refrat ipd full
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium
tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit
tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup
bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis
pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita
saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.1
Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan
49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 ± 1991 tercatat peningkatan jumlah
kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus
TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.2
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI,
tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980 TB
menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2 sesudah
penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3
dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat Indonesia.3
Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit TB paru
yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dapat dilihat/dikenal;
antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak mempunyai korelasi
yang baik. Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum
lama ditemukan, dan pengobatan TB paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan
jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh
dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan
dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid,streptomisin
dan etambutol.4
1
BAB 2
ISI
2.1. ANATOMI PARU
Gambar 1. Anatomi Paru.
• Saluran pernafasan bagian atas
a. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung
vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel-
sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup kedalam paru – paru.
b. Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring.
Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi
utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
2
c. Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi
utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi
jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
• Saluran pernafasan bagian bawah
a. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya
kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
b. Bronkus
Bronkus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan
lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal.
Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan
sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi
bronkus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh
sel–sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
c. Bronkiolus
Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas.
d. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar,sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel–
sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipidyang melapisi
3
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah
makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
2.2. ETIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1- 4μm dan
tebal 0.3-0.6μm. Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH
optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri
membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman TB terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan
komponen lebih dari 30% berat dinding bakteri dan terdiri dari asam stearat, asam mikolik,
mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya adalah
tuberkuloprotein (tuberkulin). Menurut Wilson dkk karakteristik dinding, Mycobacterium
tuberculosis meliputi1,3,9 :
- Dinding lipid
- Heterotrimetric antigen 85 complex (ag85)
- 3 jenis protein yaitu FbpA, FbpB, dan FbpC2
- Protein berperan penting dalam patogenesis TB
- Lipid dan protein mempertahankan cell-wall integrity
Bakteri ini juga dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin karena
bakteri berada dalam sifat dormant,dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit kembali dan
menjadikan TB aktif lagi.
4
2.3. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama penyakit dan kematian dinegara
berkembang. Bayi dan anak-anak paling sering tertular oleh anggota rumah dewasa biasanya
kelurga yang dekat. Pemaparan secara sepintas diluar rumah lebih kecilkemungkinannya untuk
menimbulkan infeksi. Cara infeksi yang paling sering adalah termasuk inhalasi butir sputum
penderita ketika batuk, bersin bahkan ketika berbicara. Penyebaran organisme, jarang terjadi
akibat berciuman atau resusitasi mulut ke mulut. Anjing dapat memperoleh penyakit ini dan
dapat berlaku sebagai hospes resevoar. Penyakit TB kongenital terjadi ketika plasenta terinfeksi
mikroorganisme selama terjadinya bakteremia pada ibu.
2.4. PATOFISIOLOGI
A. Tuberkulosis primer
Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer
atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3. Komplikasi dan menyebar secara :
~ Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
~ Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman
dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
~ Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.
~ Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
5
B. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian
apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paruparu
dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat berasal dari infeksi
eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan
imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid
dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara
sitokin dengan TNF-nya.
6
Gambar . Skema patofisiologi TB paru.
2.5. DIAGNOSIS
a. ANAMNESIS
Penting untuk menanyakan beberapa soal pada pasien TB paru untuk membantu menegakkan
diagnosis. Antaranya :
Sudah berapa lama batuk?, apakah terdapat dahak atau tidak?, jika ada, apakah warna
dahak?,
Apakah terdapat batuk darah?, sejak kapan?, seberapa banyak darah?, apakah darah segar
atau hitam?,
Apakah disertai demam?, apakah demam tinggi, menggigilatau meriang?,
Apakah disertai nyeri dada?, seberapa lama nyeri dada yang dirasakan?,
Apakah disertai sesak nafas?,
Nafsu makannya bagaimana?, apakah merasakan berat badan menurun atau merasa
semakin kurus?, apakah terdapat nyeri otot?, apakah terdapat keringat malam?
7
Apakah pernah pengobatan paru selama 6 bulan?, apakah pengobatannya sudah
lenkap/selesai?
