refrat ipd

76
REFERAT METABOLIK ENDOKRIN Pembimbing: dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD Disusun oleh: Anisa Nuraisa, S.Ked Rifka Humaida, S.Ked Tryvanie R Putra, S.Ked Zuryati Toiyiba Q, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK

Upload: madidim

Post on 14-Dec-2015

111 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

refrat ipd

TRANSCRIPT

REFERAT

METABOLIK ENDOKRIN

Pembimbing:dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

Disusun oleh:Anisa Nuraisa, S.KedRifka Humaida, S.KedTryvanie R Putra, S.KedZuryati Toiyiba Q, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNGRUMAH SAKIT ABDUL MOELOEKBANDAR LAMPUNG2015

KATA PENGANTAR

Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan referat tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung.Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD, yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan referat ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.Semoga referat ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk kami, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.Bandar Lampung, Agustus 2015

Penulis

1. DIABETES MELITUS

A. PengertianDiabetes MelitusDiabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smelter. 2001 : 1220).Diabetes melitus adalah hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (ed. Mansjoer. 1999 : 580).Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan menurunnya kadar gula didalam sel yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai insulin dengan kebutuhan tubuh.(Polaski,1996).

Insulin adalah hormon yang diproduksi di pankreas, organ di dekat perut.Insulin diperlukan untuk mengubah gula dan makanan lainnya menjadi energi.Bila menderita diabetes, tubuh pastinya tidak membuat cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin sendiri sebagaimana mestinya, atau keduanya.

Pada pasien dengan diabetes, tidak adanya atau kurangnya produksi insulin menyebabkan hiperglikemia.Diabetes adalah suatu kondisi medis yang kronis, yang berarti bahwa meskipun dapat dikontrol, itu berlangsung seumur hidup.

Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan :Bukan DMPuasaVena 140Kapiler > 1202 jam PPVena > 200Kapiler > 200

Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa diabetes melitus adalah suatu penyakit atau sindroma yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai insulin dengan kebutuhan tubuh.

B. KlasifikasiDiabetes Melitus

Menurut Smeltzer (2001) klasifikasi utama diabetes melitus adalah :1) Tipe I : Diabetes Melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus/IDDM).2) Tipe II : DM tidak tergantung insulin (non-insulin dependent DM/ IDDM).3) DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.4) DM Gestasional (gestation diabetes mellitus/GDM)

Sedangkan menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) klasifikasi DM berdasarkan etiologi adalah :a. DM tipe I ( EDDM/DMTI) disebabkan destruksi sel B pulau Langerjans akibat proses autoimun/idiopatik yang menjurus ke defisiensi insulin absolute.b. DM tipe II (NIDDM/DMTTI) disebabkan oleh kegagalan relative sel B dan resistensi insulin dan terjadi defisiensi relative insulin.c. DM gestasional terjadi pada kehamiland. DM tipe lain : Endokkrinopati, akromegali, sindrom ehusing, hipertiroldisme Penyakit eksokrin pankreas : pancreatitis, tumor / pancreatomi, pancreatopati fibrokalkulus Karena obat / zat kimia : tiazid, dilatin, pentamidin, asam nikotinat Infeksi : rubella congenital, sitomegalovirus Penyebab imunologi : antibody anti insulin

C. EtiologiDiabetes Melitus

Dalam kemajuan-kemajuan yang telah dicapai di bidang patologi, bio kimia dan imunologi kini diketahui bahwa diabetes melitus adalah suatu penyakit yang mempunyai etiologi lebih dari satu (etiologi yang berbeda-beda), dimana faktor genetik dan faktor lingkungan memegang peranan besar.

Etiologi diabetes melitus dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :1) Faktor genetikBahwa faktor keturunan pada diabetes melitus ada, sudah lama diketahui tetapi bagaimana terjadi transmisi-transmisi dari seseorang penderita ke anggota keluarga lain belum diketahui secara pasti.2) Faktor non genetikFaktor non genetik yang menyebabkan diabetes melitus antara lain infeksi, nutrisi, stress, obat-obatan, penyakit-penyakit endokrin (hormonal) dan penyakit-penyakit penkreas.

D. Tanda dan gejalaSimtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya: Poliuria - sering buang air kecil dalam jumlah banyak. Polidipsia - selalu merasa haus dan ingin minum terus sebagai efek banyaknya cairan yang dikeluarkan oleh tubuh. Polifagia - selalu merasa lapar dan Meningkatnya nafsu makan. Penurunan berat badan tiba-tiba menurun , seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1.

E. Patogenesisa. DIABETES MELITUS TIPE 2Jika pada Diabetes Melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsikalenjar pankreas, pada Diabetes Melitus Tipe 2, gangguan utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima)hormon insulin, yakni sel-sel darah.Dalam kondisi ini produktifitashormon insulinbekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin.Walau belum dapat dipastikan penyebab utama resistensi insulin, dibawah ini terdapat beberapa faktor-faktor yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut:

1. Gangguan Sekresi Insulin Pada Sel BetaPada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin terlihat normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektif, hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan pada awal diabetes tipe 2, bukan defisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya terjadi defisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang.Kemudian terjadi kehilangan 20% 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.Namun, yang terjadi adalah adanya gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.

Hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel beta dapat dijelaskan dengan dua mekanisme:a)Adanya peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2)di sel beta orang dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang khas pada penyakit.UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi oksidatif (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian diekspresikan dalam sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan respon insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya.b)Adanya pengendapan amiloid di isletPada 90% pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi.Amilin yang merupakan komponen utama amiloid yang mengendap ini secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada peningkatan produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lain amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta.

2. Obesitas / KegemukanObesitas dapat pula menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini dikarenakan obesitas ini dapat meningkatkan resistansi insulin ke suatu tahap yang tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Konsep resistansi insulin adalah sebagai berikut : pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa resistensi insulin yang berkaitan erat dengan obesitas menimbulkan stres berlebihan pada sel beta yang akhirnya mengalami kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin.

3.Pewarisan genetikTidak seperti kelainan gen tunggal di mana ekspresi penyakit dipengaruhi oleh sebuah alel mutan pada satu lokus gen, pada diabetes mellitus tipe 2, ekspresi penyakit tergantung pada beberapa gen yang semuanya hanya memiliki efek yang kecil (poligen). Diabetes mellitus tipe 2 ini bisa juga disebut dengan penyakit multifaktor (multifactoral disease) yang mana gen yang terlibat tidak hanya saling berinteraksi satu sama lain, namun juga berinteraksi dengan faktor lingkungan. Berdasarkan model multifaktor ini, predisposisi penyakit dapat ditentukan dengan beberapa kombinasi genetik yang berbeda (genotip) dan faktor lingkungan. Maka ekspresi genotip tidak akan nampak bila tidak dipicu oleh faktor lingkungan. Misalnya pada diabetes ini faktor lingkungan yang berpengaruh dan ikut memicu terekspresikannya penyakit adalah usia, diet, kegiatan fisik, obesitas (penumpukan lemak pada daerah perut), kadar trigliserida darah yang tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (kolesterol yang baik), kadar gula darah setelah makan > 200 mg/dl, sedangkan kadar gula darah puasa > 100, adanya rambut yang berlebih pada wajah atau tubuh (perempuan), atau diabetes saat kehamilan. Untuk itu, Ibu setidaknya perlu melakukan pemeriksaan darah rutin kadar kolesterol serta kadar gula darah (setelah makan dan puasa).

