referat spinal stenosis

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spinal canal stenosis merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar saraf yang keluar dari foramen tersebut. Semakin tinggi angka harapan hidup seseorang di suatu negara, semakin meningkat populasi orang dengan usia lanjut dengan aktivitas yang terpelihara secara monoton. Konsekuensinya adalah keterbatasan fungsional dan nyeri yang timbul sebagai gejala penyakit degeneratif pada tulang belakang, menjadi lebih sering muncul sebagai masalah kesehatan. Spinal stenosis menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan, yang merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia lanjut. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun. Merupakan penyakit terbanyak yang menyebabkan bedah pada tulang belakang pada usia lebih dari 60 tahun. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita. Patofisiologi tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh, pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke- 1

Upload: andy-secha

Post on 31-Dec-2015

387 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Spinal Stenosis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spinal canal stenosis merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis

spinalis atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar saraf

yang keluar dari foramen tersebut. Semakin tinggi angka harapan hidup

seseorang di suatu negara, semakin meningkat populasi orang dengan usia

lanjut dengan aktivitas yang terpelihara secara monoton. Konsekuensinya

adalah keterbatasan fungsional dan nyeri yang timbul sebagai gejala penyakit

degeneratif pada tulang belakang, menjadi lebih sering muncul sebagai

masalah kesehatan.

Spinal stenosis menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan, yang

merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia

lanjut. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun. Merupakan

penyakit terbanyak yang menyebabkan bedah pada tulang belakang pada usia

lebih dari 60 tahun. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita.

Patofisiologi tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh,

pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke-4.

Stenosis adalah penyempitan pada kaliber orifisium tuba, yang menyebabkan

penurunan aliran cairan atau gas disertai penekanan pada komponen padatnya

(struktur saraf), bila tidak terjadi penekanan maka kanalnya dikatakan

mengalami penyempitan namun bukan stenosis. Spinal stenosis merupakan

penyempitan osteoligamentous vertebral canal dan atau intervertebral

foramina yang menghasilkan penekanan pada thecal sac dan atau akar saraf.

Pada level vertebra yang sama penyempitan tersebut bisa mempengaruhi

keseluruhan kanal dan bagian lain dari kanal tersebut.

Tanda-tanda Stenosis Spinal termasuk yang menyebabkan kaki

mengalami kelemahan, kesemutan, nyeri. Rasa sakit dapat bervariasi dari rasa

nyeri untuk sakit menusuk tajam. Rasa sakit pasien biasanya lebih buruk

sambil berdiri atau berjalan. Beberapa pasien menyatakan bahwa bantuan

1

Page 2: Referat Spinal Stenosis

hanya dari rasa sakit adalah ketika mampu berbaring horizontal. Pasien

biasanya lebih nyaman sambil bersandar ke depan, seperti berjalan dengan

tongkat. Rasa sakit biasanya meningkat ketika berdiri, sehingga pasien lebih

memilih untuk bersandar ke depan atau untuk duduk, karena tindakan ini

melenturkan tubuh di bagian pinggul.

Pengobatan bisa dilakukan secara konservatif atau bedah. Modus terapi

konservatif termasuk istirahat, terapi fisik dengan latihan penguatan untuk

otot-otot paraspinal, bracing, penggunaan biomekanik postural optimal, obat

anti-inflamasi nonsteroid, analgesik, dan antispasmodik. Dekompresi bedah

diindikasikan pada orang yang mengalami nyeri hingga lumpuh, defisit

neurologis, atau myelopathy. Stenosis tulang belakang yang memberat dapat

menyebabkan disfungsi usus dan / atau disfungsi kandung kemih. Bedah

komplikasi termasuk infeksi, cedera neurologis, pseudarthrosis, sakit kronis,

dan cacat.

Berdasarkan dasar diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai

penyempitan spinal kanal.

B. Tujuan

Mengetahui dan menambah wawasan tentang penyempitan spinal kanal

dan dapat menegakkan diagnosis serta penatalaksanaannya.

2

Page 3: Referat Spinal Stenosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Spinal kanal stenosis adalah suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis

atau foramen intervertebralis disertai dengan penekanan akar saraf yang keluar

dari foramen tersebut.

B. Anatomi

Vertebra dari berbagai regio berbeda dalam ukuran dan sifat khas

lainnya, vertebra dalam satu daerah pun memiliki sedikit perbedaan. Vertebra

terdiri dari corpus vertebra dan arkus vertebra.

