referat anestesi spinal pada turp

36
REFERAT ANESTESI SPINAL PADA TURP Pembimbing : dr. Tendi Novara, Sp.An Disusun oleh : 1. Fitriyanur Sahrir G1A212108 2. Zuldi Erdiansyah G1A212109 3. Vemy Melinda G4A013041 SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI i

Upload: zuldi-erdiansyah

Post on 20-Jan-2016

360 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

REFERAT

ANESTESI SPINAL PADA TURP

Pembimbing :

dr. Tendi Novara, Sp.An

Disusun oleh :

1. Fitriyanur Sahrir G1A212108

2. Zuldi Erdiansyah G1A212109

3. Vemy Melinda G4A013041

SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO

PURWOKERTO

2013

i

Page 2: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Anestesi Spinal pada TURP

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:

1. Fitriyanur Sahrir G1A212108

2. Zuldi Erdiansyah G1A212109

3. Vemy Melinda G4A013041

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal, september 2013

Pembimbing,

dr. Tendi Novara Sp.An.

ii

Page 3: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................

KATA PENGANTAR .........................................................................

I. PENDAHULUAN………………………………………………….

A. Latar Belakang……………………………………………..

B. Tujuan Penulisan…………………………………………...

II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...

A. Anestesi Spinal ...........................................................

B. TURP ....................................................................

C. Anestesi Spinal Pada TURP.....................................

III. KESIMPULAN ..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….

i

ii

iii

iv

1

1

1

2

2

3

6

17

18

iii

Page 4: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa

sehingga referat yang berjudul "Anestesi Spinal pada TURP" dapat terselesaikan

dengan baik.

Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti ujian

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto. Selain hal di atas, tentunya penulis berharap

pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Kiranya dapat penulis kemukakan bahwa tidak mungkin laporan ini dapat

diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan serta kerjasama berbagai pihak sehingga

dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada :

1. dr. Tendi Novara, Sp.An. selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian

Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.

2. Seluruh staf dan karyawan yang banyak membantu selama menjalani

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan Reanimasi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

3. Teman-teman sejawat UNSOED Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan

Reanimasi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

referat ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima

saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan pembuatan referat ini.

Purwokerto, Juli 2013

Penulis

iv

Page 5: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trans ureteral Resection Of Prostate (TURP) merupakan operasi yang paling

sering dilakukan kedua setelah katarak pada pria diatas 65 tahun. Perkembangan

teknologi yang begitu pesat telah membuat seorang urologist dapat mencapai berbagai

sudut dari sitem urinary dengan hanya menimbulkan trauma yang minimal pada pasien.

Prosedur endoskopi pada system urinary memerlukan fungsi cairan irigasi yang secara

baik mendilusikan ruang mukosa, darah , jaringan ikat tertentu dan debris dari lapang

pandang operasi dan memberikan pandangan yang lebih baik. Berbagai cara telah

dilakukan oleh urologist untuk dapat mengerti dan mencegah berbagai komplikasi yang

berasal dari prosedur endoskopi, namun ternyata insidensi terjadinya komplikasi masih

meningkat dan menghantui pada urologist. Kegagalan pada system saraf pusat, system

kardivaskular selam dilakukanya TURP dikatakan sebagai sindroam TURP. 2.5-20%

pasien yang melakukan prosedur TURP mengalami sindorma TURP dan sebagian kecil

meninggal dalam keadaan intraoperasi (Moorthy, 2001).

Pada Operasi TURP dari segi anesthesiology dapat dikerjakan secara anestesi

umum dan anestesi local tertentu. Masing-masing pendekatan memiliki keuntungan dan

kekurangan tertentu. Pada berbagai Negara maju telah menjadi sebuah kesepakatan

bahwa dalam tindakan operative TURP yang digunakan adalah anestesi local yaitu

anestesi spinal. Inggris melakukan tindakan anestesi spinal pada 75% kasus TURP,

Karen secra teoritis hal ini meliki keuntungan seperti pendeteksian dini pada sindroma

TURP. Keputusan akan pemberian anestesi sangatlah bergantung dair keadaan pasien

dan pendekatan anesthesiologist dan urologist.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah untuk membahas mengenai

penatalaksanaan anestesi spinal pada TURP.

