ipd - css resusitasi cairan

27
CLINICAL SCIENCE SESSION RESUSITASI CAIRAN PRECEPTOR: Oleh : Isni Maulina Sukmara 130112 Livy Bonita Pratisthita 130112110568 Gabriella Nataya Siahaan 130112 BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Upload: livybonitapratisthita

Post on 01-Dec-2015

128 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

resusitasi

TRANSCRIPT

Page 1: Ipd - Css Resusitasi Cairan

CLINICAL SCIENCE SESSION

RESUSITASI CAIRAN

PRECEPTOR:

Oleh :

Isni Maulina Sukmara 130112

Livy Bonita Pratisthita 130112110568

Gabriella Nataya Siahaan 130112

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

Page 2: Ipd - Css Resusitasi Cairan

2013

RESUSITASI CAIRAN

I. Pendahuluan

Tubuh manusia sebagian besar tersusun atas cairan yang jumlahnya

berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin. Cairan tubuh sendiri berfungsi

untuk mempertahankan suhu tubuh, bentuk sel, serta membantu mentranspor

nutrisi, gas, dan zat sisa. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air,

elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan

elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan

elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringat dan uap air pada saat

bernapas.

Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit

serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus

berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok

hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan

kebutuhan akan air dan elektrolit akan terpenuhi. Selain itu, terapi cairan juga

dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga

digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.

Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen

dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input

cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air

dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan

cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

II. Cairan Tubuh Manusia

Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan tubuh

manusia dewasa:

1. Zat padat : 40% dari berat badan

2. Zat cair : 60% dari berat badan

Page 3: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Zat cair (60% BB), terdiri dari:

Cairan intrasel : 40% dari BB

Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:

- cairan intravaskuler : 5% dari BB

- cairan interstisial : 15% dari BB

Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:

- LCS, sinovial, gastrointestinal, intraorbital, dll

Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan

ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa

cairan intrasel dua kali cairan ekstrasel.

Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan

ekstrasel, konsentrasi ion-ion penting dan keseimbangan asam basa. Fungsi ginjal

sempurna setelah anak mencapai umur satu tahun, sehingga komposisi cairan

tubuh harus diperhatikan pada saat terapi cairan.

Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting dalam:

Page 4: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Ekstrasel : Na+ dan Cl-

Intrasel : K+ dan PO4-

Volume darah, yaitu cairan intravascular ditambah dengan sel-sel darah,

berjumlah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung berdasarkan

estimated blood volume (EBV) adalah:

Neonatus = 90 ml/kg BB

Bayi = 80 ml/kg BB

Anak dan dewasa = 70 ml/kg BB

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari

1. Dewasa:

Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-15%

Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

2. Bayi dan anak:

Air

0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000

ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500

ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

Hasil metabolisme: - Dewasa : 5 ml/kg/hari

- Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari

- Balita : 8 ml/kg/hari

Page 5: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Cairan keluar: - Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam

- Feses : 1 ml/hari

- Invisble loss : - dewasa : 15 ml/kg/hari

- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari

Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:

Tekanan hidrostatik

Tekanan osmotik koloid

Permeabilitas membran

III. Syok

Syok adalah suatu sindroma klinis akibat gangguan sistem sirkulasi

dimana terdapat perfusi jaringan yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan

oksigen jaringan yang dapat berakibat pada kerusakan selular. (Harrison)

Kerusakan selular akibat penurunan perfusi oksigen ke jaringan memicu

produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya makin memperburuk

perubahan fungsional dan struktural pada mikrovaskular. Proses ini berlangsung

sebagai suatu proses yang berkelanjutan yang menimbulkan kerusakan selular dan

kegagalan organ multipel. (Harrison)

Diagnosis dini syok sangat penting dalam menentukan penanganan lebih

lanjut, yang sangat mempengaruhi prognosis. Penanganan syok pada dasarnya

adalah mengembalikan perfusi jaringan ke keadaan normal. Selain menentukan

dengan tepat dan mengatasi penyebab syok, penting sekali untuk menstabilkan

alian darah dan memperbaiki perfusi jaringan. Pada penatalaksanaan penderita

syok, resusitasi cairan merupakan terapi inisial yang paling penting, dengan tujuan

memperbaiki aliran dan volume darah sehingga diharapkan dapat mengkoreksi

sistem sirkulasi tubuh.

IV. Fisiologi Normal Tekanan Darah

Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung (kontraktilitas otot jantung).

