refrat ipd full

49
BAB 1 PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad- abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang- tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur. 1 Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 ± 1991 tercatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. 2 Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. 3 1

Upload: ewasyakilla

Post on 06-Dec-2014

142 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Ipd Full

BAB 1

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium

tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit

tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup

bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis

pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita

saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.1

Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan

49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 ± 1991 tercatat peningkatan jumlah

kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus

TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.2

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI,

tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980 TB

menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2 sesudah

penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3

dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah

kesehatan masyarakat Indonesia.3

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit TB paru

yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dapat dilihat/dikenal;

antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak mempunyai korelasi

yang baik. Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum

lama ditemukan, dan pengobatan TB paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan

jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh

dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan

dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid,streptomisin

dan etambutol.4

1

Page 2: Refrat Ipd Full

BAB 2

ISI

2.1. ANATOMI PARU

Gambar 1. Anatomi Paru.

• Saluran pernafasan bagian atas

a. Rongga hidung

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung

vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel-

sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke

nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,

melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup kedalam paru – paru.

b. Faring

Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring.

Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi

utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.

2

Page 3: Refrat Ipd Full

c. Laring

Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi

utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi

jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

• Saluran pernafasan bagian bawah

a. Trakhea

Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya

kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan

kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan

bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

b. Bronkus

Bronkus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan

lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal.

Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan

sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi

bronkus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh

sel–sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang

berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

c. Bronkiolus

Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai

kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran

gas.

d. Alveoli

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar,sel

alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel–

sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipidyang melapisi

3

Page 4: Refrat Ipd Full

permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah

makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing

dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

2.2. ETIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1- 4μm dan

tebal 0.3-0.6μm. Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH

optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri

membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman TB terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan

komponen lebih dari 30% berat dinding bakteri dan terdiri dari asam stearat, asam mikolik,

mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya adalah

tuberkuloprotein (tuberkulin). Menurut Wilson dkk karakteristik dinding, Mycobacterium

tuberculosis meliputi1,3,9 :

- Dinding lipid

- Heterotrimetric antigen 85 complex (ag85)

- 3 jenis protein yaitu FbpA, FbpB, dan FbpC2

- Protein berperan penting dalam patogenesis TB

- Lipid dan protein mempertahankan cell-wall integrity

Bakteri ini juga dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin karena

bakteri berada dalam sifat dormant,dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit kembali dan

menjadikan TB aktif lagi.

4

Page 5: Refrat Ipd Full

2.3. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama penyakit dan kematian dinegara

berkembang. Bayi dan anak-anak paling sering tertular oleh anggota rumah dewasa biasanya

kelurga yang dekat. Pemaparan secara sepintas diluar rumah lebih kecilkemungkinannya untuk

menimbulkan infeksi. Cara infeksi yang paling sering adalah termasuk inhalasi butir sputum

penderita ketika batuk, bersin bahkan ketika berbicara. Penyebaran organisme, jarang terjadi

akibat berciuman atau resusitasi mulut ke mulut. Anjing dapat memperoleh penyakit ini dan

dapat berlaku sebagai hospes resevoar. Penyakit TB kongenital terjadi ketika plasenta terinfeksi

mikroorganisme selama terjadinya bakteremia pada ibu.

2.4. PATOFISIOLOGI

A. Tuberkulosis primer

Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer

atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja

dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan

saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh

pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis

lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini

memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,

keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% diantaranya dapat

terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

3. Komplikasi dan menyebar secara :

~ Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya

~ Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman

dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.

~ Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.

~ Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

5

Page 6: Refrat Ipd Full

B. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi

karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal

ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian

apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paruparu

dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.

Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

histiosit dan sel Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel

limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat berasal dari infeksi

eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan

imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan

fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang

meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian

tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju

dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama

dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi

kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid

dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara

sitokin dengan TNF-nya.

6

Page 7: Refrat Ipd Full

Gambar . Skema patofisiologi TB paru.

2.5. DIAGNOSIS

a. ANAMNESIS

Penting untuk menanyakan beberapa soal pada pasien TB paru untuk membantu menegakkan

diagnosis. Antaranya :

Sudah berapa lama batuk?, apakah terdapat dahak atau tidak?, jika ada, apakah warna

dahak?,

Apakah terdapat batuk darah?, sejak kapan?, seberapa banyak darah?, apakah darah segar

atau hitam?,

Apakah disertai demam?, apakah demam tinggi, menggigilatau meriang?,

Apakah disertai nyeri dada?, seberapa lama nyeri dada yang dirasakan?,

Apakah disertai sesak nafas?,

Nafsu makannya bagaimana?, apakah merasakan berat badan menurun atau merasa

semakin kurus?, apakah terdapat nyeri otot?, apakah terdapat keringat malam?