Corpus vertebra adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada

columna vertebralis dan menanggung berat tubuh. Corpus vertebra, terutama

dari vertebra thoracica IV ke caudal, berangsur bertambah besar supaya dapat

memikul beban yang makin berat. Arkus vertebra adalah bagian dorsal

vertebra yang terdiri dari pediculus arcus vertebra dan lamina arkus vertebra.

Pediculus arcus vertebra adalah taju pendek yang kokoh dan

menghubungkan lengkung pada corpus vertebra, insisura vertebralis

merupakan torehan pada pediculus arcus vertebra. Insisura vertebralis superior

dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang bertangga

membentuk sebuah foramen intervetebrale. Pediculus arcus vertebrae

menjorok ke arah dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar

dan gepeng yakni lamina arcus vertebrae. Arcus vertebrae dan permukaan

dorsal corpus vertebrae membatasi foramen vertebrale. Foramen vertebrale

berurutan pada columna vertebrale yang utuh, membentuk canalis vertebralis

yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak, akar saraf dan

pembuluh darah.

Vertebrae lumbalis I-V memiliki ciri khas, corpus vertebrae pejal, jika

dilihat dari cranial berbentuk ginjal, foramen vertebrale berbentuk segitiga,

3

Page 4: Referat Spinal Stenosis

lebih besar dari daerah servical dan thoracal, prosesus transversus panjang dan

ramping, prosesus accesorius pada permukaan dorsal pangkal setiap prosesus,

prosesus articularis facies superior mengarah ke dorsomedial, facies inferior

mengarah ke ventrolateral, prosesus mamiliaris pada permukaan dorsal setiap

prosesus articularis, prosesus spinosus pendek dan kokoh.

Struktur lain yang tidak kalah penting dan menjadi istimewa adalah

sendi lengkung vertebra articulation zygapophysealis (facet joint), letaknya

sangat berdekatan dengan foramen intervertebrale yang dilalui saraf spinal

untuk meninggalkan canalis vertebralis. Sendi ini adalah sendi sinovial datar

antara prosesus articularis (zygoapophysis) vertebra berdekatan. Sendi ini

memungkinkan gerak luncur antara vertebra. Jika sendi ini mengalami cidera

atau terserang penyakit, saraf spinal dapat ikut terlibat. Gangguan ini dapat

mengakibatkan rasa sakit sesuai dengan pola susunan dermatom, dan kejang

pada otot-otot yang berasal dari miotom yang sesuai.

C. Patoanatomi

Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal

adalah struktur tulang dan jaringan lunak. Akibat kelainan struktur tulang

4

Page 5: Referat Spinal Stenosis

jaringan lunak tersebut dapat mengakibatkan beberapa kondisi yang mendasari

terjadinya spinal canal stenosis yaitu:

1. Degenerasi diskus

Degenerasi diskus merupakan tahap awal yang paling sering terjadi pada

proses degenerasi spinal, walaupun artritis pada sendi facet juga bisa

mencetuskan suatu keadaan patologis pada diskus. Pada usia 50 tahun

terjadi degenerasi diskus yang paling sering terjadi pada L4-L5, dan L5-

S1. Perubahan biokimia dan biomekanik membuat diskus memendek.

Penonjolan annulus, herniasi diskus, dan pembentukan dini osteofit bisa

diamati. Sequela dari perubahan ini meningkatkan stres biomekanik yang

ditransmisikan ke posterior yaitu ke sendi facet. Perubahan akibat arthritis

terutama instabilitas pada sendi facet. Sebagai akibat dari degenerasi

diskus, penyempitan ruang foraminal chepalocaudal, akar saraf bisa

terjebak, kemudian menghasilkan central stenosis maupun lateral stenosis.

2. Instabilitas Segmental

Konfigurasi tripod pada spina dengan diskus, sendi facet dan ligamen yang

normal membuat segmen dapat melakukan gerakan rotasi dan angulasi

dengan halus dan simetris tanpa perubahan ruang dimensi pada kanal dan

foramen. Degenerasi sendi facet bisa terjadi sebagai akibat dari instabilitas

segmental, biasanya pada pergerakan segmental yang abnormal misalnya

gerakan translasi atau angulasi. Degenerasi diskus akan diikuti oleh

kolapsnya ruang diskus, karena pembentukan osteofit di sepanjang

anteromedial apsek dari prosesus articularis superior dan inferior akan

mengakibatkan arah sendi facet menjadi lebih sagital. Gerakan flexi akan

membagi tekanan ke arah anterior. Degenerasi pergerakan segmen dengan

penyempitan ruang diskus menyebabkan pemendekan relatif pada kanal

lumbalis, dan penurunan volume ruang yang sesuai untuk cauda equina.

