus-kasus miopatia berbeda-beda. Ada yang

memperlihatkan penimbunan mitokondria pada garis Z, 44

Page 45: Step 7 kasus 1 236

vakuolisasi, penimbunan glikogen dan banyak yang tidak

memperlihatkan kelainan struktural. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Miopatia yang timbut pada tahap tertentu berbagai

penyakit endokrin, seperti tirotoksikosis, sindrom Cushing,

penyakit Addison dan akromegalia. Akibat gangguan metabolik

dapat berkembang miopatia, misalnya pada steatore, hipoglikemia

kronik, mioglobinuria idiopatika, osteomalasia dan penyakit

penimbunan glikogen. Miopatia iatrogenik dapat terjadi akibat

penggunaan obat kortikosteroid yang berlebihan. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

3) Miositis ialah segala macam penyakit otot yang disebabkan oleh

infeksi balk secara langsung maupun tak langsung. Miositis yang

paling sering dijumpai ialah miositis reumatika atau polimiositis.

Oleh karena reumatik merupakan gangguan autoimun, maka

miositis dianggap sebagai manifestasi proses autoimun juga.

Demikian halnya dengan anggapan mengenai miopatia yang

tirnbul pada penderita-penderita neoplasma ganas. Miositis

infeksiosa adalah radang otot yang timbul bersama-sama dengan

infeksi virus umum. Nyeri otot dan kelemasan merupakan gejala

utamanya. Infeksi banal jarang berkomplikasi pada otot. Penyakit

parasit yang dapat menimbulkan miositis ialah trikinosis spiralis.

(Mardjono dan Priguna, 2010)

3. Manifestasi kelainan sensorik otot proprioseptif dan protopatik pada kelainan

neuromuskuler dan hubungan dengan somastotetik

Susunan somaestesia

Perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari

somatopleura, yaitu kulit, tulang, dan jaringan pengikat, dinamakan somestosia. Di

samping itu dikenal juga viseroestesia, yaitu perasaan yang dirasakan pada bagian

tubuh yang tumbuh dari viseropleura, seperti usus, paru, limpa, dan sebagainya.

Jenis jenis perasaan

45

Page 46: Step 7 kasus 1 236

Somestesia mencakup perasaan yang menyakiti atau perasaan protopatik

dan perasaan yang diperlukan untuk mengatur diri sendiri atau perasaan

proprioseptif. Yang pertama terdiri dari rasa nyeri, suhu, dan rasa tekan. Dan yang

kedua mancakup rasa gerak, getar, sikap, dan rasa halus.

Perbedaan tersebut didasarkan pada lokalisasi reseptor. Untuk perasaan

protopatik reseptornya terletak pada kulit, untuk perasaan proprioseptif reseptornya

terdapat didalam otot, tendon, dan jaringan pengikat sendi-sendi dan untuk perasaan

interoseptif, reseptornya terletak di organ-organ dalam.

a. Protopatik

1) Dasar anatomik dan fisiologik perasaan protopatik

Perasaan protopatik ialah perasaan yang berasala dari alat perasa

pada kulit dan mukosa yang bereaksi terhadap rangsang dari luar atau

perubahan-perubahan disekitarnya. Jenis pokok dari perasaan protopatik ialah

nyeri, suhu, dan raba.

Alat perasa ialah ujung-ujung susunan saraf aferen. Ujung serabut

aferen sebagian memperlihatkan suatu bentuk dan sebagian merupakan

serabut bebas yang tidak memperlihatkan bentuk khusus. Yang tersebut

terakhir itu dinamakan nosiseptor atau alat perasa nyeri. Ujung serabut saraf

bebas yang tersusun seperti sisir dinamakan alat ruffini dan merupakan alat

perasa panas. Ujung serabut saraf yang berbentuk seperti bunga mawar yang

masih kuncup dinamakan alat krause dan merupakan alat perasa dingin. Alat

perasan raba, ada alat merkel dan alat meissner. Apabila alat-alat tersebut

dirangsang, suatu potensial aksi terjadi dan dikenal sebagai impuls sensorik.

a. Penyaluran impuls nyeri

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya

kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan

oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.

Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang

otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan

46

Page 47: Step 7 kasus 1 236

jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi

protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.

Nyeri inflamasi merupakan salah satu cara untuk mempercepat

perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga

stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang

meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan

derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.

Gambar ujung ujung saraf aferen yang merupakan reseptor di dalam kulit

b. Nosiseptor (reseptor nyeri)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit,

otot, persendian, viseral dan vascular. Nosiseptor-nosiseptor ini

bertanggung jawab pada kehadiran stimulus noxious yang berasal dari

47

Page 48: Step 7 kasus 1 236

kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan

normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki

energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting).

Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke CNS

untuk interpretasi nyeri.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord

dengan lokal interneuron.Saraf ini yang memproyeksikan informasi

nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus.

Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa

beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi untuk proteksi karena

hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap pada kerusakan

jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya

minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut

berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri

terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemi otot skeletal pada 15 sampai

20 detik.

48

Page 49: Step 7 kasus 1 236

Gambar. Penyaluran impuls protopatik dan proprioseptif

c. Perjalanan Nyeri (Nociceptive Pathway)

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses

neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception)

yang merefleksikan 4 proses komponen yang nyata yaitu transduksi,

transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat

diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex

cerebri).

d. Proses transduksi

49

Page 50: Step 7 kasus 1 236

Proses dimana stimulus noxious diubah ke impuls elektrikal

pada ujung nervus. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan

fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan

diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh

(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni).

Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma

lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah

yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan

dikeluarkan zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi

perifer.

e. Proses transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai

lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari

perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi

sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan

sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama

membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan visceral

serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi.

Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron

dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls

disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan

dirasakan sebagai persepsi nyeri.

f. Proses modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri terjadi disusunan saraf

pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara

sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input

nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses

ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin,

endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada

kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu 50

Page 51: Step 7 kasus 1 236

dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk

analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri

sangat subjektif pada setiap orang. (Mardjono dan Priguna, 2010)

g. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses

tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan

menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri,

yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai

diskriminasi dari sensorik. (Mardjono dan Priguna, 2010)

h. Penyaluran impuls suhu

Impuls suhu disalurkan ke daerah spmatosensorik primer dan

sekunder melalui serabut-serabut yang tergabung pada traktus

spinotalamikus dan talamokortikalis. (Mardjono dan Priguna, 2010)

Tergantung pada sifat perangsangan dan alat perasa suhu

yang digalakkan maka perasaan suhu yang disadarkan dapat berjenis

panas atau dingin. Jika intensitas rangsang dingin atau besar sekali, maka

ujung-ujung serabut aferen bebas atau berbentuk sisir (alat ruffini) ikut

terangsang dan perasaan yang disadarkan berjenis nyeri. (Mardjono dan

Priguna, 2010)

i. Penyaluran impuls raba

Penyaluran impuls raba sedikit berbeda dengan apa yang

dilukiskan diatas. Serabut yang menyalurkan impuls tersebut sebagian

tergabung dalam traktus spinotalamikus atau talamokortikalis,

sebagaimana terlukis diatas, tetapi sebagian mengikuti perjalanan serabut

aferen yang menyusun traktus kuneatus dan grasilis. Impuls raba yang

disalurkan melalui serabut spinotalamik atau talamokortikalis.