7

Page 8: Refrat Ipd Full

Apakah pernah pengobatan paru selama 6 bulan?, apakah pengobatannya sudah

lenkap/selesai?

Apakah pernah ada orang di sekeliling pasien yang mempunyai keluhan yang sama?

b. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva

mata atau kulit yang pucat karena anemi, suhu demam (subfebris), badan kurus dan berat badan

menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)

paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan inspeksi tidak simetris,

gerakan napas kiri dan kanan yang tidak sama, palpasi fremitus kiri tidak sama dengan kanan,

perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas

tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan

pleura, suara napasnya menjadi vesikuler kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara

hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi

otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru

lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih

dari setengah jumlah jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan

selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor

pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan

gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop,

murmur, bunyi P2 yng mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites

dan edema.

Bila TB mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak

tertinggal dalam pernapasan. Pada palpasi, fremitus tidak sama dan bagian paru yang terdapat

efusi pleura akan lebih lemah atau tidak ada terdengar getaran sama sekali. Perkusi memberikan

suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama

sekali.

8

Page 9: Refrat Ipd Full

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pada sast TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan

hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap

darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal

dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara lain anemia ringan dengan

gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah

menurun

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman basil tahan

asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum

juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria

sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA

pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan

modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Kadang-kadang dari hasil

pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA tetapi pada biakan hasilnya

negatif . Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang

disebabkan keampuhan panduan obat anti TB jangka pendek yang cepat mematikan

kuman BTA dalam waktu pendek

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala

IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases):

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.

b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+

d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+

e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+

Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan penyakit, derajat

penularan dan evaluasi pengobatan.

9

Page 10: Refrat Ipd Full

3. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis

TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan

menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U

dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U

masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila

dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif berarti TB dapat disingkirkan.

Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti. Tes tuberkulin hanya

menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.

Tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.

Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin

disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat

limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.

Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat

dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin

kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes Mantoux

ini dibagi dalam:

a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini

peran antibodi humoral paling menonjol.

b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran

antibodi humoral masih menonjol.

c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran

kedua antibodi seimbang.

d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini

peran antibodi selular paling menonjol.

Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif

(99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau

10

Page 11: Refrat Ipd Full

terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada

positif palsu. Hal-hal ini memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:

- Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB

- Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)

- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis.

- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

- Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya.

- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Untuk penderita dengan HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.

Gambar 2. Tes tuberkulin.

Sumber: diunduh dari http://www.umm.edu/imagepages/9991.htm

4. Serologi

Pemeriksaan Serologi, dengan berbagai metoda antara lain :

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral

berupa proses antigen – antibodi yang terjadi.

11

Page 12: Refrat Ipd Full

b. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat

yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum

penderita, bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam

jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktivitas penyakit maka akan timbul

perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.

II. Pemeriksaan Radiologi

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menentukan

lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan

pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan keuntungan seperti pada

tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat

diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir

selalu negatif.

Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau

segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau

daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endokondrial)

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran

radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila

lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang

tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama

dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang

bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang

dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar

12

Page 13: Refrat Ipd Full

merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai

tuberculosis paru adalah penebalan pleura /(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru

(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks)

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada

tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non

sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis;

sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma

sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma

metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu

diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%.

Oleh sebab itu untuk diagnosis radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas

keras.

Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit,

kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering

menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte,

sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah

sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih

superior dibanding lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan

terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

13

Page 14: Refrat Ipd Full

Gambar 3. Foto- foto rontgen pasien tuberkulosis

paru.

Diagnosis tuberkulosis paru dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan penunjang.

d. GEJALA KLINIS

14

Page 15: Refrat Ipd Full

1. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu, dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah

dan sakit dada.

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum).

2. Batuk darah

Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan kemudian pecah.

Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari berbagai

faktor. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga

terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan

dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk

4. Nyeri dada

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Sesak napas

Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

6. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala,

meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin

berat dan terjadi secara tidak teratur.