Sampai saat ini belum ditemukan faktor genetik apa yang menyebabkan terjadinya pewarisan penyakit diabetes mellitus ini. Namun beberapa penelitian tentang penyakit monogen menunjukkan beberapa gen yang menyebabkan diabetes mellitus. Namun, sayangnya penelitian ini masih sulit dihubungkan dengan gen pewarisan diabetes tipe 2 sebab terdapat perbedaan fenotip dari reseptor insulin pada hewan percobaan (tikus) dan manusia. Pada tikus, jika ia kekurangan reseptor insulin, maka masih bisa dilahirkan dengan berat normal, namun akan mati dengan cepat setelah mengalami ketoasidosis. Sedangkan manusia yang tidak mengalami mutasi, tidak akan dilahirkan (kemungkinan kecil) serta jarang akan tumbuh ketoasidosis.Sebuah variasi umum pada 2 isoform of peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR ) [Pro12YAla12 (Pro12Ala)] menunjukkan keterkaitan dengan diabetes yang menyatakan bahwa alel tersebut berhubungan dengan meningkatnya risiko diabetes sebanyak 25%. Mutasi mayor pada gen ini menyebabkan pewarisan resistansi insulin, diabetes mellitus, dan penampakan tambahan seperti lipodystrophy sebagian dan hipertensi. Varian (Glu23Lys) pada gen yang mengode jalur potasium KIR 6.2 juga meningkatkan risiko diabetes sebesar 25%. Hal ini berdampak pada diabetes yang parah atau hipoglikemia. Selain itu, varian lain pada gen yang mengode faktor transkripsi dan faktor inti hepatosit 4 (HNF4 ), reseptor insulin dan genom mitokondria juga mempengaruhi diabetes mellitus tipe 2 di mana sebagian besar mutasi pada gen akan menyebabkan gangguan metabolik.

Diabetes Melitus tidak menakutkan bila diketahui lebih awal. Gejala-gejal yang timbul sangat tidak bijaksana untuk dibiarkan, karena justru akan menjerumuskan ke dalam komplikasi yang lebih fatal.Jika berlangsung menahun, kondisi penderita Diabetes Melitus berpeluang besar menjadiketoasidosisataupunhipoglikemia.Lakukan pemeriksaan dini pada tubuh, tidak perlu menunggu hingga timbul gejala.Karena dengan dilakukan diagnosis dini, dokter dan pasien dapat menanggulangi diabetes melitus dengan baik agar kita mampu mencegah tersebut sebaik-baiknya.

F. Faktor Risiko Diabetes Melitus Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2) Obesitas (BMI25 kg/m2) Memiliki kebiasaan fisik yang tidak aktif Ras/etnis (African American, latin, native American, asian american, pacific islander) Sebelumnya telah diidentifikasikan IGT atau IFG Riwayat Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau melahirkan bayi dengan berat >4 kg Hipertensi (140/90 mmHg) Level kolesterol HDL 250 mg/dL (2,82 mmol/L) Sindrom polikistik ovarium atau nigrikan akantotik Riwayat penyakit vaskuler*American Diabetes Association, 2007

E. Manifestasi Klinis

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :1) Keluhan Klasik Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relative singkat harus menimbulkan kecurigaan.Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok.Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus. PoliuriaKarena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari. PolidipsiRasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan.Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. PolifagiaKalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.2) Keluhan lain Gangguan saraf tepi/ kesemutan Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik. Gatal/bisul Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Seringpula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhya.Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti. Gangguan ereksi Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang. Keputihan Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

F. PenatalaksanaanTujuan utama pengobatan diabetes mellitus yaitu :1) Mengembalikan konsentrasi glukosa darah menjadi senormal mungkin agar penyandang DM merasa nyaman dan sehat. 2) Mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi 3) Mendidik penderita dalam pengetahuan dan motivasi agar dapat merawat sendiri penyakitnya sehingga mampu mandiri.

Lima komponen pengobatan diabetes melitus yaitu :1) Pengaturan makananMakan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.Prinsip perencanaan makanan: Tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan (tidak berlebih). Menu sama dengan menu keluarga, gula dalam bumbu tidak dilarang. Teratur dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan (3J) Prinsip pembagian porsi makanan sehari-hari Disesuaikan dengan kebiasaan makan dan diusahakan porsi tersebar sepanjang hari. Disarankan porsi terbagi (3 besar dan 3 kecil): Makan pagi makan selingan pagi Makan siang makan selingan siang Makan malam-makan selingan malam (hal ini untuk mencegah terjadinya hipoglikemia terutama bagi yang menggunakan insulin kerja panjang) Penderita sebaiknya mengonsumsi makanan dengan karbohidrat rendah dan lambat menjadi gula. Perbanyak mengonsumsi buah dan sayuran terutama kubis, kacang panjang, dan paprika untuk memperbaiki fungsi pankreas. Pengaturan pola makan membutuhkan kedisiplinan. Sebaiknya konsultasikan dengan ahli gizi mengenai pola makan yang tepat bagi penderita DM.

2) Exercise atau latihanLatihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit.Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target.Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun OHO (Obat Hipoglikemik Oral).

Prinsip utama latihan pada DM adalah CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive dan Endurance).Continuous : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa henti misalnya jogging 30menit tanpa henti Rhytmical : Latihan yang menggunakan otot secara berirama seperti berenang,bersepeda. Interval : Dilakukan secara selang-seling misalnya jogging diselingi jalan. Progressive : Secara bertahap ditingkatkan dari aktivitas ringan hingga sedang dengan target denyut jantung 75-85% maksimal (220-umur). Endurance : Dimaksudkan yaitu yang sifatnya meningkatkan ketahanan seperti cardio training.

