lapsus ipd dhf

36
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita DHF yang cukup signifikan di Indonesia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jenih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2000 dari bulan Januari s/d Desember jumlah penderita DHF sebanyak 3.634 jiwa. Dari jumlah tersebut 1

Upload: afief-izuddin-mhs

Post on 30-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Ipd Dhf

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/nyeri sendi yang disertai

leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis hemoragik. Pada

DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok.

Saat ini terjadi peningkatan jumlah penderita DHF yang cukup signifikan

di Indonesia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh

wilayah tanah air. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk

genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap

tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat

perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jenih (bak mandi,

kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2000 dari

bulan Januari s/d Desember jumlah penderita DHF sebanyak 3.634 jiwa. Dari

jumlah tersebut terbanyak pada usia 1-14 tahun dengan jumlah 2079 jiwa. Angka

kematian yang diperoleh dari seluruh penderita yaitu 33 jiwa. Data yang diperoleh

dari unit perawatan anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Januari sampai

dengan Juni 2000 kasus DHF sebanyak 292 anak. Dari jumlah kasus tersebut

terbanyak pada usia lebih dari 5 tahun sebanyak 202 anak. Semua kasus yang

dirawat tersebut tidak ada yang meninggal di Rumah Sakit.

Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan

penyebaran kasus DBD, antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi,

urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak efektifnya kontrol

vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasi

1

Page 2: Lapsus Ipd Dhf

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah demam tidak

terdiferensiasi, demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut

selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,

nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie

atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif

atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD

pada lokasi dan waktu yang sama, DBD (dengan atau tanpa renjatan).

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus mengenai DHF pada seorang pasien di

RSD Mardi Waluyo.

2

Page 3: Lapsus Ipd Dhf

BAB II

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Sdr. I

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Pikatan Rt 04/05, Blitar

Status Perkawinan : BM

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 15 Maret 2013

B. ANAMNESIS

√ : sendiri √ : orang lain

1. Keluhan Utama : Demam

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSD dengan keluhan demam tinggi sejak ± 3 hari

lalu, demam dirasakan naik turun, dan pasien sempat minum obat

penurun panas namun tidak sembuh. Pasien mengeluh BAB berwarna

hitam sudah 1 hari ini. Pasien juga mengeluh nyeri perut menjalar ke

bagian belakang, badan juga terasa pegal-pegal, lemas dan nafsu

makan menurun. Pasien juga mengatakan mimisan sejak tadi pagi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Sering perih perutnya bila telat makan

- Riwayat hipertensi (-) disangkal

- Riwayat sakit gula (-) disangkal

- Riwayat asma (-) disangkal

- Riwayat alergi obat/makanan (-) disangkal

- Riwayat penyakit jantung (-) disangkal

3

Page 4: Lapsus Ipd Dhf

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Penyakit paru (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi (-)

- Asma (-)

- Penyakit jantung (-)

- Penyakit paru (-)

- DM (-)

- Alergi obat/makanan (-)

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok (-)

- Minum kopi (+) jarang-jarang

- Minum alkohol (-)

- Olah raga (+) Sepak bola seminggu dua kali

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan

cukup.

2. Tanda Vital

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x / menit, reguler, isi cukup

Pernafasan : 20 x /menit

Suhu : 39,7 oC

3. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider

nevi (-).

4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),

atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan

mimik wajah / bells palsy (-).

4

Page 5: Lapsus Ipd Dhf

5. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (+).

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),

spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : Pekak

Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

5

Page 6: Lapsus Ipd Dhf

Perkusi :

Auskultasi : suara dasar vesikuler

Ronki Wheezing

- -

- -

- -

12. Abdomen

Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesaran

hepar dan lien

Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (+), tes undulasi (-), edeme

pitting (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : bising usus (+) normal