Kini secara luas digunakan teknik pewarnaan Ziehhl Nielsen dan atau Kinyoun Gabett untuk

mendeteksi BTA menggunakan mikroskop biasa. Sementara itu, penemuan BTA khususnya

untuk screening juga dapat dilakukan dengan mikroskop fluoresens dengan pewarnaan auramin-

15

Page 16: Refrat Ipd Full

rodamin. Selain pemeriksaan mikroskopik langsung untuk mendapatkan BTA, pemeriksaan

mikrobiologik untuk TB paru ini meliputi juga pemeriksaan kultur untuk identifikasi dan

resistensi. Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat penentu yang amat penting

pada diagnosis tuberkulosis paru. Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan rangkaian

kegiatan yang baik, mulai dari cara mengumpulkan sputum, pemilihan bahan sputum yang akan

diperiksa, teknik pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan membaca sediaan

dibawah mikroskop.

Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA (+) dibawah mikroskop diperlukan

jumlah kuman yang tertentu, yaitu sekitar 5.000 kuman/ml sputum. Sementara itu, untuk

mendapatkan kuman pada biakan/kultur dibutuhkan jumlah sekitar 50-100 kuman/ml sputum.

Diagnosis TB juga dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan gambaran rontgen, dengan

berbagai kriteria dan keterbatasannya pula. Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari batuk,

batuk berdarah, nyeri dada, badan lemah dan lain-lain. Sedangkan gambaran TB paru dapat

terlihat dalam berbagai bentuk. Secara klasik, gambaran TB yang aktif adalah gambaran infiltrat

dan kavitas. Gambaran TB yang tidak aktif ditunjukkan oleh adanya fibrosis dan kalsifikasi.

Predileksi TB paru pada orang dewasa adalah di lobus atas dan segmen apikal lobus bawah maka

bila ditemukan gambaran kelainan pada daerah tersebut dapat diduga kemungkinan timbulnya

multiform dapat berupa bercak awan, kavitas, penebalan pleura, bayangan garis-garis fibrosis

dan lain-lain. Sementara itu, sarana diagnosis lain adalah dengan tes tuberkulin. Diagnosis TB

paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status

kemoterapi.

WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru, antara lain :

1. Pasien dengan sputum BTA positif, yakni :

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA,

sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan atau satu sediaan sputumnya positif

disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau

Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

2. Pasien dengan sputum BTA negative

16

Page 17: Refrat Ipd Full

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA

sedikitnya pada dua kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB

aktif atau

Pasien yang pada pemeriksaan spiutumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA

sama sekali, tetapi pada biakannya positif.

Gambar 4. skema diagnosis TB paru.

17

Page 18: Refrat Ipd Full

2.6. DIAGNOSIS BANDING

I. Bronkhitis

Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).

Dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama

3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui

tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan

sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penya

kit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:

Sinusitis kronis

Bronkiektasis

Alergi

Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:

Berbagai jenis debu

Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida,sulfur

dioksida dan bromin

Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida

Tembakau dan rokok lainnya.

Foto dada pada bronkhitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis tetapi secara radiologis ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan apakah terdapat gambaran tubuler shadows atau terlihat

bayangan garis-garis paralel serta corak paruh yang bertambah.

Gambar 5 . corakan vaskuler yang bertambah pada kasus bronkitis.

II. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

18

Page 19: Refrat Ipd Full

Penyakit Paru Obstruktif Menahun /PPOM (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD)

adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema

atau bronkitis kronis. PPOM lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.

PPOM juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang

dirurunkan.

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak berbahaya, bisa

meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar

dibandingkan dengan pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita

PPOM. 

Gejala-gejala awal dari PPOM, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk

dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan sebagai batuk normal

perokok, walaupun sebetulnya tidak normal. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama

pilek, dahak menjadi kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut

akan semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi.

Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah

secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan kegiatan rutin

sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian dan menyiapkan makanan.

Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan, karena setelah selesai makan mereka

sering mengalami sesak yang berat sehingga penderita menjadi malas makan.

Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.

Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat,

yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.

Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar,

bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan

ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada

stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOM. Perubahan

emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-

effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOM. Walaupun

pencitraan dapat memperlihatkan keberadaan PPOM, hanya spirometri yang merupakan

standar kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.

19

Page 20: Refrat Ipd Full

Gambar 6 . foto rontgen PPOM.