Meneruskan perasaan diraba yang bersifat umum, yaitu merasa diraba

tanpa mengenal tempat yang diraba. Sebaliknya, impuls raba yang

dihantarkan oleh serabut traktus kuneatus dan grasilis mewujudkan

51

Page 52: Step 7 kasus 1 236

perasaan raba yang mempunyai sifat lokalisasi dan diskriminasi, yaitu

merasa diraba pada suatu daerah pada tubuh dan juga dapat membedakan

intensitasnya. Maka dari itu, sering dikatakan bahwa impuls raba tersebut

mencakup unsur perasaan tekan juga. (Mardjono dan Priguna, 2010)

b. Proprioseptif

1) Dasar anatomik dan fisiologik perasaan proprioseptif

Rangsangan yang bersifat penekanan, penarikan dan

peregangan terhadap alat perasa proprioseptif yang berada pada otot,

tendon dan persendian mengakibatkan dicetuskannya impuls proprioseptif.

Alat perasa proprioseptif tersebut tidak lain dari ujung serabut saraf aferen

yang berbentuk susis kecil dan dikenal sebagai alat pacini. (Sidharta,

2010)

Impuls proprioseptif disalurkan keganglion spinale dan

disampaikan kepada nukleus goll serta burdach dan sebagian ke nukleus

kuneatus lateralis dan akson-akson ganglion spinale, yang dikenal sebagai

funikulus gracilis dan funikulus kuneatus. (Sidharta, 2010)

Inti goll dan burdach dan merupakan kelompok neuron kedua

yang menyusun lintasa impuls proprioseptif. Setelah impuls proprioseptif

perifer diterima oleh kedua inti tersebut, maka selanjutnya impuls

proprioseptif perifer diterima oleh kedua inti tersebut, maka selanjutnya

impuls proprioseptif disalurkan oleh akson kedua inti itu keinti ventro-

posterior medial densepalon. Akson tersebut tampak serabut yang

meninggalkan inti, lalu menuju ke ventral dan belok ke medial untuk

menyilang garis tengah dan kemudian membujur untuk menuju ke rostral.

Pada potongan melintang batang otak serabut-serabut yang menuju ke

thalamus itu menyusun suatu berkas yang dikenal sebagai lemniskus

medialis. Dimedula oblongata bagian tengah dan depannya ia menduduki

daerah disamping garis tengah dan diapit oleh olipa inferior. Di pons ia

tampak sebagai berkas yang berbaring dilantai tagmentun pontis dan di

meseensephalon lemniskus medialis terlihat disebelah bawah dan lateral

52

Page 53: Step 7 kasus 1 236

nukleus ruber, seperti bentuk koma dengan ekornya keatas yang mengarah

ke kolikulus. (Sidharta, 2010)

Penataan topik yang didapati pada funikulus dorsalis, dimana

bagian medial (grasilis) dan lateral (kuneatus) secara berturut-turut

menyalurkan impuls proprioseptif dari kaki, tungkai bawah, tungkai atas

dan selanjutnya dari thoraks, tangan, lengan bawah, lengan atas dan leher,

dilanjutkan juga pada lemniskus medialis ditingkat kemedula oblongata

daerah lemniskus bawah dan lateral mengandung juluran yang bersal dari

nukleus grasilis dan bagian tengan dan atas lemniskus medialis

mengandung jaluran nukleus kuneatus. Selanjutnya dipons dan

mesensephalon, pentaan topik tersebut tetap terpelihara, dan pengertian

bahwa dipons lemniskus medialis berbaring sehingga lapisan bawah

mengandung serabut-serabut yang berasal dari nukleus kuneatus dan

lapisan atasnya terdiri dari serabut-sserabut yang berasal dari nukleus

grasilis. (Sidharta, 2010)

Impuls yang disalurkan oleh lemniskus medialis diterima

oleh nukleus ventro-postero-medialis thalami, yang akan mencetuskan

impuls untuk diproyeksikan ke daerah somatosensorik primer. (Sidharta,

2010)

Impuls proprioseptif yang berasal dari tingkat leher dan

kepala disalurkan oleh saraf otak kranial kenukleus mesensephali nervi

trigeminus. Dari situ serabut trigemino-talami yang menggabung pada

lemnikus medialis ditingkat mesensephalon memebawa impuls

prpprioseptif ke inti ventro-postero-medialis thalami yang selanjutnya

akan diteruskan kepada sel-sel korteks somato sensorik. Juga

penghantaran impuls proprioseptif bersifat proyeksi dari titik ke titik.

Sebagian dari impuls proprioseptif diterima oleh nukleus kuneatus

lateralis, inti ini meneruskan impuls ke sebelum yang mengolahnya,

sehingga koordinasi antar gerakan dan sikap masing-masing bagian tubuh

dapat dilaksanakan. (Sidharta, 2010)

2) Bagian perifer susunan somestesia53

Page 54: Step 7 kasus 1 236

Karena perubahan yang terjadi dalam masa embrional, maka

pola pokok dari penataan bagian perifer susunan somestesia mengalami

sedikit perubahan juga. Pola pokok bagian perifer susunan somestesia

merupakan pola pokok bagian perifer susunan somatosensomotorik. Tiap

segmen medula spinalis mempunyai serabut eferen (radiks ventralis) dan

serabut aferen (radiks dorsalis). Kedua serabut tergabung dalam berkas

yang dinamakan saraf spinal. Tiap saraf spinal menyarafi otot dan kulit

tertentu. Susunan otot dan kulit menunjukkan penataan yang sepada juga.

Sehingga baik pada otot dan kulit maupun pada medula spinalis didapati

penataan dalam segmen-segmen. Segmen medula spinalis servikal 5

misalnya mensarafi otot yang tergolong dalam miotoma C.5 dan menerima

impuls somesstesia dari bagian kulit yang tergolong dari dermatoma C.5

juga. Pola pokok masih tetap seperti semula pada bagian thoraks dan

abdomen. Tetapi pada bagian lengan dan tungkai, pola pokok mengalami

perubahan, karena dermatoma dan miotoma disusun sedemikian rupa

sehingga memungkinkan terlaksananya gerakan-gerakan kompleks.