Apakah pernah ada orang di sekeliling pasien yang mempunyai keluhan yang sama?
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemi, suhu demam (subfebris), badan kurus dan berat badan
menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan inspeksi tidak simetris,
gerakan napas kiri dan kanan yang tidak sama, palpasi fremitus kiri tidak sama dengan kanan,
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napasnya menjadi vesikuler kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru
lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih
dari setengah jumlah jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor
pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan
gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop,
murmur, bunyi P2 yng mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites
dan edema.
Bila TB mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. Pada palpasi, fremitus tidak sama dan bagian paru yang terdapat
efusi pleura akan lebih lemah atau tidak ada terdengar getaran sama sekali. Perkusi memberikan
suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
8
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada sast TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara lain anemia ringan dengan
gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah
menurun
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman basil tahan
asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria
sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan
modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Kadang-kadang dari hasil
pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA tetapi pada biakan hasilnya
negatif . Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang
disebabkan keampuhan panduan obat anti TB jangka pendek yang cepat mematikan
kuman BTA dalam waktu pendek
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala
IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases):
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+
d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan penyakit, derajat
penularan dan evaluasi pengobatan.
9
3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U
masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila
dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif berarti TB dapat disingkirkan.
Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti. Tes tuberkulin hanya
menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat
limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.
Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin
kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes Mantoux
ini dibagi dalam:
a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini
peran antibodi humoral paling menonjol.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran
kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini
peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif
(99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
10
terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada
positif palsu. Hal-hal ini memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
- Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB
- Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis.
- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya.
- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk penderita dengan HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.
Gambar 2. Tes tuberkulin.
Sumber: diunduh dari http://www.umm.edu/imagepages/9991.htm
4. Serologi
Pemeriksaan Serologi, dengan berbagai metoda antara lain :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen – antibodi yang terjadi.
11
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
penderita, bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktivitas penyakit maka akan timbul
perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
II. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menentukan
lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan
pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan keuntungan seperti pada
tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir
selalu negatif.
Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau
segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau
daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endokondrial)
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila
lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang
tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama
dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang
bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
12
merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai
tuberculosis paru adalah penebalan pleura /(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks)
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis;
sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma
sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma
metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu
diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%.
Oleh sebab itu untuk diagnosis radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas
keras.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit,
kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering
menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte,
sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah
sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih
superior dibanding lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan
terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
13
Gambar 3. Foto- foto rontgen pasien tuberkulosis
paru.
Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan penunjang.
d. GEJALA KLINIS
14
1. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu, dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah
dan sakit dada.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum).
2. Batuk darah
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan kemudian pecah.
Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari berbagai
faktor. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Sesak napas
Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
6. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi secara tidak teratur.
Kini secara luas digunakan teknik pewarnaan Ziehhl Nielsen dan atau Kinyoun Gabett untuk
mendeteksi BTA menggunakan mikroskop biasa. Sementara itu, penemuan BTA khususnya
untuk screening juga dapat dilakukan dengan mikroskop fluoresens dengan pewarnaan auramin-
15
rodamin. Selain pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mendapatkan BTA, pemeriksaan
mikrobiologik untuk TB paru ini meliputi juga pemeriksaan kultur untuk identifikasi dan
resistensi. Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat penentu yang amat penting
pada diagnosis tuberkulosis paru. Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan rangkaian
kegiatan yang baik, mulai dari cara mengumpulkan sputum, pemilihan bahan sputum yang akan
diperiksa, teknik pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan membaca sediaan
dibawah mikroskop.
Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA (+) dibawah mikroskop diperlukan
jumlah kuman yang tertentu, yaitu sekitar 5.000 kuman/ml sputum. Sementara itu, untuk
mendapatkan kuman pada biakan/kultur dibutuhkan jumlah sekitar 50-100 kuman/ml sputum.