3) Pemantauan Kadar Glukosa Darah

4) PengobatanPada prinsipnya, pengendalian diabetes melitus melalui obat ada 2 yaitu :a) Obat Anti Diabetes atau Obat Hipoglikemik Oral yang berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresikan insulin. SulfonyluriaSulfonylurea menstimulasi sel-sel beta dalam pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Obat ini juga membantu sel-sel dalam tubuh menjadi lebih baik dalam mengelola insulin. Beberapa jenis obat yang mengandung sulfonylurea antara lain chlorpropamide (Diabinese), tolazamide (Tolinase), acetohexamide, glipizide (Glucotrol), tolbutamide (Orinase), glimepiride (Amaryl), glyburide (DiaBeta, Micronase), glibenclamide, dan gliclazide. MeglitinidaMeglitinida juga termasuk jenis obat diebetes yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di pankreas untuk memproduksi insulin. Yang termasuk golongan Meglitinides adalah repaglinida (Prandin), nateglinida (Starlix), dan mitiglinida. Metformin ( Biguanida )Metformin merupakan obat yang cara kerjanya terutama menurunkan glukosa darah dengan menekan produksi glukosa yang diproduksi hati dan mengurangi resistensi insulin. Metformin bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinsikan dengan sulfonylurea ThiazolidinedioneThiazolidinedione (sering juga disebut TZDs atau glitazone) berfungsi memperbaiki sensitivitas insulin dengan mengaktifkan gen-gen tertentu yang terlibat dalam sintesa lemak dan metabolisme karbohidrat. Thiazolidinedione tidak menyebabkan hipoglikemia jika digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun mereka seringkali diberikan secara kombinasi dengan sulfonylurea, insulin, atau metformin. Alpha-glucosidase inhibitorAlpha-glucosidase inhibitor termsuk di dalamnya acarbose (Precose, Glucobay) dan miglitol (Glyset) memilki cara kerja mengurangi kadar glukosa dengan menginterfensi penyerapan sari pati dalam usus. Acarbose cenderung menurunkan kadar insulin setelah makan, yang merupakan keuntungan khusus obat ini, karena kadar insulin yang tinggi setelah makan berkaitan dengan pengingkatan risiko penyakit jantung.b) Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian insulinnya. Makanan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia ( Perkeni, 1998 ). Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral, kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun, pada psien dengan diabetes melitus tipe 2 yang memburuk, maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Ada beberapa bentuk insulin yang tersedia atau tengah dalam penelitian. NPH yang merupakan insulin standar. Long-acting insulin (insulin glargine, ultralente insulin) yang menstimulasi sekresi insulin alami. Para ahli banyak menganjurkan insulin jenis ini. Insulin lispro dan insulin aspart yang merupakan fast-acting insulins. Diberikan sebelum makan, dan aksi pendeknya mengurangi risiko hipoglikemia sesudahnya. Stud pada pasien diabetes melitus tipe 2, insulin lispro bisa memperbaiki kualitas hidup dan risiko hipoglikemia dibandingkan insulin reguler, meski dalam hal kontrol gula darah tidak ada perbedaan. Investigative oral insulin kini tengah mendapat perhatian sebagai pengganti insulin. Beberapa diberikan secara inhaler atau oral spray yang diserap di cheek lining (Oralin). Pemberian secara oral kemungkinan bisa mengurangi komplikasi jantung dibandingkan insulin injeksi. Namun studi pada tikus melaporkan adanya masalah pada hati dan meningkatnya kadar trigliserida.

5) Pendidikan kesehatanInformasi yang harus disampaikan yaitu meliputi pengertian DM, penyebab, tanda dan gejala, akibat lanjut, pengobatan serta perawatan.6). Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik pada pasien diabetes melitus tipe I maupun tipe II, meliputi:a. Glukosa darah : meningkat 200 1000 mg/dl atau lebihb. Aseton plasma (keton) ; Positif secara mencolokc. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkatd. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 Mosm/le. Elektrolit :f. Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurung. Kalium : Normalh. Fosfor : Lebih sering menuruni. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulan terakhir.j. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunan pada HCO2 (Asidosis Metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.k. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi) ; Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.l. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan fungsi ginjal).m. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.n. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya. Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).o. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.p. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.q. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

G. Komplikasi Diabetes MelitusKomplikasi pada diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi akut dan kronik:Hipoglikemiaadalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : Rasa lapar Gemetar Keringat dingin PusingHipoglikemia dapat saja menyebabkan terjadinya koma. Oleh karena koma ini disebabkan oleh kekurangan glukosa dalam darah (koma Hipoglikemia). Penderita koma Hipoglikemik harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa.Penderita Diabetes Mellitus yang mengalami reaksi Hipoglikemik (masih sadar) biasanya disebabkan oleh obat anti Diabetes yang diminum dalam dosis tinggi.

Krisis HiperglikemiaKrisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut serius pada penderita diabetes mellitus.Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan.Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan osmolaritas extracellular.Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (- hydroxybutyrate [-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik.

Komplikasi Ginjal pada Diabetes MellitusNefropati diabetic merupakan penyebab kematian terbanyak penderita DM. Proteinuria penderita DM biasanya menunjukkan tingkat kerusakan pada ginjal dan prognosis.Patogenesis nefropati diabetic berhubungan dengan hiperglikemia, kemungkinan karena kerja ginjal yang terus menerus melebihi batas untuk menyaring glukosa, peningkatan tekanan darah pada ginjal dan perubahan struktur glomerular.

Diabetic NeuropathyDiabetic neuropathy muncul pada 50% penderita DM jangka panjang baik pada tipe 1 maupun tipe 2. Pada penderita DM kemungkinan disebabkan gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, ada pun jenis-jenisnya adalah:a.Polyneuropathy (mononeuropathy)Bentuk yang paling sering adalah distal symmetric polyneuropathy berupa kehilangan kemampuan sensorik bagian distal.Gejala yang muncul berupa perasaan gatal geli atau terbakar dimulai dari ujung kaki menyebar ke proksimal. Lama kelamaan penderita akan kehilangan kemampuan sensori atau kehilangan kemampuan reflek. Sedangkan mononeuropathy biasanya menyerang bagian cranial atau saraf perifer lainnya.

b. Autonomic neuropathyPenderita DM dapat mengalami disfungsi saraf otonom (sistem kolinergik, noradrenergic dan peptidergik).Saraf-saraf tersebut mengatur jantung, gastrointestinal dan sistem kemih.Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih, dll.

Gastrointestinal dan genitourinaryKelainan yang paling sering muncul adalah gangguan pengosongan lambung dan gangguan motilitas usus.Gejala yang mungkin muncul adalah anorexia, muntah, mual, dan kembung.Penyebabnya mungkin adalah disfungsi saraf simpatis. Selain itu hiperglikemia juga mengganggu proses pengosongan lambung.

Komplikasi kardiovaskularFaktor risiko untuk penyakit makrovaskular pada penderita DM misalnya dislipidemia, hipertensi, obesitas, aktivitas fisik berkurang, dan bila merokok akan semakin parah.Pada penderita DM tipe 2 biasanya terjadi peningkatan plasminogen activator inhibitor dan fibrinogen yang meningkatkan koagulasi darah.Selain itu diabetes juga berhubungan dengan disfungsi endotel, otot polos pada pembuluh dan platelet.Selain penyakit jantung koroner, kemungkinan untuk terjadi penyakit cerebrovaskular juga meningkat pada penderita DM. penderita DM juga berisiko terkena diabetic cardiomyopathy.

Komplikasi pada ekstremitas bawahDM merupakan penyebab amputasi non-traumatik tertinggi terutama akibat ulkus pada kaki, dan infeksi.Peningkatan insidensi disebabkan neuropathy, penyakit arteri perifer dan penyembuhan luka yang lambat.Sekitar 15% penderita DM menderita ulkus pada kaki dan 14-24% diantaranya harus diamputasi.Ulkus diabetikum dapat terjadi menurt dua teori, teori sorbitol dan terori glikoksilasi.

Terori sorbitolHyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktasi akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

Teori GlikosilasiAkibat hyperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membrane basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskule.Terjadinya ulkus diabetikum sendiri disebabkan oleh faktor faktor yang disebutkan dalam etiologi.Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menmyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.