II.7. KALSIFIKASI

Dari system lama diketahui ada beberapa klasifikasi, sebagai berikut :

o Pembagian secara patologis :

a. Tuberkulosis primer ( Childhood tuberculosis )

b. Tuberculosis post-primer (Adult tuberculosis )

o Pembagian secara radiologis

a. Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate non-kavitas pada salah satu

paru maupun pada kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru

b. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas tetapi tidak lebih dari 4 cm. jumlah

infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak

lebih dari sepertiga bagian satu paru.

c. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi Moderately

advanced tuberculosis.

20

Page 21: Refrat Ipd Full

Pada tahun 1947 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil

berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

o Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes

tuberculin negative

o Kategori I: terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak

positif, tes tuberculin negatif

o Kategori II : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif , radiologis dan

sputum negative

o Kategori III : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori :

o Kategori I :ditujukan terhadap :

I. Kasus baru dengan sputum negative

II. Kasus baru dengan bentuk TB berat

o Kategori II, ditujukan terhadap :

I. Kasus kambuh

II. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

o Kategori III, ditujukan terhadap :

I. BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas

II. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I

o Kategori IV ditujukan untuk penderita TB kronik

21

Page 22: Refrat Ipd Full

II.8. PENATALAKSANAAN

1. PENGOBATAN TUBERCULOSIS MUTAKHIR

Prinsip pengobatan TB :

1. Aktivitas obat

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni :

a) Aktivitas bakterisid. Disini obat bersifat membunh kuman-kuman yang

sedang tumbuh

b) Aktivitas sterilisasi. Disini obat bersifat membunuh kuman yang

pertumbuhanya lambat. Aktivitas sterilisasi dari angka kekambuhan Hampir

semua obat antituberkulosis mempunyai sifat bakterisid kecuali ethambutol

dan tiasetazon yang hanya bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan pirazinamid

mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik.

Dasar teori pengobatan TB

Bahwa terapi berhasil, berdasarkan minimal dua macam obat yang basilnya peka

terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisidik. Obat anti

tuberculosis mempunyai kemampuan berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi

obat lainnya. Obat H dan R merupakan obat paling efektif, E dan S dengan kemampuan

menengah, sedangkan Z adalah yang efektifitasnya terkecil.

Penyembuhan membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinisnya,

perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi basil yang persisten.

Pengobatan yang tidak memadai akan mengakibatkan bertambahnya kekambuhan,

beberapa bulan-bulan mendatang setelah seolah tampak sembuh.

Kemoterapi bertujuan :

1. Mengobati pasien dengan sesedikit mungkin menggangu aktivitas hariannya, dalam

periode pendek, tidak memandang apakah dia peka atau resisten terhadap obat yang

ada.

2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya

22

Page 23: Refrat Ipd Full

3. Mencegah kambuh

4. Mencegah terjadinya resistensi terhadap obat

5. Mencegah lingkungannya dari penularan.

Obat-obatan TB dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis regimen, yaitu lini-pertama,

lini kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,

pengurangan basil dorman dan pencegahan resistensi.

Obat-obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid (INH), Rifampicin, Pyrazinamide,

Ethambutol, dan Streptomycin.

Obat-obat lapis kedua mencakup rifabutin, ethionamid, cyloserine.

Tabel 1. Resimen pengobatan TB saat ini :

Kategori Pasien TB Resimen Pengobatan

Fase awal Fase lanjutan

I TBP sputum BTA +, baru

bentuk TBP berat, TB ekstra

paru, TBP BTA negatif

2 SHRZ ( EHRZ ) 6 HE

4 HR

4 HR (H3R3)

II Relaps,

Kegagalan pengobatan

2 SHZE/1 HRZE

2 SHZE/1 HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

III TBP sputum ( - )

TB ekstra paru

2 HRZ or 2 H3R3Z3

2 HRZ or 2 H3R3Z3

6 HE

2 HR/4H

IV Kasus kronis ( BTA msh +

setelah pengobatan ulang yang

disupervisi )

Tidak dapat di aplikasikan

( mempertimbangkan menggunakan

obat-obatan barisan kedua)

Note ;

TB :TB , TBP : TB paru, S : streptomycin, R : Rifampisin, E : Ethambutol, H : Isoniazid, Z :

Pirazinamide

Membaca resimen : misalnya resimen 2 SHRZ (EHRZ)/ 4 H3R3 menunjukkan sebuah resimen

untuk 2 bulan diantara obat-obatan ethambutol, isoniazid, rifampisin dan pyrazinamide yang

23

Page 24: Refrat Ipd Full

diberikan setiap hari yang di ikuti oleh 4 bulan isoniazid dan rifampicin yang diberikan tiap hari

atau 3 kali seminggu.