1

Page 6: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anestesi Spinal

Anestesi spinal didapatkan dengan menyuntikkan obat anestesi local secara

langsung ke dalam cairan cerebrospinal di dalam ruang subarachnoid. Jarum spinal

diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1. Batas ini dikarenkan

adanya ujung medulla spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra

sakralis yang tidak mungkin dilakukan insersi (Soenarjo et al, 2013).

Tingkat keberhasilan teknik spinalis ditentukan oleh banyak faktor,

diantaranya dosis obat, volume, posisi pasien serta komplikasi yang mungkin

ditimbulkan. Efek yang ditimbulkan bisa berkaitan dengan farmakologis obat,

fisiologis tubuh, teknik, dan peralatan yang digunakan, terutama jarum spinal

(Sutiyono et Winarno, 2009)

1. Teknik anestesi

a. Persiapan

1) Monitor standar, seperti EKG, tekanan darah, pulse oksimetri.

2) Obat dan alat resusitasi, seperti oksigen, bagging, suction, dan set intubasi.

3) Sarung tangan dan masker steril.

4) Perlengkapan desinfeksi dan duk steril.

5) Obat anestesi local untuk anestesi spinal dan untuk infiltrasi local kulit dan

jaringan subkutan.

6) Syringe, kateter, dan jarum spinal.

7) Kasa penutup steril.

b. Pengaturan posisi pasien

2

Page 7: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

Terdapat dua posisi pasien yang memungkinkan dilakukannya insersi

jarum, yaitu posisi lateral dengan lutut ditekuk ke perut dan dagu ditekuk ke

dada. Posisi lainnya adalah posisi duduk flesi dimana pasien duduk pada

pinggir troli dengan lutut diganjal bantal. Posisi fleksi akan membantu

identifikasi prosesus spinosus dan memperlebar celah vertebra sehingga dapat

mempermudah akses ruang epidural (Soenarjo et al, 2013).

2. Teknik insersi anestesi spinal

Anestesi spinal menggunakan jarum spinal ukuran 22-29 dengan “Pencil

Point” atau “Tappered Point”. Insersi dilakukan dengan menyuntikkan jarum

sampai ujung jarum mencapai ruang subarachnoid yang ditandai dengan

keluarnya cairan cerebrospinal. Pemakaian jarum dengan diameter kecil bertujuan

untuk mengurangi keluhan nyeri kepala pasca pungsi dura (PDPH) (Soenarjo et

al, 2013).

3. Efek samping

1) Hipotensi.

2) Bradikasrdi.

3) Hematome.

4) Luka pada tempat tusukan.

5) Perdarahan.

6) Infeksi.

7) Trauma medulla spinalis.

8) Nyeri kepala pasca anestei spinal.

(Sutiyono et Winarno, 2009)

B. Transuretral Resection of Prostat (TURP)

1. Definisi

3

Page 8: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

TURP merupakan sebuah operasi reseksi kelenjar prostat yang dilakukan

transurethral dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) yang dimaksudkan

menghilangkan hyperplasia prostat yang menekan uretra. Operasi ini perlu

dilakukan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, karena dapat menyebabkan

penekanan pada uretra yang dapat menyebabkan penyumbatan yang pada

akhirnya dapat menimbulkan hidronefrosis, dan gagal ginjal (Purnomo, 2011).

Anestesi spinal digunakan pada operasi TURP dengan sedasi, sebuah

citoscope yang dimasukkan melalui uretra sampai ke bladder, kemudian bladder

diisi dengan solution sehingga memudahkan operator memeriksa bagian dari

prostat yang membesar, kemudian dimasukkan surgical loop melalui citoscope

untuk meremove bagian yang membesar, dan kateter akan dibiarkan sampai

beberapa hari. Observasi kesadaran, vital sign, perdarahan, produksi urine.

(Purnomo, 2011).

2. Klasifikasi BPH

a. Early BPH

b. Moderate BPH

4

Bladder

Uretra

Enlargement of the

prostate starts to

constrict the uretra

Page 9: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

c. Severe BPH

(Davied et al, 2005)

3. Indikasi dilakukan TURP

a. Meningkatnya frekuensi buang air kecil.

b. Kesulitan memulai buang air kecil.

c. Aliran urin melambat.

d. Berhenti sebentar di tengah aliran.

e. Dribbling setelah urination.

f. Tiba-tiba ada keinginan kuat untuk BAK.

g. Perasaan tidak puas di akhir DAK

h. Nyeri selama BAK.

i. Retensi urin.