Pengurangan volume diperparah oleh penyempitan segmental yang

disebabkan oleh penonjolan diskus dan melipatnya ligamentum flavum.

Pada kaskade degenerative kanalis sentralis dan neuroforamen menjadi

kurang terakomodasi pada gerakan rotasi karena perubahan pada diskus

5

Page 6: Referat Spinal Stenosis

dan sendi facet sama halnya dengan penekanan saraf pada gerakan

berputar, kondisi ini bisa menimbulkan inflamasi pada elemen saraf cauda

equina kemudian mengahasilkan nyeri.

3. Hiperekstensi segmental

Gerakan ekstensi normal dibatasi oleh serat anterior annulus dan otot-otot

abdomen. Perubahan degeneratif pada annulus dan kelemahan otot

abdominal menghasilkan hiperekstensi lumbar yang menetap. Sendi facet

posterior merenggang secara kronis kemudian mengalami subluksasi ke

arah posterior sehingga menghasilkan nyeri pinggang.

D. Fisiologi

Tiga komponen biokimia utama diskus intervertebralis adalah air,

kolagen, dan proteoglikan, sebanyak 90-95% total volume diskus. Kolagen

tersusun dalam lamina, membuat diskus mampu berekstensi dan membuat

ikatan intervertebra. Proteoglikan berperan sebagai komponen hidrodinamik

dan elektrostatik dan mengontrol turgor jaringan dengan mengatur pertukaran

cairan pada matriks diskus. Komponen air memiliki porsi sangat besar pada

berat diskus, jumlahnya bervariasi tergantung beban mekanis yang diberikan

pada segment tersebut.

E. Patofisiologi

Sejalan dengan pertambahan usia cairan tersebut berkurang, akibatnya

nukleus pulposus mengalami dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan

tekanan berkurang, memicu robekan pada annulus. Kolagen memberikan

kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus tersusun secara eksklusif oleh

kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan level hidrasi yang lebih tinggi

dengan memelihara cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan

dan deformitas. Annulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam

jumlah yang sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih

tua dari 50 tahun kolagen tipe-I meningkat jumlahnya pada diskus.

Proteoglikan pada diskus intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding

6

Page 7: Referat Spinal Stenosis

pada sendi kartilago, proteinnya lebih pendek, dan jumlah rantai keratin sulfat

dan kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan diskus berkaitan dengan

proteoglikan, pada nuleus lebih padat daripada di annulus. Sejalan dengan

penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan sintesisnya juga menurun.

Annulus tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan kurang

terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nukleus dan membentuk

jaringan yang renggang dengan nukleus pulposus.

F. Etiologi

Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal

meliputi struktur tulang dan jaringan lunak. Struktur tulang meliputi: osteofit

sendi facet (merupakan penyebab tersering), penebalan lamina, osteofit pada

corpus vertebra, subluksasi maupun dislokasi sendi facet (spondilolistesis),

hipertrofi atau defek spondilolisis, anomali sendi facet kongenital. Struktur

jaringan lunak meliputi: hipertrofi ligamentum flavum (penyebab tersering),

penonjolan annulus atau fragmen nukleus pulposus, penebalan kapsul sendi

facet dan sinovitis, dan ganglion yang bersal dari sendi facet. Akibat kelainan

struktur tulang jaringan lunak tersebut dapat mengakibatkan beberapa kondisi

yang mendasari terjadinya spinal canal stenosis

7

Page 8: Referat Spinal Stenosis

G. Epidemiologi

Spinal stenosis menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan, yang

merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia

lanjut. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun di Amerika.

Merupakan penyakit terbanyak yang menyebabkan bedah pada spina pada usia

lebih dari 60 tahun. Lebih dari 125.000 prosedur laminektomi dikerjakan

untuk kasus lumbar spinal stenosis. Pria lebih tinggi insidennya daripada

wanita. Patofisiologinya tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh,

pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke-4.