Diagnosis TB juga dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan gambaran rontgen, dengan
berbagai kriteria dan keterbatasannya pula. Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari batuk,
batuk berdarah, nyeri dada, badan lemah dan lain-lain. Sedangkan gambaran TB paru dapat
terlihat dalam berbagai bentuk. Secara klasik, gambaran TB yang aktif adalah gambaran infiltrat
dan kavitas. Gambaran TB yang tidak aktif ditunjukkan oleh adanya fibrosis dan kalsifikasi.
Predileksi TB paru pada orang dewasa adalah di lobus atas dan segmen apikal lobus bawah maka
bila ditemukan gambaran kelainan pada daerah tersebut dapat diduga kemungkinan timbulnya
multiform dapat berupa bercak awan, kavitas, penebalan pleura, bayangan garis-garis fibrosis
dan lain-lain. Sementara itu, sarana diagnosis lain adalah dengan tes tuberkulin. Diagnosis TB
paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status
kemoterapi.
WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru, antara lain :
1. Pasien dengan sputum BTA positif, yakni :
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA,
sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan atau satu sediaan sputumnya positif
disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau
Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
2. Pasien dengan sputum BTA negative
16
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA
sedikitnya pada dua kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB
aktif atau
Pasien yang pada pemeriksaan spiutumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA
sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Gambar 4. skema diagnosis TB paru.
17
2.6. DIAGNOSIS BANDING
I. Bronkhitis
Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama
3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui
tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan
sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penya
kit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.
Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:
Berbagai jenis debu
Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida,sulfur
dioksida dan bromin
Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida
Tembakau dan rokok lainnya.
Foto dada pada bronkhitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis tetapi secara radiologis ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan apakah terdapat gambaran tubuler shadows atau terlihat
bayangan garis-garis paralel serta corak paruh yang bertambah.
Gambar 5 . corakan vaskuler yang bertambah pada kasus bronkitis.
II. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
18
Penyakit Paru Obstruktif Menahun /PPOM (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD)
adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema
atau bronkitis kronis. PPOM lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.
PPOM juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang
dirurunkan.
Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak berbahaya, bisa
meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar
dibandingkan dengan pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita
PPOM.
Gejala-gejala awal dari PPOM, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk
dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan sebagai batuk normal
perokok, walaupun sebetulnya tidak normal. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama
pilek, dahak menjadi kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut
akan semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi.
Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah
secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan kegiatan rutin
sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian dan menyiapkan makanan.
Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan, karena setelah selesai makan mereka
sering mengalami sesak yang berat sehingga penderita menjadi malas makan.
Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.
Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat,
yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.
Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar,
bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan
ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada
stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOM. Perubahan
emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-
effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOM. Walaupun
pencitraan dapat memperlihatkan keberadaan PPOM, hanya spirometri yang merupakan
standar kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.
19
Gambar 6 . foto rontgen PPOM.
II.7. KALSIFIKASI
Dari system lama diketahui ada beberapa klasifikasi, sebagai berikut :
o Pembagian secara patologis :
a. Tuberkulosis primer ( Childhood tuberculosis )
b. Tuberculosis post-primer (Adult tuberculosis )
o Pembagian secara radiologis
a. Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate non-kavitas pada salah satu
paru maupun pada kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru
b. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas tetapi tidak lebih dari 4 cm. jumlah
infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari sepertiga bagian satu paru.
c. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi Moderately
advanced tuberculosis.