(Sidharta, 2010)

Karena pergeseran-pergeseran miotoma dan dermatoma

maka pola segmentasi tidak tampak lagi dengan jelas pada bagian lengan

dan tungkai. Sesuai dengan perubahan tersebut beberapa saraf spinal pada

tingkat serfikotorakal dan lombo-sakral saling jalin menjalin dan pada

tempat yang lebih jauh dari jaringan tersebut, beberapa cabang dibentuk,

yang menjadi berkas induk dari berbagai saraf perifer. Oleh karena itu tiap

saraf perifer dari tungkai dan lengan mengandung serabut dari beberapa

saraf spinal. (Sidharta, 2010)

Kerugian dalam persarafan lengan dan tungkai dapat terlihat

juga pada bagian yang memperlihatkan dermatoma tubuh. Pada sesisi

tubuh digambarkan penataan sermatoma dan pada sisi lainnya didapatkan

kawasan sensorok saraf perifer jalinan yang dibentuk oleh saraf spinal

yang dinamakan pleksus. Yang terdapat pada tingkat serviko thorakal

dinamakan pleksus brachialis oleh karena saraf perifer yang berinduk pada

pleksus tersebut menyarafi lengan. Pada tingkat lumbo saklar terdapat 54

Page 55: Step 7 kasus 1 236

pleksus lumbo sakralis yang memberikan saraf perifer untuk tungkai.

(Sidharta, 2010)

a. Saraf perifer yang pada pleksus brakialis berinduk

Pleksus brakialis dibentuk oleh belahan anterior saraf spinal

C.5, 6, 7 dan 8 serta hampir untuk seluruhsaraf spinal T.1. Cabang

dari C.5 dan C.6 membentuk trunkus superio, saraf spinal C.7

merupakan truncus medius dan cabang C.8 dan T.1. membentuk

trunkus inferior. (Sidharta, 2010)

Ketiga trunkus terletak di fosa supraklavikularis sedikit distal

dari muskulus skalenus anterior. Cabang-cabang tersebut saling jalin

menjalin. Cabang-cabang anterior trunkus superior dan medianus

(C.5, 6 dan C.7) kemudian tergabung menjadi satu berkas yang

dinamakan fasikulus lateralis. Cabang anterior trunkus medius (C.7)

dan trunkus inferior (C.8 dan T.1) membentuk fasikulus medialis.

Cabang-cabang pesterior ketiga trunkus tersebut di atas menyususn

fasikulus posterior. Fasikulus-fasikulus dinamakan medialis, dan

posterior karena kedudukan masing-masing terhadap arteri subklavia,

seperti terlihat pada gambar, ketiga trunkus terletak disamping batang

leher, sedangkan ketiga fasikulus berada di daerah aksila. (Sidharta,

2010)

Gambar dermatoma dan kawasan saraf tepi pandangan dari depan.

55

Page 56: Step 7 kasus 1 236

Ketiga fasikulus merupakan berkas induk dari saraf perifer

untuk lengan dan tangan, yaitu n.radialis (berinduk pada fasikulus

posterior), n.muskuluskutaneus (berinduk pada fasikulus lateralis),

n.medius (berinduk pada gabungan fasikulus lateralis dan medialis)

dan akhirnya n.kutaneus medialis brakii serta n.ulnaris (berinduk pada

fasikulus medialis). (Sidharta, 2010)

Untuk lengan atas dan bawah, separuh bagian lateralnya diurus

oleh semua serabut yang terkandung dalam fasikulus posterior dan

oleh serabut yang berasal dari fasikulus lateralis. Separuh bagian

medial lengan atas dan bawah disarafi oleh serabut sensorik yang

berasal dari fasikulus medialis mululu. Untuk tangan, persarafan

senso

56

Page 57: Step 7 kasus 1 236

rik

dari 3/5 bagian tengah diurus oleh serabut-serabut yang berasal dari

gabungan fasikulus lateralis dan medialis (n.medianus). hanya bagian

lateral kulit yang menutupi ibu jari dipersarafi oleh serabut yang

berasal dari fasikulus posterior (n. Radialis). Sedangkan 2/5 bagian

medial dari tangan di urus oleh serabut-serabut yang paling panjang

yang terkandung dalam fasikulus medialis (n. Ulnaris). (Sidharta,

2010)

Gambar dermatoma dan kawasan saraf tepi pandangan dari belakang.

57

Page 58: Step 7 kasus 1 236

b. Saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbo-saralis

Penataan pleksus lumbosakralis jauh lebih sederhana dari

pada pleksus brakhialis. Pleksus lumbosakralis terdiri atas dari pleksus

lumbalis dan pleksus saklralis. Bagian pertama disusun oleh cabang

anterior saraf spinal L.1, 2, 3 dan segabian dari L.4 saraf perifer yang

berinduk pada plekus lumbalis ialah nervus kutaneus femoralis lateralis,

n. Femoralis, n. Genitofemoralis, dan n. Obturatorius. Nervus

iliohipogastrikum dan n. Ilioinguinal berasal dari pleksus lumbalis,

melainkan mereka merupakan cabang langsung dari saraf spinal L.1.

(Sidharta, 2010)

Pleksus sakralis disususn oleh cabang anterior saraf spinal

L.4 sampai dengan S.3. anyaman saraf itu terletak di atas m. Piriformis

pada permukaan dalm tulang pelvis. Saraf perifer kutan yang berasal dari

pleksus sakralis ialah n. Gluteus superior dan inferior, n. Kutaneus

femoralis posterior dan n.iskiadikus. (Sidharta, 2010)58

Page 59: Step 7 kasus 1 236

Saraf perifer kutan yang mengurusi kulit daerah inguinal

ialah n. Ilioinguinalis (cabang saraf spinal L.1), sedangkan daerah kutan

tungkai atas lainnya disarafi oleh n. Kutaneus femoralis lateralis dan n.

Kutaneus femoralis anterior (cabang-cabang pleksus lumbalis).

Persarafan kutan tungkai bawah, sebagian (bagian medula) diurus

cabang-cabang pleksus lumbalis dan sebagian (bagian lateral dan

posterior) diurus oleh cabang-cabang pleksus sakralis. (Sidharta, 2010)

Seluruh kulit kaki, kecuali yang menutupi maleolus medialis

diurus oleh cabang-cabang pleksus sakralis. Pada hakikatnya n.

Iskiadikus merupakan kelanjutan pleksus sakralis. Pada fosa poplitea ia

bercabang dua, yang satu dinamakan n. Tibialis dan yang lain n.