Page 6: Ipd - Css Resusitasi Cairan

b. Volume sirkulasi darah. Volume sirkulasi darah dipengaruhi oleh preload

yaitu tekanan dinding ventrikel jantung pda akhir fase diastolik. Darah

yang mengisi ventrikel akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan

kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh

jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan

mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang

maka dapat terjadi syok.

c. Tahanan pembuluh darah perifer (systemic vascular resistance) yang

dipengaruhi oleh afterload yaitu tahanan yang harus diatasi ventrikel agar

dapat mengosongkan isinya pada setiap kontraksi. Tahanan pembuluh

darah dibentuk oleh pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan

kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya

terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah

perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh

darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan

berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran

darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

(Pathophysiology of heart Disease Lily)

V. Klasifikasi Syok

1. Syok Hipovolemik

Page 7: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Syok hipovolemik merupakan syok akibat berkurangnya volume darah

dalam sistem sirkulasi. Penyebab yang paling sering:

(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan akibat ruptur aneurisma arteri

abdominal dan cedera organ dalam akibat trauma tumpul abdomen;

(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar;

(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan

keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi

usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).

Patofisiologi

Pada syok hipovolemik terjadi berbagai respon kompensasi pada berbagai

organ. Respon sistem kardiovaskuler ditujukan untuk mempertahankan cardiac

output dan tekanan darah. Respon yang utama adalah peningkatan denyut jantung

dan vasokonstriksi perifer, yang keduanya dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis.

Efek neuroendokrin dengan melepaskan vasopressin dan angiotensin

meningkatkan efek simpatis. (Pathophysology Guyton)

Efek metabolik pada syok hipovolemik adalah peningkatan metabolisme

anaerob karena kurangnya oksigen untuk terjadinya metabolisme aerob. Sehingga

terjadi peningkatan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolik.

Efek lain diantaranya menurunnya produksi urine akibatnya menurunnya

laju filtrasi glomerulus. Seringkali, pada syok yang tidak teratasi menyebabkan

gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler, yang disebabkan oleh menurunnya

aliran darah ke ginjal dan menyebabkan ginjal iskemia.

Pada syok hipovolemik juga terjadi perubahan aliran darah serebral,

dimana untuk mempertahankan perfusi yang baik ke otak maka terjadi

autoregulasi aliran darah serebral dimana tidak terjadi vasokonstriksi akibat

aktivasi simpatis. Namun bila tekanan arterial menurun hingga kurang dari 70

mmHg, maka autoregulasi ini terganggu. Penderita dapat mengalami penurunan

kesadaran.

Diagnosis

Tanda dan gejala khas syok hipovolemik diantaranya :

Page 8: Ipd - Css Resusitasi Cairan

- Takikardia dan hipotensi

- Ekstremitas dingin dan pucat

- Kolaps vena leher

- Oliguria atau anuria

- Perubahan signifikan dengan terapi cairan/perbaikan volume

Klasifikasi Syok Hemoragik Akut Berdasarkan ATLS

Class I II III IVBlood loss

(ml)< 750 750-1000 1500-2000 >2000

Blood loss (% EBV)

< 15% 15-30% 30-40% > 40%

Pulse (x/mnt) < 100 > 100 >120 > 140Blood

PressureN/↓ N/↓ ↓↓ ↓↓↓

Capillary Refill

N + + +

Respiratory Rate

14-20 20-30 30-40 > 40

Diuresis (ml/hr)

> 30 20-30 10-20 0-10

Mental Status N/restless Restless/anxiety

somnolence somnolence/ coma

Fluid Therapy

Crystalloid Crystalloid Crystalloid +blood

Crystalloid+ blood

Gejala dan Tingkat Dehidrasi (WHO) (Petunjuk Praktis Anestesiologi FK UI)

Clinical Signs Degree Fluid DeficitI - Skin turgor ↓

- Tachycardia- Thirsty, Dry tongue

Mild ±4% BW

II - Skin turgor ↓- Tachycardia, Weak pulse- Thirsty, wrinkled tongue

Moderate

±6% BW

III - Skin turgor ↓↓↓- Weak pulse, almost not palpable- Severe hypotension- Sunken eyes, Wrinkled tongue- Cyanotic acral- Stupor, coma, shock- Marked depressed anterior fontanel

Severe 8% BW

Page 9: Ipd - Css Resusitasi Cairan

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi bila jantung gagal memompa volume darah

secara adekuat karena gangguan kontraksi jantung.