20
Pada tahun 1947 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
o Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative
o Kategori I: terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
o Kategori II : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif , radiologis dan
sputum negative
o Kategori III : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori :
o Kategori I :ditujukan terhadap :
I. Kasus baru dengan sputum negative
II. Kasus baru dengan bentuk TB berat
o Kategori II, ditujukan terhadap :
I. Kasus kambuh
II. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
o Kategori III, ditujukan terhadap :
I. BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas
II. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
o Kategori IV ditujukan untuk penderita TB kronik
21
II.8. PENATALAKSANAAN
1. PENGOBATAN TUBERCULOSIS MUTAKHIR
Prinsip pengobatan TB :
1. Aktivitas obat
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni :
a) Aktivitas bakterisid. Disini obat bersifat membunh kuman-kuman yang
sedang tumbuh
b) Aktivitas sterilisasi. Disini obat bersifat membunuh kuman yang
pertumbuhanya lambat. Aktivitas sterilisasi dari angka kekambuhan Hampir
semua obat antituberkulosis mempunyai sifat bakterisid kecuali ethambutol
dan tiasetazon yang hanya bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan pirazinamid
mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik.
Dasar teori pengobatan TB
Bahwa terapi berhasil, berdasarkan minimal dua macam obat yang basilnya peka
terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisidik. Obat anti
tuberculosis mempunyai kemampuan berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi
obat lainnya. Obat H dan R merupakan obat paling efektif, E dan S dengan kemampuan
menengah, sedangkan Z adalah yang efektifitasnya terkecil.
Penyembuhan membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya,
perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi basil yang persisten.
Pengobatan yang tidak memadai akan mengakibatkan bertambahnya kekambuhan,
beberapa bulan-bulan mendatang setelah seolah tampak sembuh.
Kemoterapi bertujuan :
1. Mengobati pasien dengan sesedikit mungkin menggangu aktivitas hariannya, dalam
periode pendek, tidak memandang apakah dia peka atau resisten terhadap obat yang
ada.
2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya
22
3. Mencegah kambuh
4. Mencegah terjadinya resistensi terhadap obat
5. Mencegah lingkungannya dari penularan.
Obat-obatan TB dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis regimen, yaitu lini-pertama,
lini kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,
pengurangan basil dorman dan pencegahan resistensi.
Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid (INH), Rifampicin, Pyrazinamide,
Ethambutol, dan Streptomycin.
Obat-obat lapis kedua mencakup rifabutin, ethionamid, cyloserine.
Tabel 1. Resimen pengobatan TB saat ini :
Kategori Pasien TB Resimen Pengobatan
Fase awal Fase lanjutan
I TBP sputum BTA +, baru
bentuk TBP berat, TB ekstra
paru, TBP BTA negatif
2 SHRZ ( EHRZ ) 6 HE
4 HR
4 HR (H3R3)
II Relaps,
Kegagalan pengobatan
2 SHZE/1 HRZE
2 SHZE/1 HRZE
5 H3R3E3
5 HRE
III TBP sputum ( - )
TB ekstra paru
2 HRZ or 2 H3R3Z3
2 HRZ or 2 H3R3Z3
6 HE
2 HR/4H
IV Kasus kronis ( BTA msh +
setelah pengobatan ulang yang
disupervisi )
Tidak dapat di aplikasikan
( mempertimbangkan menggunakan
obat-obatan barisan kedua)
Note ;
TB :TB , TBP : TB paru, S : streptomycin, R : Rifampisin, E : Ethambutol, H : Isoniazid, Z :
Pirazinamide
Membaca resimen : misalnya resimen 2 SHRZ (EHRZ)/ 4 H3R3 menunjukkan sebuah resimen
untuk 2 bulan diantara obat-obatan ethambutol, isoniazid, rifampisin dan pyrazinamide yang
23
diberikan setiap hari yang di ikuti oleh 4 bulan isoniazid dan rifampicin yang diberikan tiap hari
atau 3 kali seminggu.
Resimen pengobatan ( metode DOTS )
Kategori I :
Pasien TBP dengan sputum BTA positife dan kasus baru, TBP lainnya dalam keadaan TB berat,
seperti meningitis tuberculosis, miliriasis, pericarditis, peritonitis, pluritis massif atau bilateral,
spondiolitis dengan gangguan neurologic, sputum BTA negatif tetapi kelainan paru luas,
tuberculosis usus dan saluran kemih. Pengobatan inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E),
setiap hari selama 2 bulan obat H, R, Z, dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah 2
bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjut 4HR atau 4HR3R3
atau 6HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan
4 minggu lagi, tanpa melihat BTA sudah negative atau tidak.