13. Ektremitas

palmar eritema (-/-)

akral dingin Oedem

- -

- -

- -

- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

6

Sonor Sonor

Pekak Pekak

Pekak Pekak

- -

- -

- -

Page 7: Lapsus Ipd Dhf

D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA

1. Tifoid

2. Chikungunya

3. Morbili

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap 16-3-2013

Hemoglobin 11,5 g/dl 13-17 g/dl

LED 34-60 mm/jam 0-15 mm/jam

Hitung leukosit 7.690 /cmm 4000-11.000 /cmm

Hitung trombosit 78.500/cmm 150.000-450.000 /cmm

Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm

Hematokrit 34,6 % 40– 54 %

Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /

3-7

MCV/MCH/MCHC 94,6/31,5/33,2 80-97/27-31/32-36

Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap 17-3-2013

Hemoglobin 11,5 g/dl 13-17 g/dl

LED 41-70 mm/jam 0-15 mm/jam

Hitung leukosit 9.400 /cmm 4000-11.000 /cmm

Hitung trombosit 118.400/cmm 150.000-450.000 /cmm

Hitung eritrosit 4.2 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm

Hematokrit 37,3 % 40– 54 %

Hitung jenis -/ 1 / 2 / 77/15 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /

7

Page 8: Lapsus Ipd Dhf

3-7

MCV/MCH/MCHC 89,3/31,1/34,6 80-97/27-31/32-36

Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap 18-3-2013

Hemoglobin 13,0 g/dl 13-17 g/dl

LED 69-102 mm/jam 0-15 mm/jam

Hitung leukosit 4.000 /cmm 4000-11.000 /cmm

Hitung trombosit 140.000/cmm 150.000-450.000 /cmm

Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm

Hematokrit 35,6 % 40– 54 %

Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /

3-7

MCV/MCH/MCHC 90,6/31,4/34,8 80-97/27-31/32-36

Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap 19-3-2013

Hemoglobin 13 g/dl 13-17 g/dl

LED 34-60 mm/jam 0-15 mm/jam

Hitung leukosit 7.690 /cmm 4000-11.000 /cmm

Hitung trombosit 158.700/cmm 150.000-450.000 /cmm

Hitung eritrosit 3.6 juta /cmm 4.5-6.5 juta /cmm

Hematokrit 34,6 % 40– 54 %

Hitung jenis 1 / 1 / 3 / 64/26 /5 1-2 / 0-1 /3-5/ 54-62 / 25-33 /

3-7

MCV/MCH/MCHC 94,6/31,5/33,2 80-97/27-31/32-36

8

Page 9: Lapsus Ipd Dhf

Resume

Pasien datang ke RSD dengan keluhan demam tinggi sejak ± 3 hari lalu,

demam dirasakan naik turun, dan pasien sempat minum obat penurun panas

namun tidak sembuh. Pasien mengeluh BAB berwarna hitam sudah 1 hari ini.

Pasien juga mengeluh nyeri perut yang menjalar ke bagian belakang, badan

juga terasa pegal-pegal, lemas dan nafsu makan menurun. Pasien juga

mengatakan mimisan sejak tadi pagi.

Pada anamnesis sistem didapatkan demam naik turun (+), mimisan (+),

BAB cair dan berdarah (+).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos

mentis (GCS 4-5-6), status gizi kesan cukup. Tanda vital tensi 100/80 mmHg,

nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, dan suhu 39oC. BMI pasien 32,4.

Pemeriksaan review of system tidak didapatkan kelaianan.

Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 1 Februari 2013, didapatkan

penurunan trombosit: 56.700/cmm. Pada tanggal 2 Februai 2013, didapatkan

penurunan trombosit: 88.200/cmm dan peningkatan GDA: 249 mg/dl. Tanggal

3 Februari 2013 didapatkan trombosit yang sudah mencapai: 118.000/cmm.

Tanggal 4 Februari 2013 sudah didapatkan peningkatan trombosit

193.000/cmm.