InfeksiPenderita DM juga bisa mengalami gangguan sistem imun dan fungsi fagosit.Hal ini berhubungan dengan hiperglikemia dan gangguan vaskularisasi.Hiperglikemia membantu kolonisasi candida dan jenis fungal lainnya karena menyediakan makanan yang baik untuk pertumbuhan koloni.Infeksi tersering yang muncul adalah pneumonia, UTI, dan infeksi pada kulit.Selain itu penderita DM juga lebih rentan terhadap postoperative infection.

MataPadaDM dapat saja terjadiretinopati dimana pembuluh retina mengalami penyempitan, karena merupakan end artery (tak punya kolateral) sumbatan pada pembuluh retina berakibat kebutaan.Komplikasi kronik lainnya ialah katarak diabetik sebagai akibat tingginya kadar glukosa dalam cairan lensa mata, sehingga cairan lensa tersebut menjadi keruh

2. DIABETES INSIPIDUS

A. DefinisiSuatu penyakit yang mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.

B. Klasifikasi diabetes insipidus :1. Diabetes Insipidus Sentral Terjadi karena tidak adanya sintesis ADH (anti-diuretik hormon) atau ADH tidak dapat berfungsi secara normal Sintesis neurofisin suatu protein yang abnormal dapat mengganggu pelepasan ADH Adanya antibodi terhadap ADH Bisa juga diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor atau disebut Verney.s osmoreseptor cells 2.Diabetes Insipidus Nefrogenik Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medula renalis Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana keadaan ADH normal

C. Gejala Klinis 1. Produksi urin per 24 jam berjumlah 5 10 liter2. Berat jenis urine sangat rendah antara 1001 1005 atau 50 200 mOsmol/kg berat badan 3. Terjadi dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat yang terlarut karena intake air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin

D. Pengobatan Diuretik Tiazid Peningkatan Na+ dan air pada nefron yang lebih proksimal sehingga menyebabkan berkurangnya air yang masuk ke tubulus distal dan collecting duct Klorpropamid Meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal dan meningkaykan pelepasan ADH dari hipofisis.Efek samping hipoglikemi.Dapat dikombinasi dengan tiazid. Klofibrat - Meningkatkan pelepasan ADH endogen - Diberikan 4 kali sehari - Efek samping : gangguan saluran cerna - Dapat dikombinasikan dengan tiazid dan klopropamid

3. KELAINAN-KELAINAN TIROID Pasien dengan penyakit tiroid biasanya akan mengeluh (1) pembesaran tiroid, yang mana bisa difus atau nodular; (2) gejala-gejala defisiensi tiroid atau hipotiroidisme; (3) gejala-gejala kelebihan hormon tiroid, atau hipertiroidisme atau (4) komplikasi spesifik hipotiroidisme-Penyakit Graves-yang muncul dengan mata yang sangat menonjol (eksofalmus) atau, yang lebih jarang, penebalan kulit tungkai bawah (dermatopati tiroid).

HIPOTIROIDISMEHipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metaoblik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.

Etiologi dan Insidens Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan tiroid), (2) sekunder (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier (berhubungan dengan defisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena (4) resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai goiter dan non-goiter, tapi klasifikasi ini mungkin tidak memuaskan, karena tiroiditis Hasimoto dapat menimbulkan hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter. Insidens berbagai penyebab hipotiroidisme akan berbeda-beda tergantung faktor-faktor geografis dan lingkungan seperti diet iodida dan asupan bahan-bahan goitrogenik, ciri-ciri genetika dan populasi dan distribusi umur populasi (anak atau dewasa).

Etiologi Hipotiroid

Primer :1. Tiroidit is Hasimoto :a. Dengan goiterb. Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit tiroid autofmun, setelah tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves.2. Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves.3. Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular.4. Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras)5. Tirokiit is subakut.6. Penyebab yang jarang di Amerika Serikat. a. Defisiensi iodide.b. Bahan goitrogenik lain seperti lit ium; terapi dengan obat antitiroid. c. Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid.Sekunder : Hipopituitarisme karena adeno ma hipofisis, terapi ablasi hipofisis, atau destruksi hipofisis.Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang).Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.

Gambaran dan Temuan Klinis

A. Bayi baru lahir (Kretinisme) Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi --pada daerah-daerah asupan iodin rendah dan goiter endemik-- dengan retardasi mental, postur pendek, muka dan tangan tampak sembab dan (seringkali) tuli mutisma dan tanda-tanda neurologis yaitu kelainan traktus piramidalis dan ekstrapiramidalis . Di Amerika Serikat, program skrining neonatus telah memperlihatkan bahwa pada populasi hipotiroidisme neonatus adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit hitam insidensnya hanya 1 : 32.000. Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan dari kegagalan tiroid untuk desensus selama periode perkembangan embrionik dari asalnya pada dasar lidah ke tempat seharusnya pada leher bawah anterior, yang berakibat timbulnya kelenjar "tiroid ektopik" yang fungsinya buruk. Transfer plasenta TSH-R Ab [blok] dari ibu pasien tiroiditis Hashimoto ke embrio, dapat menimbulkan agenesis kelenjar tiroid dan "kretinisme atireotik.

Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaran bernapas, sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalis dan retardasi berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia proksimal dan epifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan bukti kuat adanya hipotiroidisme. Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telah menjadi keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4 serum di bawah 6 g/dL atau TSH serum di atas 30 U/mL indikatif adanya hipotiroidisme neonatal. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis adanya retardasi umur tulang.

B. Anak : Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

C. Dewasa :Pada orang dewasa, gambaran umu m hipotiro idisme termasuk mudah le lah, kedni g inan, penamba han berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan kram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang d ingin, kasar, kulit kering, wajah dan tangan sembab, suara parau da n kasar, refleks la mbat . Menurunkan konversi karoten menjadi vit amin A da n peningkatan karoten dalam darah sehingga memberikan warna kuning pada kulit.