H. Klasifikasi

Kalsifikasi spinal canal stenosis dapat dibagi congenital/developmental

and acquired types, yaitu:

1. Congenital-developmental stenosis

a. Idiopathic

b. Achondroplastic

2. Acquired stenosis

a. Degenerative (most common type)

b. Combined congenital and degenerative stenosis

c. Spondylitic/spondylolisthetic

d. Iatrogenic (ex postlaminectomy, postfusion)

e. Posttraumatic

f. Metabolic (ex Paget’s disease, fluorosis)

I. Gejala Klinis

1. Sakit punggung. Orang dengan stenosis tulang belakang mungkin atau

mungkin tidak memiliki sakit punggung.

2. Nyeri seperti terbakar pada bokong atau kaki (linu panggul). Tekanan

pada saraf tulang belakang dapat mengakibatkan rasa sakit di daerah

pasokan saraf. Rasa sakit dapat digambarkan sebagai nyeri atau rasa

8

Page 9: Referat Spinal Stenosis

seperti terbakar. Ini biasanya dimulai di daerah bokong dan memancarkan

ke kaki. Rasa sakit di kaki yang sering disebut "sciatica."

3. Mati rasa atau kesemutan pada bokong atau kaki. Saat tekanan pada saraf

meningkat, mati rasa dan kesemutan sering disertai nyeri terbakar.

Meskipun tidak semua pasien akan mempunyai keluhan nyeri terbakar dan

mati rasa dan kesemutan pada kedua kakinya.

4. Kelemahan di kaki atau "foot drop." Setelah tekanan pada saraf mencapai

tingkat kritis, kelemahan dapat terjadi pada satu atau kedua kaki. Beberapa

pasien akan memiliki drop foot, atau merasakan kaki mereka di tanah saat

berjalan.

5. Lebih sedikit nyeri dengan bersandar ke depan atau duduk. Studi dari

lumbar tulang belakang menunjukkan bahwa bersandar ke depan benar-

benar dapat menambah ruang yang tersedia untuk saraf. Banyak pasien

merasa nyaman ketika membungkuk ke depan dan terutama dengan duduk.

Nyeri biasanya diperparah dengan berdiri tegak dan berjalan. Beberapa

pasien memperhatikan bahwa mereka bisa naik sepeda statis atau berjalan

bersandar pada keranjang belanja. Berjalan lebih dari 1 atau 2 blok,

bagaimanapun, dapat membuat pada linu panggul menjadi semakin parah

atau terjadi kelemahan.

6. Abnormal fungsi usus / dan atau fungsi kandung kemih

7. Hilangnya fungsi seksual

J. Faktor Resiko

Risiko terjadinya stenosis tulang belakang meningkat pada orang yang:

1. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit

2. Berjenis kelamin wanita

3. Berusia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan

pertambahan usia)

4. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya

K. Diagnosis

Diagnosis stenosis tulang belakang dimulai dengan anamnesis yang

lengkap dan pemeriksaan fisik. Anamnesis berupa keluhan serta gejala gejala

9

Page 10: Referat Spinal Stenosis

yang dirasakan penderita. Setelah membahas gejala dan riwayat medis, dokter

akan memeriksa punggung Anda. Ini meliputi dengan cara melihat punggung

dan mendorong pada daerah yang berbeda untuk melihat apakah itu

menimbulkan rasa yang menyakitkan. Dokter bisa meminta penderita

membungkuk ke depan, ke belakang, dan sisi ke sisi untuk mencari

keterbatasan atau rasa sakit. Pemeriksaan fisik ini dapat membantu dengan

menentukan keparahan kondisi dan apakah atau tidak adanya kelemahan dan /

atau mati rasa.

Dapat pula dengan tes pencitraan seperti x-ray, magnetic resonance

imaging (MRI), atau computerized tomography (CT) scan untuk memastikan

diagnosa.

1. X-ray. Meskipun mereka hanya memvisualisasikan tulang, sinar-X dapat

membantu menentukan apakah Anda memiliki stenosis spinal. X-ray akan

menunjukkan perubahan proses penuaan, seperti kehilangan ketinggian

disk atau tulang taji.

X-ray diambil sambil bersandar ke depan dan ke belakang dapat

menunjukkan "ketidakstabilan" pada sendi Anda. Sinar-X juga dapat

menunjukkan terlalu banyaknya mobilitas. Ini sering disebut

spondylolisthesis.

2. Magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan ini dapat membuat

gambar yang lebih baik dari jaringan lunak, seperti otot, cakram, saraf,

dan sumsum tulang belakang.