Resimen pengobatan ( metode DOTS )

Kategori I :

Pasien TBP dengan sputum BTA positife dan kasus baru, TBP lainnya dalam keadaan TB berat,

seperti meningitis tuberculosis, miliriasis, pericarditis, peritonitis, pluritis massif atau bilateral,

spondiolitis dengan gangguan neurologic, sputum BTA negatif tetapi kelainan paru luas,

tuberculosis usus dan saluran kemih. Pengobatan inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E),

setiap hari selama 2 bulan obat H, R, Z, dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah 2

bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjut 4HR atau 4HR3R3

atau 6HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan

4 minggu lagi, tanpa melihat BTA sudah negative atau tidak.

Kategori II

Pasien kambuh atau gagal dengan sputim BTA positif. Pengobatan fae inisial terdiri dari

2HRZES/1HRZE, yaitu R, dengan H,Z,E aetiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama

2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negative, fase lanjutan bisa segera dilanjutkan.

Apabila sputum BTA masih positif di minggu ke 12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1

bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, senua obat dihentikan selama 2-3

hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat dilanjutkan memakai resimen fase

lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE

Kategori III

Pasien TBP dengan sputum BTA negatif, tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-

pulmonal ( selain kategori 1) Pengobatan fase inisial terdiri dari 2 HRZ atau 2 H3R3E3Z3, yang

diteruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H3R3.

24

Page 25: Refrat Ipd Full

Kategori IV

Tuberculosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resisten ganda, sputumnya harus

dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai

rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resisten ganda.

Kortikosteroid diberikan tuberculosis yang mengenai system saraf pusat ( meningitis) dan

pericarditis namun tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai tambahan terapi pada tuberculosis

jenis lainnya. Pengobatan tuberculosis pada pasien HIV positif pada dasarnya tidak berbeda pada

pasien dengan HIV negative. Hal yang perlu diperhatikan adalah rifampisin tidak dianjurkan

diberikan pada penderita dengan HIV positif yang menggunakan protease inhibitor (kecuali

ritonavir).

Pasien dengan HIV positif yang mendapat obat tuberculosis dan antiretroviral dapat

menunjukkan gejala dan tanda eksaserbasi tuberculosis. Keadaan ini disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas lambat dan meningkatnya antigen kuman setelah pemberian obat

antituberkulosis bakterisidal. Pasien HIV dengan CD4<100 tidak boleh diberikan pengobatan

resimen 2 kali seminggu.

Pengobatan tuberculosis pada anak-anak tidak mengikutsertakan ethambutol (kecuali resisten

terhadap INH) atau anak tersebut menunjukkan tuberculosis dewasa seperti infiltrat pada lobus

atas dan kavitas.

Pemberian obat pada fase lanjutan akan diperpanjang menjadi 7 bulan, jika tidak diberikan

pirazinamid pada fase inisial.

Salah satu masalah utama pengobatan TB ini adalah munculnya strain M. tuberculosis yang

bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi ganda dapat berkembang dengan salah

satu dari dua cara berikut ini yaitu resisten obat primer dan resisten obat sekunder.

Resisten obat primer berkembang pada seseorang yang belum pernah menerima pengobatan TB

sebelumnya, yaitu mereka yang terinfeksi dengan strain resistensi sedangkan resistensi sekunder

atau yang diperoleh merujuk ke resistensi yang berkembang semasa waktu pengobatan. Jenis

resistensi sekunder khususnya merupakan akibat resimen atau lama pengobatan yang kurang

memadai.

25

Page 26: Refrat Ipd Full

PADUAN OBAT

Paduan obat yang dipakai di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah : 2RHZ/4 RH

dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2RHS/4R2H2.

Untuk tuberculosis paru yang berat (milier) atau ekstraparu, terapi tahap lanjutan diperpanjang

menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/ 7 RH, dll. Dengan pemberian terapi

jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti pengobatan yang lebih singkat, biaya

yang dikeluarkan menjadi lebih murah, jumlah pasien yang membangkang menjadi berkurang,

dan tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih efisien.

