resusitasi cairan

16
RESUSITASI CAIRAN 1 Manajemen Resusitasi cairan Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan

Upload: muhammad-kholid-firdaus

Post on 26-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

u

TRANSCRIPT

Page 1: RESUSITASI CAIRAN

RESUSITASI CAIRAN

1 Manajemen Resusitasi cairan

Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat

berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus

sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan

terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa

dengan menurunkan angka mortalitas.

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada

fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut.

Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang

terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.Untuk

perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai.

Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya,

ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila

perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.

Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.

Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan

tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera

mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari

hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka

bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.

2 Macam- Macam Jenis Cairan

Page 2: RESUSITASI CAIRAN

Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid

atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit

dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan

hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang BM nya

tinggi 7,8.

Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid terdiri dari:

1. Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu

penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi

kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan

hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan

ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya

dextrosa 5%

2. Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan

plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang

adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan

ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih

pendek dibanding dengan cairan koloid.

3. Cairan Hipertonik

Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh

karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam

ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan

natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain mevasodilatasi

pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena

Page 3: RESUSITASI CAIRAN

dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah

cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

a. Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l,

Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini

dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam

ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan

fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2

dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20%

dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.

Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi

elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk

mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada

dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok,

dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.

b. Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4

mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi

keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir

di dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 – 400

mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi

bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil

ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen

dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.

c. Glukosa 5%, 10% dan 20%

Page 4: RESUSITASI CAIRAN

Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa

5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20%

digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal

ginjal akut dengan oliguria .

d. NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida,

yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk

penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau

alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan

kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti

asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi

sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl

0,9% dengan Glukosa 5 %.

Cairan Koloid

Jenis-jenis cairan koloid adalah :

a. Albumin

Terdiri dari 2 jenis yaitu:

1. Albumin endogen.

Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati

dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino.

Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan

onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan

onkotik plasmanya 1/3nya.

Page 5: RESUSITASI CAIRAN

2. Albumin eksogen.

Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin

eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang

dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang

dimurnikan.

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.

Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler

mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan

tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan

intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi

miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang

dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan

disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini

digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom

3. HES (Hidroxy Ethyl Starch)

Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini

mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat

heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan

onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari

hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8

Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang

cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan

cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan

onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan

mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/

hari.

Page 6: RESUSITASI CAIRAN

4. Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat

molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang

biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.

Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000

(25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam

garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40.

Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan

pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40.

Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam

garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan

dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran

kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik

kembali ke intravaskuler.

Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan

menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen.

Cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.

Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan

pembekuan darah.

5. Gelatin

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang

dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:

1.Modified Fluid Gelatin (MFG)

2. Urea Bridged Gelatin (UBG)

Page 7: RESUSITASI CAIRAN

Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume

expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi

anafilaksis.

Cairan Kombinasi

1. KaEn 1 B (GZ 3 : 1)

Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L.

Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit

bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.

2. Cairan 2a

Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 :

1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium

150 mmol/L dan klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan

komplikasi dan bronkopneumoni dengan komplikasi. Sedangkan campuran glukosa

10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1 digunakan pada bronkopneumoni

dengan dehidrasi oleh karena intake kurang.

3. Cairan G:B 4:1

Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang

merupakan campuran dari 500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%.

Cairan ini digunakan pada neonatus yang sakit

4. Cairan DG

Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat 27

mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada

diare dengan komplikasi.

5. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)

Page 8: RESUSITASI CAIRAN

Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml.

Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam

bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)

6. Cairan RLD

Cairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang

bisa digunakan pada demam berdarah dengue .

7. Cairan G:Z 4:1

Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9%

yang bisa digunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.

Prinsip Terapi Cairan

Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien.

Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit

dan kelainan metabolik yang ada. Secara sederhana tujuan terapi cairan dibagi atas

resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan

untuk mengganti kehilangan harian.

Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas 3 kategori:

1. Terapi pemeliharaan atau rumatan

Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan tinja

( Normal Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui pernafasan dan kulit

disebut Insesible Water Losses (IWL). Kebutuhan cairan pengganti rumatan ini

dihitung berdasarkan kg BB. Kebutuhan cairan untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh

suhu lingkungan dan C diatasaktifitas terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan

suhu 1 C kebutuhan cairan ditambah 12%. Sebaliknya IWL akansuhu tubuh 37

menurun pada keadaan menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma dan

Page 9: RESUSITASI CAIRAN

keadaan hipotermi maka kebutuhan cairan rumatan harus dikurangi 12% C dibawah

suhu tubuh normal. Cairanpada setiap penurunan suhu 1 intravena untuk terapi

rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau 10% dengan larutan NaCl 0,9% 4:1 ,

3:1, atau 1:1 yang disesuaikan dengan kebutuhan dengan menambahkan larutan KCl 2

mEq/kgBB.

2. Terapi deficit

Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal (Previous

Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya berkisar antara 5-

15% BB. Biasanya kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi ini disebabkan

oleh diare, muntah-muntah akibat stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral dan

asidosis karena diabetes. Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas

ringan yaitu kehilangan cairan sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan

cairan sekitar 6-9% BB dan dehidrasi berat kehilangan cairan berkisar 10% atau

lebih BB.

3. Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung

( Concomitant water losses=CWL).

Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih tetap

berlangsung, pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah kehilangan

CWL ini diperkirakan 25 ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.

Untuk mengatasi keadaan diatas diperlukan terapi cairan. Bila pemberian cairan

peroral tidak memungkinkan, maka dicoba dengan pemberian cairan personde

atau gastrostomi, tapi bila juga tidak memungkinkan, tidak mencukupi atau

membahayakan keadan penderita, terapi cairan secara intra vena dapat diberikan

3 Pemilihan Cairan Intravena

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi

elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah

dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan

Page 10: RESUSITASI CAIRAN

intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam

penanganan dan perawatan pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter

larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan

terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan

darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,

koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.

Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak

menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada

pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih

perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik

dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan

isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman

dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis

metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5%

digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme

laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat

dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat

terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya

laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi

dalam hati menjadi bikarbonat.

Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti

kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.

Page 11: RESUSITASI CAIRAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief S.A., 2007. Petunjuk Praktis Anastesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

2. Handaya, A yuda, 2010. Infus cairan intravena diambil dari

http://dokteryudabedah.com/infus-cairan-intravena-macam-macam-cairan-infus / diakses

tanggal 17 oktober 2011.

3. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru Dalam

Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.

4. Sudoyo, Aru w. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi IV. FKUI. Jakarta.