ipd pneumotoraks edited

102
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pleura adalah membran tipis terdiridari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkhialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. 1 Normalnya, terdapat sekitar 10-20 ml cairan yang bening yang bekerja sebagai pelumas antara lapisan-lapisan ini. Cairan ini secara terus menerus diserap dan digantikan, terutama melaui lapisan bagian luar dari pleura. Tekanan didalam pleura adalah negatif (seperti dalam penghisapan) dan menjadi bahkan lebih negatif selama proses inspirasi. Tekanan menjadi kurang negatif selama ekspirasi. Oleh karena itu, ruang diantara dua lapisan dari pleura selalu mempunyai tekanan negatif. Tekanan dari udara (tekanan positif) yang meningkat ke dalam ruang paru-paru akan berakibat pada mengembangnya paru-paru dan sebaliknya pada 1

Upload: wahyu-sholekhuddin

Post on 01-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kjhdwqoiwd

TRANSCRIPT

Page 1: Ipd Pneumotoraks EDITED

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pleura adalah membran tipis terdiridari 2 lapisan yaitu pleura viseralis

dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan

mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena

bronkhialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan

ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan

pembuluh getah bening.1

Normalnya, terdapat sekitar 10-20 ml cairan yang bening yang bekerja

sebagai pelumas antara lapisan-lapisan ini. Cairan ini secara terus menerus

diserap dan digantikan, terutama melaui lapisan bagian luar dari pleura.

Tekanan didalam pleura adalah negatif (seperti dalam penghisapan) dan

menjadi bahkan lebih negatif selama proses inspirasi. Tekanan menjadi kurang

negatif selama ekspirasi. Oleh karena itu, ruang diantara dua lapisan dari

pleura selalu mempunyai tekanan negatif. Tekanan dari udara (tekanan positif)

yang meningkat ke dalam ruang paru-paru akan berakibat pada

mengembangnya paru-paru dan sebaliknya pada saat tekanan udara menurun

akan menyababkan mengempisnya paru-paru.1

Pelura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi

cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,

hemotoraks bila bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe),

piotoraks atau empiema bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara.1

Penyebab dari kelainan patologi rongga pleura bermacam-macam,

terutama karena infeksi tuberkulosis non tuberkulosis, keganasan, trauma dan

lain-lain.1

1

Page 2: Ipd Pneumotoraks EDITED

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMOTORAKS

A. DEFINISI

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan adanya penimbunan udara

dalam rongga pleura, sehingga menyebabkan jaringan paru menjadi kollaps

(total atau parsial). (5)

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam

rongga pleura, dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya

paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. (1)

Pneumotoraks adalah akumulasi udara ekstra pulmonal dalam dada.

Pneumotoraks adalah penimbunan udara/akumulasi udara atau gas ekstra

pulmonal ke dalam rongga pleura. Sedangkan rongga pleura adalah rongga

yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.(2,7)

Gambar 1. Rongga Pleura(7)

2

Page 3: Ipd Pneumotoraks EDITED

Gambar 2. Pneumotoraks (7)

B. ETIOLOGI

Seringkali pada orang muda dengan keadaan umum yang masih baik

didapatkan pneumotoraks spontan tanpa tanda-tanda adanya TB paru.

Khususnya untuk indonesia (dan tentunya juga untuk negara-negara lain

dimana TB masih merupakan penyakit rakyat), keadaan ini harus dianggap

sebagai salah satu manifestasi TB paru dan penderita diberikan pengobatan

lengkap untuk TB paru (dalam hal ini biasanya akan diperoleh hasil yang

memuaskan). Diperkirakan bahwa dalam hal ini proses TB-nya begitu kecil

sehingga tak tampak pada foto paru biasa. (1)

3

Page 4: Ipd Pneumotoraks EDITED

Pada penderita dengan emfisema paru, secara kasar dapat dikatakan

bahwa udara tertimbun dalam paru, sehingga tekanan udara intrapulmonal

meningkat dengan akibat difragma tertekan ke bawah (diafragma letak rendah)

dan jaringan paru disamping menipis juga akan sangat teregang (tentunya juga

termasuk alveolus-alveolus maupun pleura). Akibat akhirnya ialah

kecenderungan dinding alveolus maupun pleura untuk robek. Kecenderungan

ini semakin meningkat bilamana sudah ada bula-bula yang terbentuk karena

beberapa pembatas antar alveolus pecah dan rongga beberapa alveolus

menyatu. (1,10,15)

Table 1. Clasification Of Pneumothorax According To Cause. (11)

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang

tidak diketahui, pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5 :

1. Pneumotoraks spontan primer sering pula dijumpai pada individu sehat,

tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. Seaton dkk, melaporkan bahwa

pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4

4

Page 5: Ipd Pneumotoraks EDITED

% dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari

90 %. (1)

Di Olmested Country, Minnesota, Amerika, Melton et al melakukan

penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien yang terdiagnosis

sebagai pneumotoraks atau pneumomediastinum, didapatkan 75 % pasien

karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik, dan sisanya 141 pasien karena

pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks spontan tersebut 77

pasien pneumotoraks spontan primer dan 64 pasien pneumotoraks spontan

sekunder. Pada pasien-pasien pneumotoraks spontsn didapatkan angka

insiden sebagai berikut : pneumotoraks spontan primer terjadi pada

7,4/100.000 per tahun untuk pria dan 1,2/100.000 per tahun untuk wanita;

sedangkan insiden pneumotoraks spontan sekunder 6,3/100.000 per tahun

untuk pria dan 2,0/100.000 per tahun untuk wanita. Penelitian epidemiologi

pada 15.204 orang yang bertempat tinggal di kota Stockholm, Swedia

mendapatkan insiden pneumotoraks spontan sebesar 18/100.000 untuk pria

dan 6/100.000 untuk wanita. Dilaporkan adanya pneumotoraks spontan

familial dalam suatu keluarga (23 anggota keluarga), 6 diantaranya

mengalami serangan pneumotoraks dan ternyata insiden tersebut

berhubungan dengan dijumpainya HLA haplotype A2, B40 dan alpha-I-

antitrypsin phenotype M1M2. Pneumotoraks familial sering menimbulkan

pneumotoraks spontan dan terbanyak didapatkan justru pada wanita dari

pada pria. (1)

D. PATOGENESIS

Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang

oleh jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapis tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura

parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding

dada, tulang, dan kartilago, diafragma, dan mediastinum, sangat sensitif

terhadap nyeri. Pleura visceralis melapisi paru dan menyusup ke dalam

semua fisura dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat

5

Page 6: Ipd Pneumotoraks EDITED

terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua

lapisan pleura(1)

Jika udara masuk kedalam rongga pleura, salah satunya udara berasal

dari luar rongga dada (open pneumothorax), bisa juga berasal dari paru-paru

(closed pneumothorax). (8,11)

Patogenesis pneumotoraks spontan sampai sekarang belum jelas.

Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)(1,12,15)

PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura visceralis.

Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks

spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi

udara dalam bentuk bleb atau bulla. Bulla merupakan suatu kantong yang

dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian lagi oleh

jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah

melalui jaringan interstisial kedalam lapisan fibrosa tipis pleura visceralis

yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla

atau bleb belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan

bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi

pada alveoli daerah apeks paru akibat tekanan pleura yang lebih negatif.

Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumotoraks spontan

sering didapatkan bulla diapeks paru. Observasi klinis yang dilakukan pada

pasien PSP ternyata angka kejadian lebih banyak dijumpai pada pasien pria

yang berbadan tinggi dan kurus. Kelainan intrinsik jaringan konektif seperti

pada sindrom marfan, prolaps katub mitral, kelainan bentuk tubuh

mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada

hubungan yang jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya bleb

atau bulla karena pada keadaan tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi

pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valve

pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara dibagian

distalnya. Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus

dalam bronkioli baik oleh karena infeksi atau bukan infeksi.

6

Page 7: Ipd Pneumotoraks EDITED

Bayi aterm mampu menampung tekanan pleura antara -40 sampai -100

cmH20. Apabila tekanan udara melebihi nilai ambang tersebut dapat

menimbulkan pecahnya alveoli, misalnya akibat aspirasi mekonium.

Penelitian pada 11 pasien bukan perokok yang sembuah dari pneumotoraks

spontan, dengan ventilation perfusion scintigraphy ternyata didapatkan

gambaran obstruksi saluran napas.

Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)(1,15)

PSS terjadi karena pecahnya bleb visceralis atau bulla subpleura dan sering

berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis PSS

multifaktorial, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK (penyakit

paru obstruktif kronik), asma, fibrosis kistik, tuberkulosis paru, penyakit-

penyakit paru infiltratif lainnya, (misalnya pneumonia supuratif dan

termasuk pneumonia P. Carinii). PSS umumnya lebih serius keadaannya

daripada PSP, karena pada PSS terdapat penyakit paru yang mendasarinya.

Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada pleura) adalah bentuk lain

dari PSS yang timbulnya berhubungan dengan menstruasi pada wanita dan

sering berulang. Artritis rheumatoid juga dapat menyebabkan pneumotoraks

spontan karena terbentuknya nodul rheumatoid pada paru.

Akibat utama dari pneumotoraks bagi tubuh adalah berkurangnya

kapasitas vital dan berkurangnya PaO2. Pada sebagian besar penderita

pneumotoraks terjadi penurunan PaO2 dan terjadi peningkatan tekanan

alveolus. Penurunan PaO2 disebabkan karena terjadi penurunan ventilasi-

perfusi paru yang terkena, defek pertukaran gas, hipoventilasi alveolus,

complien paru menurun, hipoksemia, dan terjadi restriksi pernafasan. (1,5)

E. PEMBAGIAN

Ada beberapa jenis pneumotoraks, sesuai dengan klasifikasi sebagai

berikut: (1,4,5,10,11)

1. Klasifikasi menurut etiologi :

Pneumotoraks spontan

7

Page 8: Ipd Pneumotoraks EDITED

Pneumotoraks spontan (nontrauma) dapat terjadi karena lemahnya

dinding alveolus dan pleura viseral, sementara pada suatu saat terjadi

peninggian tekanan dijalan napas oleh suatu sebab sehingga alveolus

dan pleura yang menutupnya pecah. Ini terjadi misalnya pada

penderita infeksi paru dengan batuk-batuk keras, pada penggunaan

kortikosteroid yang lama, dan pada penderita penyakit menahun.

Penyebab lain ialah bula paru yang tidak disadari karena tidak

bergejala yang dapat saja pada suatu waktu pecah.

Pneumotoraks primer

Terjadi pada orang yang sebelumnya sehat, tidak diketahui

sebabnya, tetapi biasanya terdapat bleb pada permukaan paru

(dibawah pleura visceralis). Timbul akibat ruptur bulla kecil (12

cm) subpleural atau bleb yang pecah yang kemudian membentuk

lubang terutama di bagian puncak paru.