3. Tes tambahan. Computed tomography (CT) scan dapat membuat

penampang gambar tulang belakang. juga dapat dilakukan myelogram.

Dalam prosedur ini, zat warna disuntikkan ke tulang belakang untuk

membuat saraf muncul lebih jelas. Hal ini dapat membantu dokter

menentukan apakah pada saraf sedang terjadi dikompresi

L. Tatalaksana

Pengobatan non operatif

1. Pilihan pengobatan non operatif difokuskan untuk mengembalikan fungsi

dan menghilangkan rasa sakit. Meskipun metode non-bedah tidak

10

Page 11: Referat Spinal Stenosis

meningkatkan penyempitan kanal tulang belakang, banyak orang

melaporkan bahwa perawatan ini membantu meringankan gejala.

Terapi fisik. Latihan peregangan, pijat, penguatan lumbal dan perut sering

membantu mengatasi gejala.

Traksi lumbal. Walaupun mungkin membantu dalam beberapa pasien,

traksi memiliki hasil yang sangat terbatas. Tidak ada bukti ilmiah

keefektifannya.

2. Obat anti-inflamasi. Karena rasa nyeri stenosis disebabkan oleh tekanan

pada saraf tulang belakang, mengurangi inflamasi (pembengkakan) di

sekitar saraf dapat meredakan nyeri. Nonsteroid antiinflammatory drugs

(NSAID) awalnya memberikan penghilang rasa sakit. Ketika digunakan

selama 5-10 hari, mereka juga dapat memiliki efek anti inflamasi.

Kebanyakan orang terbiasa dengan NSAID tanpa resep dokter, seperti

aspirin dan ibuprofen. Baik terlaludijual bebas atau kekuatan resep, obat-

obat ini harus digunakan dengan hati-hati. Mereka dapat menyebabkan

gastritis atau ulkus lambung. Jika timbul refluks asam atau sakit perut saat

menggunakan anti-inflamasi, dapat konsultasi pada dokter.

3. Injeksi steroid. Kortison adalah anti inflamasi kuat. Suntikan kortison

pada sekitar saraf atau di "ruang epidural" bisa mengurangi

pembengkakan dan rasa sakit. Tetapi sebetulnya tidak dianjurkan untuk

menerima ini, karena pemberian yang lebih dari 3 kali per tahun. Suntikan

ini lebih cenderung untuk mengurangi rasa sakit dan mati rasa namun

bukan mengurangi kelemahan pada kaki.

4. Akupuntur. Akupuntur dapat membantu dalam mengobati rasa sakit untuk

kasus-kasus yang kurang parah. Meskipun sangat aman, namun

kesuksesan pengobatan ini secara jangka panjang belum terbukti secara

ilmiah.

Pengobatan operatif

1. Pembedahan untuk lumbal spinal stenosis umumnya ditunda pada pasien

yang memiliki kualitas hidup yang buruk karena rasa sakit dan

kelemahan. Pasien mungkin mengeluhkan ketidakmampuan untuk

11

Page 12: Referat Spinal Stenosis

berjalan untuk jangka waktu yang panjang tanpa duduk. Ini sering

menjadi alasan bahwa pasien mempertimbangkan operasi. Ada dua

pilihan operasi utama untuk mengobati stenosis tulang belakang lumbal:

laminektomi dan fusi spina. Kedua opsi dapat menghilangkan rasa sakit

yang sangat baik. Dan perlu mengetahui keuntungan serta kerugiannya.

a) Laminektomi. Prosedur ini melibatkan mengeluarkan tulang, taji

tulang, dan ligamen yang menekan saraf. Prosedur ini juga dapat

disebut "dekompresi." Laminektomi dapat dilakukan dengan

operasi terbuka, di mana dokter melakukan sebuah sayatan yang

besar untuk mengakses tulang belakang. Prosedur ini juga dapat

dilakukan dengan menggunakan metode minimal invasif, di mana

dibuat beberapa sayatan kecil.

b) Spinal fusion. Jika arthritis telah berlanjut terhadap ketidakstabilan

tulang belakang, kombinasi dekompresi dan stabilisasi atau spinal

fusion dapat dianjurkan.

Pada spinal fusion, dua atau lebih vertebra disembuhkan secara

permanen atau menyatu bersama-sama. Cangkok tulang diambil

dari tulang panggul atau tulang pinggul yang digunakan untuk

memadukan tulang belakang.