5

Urethra become

narrowed

Urethra urethra almostCompletely obstructed

Thickened bladder wall due to obstruction ofUrethra urethra

Page 10: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

j. Batu vesica urinaria.

4. Preoperasi

a. Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan, apakah punya riwayat

penyakit seperti hipertensi, diabetes, anemia, alergi, atau riwayat operasi

sebelumnya.

b. Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti

palint tidak 2 minggu sebelum operasi untuk menghindari gangguan proses

penyembuhan.

c. Pemeriksaan darah rutin.

d. Puasa paling tidak 6-8 jam sebelum operasi dilakukan.

e. Bila seorang perokok, maka harus berhenti merokok beberapa minggu

sebelum operasi untuk menghindari gangguan proses penyembuhan.

(Davies et al, 2005)

C. Anestesi Spinal pada TURP

Pasien yang menjalani TURP biasanya pada usia lanjut dan sering disertai

dengan penyakit jantung, paru, atau lainnya sehingga penting untuk membatasi level

blok untuk mengurangi efek cardiopulmonary yang merugikan pada pasien tersebut.

Penggunaan anastesi local dengan dosis yang lebih kecil memberikan beberapa

keuntungan misalnya hipotensi tidak terjadi karena tidak memblok serabut saraf

simpatik di daerah atas serta memperkecil resiko timbulnya toksisitas sistemik obat

anastesi local (Yang, 2009). TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa

sedasi ( Awake TURP ) lebih dipilih daripada anestesia umum karena hal berikut :

1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang

sadar

2. Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload

sirkulasi. 

3. Komplikasi hiponatremi akibat tertariknya Na+ oleh air irrigator dapat cepat

dikenali dengan adanya penurunan kesadaran, mual, kejang.

4. Kehilangan darah akan lebih sedikit.

6

Page 11: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

1. Persiapan Pasien

Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)

meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk

menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya

skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah

penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial

(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah. Kunjungan

praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan pemberian obat

premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi

tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat (Soenarjo, et al., 2013).

2. Perlengkapan

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan

operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan

tindakan resusitasi. Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal

memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G

sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,

tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal

mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi.

Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan

serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya

gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan

ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat

penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-

1,008. Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol (Yang,

2009).

7

Page 12: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

3. Jenis jarum Spinal

Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti

ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang

ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena

jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal (Yang, 2009).

4. Obat- Obat yang Dipakai sebagai Obat Premedikasi

Narkotik Analgetik

Dosis :

Papaveratum : 0,3 mg/Kg

Pethidin : 50-100 mg/Kg

Phentanyl : 100 mcg

5. Obat yang dipakai untuk induksi spinal

Bupivacain, untuk anestesi spinal, dosis yangdigunakan adalah 7-15 mg

(larutan 0,75%).

6. Teknik Anestesi

Adapun tahapan spinal anestesi adalah (Soenarjo et al, 2013):

Teknik untuk melakukan anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi

tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling

sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi

dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan

dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

a.  Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral

atau dengan posisi duduk. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga

supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar

prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.

b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan

tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-

8

Page 13: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

3, L3-4, atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma

terhadap medulla spinalis.

c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

d. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Untuk mencapai cairan

serebrospinalis, maka jatum suntik akan menembus : kulit subkutis

ligamentum supraspinosum ligamentum interspinosum ligamentum

flavum ruang epidural duramater ruang subarachnoid.

e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G

atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau

29 G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer) yaitu jarum

suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak

sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya

ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam irisan jarum  haruis

sejajar dengan dengan serat duramater untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal.  Setelah resistensi

menghilang, mandarin juarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang

semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0.5 ml/detik)

diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap

baik.  Untuk BAB anelgesi spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.

f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa

± 6 cm.

7. Pengawasan selama berlangsungnya operasi

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama berlangsungnya TURP adalah

gejala-gejala komplikasi yang dapat terjadi (Purnomo, 2011). Komplikasi mayor

yang dapat terjadi pada TURP adalah :

a. Pendarahan

Perdarahan pada TURP akan menimbulkan hipovolemia,

menyebabkankehilangan kemampuan mengangkut oksigen secara

9

Page 14: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

signifikan sehingga bisa menuju iskemia myokardial dan infark miokard.

Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran kelenjar prostatyang

direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari operator. Rata-rata

kehilangan darah saat TURP adalah 10ml/gram dari reseksi prostat.

b. Sindrom TURP

Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus

vena pada prostat danmemungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi.

Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih)

menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang disebut dengan

sindromTURP .

Manifestasi dari Sindrom TURP :

a) Hiponatremia

b) Hipoosmolaritas

c) Overload cairan

d) Gagal jantung kongestif 

e) Edema paru

f) Hipotensi

g) Hemolisis

h) Keracunancairan

i) Hiperglisinemia

j) Hiperamonemia

k) Hiperglikemia

l) Ekspansi volume intravaskular

Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan

endoskopi urologi. Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa

angka mortalitas yang signifikan. Walaupunterdapat peningkatan di bidang

anestesi 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP menunjukkansatu atau

lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada

10

Page 15: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar

0,99%

Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan

mempergunakan cairan irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan

tidak tertutup oleh darah.

Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah: isotonik, non-

hemolitik, electrically inert , non-toksik, transparan, mudah untuk

disterilisasi dan tidak mahal. Akan tetapi sayangnya cairan yang

memenuhi syarat seperti di atas belumditemukan.Untuk TURP biasanya

menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan irigasi seperti

air steril, Glisin 1,5%(230 mOsm/L), atau campuran Sorbitol 2,7% dengan

Mannitol 0,54% (230 Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang

digunakan adalah Sorbitol 3,3%,Mannitol 3%, Dekstrosa 2,5-4% dan Urea

1%.

1) Hipovolemi, Hipotensi

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin

digunakan sebagai cairan irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension,

yang bisa tidak muncul jika pendarahan berlebihan, diikuti dengan

perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi jaringan prostatik

danendotoksin menuju sirkulasi dan asidosis mtabolik yang bisa

berkontribusi terhadap hipotensi

2) Gangguan Penglihatan

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara,

pandangan berkabut, danmelihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi

dilatasi dan tidak merespons. Lensa matanormal. Gejala bisa muncul

11

Page 16: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau bisa jugamenjadi

gejala yang tersembunyi.Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah

pembedahan. Kebutaan TURPdisebabkan oleh disfungsi retina yang

kemungkinan karena keracunan glisin. Karena itu persepsidari cahaya dan

refleks mengedipkan mata dipertahankan dan respon pupil terhdap cahaya

danakomodasi hilang pada kebutaan TURP, tidak seperti kebutaan yang

disebabkan karena disfungsi Kortikal serebri.

3) Perforasi

Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan

instrumen pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari

kantung kemih dan letusan didalam kantungkemih. Perforasi instrumen

dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi pada 1% dari pasienyang

melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak

diperhatikan adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung

kemih. Dan diikuti oleh nyeri abdomen,distensi dan nausea. Bradikardi

dan hipotensi arterial juga ditemukan. Juga ada resiko tinggikesalahan

diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya berkembang

lebih cepat. Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma

merupakan gejala khas Pallor ,diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea,

muntah dan hipotensi bisa terjadi. Perforasiekstraperitonial, pergerakan

refleks dari ekstemitas bawah bisa terjadi.Letusan didalam kantung kemih

jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat dipercaya bisamembebaskan

gas yang mudah terbakar. Secara normal, tidak cukup oksigen yang

terdapatdidalam kantung kemih agar bisa terjadi letusan. Tetapi jika udara

masuk bersama dengan cairanirigasi akan bisa berakibat timbulnya

ledakan.

12

Page 17: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

4) Koagulopati

DIC ( Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan

dengan pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin

menuju sirkulasi yang menyebabkan fibrinolisissekunder. Dilutional

trombositopenia bisa memperbusuk situasi. DIC bisa dideteksi pada

darahdengan timbulnya penurunan jumlah platelet, FDP ( Fibrin

Degradation Products) yang tinggi(FDP > 150 mg/dl) dan plasma

fibrinogen yang rendah (400 mg/dl)

5) Bakteremia, Septisemia dan Toksemia

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi

saat preoperatif. Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi

dengan tekanan tinggi, maka bakteri akanmasuk menuju sirkualsi. Pada

6% pasien, bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dariendotoksin

bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan

toksik  pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi

kapiler dan hipertensi bisa terjadisecara temporer pada pasien ini.