Pneumotoraks sekunder

Sebagai komplikasi penyakit-penyakit paru yang mendasarinya.

Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami

ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb

paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca paru.

Pneumotoraks berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrapulmoner yang meluas sampai ke rongga udara subpleura

dan permukaan pleura karena adanya obstruksi jalan nafas,

alveoli yang besar, kista paru atau bulla.

8

Page 9: Ipd Pneumotoraks EDITED

Table 2. Causes Of Secondary Spontaneous pneumothorax. (11)

Pneumotoraks traumatik

A. Pneumotoraks artifisial, yaitu sengaja dibuat sebagai suatu

tindakan atau kepentingan :

Untuk tujuan diagnostik.

Untuk tujuan pengobatan (collaps therapy)

B. Pneumotoraks traumatik (tidak disengaja)

Pada kecelakaan, dan terdapat trauma dada.

9

Page 10: Ipd Pneumotoraks EDITED

Trauma akibat dari :

FNA (fine needle aspiration)

Transbrochial biopsy

Biopsi pleura

Sebagai akibat tindakan : CRP.

2. Menurut letak pneumotoraks :

Pneumotoraks lateral

Pneumotoraks mediastinal

Pneumotoraks basal

Pneumotoraks bilateral

3. Menurut tingkatan kollaps paru yang terjadi :

Pneumotoraks totalis (100%)

Pneumotoraks parsial (paru yang kollaps berapa %)

derajat ringan : kurang dari 20 %

derajat sedang : 20-50 %

derajat berat : lebih dari 50 %

4. Menurut kejadian pneumotoraks :

Pneumotoraks akut

Pneumotoraks kronik (persisten)

Pneumotoraks kambuh (recurrens)

5. Menurut bentuk dan keadaan fistulanya :

a. Pneumotoraks terbuka

Terdapat hubungan antara rongga pleura dengan dunia luar atau

dengan bronkus. Udara masih leluasa masuk rongga pleura saat

inspirasi dan keluar saat ekspirasi, sehingga tekanan intrapleura sama

dengan tekanan barometrik (tekanan atmosfer). Lubang pada pleura

viseralis tetap terbuka.

b. Pneumotoraks tertutup

Dalam hal ini sudah tidak ada lagi hubungan antara rongga pleura

dengan dunia luar atau bronkus. Fistula yang menimbulkan

pneumotoraks sudah menutup.

Besarnya tekanan dalam rongga pleura :

10

Page 11: Ipd Pneumotoraks EDITED

Dapat lebih besar tekanan atmosfer

Dapat lebih kecil tekanan atmosfer

Sama dengan tekanan atmosfer

c. Pneumotoraks ventil (valvular)

Bila udara berasal dari paru melalui suatu robekan yang berupa

katup (ventil), maka tiap kali menarik nafas sebagian udara yang

masuk kedalam rongga pleura tidak dapat keluar lagi, kejadian ini

bila lama akan menyebabkan semakin banyak udara terkumpul

dalam rongga pleura sehingga kantong udara pleura mendesak

mediastinum dan paru yang sehat (herniasi). Keadaan ini dapat

mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang disebut

tension pneumothorax yang harus segera diatasi, kalau tidak

akan berakibat fatal. (15)

Di sini fistulanya bersifat ventil, artinya udara yang masuk

kedalam rongga pleura saat inspirasi tidak dapat keluar lagi saat

ekspirasi, sehingga jumlah udara dan tekanannya dalam rongga

pleura semakin besar, dan disebut ”tension pneumothorax”. Terjadi

peningkatan progresif tekanan intrapleural yang menimbulkan kolaps

paru yang progresif dan diikuti pendorongan mediastinal dan

kompresi paru kontralateral. Pada pneumotoraks berat terjadi

penurunan ventilasi dan AV shunt diikuti hipoksemi. Hal ini lebih

berat dan cepat terjadi pada pneumotoraks sekunder yang disertai

penyakit paru lain. (15)

6. Variasi pneumotoraks lainnya :

Yaitu pneumohidrotoraks : pneumotoraks yang disertai adanya

timbunan cairan dalam rongga pleura yang berisi udara, sehingga cairan

dan udara berada bersama dalam rongga pleura. Pada bayi baru lahir

kadang-kadang ditemukan pneumotoraks akibat teknik resusitasi yang

kurang baik.

11

Page 12: Ipd Pneumotoraks EDITED

F. GAMBARAN KLINIS

Pada anak besar sering didapatkan rasa nyeri yang sekonyong-konyong

disisi torak yang terkena, yang kemudian disusul oleh dispnu. Gejala ini

sering dikira suatu serangan angina pektoris. Pada sebagian penderita

kadang-kadang ditemukan faktor pencetus berupa batuk, bersin, atau latihan

jasmani yang berat. Namun, kadang-kadang pneumotorak dapat terjadi pada

waktu tidur. (2)

Gambaran klinis yang terdapat pada pneumotoraks meliputi : (1,4,5,14)

1. Keluhan

Penderita (mungkin) mengeluh berupa rasa nyeri dada, suatu nyeri

pleura :

Datang mendadak.

Rasa sakit dijalarkan kebahu atau lengan pada sisi yang terkena.

Sesak nafas.

Batuk-batuk.

Pada pneumotoraks ventil : keluhan sesak nafas yang makin lama

makin hebat, sering disertai shock.

Dapat pula keluhan timbul didahului oleh faktor-faktor pencetus,

berupa :

Batuk-batuk hebat.

Bersin-bersin hebat.

Aktivitas berat.

Kadang-kadang pada pneumotoraks spontan tidak disertai adanya

keluhan (pneumotoraks parsial) dan biasanya pneumotoraks

ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan kesehatan umum

(general check up)

2. Kelainan fisik.

Inspeksi :

Mungkin penderita tampak sesak nafas.

Pergerakan dada daerah yang terkena relatif berkurang.

Tampak penderita batuk-batuk, sianosis, atau tampak lemah.

12

Page 13: Ipd Pneumotoraks EDITED

Iktus cordis bergeser kedaerah yang sehat.

Kadang-kadang penderita tampak kesakitan hebat (tanda permulaan).

Hemitoraks yang terkena tampak mencembung dan sela iga melebar.

Palpasi :

Dada daerah yang terkena sela iga melebar.

Vokal fremitus melemah sampai hilang.

Trakea mengalami deviasi kearah bagian yang sehat.

Iktus cordis teraba dan bergeser letaknya kearah bagian yang sehat.

Perkusi :

Pada daerah yang terkena suara perkusi hypersonor, atau mungkin

tympani pada pneumotoraks ventil.

Apabila terdapat pneumohidrotoraks (karena ada udara dan cairan

bersama dalam suatu rongga), maka ditemui suara perkusi pekak

dibagian bawah dan sonor/hipersonor di bagian atas, dengan batas

daerah perkusi sonor/hipersonor dengan daerah perkusi pekak,

berupa garis mendatar.

Auskultasi :

Dijumpai suara nafas melemah/menghilang pada daerah yang terkena.

Dijumpai bronkofoni yang melemah/menghilang pada daerah yang

terkena.

Pada akhir inspirasi sering dijumpai suara ” metallic tinkling sound”.

Suara nafas dapat berupa suara amforik.

Bila fistulanya masih terbuka dapat terdengar ”water whistle mur-

mur”.

Bila terdapat pneumohidrotoraks akan ditemukan fenomena

”hippocratic succution”, (bila dada penderita dikocok).

3. Kelainan radiologik.(4)

Gambaran radiologik (rontgen foto toraks), merupakan penentu

diagnostik bila dibuat dengan baik.

Gambaran radiologi dari pneumotoraks :

13

Page 14: Ipd Pneumotoraks EDITED

Garis atau gambaran pleura visceralis tampak

dimedia terhadap pleura parietalis.

Paru (akan) mengalami retraksi ke arah medial

(kollaps).

Gambaran paru yang kollaps ke arah hilus dengan

radiolusen ke sebelah perifer.

Gambaran ini akan membesar pada posisi ekspirasi. Singkirkan

kemungkinan bulla yang besar, emfisema paru, kista paru, kaverne

yang besar.

Selain itu gambaran radiologik dapat berupa bayangan udara dalam

rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur

jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis

radioopak tipis berasal dari pleura visceralis. Jika pneumotoraks luas,

akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi

kuncup/kollaps didaerah hilus dan mendorong mediastinum kearah

kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar.

4. Faal paru.

Terdapat defek :

Restriksi pernafasan.

Bila dilakuan pemeriksaan faal paru dengan spirometer akan

dapat dilihat adanya suatu gangguan restriksi dengan

berkurangnya kapasitas vital yang lebih dari 20 % dari yang

diprediksi, makin parah keadaan penderita tentunya kemunduran

ini akan semakin besar pula. Bila diperiksa dengan peak flow

meter maka tentunya akan ada pula kemunduran peak flow

meter. (5)

Complience paru menurun.

Defek pertukaran gas.

Pada fase akut pneumotoraks, bila pneumotoraks (paru kollaps

lebih dari 50 %), akan terjadi:

1. hipoksemia.

2. perfusi paru yang terkena menurun.

14

Page 15: Ipd Pneumotoraks EDITED

Pada pneumotoraks ventil, bila tekanan intrapleura lebih atau

sama dengan satu atmosfer, maka ventilasi paru kontralateral

terganggu sehingga bisa menimbulkan ”severe respiratory dystress”.

5. Pemeriksaan Penunjang(1,8,11)

Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun

pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian

didapatkan 17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45mmHg,

16% dengan PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada

pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan. Dalam sebuah

penelitian 51 dari 171 pasien PPOK (30%) dengan FEV1 < 1,0 liter dan

33% dengan FEV1/FVC < 40% prediksi (Light,2003). Penelitian lain

menyebutkan bahwa gagal nafas yang berat (PO2 < 50 mmHg dan PCO2

> 50 mmHg, atau disertai dengan syok) terdapat pada 16% pasien dan

secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

Pneumotoraks paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan

gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan

dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut (IMA).

Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan

apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.

Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan emfisema bullosa

dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan

ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan

primer atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk

mendiagnosis emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotaks

spontan primer antara 80-90%.

Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasif,

tetapi memiliki sensitifitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan

CT-scan. Menurut swierenga dan vanderschueren, berdasarkan analisa

dari 126 kasus pada 1990, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi

menjadi 4 derajat yaitu:

Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekanormal

(40%) .

15

Page 16: Ipd Pneumotoraks EDITED

Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan disertai hemotoraks

(12%)

Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm

(31%)

Derajat IV : pneumotaraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2

cm (17%), (Loddenkemper, 2003)

Gambar 3. Chest X-ray of Left-sided Tension Pneumothorax(8)

16

Page 17: Ipd Pneumotoraks EDITED

Gambar 4. Left-sided pneumothorax (on the right side of the image) on

CT scan of the chest. A chest tube is in place--side of chest,

the lumen (black) can be seen adjacent to the pleural cavity

(black) and ribs (white). The heart can be seen in the centre.(8)

G. DIAGNOSIS. (1,5,12)

Pneumotoraks sering ditemukan secara kebetulan pada check up

kesehatan, sedang penderita tidak ada keluhan.