Fusion menghilangkan gerakan antara tulang dan mencegah

terjadinya selip yang akan memperburuk setelah operasi. Dokter

bedah juga dapat menggunakan batang dan baut untuk menahan

tulang belakang di tempat agar tulang menyatu. Penggunaan batang

dan baut membuat fusi tulang terjadi lebih cepat dan kecepatan

pemulihan.

M. Komplikasi

1. stenosis tulang belakang yang memberat dapat menyebabkan disfungsi

usus dan / atau disfungsi kandung kemih.

2. Bedah komplikasi termasuk infeksi, cedera neurologis, pseudarthrosis,

sakit kronis, dan cacat.

12

Page 13: Referat Spinal Stenosis

N. Prognosis

Prognosis baik bila dekompresi adekuat, stabilitas sendi facet terjaga,

pembedahan lebih awal, pemakaian korset post-op, latihan pasca operasi.

Prognosis buruk bila terjadi dominan back pain, segmen yang terkena

multilevel, penundaan lama pembedahan, terdapt tanda defisist neurologis,

wanita, operasi sebelumnya gagal, pasien dengan penyakit sistemik kronis.

13

Page 14: Referat Spinal Stenosis

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Spinal canal stenosis merupakan penyakit degeneratif yang paling sering

ditemukan pada orang lanjut usia. Gejala yang sering ditimbulkan adalah nyeri

pinggang bawah. Penanganannya tergantung berat ringannya gejala, dapat

konservatif maupun operatif. Komplikasi dan hasil terapinya bergantung pada

kondisi penderita dan pemulihannya yang lama juga harus dipertimbangkan

mengingat pasien yang umumnya usia tua.

14

Page 15: Referat Spinal Stenosis

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of neurology. 7th ed. McGraw Hill

co. New York. 2005: 194-212.

Amundsen T, Weber H, Lilleås F, Nordal HJ, Abdelnoor M, Magnaes B. Lumbar

spinal stenosis. Clinical and radiologic features. Spine (Phila Pa 1976). May

15 1995;20(10):1178-86.

Bernhardt M, Hynes RA, Blume HW, White AA 3rd. Cervical spondylotic

myelopathy. J Bone Joint Surg Am. Jan 1993;75(1):119-28.Caputy AJ,

Luessenhop AJ. Long-term evaluation of decompressive surgery for

degenerative lumbar stenosis. J Neurosurg. Nov 1992;77(5):669-76.

Frohna WJ, Della-Giustina D. Chapter 276. Neck and Back Pain. In: Tintinalli JE,

Stapczynski JS, Cline DM, Ma OJ, Cydulka RK, Meckler GD, eds.

Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 7th ed.

New York: McGraw-Hill; 2011.

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6392280.diakses 25

Desember 2013.

Greenberg MS. Spinal stenosis. In: Handbook of Neurosurgery. Vol 1. Lakeland,

Fla: Greenburg Graphics, Inc; 1997:207-217.

Harkey HL, al-Mefty O, Marawi I, Peeler DF, Haines DE, Alexander LF.

Experimental chronic compressive cervical myelopathy: effects of

decompression. J Neurosurg. Aug 1995;83(2):336-41.

Heller JG. The syndromes of degenerative cervical disease. Orthop Clin North

Am. Jul 1992;23(3):381-94.

Kalichman L, Cole R, Kim DH, Li L, Suri P, Guermazi A, et al. Spinal stenosis

prevalence and association with symptoms: the Framingham Study. Spine J.

Jul 2009;9(7):545-50.

15

Page 16: Referat Spinal Stenosis

Keith L. Moore, Anne M R. Agur. Anatomi Klinis Dasar. 2002.

Jakarta:Hipokrates.

Luke A, Ma C. Chapter 41. Sports Medicine & Outpatient Orthopedics. In:

Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW, eds. CURRENT Medical

Diagnosis & Treatment 2013. New York: McGraw-Hill;

McRae, Ronald. Clinical Orthopaedic examination. 2004. Fifth Edition: 151-152.

Steven R. Garfin, Harry N. Herkowitz and Srdjan Mirkovic. Spinal Stenosis.

Journal Bone Joint Surg Am. 1999; 81:572-86.

White AA III, Panjabi MM. Clinical Biomechanics of the Spine. 2nd ed.

Philadelphia, Pa: JB Lippincott; 1990:342-378.

16