1. Tanda kardiovaskularHipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguan kontraksi otot, bradikardi, dan penurunan curah jantung. EKG memperlihatkan kompleks QRS tegangan rendah dan gelombang P dan T, dengan perbaikan pada respons terhadap terapi. Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini bisa disebabkan oleh edema interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik, dan dilatasi ventrikel kiri tapi sering karena efusi perikardial . Derajat efusi perikardial dengan mudah dapat ditentukan dengan ekokardiografi. Walau curah jantung berkurang, jarang dijumpai gagal jantung kongestif dan edema pulmonum. Ada pertentangan apakah miksedema mendorong terjadinya penyakit arteri koronaria, tetapi penyakit arteri koronaria lebih umum terjadi pada pasien dengan hipotiroidisme, khususnya pasien lebih tua. Pada pasien dengan angina pektoris, hipotiroidisme dapat melindungi jantung dari stres iskemik, dan terapi penggantian dapat mencetuskan angina.2. Fungsi paruPada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasan dangkal dan lambat dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atau hipoksia. Kegagalan pernapasan adalah masalah utama pada pasien dengan koma miksedema.3. Peristaltik usus Jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadang- kadang ada sumbatan feses berat atau ileus.4. Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan. Hal ini disebabkan pasien miksedema mempunyai predisposisi terhadap intoksikasi cairan jika cairan dalam jumlah berlebihan diberikan.5. AnemiaSetidaknya ada empat mekanisme yang turut berperan dalam terjadinya anemia pada pasien hipotiroidisme: (1) gangguan sintesis hemoglobin sebagai akibat defisiensi hormon tiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatan kehilangan zat besi akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk mengabsorbsi besi; (3) defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam folat pada usus; dan (4) anemia pernisiosa, dengan anemia megaloblastik defisiensi vitamin B12. Anemia pernisiosa seringkali merupakan bagian spektrum penyakit autoimun, termasuk miksedema akibat tiroiditis kronika berhubungan dengan autoantibodi tiroid, anemia pernisiosa berhubungan dengan autoantibodi sel parietalis, diabetes melitus berhubungan dengan autoantibodi sel-sel pulau Langerhans, dan insufisiensi adrenal berhubungan dengan autoantibodiadrenal6. Sistem neuromuskularBanyak pasien mengeluh gejala-gejala yang menyangkut sistem neuromuskular, seperti, kram otot parah, parestesia, dan kelemahan otot.7. Gejala-gejala sistem saraf pusatdapat termasuk kelemahan kronis, letargi, dan tidak mampu berkonsentrasi. Hipotiroidsi me mengakibatkan gangguan konversi metabolisme perifer dari prekursor estrogen menjadi estrogen, berakibat perubahan sekresi FSH dan LH dan siklus anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan dengan menoragia berat. Pasien-pasien miksedema biasanya cukup tenang tapi dapat sangat depresi atau bahkan sangat agitatif ("kegilaan miksedema" = "myxedema madness").

Diagnosis

TatalaksanaTerapi Hipotiroidisme Hipotiroidisme diobati dengan levotiroksin (T4), yang terdapat dalam bentuk murni dan stabil dan tidak mahal. Levotiroksin dikonversi menjadi T3 di intraselular, sehingga kedua hormon sama-sama didapatkan dalam tubuh walaupun hanya satu jenis. Tiroid kering tidak memuaskan karena isi hormonnya yang bermacam-macam, dan triiodotirosi (sebagai liotironin) tidak memuaskan karena absorpsinya yang cepat dan waktu paruhnya yang singkat dan efek sementara. Waktu paruh levotiroksin kira-kira 7 hari, jadi hanya perlu diberikan sekali sehari. Preparat ini diabsorpsi dengan, kadar dalam darah mudah dipantau dengan cara mengikuti FT4I atau FT4 dan kadar TSH serum. Ada peningkatan T4 atau FT4I kira-kira 1-2 g/dL (13-26 nmol/L) dan disertai penurunan TSH sebanyak 1-2 U/L (1-2 mU/L) mulai dalam 2 jam dan berakhir setelah 8-10 jam setelah dosis per oral 0,1-0,15 mg levotiroksin .

Karena itu, dosis harian levotiroksin sebaiknya diminum pagi hari untuk menghindari gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum malam hari. Sebagai tambahan, ketika kadar serum tiroksin dipantau, adalah penting mengukur darah puasa atau sebelum mendapat dosis harian hormon untuk mendapat data yang konsisten.

Dosis levotiroksin : Dosis penggantian rata-rata levotiroksin pada dewasa adalah berkisar 0,05-0,2 mg/hari, dengan rata-rata 0,125 mg/hari. Dosis levotiroksin bervariasi sesuai dengan umur dan berat badan (Tabel 4-9). Anak kecil membutuhkan dosis yang cukup mengejutkan dibanding orang dewasa. Pada orang dewasa, rata-rata dosis penggantian T4 kira-kira 1,7 g/kg/hari atau 0,8g/pon/hari. Pada orang dewasa lebih tua, dosis penggantian lebih rendah, kira-kira 1,6 g/kg/hari, atau sekitar 0,7 g/pon/hari. Untuk supresi TSH pada pasien dengan goiter nodular atau kanker kelenjar tiroid, rata-rata dosis levotiroksin kira-kira 2,2 g/kg/hari (1 g/pon/hari). Keadaan malabsorbsi atau pemberian bersama preparat aluminium atau kolestiramin akan mengubah absorbsi T 4 , dan pada pasien-pasien seperti ini dibutuhkan dosis T4 lebih besar. Levotiroksin memiliki mempunyai waktu paruh cukup panjang (7 hari) sehingga jika pasien tidak mampu mendapat terapi lewat mulut untuk beberapa hari; meniadakan terapi levotiroksin tidak akan mengganggu. Namun, jika pasien mendapat terapi parenteral, dosis parenteral T4 kira-kira 75-80% dosis per oral.

HIPERTIROIDISMEDANTIROTOKSIKOSISTirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

GOITER TOKSIK DIFUSA (Penyakit Graves)

Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi pada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema pretibial)

Etiologi

Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.

Gambaran klinis

A. Gejala dan Tanda : Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada mata , dan takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan.Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.

Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada hipotiroidisme lelah dijelaskan pada bagian uji tiroid. Sebenarnya, kombinasi peningkatan FT4 I atau FT4 dan TSH tersupresi membuat diagnosis hipertiroidisme. Pada penyakit Graves awal dan rekuren, T3 dapat disekresikan pada jumlah berlebih sebelum T 4 , jadi serum T4 dapat normal sementara T3 meningkat. Jadi, jika TSH disupresi dan FT4 I tidak meningkat, maka T3 harus diukur. Autoantibodi biasanya ada, terutama imunoglobulin yang menst imulasi TSH-R Ab [stim]. Ini merupakan uji diagnostik yang membantu pada pasien tiorid yang apatetik" atau pada pasien yang mengalami eksoftalmus unilateral tanpa tanda-tanda yang jelas atau manifestasi laboratorium adanya penyakit Graves. Ambilan radioiodin berguna ketika diduga ada hipotiroidisme ambilan rendah; ini dapat terjadi pada fase subakut atau tiroiditis Hashimoto. Jenis hipopertiroidisme ini seringkali sembuh spontan. Scan technetium atau 123I dapat membantu bila dibutuhkan untuk memperlihatkan ukuran kelenjar dan mendeteksi adanya nodul "panas" atau "dingin. Sejak uji TSH ultrasensitif dapat mendeteksi supresi TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan. Ekografi dan CT scan orbita telah menunjukkan adanya pembesaran otot pada kebanyakan pasien dengan penyakit Graves walaupun tidak terdapat tanda-tanda klinis oftalmopati. Pada pasien dengan tanda-tanda klinis oftalmopati, pembesaran otot orbita sering sangat menonjol.