Diagnosis ditegakkan atas dasar :

1. Anamnesis.

Riwayat trauma.

Riwayat penyakit paru.

Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang

mendasari pneumotoraks, dan menyingkirkan adanya penyakit

jantung.

Keluhan :

Rasa nyeri dada (pada awal penyakit).

17

Page 18: Ipd Pneumotoraks EDITED

Sesak nafas (pada pneumotoraks ventil, sesaknya makin

lama makin berat), disertai nyeri dada yang terkadang dirasakan

menjalar ke bahu.

Batuk-batuk, dan terkadang disertai hemoptisis.

Riwayat faktor pencetus sebelumnya :

Batuk-batuk hebat.

Bersin-bersin hebat.

Aktivitas/angkat berat.

2. Pemeriksaan fisik.

Keadaan umum : sesak nafas, sianosis, lemah, batuk-batuk, gelisah,

atau kesakitan hebat.

Tanda vital :

RR meningkat.

Takikardi.

Hipotensi, syok (gangguan hemodinamik pada pneumotoraks

ventil).

Abnormalitas pada pemeriksaan dada :

Dada daerah yang terkena lebih mencembung dibanding yang

sehat, dengan pergerakan dada yang relatif berkurang. Daerah yang

terkena sela iga melebar, vokal fremitus melemah sampai hilang.

Trakea deviasi kearah bagian yang sehat dan iktus cordis bergeser

kearah bagian dada yang sehat. Suara perkusi hipersonor atau

timpani pada daerah yang terkena. Auskultasi pada daerah yang

terkena suara nafas melemah atau menghilang. Adanya

pneumotoraks disertai timbunanan cairan dalam rongga pleura dapat

dibuktikan secara fisik dan adanya nomena succution hippocratic. (15)

18

Page 19: Ipd Pneumotoraks EDITED

3. Pemeriksaan penunjang.

Rontgen foto toraks PA.(1,15)

Bila ada kecurigaan komplikasi emfisema mediastinalis, perlu

dilakukan Rontgen foto toraks lateral. Apabila dari gambaran

rontgen foto toraks tampak gambaran pneumotoraks, harus

ditentukan berapa persentase kollaps paru.

Cara menentukan ukuran (persentase) pneumotoraks :

Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus.

Jumlah (isi) paru yang kollaps ditentukan dengan rata-rata diameter

kubus paru dan toraks sebagai nilai perbandingan (rasio). Misalnya :

diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan diameter kubus rata-

rata paru yang kollaps 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah 83/103

= 512/1.000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50 %.

CT scanning dada, USG (tidak rutin).

Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia

meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.

EKG : pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan

perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial, dan dapat

ditafsirkan sebagai infark miokard akut (IMA).

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pneumotoraks : (1,5,8,15)

Emfisema paru.

Kavitas paru besar.

Bulla besar.

Kista paru / kista bronkogenik.

Abses paru.

Nyeri pleuritik.

Hematotoraks.

Acute myocardial infarction

I. KOMPLIKASI

19

Page 20: Ipd Pneumotoraks EDITED

Komplikasi yang dapat terjadi akibat pneumotoraks: (1,4,5)

Pneumotoraks tension dengan gejala dispnu yang makin berat, sianosis,

gelisah. Pada pemeriksaan foto rontgen tampak medistinum dan jantung

terdorong kesisi yang sehat, sela iga tampak melebar, diafragma sisi

yang terkena rendah.

Pembentukan eksudat (infeksi sekunder) : pleuritis, mediastinitis, dan

lain-lain.

Timbulnya infeksi sekunder pada pungsi toraks darurat maupun sebagai

akibat pemasangan WSD sangat ditakutkan. Infeksi akan dapat berupa

empiema, suatu abses paru, pleuritis, mediastinitis, dan lain-lain.

Hemopneumotoraks. Di samping gejala dispnu dan sianosis, disertai

pula gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-

lain.

Emfisema kutis dan mediastinal.

Karena tekanan tinggi dirongga pleura, udara ditekan masuk ke jaringan

lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak

seperti pada udem hebat. Pada perabaan terdapat krepitasi yang mungkin

meluas kejaringan subkutis toraks.

Pneumomediastinum.

Fistel bronkopleural.

Empiema (pyopneumotoraks).

Atelektasis (paru yang kollaps tidak mau mengembang).

Kegagalan pernafasan.

Recurrent pneumothorax

J. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya semua penderita pneumotaraks harus dirawat dirumah

sakit, mengingat setiap saat dapat timbul komplikasi. Penderita diberi obat

sedatif untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menenangkan (morfin atau

petidin). Batuk perlu dicegah (misalnya dengan kodein) dan sedapat-

dapatnya faktor etiologi dihilangkan. Anak dengan pneumotoraks spontanea

diobati secara konservatif, karena pada umumnya resorpsi udara dan

20

Page 21: Ipd Pneumotoraks EDITED

pengembangan kembali jaringan paru berjalan cepat. Namun bila didapatkan

pneumotoraks tension segera dilakukan pungsi rongga pleura yang

bersangkutan, dengan jarum dan kemudian dilakukan ”water sealed

drainage”. Pada pneumotoraks yang terjadi berulang-ulang dapat diberikan

suntikan larutan glukosa 50% kedalam rongga pleura untuk menimbulkan

pleuritis secara kimiawi sehingga terjadi perlekatan antara pleura visceralis

dan parietalis. (1,4,5)

Gambar 5. Primary Spontaneous Pneumothorax Summary Management

Algorithm. (13)

Gambar 6. Secondary Spontaneous Pneumothorax Summary Management

Algorithm. (13)

21

Page 22: Ipd Pneumotoraks EDITED

Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) dapat digunakan untuk

melihat rongga pleura pada reseksi bulla dan pleurodesis (table 3).

Kompikasi yang dapat ditumbulkan karena Video-assisted thoracoscopic

surgery lebih besar terjadi pada pasien secondary pneumothorax disbanding

dengan pasien primary pneumothorax. (11).

Untuk mengidentifikasi faktor resiko operasi pembedahan pada

pneumotoraks spontan, Lund University Hospital mengadakan penelitian

pada bulan Januari 1996 dan Desember 2003. Penelitian tersebut

menggunakan metode retrospektif pada 240 pasien pneumotoraks spontan.

Pada hasil penelitian tersebut akan disusun dalam bentuk tabel dan laporan

operasi. Pada penelitian tersebut diamati tentang factor resiko selama 54

bulan. Hasilnya Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS), digunakan

pada 93% pasien pada operasi bullectomi dengan atau tanpa pleurodesis/

pleurectomi. Pada operasi anterolateral thoracotomy terdapat 6 kasus

(2,3%). Angka kematian (<30 hari) sebesar 0.8%, ( tapi jika operasi dengan

VATS sebesar 0%). (14)

22

Page 23: Ipd Pneumotoraks EDITED

Table 3. Tecniques Used During Video-Assisted Thoracoscopic

Surgery. (11)

Penanggulangan trauma toraks : (1,5,14)

Luka toraks harus ditutup dengan pembalut untuk menghentikan

kebocoran udara. Sebaiknya dipakai kasa besar steril yang diolesi vaselin

steril.

Pneumotoraks desak harus dipungsi sesegera mungkin. Udara harus

keluar sehingga mediastinum kembali ke tempatnya. Kemudian dipasang

penyalir sekat air. Penyalir dipasang dekat puncak rongga dada. Tindakan

darurat yang perlu dilakukan ialah, pembebasan jalan napas (A), pemberian

napas buatan dan ventilasi paru (B), dan pemantauan aktivitas jantung dan

peredaran darah (C). Selanjutnya harus dilakukan pemeriksaan Rontgen

toraks pada sikap penderita duduk dengan arah sinar mendatar agar

permukaan cairan, jika ada, tampak. Bila keadaan umum tidak

23

Page 24: Ipd Pneumotoraks EDITED

memungkinkan penderita duduk, ia dibaringkan pada sisi kiri atau kanan.

Antibiotik diberikan jika ada luka tembus.

Secara sistematis penanganan pneumotoraks sebagai berikut : (4,5,6,9,10,11,12)

1. Indikasi perawatan.

a. Semua bentuk pneumotoraks pada prinsipnya harus dirawat, untuk

pengawasan terhadap terjadinya keadaan bahaya (1-5 hari), terutama

pada kasus emergency : pneumotoraks ventil, komplikasi

pneumotoraks, dsb.

b. Sesak nafas, lebih-lebih yang makin hebat.

2. Pengobatan, terdiri atas :

a. Pengobatan terhadap penyakit paru yang mendasari : asma

bronkial, TB paru, kista paru, dsb.

b. Pengobatan suportif.

Bed rest.

Diet.

O2 ( pada pneumotoraks disertai sesak nafas harus segera

diberikan O2 ).

c. Penanganan terhadap pneumotoraksnya.

1. Pada pneumotoraks akut.

a. Penderita yang tidak disertai sesak nafas.

Derajat ringan (kollaps paru kurang dari 20

%).

Konservatif.

Tunggu 1-5 hari, bila keadaan baik

dipulangkan.

Derajat sedang.

Konservatif selama maksimal 2 minggu.

Sesudah konservatif 2 minggu paru tidak

mengembang lakukan tindakan WSD (saja) tanpa suction.

24

Page 25: Ipd Pneumotoraks EDITED

Bila kollaps paru lebih dari 20 % walaupun

tanpa sesak nafas harus dilakukan WSD, lebih baik dengan

continuous suction.

b. Penderita disertai sesak nafas.

Pada pneumotoraks terbuka (mungkin lubang

fistula lebar).

Segera berikan O2.

Segera pasang WSD sederhana atau betul-betul WSD

dengan continuous suction.

Pada pneumotoraks ventil.

Segera pasang kontraventil / WSD sederhana dan

segera konsulkan kebagian bedah.

Segera pasang WSD dengan continuous suction.

Dibantu O2 aliran tinggi.

2. Pada pneumotoraks kronik atau persisten.

Paru tidak mengembang (lebih dari 2 minggu) dilakukan

WSD dan continuous suction.

Paru tidak mengembang ini penyebabnya :

Mungkin ada penebalan pleura.

Atelektasis paru yang semula kollaps.

Lubang atau fistula besar.

Pertimbangkan tindakan pleurodesis oleh bagian bedah.

3. Pada pneumotoraks rekurens.

Lakukan atau pasang WSD.

Lakukan pleurodesis dengan bahan :

Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 50 ml NaCl 0,9 %.

Talk / talcum venetum steril.