Peroneus komunis, cabang-cabang kutan n. Tibialis adalah n. Kutaneus

surae medialis, n. Plantaris dan n. Plantaris medialis. Cabang-cabang

kutan n. Perous komunis ialah n. Kutaneus surae lateralis, n. Peroneus

profundus dan superficialis, n. Kutaneus dorsalis pedis intermedius dan

n. Kutaneus dorsalis pedis medialis. (Sidharta, 2010)

3) GANGGUAN MOTORIK SENSORIK POSITIF

Gangguan sensorik positif ialah nyari. Perangsangan yang

menghasikan nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi

dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri (= serabut nyeri). Jaringan

itu dinamakn secara singkat jaringan peka-nyeri. Jaringan atau bangunan

yang tidak dilengkapi dengan serabut nyeri tidak menghasilkan nyeri

bilamana dirangsang, misalnya diskus intervertebral. Jaringan itu tak

peka-nyeri. (Sidharta, 2010)

Walaupun nyeri pada hakekatnya tidak dapat ditarifkan dan

tidak dapat diukur, namun yang tidak dapat disangkal ialah, bahwa nyeri

merupakan perasaan yang tidak enak dan menyakitkan. Nyeri kalau

ditusukan adalah berbeda dengan nyeri karena ditekan. Bagaimana

seseorang menghayati nyeri tergantung pada jenis jaringan yang

dirangsang, lalu pada jenis serta sifat perangsangan, dan tergantung pula

pada kondisi mental dan fisiknya. Nyeri dapat langsung dirasakan sebagi 59

Page 60: Step 7 kasus 1 236

hasil perangsangan terhadap kulit, mukosa rangga mulut dan kornea.

Jaringan lain dapat menghasilkan perasaan yang menyakitkan jika

dirangsang dengan berbagai jenis stimulus. Adapun jaringan peka-nyeri

dan tak peka-nyeri serta jenis stimulus yang menghasilkan atau tidak

menghasilkan perasaan menyakitkan ialah : (Sidharta, 2010)

1. Jaringan subkutan adalah peka-nyeri terhadap tekanan dan zat kimia

iritatif.

2. Otot adalah peka-nyeri terhadap tekanan, sayatan dan zat kimia

iritatif.

3. Fasia dan tendon adalah peka-nyeri terhadap tusukan dengan jarum,

tekanan dan zat kimia iritatif. Demikian juga periosteum. Tetapi

tulang kompakta adalah kurang peka-nyeri.

4. Kartilago persendian tak peka-nyeri, tetapi selaput sinovianya adalah

sangat peka-nyeri terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.

5. Enamel gigi (substansia adamantina dentis) tak peka-nyeri, tetapi

dentin serta pulpanya peka-nyeri terhadap perubahan suhu dan

osmolalitas.

6. Pembuluh darah adalah peka-nyeri terhadap perangsangan mekanik

dan kimiawi iritatif. Arteri lebih peka-nyeri dari pada vena dan

kepekaannya berlokasi di adventisia. Banyak serabut sensorik dan

ujung-ujungnya di aringan dalam dan di visera verada di dekat

pembuluh darah. Mungkin sekali nyeri viseral dan nyeri dalam

adalah hasil perangsangan serabut saraf perivasikular itu.

7. Otak dan leptomeninges tak peka-nyeri terhadap stimulasi listrik.

Kauterisasi atau pensayatan.

8. Serabut saraf sensori atau campuran sensorik-motorik adalah peka-

nyeri terhadap tusukan jarum, persayatan, pemanasan dan zat kimia.

9. Pleura pariental peritoneum pariental dan bagian-bagian perikardium

pariental yang disarafi oleh serabut somatosensorik adalah peka-

nyeri terhadap tusukan jarum, pergesekan dan zat kimia iritatif.

Sebaliknya pleura viseral, peritoneum viseral dan epikardium viseral

adalah tak peka-nyeri.

60

Page 61: Step 7 kasus 1 236

10. Paru, hepar, limpa, dan ginjal berikut dengan kapsul ketiga

bangunan yang tersebut diakhiri adalah tak peka-nyeri terhadap

persayatan, tekanan dan kauterisasi.

11. Miokardium adalah peka-nyeri terhadap zat kimia iritatif. Tarikan

pada arteri koroner menghasilkan nyeri.

12. Esofagus tak peka-nyer. Usus sehat tak peka-nyeri terhadap

pemotongan, kauterisasi, penjempitan, tetapi bereaksi terhadap

pengembungan. Masih belun jelas apakan kolik usus itu karena

distensi, spasme muskular atau traksi terhadap mesenterium.

Peradangan meningkatkan kepekaan saluran gastrointestinal dan

lambung, lalu kolon dan apendiks yang terkena peradangan adalah

peka nyeri terhadap penjepitan atau penekanan mekanik apapun.

13. Pelvis renalis, ureter, basis kandung kemih dan uretra peka-nyeri

terhadap pemotongan, penjepitan, kauterisasi dan bahan kimia

iritatif.

14. Testis sangan peka-nyeri terhadap penekanan, mungkin karena

ujung-ujung serabut didalam tunika vaginalisnya.

15. Korpus uteri tak peka-nyeri, tetapi serviknya bereaksi terhadap

stimulasi listrik dan karena distensi.

4) Sumber nyeri

Nyeri dapat dianggap sebagai ungkapan suatu proses patologik

ditubuh kita. Oleh karena itu setiap pasien dengan keluhan nyeri harus

diselidiki secara sistematik menurut jalur pemikiran anatomik dan

patofisioligik. Pengetahuan tentang adanya jaringan yang peka-nyeri dan

yang tak peka-nyeri memberikan pegangan untuk berfikir secara relevan.

(Sidharta, 2010)

Setiap jenis nyeri dicoraki oleh modalitasnya, yang beraarti bahwa

nyerinya dapat persifat tajam, difus, atau menjemukan dengan

menggunakan semantik lain, nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng,

ngilu, linu, sengal atau pegal. Nyeri yang bersumber pada visera bersifat

difus, yang berasal dari otot skeletal dapat dinyatakan pegal, yang

61

Page 62: Step 7 kasus 1 236

osteogonik dituturkannya sebagai kemeng, linu, atau ngilu dan yang

bersumber pada saraf perifer bersifat tajam. (Sidharta, 2010)

a. Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik

Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak dapat disebut nyeri

neuromuskulokeletal. Sebagian dari nyeri itu adalah nyeri yang

bangkit akibat proses patologik dijaringan yang dilengkapi dengan

serabut nyeri. Contohnya adalah atralglia(akibat proses patologik

dipersendian), mialgia ( akibat proses patologik di otot), dan estalgia

(akibat proses patologik di tendon, fasia, jaringan miofasial dan

periosteum). Dalam pada itu didapati proses patologik setempat.