Komplikasi

Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejala tirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga dapat menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid dapat ringan dan nampak hanya sebagai reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan setelah operasi tiroid pada pasien yang persiapannya tidak adekuat. Lebih sering, terjadi dalam bentuk yang lebih berat, setelah operasi, terapi iodin radioaktif atau partus pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terkontrol adekuat atau selama penyakit

atau kelainan stres yang berat, seperti diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang berat, atau infark miokard. Manifestasi klinis krisis tiroid adalah hipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik berlebihan. Febris dari 38 sampai 41C (10-106F) dan dihubungkan dengan muka kemerahan dan keringat banyak. Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasi atrium, tekanan nadi tinggi dan kadang-kadang gagal jantung. Gejala susunan saraf pusat termasuk agitasi berat, gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastro- intestinal termasuk nausea, muntah, diare dan ikterus. Akibat fatal adahubungannya dengan gagal jantung dan syok (1,2,6)

Pernah diduga bahwa krisis tiroid adalah akibat bahwa pelepasan mendadak atau "dumping" cadangan tiroksin dan triiodotironin dari kelenjar tirotoksis. Pemeriksaan lebih teliti telah mengungkapkan bahwa kadar T4 dan T3 serum pada pasien dengan krisis tiroid tidaklah lebih tinggi daripada pasien tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Tidak ada bukti bahwa krisis tiroid disebabkan oleh produksi triiodotironin berlebihan. Ada bukti bahwa pada tirotoksikoiss terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan untuk katekolamin, sehingga jantung dan jaringan saraf mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap katekolamin dalam sirkulasi. Tambahan pula, terdapat penurunan pengikatan terhadap TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori saat ini bahwa dalam keadaan seperti ini, dengan tempat pengikatan yang bertambah yang tersedia untuk katekolamin, suatu penyakit akut; infeksi atau stres bedah memacu pengeluaran katekolamin, yang bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas yang tinggi, menimbulkan problem akut ini.Gambaran diagnostik klinis yang paling menonjol dari krisis tirotoksikosis

adalah hiperpireksia yang jauh lebih berat dari tanda-tanda lain. Penemuan laboratorium termasuk T4, FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi.

Terapi Penyakit Graves

Walaupun mekanisme autoimun bertanggung jawab atas penyakit sindroma

Graves, pengelolaannya terutama ditujukan terhadpa

mengendalikan

hipertiroidisme. Terdapat 3 metode yang tersedia (1) terapi obat anti tiroid (2)

bedah dan (3) terapi iodin radioaktif.

A. Terapi Obat Antitiroid : Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan kelenjar yang kecil dan penyakit ringan. Obat-obatan ini (propil tiourasil atau metimazol) diberikan sampai penyakitnya mengalami remisi spontan. Ini terjadi pada 20-40% pasien yang diobati untuk 6 bulan sampai 15 tahun. Walaupun ini merupakan satu-satunya terapi yang meninggalkan ketenjar tiroid yang uiuh, ini membutuhkan waktu pengawasan yang lama, dan insidens kambuh tinggi, mungkin 60-80% meskipun pada pasien-pasien pilihan. Angka kekambuhan dapat diturunkan dengan menggunakan regimen penghambat tiroid total yang akan dijelaskan di bawah. Terapi dengan obat-obatan antitiroid biasanya dimulai dengan dosis besar terbagi; bila pasien telah menjadi eutiroid secara klinis, terapi rumatan dapat dicapai dengan suatu dosis tunggal yang lebih kecil pada pagi hari. Suatu regimen umum terdiri dari propil tiourasil 100-150 mg tiap 6 jam mula-mulanya dan kemudian dalam waktu 4-8 minggu menurunkan dosis sampai 50-200 mg sekali atau dua kali sehari. Propiltiourasil mempunyai, satu kelebihan dibanding metimazol yakni bahwa propil tiourasil menghambat sebagian konversi T4 jadi T3, sehingga efektif dalam menurunkan hormon tiroid aktif dengan cepat. Sebaliknya, metimazo l mempunyai lama kerja yang lebih panjang dan lebih berguna bila d inginkan terapi dengan dosis tunggal. Suatu program tipikal akan dimulai dengan dosis 40 mg metimazol tiap pagi selama 1-2 bulan; dosis ini kemudian diturunkan menjadi5-20 tiap pagi untuk terapi rumatan. Uji laboratorium yang paling bernilai dalam memantau perjalanan terapi adalah FT4 serum dan TSH.Metode alternatif lainnya menggunakan konsep penghambatan total aktivitas tiroid. Pasien diobati dengan metimazol sampai eutiroid (sekitar 3-6 bulan), tapi selain dilanjutkan dengan penurunan dosis metimazol, pada saat ini tevotiroksin ditambahkan dengan dosis sekitar 0,1 mg/hari. Kemudian pasien terus mendapat kombinasi metimazol 10 mg/hari dan levotiroksin 0,1 mg/hari untuk 12-24 bulan. Pada akhir dari waktu ini, atau ketika ukuran kelenjar kembali normal, metimazol dihentikan dan levotiroksin dilanjutkan untuk beberapa tahun. Dengan terapi ini, penurunan titer antibodi antitiroid sangat hebat, dan remisi jangka panjang terjadi pada 60-80% pasien yang diobati.

1. Lama terapi-- Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan pada 80% pasien-pasien yang diterapi dengan karakteristik sebagai berikut : (1) kelenjar tiroid kembali normal ukurannya (2) pasien dapat dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relatif kecil. (3) TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum (4) jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian liotironin.2. Reaksi terhadap obat-- Reaksi alergi terhadap obat-obatan antitiroid termasuk rash (kira-kira 5% pasien) atau agranulositosis (kira-kira 0,5% pasien).Rash dapat dengan mudah ditangani dengan pemberian antihistamin dan bukan

indikasi untuk menghentikan terapi kecuali kalau berat dan

egneralisata.

Agranulositosis adalah suatu indikasi untuk segera menghentikan terapi obat antitiroid, pemberian terapi antibiotik yang tepat, dan mengganti ke jenis terapi alternatif, biasanya iodin radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai oleh sakit tenggorok dan panas. Jadi, semua pasien yang menerima obat-obat antitiroid diperintahkan bahwa bila terjadi sakit tenggorokan atau panas, mereka harus segera berhenti minum obat, memeriksa jumlah sel darah putih dan hitung jenis, dan pergi ke dokter. Jika hitung sel darah putih normal, obat antitiroid dapat dilanjutkan kembali. Ikterus kolestastik, edema angioneurotik, tokissitas hepatoselular dan artralgia akut adalah efek samping yang jarang namun serius yang membutuhkan penghentian terapi bila terjadi.

B. Terapi Bedah : Tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien- pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau gotier multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Sebagai tambahan, mulai 2 minggu sebelum hari operasi, pasien diberikan larutan jenuh kalium iodida, 5 tetes 2 kali sehari. Regimen ini secara empiris menunjukkan bahwa dapat mengurangi vaskularitas kelenjar dan mempermudah operasi.Terdapat ketidaksepakatan tentang berapa banyak jaringan tiroid harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak perlu kecuali bila pasien mempunyai oftalmopati progresif yang berat . Sebaliknya, bila terlalu banyak jaringan tiroid ditinggalkan, penyakitnya akan kambuh. Kebanyakan ahli bedah meninggalkan 2-3 gram jaringan tiroid pada masing-masing sisi leher. Walaupun beberapa pasien tidak memerlukan tambahan tiroid setelah tiroidektomi untuk penyakit Graves, kebanyakan pasien memerlukannya.