Larutan glukosa hipertonik.

Darah penderita sedikit.

Bila cara diatas belum berhasil, pleurodesis

dilakukan oleh bagian bedah dengan membuat skarifikasi

25

Page 26: Ipd Pneumotoraks EDITED

permukaan pleura (parietalis dan visceralis yang berhadapan)

untuk dapat melekat, selama itu dipasang WSD.

d. Penanganan terhadap komplikasinya. (10)

Fistula bronkopleura dengan TB paru aktif.

Bila dalam 3 bulan dengan pengobatan OAT paru tidak mau

mengembang, perlu tindakan operatif.

2. Gangguan hemodinamik, pada pneumotoraks ventil segera

membuat tindakan kontraventil.

3. Emfisema kutis / mediastinal : mengeluarkan udara atau gas

dengan membuat tusukan jarum dikulit bagian tubuh tertinggi.

4. Infeksi sekunder : menggunakan antibiotik.

5. Pneumotoraks timbul penimbunan cairan dalam rongga pleura

(pneumohidrotoraks) perlu pungsi percobaan untuk mengeluarkan

seluruh cairan agar paru dapat berkembang lagi.

6. Reexpansion pulmonary edema. Pengeluaran udara dari rongga

pleura jangan dihisap terlalu kuat, agar tidak terjadi edema paru

pada paru yang mengembang dengan cepat tadi.

hemopneumotoraks: pembedahan.

Tindakan bedah hanya dilakukan bila : (2,12,14)

1. Cara

konservatif tidak berhasil mengembangkan paru kembali.

2. Pneumo

toraks spontanea terjadi berulang kali.

3. Terdapa

t kista atau bula yang terlampau besar.

4. Pneumo

toraks disebabkan trauma tembus.

Gambar.7. Pembuatan Alat Fiksasi WSD Mini. (9)

K. PROGNOSIS

Dengan terapi yang tepat, kesembuhan yang dicapai selalu sempurna,

dan kemungkinan kambuh kecil sekali, terkecuali bila penderita dikemudia

hari menjadi seorang perokok, juga bila terapi terhadap penyakit

26

Page 27: Ipd Pneumotoraks EDITED

dasarnya(TB) tidak sempurna. Jika pada penderita terdapat emfisema paru

dengantekanan udara intrapulmonal yang tinggi, maka pada keadaan

Gambar 8. Pemasangan WSD Mini dan Fiksasinya. (9)

K. EVALUASI

Setelah dilakukan penanganan pada pneumotoraks, kemudian

dilakukan evaluasi kesembuahan, terdiri dari : (5)

Awasi keadaan umum penderita / kelainan fisik dada.

Kontrol rntgen foto toraks serial, apakah :

Paru sudah mengembang : sempurna atau sebagian.

Paru tidak mengembang atau bertambah kollapsnya.

Timbul cairan (hidropneumotoraks), lakukan pungsi.

Evaluasi WSD, apakah :

Udara masih keluar atau tidak.

Diteliti apakah ada fistula bronkopleura.

L. EDUKASI DAN PENCEGAHAN

Pasien diberi tau cara pencegahan agar pneumotoraks tidak menjadi

rekurens, denagan cara : (5,11)

1. Hindari faktor pencetus pada penderita dengan kelainan paru.

2. Hindari merokok agar tidak timbul PPOM (faktor resiko timbulnya

pneumotoraks spontan sekunder).

27

Page 28: Ipd Pneumotoraks EDITED

3. Pencegahan pneumotorak rekuren, dapat dilakukan dengan

menggunakan :

Pleurodesis kimia, dengan menggunakan larutan tetrasiklin atau

bedak talk.

Pleurektomi parietal. Dilakukan pula ligasi atau reseksi bullae atau

bleb.

N. PROGNOSIS

Dengan drainase adekuat, bahkan bila ada penyakit paru, hampir selalu

bisa terjadi resolusi. Setelah pneumotoraks spontan primer, 30% pasien

mengalami episode kedua dalam waktu 5 tahun. Setelah episode kedua,

tingkat rekurensi meningkat diatas 50% dan oleh karenanya penderita

disarankan untuk menjalani pleurodesis. Setelah pleurodesis jarang terjadi

rekurensi.(6)

Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang

dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya

cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi.(5)

Jika pneumotoraks cepat ditangani dan cepat mendapat pengobatan,

prognosisnya baik. Angka kekambuahan pada pneumotoraks spontan

mencapai 30 % terjadi pada paru yang sama, dan 10 % pada paru

kontralateral. (7)

Angka kematian yang terjadi selama 30 hari mencapai 40% (95%

angka kematiannya berada pada interval 36,4-43,6). Sebanyak 35 dari 77

pasien yang terdapat udara dalam rongga yang bersifat patologis

(pneumomediastinum, pneumo pericardium, pulmonary interstitial edema,

and subcutaneous emphysema) atau yana mengalami air leaks meninggal

(45,5%; 95 % menunjukan interval 34,4-56,6), dan 253 dari 648 pasien

tanpa air leaks meninggal sebanyak (39,0%; 95% berada pada interval 35,3-

42,8; didapatkan P=0,28 yang didapat dari chi-square test). (figure. ).

Sebanyak 33 dari 50 pasien dengan pneumotoraks meninggal (46,0%; 95%

berada pada interval, 32,2-59,8), dan 265 dari 675 pasien tanpa

28

Page 29: Ipd Pneumotoraks EDITED

pneumotoraks meninggal sebanyak (39,3%; 95% berada pada interval 35,6-

43,0, sehingga didapatkan P=0,35. (10)

Figure 9. Mortality Rate at 30 Days among 725 Patients with the Acute

Respiratory Distress Syndrome, According to the Presence or Absence of

Air Leaks. There were no significant differences among the 648 patients

with no air leaks, the 77 patients with any air leaks, and the 50 patients with

pneumothorax. The vertical bars denote 95 percent confidence intervals. (10)

Seseorang yang mengalami pneumotoraks mempunyai resiko

terjadinya rekurrensi. Bagaimanapun , orang dewasa yang mengalami

spontaneous pneumotoraks mempunyai angka rekurrensi lebih kecil (30%),

dibandingkan pada anak-anak (37%-60%). (12)

29

Page 30: Ipd Pneumotoraks EDITED

EFUSI PLEURA

A. DEFINISI

Efusi pleura adalah akumulasi cairan berlebihan di dalam rongga pleura

yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran

cairan pleura sehingga menyebabkan berkumpulnya cairan dengan jumlah yang

abnormal di rongga pleura. (17,18)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang

melapisi paru serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam.

Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus,

yang secara anatomis disebut sebagai refleksi pleura (19,20). Pleura visceral dan

parietal saling bersinggungan setiap kali manuver pernapasan dilakukan,

sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga pleura untuk

saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang

bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian,

yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.(22,24)

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak

antarmembran maupun yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor

yang mendukung kontak antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar

dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung

dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang

mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding

toraks serta (2) elastisitas paru.(24) Pleura parietal memiliki persarafan,

sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang

timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri

alih daerah bahu (melalui n. frenikus).

30

Page 31: Ipd Pneumotoraks EDITED

Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps

(Kiri)

Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang

terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung

cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga

rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan

cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1. Drainase cairan

pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu

mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga

pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi

cairan hingga 20 kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang

menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul

efusi pleura.(21,22,24)

31

Page 32: Ipd Pneumotoraks EDITED

Gambar 2 – Desain Morfofungsional Rongga Pleura

(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)

Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang

tersimplifikasi. Terdapat lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik

parietal, ruang interstisial parietal, rongga pleura, intestisium paru, dan

mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah kapiler

endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang

selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari

rongga pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga

pleura yang disebut sebagai stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik

tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh

terdapat 100 stomata cm-2 di pleura parietal interkostal, sedangkan terdapat

8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi

dengan rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m). (23)

Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum

Starling untuk menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen.

Hukum ini secara matematis dinyatakan sebagai berikut (24):

Jv = Kf [(PH1 – PH2) - (1 - 2)]

Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori

membran pemisah antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah

32

Page 33: Ipd Pneumotoraks EDITED

tekanan hidrostatik dan koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi

(=1 menggambarkan radius dari zat terlarut lebih besar dari pori sehingga zat

terlarut tak akan mampu melewati pori, sebaliknya =0 menggambarkan

seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang mengakibatkan aliran

zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 3 – Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang

menggambarkan hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura.

Hipotesis ini terlalu sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan

limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan teori yang saat ini diterima

berdasarkan percobaan terhadap kelinci.

Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler

sistemik) ke rongga interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil

mendorong cairan ini ke rongga pleura.(22) Nilai antara intersitisium parietal

dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3), sehingga pergerakan protein

terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif rendah (1 g

dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1).(24,25)

33

Page 34: Ipd Pneumotoraks EDITED

Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura

visceral (sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada

sebagian besar keadaan rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan

dua rongga yang secara fungsional terpisah dan tidak saling berhubungan.

Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan pleura parietal,

sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran

limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10

cmH2O.

C. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, cairan pleura sebanyak 10-20 ml dengan kadar

protein rendah (1-2 gr/dl), jumlah sel 1500-4500 mikroliter dengan predominan

monosit, pH dan kadar glukosa sama dengan kadar dalam darah. (24)

Cairan dihasilkan oleh pleura parietalis dan cairan tersebut akan berpindah

sesuai dengan perubahan tekanan pada pembuluh darah dan cairan interstitial.

Jumlah cairan di di dalam rongga pleura dapat meningkat dengan adanya

kelebihan pembentukan atau terjadinya penurunan perpindahan cairan. (24)

Cairan pleura abnormal dibedakan atas transudat dan eksudat. Oleh karena

itu perlu diperhatikan apakah cairan dalam rongga pleura itu eksudat dan

transudat. Transudat adalah akumulasi cairan akibat transudasi plasma yang

biasanya disebabkan oleh proses noninflamasi dan terjadi akibat peningkatan

tekanan hidrostatik pada sirkulasi sistemik atau penurunan tekanan osmotic koloid

plasma. Sedangkan eksudat adalah akumulasi cairan yang disebabkan oleh proses

inflamasi sehingga permeabilitas kapiler meningkat atau terjadi gangguan aliran

limfatik sehingga pengaliran cairan pleura menuju pembuluh getah bening

terhambat. (24)

Dasar terjadinya efusi pleura adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan

peningkatan tekanan hidrostatik pembuluh darah, penurunan tekanan onkotik

koloid, peningkatan tekanan negative rongga pleura, gangguan drainage limphatik

di pleura visceralis, peningkatan permeabilitas kapiler serta ruptur langsung

pembuluh darah atau pembuluh getah bening. (24)

34

Page 35: Ipd Pneumotoraks EDITED

D. MANIFESTASI KLINIS

A. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pleuritik pada akhir inspirasi,

yang bertambah berat pada pergerakan nafas atau bila penderita batuk, sehingga

penderita menahan nafas dan batuknya, nyeri terasa di daerah axilla dan menjalar

sepanjang n.intercostalis sisi yang sakit. (21)

Nyeri pleuritik akan hilang atau berkurang bila efusi bertambah. Penderita

juga dapat datang dengan keluhan sesak nafas atau ditambah dengan keluhan

khusus sesuai panyakit dasarnya (trauma, infeksi, keganasan, degenerasi). (21)

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pernafasan tampak pernafasan dangkal dan cepat, bentuk hemithorax

yang sakit lebih cembung dan pergerakannya lebih terlambat. Pada palpasi, vokal

fremitus melemah, pada perkusi suara dinding thorax dull atau sonor memendek.