Sebagian besar proses itu berupa peradangan bakterial, imunologik,

non-infeksi, atau perdarahan dan sekali-sekali proses maligne. Ini

berarti bahwa pada lokasi nyeri didapati tanda-tanda peradangan atau

kelainan. Apabila proses lokalnya tidak langsung dapat dilihat,

dengan menekna pada lokasi nyeri dapat diungkapkan adanya nyeri

tekan, dengan menggerakan bagian anggota gerak secara isotonik atau

isometrik aktif atau pasif dapat terungkap adanya nyeri gerak pasif

dan aktif, atau nyeri gerak isometrik. (Sidharta, 2010)

Nyeri gerak pasif dan aktif akan timbul apabila persensian

yang terkena proses patologik. Dan nyeri itu terasa pada gerakan ke

seluruh penjuru. Tapi jika hanya satu tendonsaja atau hanya satu

berkas otot saja yang dilanda proses patologik, maka pada gerakan

pasif dalam lingkup gerak otot itu tidak akan bangkit nyeri.

Sebaliknya, jika otot itu harus bergerak secara aktif, maka nyeri akan

dihasilkan. Apa yang baru saja dibahas ialah diferensiasi antara nyeri

kapsulogenik dan nyeri miotendegonik. (Sidharta, 2010)

b. nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik

Jenis nyeri neuromuskulokeletal lainnya ialah nyeri akibat

iritasi langsung terhadapserabut sensorik perifer. Nyeri itu dikenal

sebagai nyeri neurogenik, yang memiliki dua ciri khas : (1) nyerinya

62

Page 63: Step 7 kasus 1 236

menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan (2)

penjalaran nyeri itu berpangkal pada bagian saraf yang mengalami

iritasi. (Sidharta, 2010)

Serabut sensorik perifer menyusun radiks posterior, saraf

spinal, pleksus, fasikel dan segenap saraf perifer. Nyeri neurogenik

yang timbul akibat iritasi radiks posterior dinamakan nyeri radikular.

Secara teoritik neurogenik lainnya dapat disebut secara berturut-turut

nyeri pleksikular, nyeri fasikular dan nyeri neuritik. Akan tetapi

didalam klinik dibedakan hanya nyeri radikular dan nyeri neuritik.

(Sidharta, 2010)

c. Nyeri radikular

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas

di foramen intervertebrale. Berkas tersebut dinamakan saraf spinal.

Baik iritasi pada serabut-serabut sensorik dibagian radiks posterior

maupun dibagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular.

Kawasan setiap radiks posterior adalah dermatoma. Pada permukaan

thoraks dan abdomen dermatoma itu selapis demi selapis, sesuai

dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medula spinalis

C.3 – C.4 dan T.3 sampai dengan T.12. tetapi pada permukaan lengan

dan tungkai kawasan dermatomal tumpang tindih oleh karena saraf

spinal tidak langsung menuju ekstremitas, melainkan menyusun

pleksus dan fasikulus terlebih dahulu kemudian menuju ke lengan dan

tungkai. Karena itulah, maka penataan lamelar dermatoma C.5- T.2

dan L.2 – S.3 menjadi agak kabur. (Sidharta, 2010)

Segala sesuatu yang merangsang serabut sensorik ditingkat

radiks dan foramen intervertebrale dapat menimbulkan nyeri

radikular, yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat tulang

belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks

posterior yang bersangkutan. Pada adanya herps zoster di T.5

misalnya kawasan dermatoma T.5 itu dapat diungkapkan oleh

gelembung-gelembung herpes yang tersebar pada permukaan kulit. 63

Page 64: Step 7 kasus 1 236

Dalam pada itu, yang dilandai virus herpes zoster ialah ganglion

spinale T.5. Osteofit, penonjolan tulang karena fraktur, nukleus

pulposus atau serpihannya, tumor dan sebagiannya dapat merangsang

satu atau lebih radiks posterior. Pada tingkat kauda equina radiks

posterior letaknya dekat sat dengan yang lain, sehingga nukleus

polpolus diskus intervertebral antara L.5 dan S.1 dapat menggangu 3

radiks posterior. Dalam hal itu nyeri radikular dapat dirasakan pada

permukaan kulit yang tercakup oleh 3 dermatom. Pada umumnya

hanya satu radiks saja yang pada permulaan mengalami iritasi

terberat. Kemudian yang kedua lainnya akan mengalami nasib yang

sama. Karena adanya perbedaan derajat iritasi, selisish waktu dalam

penekanan, penjepitan dan sebagainya, maka nyeri radikular akibat

iritasi terhadap 3 radiks posterior itu dapat juga dirasakan oleh pasien

sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, nyeri

yang menjemukan dan parestesia. (Sidharta, 2010)

Nyeri radikular pada spondilitis tuberkulosa. Tidak jarang

nyeri radikular merupakan gejala dini spondilitis tuberkulosa. Karena

proses itu sering melanda salah satu korpus vertebrae di antara T.4-

T.7, maka nyeri radikular itu dikenal sebagai nyeri interkostal. Jika

nyeri itu luput didiagnose dan hanya pengobatan simptomatik saja

yang diberikan, maka proses tuberkulosis akan berjalan terus dan

korpus vertebrae akan hancur sehingga menimbulkan gibus angular

yang jelas dan mungkin mengakibatkan kompresi medula spinalis

juga. (Sidharta, 2010)

Nyeri radikular pada spondilosis. Sebagian hasil proses menua

disamping faktor keturunan dan faktor eksogenik hanya berkaitan

dengan pekerjaan dan pengalaman dilanda penyakit, tulang belakang

memperlihatkan osteofit dan sklerosis. Derfomitas pada tulang

belakang itulah yang dinamakan spondilosis. Osteofit yang

menyempitkan ruang foramen intervertebrale dapat menggangu

serabut sensorik dan motorik sehingga membangkitkan nyeri radikular

dan sekaligus melumpuhkan suatu miotoma yang bersangkutan. Oleh 64

Page 65: Step 7 kasus 1 236

karena spondilosis umum pada orang berusia 45 tahun, maka tidaklah

bijaksana untuk terlampau mudah menyalahkan spondilosis sebagai

penyebab suatu sindrom nyeri, bilamana kemungkinan lain belum

diselidiki. (Sidharta, 2010)

4. Mekanisme patofisiologi dan macam-macam penyebab neuropati serta gejalanya

Neuropati adalah gangguan somestesia yang umumnya bersifat negatif,

yaitu hipestesia/anesthesia atau parestesia.Akhir-akhir ini kita belajar mengenal

nyeri sebagai manifestasi neuritik (neuropati). Nyeri neuritis itu berasal dari

bagian saraf perifer yang terjebak/terlibat dalam proses patologik pada tempat

yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan. Neuritis itu dinamakan

“entrapment neuritis”.Manifestasi gangguan saraf perifer sudah barang tentu

bersifat motorik dan sensorik. (Mardjono & Sidharta, 2010)