Kategori II
Pasien kambuh atau gagal dengan sputim BTA positif. Pengobatan fae inisial terdiri dari
2HRZES/1HRZE, yaitu R, dengan H,Z,E aetiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama
2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negative, fase lanjutan bisa segera dilanjutkan.
Apabila sputum BTA masih positif di minggu ke 12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1
bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, senua obat dihentikan selama 2-3
hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat dilanjutkan memakai resimen fase
lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE
Kategori III
Pasien TBP dengan sputum BTA negatif, tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-
pulmonal ( selain kategori 1) Pengobatan fase inisial terdiri dari 2 HRZ atau 2 H3R3E3Z3, yang
diteruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H3R3.
24
Kategori IV
Tuberculosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resisten ganda, sputumnya harus
dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai
rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resisten ganda.
Kortikosteroid diberikan tuberculosis yang mengenai system saraf pusat ( meningitis) dan
pericarditis namun tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai tambahan terapi pada tuberculosis
jenis lainnya. Pengobatan tuberculosis pada pasien HIV positif pada dasarnya tidak berbeda pada
pasien dengan HIV negative. Hal yang perlu diperhatikan adalah rifampisin tidak dianjurkan
diberikan pada penderita dengan HIV positif yang menggunakan protease inhibitor (kecuali
ritonavir).
Pasien dengan HIV positif yang mendapat obat tuberculosis dan antiretroviral dapat
menunjukkan gejala dan tanda eksaserbasi tuberculosis. Keadaan ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas lambat dan meningkatnya antigen kuman setelah pemberian obat
antituberkulosis bakterisidal. Pasien HIV dengan CD4<100 tidak boleh diberikan pengobatan
resimen 2 kali seminggu.
Pengobatan tuberculosis pada anak-anak tidak mengikutsertakan ethambutol (kecuali resisten
terhadap INH) atau anak tersebut menunjukkan tuberculosis dewasa seperti infiltrat pada lobus
atas dan kavitas.
Pemberian obat pada fase lanjutan akan diperpanjang menjadi 7 bulan, jika tidak diberikan
pirazinamid pada fase inisial.
Salah satu masalah utama pengobatan TB ini adalah munculnya strain M. tuberculosis yang
bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi ganda dapat berkembang dengan salah
satu dari dua cara berikut ini yaitu resisten obat primer dan resisten obat sekunder.
Resisten obat primer berkembang pada seseorang yang belum pernah menerima pengobatan TB
sebelumnya, yaitu mereka yang terinfeksi dengan strain resistensi sedangkan resistensi sekunder
atau yang diperoleh merujuk ke resistensi yang berkembang semasa waktu pengobatan. Jenis
resistensi sekunder khususnya merupakan akibat resimen atau lama pengobatan yang kurang
memadai.
25
PADUAN OBAT
Paduan obat yang dipakai di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah : 2RHZ/4 RH
dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2RHS/4R2H2.
Untuk tuberculosis paru yang berat (milier) atau ekstraparu, terapi tahap lanjutan diperpanjang
menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/ 7 RH, dll. Dengan pemberian terapi
jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti pengobatan yang lebih singkat, biaya
yang dikeluarkan menjadi lebih murah, jumlah pasien yang membangkang menjadi berkurang,
dan tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih efisien.