Bila cairan cukup banyak (600 cc) batas proximal keredupan, konveks ke atas

dengan puncaknya di garis aksiler, batas tersebut disebut garis Ellis Domoiseau.

Garis ini melintasi tulang punggung dan membentuk dua segitiga yang proximal

memberi bising ketok timpani dan disebut segitiga Garland, sedangkan segitiga

lainnya redup pada perkusi dan diberi nama segitiga Groccorauchtless. Keredupan

ini disebabkan oleh mediastinum yang terdorong oleh cairan. Proksimal dan garis

Ellis Domoiseau, bising ketok tidak lagi sonor namun agak timpani karena

jaringan paru di tempat ini didorong oleh cairan dan ketegangannya berkurang

karena terjadi atelektasis karena komponen yang banyak ini juga dapat mendesak

jaringan-jaringan di sekitarnya misalnya : jantung dan mediastinum. Pada

auskultasi suara nafas menurun sampai hilang terdengar, egofoni pada daerah

atelektasisi di atas efusi. (21,25)

E. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis teliti dan pemeriksaan fisis

yang baik. Tanda dan gejala efusi pleura (25):

- Dispnea bervariasi

- Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura

35

Page 36: Ipd Pneumotoraks EDITED

- Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

- Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

- Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena.

- Perkusi meredup di atas efusi pleura

- Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi

- Suara nafas berkurang di atas efusi pleura

- Fremitus vokal dan raba berkurang

Foto dada PA dan lateral dapat membantu diagnosis, sedangkan diagnosis pasti

ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi, dan analisis cairan pleura.

Rontgen Thoraks

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan lateral lebih tinggi daripada bagian

medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara

dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru sendiri.

Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura

dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan

posisis lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. (21,25)

Cairan dalam pleura dapat juga tidak membentuk kurva, karena ia

terperangkap atau terlokalisasi, sering terdapat pada daerah bawah paru yang

berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai

efusi subpulmonik. Pada sinar tembus gambarannya sering terlihat sebagai

diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung,

ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan

dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis ( fisura)

yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto

dada latereral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi

nyata. (25,26)

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru

(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi

parenkim lobus. Dapat juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat

dalam foto sebagai fisura interlobaris. Bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi

36

Page 37: Ipd Pneumotoraks EDITED

jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat

juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan

densitas keras di atas diafragma. Keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. (21,25,26)

Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah

terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan, tetapi bila

terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan denagn cairan, mediastinum akan

tetap di tempatnya. Di samping itu gambaran foto dapat juga menerangkan asal

mula terjadinya efusi pleura yakni bisa terdapat jantung yang membesar, adanya

massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau

abses paru. Pemeriksaan dengan ultrasonografi pleura dapat menentukan adanya

cairan dalam rongga pleura, terutama pada efusi yang terlokalisasi. Adanya

perbedaan densitas cairan denagn jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam

menentukan adanya efusi pleura.Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak

dilakukan karena biayanya masih mahal. (26,27)

Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun teurapetik. Pelaksaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada

pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga

garis aksilaris posterior dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melabihi 1000-1500 cc pada setiap kali

aspirasi. Lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali

aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema

paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.

Mekanisme sebenarnya belum diketahu betul, tetapi diperkirakan karana adanya

tekanan intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah

melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. (26)

Komplikasi lain torakosentesis adalah: pneumotoraks ( ini yang paling

sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh

darah interkostalis) dan emboli udara, ini agak jarang terjadi. (21,25,26,27)

Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan (27) :

37

Page 38: Ipd Pneumotoraks EDITED

a. Warna cairan

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuingan (serous-

xanthochrome). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi pada trauma,

infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning

kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila

merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.

b. Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudatdan eksudat yang

perbedaannya dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Transudat Eksudat

- Kadar protein dalam efusi (g/dL) <3 >3

- Kadar protein dalam efusi

\ Kadar protein dalam serum <0.5 >0,5

- Kdar LDH dalam efusi (IU) <200 >200

- Kadar LDH dalam efusi

Kadar LDH dalam serum <0,6 >0,6

- Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016

- Rivalta negatif positif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksa juga

cairan pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Menurun pada penyakit-penyakit infeksi, artritis

reumatoid dan neoplasma.

- Kadar amilase. Meningkat pada pankreatitris dan metastasis

adenokarsinoma.

Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah

transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga

38

Page 39: Ipd Pneumotoraks EDITED

terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi pada

pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada :

- Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

- Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

- Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura.

- Menurunnya tekanan intrapleura.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

- Gagal jantung kiri ( terbanyak)

- Sindrom nefrotik

- Obstruksi Vena Cava Superior

- Asiets pada sirosis hati ( asites menembus suatu defek diafragma atau

masuk melalui saluran getah bening)

- Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium )

- Efek tindakan dialisis peritoneal

- Ex vacuo effusion, karena absorbsi pada pneumotoraks, tekanan

intrapleura menjadi subatmosfir sehingga terdapat pembentukan dan

penumpukan transudat.

Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeabilitasnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinnggi

dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan pemeabilitas

membran adalah karena peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau

neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal

dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini

(misalnya pada pleuritis tuberkulosa ) akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

c. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi

sel-sel tertentu. (21)

39

Page 40: Ipd Pneumotoraks EDITED

- Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut

- Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis

tuberkulosa atau limfoma malignum

- Sel mesotel: biula jumlahnya meningkat ini menunjukkan adanya infrak

paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

- Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

- Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid

- Sel LE: pada lupus eritematosus sistemik

d. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tetapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema).

Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau

anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah :

Pneumococcus, E. Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya

dapat menunjukkan yang positif sampai 20-30%. (21,25)

Biopsi Pleura

Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor

pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi,

atau tumor pada dinding dada (21,25,26,27).

Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis

Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak

dapat menegakkan diagnosis. Dalam hal ini dianjurkan aspirasi dan analisisnya

diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dalam waktu

empat minggu dan kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya

diulang kembali. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan

tambahan seperti (21,25,26,27):

40

Page 41: Ipd Pneumotoraks EDITED

- Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru,

abses paru dll.

- Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru,

- Torakoskopi ( fiber-optic pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan

neoplasma atau tuberkulosis pleura.

Cara: Dilakukan sedikit insisis pada dinding dada (dengan risiko kecil

terjadinya pneumotoraks ). Cairan dikeluarkan denagn memakai penghisap

dan udara dimasukkan supaya dapat melihat kedua pleura. Dengan

memakai bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsi.

Pada negara-negara dengan populasi tuberkulosis yang tinggi, efusi

pleura yang tetap tidak terdiagnosis (terutama pada anak-anak dan dewasa

muda ) dianggap sebagai pleuritis tuberkulosis dan diberi terapi dengan

obat anti tuberkulosa.

F. DIAGNOSIS BANDING

Dengan gambaran efusi pleura yang bermacam-macam, harus dipikirkan

beberapa diagnosis diferensial (28) :

1. Tumor paru

Didapatkan gambaran sinus tidak terisi, permukaan sesuai dengan bentuk

tumor, dapat terjadi pendorongan jantung oleh massa tumor.

2. Pneumonia

Didapatkan gambaran : batas atas tegas dan rata sesuai dengan batas lobus

paru-paru, sinus biasanya terisi paling akhir, tidak ada pendorongan dan

tampak air bronkogram.

3. Atelektasis

Didapatkan gambaran : batasnya jelas, rata, berbentuk segitiga atau

polygonal, sinus dapat terjadi, tergantung dari segmen yang atelektasis,

bila berat dapat terjadi retraksi ke arah yang sakit, tidak tampak air

bronkogram.

41

Page 42: Ipd Pneumotoraks EDITED

G. PENATALAKSANAAN

Efusi yang terinfeksi perlu pula segera dikeluarkan dengan memakai pipa

intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila

empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat

dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini akan tidak

berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat (21,25,26).

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi ( pada efusi

pleura maligna ), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis

dan pleura perietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai )

Bleomycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa, 5 Fluorouracil, dll. (21,25,27)

Prosedur pleurodesis

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan

keluar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan

500 mg tetrasiklin, (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20 cc garam

fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc garam

fisiologis. Selang dikunci selam 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah

posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan ke saluran rongga pleura.

Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali

dialirkan ke luar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika

dipakai zat Corynebacterium parvum, masukkan 7 mg yang dilarutkan dalam 20

cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut di atas. Komplikasi tindakan

pleurodesis ini sedikit sekali, biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam. (21,25,26,27)

42

Page 43: Ipd Pneumotoraks EDITED

PLEURISY

A. DEFINISI

Pleuritis adalah peradangan dari lapisan sekeliling paru-paru (pleura). Ada

dua pleura: satu yang melindungi paru (diistilahkan visceral pleura) dan yang lain

melindungi dinding bagian dalam dari dada (parietal pleura). Dua lapisan-lapisan

ini dilumasi oleh cairan pleural.(1) Pleuritis seringkali dihubungkan dengan

akumulasi dari cairan ekstra dalam ruang antara dua lapisan pleura. Cairan ini

dinamakan sebagai pleural effusion. Pleuritis juga dinamakan sebagai pleurisy.