Transeksi beberapa saraf perifer menimbulkan paresis flasid pada otot

yang disarafi oleh saraf tersebut.Defisit sensorik pada distribusi serabut-serabut

saraf aferen yang terkena, dan defisit otonom.(Baehr & Frotscher, 2014)

Ketika kesinambungan suatu akson terganggu, degenerasi akson dan

selubung mielinnya dimulai dalam beberapa jam atau hari di lokasi cedera,

kemudian berjalan ke arah distal menuruni akson tersebut, dan biasanya selesai

dalam 15-20 hari (disebut degenerasi sekunder atau degenerasi Wallerian).(Baehr

& Frotscher, 2014)

Akson sistem saraf pusat yang rusak tidak memiliki kemampuan

beregenerasi tetapi akson saraf tepi yang rusak dapat beregenerasi, sepanjang

selubung mielinnya tetap intak untuk berperan sebagai cetakan untuk

pertumbuhan kembali akson. Bahkan jika neuron putus total, penjahitan kembali

ujung-ujung saraf yang putus dapat diikuti oleh akson yang beregenerasi dan

restorasi aktivitas fungsional yang hampir lengkap. (Baehr & Frotscher, 2014)

Penyebab kelumpuhan saraf perifer terisolasi yang paling sering adalah

kompresi saraf di titik yang rentan secara anatomis atau daerah leher botol

(sindrom skalenus, carpal tunnel syndrome, cubiti tunnel syndrome, cedera n.

peroneus pada kaput fibula, tarsal tunnel syndrome); cedera traumatiik (termasuk

lesi iatrogenic, misalnya cedera akibat tusukan atau injeksi); dan iskemia

65

Page 66: Step 7 kasus 1 236

(misalnya pada sindrom kompartemen dan, yang lebih jarang, proses

infeksi/inflamasi). (Baehr & Frotscher, 2014)

a. Degenerasi Wallerian

Badan sel neuronal memelihara akson melalui aliran

aksoplasma. Bila akson terputus, maka bagian distalnya, termasuk

selubung mielin, mengalami beberapa perubahan yang menyebabkan

disintegrasi struktur serta degradasi kimia yang lengkap. Perubahan juga

terjadi pada badan neuronal. Retikulum endoplasmik kasar mengalami

disagregasi dan badan sel membulat. Sitoplasma mejadi lebih bening dan

inti bergeser keperifer sel. Proses ini disebut khromatolisis sentral dan

menunjukkan aktifasi sintesis protein dalam usaha meregenerasi akson.

Protein sitoskeletal dan material lain menuju akson. Puntung proksimal

memenjang 1-3 mm per hari. Sel Schwann didistal daerah yang putus

berproliferasi dan membentuk mielin baru.

Derajat regenerasi dan pemulihan tergantung berapa baik

ujung-ujung yang putus bertemu dan pada luasnya cedera jaringan lunak

serta jaringan parut sekitar area yang putus. Bila rekonstruksi tidak baik,

proliferasi kolagen tidak terkontrol, prosesus sel Scwann dan pertumbuhan

aksonal mengisi celah, membentuk neuroma traumatika. Degenerasi

Wallerian semula dijelaskan pada aksotomi eksperimental. Neuropati yang

khas disertai degenerasi Wallerian adalah yang disebabkan trauma, infark

saraf tepi (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi neoplastik.

b. Aksonopati Distal.

Degenerasi akson dan mielin dimulai pertama pada bagian

distal akson dan, bila abnormalitas menetap, akson mengalami ‘dies back’.

Ini menyebabkan kehilangan sensori (stocking-glove) dan kelemahan yang

khas didistal. Neurofilamen dan organel terkumpul di akson yang

berdegenerasi (mungkin karena terhentinya aliran aksoplasma). Terkadang

akson menjadi atrofi dan hancur. Aksonopati distal yang berat menyerupai

66

Page 67: Step 7 kasus 1 236

degenerasi Wallerian. Pada tingkat lanjut, terjadi hilangnya akson yang

bermielin. Beberapa neuropati klinis disebabkan obat-obatan dan racun

industri seperti pestisida, akrilamid, fosfat organik, serta larutan industri,

khas dengan aksonopati distal.

Aksonopati distal diperkirakan disebabkan patologi badan

neuronal berakibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan metabolik

akson. Ini menjelaskan mengapa kelaian dimulai dari bagian yang paling

distal dari saraf, dan akson besar yang memiliki kebutuhan metabolik dan

nutrisi lebih tinggi lebih parah terkena. Namun ini belum terlalu jelas.

Sulit membayangkan badan neuronal yang relatif sangat kecil dapat

memelihara kebutuhan metabolik akson dengan massa yang besar. Selain

itu badan sel tergantung pada akson distal serta sinapsnya untuk interaks

trofik yang menjaganya tetap hidup dan berfungsi.

c. Demielinasi Segmental

Semula dijelaskan pada percobaan keracunan timbal, khas

dengan hancur serta hilangnya mielin pada beberapa segmen. Akson tetap

intak dan tidak ada perubahan pada badan sel. Hilangnya konduksi

saltatori akibat demielinasi segmental mengakibatkan penurunan

kecepatan konduksi serta terjadinya hambatan konduksi. Kelainan terjadi

cepat namun reversibel karena sel Schwann membentuk mielin baru.

Namun pada banyak kasus, demielinasi menyebabkan hilangnya akson

dan defisit permanen. Sarafnya sendiri, pada demielinasi segmental,

memperlihatkan akson yang tidak bermielin, regenerasi mielin yang tipis,

‘onion bulbs’, dan pada kasus berat, hilangnya akson. Kondisi mielin

dapat dinilai dengan preparat berkas serabut pada saraf tepi dan dengan

mikroskop elektron. Neuropati khas dengan demielinasi segmental

termasuk neuropati inflamatori akut dan kronik, neuropati difteritik,

leukodistrofi metakhromatik, dan kelainan Charcot-Marie.

Formasi ‘Onion Bulb” adalah lapisan konsentrik prosesus sel Schwann

dan kolagen sekitar akson. Proliferasi ini disebabkan dimielinasi

segmental berulang serta regenerasi mielin dan dapat menyebabkan 67

Page 68: Step 7 kasus 1 236

penebalan hebat saraf tepi (neuropati hipertrofik). Akson sentral sering

mengalami demielinasi atau memiliki lapisan tipis mielin. Formasi onion

bulb adalah pertanda histologis kelainan Charcot-Mariee-Tooth, namun

juga tampak pada neuropati herediter lain (kelainan Dejerine-Sotta,

kelainan Refsum), neuropati diabetik, dan pada neuropati demielinatif

inflamatori kronik.

Patologi neuropati saraf tepi berdampak pada kord spinal.