Hipoparatiroidisme dan perlukaan nervus laringeus rekuren terjadi sebagai komplikasi pembedahan pada kira-kira 1% kasus.

C. Terapi lodin Radioaktif : Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodida I131 adalah terapi terpilih untuk kebanyakan pasien di atas 21 tahun.

D. Tindakan-tindakan Medis Lain : Selama fase akut tiroitoksikosis agen penghambat beta adrenergik sangat membantu. Propranolol, 10-40 mg tiap 6 jam, akan mengendalikan takikardi, hipertensi bersamaan dengan kembalinya kadar tiroksin serum menjadi normal. Nutrisi yang mencukupi, termasuk suplemen multivitamin adalah sangat penting. Barbiturat mempercepat metabolisme T4 dan fenobarbital bisa berguna baik untuk khsaiat sedasinya maupun untuk menurunkan kadar T4. Natrium ipodat atau asam ioapnoat telah terlihat menghambat sintesis hormon tiroid dan juga pelepasannya seperti konversi perifer T4 menjadi T3. Jadi, pada dosis 1 gram sehrai, obat ini dengan cepat mengembalikan keadaan eutiroid. Obat ini akan membuat kelenaj r tersaturasi denan iodida, jadi harus digunakan sebelum terapi 131I atau obat antitiroid dengan propiltiourasil atau metimazol. Pada pasien dengan goiter nodular toksika dan reaksi alergi berat terhadap obat-obat antitiroid, natrium ipodat dan penghambat beta dapat digunakan secara efektif dalam persiapan untuk operasi.

4. DISLIPIDEMIAA. Manifestasi Klinis Spektrum manifestasi klinis bervariasi luas dari asimptomatik hingga ke manifestasi klinis yang jelas.Penderita dapat muncul dengan manifestasi klinis nyeri abdomen, xanthoma pada telapak tangan dan kelopak mata, tendinitis, arcus cornea, xanthoma tuberosum, obesity dan bahkan dengan manifestasi coronary heart diseases.Manifestasi klinis yang tampak dapat membantu membedakan type kelainan ini dengan menggunakan klassifikasi Fredrickson dan Lees.Fredrickson and lees phenotypePeningkatan lipoproteinPeningktan lipidPrevalensi pada anakGejala dan tandapengobatan

Tipe IKilomikronTrigliseridjarangMasa anak (70%) sakit perut, pankreati tis, erupsi xantoma,tanpa CHD pada anakDiet rendah lemak (10-15 g/hari

Tipe II aLDLKolesterolseringXantoma pada mata, dan telapak tangan, tendinitis pada achiles,CHD(homozigot)Rendah kolesterol,tinggi lemaktakje uh,Sequestrant jika tdk respon dgn diet,BB diturunkan pada obesitas

Tipe II bLDL dan VLDLKolesterol TrigliseridTidak seringTanpa gejala dan tandaRendahkolesterol,turunkan BB pada obesitas

Tipe III Remnat kilomikron dan IDLKolesterol TrigliseridSangat jarangXantoma pada telapak tangan dan tuberosumDietrendahko lesterol,rendah lemak dan kontrol BB.

Tipe IVVLDLTrigliseridRelatif tidak sering Obesitas,erups ixantoma ,nyeri perut.Dietrendah Lemak,kolesterol,kontrol BB

Tipe VKilomikron dan VLDLTrigliserid kolesterolSangat jarangObesitas,Erupsi xantoma,CHD jarangDiet rendah lemak,Kontrol BB.

B. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislipidemia anak pada dasarnya mencakup tindakan diet, pengobatan medikamentosa dan penatalaksanaan kormorbid lain yang ada pada anak seperti diabetes mellitus, hipertensi atau obesitas. Kadar total kolesterol dan LDL merupakan faktor yang paling menentukan jenis penatalaksanaan. Anak-anak dengan kadar kolesterol-LDL acceptable hendaknya diberikan pendidikan atau pemahaman mengenai pola makan yang baik yang dapat menghindari terjadinya hiperlipidemia. Bagi mereka dengan kadar kolesterol-LDL yang dikategorikan sebagai borderline, hendaknya diinformasikan mengenai risiko menderita kelainan kardiovaskuler serta dapat dimulai diet yang diikuti oleh penatalaksanaan terhadap faktor-faktor risiko. Bagi mereka yang digolongkan sebagai kolesterol-LDL high, hendaknya dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit lain (kelainan tiroid, ginjal dan hati) serta dilakukan diet yang diikuti oleh skrening terhadap anggota keluarga.Secara umum, penatalaksanaan dislipidemia dapat dibagi atas population approach dan individual approach.Population approach adalah penatalaksanaan yang ditujukan pada upaya untuk mengurangi risiko menderita kelainan kardiovaskuler. Hal ini bertujuan menurunkan kadar kolesterol-LDL dengan perubahan luas jenis asupan serta pola makan yang diaplikasikan secara luas kepada masyarakat. Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan pendidikan dan pemahaman yang cukup kepada semua unsur masyarakat mengenai rekomendasi nutrisi yang baik. Diharapkan jalan ini akan mempengaruhi pola makan dan jenis makan anak yang selanjutnya berpengaruh dalam penurunan kadar kolesterol-LDLnya.Individual approach adalah pendekatan yang dilakukan secara individual terhadap anak-anak yang memiliki risiko atau diduga menderita hiperlipidemia. Penatalaksanaan ini meliputi tindakan diet, obat-obatan serta penatalaksanaan terhadap kelainan lain yang menyertai hiperlipidemia pada anak ini. DietPengaturan diet ditujukan untuk mengurangi asupan kolesterol dan asam lemak jenuh dan hal ini dibagi atas dua tahap. Tahap pertama adalah memberikan diet sesuai dengan rekomendasi diet pada populasi umum yakni: asam lemak jenuh harus kurang 10% dari kalori total, total lemak tidak boleh melebihi 30% dari total kalori, kadar kolesterol harus kurang dari 300 mg perhari. Karena dengan diet ini anak memperoleh sedikit kalori dari lemak maka mereka harus memperoleh kalori yang cukup dengan mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, susu rendah lemak atau makanan kaya kalsium. Anak harus diberikan makanan yang bervariasi luas untuk menjamin tercukupinya zat gizi yang diperlukan bagi proses pertumbuhan dan perkembangan mereka. Bila dalam waktu 3 bulan diet tahap pertama tidak memberikan hasil, maka diet tahap kedua harus dilakukan. Diet ini terdiri atas pengurangan kadar asam lemak jenuh hingga kurang 7% dari kalori dan pengurangan asupan kolesterol hingga kurang dari 200 mg perhari. Secara bersamaan, zat gizi, vitamin dan mineral harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup guna memperbaiki proses metabolisme dan pertumbuhan tubuh.Obat-obatanJika tindakan diet selama 6 bulan hingga 1 tahun tidak memberikan hasil yang bermakna, maka obat-obatan dapat diberikan kepada anak usia 10 tahun atau lebih yang:1. Kadar LDLnya konstan pada 190mg/100ml atau lebih2. Kadar LDLnya konstan pada 160mg/100ml yang disertai:a. Adanya riwayat keluarga yang menderita kelainan kardiovaskuler dinib. Terdapatnya dua atau lebih faktor risiko kelainan kardiovaskuler (seperti kadar HDL yang rendah, merokok, hipertensi, obesitas dan diabetes).Obat yang direkomendasikan untuk anak dan remaja dengan dislipidemia adalah resin (bile acid sequestrans) seperti cholestyramine dan colestipol.19 Preparat ini dapat meningkatkan ekskresi asam empedu serta meningkatkan aktivitas reseptor LDL. Preparat ini diberikan dengan dosis yang didasarkan pada kadar kolesterol dan bukan berat badan anak. Anak dengan kadar total kolesterol kurang dari 245 mg/100ml dan atau kadar LDL kurang dari 195 mg/100 ml hendaknya diberikan 1 dosis harian. Anak dengan kadar total kolesterol antara 245-300mg/100ml dan atau LDL antara 195-235mg/100ml hendaknya diberikan 2 dosis harian. 3 dosis harian diberikan kepada anak dengan kadar kolesterol antara 301-345mg/100ml dan atau kadar LDL 236-280mg/100ml. Dan anak dengan kadar kolesterol atau LDL diatas nilai ini hendknya diberikan 4 dosis harian. Perlu diketahui bahwa satu dosis harian setara dengan 9 gram paket cholestyramine (yang mengandung 4 gram cholestyramine dan 5 gram filler) atau 5 gram colestipol. Selain itu, obat ini dapat memberikan efek samping berupa konstipasi, nausea, kembung, peningkatan kadar enzim transminase dan alkalin phosphatase serta kemungkinan pencegahan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak.