6) Hipotermia

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien

yang akan dilakukan TURP.Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah

situasi hemodinamika, yang mengakibatkan pasienmenggigil dan

peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber

utamadari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu

ruangan menghasilkan penurunansuhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk

oleh keadaan ruangan operasi yang bersuhu dingin.Pasien geriatri diduga

akan mengalami hipotermia karena disfungsi otonom. Vasokonstriksi

danasidosis bisa berefek pada jantung dan berkontribusi terhadap

13

Page 18: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

manifestasi sistem saraf pusat.Menggigil juga bisa diperparah oleh

pendarahan dari tempat reseksi.

c. Tata laksana sindrom TURP

Terapi Sindrom TURP meliputi koreksi berbagai mekanisme

patofisiologikal yang bekerja padahomeostasis tubuh. Idealnya terapi

tersebut harus dimulai sebelum tejadi komplikasi sistem saraf  pusat dan

jantung yang serius. Ketika Sindrom TURP didiagnosa, prosedur

pembedahansebaiknya diakhiri secepatnya. Kebanyakan pasien bisa

dimanajemen dengan restriksi cairan dan diuretic loop

 Identifikasi gejala awal sindrom TURP dan pencegahan, penting untuk

mencegah efek yang fatal bagi pasien yang mengalami pembedahan

endoskopik. Hiponatremia yang terjadisebelum operasi harus dikoreksi

terutama pada pasien yang menggunakan obat-obatan diureticdan diet

rendah garam. Antibiotic profilaksis memiliki peran dalam pensegahan

bakterimia danseptisemia. Central Venous Pressure (CVP) monitoring atau

kateterisasi arteri pulmonalisdiperlukan untuk pasien dengan penyakit

jantung. Tinggi ideal cairan irigasi adalah 60 cm.Untuk mengurangi

timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk

tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator

memasang sistotomisuprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi

diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik. Untuk kasus

dengan operasi lebih dari satu jam staging TURP harus dilakukan.

Kapsul prostat harus dijaga dan distensi kandung kemih harus dicegah.

14

Page 19: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

Caranya dengan seringmengosongkan kandung kemih.Koreksi

hiponatremia sebaiknya dilakukan dengan diuresis dan pemberian

salinhipertonis 3-5% secara lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam

atau tidak lebih cepat dari100 ml/jam. Tepatnya 200 ml salin hipertonis

diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia.Pemberian secara cepat dari

salin akan mengakibatkan edema paru dancentral pontine myelinolysis.

Dua pertiga dari salin hipertonis mengembalikan serum sodium dan

osmolaritas,sedangkan 1/ 3 meredistribusi air dari sel menuju ruang

ekstraseluler, dimana akan diterapidengan terapi diuretik menggunakan

furosemide.Furosemide sebaiknya diberikan dengan dosis 1 mg/kg bb

secara intravena. Tetapi, penggunaan furosemide dalam terapi Sindrom

TURP dipertanyakan karena meningkatkanekskresi natrium. Oleh sebab

itu 15% manitol disarankan sebagai pilihan, dalam kaitan dengankerjanya

yang bebas dari ekskresi natrium dan kecenderungan untuk meningkatkan

osmolaritasekstraseluler. Oksigen harus diberikan dengan penggunaan

nasal kanul. Edema paru sebaiknya dimanajemen dengan intubasi dan

ventilasi dengan penggunaan 100% oksigen.Gas darah, hemoglobin dan

serum sodium dinilai. Kalsium intravena bisa digunakanuntuk merawat

gangguan gangguan jantung akut saat pembedahan. Kejang sebaiknya

diterapidengan diazepam / midazolam / barbiturat / dilantin aau

penggunaan pelemas otot tergantungdari tingkat keparahannya.

Gejala hiponatremia yang bisa berakibat seizure bisa

dihubungkandengan dosis kecil dari midazolam (2-4mg), diazepam (3-5

mg),thiopental (50-100 mg).

15

Page 20: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

Kehilangan darah diterapi dengan transfusi PRC. Pada kasus dengan

DIC, maka fibrinogen 3-4gram sebaiknya diberikan secara intravena

diikuti dengan infus heparin 2000 unit secara bolus( dan kemudian

diberikan 500 unit tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP) dan platelet juga

bisadigunakan tergantung dari jenis koagulasinya.Drainase pembedahan

dari cairan retroperitoneal pada kasus perforasi bisa

menurunkanmorbiditas dan mortalitas secara signifikan. Arginin dapat

diberikan sebagai tambahan infusglisin untuk menurunkan efek toksik dari

glisin pada jantung. Mekanisme bagaimana arginin memproteksi jantung

belum diketahui.