2.7 Working Diagnosis

- Thyphoid fever

- Malaria

- ITP

- Leptospirosis

2.8 Penatalaksanaan

1. Non Medika mentosa

a. Edukasi kepada pasien supaya patuh dalam minum obat, dan keluarga dalam

mengawasi pasien minum obat

b. Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

9

Page 10: Lapsus Ipd Dhf

c. Tirah baring

2. Medikamentosa

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ceftriaxone 2x1 g (iv)

- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)

- Inj. Novaldo 2x1 (iv)

2.8 Flow Sheet

Nama : Sdr. I

Diagnosis : DHF

No Tanggal S O A P

1. 15-3-13 Demam (+),

pusing (+),

mual (+),

muntah (-),

mimisan (+),

BAB hitam,

nafsu makan

turun

TD : 100/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 39,7oC

KU : Lemah

DHF a. IVFD RL 20

tpm

b. Inj.Ceftriaxon

e 2x1 g (iv)

c. Inj. Ranitidin

2x1 amp (iv)

d. Inj. Novaldo

2x1 (iv)

e. Diet TKTP

f. Observasi

trombosit dan

febris

2. 16-3-13 Demam (+),

pusing (+),

mual (-),

muntah (-),

mimisan (-),

TD : 100/70 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 21 x/menit

S : 36,7oC

KU : Lemah

DHF a. IVFD RL 20 tpm

b.Inj.Ceftriaxone 2x1

g (iv)

c.Inj. Ranitidin 2x1

amp (iv)

10

Page 11: Lapsus Ipd Dhf

BAB hitam,

nafsu makan

turun .

GDA: 249 mg/dl d.Inj. Novaldo 2x1

(iv)

e. Diet TKTP

f. Observasi

trombosit dan febris

3. 17-3-13 Demam (-),

pusing (+),

mual (-),

muntah (-),

mimisan (-),

BAB normal,

nafsu makan

turun .

TD : 130/80 mmHg

N : 80 x/menit

S : 36 oC

KU : Lemah

DHF a. IVFD RL 20 tpm

b.Inj.Ceftriaxone 2x1

g (iv)

c.Inj. Ranitidin 2x1

amp (iv)

d.Inj. Novaldo 2x1

(iv)

e. Diet TKTP

f. Observasi

trombosit dan febris

4. 18-3-13 Tidak ada

keluhan

TD : 120/70 mmHg

N : 84 x/menit

S : 36,8oC

KU : Cukup

DHF a. IVFD RL 20 tpm

b.Inj.Ceftriaxone 2x1

g (iv)

c.Inj. Ranitidin 2x1

amp (iv)

d.Inj. Novaldo 2x1

(iv)

e. Diet TKTP

f. Observasi

trombosit dan febris

5. 19-3-13 Tidak ada

keluhan

TD : 120/70 mmHg

N : 84 x/menit

S : 36,8oC

KU : Cukup

DHF a. IVFD RL 20 tpm

b.Inj.Ceftriaxone 2x1

g (iv)

c.Inj. Ranitidin 2x1

amp (iv)

11

Page 12: Lapsus Ipd Dhf

d.Inj. Novaldo 2x1

(iv)

e. Diet TKTP

f. Observasi

trombosit dan febris

G. DIAGNOSIS

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

H. PENATALAKSANAAN

3. Non Medika mentosa

– Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang diderita

– Edukasi mengenai komplikasi Efusi pleura dan syok dengue

– Istirahat/Bed rest

Diharapkan agar penderita tidak mudah lelah karena dapat mengurangi

daya tahan tubuh penderita.

– Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi dengan

bentuk makanan lunak, juga minum susu dan banyak minum air putih

untuk meningkatkan asupan gizi dan daya tahan tubuh sehingga

mempercepat kesembuhan.

4. Medikamentosa

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ranitidin 2x1

- Inj.Ceftriaxon 2x1

- Antasid syr. 3x1

- Ekstra kaltofren sup.

12

Page 13: Lapsus Ipd Dhf

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. DEFINISI

DHF (Dengue Hemoragik Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri

sendi yang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

B. ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,

yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30 nm terdirii dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.

Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

paling banyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus

lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia

seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada

hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi

dan babi. Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi

pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.

C. PATOGENESIS

13

Page 14: Lapsus Ipd Dhf

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia

sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.

Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu,bila daya tahan

baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan

rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah

yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis

immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa

pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue

yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita

DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus

lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi

yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi

mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada

seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus

dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya

14

Page 15: Lapsus Ipd Dhf

virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan

adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir

fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain

dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan

replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi

fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut

didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

15

Page 16: Lapsus Ipd Dhf

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-

antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi

trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan

pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks

antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP

(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif

(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

16

Page 17: Lapsus Ipd Dhf

D. DIAGNOSIS

• Kriteria Diagnostik menurut WHO

– Kriteria Klinis :

• Demam tinggi mendadak, 2 – 5 hari

• Manifestasi perdarahan : RL +, ptekie,

hematemesis, melena

• Hepatosplenomegali

• Syok

– Kriteria Laboratoris :

• Trombositopenia ( < 100.000 gr/dl )

• Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht > 20 % )

E. PENGOBATAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat

perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di

ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan

perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan

dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan

kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.

Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat

tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di

pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu

masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk

dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada

ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam

ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

1. Demam dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien

Dianjurkan:

• Tirah baring, selama masih demam.

17

Page 18: Lapsus Ipd Dhf

• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

• Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat

meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

• Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, nsusu,

disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

• Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen. Pada

pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang

dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena

kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.

Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi

penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi

(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok.

Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,

buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti

mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut

merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah

sakit. Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang

tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi

diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana tersangka DBD).

2. Demam Berdarah Dengue

Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma

dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam

tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.

Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini

fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan Ease

awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai

pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD

18

Page 19: Lapsus Ipd Dhf

terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat

diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan

jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-

rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum

terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan

perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan

garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma

dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus

dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah

trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di

Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pads ruang rawat sehari di rumah sakit

kelas B danA.

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat

simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah

atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.

Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik

tidak dapat mengurangi lama ~demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan

untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,

anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh

manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB

dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan

cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih

minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang

demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya

19

Page 20: Lapsus Ipd Dhf

adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian

cairan harus diberikan dengan bijaksana danberhati-hati. Kebutuhan cairan awal

dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering

(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu

disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi

kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan

rumatan ditambah 5-8%.

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairanMl/kg berat badan per hari

<7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

>18 88

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

1. Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak

boleh larutan yang mengandung dekstran)

2. Koloid

Dkstran 40

Plasma

Albumin

3. Sindrom Syok Dengue

20

Page 21: Lapsus Ipd Dhf

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang

utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak

akan cepat mengalami syok dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.

Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera

berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok

teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.

21

Page 22: Lapsus Ipd Dhf

22

Page 23: Lapsus Ipd Dhf

F. PENCEGAHAN

• Fogging: Malathion

• Kerja-sama dengan masyrakat untuk eliminasi tempat-tempat seperti

kaleng & ban bekas dimana larvae (jentik) berkembang,

• Abate/temephos di bak-bak untuk mematikan larvae.

• Bak mandi, tempayan & tempat penampunan air dikuras seminggu sekali

perkembangan telur menjadi nyamuk 7-10 hari.)

• Tidur dilindungi “mosquito net” yang diobati

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi yaitu:

èEnsepalopati.

• Demam tinggi.

• Gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang.

• Disorientasi è Prognosanya buruk.

è Renjatan / Syok Hipovolemik

23

Page 24: Lapsus Ipd Dhf

BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang penderita laki laki (25 tahun) dengan diagnosis

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), telah dirawat di ruang Penyakit Dalam kelas

III RSD “MARDI WALUYO” BLITAR dari tanggal 15 Maret - 19 Maret 2013 .

Pasien datang dengan keluhan demam dan nyeri perut yang menjalar ke pinggang

bagian belakang. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan

adanya gejala DHF.

DHF (Dengue Hemoragik Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri

sendi yang yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Diagnosis dari DHF dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang.

24

Page 25: Lapsus Ipd Dhf

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, dkk. 2005. IPD FK UI, Demam Berdarah Dengue. Hal

1731-1735.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2005.

Standar Pelayanan Medik.

3. Nelwan, R. 2005. IPD FK UI, Demam: Tipe dan pendekatan. Hal

1719.

4. Setiawan, Gunawan. 2009. FK Universitas Indonesia. Dengue

Haemorrhagic Fever, http://www.emedicine.com/ped/topic559.htm.

25