Persarafan dari paru-paru berlokasi pada pleura. Ketika jaringan ini meradang, itu

berakibat pada nyeri yang tajam pada dada yang memburuk saat proses

pernapasan, atau pleuritis. Gejala-gejala lain dari pleurisy dapat berupa batuk,

nyeri dada, dan sesak napas.(21)

B. ETIOLOGI

Pleurisy dapat disebabkan oleh apa saja dari kondisi-kondisi berikut (1,21,26):

Infeksi: bakteri, jamur, parasit, atau virus

Kimia-Kimia yang Terhisap atau Senyawa-Senyawa Beracun

Penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen

Kanker

Tumor-Tumor dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma

Kegagalan jantung

Pulmonary embolism

Rintangan dari Kanal-Kanal Limfa

Trauma

Obat-Obat Tertentu

Proses-proses Perut

Lung infraction

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala Pleurisy antara lain (1,21,26)

Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas

Sesak Napas

43

Page 44: Ipd Pneumotoraks EDITED

Perasaan “ditikam”

Gejala yang paling umum dari pleurisy adalah nyeri yang umumnya

diperburuk oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-paru sendiri tidak

mengandung syaraf-syaraf nyeri apa saja, pleura mengandung berlimpah-limpah

ujung-ujung syaraf. (1,21,26)

Ketika cairan ekstra berakumulasi dalam ruang antara lapisan-lapisan dari

pleura, nyeri biasanya dalam bentuk pleurisy yang kurang parah. Dengan jumlah-

jumlah akumulasi cairan yang sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat

dibatasi, dan sesak napas dapat memburuk. (1,21,26)

D. PATOFISIOLOGI

Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi partikel

di hidung, pencegahan aspirasi  dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing

melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis

kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan

drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi,

gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung

bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens

mucus atau sekresi seperti pada fibrosis kistik, benda asing atau disfungsi silier.

Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda

asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia

terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui

aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan

virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan

anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya

umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis

respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas. (1,21,26)

E. DIAGNOSA PLEURITIS

Nyeri dari pleuritis adalah sangat khusus. Nyerinya di dada dan biasanya tajam

dan diperburuk oleh bernapas. Bagaimanapun, nyerinya dapat dikacaukan dengan

nyeri dari (1,21,26):

44

Page 45: Ipd Pneumotoraks EDITED

Peradangan sekitar jantung (pericarditis)

Serangan jantung (myocardial infarction)

Kebocoran udara didalam dada (pneumothorax)

Untuk membuat diagnosis dari pleuritis, dapat diperiksa pada dada di area

nyeri dan seringkali dapat mendengar (dengan stethoscope) friksi (gesekan) yang

dihasilkan oleh gosokan dari dua lapisan pleura yang meradang dengan setiap

pernapasan. Bunyi yang dihasilkan oleh suara ini diistilahkan sebagai pleural

friction rub. (Berlawanan dengannya, friksi dari gosokan yang terdengar dengan

pericarditis adalah serempak dengan denyut jantung dan tidak berubah dengan

pernapasan). Dengan jumlah-jumlah yang besar dari akumulasi cairan pleural,

disana mungkin ada suara-suara pernapasan yang berkurang (suara-suara

pernapasan yang kurang didengar melalui stetoscope) dan dada bunyinya tumpul

ketika dokter mengetuk diatasnya (ketumpulan atas ketukan). (1,21,26)

X-ray dada pada posisi tegak lurus dan ketika berbaring pada sisi adalah alat

yang akurat dalam mendiagnosa jumlah-jumlah yang kecil dari cairan dalam

ruang pleural. Adalah mungkin untuk memperkirakan jumlah dari cairan ynag

terkumpul dengan penemuan-penemuan pada x-ray. (Terkadang, sebanyak 4-5

liter cairan dapat berakumulasi didalam ruang pleural). (1,21,26)

Ultrasound adalah juga metode yang sensitif untuk mendeteksi kehadiran

cairan pleural. CT scan dapat sangat bermanfaat dalam mendeteksi kantong-

kantong yang terjebak dari cairan pleural serta dalam menentukan sifat dari

jaringan-jaringan yang mengelilingi area. (1,21,26)

Pengangkatan cairan pleural dengan suntikan (penyedotan) adalah penting

dalam mendiagnosa penyebab dari pleurisy. Warna, konsistensi, dan kejernihan

dari cairan dianalisa dalam laboratorium. Analisa cairan didefinisikan sebagai

“exudate” (tinggi dalam protein, rendah dalam gula, tinggi dalam enzim LDH, dan

tinggi dalam jumlah sel putih; karakteristik dari proses peradangan) atau

“transudate” (mengandung tingkat-tingkat yang normal dari kimia-kimia tubuh

ini). Penyebab-penyebab dari cairan exudate termasuk infeksi-infeksi

(seperti pneumonia), kanker, tuberculosis, dan penyakit-penyakit collagen

(seperti rheumatoid arthritis dan lupus). (1,21,26)

45

Page 46: Ipd Pneumotoraks EDITED

Penyebab-penyebab dari cairan transudate adalah gagal jantung kongesti dan

penyakit-penyakit hati dan ginjal. Pulmonary emboli dapat menyebabkan salah

satu dari transudates atau exudates pada ruang pleural. Cairan juga dapat diuji

untuk kehadiran dari organisme-organisme infeksius dan sel-sel kanker. Pada

beberapa kasus-kasus, potongan kecil dari pleura mungkin diangkat untuk studi

mikroskopik (dibiopsi) jika ada kecurigaan dari tuberculosis (TB) atau kanker. (1,21,26)

F. PENATALAKSANAAN

External splinting dari dinding dada dan obat nyeri dapat mengurangi

nyeri dari pleurisy. Perawatan dari penyakit yang mendasarinya, tentu saja,

akhirnya membebaskan pleurisy. Contohnya, jika kondisi jantung, paru, atau

ginjal hadir, ia dirawat. Pengangkatan cairan dari rongga dada (thoracentesis)

dapat menghilangkan nyeri dan sesak napas. Terkadang pengangkatan cairan

dapat membuat pleurisy memburuk sementara karena sekarang dua permukaan

pleural yang meradang dapat menggosok secara langsung pada satu sama lainnya

dengan setiap pernapasan. Jika cairan pleural menunjukan tanda-tanda infeksi,

perawatan yang tepat melibatkan antibiotik-antibiotik dan pengaliran dari cairan.

Jika ada nanah didalam ruang pleural, tabung pengaliran dada harus dimasukan.

Prosedur ini melibatkan penempatan tabung didalam dada dibawah

pembiusan total. Tabung kemudian disambungkan ke ruang yang disegel yang

dihubungkan ke alat pengisapan dalam rangka untuk menciptakan lingkungan

tekanan negatif. Pada kasus-kasus yang berat, dimana ada jumlah-jumlah yang

besar dari nanah dan jaringan parut (adhesions), ada keperluan untuk

“decortication”. Prosedur ini melibatkan pemeriksaan ruang pleural dibawah

pembiusan dengan scope khusus (thoracoscope). Melalui alat seperti pipa,

jaringan parut, nanah, dan puing-puing dapat diangkat. Adakalanya, prosedur

operasi terbuka (thoracotomy) diperlukan untuk kasus-kasus yang menyulitkan.

Pada kasus-kasus dari pleural effusion yang berakibat dari kanker, cairan

seringkali berakumulasi kembali. Pada tatacara ini, prosedur yang disebut

pleurodesis digunakan. Prosedur ini memerlukan menanamkan iritan, seperti

bleomycin, tetracycline, atau bedak talc, didalam ruang antara lapisan-lapisan

46

Page 47: Ipd Pneumotoraks EDITED

pleural dalam rangka menciptakan peradangan. Peradangan ini, pada gilirannya,

akan melekatkan dua pleura bersama ketika luka parut berkembang. Prosedur ini

dengan demikian melenyapkan ruang antara pleura dan mencegah akumulasi

kembali dari cairan. (1,21,26)

G. PENCEGAHAN PLEURISY

Pleuritis dapat dicegah, tergantung pada penyebabnya. Contohnya, intervensi dini

dalam merawat pneumonia mungkin mencegah akumulasi dari cairan pleural.

Pada kasus dari penyakit jantung, paru, atau ginjal, manajemen dari penyakit yang

mendasarinya dapat membantu mencegah akumulasi cairan (1,21,26).

47

Page 48: Ipd Pneumotoraks EDITED

CHYLOTHORAX

A. DEFINISI

Chylothorax adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di dalam

rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang

utamanya. (1)

B. PATOFISIOLOGI

Obstruksi atau laserasi duktus torasikus yang paling sering disebabkan

oleh keganasan, trauma, tuberkulosa dan trombosis vena. Cairan "chylus" khas

putih seperti susu tidak berbau dan bersifat alkalis,pada kondisi puasa produksi

minimal dan menjadi produktif  setelah makan makanan berlemak. Komposisi

terutama adalah fat 14-210 mmol/L (60%-70% lemak yang diserap usus masuk ke

dalam duktus torasikus) protein dan elektrolit. (27)

C. DIAGNOSIS

Anamnesis dijumpai keluhan sesak napas. Pemeriksaan fisik ada gerakan

asimetris sisi sakit tertinggal, sela iga melebar, keredupan sisi sakit, fremitus raba

menurun pada sisi sakit, suara napas menurun pada sisi sakit. (27)

Foto toraks tampak gambaran cairan efusi pleura. Aspirasi cairan pleura

memastikan ada efusi pleura. Bila diperlukan dapat dibantu USG toraks atau CT

scan toraks. (1,27)

D. DIAGNOSIS BANDING (28)

Konsolidasi paru karena pneumoni

Neoplasma karena kolaps paru

Fibrosis pleura

E. PENATALAKSANAAN (28,29)

1. Konservatif, dengan cara: pemberian diet dan nutrisi yang adekuat (rendah

lemak), koreksi cairan dan elektrolit dan drainase tertutup (WSD).

2. Intervensi bedah

48

Page 49: Ipd Pneumotoraks EDITED

Tindakan bedah dilakukan bila lebih dari 14 hari tindakan konservasif tidak

berhasil, dari kepustakaan 25% kebocoran akan menutup secara sepontan dalam

interval waktu 14 hari dan 75% butuh intervensi bedah.

Teknik bedah (29)

ligasi langsung pada duktus toraksikus.

"supra diaphragmatic mass ligaton".

Pleuroperitoneal shunting.

Pleurodesis dan pleurectomi.

Anastomosis duktus ke V azugos.

Dekortikasi.

Fibrine glue.

VATS.

- Aspirasi cairan pleura untuk mengurangi keluhan sesak napas. Dianjurkan

untuk melakukan aspirasi sedikit demi sedikit, sebanyak 500-1000 cc, unutk

mencegah edema paru akibat pengambilan cairan yang banyak dan cepat.

- Efusi pleura maligna yang cepat reakumulasi dianjurkan pleurodesis. Sebelum

bahan sklerosing dimasukkan ke rongga pleura, dipasang chest tube, lalu

tetracylin HGI dosis 20 mg/kgBB yang dilarutkan dalam 50 cc cairanfisiologis

(garam faali). Penderita diupayakan berubah posisi atau digoyang supaya

merata, dilakukan pengisapan dengan tekanan negatif kemudian chest tube

diklem selama 24 jam. Bahan pleurodesis yang lain seperti talk, dekstrosa

40%, dll.

- Selain itu dapat diberikan kemoterapi intrapleura pada proses keganasan

seperti bleomycin, 5 flurouracil, cysplatinum.