Oleh karena itu departemen kesehatan RI menganjurkan pengobatan jangka pendek HRE/ 5

HaRa ( isoniazid + rifampisin + ethambutol setiap hari selama 1 bulan, dan dilanjutkan dengan

isoniazid + rifampisin dua kali seminggu selama 5 bulan, daripada terapi jangka panjang HSZ/

11 H2Z2 (INH + Streptomisin + Pirazinamid 2 kali seminggu selama 11 bulan.

Tabel 2. Dosis Obat

Nama Obat Dosis Harian Dosis berkala 3x

seminggu

BB < 50 Kg BB > 50 Kg

Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg

Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg

Pirazinamid 1000 mg 2000 mg 2-3 g

Streptomisin 750 mg 1000 mg 1000 mg

Ethambutol 750 mg 1000 mg 1 – 1.5 g

Etionamid 500 mg 750 mg

PAS 99 10 g

26

Page 27: Refrat Ipd Full

Tabel 3. Efek samping obat :

OBAT EFEK SAMPING

INH Neuropati perifer dapat dicegah dgn pemberian vit. B6,

hepatotoksik

Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik

Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial

Etambutol Skin rash, nefrotoksik,neuritis optika

Cycloserin Seizure, depresi, psikosis

Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan

Ternyata sebagian besar obat-obat anti tuberculosis yang banyak digunakan adalah hepatotoksik.

Kelainan ditimbulkan mulai dari kadar transaminase darah ( SGOT/SGPT) yang ringan dampai

hepatitis fulminant. Hepatitis karena obat antituberkulosis banyak terjadi pada pemberian INH +

rifampisin. Terdapat hipotesis bahwa INH memproduksi hidrazin yakni suatu metabolic yang

hepatotoksik. Hidrazin ini lebih banyak diproduksi bila pemberian INH dikombinasi dengan

rifampisin.

Untuk mencegah terjadinya hepatitis karena OAT, dianjurkan agar memilih obat yang tidak

terlalu berefek hepatotoksiknya berat. Pemberian steroid pada penderita hepatitis dapat

dipertimbangkan.

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan kontrol seperti :

Tes warna untuk mata, bagi pasien pemakai ethambutol

Tes audiometri bagi yang memakai streptomisin

Pemeriksaan darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer dan

asam urat untuk pemakai pirazinamid

27

Page 28: Refrat Ipd Full

EVALUASI PENGOBATAN

Klinis. Biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2 minggu selama tahap

intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat

perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu

makan bertambah, berat badan meningkat, dll.

Bakteriologis. Biasanya 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai negatif. Pemeriksaan

kontrol sputum BTA dilakukan sebulan sekali. WHO menganjurkan control BTA langsung

dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada pasien yang memakai anjuran 8 bulan, sputum

control dicek pada akhir bulan ke 2,5 dan 8.

Radiologis. Evaluasi pada radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi, tetapi

beberapa ahli mengatakan, evaluasi radiologis kurang berperan dalam evaluasi penyakitnya. Bila

secara bakteriologis ada perbaikan tetapi uji klinis dan radiologis tidak, maka harus dicurigai

penyakit lain disamping tuberculosis paru. Bila secara klinis, bakteriologis dan radiologis tetap

tidak ada perbaikan padahal pasien sudah diobati dengan dosis yang adekuat serta teratur, perlu

dipikirkan adanya gangguan imunologis pada pasien tersebut antara lain AIDS.

Pasien yang gagal pengobatan apat diberikan resimen pengobatan yang dimodifikasi dengan

menambahkan sedikitnya 3 obat baru.

KEGAGALAN PENGOBATAN

Sebab- sebab kegagalan pengobatan, antara lain ;

1. Obat

Paduan obat tidak adekuat

Dosis obat tidak cukup

Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan

Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya

Terjadi resistensi obat

2. Drop out

Kekurangan biaya pengobatan

Merasa sudah sembuh

28

Page 29: Refrat Ipd Full

Malas berobat/kurang motivasi

3. Penyakit

Lesi paru yang sakit terlalu luas

Penyakit yang menyertai tuberculosis seperti diabetes mellitus

Penyakit imunologis

PASIEN KAMBUH

Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani pengobatan secara teratur dan adekuat sesuai

rencana, tetapi dalam kontrol ulangan ternyata BTA kembali positif baik secara langsung

maupun biakan. Frekuensi kekambuhan ini adalah 2-10% tergantung pada jenis obat yang

dipakai.

Umumnya kekambuhan terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan selesai, dan sebagian

besar kumannya masih sensitive terhadap obat-obat yang digunakan semula. Penanggulangan

terhadap pasien kambuh ini adalah :

Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan yang sama

Lakukan pemeriksaan bakteriologis optimal yakni periksa BTA mikroskopis langsung 3

kali, biakan dan resistensi.

Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru

Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan tuberkulosis seperti diabetes melitus,

alkoholisme atau pemberian kortikosteroid lama.

Sesuaikan obat-obat dengan hasil tes kepekaan/resistensi

Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologis, dan bakteriologis tiap-

tiap bulan.

PENGOBATAN PEMBEDAHAN

Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapii adekuat dan sudah dinyatakan sembuh

oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian pada evaluasi berikutnya

terdapat gejala klinis tuberkulosis positif. Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya

penyembuhan pasien tuberculosis paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat-obat

yang bersifat bakterisid, terapi bedah jarang sekali dilakukan terhadap pasien tuberculosis paru.

29

Page 30: Refrat Ipd Full

Indikasi terapi bedah saat ini adalah : a. Pasien dengan BTA sputum tetap positif setelah

pengobatan diulang; b. pasien dengan batuk darah massif atau berulang; c. terapi fistula

bronkopleura; d. untuk mengatasi gangguan mekanik yang timbul pada tuberculosis tulang

(seperti pada stablisasi tulang vertebra pada penyakit pott). Disamping syarat toleransi operasi

(spirometro, analisis gas darah dll) diperlukan juga syarat adanya obat-obat antituberkulosis yang

masih sensitive. Obat-obat antituberkulosis ini tetap diberikan sampai 6 bulan setelah operasi.

Hasil operasi pasien dengan sputum BTA menjadi negative disamping memperbaiki keluhan-

keluhannya, sehingga dapat dikatakan tindakan bedah sangat berarti alam penyembuhan pasien.

30

Page 31: Refrat Ipd Full

II.9. KOMPLIKASI

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dibagi menjadi 2 komplikasi, komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini ; Pleuritis, efusi pleura, emfisema, poncet’s athropathy

Komplikasi lanjut ; Obstruksi jalan napas menyebabkan SOPT ( Syndrome Obstruktif pasca

Tuberculosis), kerusakan parenkhim berat fibrosis paru, or pulmonal, amiolidosis,

karsinoma paru, syndrome gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi TB milier dan kavitas

TB.

II.10. PENCEGAHAN

a. Vaksinasi BCG

Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada

anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%.

Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap

tuberculosis berat. Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh

basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG.

b. Kemoprofilaksis

Kemofilaksis terhadap tuberculosis merupakan masalah tersendiri dalam

penanggulangan tuberculosis paru disamping diagnosis yang cepat dan pengobatan yang

adekuat. Isoniazid banyak dipakai selama ini karena hargaya murah dan efek sampingnya

sedikit ( Terbanyak hepatitis fulminant 1%, sedangkan yang berusia lebih dari 50 tahun

adalah 2% ). Obat alternative setelah isoniazid adalah rifampisin.

Beberapa peneliti pada I DAT ( International Union Against Tuberculosis ) menyatakan

bahwa kemoprofilaksis dengan INH diberikan 1 tahun, dapat menurunkan insidens

tuberculosis samapai 55-83% dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat

mencapai penurunan 90%. Yang minum obatnya tidak teratur (intermittent)

efektivitasnya masih cukup baik.

Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10mg/Kgbb/hari selama 1

tahun. Kemoprofilaksis primer dilakukan untuk mencegah berkembangnya infeksi

31

Page 32: Refrat Ipd Full

menjadi penyakit. Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak

penelitian menganjurkan waktu antara 6-12 bulan. Yang mendapat profilaksis 12 bulan

adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada

II.13. PROGNOSIS

Ad bonam apabila pasien berobat teratur dan disiplin waktu.

32

Page 33: Refrat Ipd Full

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.WHO

tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002,

dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. LaporanWHO tahun 2004

menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000

orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan

tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 ± 0,6 mm dan panjang 1 ± 4 mm. Dinding M.

Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).Penyusun utama

dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa

dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta

mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB

merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat

sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang

dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak

lanjutnya.

Penatalaksanaan TB dimulai dari penemuan pasien TB yang terdiri dari penjaringan suspek,

diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Setelah pasien masuk dalam klasifikasi

yang telah ditentukan, barulah pengobatan yang tepat dapat dilaksanakan. Pengobatan

tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi

beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-

KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan

obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =Directly Observed Treatment) oleh seorang

Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif

dan lanjutan

33

Page 34: Refrat Ipd Full

34