(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark;

(b) Obat-obat yang mendepresi jantung;

(c) Gangguan irama jantung.

Patofisiologi

Jantung tidak mampu memompa darah sehingga tidak terjadi

keseimbangan perfusi dengan kebutuhan oksigen jaringan. Pada bradikardia,

jantung tidak mampu memompa sesuai kebutuhan tubuh. Sementara pada aritmia,

terjadi pengisian dan pemompaan jantung yang tidak efektif.

Diagnosis

- Penurunan produksi urin

- Gangguan mental

- Ekstremitas dingin

- Distensi vena leher

- Hipotensi dengan tenda kongesti perifer dan vena pulmonal

Klasifikasi Syok Kardiogenik

Classification Signs

Stage I Compensated

hypotension

CO↓ hypotension compensatory to restore

BP & blood flow mediated by arterial

baroreseptor

Stage II Decompensated

hypotension

CO↓ below ability peripheral vasculature to

maintain BP BP & perfusion fall

Stage III Irreversible

Shock

Reduction of flow activ. ischemic mediators

(complement) membrane injury

Page 10: Ipd - Css Resusitasi Cairan

irreversible damage

3. Syok Distributif

Syok distributif diakibatkan oleh redistribusi cairan ke visera atau rongga

ketiga. Pada syok distributif terjadi peningkatan permeabilitas sistem vaskuler

akibat vasodilatasi walaupun volume darah normal.

Patofisiologi

(a) Syok Septik

Endotoksin yang dilepaskan bakteri menyebabkan reaksi imunologis

kompleks, diantaranya aktivasi kaskade komplemen, pelepasan mediator dan

sitokin, sistem koagulasi, prostaglandin, dan sebagainya. Efek dari reaksi

imunologis ini menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, pelepasan

metabolit oksegen toksik, dan aktivasi fagositosis. Permeabilitas vaskuler yang

berubah menyebabkan kebocoran cairan intravaskuler ke ekstravaskuler sehingga

volume darah menurun. Terjadi perubahan hemodinamik berupa penurunan

tekanan darah, takikardia sebagai akibat rangsangan kompensasi simpatis, serta

metabolisme anaerob menyebabkan asidosis metabolik. Dapat dijumpai

kegagalan organ multipel, selain karena hipoksia jaringan tetapi juga karena

reaksi imunologis sistemik.

Pada syok septik berlangsung kondisi SIRS (systemic inflammatory

response syndrome): memenuhi 2 atau lebih kriteria berikut:

(1) demam (temperatur oral >38°C) atau hipotermia (<36°C);

(2) takipnea (>24/ min);

(3) takikardia (>90/min);

(4) leukocytosis (>12,000/µL), leukopenia (<4,000/µL), atau >10% bands.

(b) Syok Anafilaktik

Disebabkan karena pelepasan mediator inflamasi dari sel mast dan basofil

yaitu salah satunya histamin. Reaksi radang terjadi karena stimulasi pelepasan

Page 11: Ipd - Css Resusitasi Cairan

mediator diperantarai IgE. Akibatnya terjadi vasodilatasi, bronkokonstriksi,

pruritus, agregasi platelet, dan peningkatan permeabilitas vaskuler.

(c) Syok Neurogenik

Disebabkan oleh gangguan tonus vasomotor perifer sebagai akibat dari

trauma medulla spinalis, anestesia regional, atau pemakaian obat blokade sistem

otonom. Darah tertahan di perifer, venous return menurun, terjadi penurunan

cardiac output.

4. Syok Obstruktif

Dapat terjadi ketika jantung atau vena-vena besar mengalami kompresi.

Sehingga dapat menyebabkan hambatan darah kembali ke jantung atau

mengganggu kemampuan jantung memompa.

(a) Tamponade jantung: akumulasi cairan pada rongga perikardium

menyebabkan penyempitan ruang jantung dan mengganggu proses

pengisian.

(b) Tension pneumothoraks : tekanan tinggi pada toraks menyebabkan

kolaps vena kava dan mengganggu aliran darah balik.

(c) Emboli paru.