 Phenytoin yang diberikan secara intravena (10-20 mg/kg) juga harus

dipertimbangkan untuk memperoleh aktivitas antikonvulsan. Intubasi

endotrakeal secara umum disarankan untuk mencegah aspirasi sampai

status mental pasien menjadi normal.Jumlah dan kadar salin hipertonik (3-

5 %) diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia menjadi batas / level

yang aman, yang didasarkan konsentrasi serum sodium pasien. Solusi salin

hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100

ml/jam sehingga tidak menimbulkan eksaserbasi overload dari cairan

sirkulasi. Hipotermi dapat dihindari denganmeningkatkan suhu ruang

operasi, penggunaan selimut hangat dan menggunakan cairan irigasidan

intravena yang telah dihangatkan sampai suhu 37oC. Manajemen pasien

yang mengalami koma harus meliputi oksigenasi, sirkulasi yangmemadai,

penurunan tekanan intrakranial, penghentian kejang, terapi infeksi,

menjagakeseimbangan asam basa dan elektrolit dan suhu tubuh.

Pemantauan yang dilakukan glukosa,elektrolit (Na, K, Ca, Cl, CO3, PO4),

16

Page 21: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan amonia. Pemeriksaan gas darah

dapat melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga dilakukan EKG

untuk memonitor fungsi kardiovaskular.

BAB III

KESIMPULAN

Penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan TURP harus diperhatikan sejak

pre-operatif, intra-operatif, dan post-operatif. Pada fase pre-operatif harus kita gali

kemungkinan yang dapat menyebabkan sindroma TURP seperti kelainan elektrolit

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang yang

mendukung, kita dpaat menentukan pendekatan anestesi terbaik pada pasien. Teknik

Spinal merupakan teknik anestesi regional yang memberikan keuntungan tertentu

selama intraoperative TURP. Hal perlu diperhatikan adalah bagaimana kita

melakukan sebuah tindakan anestesi spinal dan bagaimana mengenali tanda-tanda

kelainan yang diakibatkan terjadinya sindroma TURP untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas pasien.

Sindroma TURP merupakan komplikasi tersering yang terjadi selama proses

operasi TURP. Sindroma TURP terjadi akibat terabsorbsi nya cairan irigasi kedalam

sirkulasi tubuh yang dapat mengakibatkan komplikasi tertentu, komplikasi berupa

hiponatremia, hypovolemia, toksisitas cairan. Anestesi spinal dapat mempertahankan

kesadaran pasien, dalam keadaan sadar pasien akan lebih mudah untuk dipantau.pada

kasus ini tindakan anestesi dan tindakan operatif berjalan dengan baik.

1.

17

Page 22: REFERAT Anestesi Spinal Pada TURP

DAFTAR PUSTAKA

Davies, J., Eden, C., Boot, S., Langley, S. 2005. A patient’s Guide to TURP – Your Prostat

Operation. Prostat Cancer Centre, Guildford.

Moorthy H K, Philip S. 2001. TURP syndrome - current concepts in the pathophysiology and

management. Indian J Urol;17:97-102

Norris HT, Aasheim GM, Sherrard DJ, Tremann JA. 1973. Symptomatology,

pathophysiology and treatment of the transurethral resection of the prostate

syndrome. Br J Urol: 45: 420-427.

Olsson J, Nilsson A. Hahn RG. 1995. Symptoms of the transurethral resection syndrome

using glycine as the irrigant. J Urol; 154: 123-128.

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung seto

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. EGC : Jakarta.

Soenarjo, Jatmiko HD. 2013. Anestesiologi Edisi 2. Semarang : FK Universitas Diponegoro.

Soenarjo, et al. 2013. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FAkultas

Kedokteran UNDIP/dr. Kariadi Semarang

Sutiyono et Winarno. 2009. Jarum Spinal dan Pengaruuh yang Mungkin Terjadi. Jurnal

Anestsiologi Indonesia

Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. 2009. British Journal of Anasthesia.

Comparison of Intrathecal Fentanyl and Sufentanil in Low Dose Dilute Bupivacaine

Spinal Anasthesia for Transurethral Prostectomy”. Vol 103,Number 5. Page 750

18