Oleh karena itu departemen kesehatan RI menganjurkan pengobatan jangka pendek HRE/ 5
HaRa ( isoniazid + rifampisin + ethambutol setiap hari selama 1 bulan, dan dilanjutkan dengan
isoniazid + rifampisin dua kali seminggu selama 5 bulan, daripada terapi jangka panjang HSZ/
11 H2Z2 (INH + Streptomisin + Pirazinamid 2 kali seminggu selama 11 bulan.
Tabel 2. Dosis Obat
Nama Obat Dosis Harian Dosis berkala 3x
seminggu
BB < 50 Kg BB > 50 Kg
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg
Pirazinamid 1000 mg 2000 mg 2-3 g
Streptomisin 750 mg 1000 mg 1000 mg
Ethambutol 750 mg 1000 mg 1 – 1.5 g
Etionamid 500 mg 750 mg
PAS 99 10 g
26
Tabel 3. Efek samping obat :
OBAT EFEK SAMPING
INH Neuropati perifer dapat dicegah dgn pemberian vit. B6,
hepatotoksik
Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik
Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial
Etambutol Skin rash, nefrotoksik,neuritis optika
Cycloserin Seizure, depresi, psikosis
Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan
Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberculosis yang banyak digunakan adalah hepatotoksik.
Kelainan ditimbulkan mulai dari kadar transaminase darah ( SGOT/SGPT) yang ringan dampai
hepatitis fulminant. Hepatitis karena obat antituberkulosis banyak terjadi pada pemberian INH +
rifampisin. Terdapat hipotesis bahwa INH memproduksi hidrazin yakni suatu metabolic yang
hepatotoksik. Hidrazin ini lebih banyak diproduksi bila pemberian INH dikombinasi dengan
rifampisin.
Untuk mencegah terjadinya hepatitis karena OAT, dianjurkan agar memilih obat yang tidak
terlalu berefek hepatotoksiknya berat. Pemberian steroid pada penderita hepatitis dapat
dipertimbangkan.
Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol seperti :
Tes warna untuk mata, bagi pasien pemakai ethambutol
Tes audiometri bagi yang memakai streptomisin
Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer dan
asam urat untuk pemakai pirazinamid
27
EVALUASI PENGOBATAN
Klinis. Biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu selama tahap
intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat
perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu
makan bertambah, berat badan meningkat, dll.
Bakteriologis. Biasanya 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai negatif. Pemeriksaan
kontrol sputum BTA dilakukan sebulan sekali. WHO menganjurkan control BTA langsung
dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada pasien yang memakai anjuran 8 bulan, sputum
control dicek pada akhir bulan ke 2,5 dan 8.
Radiologis. Evaluasi pada radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi, tetapi
beberapa ahli mengatakan, evaluasi radiologis kurang berperan dalam evaluasi penyakitnya. Bila
secara bakteriologis ada perbaikan tetapi uji klinis dan radiologis tidak, maka harus dicurigai
penyakit lain disamping tuberculosis paru. Bila secara klinis, bakteriologis dan radiologis tetap
tidak ada perbaikan padahal pasien sudah diobati dengan dosis yang adekuat serta teratur, perlu
dipikirkan adanya gangguan imunologis pada pasien tersebut antara lain AIDS.
Pasien yang gagal pengobatan apat diberikan resimen pengobatan yang dimodifikasi dengan
menambahkan sedikitnya 3 obat baru.
KEGAGALAN PENGOBATAN
Sebab- sebab kegagalan pengobatan, antara lain ;
1. Obat
Paduan obat tidak adekuat
Dosis obat tidak cukup
Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
Terjadi resistensi obat
2. Drop out
Kekurangan biaya pengobatan
Merasa sudah sembuh
28
Malas berobat/kurang motivasi
3. Penyakit
Lesi paru yang sakit terlalu luas
Penyakit yang menyertai tuberculosis seperti diabetes mellitus
Penyakit imunologis
PASIEN KAMBUH
Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani pengobatan secara teratur dan adekuat sesuai
rencana, tetapi dalam kontrol ulangan ternyata BTA kembali positif baik secara langsung
maupun biakan. Frekuensi kekambuhan ini adalah 2-10% tergantung pada jenis obat yang
dipakai.
Umumnya kekambuhan terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan selesai, dan sebagian
besar kumannya masih sensitive terhadap obat-obat yang digunakan semula. Penanggulangan
terhadap pasien kambuh ini adalah :
Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan yang sama
Lakukan pemeriksaan bakteriologis optimal yakni periksa BTA mikroskopis langsung 3
kali, biakan dan resistensi.
Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru
Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan tuberkulosis seperti diabetes melitus,
alkoholisme atau pemberian kortikosteroid lama.
Sesuaikan obat-obat dengan hasil tes kepekaan/resistensi
Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologis, dan bakteriologis tiap-
tiap bulan.
PENGOBATAN PEMBEDAHAN
Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapii adekuat dan sudah dinyatakan sembuh
oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian pada evaluasi berikutnya
terdapat gejala klinis tuberkulosis positif. Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya
penyembuhan pasien tuberculosis paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat-obat
yang bersifat bakterisid, terapi bedah jarang sekali dilakukan terhadap pasien tuberculosis paru.
29
Indikasi terapi bedah saat ini adalah : a. Pasien dengan BTA sputum tetap positif setelah
pengobatan diulang; b. pasien dengan batuk darah massif atau berulang; c. terapi fistula
bronkopleura; d. untuk mengatasi gangguan mekanik yang timbul pada tuberculosis tulang
(seperti pada stablisasi tulang vertebra pada penyakit pott). Disamping syarat toleransi operasi
(spirometro, analisis gas darah dll) diperlukan juga syarat adanya obat-obat antituberkulosis yang
masih sensitive. Obat-obat antituberkulosis ini tetap diberikan sampai 6 bulan setelah operasi.
Hasil operasi pasien dengan sputum BTA menjadi negative disamping memperbaiki keluhan-
keluhannya, sehingga dapat dikatakan tindakan bedah sangat berarti alam penyembuhan pasien.
30
II.9. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi menjadi 2 komplikasi, komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini ; Pleuritis, efusi pleura, emfisema, poncet’s athropathy
Komplikasi lanjut ; Obstruksi jalan napas menyebabkan SOPT ( Syndrome Obstruktif pasca
Tuberculosis), kerusakan parenkhim berat fibrosis paru, or pulmonal, amiolidosis,
karsinoma paru, syndrome gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi TB milier dan kavitas
TB.
II.10. PENCEGAHAN
a. Vaksinasi BCG
Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%.
Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap
tuberculosis berat. Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh
basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG.
b. Kemoprofilaksis
Kemofilaksis terhadap tuberculosis merupakan masalah tersendiri dalam
penanggulangan tuberculosis paru disamping diagnosis yang cepat dan pengobatan yang
adekuat. Isoniazid banyak dipakai selama ini karena hargaya murah dan efek sampingnya
sedikit ( Terbanyak hepatitis fulminant 1%, sedangkan yang berusia lebih dari 50 tahun
adalah 2% ). Obat alternative setelah isoniazid adalah rifampisin.
Beberapa peneliti pada I DAT ( International Union Against Tuberculosis ) menyatakan
bahwa kemoprofilaksis dengan INH diberikan 1 tahun, dapat menurunkan insidens
tuberculosis samapai 55-83% dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat
mencapai penurunan 90%. Yang minum obatnya tidak teratur (intermittent)
efektivitasnya masih cukup baik.
Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10mg/Kgbb/hari selama 1
tahun. Kemoprofilaksis primer dilakukan untuk mencegah berkembangnya infeksi
31
menjadi penyakit. Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak
penelitian menganjurkan waktu antara 6-12 bulan. Yang mendapat profilaksis 12 bulan
adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada
II.13. PROGNOSIS
Ad bonam apabila pasien berobat teratur dan disiplin waktu.
32
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,
dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. LaporanWHO tahun 2004
menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 ± 0,6 mm dan panjang 1 ± 4 mm. Dinding M.
Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).Penyusun utama
dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta
mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB
merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat
sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak
lanjutnya.
Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari penjaringan suspek,
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah pasien masuk dalam klasifikasi
yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat dapat dilaksanakan. Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-
KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan
obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif
dan lanjutan
33
34