F. PENYULIT

Empiema

  

EMPIEMA

A. DEFINISI

49

Page 50: Ipd Pneumotoraks EDITED

Ada beberapa pengertian mengenai empiema, yaitu (1,21):

a.       Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam ronggga

pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura.

b.      Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura

c.       Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural

Secara garis besar, empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan

oleh infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura

menjadi purulen atau keruh. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada

kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL.

B. ETIOLOGI

Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus

pneumoniae) dan Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah

penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil gram negatif

seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella

pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan hampir 30 % dijumpai pada hasil

isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia

pneumokokus. (1,21,30)

Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang

paling sering menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar

92 % empiema pada anak-anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang

lain Haemophilus influenzae adalah penyebab empiema pada anak-anak. (1,21,26,27)

Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema

tuberkulosis yang sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema

jarang disebabkan oleh jamur, terutama pada penderita yang mengalami

penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised).Aspergillus species dapat

menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini terkadang

terjadi pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat

menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang. (21,26,27)

Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran

pernapasan bawah. Kebanyakan orang dewasa telah memiliki antibodi untuk

50

Page 51: Ipd Pneumotoraks EDITED

beberapa jenis virus yang umum, dan kebanyakan infeksi virus bersifat ringan. (1,21,26,27,28)

C. PATOFISIOLOGI

Infeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah

komplikasi yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang

termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses

subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses

hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga terlibat dan infeksi

pada faring, tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik

secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum. (27,28)

Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang

dapat menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini

dapat disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan,

darah atau nanah dalam rongga pleura. Penimbunan eksudat disebabkan oleh

peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler

atau gangguan absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan dari kadar

protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis

<1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan

kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel. Penimbunan cairan

dalam rongga pleura disebut efusi pleura. (1,27,28)

Infeksi oleh organisme-organisme patogen menyebabkan jaringan ikat

pada membran pleura menjadi edema dan menghasilkan suatu eksudasi cairan

yang mengandung protein yang mengisi rongga pleura yang dinamakan pus atau

nanah. Jika efusi mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. (27,30)

D. MANIFESTASI KLINIS

Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain

yang timbul adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Gejala empiema

yang timbul tergantung dari terbentuknya atau tidaknya fistula ke bronkus, yakni

berupa fistula bronkopleura. Bila tidak terjadi fistula, maka gejalanya akan tetap

berat, sementara itu apabila telah terjadi fistula maka gejalanya akan lebih ringan.

51

Page 52: Ipd Pneumotoraks EDITED

Adapun gejala klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut, antara lain (28,30,31):

a.       Sering dijumpai demam

b.      Malaise dan kehilangan berat badan pada empiema kronis

c.       Penderita sering mengeluh adanya nyeri pleura (Pleuritic pain)

d.      Dispnea dapat disebabkan akibat kompresi atau penekanan pada paru-paru

oleh cairan empiema

e.       Batuk sering dijumpai dan adanya fistula bronkopleural yang disertai

dengan sputum yang purulen yang dapat dibatukkan.

E. KOMPLIKASI

Secara umum, empiema bisa merupakan komplikasi dari: Pneumonia,infeksi pada

cedera di dada, pembedahan dada, pecahnya kerongkongan,dan abses di perut.

Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai

berikut (30,31,32):

a.       Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga

dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.

b.      Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang

dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.

c.       Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir

dari empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan.

Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan

CO2 darah masih dalam batas normal.

d.      Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.

e.       Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara

menyeluruh, misalnya foto dada.

f.        Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik

sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening

F. DIAGNOSIS

52

Page 53: Ipd Pneumotoraks EDITED

Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya

penurunan suara pernapasan dan suara pernapasan terdengar ronchi.Untuk

membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut (27,30,31,32):

a.       Rontgen dada/foto thoraks

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk

mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Dengan

foto thoraks posisi lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga

pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling

tidak cairan dalam rongga pleura sebanya 300 ml.

b.      CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa

menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.

c.       USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya

sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

d.      Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis

(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke

dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

e.       Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan

biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada

sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,

penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

f.        Analisa cairan pleura

g.      Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang

terkumpul.

53

Page 54: Ipd Pneumotoraks EDITED

G. PENATALAKSANAAN

Sasaran penatalaksanaan adalah mengalirkan cavitas pleura hingga mencapai

ekspansi paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, antibiotika

(dosis besar ) dan atau streptokinase.

Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan (30,31,32,33):

a.       Aspirasi jarum ( Thorasentesis ),jika cairan tidak terlalu kental.

b.      Drainase tertutup dengan WSD (Underwater seal), indikasi bila nanah

sangat kental, pnemothoraks.

c.       Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan

debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.

d.      Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.

e.       Pengobatan. Obat golongan antibiotik yang dipakai adalah Klindamisin

dengan dosis 3×600 mg IV, lalu 4×300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika

kondisi klien tidak panas lagi dan merasa baikan. Atau penggunaan kombinasi

obat yang sama efektifnya dengan Klindamisin adalah Penicilin 12-18 juta

unit/hari + metronidazol 2 gram/hari selama 10 hari.

HEMATOTHORAKS

A.DEFINISI

54

Page 55: Ipd Pneumotoraks EDITED

Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-

paru (rongga pleura). (34)

B. ETIOLOGI

Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh

darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam

atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat

menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak

memerlukan intervensi operasi. (34,35)

Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Trauma misalnya (34,35) :

Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada

Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet

hemothorax oleh pembuluh internal.

Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura

Henoch-Schönlein  dapat menyebabkan spontan hemotoraks. Adenomatoid

malformasi kongenital kistik: malformasi ini kadang-kadang mengalami

komplikasi, seperti hemothorax. (35)

Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Dapat juga terjadi

pada pasien yang memiliki (35,36):

Sebuah cacat pembekuan darah

Trauma tumpul dada

Kematian jaringan paru-paru  (paru-paru infark )

Kanker paru-paru atau pleura

Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-

paru )

55

Page 56: Ipd Pneumotoraks EDITED

Penempatan dari kateter vena sentral

Operasi jantung

Tuberkulosis

Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc

dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh

darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat

disebabkan cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia. (35,36,37)

C.  PATOFISIOLOGI

Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru

atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti

pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran

serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini

memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat

menahan 30-40% dari volume darah seseorang (34,35).

Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra

Alveoler, kolaps terjadi pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil , sehingga

takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun. Vs :T ,S , N. Hb

menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia. (35,36,37)

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala/ tanda klinis hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka

yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak

menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan

keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan

distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan

56

Page 57: Ipd Pneumotoraks EDITED

peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan

penurunan curah jantung (35,36,37).

D. DIAGNOSIS

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (35,36,37):

Inspeksi      : ketinggalan gerak

Perkusi       : redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling

rendah

Auskultasi  : vesikuler

 Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah (38) :

Tachypnea

Pada perkusi redup

Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan

takikardia.

Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragic

Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen toraks

akan didapatkan gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada

hemotoraks masif akan didapatkan gambaran pulmo hilang (38).

Pemeriksaan diagnostic (36,37,38,39)

a. a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura,

dapat   menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)

b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi,

gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2

kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi

oksigen biasanya menurun.

57

Page 58: Ipd Pneumotoraks EDITED

c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).

d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

E. PENATALAKSANAAN              

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan,

dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada

hemotoraks adalah (35,36,39,40):

 1. Resusitasi cairan.

Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang

dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus

cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah

dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat

dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan

dengan pemberian infus dipasang pula chest tube ( WSD ). 

 2. Pemasangan chest tube ( WSD )

ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak

membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat

pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube

tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi resiko

terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam

memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga

memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur

diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air.

Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /

cavum pleura.

Macam WSD adalah :

58

Page 59: Ipd Pneumotoraks EDITED

WSD aktif  : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.

WSD pasif  : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.

Pemasangan WSD :

Setinggi SIC 5 – 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .

1.      Persiapkan kulit dengan antiseptik

2.      Lakukan infiltratif kulit, otot  dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela

iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.

3.      Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura

4.      Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis

5.      Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk

menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga

6.      Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi

pleura dan perlebar lubangnya

7.      Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan

ke dalam kulit

8.      Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi

dengan satu jahitan.

9.      Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa

dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti.

Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem

drainage tertutup air

10.  Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.

59

Page 60: Ipd Pneumotoraks EDITED

3. Thoracotomy

Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:

1.      Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita

tersebut membutuhkan torakotomi segera.

2.      Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi

perdarahan tetap berlangsung terus.

3.      Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam

waktu 2 – 4 jam.

4.      Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di

daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan

diperlukannya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah

besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

Tranfusi darah diperlukan selam aada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita

dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan

kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang

akan diberikan. Warna darah ( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang

baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris

torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari

belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara

(anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan

antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan

60

Page 61: Ipd Pneumotoraks EDITED

memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah

12.7 cm hingga 25 cm.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa  (35,36,37,38,39,40):

1. Kegagalan pernafasan

2. Kematian

3. Fibrosis atau parut dari membran pleura

4. Syok

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot

besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak.

Jika tekanan dalam rongga dadaberubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap

cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan

mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut pneumotoraks ).

61

Page 62: Ipd Pneumotoraks EDITED

BAB III

PENUTUP

A. RINGKASAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan adanya penimbunan udara

dalam rongga pleura, sehingga menyebabkan jaringan paru menjadi kollaps

(total atau parsial). (5)

Pneumotoraks terjadi akibat kombinasi peninggian tekanan

intrabronkus dan intraalveolus pada suatu tempat lemah dalam jaringan paru

yang pecah, sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura. (2)

Ada beberapa jenis pneumotoraks, sesuai dengan klasifikasi sebagai

berikut: (1,2,3,4,5,6,7,10)

1. Klasifikasi menurut etiologi.

a. Pneumotoraks spontan.

b. Pneumotoraks traumatik.

2. Menurut letak pneumotoraks.

a. Pneumotoraks lateral.

b. Pneumotoraks mediastinal.

c. Pneumotoraks basal.

d. Pneumotoraks bilateral.

3. Menurut tingkatan kollaps paru yang terjadi.

a. Pneumotoraks totalis (100 %)

b. Pneumotoraks partialis.

c. Pneumotoraks bilateral.

4. Menurut kejadian pneumotoraks.

a.Pneumotoraks akut.

b. Pneumotoraks kronik.

c.Pneumotoraks kambuh.

5. Menurut bentuk atau keadaan fistulanya.

62

Page 63: Ipd Pneumotoraks EDITED

a. Pneumotoraks terbuka.

b. Pneumotoraks tertutup.

c. Pneumotoraks ventil (valvular).

6. Variasi pneumotoraks lainnya.

Gambaran klinis yang terdapat pada pneumotoraks meliputi : (5,7,10,11,12)

1. Keluhan

2. Kelainan fisik.

3. Kelainan radiologik.

4. Faal paru.

Penetalaksanaan pneumotoraks terdiri dari :

1. Indikasi perawatan.

a. Semua bentuk pneumotoraks pada prinsipnya harus dirawat,

untuk pengawasan terhadap terjadinya keadaan bahaya (1-5 hari).

b. Sesak nafas, lebih-lebih yang makin hebat.