Neuropati aksonal akut menyebabkan khromatolisis sentral. Neuropati

aksonal dan aksonopati distal mengenai neuron bipoler ganglia akar dorsal

menyebabkan degenerasi akson sentral neuron tsb. pada traktus grasilis

dan kuneatus dari kord spinal. Lesi ini berhubungan dengan hilangnya

sensasi posisi dan vibrasi serta ataksia sensori.

Neuropati dapat diklasifikasikan berdasar perubahan patologis aksonal

(degenerasi Wallerian dan aksonopati distal), demielinatif, atau campuran.

5. Jenis-jenis Neuropati dan contohnya

a. Mononeuropati

Gangguan somestesia akibat mononeuropati umumnya bersifat

negate, yakni anestesial/hipestesia atau parestesia. Pola defisit sensorik itu

sesuai dengan pola kawasan saraf perifer.Termasuk mononeuropati juga adalah

“entrapment neuritis”, yang sudah diperbincangkan sehubung dengan iskialgia.

Dalam hal “entrapment neuritis” proses patologik yang menjebak saraf perifer

bertindak sebagai focus iritatif sehingga nyeri neurogenik bangkit. Di bawah ini

diuraikan berbagai sindrom neuropati pada lengan dan tungkai.

1. Neurpatin. Radialis

N. radialis dapat mengalami kerusakan pada bagiannya yang

melintasi tuberositas humeri atau sedikit di bawahnya di sekitar siku

(gambar 1).Pola gangguan sensorik negatifnya terdapat pada separuh

bagian radial dorsum manus dan bagian posterior lengan atas dan bawah

(gambar 2). (Mardjono & Sidharta, 2010)

68

Page 69: Step 7 kasus 1 236

Bilamana n. radialis mengalami penekanan, misalnya karena

lengan atas bersandar berkepanjangan pada kursi yang keras, maka

akibatnya adalah “Saturday night paralysis”.Manifestasi sensoriknya

jarang dilaporkan sebagai keluhan utama.Berbeda dengan lesi n. radialis

itu ialah lesi di sekitar siku menghasilkan “entrapment neuritis” n.

interoseus posterior itu terdiri dari atas kelumpuhan dan nyeri

neurogenik.Adapun otot-otot yang lumpuh ialah m. supinator, m.

ekstensor, m. karpi radialis, m. ektensor karpi digitorum, m. ekstensor

digiti minimi, m. ekstensor karpi ulnaris dan ketiga otot ekstensor ibu jari

dan jari telunjuk. (Mardjono & Sidharta, 2010)

Gambar 1.Lokasi entrapment neuritis n. radialis ditandai dengan

panah.(Mardjono & Sidharta, 2010)

69

Page 70: Step 7 kasus 1 236

Gambar 2.Pola defisit sensoris akibat lesi pada n. radialis.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

Akibat pergeseran berulang-ulang yang berkepanjangan

pada m. ekstensor karpi radialis dapat terjadi reaksi jaringan (synovial

epikondilus lateralis) yang menjebak cabang sensorik yang dikenal

sebagai tennis elbow yang disertai oleh nyeri yang menjalar ke kawasan

C5 dan C6 pada dorsum manus. (Mardjono & Sidharta, 2010)

2. Neuropati n. ulnaris

Kawasan sensorik n. ulnaris bervariasa antara satu jari

lebih sedikit sampai dua jari kawasan ulnar kulit tangan, baik bagi

permukaan volar maupun dorsal tangan (gambar 3).N. ulnaris dapat

terjebak di bangunan sekitar siku dan bangunan pergelangan tangan

(gambar 4).Neuropati ulnaris akibat jebakan di kedua tempat itu dikenal

sebagai sindrom kubiti dan sindrom Guyon.Kedua sindrom lebih bersifat

nyeri setempat dengan defisit sensorik yang berpola neuritik daripada

nyeri (neurogenik) yang menjalar.(Mardjono & Sidharta, 2010)

70

Page 71: Step 7 kasus 1 236

Gambar 3.Pola defisit sensorik akibat lesi pada n. ulnaris.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

71

Page 72: Step 7 kasus 1 236

Gambar 4.Lokasi entrapment neuritis n. ulnaris ditandai dengan

panah.(Mardjono & Sidharta, 2010)

Sindrom kubital dihasilkan oleh sinovitis ulnohumeral

yang berkembang akibat gesekan berulang serta berkepanjangan dari m.

fleksor karpi ulnaris.Sinovitis itu menghasilkan nyeri setempat pada

epikondilus medialis humeri.Inilah yang dikenal sebagai “Golfer’s

elbow”.Bilamana n. ulnaris terjebak di dalam peradangan itu, maka nyeri

setempat itu disertasi parestesia yang berpangkal pada epikondilus

medialis humeri dan meluas ke kawasan sensorik n. ulnaris pada tangan.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

Sindrom Guyon terdiri atas nyeri setempat di terowongan

Guyon yang terasa meluas ke distal.Terowongan Guyon dibentuk oleh

prosesus os.hamatum, os. piriformis, dan ligamentum pisohamatum. Di

dalam terowongan itu n. ulnaris bercabang.Cabang sensorik menuju ke

kawasan sensorik akral n. ulnaris.Synovial dan jaringan ikat yang longgar

72

Page 73: Step 7 kasus 1 236

dalam terowongan Guyon mudah terlibat dalam artritis rematoid sehingga

saraf yang melewatinya ikut terlibat.(Mardjono & Sidharta, 2010)

3. Neuropati n. medianus

Kawasan sensorik n. medianus bervariasi terutama pada

permukaan volar.Dan pola itu sesuai dengan variasi antara tiga jari sampai

4 jari kawasan radial telapak tangan (gambar 5).Pada permukaan dorsum

manus, kawasan sensorik n. medianus bervariasi antara dua sampai tiga

falangs distal jari kedua, ketiga, dan keempat (gambar 5).Di terowongan

karpal (gambar 6) n. medianus sering terjepit, sehingga menghasilkan

kesemutan yang menyakiti juga.Itulah parestesia atau hipestesia “carpal

tunnel syndrome”.Karena kerja tangan terlalu keras (hiperaktivitas m.

pronator teres).N. medianus mengalami iritasi di dekat kaput m. pronator

teres (gambar 6).Karena itu, maka nyeri terasa di lipatan siku, otot lengan

bawah lemas sehingga tidak kuat menjinjing barang, nyapu, nyekrup, dan

sebagainya.(Mardjono & Sidharta, 2010)

73

Page 74: Step 7 kasus 1 236

Gambar 5.Defisit sensorik akibat lesi pada n. medianus.(Mardjono

& Sidharta, 2010)

74

Page 75: Step 7 kasus 1 236

Gambar 6.Lokasi neuropati n. medianus.(Mardjono & Sidharta,

2010)