Diagnosis

- Hipotensi dengan takikardia

- Oliguria

- Perubahan status mental

- Distensi vena-vena leher

VI. Resusitasi Cairan dan Penatalaksanaan Syok

Prinsip Dasar Penanganan Syok

Prinsip dasar penanganan semua jenis syok pada dasarnya yaitu :

- menstabilkan kondisi pasien

- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah

- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah

Page 12: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Penanggulangan awal selalu dimulai dengan tindakan umum untuk

memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan

mempertahankan suhu tubuh. Pada prinsipnya adalah prinsip resusitasi ABC.

1. Jalan napas (A=Airway) harus bebas dan terbuka, bahkan kalau perlu dengan

manipulasi alat seperti mayo, pipa endotrakeal dan sebagainya.

2. Menjamin kemampuan pernapasan pasien (B=Breathing), dengan

mengupayakan pemberian oksigen 100% atau dengan ventilator jika

pernapasan spontan tidak adekuat.

3. Menangani permasalahan sirkulasi (C=Circulation) dengan menghentikan

sumber perdarahan dan mengganti kehilangan cairan. (AHA 2005)

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan untuk memelihara, mengganti cairan

dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid

(plasma ekspander) secara intravena. Tujuannya ialah sebagai berikut:

1. Untuk mengganti kekurangan cairan dan elektrolit

2. Untuk memenuhi kebutuhan

3. Untuk mengatasi syok

4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.

Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada

masa pra bedah, selama pembedahan, dan pasca pembedahan.

Page 13: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Sebelum memulai resusitasi cairan, sangat penting mendapatkan akses

pembuluh darah yang adekuat dan memungkinkan untuk dilakukan resusitasi

cairan. Sebaiknya perlu dibuat 2 akses pembuluh darah yang efektif. Dapat dibuat

2 akses, dengan menggunakan kateter vena berukuran besar (minimal 16-gauge).

Semakin besar dan pendek kaliber dan ukuran kateter, maka dapat memasukkan

cairan dalam jumlah lebih besar dan cepat. Biasanya dilakukan pada vena-vena

lengan bawah. Pemasangan kateter vena sentral (CVP) juga bermanfaat untuk

menilai respon pasien terhadap resusitasi, monitoring perubahan status cairan.

Untuk mengevaluasi keberhasilan resusitasi sekaligus menilai perfusi ginjal, maka

perlu dilakukan pemasangan kateter.

Resusitasi cairan secara cepat merupakan dasar dari terapi awal cairan

pada syok. Tujuannya adalah segera menstabilkan volume vaskuler dengan

mengisi intravaskuler dengan kehilangan cairan, dan meningkatkan perfusi ke

jaringan.

Beberapa literatur tidak menyebutkan seberapa banyak resusitasi cairan

yang harus kita mulai pada awal resusitasi, kecuali berdasarkan monitoring

keberhasilan terapi melalui evaluasi klinis penderita. Namun terdapat sebuah

Page 14: Ipd - Css Resusitasi Cairan

rumusan sederhana untuk memberikan resusitasi cairan, terutama bila defisit

terjadi pada ekstraseluler (Kaswiyan) :

- Cairan : RL atau NaCl 0.9% 20-40 ml/kgBB dalam 1 – 2 jam, diulang bila

syok masih terjadi

- Penggantian volume untuk kondisi dehidrasi bergantung pada derajat

dehidrasi dalam penggunaan rumus rehidrasi Holliday-Segar:

D= % dehidrasi x BB x 1000

(4% untuk dehidrasi ringan,

6% untuk dehidrasi sedang,

8% untuk dehidrasi berat)

M= 40 cc/ kg BB

6 jam I = ½ D + ¼ M

18 jam II = ½ D + ¾ M

- Kemudian dievaluasi hemodinamik (Tekanan darah dan nadi)

- Perfusi jaringan perifer yang membaik (hangat dan kemerahan)

- CVP normal

- Produksi urine 0,5 – 1 ml/kgBB/jam

Cairan yang dipakai dalam resusitasi terbagi menjadi kristaloid dan koloid.