Beberapa laporan menyebutkan terdapatnya low compliance pada penggunaan resin dan karena itu beberapa trial menguji efektivitas penggunaan statin. Penelitian yang dilakukan oleh Lambert dkk (1996) serta Stein dkk (1999) memperlihatkan efektivitas penggunaan statin (lovastatin) dalam menurunkan kadar kolesterol pada anak berusia 10-17 tahun. Dengan dosis awal 10mg/hari selama 8 minggu, dengan peningkatan 10 mg setiap 8 minggu hingga mencapai 40 mg/hari, terdapat penurunan LDL berkisar antara 17-27 %. Pada kedua studi ini, lovastatin dianggap aman dan dapat ditolerir oleh pasien. Namun perlu diperhatikan bahwa selama penggunaan statin ini perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati (LFT). Jika LFT meningkat tiga kali dari batas normal, maka penggunaan statin harus dihentikan.

Peningkatan kadar trigliserida diatas dari 150mg/dl belum mengindikasikan perlunya pemberian obat-obatan. Nanti setelah kadar trigliserida melebihi 1,000mg/dl, barulah pemberian asam fibrat diindikasikan.Obat-obatan antihiperlipidemia lain yang biasa digunakan pada orang dewasa, seperti gemfibrozil, probucol dan clofibrate, tidak direkomendasikan pada anak-anak.

5. HIPERKORTISOLISMEKortisol plasma berlebihan (hiperkortisolisme) menyebabkan suatu keadaan yang disebut dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan menyebabkan aldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan menyebabkan virilismeadrenal. Sindrom-sindrom ini tidak dijumpai dalam bentuk murni tetapi bisa mempunyai gambaran yang tumpang tindih.Etiologi dan KlasifikasCushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan (truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini dinamakan dengan sindrom cushing . Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :1.Hiperplasia Adrenala.Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi hipothalamik-hipofisa dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisis.b. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH, yaitu karsinoma Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma pankreas, dan adenoma bronkhus.2.Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa adenoma dan karsinoma3.Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan penggunaan glukokortikoid jangka lama penggunaan ACTH jangka lama tanpa mempertimbangkan etiologi semua kasus cushing sindrom endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya ialah 1.Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis2.Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin3.20-25% pasien sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal4.Penyebab terbanyak adalah iatrogenik

EpidemiologiPada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.

PatofisiologiPenyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah adenoma hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada lebih 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis. Disamping itu, defek bisa berada pada hipothalamus atau pada pusat-pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan pelepasan CRH (Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan keadaan kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis, menyebabkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada waktu ini tumor hipofisis menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar. Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma (diameter 10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik.Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik, kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH dan CRHdan menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan denganprimitive small cell(Oat Cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau tumor timus, pankreas, ovarium, Ca. Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus. Timbulnya sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien dengan Ca. Paru, pasien tidak memperilahtkan gambaran klinis. Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan gambaran Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar kranium atau dalam kranium.Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya adalah ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran biokimia hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya mempunyai mikro atau makronudular kedua kelenjar nodular mengakibatkan hiperplasi nodular. Penyebabnya adalah penyakit autoimun familial pada anak-anak atau dewasa muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitivitas terhadapgastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal. Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah iatrogenik pemberian steroid eksogen dengan berbagai alasan.

Gejala klinisMobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemaha otot dan kelelahan osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan adiposa di tempat-tempat tertentu khususnya wajah bagian atas (Moon face), daerah antara tulang belikat (Bufallo Hump) dan mesentrik (Obesitas Badan). Jarang, tumor episternal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan/atau peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan sel darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumopai perubahan emosional, mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung atau psikosis. Pada wanita peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan acne, hirsutisme, dan oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain seperti obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan DM kurang membantu diagnosis. Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae, miopati, dan virilisasi adalah lebih sugestif pada sindrom Cushing. Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, dan alkalosis metabolik dijumpai, terutama dengan produksi ACTH ektopik.

DiagnosisDiagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila diberikan deksametason.Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah malam. Pada kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga bisa digunakan sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl (100 mikrogram/dL), diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin menuju ke persentil ke 85.d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan. e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.

Faktor-faktor Penyebab Obesitas. Faktor Genetik . Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe. Faktor lingkungan. 1.Aktifitas fisik.Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV 2 jam setiap harinya.2. Faktor nutrisional. Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.3.Faktor sosial ekonomi.Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.

Dampak Obesitas 1. Faktor Risiko Penyakit KardiovaskulerFaktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.2. Diabetes Mellitus tipe-2Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas. Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99. 3. Obstruktive sleep apneaSering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok.5 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan.4. Gangguan ortopedikPada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.5. Pseudotumor serebriPseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.

Tatalaksana Obesitas Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup. 1.Menetapkan target penurunan berat badanUntuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.2.Pengaturan dietPrinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang : Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.3.Pengaturan aktifitas fisik Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

Tabel Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkanJenis kegiatanKalori yang digunakan/jam

Jalan kaki 3 km/jamJalan kaki 6 km/jamJoging 8 km/jamLari 12 km/jamTenis tunggalTenis gandaGolfBerenang Bersepeda 150300480600360240180350660

4.Mengubah pola hidup/perilakuUntuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah5.Terapi intensif Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Supplement 1 American Diabetes Association: Clinical Practise Recommendations 2007. Diab Care. 2007;30

Asdie AH. 2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2. Yogyakarta: Medika FK UGM.

Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-14. Jonatan Oswari. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton AC, John E H 1997. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.

[WHO] World Health Organization. 2006. Diabetes. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.

47