Nyeri di lipatan siku itu meluas ke kawasan n. medianus di

tangan bilamana kaput m. pronator teres ditekan.Gambaran penyakit itu

dikenal sebagai sindrom pronator teres. Bilamana nyeri tekan berada di

tempat sedikit proksimal dari kaput m. pronator teres, maka mungkin

sekali ligamentum Struthers yang merangsang n. medianus, oleh karena ia

melewati ligamentum itu. (Mardjono & Sidharta, 2010)

4. Neuropati n. muskulokutaneus

Berkas saraf itu disusun oleh serabut sensorik dan motorik

saraf spinal C5 dan C6.Ia merupakan fleksor utama bagi lengan bawah dan

75

Page 76: Step 7 kasus 1 236

cabang terminalnya merupakan saraf sensorik yang dikenal sebagai n.

kutaneus antebrakii lateralis. Kawasan sensoriknya adalah permukaan

lateral lengan bawah sampai pergelangan tangan (gambar 7). (Mardjono &

Sidharta, 2010)

Gambar 7.Pola defisit sensorik akibat lesi pada n. kutaneus

antebrakii lateralis.(Mardjono & Sidharta, 2010)

5. Neuropati n. kutaneus antebrakii medialis

Saraf sensorik perifer itu disusun oleh serabut sensorik saraf

spinal C8 dan T1 dan kawasannya ialah permukaan bagian medial lengan

bawah. (gambar 8) (Mardjono & Sidharta, 2010)

76

Page 77: Step 7 kasus 1 236

Gambar 8.Pola defisit sensorik akibat lesi pada n. kutaneus

antebrakii medialis.(Mardjono & Sidharta, 2010)

6. Neuropati n. kutaneus femoralis lateralis

n. kutaneus femoralis dapat terjebak di bawah ujung lateral

ligamentum inguinale (gambar 9) sehingga menimbulkan parestesia di

kawasannya. Di dalam klinik parestesia itu dinamakan meralgia

parestetika suatu julukan yang berarti “nyeri di paha”.Memang

kesemutan itu disertai pedih-sakit. (Mardjono & Sidharta, 2010)

77

Page 78: Step 7 kasus 1 236

Gambar 9. (1) n. kutaneus lateralis. (2) kawasan sensoriknya.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

7. Neuropati n. peroneus komunis

N. peroneus komunis sering terganggu karena letaknya

dekat tepi tulang fibula.Pada waktu seorang wanita diperiksa atau

dioperasi dengan kedua tungkai ditopang oleh alat pada lipatan lutut, atau

pada waktu tidur atau duduk terlampau lama, n. peroneus dapat terjepit

antara tulang tungkai dan landasan yang keras. Gambaran penyakit akibat

jepitan itu adalah “drop foot” yang disertai parestesia atau hipestesia yang

dirasakan pada permukaan tungkai bawah bagian lateral-depan. Daerah itu

termasuk kawasan sensorik cabang-cabang n. peroneus komunis, yakni n.

peroneus profundus, n. suralis dan n. kutaneus surae lateralis (gambar

78

Page 79: Step 7 kasus 1 236

10).N. peroneus komunis dapat dilanda peradangan kuman lepra juga.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

Gambar 10.Pola defisit sensorik akibat lesi n. peroneus.(Mardjono

& Sidharta, 2010)

8. Neuropati n. iskiadikus

Perjalanan n. iskiadikus panjang sehingga ia mudah

terjebak dalam proses patologik. Terutama pada trayek pertama, ia dapat

terlibat dalam artritis sakro-iliaka, bursitis piriformis, bursitis trokanterika,

dan bursitis tuber iskii. Adakalanya “entrapment neuritis” maupun

neuritis primer yang melanda iskiadikus, semuanya menimbulkan

iskialgia. (Mardjono & Sidharta, 2010)

9. Gangguan somestesia pada kawasan sensorik n. tibialis

N. tibialis jarang dilanda neuropati atau neuritis.Serabut-

serabut sensoriknya berasal dari L5 dan S1.Pada iskialgia diskogenik,

dapat dijumpai hipestesia yang sesuai dengan “antonomous sensory zone”

79

Page 80: Step 7 kasus 1 236

L5 dan S1 (gambar 11), yang termasuk kawasan sensorik n. tibialis

posterior dan n. tibialis anterior. (Mardjono & Sidharta, 2010)

Gambar 11. Pola defisit sensorik akibat lesi n. tibialis posterior (A)

dan anterior (B) (Mardjono & Sidharta, 2010)

b. Polineuropati

Proses patologis yang mengenai beberapa saraf tepi disebut

polineuropati, dan proses infeksi atau inflamasi yang mengenai beberapa saraf

tepi disebut polyneuritis. Polineuropati dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria

struktur-histologis (aksonal, dimielinasi, iskemia-vaskular), berdasarkan sistem

yang terkena (sensorik, motorik, otonom), atau berdasarkan distribusi defisit

neurologis (mononeuropati multipleks, distal-simetrik, proksimal).(Baehr &

Frotscher, 2014)

Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ekstremitas

dapat mengalami gangguan akibat infeksi, intoksikasi, proses imunopatologik,

defisiensi makanan dan sebagainya. Istilah yang digunakan untuk keadaan itu

adalah polineuritis/polineuropati.Gejala utamanya bersifat sensorik melulu

(polineuropati diabetik) atau motorik melulu (polineuropati defiensi

makanan).Manifestasinya simetrik dan yang terkena terutama bagian-bagian

distal ekstremitas.(Mardjono & Sidharta, 2010)

Polineuropati defisiensi makanan merupakan polieuropati campuran,

yang berarti manifestasi sensorik dan motoriknya sama beratnya. Gangguan

sensoriknya dapat berupa hipestesia/parestesia pada bagian distal lengan dan 80

Page 81: Step 7 kasus 1 236

tungkai dengan pola “gloves and stocking”. Gangguan motoriknya juga terdapat

pada bagian distal ekstremitas, sehingga drophand dan dropfoot ditemukan.

(Mardjono & Sidharta, 2010)

Polineuropati diabetik lebih bersifat sensoris daripada motorik, yang

terutama melanda bagian distal kedua tungkai saja.Gangguan sensoriknya berupa

anesthesia pada kedua telapak kaki dan hipestesia atau parestesia pada permukaan

kaki dan tungkau bawah.(Mardjono & Sidharta, 2010)

81

Page 82: Step 7 kasus 1 236

DAFTAR PUSTAKA

Baehr & Frotscher. 2014. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, Fisiologi, Tanda,

Gejala Edisi 4. EGC, Jakarta.

Ginsberg, L. 2011. Lecture Notes: Neurologi 8th Edition. Erlangga Medical Series,

Jakarta.

Mardjono & Sidharta. 2010. Neurologi Dasar Klinis. PT. Dian Rakyat, Jakarta.

Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik. Jakarta : EGC

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta. EGC

82