A. Kristaloid

Kristaloid merupakan golongan cairan yang terdiri atas air dan beberapa

zat terlarut. Terdiri dari kristaloid isotonik (NaCl 0,9% atau normal saline) dan

balanced salt solution (ringer laktat, ringer asetat). Dalam resusitasi cairan

digunakan cairan yang isotonik dengan plasma yang memiliki natrium sebagai

partikel aktif osmotik. Karena kristaloid memiliki osmolalitas yang sama dengan

cairan tubuh, maka tidak akan terjadi perpindahan cairan dari atau ke dalam

kompartemen intraseluler, sehingga kristaloid memiliki sifat sama dengan cairan

ekstraseluler ; 75% cairan di ekstravaskuler dan 25% cairan berada di

intravaskuler. (Petunjuk Praktis Anestesiologi FK UI)

Bila digunakan dalam resusitasi cairan, maka diperlukan penggunaan

sebanyak 3 – 4 kali dari estimasi defisit cairan yang terjadi untuk mengatasi

Page 15: Ipd - Css Resusitasi Cairan

distribusi cairan diantara ruang intravaskuler dan ekstravaskuler. Masa paruhnya

dalam intravaskuler sekitar 20 – 30 menit, dan hanya sekitar 20% yang tersisa

dalam intravaskuler setelah 2 jam.

Pemilihan kristaloid yang tepat juga menentukan prognosis selanjutnya.

Penggunaan NaCl 0,9% sebagai larutan resusitasi dapat diterima secara umum

baik karena dapat bercampur dengan baik dengan darah. Namun pada penderita

dapat terjadi asidosis metabolik hiperkloremia akibat kadar klorida yang lebih

tinggi daripada plasma. Larutan Ringer Laktat memiliki keuntungan lebih banyak

karena memiliki komposisi elektrolit yang lebih fisiologis. Laktat yang

ditambahkan dapat berubah menjadi bikarbonat di hepar. Cairan hipertonis kurang

baik dipakai sebagai cairan pengganti. Larutan ini mengekspansi ruang

ekstraseluler dengan memindahkan cairan kompartemen intraseluler. Selain itu

juga memiliki efek inotropik positif ringan dan efek vasodilatasi sistemik dan

pulmonal. (Petunjuk praktis Anestesiologi FK UI)

B. Koloid

Koloid merupakan cairan pengganti pilihan kedua dalam resusitasi cairan

pada syok. Walaupun masih diperdebatkan mengenai kegunaan koloid dalam

resusitasi cairan, tetapi koloid dapat dipilih sebagai pengganti dalam resusitasi

cairan pada syok.

Koloid merupakan cairan yang mengandung partikel onkotik, yang dikenal

juga sebagai plasma expander atau plasma substitute. Karena sifatnya yang

permeabel parsial terhadap sawar antara intra- dan ekstravaskuler, maka koloid

cenderung bertahan dalam ruang intravaskuler lebih lama daripada kristaloid.

Sejumlah kecil saja koloid yang diperlukan untuk memperbaiki volume darah

sirkulasi. Karena sifat onkotiknya, koloid cenderung untuk menarik cairan dalam

ruang ekstravaskuler ke intravaskuler. Masa paruhnya dalam ruang intravaskuler

jauh lebih lama daripada kristaloid. Larutan koloid terbagi atas koloid alami

(fraksi protein plasma dan human albumin) dan koloid sintetik (Dekstran,

Hetastarch, fluid gelatin). (Petunjuk praktis Anestesiologi FK UI)

1. Koloid Alami

Page 16: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Contohnya adalah larutan albumin 5 sampai 25%. Memiliki berat molekul

66.000 – 69.000, dan merupakan yang paling sering dipakai dalam resusitasi

cairan. Setiap gram albumin dapat menahan sekitar 18mL cairan dalam ruang

intravaskuler. Masa paruh albumin sekitar kurang dari 8 jam, dan kurang dari

10% yang meninggalkan rongga intravaskuler setelah 2 jam. Seperti halnya

kristaloid, sulit menilai kapan mengakhiri resusitasi cairan dengan albumin.

Namun karena efeknya yang dapat mengurangi fungsi paru maka perlu hati-hati

dalam penggunaannya.

2. Koloid Sintetik

a/. Hetastarch

Hetastarch (hidroksietil starch) merupakan produk sintetis yang tersedia

dalam sediaan 6% dalam larutan saline. Sekitar 46% dari dosis pemberian

diekskresi oleh ginjal dalam 2 hari dan sisa 64% sekitar 8 hari. Merupakan

plasma ekspander yang efektif yang dapat bertahan 3-24 jam dalam intravaskuler.