2. Pengobatan, terdiri atas :

a. Pengobatan terhadap penyakit paru yang mendasari.

b. Pengobatan suportif.

c. Penanganan terhadap pneumotoraksnya.

Dengan terapi yang tepat, kesembuhan yang dicapai selalu sempurna,

dan kemungkinan kambuh kecil sekali, terkecuali bila penderita dikemudian

hari menjadi seorang perokok, juga bila terapi terhadap penyakit dasarnya

(TB) tidak sempurna. Jika pada penderita terdapat emfisema paru dengan

tekanan udara intrapulmonal yang tinggi, maka pada keadaan sedemikian

kesembuhan dapat disusul dengan suatu kekambuhan yang bahkan dapat

sampai berkali-kali. (1)

B. SARAN

Jika menemui kasus pneumotoraks sebaiknya harus cepat didiagnosa

secara benar dan tepat, sehingga cepat mendapat penanganan karena

dapat mengancam jiwa.

Penatalaksanaan pneumotoraks sebaiknya dilakukan sesuai dengan jenis

pneumotoraks, serta faktor penyebabnya agar tidak timbul komplikasi.

63

Page 64: Ipd Pneumotoraks EDITED

Dengan terapi yang tepat, kesembuhan yang dicapai selalu sempurna,

dan kemungkinan kambuh kecil sekali, terkecuali bila penderita

dikemudian hari menjadi seorang perokok, juga bila terapi terhadap

penyakit dasarnya (TB) tidak sempurna.

Pneumotoraks artifisial atau pneumotoraks yang sengaja dibuat untuk

tujuan diagnosis dan terapi penyakit-penyakit tertentu sebaiknya jangan

dilakukan lagi, karena komplikasi yang bisa ditimbulkan sangat

merugikan.

64

Page 65: Ipd Pneumotoraks EDITED

DAFTAR PUSTAKA

1. Halim Hadi, Penyakit- Penyakit Pleura dalam: Suyono S. Waspadji S.

Lesmana L. Et Al. (Editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi

III, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2009 : hal 2329-2336

2. Hisyam B. Agoestono H. Pneumotoraks Spontan, dalam: Suyono S.

Waspadji S. Lesmana L. Et Al. (Editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Jilid II, Edisi III, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2001 : hal 939-945.

3. Karnadiharja W. Djojosugito AM. Tindakan Bedah Organ Dan Sistem

Organ, dalam: De Jong W. Sjamsuhidajat R. (Editor), Buku Ajar Ilmu

Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

1997 : hal 517-526.

4. Ahmad I. Penyakit Pleura, dalam: Rachmatullah P. (Editor), Buku Ajar

Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi), Buku II, Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK UNDIP, Semarang 1997 : hal 17-25.

5. Sutarto SA. Abdullah AA. Boer A. Et Al. Toraks, dalam: Rasad S.

Kartoleksono S. Ekayuda I. (editor), Radiologi Diagnostik, Cetakan II,

Bagian Radiologi FKUI, Jakarta 1992 : hal 118-119.

6. Light WR. Kelainan Pada Pleura, Mediastinum Dan Diafragma, dalam

Isselbacher JK. Braunwald E. Martin BJ. Et Al. (Editor), dalam Harrison

Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol 3, Edisi 13, EGC, Jakarta 2000 :

hal 1385-1390.

7. Davey P. (Editor), Pneumotoraks, dalam: At A Glance Medicine,

Erlangga, Jakarta 2006 : hal 26-27.

8. Shiel W. Lee D. Marks WJ. Et Al. (Editor), Pneumothorax (Collapsed

Lung) http:// www.file:///G:/Pneumothorax%20 (Collapsed%20Lung)%20

Causes,% 20 Symptoms ,% 20 Diagnosis,%20 an20 Treatment%20by%20

MedicineNet_com.htm Last Editorial Review: 12/19/2006 .

65

Page 66: Ipd Pneumotoraks EDITED

9. Kong A. Chang KA. McCormack FX. Et All. (Editor), Pneumothorax,

The American Stedman’s Medical Dictionary, http://en.wikipedia.org

/wiki/Image:Pneumothorax_CT.jpg Last modified 12:30, 11 November

2007.

10. Leman MM. Thabrany Z. Amrie Y. (Editor), Water Sealed Drainage Mini

Dengan Catheter Intravena Dan Modifikasi Fiksasi Pada Kasus

Hidropneumotoraks Spontan Sekunder, RS Paru Dr. M. Goenawan

Partowidigdo, Cisarua, Bogor, http://www.file:slide-poster%20 WSD%

mini- Martin%20Leman.pdf , Last Update 11 November 2007.

11. Weg GJ. Anzueto A. Balk AR. Et Al. (Editor), The Relation Of

Pneumothorax And Other Air Leaks To Mortality In The Acute

Respiratory Distress Syndrome, dalam The New England Journal of

Medicine, Number 6, Volume 388, Massachusetts Medical Society, USA

2000 : hal 341-346, http://content.nejm.org/cgi/reprint/338/6/341.pdf,

Updated November 18, 2007.

12. Sahn AS. Heffner EJ. (E ditor), Spontaneous Pneumothorax, dalam The

New England Journal of Medicine, Number 12, Volume 342,

Massachusetts Medical Society, USA 2000 : hal 868-874,

http://www.nejm.org , Updated November 18, 2007.

13. Shaw KS. Prasil P. Nguyen LT. Et Al. (Editor), Pneumothorax Fact Sheet

nu" mo – tho' raks, California Thorasic Society – American Lung

Association, USA, 2003 : hal 1-2, http://www.thoracic.org/sections/

chapters/ ca/ ublications/ esources/ respiratory – disease-pediatric/ pneumo

fs. pdf, Updated November 18, 2007.

14. Consensus Statements, Consensus Panel on the Management

of Spontaneous Pneumothorax, American College of Chest Physicians,

USA 2007, http://www. chestnet. org/ education/ cs/ pneumothorax/ inter

active/toc.php, Updated November 18, 2007.

15. Ingolfsson I. Gyllstedt E. Lillo R. Et Al. (Editor), Reoperations are

common following VATS for spontaneous pneumothorax: study of risk

factors, dalam Interactive Cardio Vasculer and Thorasic surgery- European

Association Of Cardio Thorasic Surgery, Department of Cardiothoracic

66

Page 67: Ipd Pneumotoraks EDITED

Surgery, Lund University Hospital, Lund, Sweden 2006: hal 602-607,

http://www . file:///F:/Reoperations%20are%20common%20following

%20VATS%20for%20spontaneous%20pneumothorax%20study%20of

%20risk%20factors%20--%20Ingolfsson%20et%20al_

%205%20(5)%20602%20--%20Interactive%20CardioVascular%20and

%20Thoracic%20Surgery.htm ,

Updated November 18, 2007.

16. Forti JR. (Editor), Pneumothorax, Albert Einstein College of Medicine and

Children's Hospital at Montefior, Montefior 2006, http://www.file:///F:/

pneumothorax.htm, Last Updated: September 13, 2006.

17. Khairani A, Syahruddin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di

Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo. 2012; 32:155-60

18. Bahar A. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Soeparman, Sukaton U,

Waspadji S, et al. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta 1998; 785-97.

19. Fraser and Pare’s. Diagnosis of Disease of the Chest 4th Edition Vol.IV,

W.B. Saunds Company. USA. 1999. p2739-2769

20. Light, W Richard. Disorder of the Pleura, Mediastinum, Diaphragm, and

Chest Wall in: Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition

Vol.II. McGraw-Hill. USA. 2005. p1565-1569

21. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI, Jilid III Edisi 3. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta.1996.

22. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum.

[Internet]. Cited: 2012 Nov 10. Available from:

http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf

23. O’Rahilly R, Muller F, Carpenter S, Swenson R. Basic human anatomy: A

regional study of human strucutre. [Internet]. Cited: 2012 Nov 10.

Available from: http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html

24. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover.

Eur Respir J, 1991; 10:219-25

25. Porcel JM, Light RW. Diagnostic approach to pleural effusion. Am Fam

Physician. 2006; 73(7):1211-20

67

Page 68: Ipd Pneumotoraks EDITED

26. Chesnutt MS, Prendergast TJ. 2003. In : Current medical diagnosis &

treatment 2003. Editors: Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. 42 th. Ed.

New York; McGraw-Hill, 216-311.

27. Light R W. 2001. Clinical manifestations and useful tests. In: Pleural

diseases. 4th. Ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins, 42-86.

28. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusions: Nonmalignant and malignant. In:

Fishman’s Manual of pulmonary diseases and disorders. 3rd ed. Editors:

Fishman AP, Fishman JA, et al. McGraw-Hill Companies, 487-506.

Baue .A.E, Geha, A..S, Hammond G.L, Laks. H, Naunheius K.S, Glenn's

Thorac  and Cardhovascular Surgery 6th ed, Prantile Hall International inc,

London 1996.

29. Chon L.W, Doty D.B, Mc Elvein R.B,. Decision Making in Cardiothoracic

SurgeryBC Decker inc, Toronto 1987. 

30. Ismid D.I. Busroh.      Pembedahan Pada Empiema Tuberkulosis,

Empiema Toraks penanganan bedah terkini 2002 ; 41 -  46 

31. Kukuh B. Rachmad. Dasar Pembedahan Pada Empiema Toraks, Empiema

Toraks Penanganan bedah terkini 2002 ; 35 - 40.

32. Pearson F.G, Cooper. J.D, Deslauriers J., Gingberg R.J., Hiebert C.A,

Petterson G.A., Urschek HC, Thoracic Surgery, 2nd  ed, Churchill 

Livingstone, Philadelphia 2002.

33. Sabiston DC., Spencer F.C,. Surgery of The Chest 5th ed, WB Saunders.

Philadelphia .1991

34. ADAM, Inc, Hemothorax,

http://www.healthscout.com/ency/1/000126.html, April 2009

35. Denise Serebrisky, MD, hemotoraks,

pendahuluan,      http://emedicine.medscape.com/article/1002107-

overview, maret 2009

36.  American college of surgeons, ATLS, hemotoraks, IKABI, 2004

37.  Robert A. Cowles, MD, Hemothorax –

Overview,             http://www.umm.edu/ency/article/000126.htm, oktober

2008

68

Page 69: Ipd Pneumotoraks EDITED

38. Misthos, P, dkk, Hemothorax,

http://en.wikipedia.org/wiki/Hemothorax,     februari 2010.

39. Maryland medical center,http://www.umm.edu/ency/article/000126.htm,

2009 

40. Sari, Dina kartika, dkk, massive hematotoraks, chirurgica, Tosca

enterprise, 2005

69