Sebagian besar pasien berespon terhadap 500 – 1000 ml pemberian.

b/. Dekstran

Terdapat dekstrasn 40 (BM 40.000) dan 70 (BM 70.000), dimana

keduanya dapat dipakai sebagai plasma expander. Merupakan polimer glukosa

larut air yang terbuat dari sukrosa dengan sintesis dari bakteri dan akan

didegradasi menjadi glukosa. Makin berat molekulnya, maka makin lama masa

paruhnya dalam ruang intravaskuler. Dekstran 70 merupakan plasma expander

yang baik, tetapi Dekstran 40 dapat memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi

mikro karena dapat menurunkan viskositas darah. Kerugiannya adalah

kemungkinan gagal ginjal, reaksi anafilaksi dan perdarahan.

c/. lainnya

Golongan lainnya misalnya modified urea gelatin (MFG) dan urea-bridged

gelatin dengan kadar 3,5% dan 4% dalam larutan saline. Keduanya merupakan

plasma expander yang baik.

Page 17: Ipd - Css Resusitasi Cairan

Kristaloid KoloidKeuntungan 1. murah

2. meningkatkan vol. intravaskuler

3. terpilih untuk penanganan awal resusitasi cairan pada trauma atau pembedahan

4. mengisi volume intravaskuler cepat

5. mengisi kekosongan rongga ketiga

1. bertahan lebih lama intravaskuler

2. mempertahankan tekanan onkotik plasma

3. memerlukan volume yang lebih sedikit

4. edema perifer minimal

5. menurunkan tekanan intrakranial

Kerugian 1. menurunkan tekanan osmotik

2. menimbulkan edema perifer

3. kejadian edema paru meningkat

4. memerlukan volume yang lebih banyak

5. efeknya sementara

1. mahal2. dapat menimbulkan

koaguopati3. pada kebocoran

kapiler cairan pindah ke interstitium

4. mengencerkan faktor pembekuan dan trombosit

5. menurunkan adhesi trombosit

6. dapat menimbulkan reaksi anafilaktik

7. dapat menyumbat tubulus renal dan RES di hepar

V. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

1. Umum

Selama dan setelah resusitasi cairan kita perlu mengevaluasi keadaan

umum penderita untuk melihat respons terapi yang telah diberikan. Keadaan

umum syok yang telah teratasi biasanya pasien telah sadar atau tingkat

kesadarannya mengalami peningkatan. Tekanan darah normal, dengan nadi yang

kuat dan tidak terlalu cepat sebagai tanda perfusi yang kembali berangsur-angsur

menjadi normal. Parameter ini dapat dipakai untuk menilai kapan perlu

dihentikannya resusitasi cairan. Perfusi jaringan yang baik dapat pula terlihat dari

perubahan warna mukosa menjadi lebih kemerahan dan ekstremitas yang lebih

Page 18: Ipd - Css Resusitasi Cairan

hangat dan merah. Tekanan vena sentral juga dapat dipertimbangkan

penggunaannya terutama pada pasien dengan status cairan yang belum diketahui

sebelumnya atau pada orangtua dan gangguan ginjal, sehingga dapat dihindari

beban cairan berlebih (overload) dan mencegah terjadinya edema pulmonal.

2. Produksi Urin

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang baik dalam menilai

perfusi jaringan. Produksi urine yang cukup menggambarkan membaiknya perfusi

ke ginjal sehingga dapat mempertahankan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi

glomerulus. Produksi urine yang diharapkan adalah 0,5 – 1 ml/kgBB/jam pada

orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak, dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi dibawah

1 tahun. Bila produksi urine masih kurang, maka kemungkinan proses resusitasi

belum berhasil dan ginjal mengalami gagal ginjal akut.

3. Keseimbangan Asam-Basa

Penderita syok dapat mengalami ketidakseimbangan asam basa alkalosis

respiratorik ringan yang diikuti asidosis metabolik ringan. Terutama pada keadaan

syok yang lama atau sangat berat. Disebabkan karena meningkatnya kadar laktat

darah karena meningkatnya metabolisme anaerob. Penting untuk menilai defisit

basa melalui analisa gas darah arteri. Resusitasi cairan dan pemberian terapo

oksigen yang baik dapat memperbaiki perfusi jaringan sehingga keadaan asidosis

dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shock and Cardiac Arrest dalam Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al.editors.Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th edition: Mc Graw Hill Companies; 2008.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2007

3. Basic Life Support for Healthcare Providers dalan American Heart Association 2005

4. Basic Cardiac Function dalam Guton AC, Textbook of Medical Physiology. Mansfield, Pennsylvania; 2006

5. Kaswiyan U. Kumpulan Kuliah Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran