referat anestesi spinal

75
1 Referat Anestesiologi & Reanimasi Patofisiologi Anestesi Spinal Oleh: Marini, S.Ked Okta Kurniawan Saputra, S.Ked Pembimbing: Dr. Hj. Rose Mafiana, Sp.An. KNA. KAO

Upload: marini

Post on 01-Jan-2016

592 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Anestesi Spinal

1

Referat Anestesiologi & Reanimasi

Patofisiologi Anestesi Spinal

Oleh:

Marini, S.Ked

Okta Kurniawan Saputra, S.Ked

Pembimbing:

Dr. Hj. Rose Mafiana, Sp.An. KNA. KAO

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI & REANIMASI

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Referat Anestesi Spinal

2

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Patofisiologi Anestesi Spinal

Oleh :

Marini, S.Ked

Okta Kurniawan Saputra, S.Ked

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior periode 28 Oktober 2013 sampai 2 Desember 2013 di Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang.

Palembang, November 2013

Pembimbing

Dr. Hj. Rose Mafiana, Sp.An. KNA. KAO

Page 3: Referat Anestesi Spinal

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii

ABSTRAK.....................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

iii

iv

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 4

BAB III. KESIMPULAN………………………………………………….. 43

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 45

Page 4: Referat Anestesi Spinal

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Anestesi adalah pemberian obat untuk menghilangkan kesadaran secara

sementara dan biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara garis besar

anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi regional.

Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang bersifat sementara

akibat pemberian obat-obatan serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara

sentral. Sedangkan anestesi regional adalah anestesi pada sebagian tubuh, keadaan

bebas nyeri sebagian tubuh tanpa kehilangan kesadaran1. Anestesi regional

semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan

yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang

minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan mencegah respon

stress secara lebih sempurna2. Anestesi regional memiliki berbagai macam teknik

penggunaan salah satu teknik yang dapat diandalkan adalah melalui tulang

belakang atau anestesi spinal1,3. Anestesi spinal adalah pemberian obat antestetik

lokal ke dalam ruang subarakhnoid4. Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk

bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum dan perineum,

bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah dan operasi

ortopedi ekstremitas inferior1.

Anestesi spinal telah mempunyai sejarah panjang keberhasilan (>90%

tingkat keberhasilan). Kemudahan dan sejarah panjang keberhasilan anestesi

spinal memberikan kesan bahwa teknik ini sederhana dan canggih5. Namun

demikian bukan berarti bahwa tindakan anestesi spinal tidak ada bahaya. Hasil

yang baik akan dicapai apabila selain persiapan yang optimal juga disertai

pengetahuan tentang anestesi spinal mulai dari anatomi, fisiologi, farmakologi,

dan aplikasi dari anestesi spinal1,5. Maka dari itu, makalah ini akan membahas

mengenai anestesi spinal terutama patofisiologi anestesi spinal.

Page 5: Referat Anestesi Spinal

5

1.2. Indikasi anestesi spinal4

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektukm dan perineum

4. Bedah obstetri dan ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi

dengan anestesi umum ringan.

1.3. Kontraindikasi anestesi spinal4

Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relatifPasien menolak Infeksi sistemik (sepsis, bakterimia)Infeksi pada tempat suntikan Infeksi sekitar tempat suntikanHipovolemia berat atau syok Hipovolemia ringanKoagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

Kelainan neurologis dan kelainan psikis

Tekanan intrakranial meninggi Bedah lamaFasilitas resusitasi minim Penyakit jantung Kurang pengalaman Nyeri punggung kronis

1.4. Komplikasi tindakan1,4

1. Hipotensi berat akibat blok simpatik terjadi venous pooling dan dapat

menurunkan curah balik ke jantung sehingga menyebabka penurunan

curah jantung dan tekanan darah.

2. Bradikardia terjadi akibat blok sampai T2-3 dan dapat terjadi tanpa

disertai hippotensi atau hipoksia.

3. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat

kendali nafas.

4. Trauma pembuluh darah

5. Trauma saraf

6. Mual dan muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi, atau spinal total

Page 6: Referat Anestesi Spinal

6

1.4. Komplikasi pasca tindakan4

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4. Retensio urin

5. Meningitis

Page 7: Referat Anestesi Spinal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Tulang belakang itu terdiri atas tulang punggung dan diskus intervertebral

(Gambar 16–1). Ada 7 cervical (bhb.dg.tengkuk), 12 ruas vertebrae torakal, dan 5

ruas verbrae lumbalis dan 5 ruas tulang Sakralis dan 5 ruas koksigeal yang bersatu

satu sama lain (Gambar 16–2). Tulang belakang secara keselruhan berfungsi

sebagai tulang penyokong tubuh terutama tulang-tulang lumbalis.selain itu tulang

belakang juga berfungsi melindungi medula spinalis yang terdapat di dalamnya6.

Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui

radix anterior atau motorik dan radix posterior atau sensorik. Masing–masing

radix melekat pada medulla spinalis melalui sederetan radices (radix kecil),yang

terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuai. setiap radix

mempunyai sebuah ganglion radix posterior, yang axon sel–selnya memberikan

serabut–serabutsaraf perifer dan pusat7.

Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan

ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis

tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah

lubang besar di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu

turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf

spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung

tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan7.

Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut: 8 pasang

saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5

pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co)7.

Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih

panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut,

segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal

tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar

saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna

Page 8: Referat Anestesi Spinal

8

vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan

sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang),

sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari

kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang

memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai

kauda ekuina ”ekor kuda” karena penampakannya.7

Gambar 1. Medula Spinalis 6

Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan melintang

dari medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di

medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan

dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea

medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya

Page 9: Referat Anestesi Spinal

9

antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus

(jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang)

dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang

berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di

dalam daerah tertentu di otak, dan masing-masing memiliki kekhususan dalam

mengenai informasi yang disampaikannya7.

Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal

dipisahkan, dengan demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis dapat

mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang

terletak di bagian tengah secara fungsional juga mengalami organisasi. Kanalis

sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea.

Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior),

kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-

badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis

mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka.

Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar

eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk lateralis7.

Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis melalui

akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk

ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar

meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-

neuronaferen pada setiap tingkat berkelompok bersama di dalam ganglion akar

dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron eferen berpangkal di substansia

grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral7.

Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf

spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung

serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan

medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer,

sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan

ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf

secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di

Page 10: Referat Anestesi Spinal

10

dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka

berjalan bersama untuk kemudahan, seperti banyak sambungan telepon yang

berjalan dalam satu kabel, nemun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat

pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam

kabel yang sama8.

Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu

traktus desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi

yang bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden

secara umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau

tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok,

yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri,

suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh,

misalnya otot dan sendi9.

Gambar 2. Traktus Desnden dan Asenden

Page 11: Referat Anestesi Spinal

11

Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: 9

1. Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-

gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota

gerak.

2. Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas

neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena

itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau

aktivitas refleks.

3. Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural

sebagai respon terhadap stimulus verbal.

4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan

gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot

ekstensor atau otot-otot antigravitasi.

5. Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor,

menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas

postural yang berhubungan dengan keseimbangan.

6. Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.

Gambar 3. Jaras kortikospinalis9

Page 12: Referat Anestesi Spinal

12

Gambar 4. Jaras Traktus kortiko-bulbar9

Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: 9

1. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan

berperan dalam diskriminasi lokasi.

2. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan

ringan.

3. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.

Page 13: Referat Anestesi Spinal

13

4. Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan

perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan

posisi dan perpindahan.

5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan

lama9.

Gambar 5. Jaras Spinotalamikus9

Setelah keluar dari foramen intervertebrale, masing–masing nervus

spinalis segera bercabang dua menjadi ramus anterior yang besar dan ramus

posterior yang lebih kecil, yang keduanya mengandung serabut – serabut motorik

dan sensorik7.

Page 14: Referat Anestesi Spinal

14

Gambar 6. Jaras Dorsalcolumna medial lemiscal

Gambar 7. Jaras Spinoserebelar

Page 15: Referat Anestesi Spinal

15

Spinal cord pada umumnya berakhir setinggi L2 pada dewasa dan L3 pada

anak-anak. Fungsi dural yang dilakukan diatas segment tersebut berhubungan

dengan resiko kerusakan spinal cord dan sebaiknya tidak dilakukan. Secara

anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah

daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif

lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi

interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka

titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau

L4-58.

Neuron simpatis preganglion dan postganglion

Saraf simpatis berbeda dengan saraf motorik skeletal dalam hal berikut:

setiap jaras simpatis dari medula spinalis ke jaringan yang terangsang terdiri atas

dua neuron,yaitu neuron praganglion dan posganglion. Badan sel setiap neuron

preganglion terletak di kornu intermediolateral medula spinalis dan serabut-

serabutnya bejalan melewati radiks anterior medula menuju saraf spinal terkait8.

Gambar 8. Jaras saraf simpatis

Page 16: Referat Anestesi Spinal

16

Di semua ketinggian medula, beberapa serabut postganglion berjalan

kembali dari rantai simpatis menuju saraf-saraf spinal melalui rami abu-abu.srabut

simpatis ini semuanya menrupakan serabut tipe C yang sangat kecil,dan serabut

tersebut dengan menggunakan saraf skeleta menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Serabut ini mengatur pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot piloerktal

rambut. Kira-kira 8 persen serabut dan saraf skeletal adalah serabut simpatis, hal

ini menunjukkan betapa pentingnya serabut simpatis8.

Jaras simpatis yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tak perlu

didistribusikan ke bagian tubuh yang sama seperti halnya saraf-saraf spinal

somatik dari segmen yang sama. Justru saraf simpatis dari medula pada segmen

T-1 umumnya melewati rantai simpatis naik untuk berakhir di daerah kepala, dari

T-2 untuk berakhir di daerah leher dari T-3,T-4,T-5 dan T-6 di daerah thoraks,

dari T-7,T-8, T-9,T-10, dan T-11 ke abdomen, dan dari T-12, L-1 dan L-2 ke

daerah tungkai. Pembagian ini kuran lebih demikian dan sebagian besar tumpang

tindih.Di medula adrenal serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel

neuron khusus yang menyekresikan epinefrine dan norepinefrine ke dalam aliran

darah8.

Gambar 9. Target organ saraf simpatis dan parasimpatis

Page 17: Referat Anestesi Spinal

17

Penting untuk mengingat struktur yang akan ditembus oleh jarum spinal

sebelum bercampur dengan CSF2.

Kulit

Lemak subcutan dengan ketebalan berbeda dan lebih mudah

mengidentifikasi ruang intervertebra pada pasien kurus

Ligament Supraspinosa

Ligament interspinosa yang merupakan ligament yang tipis diantara

prosesus spinosus

Ligamentum Flavum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastic

yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina.

Ruang epidural yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah

Duramater

Ruang Subarachnoid yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang

dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur dengan

CSF dan secara cepat memblok akar syaraf yang berkontak.

Gambar 10. Sagital section through lumbar vertebra6

Page 18: Referat Anestesi Spinal

18

Gambar 11. Dermatom tubuh

Dermatom adalah area kulit yang diinervasi oleh serabut saraf sensoris

yang berasal dari satu saraf spinal. Gambar 11 memperlihatkan segmen dermatom

tubuh yang penting untuk anestesi dalam pembedahan, efek anestesi spinal harus

mencapai segmen dermatom tertentu agar dapat memblok persarafan di daerah

pembedahan tersebut14.Tabel 1. Ketinggian segmen dermatom dalam anestesi spinal untuk prosedur pembedahan4,14

Pembedahan Ketinggian segmen dermatom kulit

Tungkai bawah T12

Panggul T10

Uterus-vagina T10

Buli-buli, prostat T10

Testis ovarium T8

Intraabdomen bawah T6

Intraabdomen atas T4

Page 19: Referat Anestesi Spinal

19

Paha dan tungkai bawah L1

2.2 Anestesi Spinal

Pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesia

spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang

subarakhnoid di region antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5

dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan

blokade saraf simpatis10. Beberapa nama lain dari anestesia spinal diantaranya

adalah analgesia spinal, analgesia subarakhnoid, blok spinal, blok arakhnoid,

anestesi subarakhnoid dan anestesi lumbal11. Teknik ini sederhana, cukup efektif

dan mudah dikerjakan4.

Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan

anestesia umum, khususnya untuk tindakan operasi abdomen bagian bawah,

perineum dan ekstremitas bawah. Anestesia spinal dapat menumpulkan respons

stress terhadap pembedahan, menurunkan perdarahan intraoperatif, menurunkan

kejadian tromboemboli postoperasi, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas

pasien bedah dengan risiko tinggi11.

2.3 Farmakologi Obat Anestetik Lokal

Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau

blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan

transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.

Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf

secara spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf4. Obat-obat

anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat

yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak

neurotoksik, dan pemulihan blokade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga

mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan risiko toksisitas sistemik yang

rendah11.

Page 20: Referat Anestesi Spinal

20

Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik atau gabungan

alkaloid larut lemak dan garam larut air11. Rumus bangun terdiri dari bagian

kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan cincin

hidrokarbon sebagai penghubung, bagian ekor amino tersier bersifat hidrofilik4,11.

Bagian aromatik mempengaruhi kelarutan dalam air dan rantai penghubung

menentukan jalur metabolisme obat anestetik lokal11. Struktur umum dari obat

anestetik lokal tersebut mencerminkan orientasi dari tempat bekerja yaitu

membran sel saraf. Jika dilihat susunan dari membran sel saraf yang terdiri dari

dua lapisan lemak dan satu lapisan protein di luar dan dalam, maka struktur obat

anestetik lokal gugus hidrofilik berguna untuk transport ke sel saraf sedangkan

gugus lipofilik berguna untuk migrasi ke dalam sel saraf11.

Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi ke dalam dua macam, yakni

golongan ester seperti kokain, benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain,

tetrakain dan golongan amida seperti lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain,

etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivakain. Perbedaannya terletak pada

kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah dihidrolisis dan tidak stabil

dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa

dalam plasma oleh enzim pseudo-kolinesterase dan golongan amida

dimetabolisme di hati4,12. Di Indonesia golongan ester yang paling banyak

digunakan ialah prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan

bupivakain2,4.

Tabel 2. Jenis anestesi lokal2

Prokain Lidokain BupivakainGolongan Ester Amida AmidaMula kerja 2 menit 5 menit 15 menitLama kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jamMetabolisme Plasma Hepar HeparDosis maksimal (mg/kgBB)

12 6 2

Potensi 1 3 15Toksisitas 1 2 10

Page 21: Referat Anestesi Spinal

21

Tabel 3. Anestetik lokal yang paling sering digunakan4

Anestetik lokal Berat jenis Sifat DosisLidokain 2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml)5% dalam dekstrosa 7,5%

1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)

Bupivakain0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)0.5% dalam dekstrosa 8.25%

1.027 Hiperbarik 5-15 mg (-3 ml)

2.3 Farmakokinetik dalam plasma

Berat jenis cairan serebrospinal pada suhu 37ºC ialah 1,003-1,008.

Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan cairan serebrospinal disebut

isobarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari cairan serebrospinal

disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari cairan

serebrospinal disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah

jenis hiperbarik yaitu campuran antara anestetik lokal dengan dekstrosa4.

2.3.1 Absorpsi2

Absorpsi sistemik dari anestesi lokal yang diinjeksikan bergantung pada

aliran darah, yang ditentukan dari beberapa faktor dibawah ini:

1. Lokasi injeksi; kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan ramainya

vaskularisasi tempat suntikan: absorbsi intravena > trakeal > interkostal >

kaudal > paraservikal > epidural > pleksus brakialis > ischiadikus > subkutan.

2. Adanya vasokontriksi dengan penambahan epinefrin menyebabkan

vasokonstriksi pada tempat pemberian anestesi yang akan menyebabkan

penurunan absorpsi sampai 50% dan peningkatan pengambilan neuronal,

sehingga meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi, da

meminimalkan efek toksik. Efek vaskonstriksi yang digunakan biasanya dari

obat yang memiliki masa kerja pendek. Epinefrin juga dapat meningkatkan

kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap reseptor

adrenergik alfa 2.

Page 22: Referat Anestesi Spinal

22

3. Agen anestesi lokal, anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih

lambat terjadi absorpsi dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik

yang dimilikinya.

2.3.2 Distribusi2

Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ dan ditentukan oleh faktor-

faktor:

1. Perfusi jaringan-organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar,

ginjal, dan jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat

(fase α), yang diikuti redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi

jaringan moderat (otot dan saluran cerna).

2. Koefisien partisi jaringan/darah ikatan protein plasma yang kuat cenderung

mempertahankan obat anestesi di dalam darah, dimana kelarutan lemak yang

tinggi memfasilitasi ambilan jaringan.

3. Massa jaringan—otot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal

karena massa dari otot yang besar.

2.3.3 Fiksasi13

Anestetik lokal berikatan dengan protein plasma dengan berbagai derajat.

Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berikatan kuat dengan protein plasma

mengurangi toksisitasnya karena hanya sebagian kecil dari jumlah total plasma

yang bebas berdifusi ke dalam jaringan yang dapat menghasilkan efek toksik.

Namun obat yang berikatan dengan protein juga masih mampu berdifusi kedalam

plasma mengikuti gradien konsentrasi, karena bagian yang terikat protein

memiliki keseimbangan yang sama dengan yang terlarut dalam plasma. Dengan

demikian, ikatan dengan protein tidak berhubungan dengan efek toksisitas akut

obat.

2.3.4 Metabolisme dan ekskresi2

Metabolisme dan ekskresi dari lokal anestesi dibedakan berdasarkan

strukturnya:

Page 23: Referat Anestesi Spinal

23

1. Golongan ester

Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma).

Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolitnya yang larut air

diekskresikan melalui urin.

2. Golongan amida

Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal P-450 di hati. Kecepatan

metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal. Metabolisme

lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian

kecil diekskresikan dalam bentuk utuh.

2.4 Farmakokinetik dalam cairan serebrospinal

Setelah penyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid

maka akan terjadi proses difusi obat ke dalam cairan serebrospinal sebelum

menuju target lokal sel saraf5. Selanjutnya obat akan diabsorbsi ke dalam sel saraf

(akar saraf spinal dan medulla spinalis)14. Ada empat faktor yang mempengaruhi

absorbsi anestetik lokal di ruang subarakhnoid, yaitu (1) konsentrasi anestetik

lokal, konsentrasi terbesar ada pada daerah penyuntikkan. Akar saraf spinal

sedikit mengandung epineurium dan impulsnya mudah dihambat, (2) luas

permukaan saraf yang terpajan akan memudahkan absorpsi dari anestetik lokal,

semakin luas daerah sel saraf yang terpajan dengan anestetik lokal maka akan

semakin besar juga absorbsi anestetik lokal oleh sel saraf. Oleh karena itu

semakin jauh penyebaran anestetik lokal dari tempat penyuntikkan, maka akan

semakin menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga

menurun, (3) lapisan lemak pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf14,15.

Absorbsi dan distribusi anestetik lokal setelah penyuntikkan spinal ditentukan

oleh banyak faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta

posisi pasien14.

Medula spinalis mempunyai dua mekanisme untuk absorbsi anestetik lokal

yakni (1) difusi dari dairan serbrospinal ke pia meter lalu masuk ke medulla

spinalis, dimana proses difusi ini terjadi lambat. Hanya area superfisial atau

permukaan dari medulla spinalis yang dipengaruhi oleh anestetik lokal. (2)

Page 24: Referat Anestesi Spinal

24

absorbsi terjadi ruang Virchow-Robin, dimana daerah piameter banyak dikelilingi

oleh pembuluh darah yang berpenetrasi ke sistem saraf pusat. Ruang Virchow-

Robin terhubung dengan celah perineuronal yang mengelilingi badan sel saraf di

medulla spinalis dan menembus sampai ke daerah terdalam medulla spinalis14.

Gambar 12. Ruang periarterial Virchow-Robin yang mengelilingi medulla spinalis14.

Kadar lemak juga menentukan absorbsi anestetik lokal. Semakin bermielin

memerlukan konsentrasi anestetik lokal yang lebih tinggi untuk dapat memblok

impuls, karena ada kadar lemak yang tinggi di selubung mielin tersebut14.

Distribusi anestetik lokal pada ruang subarahnoid atau cairan serebrospinal

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Faktor utama4

1. Berat jenis atau barisitas dan posisi pasien.

Barisitas merupakan faktor utama yang menentukan penyebaran lokal

anestetik di ruang subarakhnoid dan dipengaruhi juga oleh gravitasi serta

posisi pasien4,15. Larutan hipobarik ialah larutan yang lebih ringan dari

cairan serbrospinal bersifat melawan gravitasi, larutan isobarik ialah

larutan yang sama berat dengan cairan serbrospinal bersifat menetap pada

tingkat daerah penyuntikkan, larutan hiperbarik ialah larutan yang lebih

berat daripada cairan otak bersifat mengikuti gravitasi setelah pemberian14.

Larutan hiperbarik biasanya menghasilkan tingkat blok yang lebih tinggi.

Page 25: Referat Anestesi Spinal

25

Contoh pengaruh barisitas dan posisi pasien terhadap penyebaran anestetik

lokal: 15

- Posisi kepala kebawah maka larutan hiperbarik akan menyebar ke

arah cephalad, sedangkan larutan hipobarik akan menyebar ke arah

kaudal.

- Posisi kepala keatas maka larutan hiperbarik akan menyebar ke arah

kaudal, sedangkan larutan hipobarik akan menyebar ke arah cephalad.

- Posisi lateral maka larutan hiperbarik akan menyebar mengikuti posisi

lateral dan sebaliknya untuk larutan hipobarik.

- Posisi apapun dengan larutan isobarik akan berada pada daerah

sekitar penyuntikkan.

- Saat pasien dalam posisi supinasi maka setelah penyuntikkan larutan

hiperbarik, anestetik lokal akan menyebar ke area T4-T8 dan

puncaknya akan mengikuti lekukan normal dari vertebra yaitu di T4.

Pada umumnya semakin jauh penyebaran lokal anestetik maka semakin

singkat durasi blok sensorik obat tersebut karena menurunnya konsentrasi

obat di daerah injeksi15.

2. Dosis dan volume anestetik lokal

Semakin besar jumlah dan kadar konsentrasi dari anestetik lokal, maka

akan semakin tinggi juga area hambatan4,11.

b. Faktor tambahan

1. Umur11

Umur pasien berpengaruh terhadap level analgesi spinal. Ruang arakhnoid

dan epidural menjadi lebih kecil dengan bertambahnya umur yang

membuat penyebaran obat analgetika lokal lebih besar atau luas, dengan

hasil penyebaran obat analgetika lokal ke cephalad lebih banyak sehingga

level analgesia lebih tinggi dengan dosis sama dan tinggi badan sama.

Sehingga dosis hendaknya dikurangi pada umur tua. Cameron dkk telah

melakukan penelitian pengaruh umut pada penyebaran obat analgetika

Page 26: Referat Anestesi Spinal

26

lokal, ternyata ada korelasi yang bermakna antara umur dan level

analgesia.

2. Tinggi badan

Makin tinggi tubh makin panjang medula spinalisnya, sehingga penderita

yang tinggi memerlukan dosis lebih banyak daripada yang pendek11.

3. Berat badan

Kegemukan berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga

epidural yang akan mengurangi volume cairan serebrospinal. Pengalaman

klinis mengindikasikan bahwa kegemukan berpengaruh sedikit terhadap

penyebaran obat anastetik lokal dalam cairan serebrospinal11.

4. Tekanan intraabdomen

Tekanan intraabdomen yang meninggi menyebabkan tekanan vena dan isi

darah vertebral meningkat yang menyebabkkan berkurangnya isi cairan

serebrospinal. Akibatnya hasil anastetik lokal yang dicapai lebih tinggi

seperti pada ibu hamil, obesitas, dan tumor abdomen11,13.

5. Anatomi kolumna vertebralis

Lekukan kolumna vertebralis akan mempengaruhi penyebaran obat

anastetik lokal dalam cairan serebrospinal. Ini akan tampak pada cairan

yang bersifat hiperbarik atau hipobarik pada posisi terlentang horizontal.

Penyuntikkan di atas L3 dengan posisi pasien supinasi setelah

penyuntikkan akan membuat penyebaran anestetik lokal kerah cephalad

dan mencapai kurvatura T411,13.

6. Tempat penyuntikkan

Kurang berperan terhadap tingginya analgesia. Tusukan pada lumbal 2-3

atau lumbal 3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah torakal, sedangkan

tusukan pada lumbal 4-5 karena bentuk vertebral memudahkan obat

berkumpul di daerah sakral11.

7. Arah penyuntikkan

Bila anestetik lokal disuntikkan kearah kaudal maka pennyebaran oat akan

terbatas dibandingkan dengan penyuntikkan kearah cephalad18.

Page 27: Referat Anestesi Spinal

27

8. Barbotase atau kecepatan penyuntikkan

Kecepatan penyuntikan yang lambat menyebabkan difusi lambat dan

tingkat analgesia yang dicapai rendah11

Selain itu, volume dan berat jenis cairan serebrospinal juga mempengaruhi

penyebaran atau tingginya blok saraf. Dimana volume cairan serebrospinal yang

menurun akan meninggikan tingkat blok saraf, sedangkan bila volume cairan

serebrospinal yang meningkat akan menurunkan tingkat blok saraf. Kedua yaitu

berat jenis cairan serebrospinal yang tinggi akan mengurangi penyebaran tingkat

blok saraf, sedangkan berat jenis cairan sererbospinal yang rendah akan

menghasilkan penyebaran obat anestetik lokal yang besar15.

Ketika pemberian obat anestetik lokal diberikan secara spinal, obat

memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan bekerja langsung pada

target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis dapat memberikan

efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini tidak berikatan dengan

protein, karena konsentrasi protein di cairan serebrospinal rendah13.

Eliminasi anestetik lokal dari ruang subarakhnoid terjadi melalui absorbsi

oleh pembuluh darah di ruang subarakhnoid dan ruang epidural. Anestetik lokal

juga berdifusi ke dalam ruang epidural dan setelah di ruang epidural akan

berdifusi ke dalam pembuluh darah epidural sama seperti halnya pada ruang

subarakhnoid14,15. Aliran darah menentukan laju eliminasi anestetik lokal dari

medula spinalis. Semakin cepat aliran darah di medula spinalis, maka akan

semakin cepat juga anestetik lokal dieliminasi. Hal inilah yang menjelaskan

mengapa konsentrasi anestetik lokal lebih besar pada bagian posterior medula

spinalis dibandingkan dengan anterior medula spinalis, walaupun bagian anterior

lebih banyak terhubung dengan ruang Virchow-Robin. Setelah anestetik lokal

diberikan, aliran darah dapat ditingkatkan atau diturunkan ke medula spinalis,

bergantung pada sifat anestetik lokal tersebut, sebagai contoh tetrakain

meningkatkan aliran darah medula spinalis tapi lidokain dan bupivakain

menurunkan aliran darah, yang akan berpengaruh terhadap eliminasi dari anestetik

lokal14.

Page 28: Referat Anestesi Spinal

28

Vaskularisasi medula spinalis terdiri dari pembuluh darah yang ada di

medula spinalis dan di pia meter. Absorbsi anestetik ini terjadi pada pembuluh

darah di piameter dan medulla spinalis. Akibat perfusi ke medula spinalis

bervariasi, maka laju eliminasi anestetik lokal juga bervariasi14,15.

2.5. Farmakodinamik

Pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di regio

vertebra. Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari

luar yaitu kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, durameter, dan arakhnoid. Ruang subarakhnoid berada

diantara arakhnoid dan piameter, sedangkan ruang antara ligamentum flavum dan

durameter merupakan ruang epidural11,14.

Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan

memblok impuls sensorik, autonom dan motorik. Lokasi target dari anestesi

spinal adalah akar saraf spinal dan medulla spinalis5. Dalam anestesi spinal

konsentrasi obat lokal anestetik di cairan serebrospinal memiliki efek yang

minimal pada medula spinalis14.

2.5.1 Mekanisme obat anestetik spinal

Mekanisme aksi obat anestesi lokal adalah mencegah transmisi impuls

saraf atau blokade konduksi dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui

gerbang ion natrium selektif pada membran saraf2. Obat bekerja pada reseptor

spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf

terhadap ion natrium dan kalium, sehingga hasilnya tak terjadi konduksi saraf4.

Obat anestesi lokal setelah masuk cairan serebrospinal, berdifusi menyebrang

selubung saraf dan membran, tetapi hanya yang dalam bentuk basa yang bisa

menembus membran lipid ini. Ketika mencapai akson terjadi ionisasi dan dalam

bentuk kation yang bermuatan bisa mencapai reseptor pada saluran natrium.

Akibatnya terjadi blokade saluran natrium, hambatan konduksi natrium,

penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadi

blokade saraf12.

Page 29: Referat Anestesi Spinal

29

Obat anestesi lokal juga memblok kanal kalsium dan potasium dan

reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA) dengan derajat berbeda-beda. Tidak

semua serabut saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi lokal. Sensitivitas

terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal dan derajat mielinisasi serta

berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain2. Pada umumnya, serabut saraf kecil dan

bermielin lebih mudah diblok dibandingkan serabut saraf besar tak bermielin14.

Anestetik lokal lebih mudah menyekat serabut yang berukuran kecil karena jarak

propragasi pasif suatu impuls listrik melalui serabut tadi lebih pendek. Semakin

besar dan tebal suatu serabut saraf (misalnya, neuron motorik), nodusnya makin

terpisah jauh satu sama lain sehingga sulit diblokade16. Diameter yang kecil dan

sedikit atau tidak memiliki mielin meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi

lokal dan akan lebih mudah untuk diblok2,16. Sedangkan diameter yang besar dan

mielin yang tebal seperti pada saraf motorik akan lebih sulit untuk diblok. Saraf

simpatis dan sensoris mempunyai lebih sedikit mielin dibandingkan saraf

motorik16. Dengan demikian, sensitivitas saraf spinalis terhadap anestesi lokal

mulai dari autonom, sensorik, dan motorik2.

Tabel 4. Klasifikasi serabut saraf4,17

Serabut saraf

Mielin Diameter Fungsi Kepekaan terhadap blokade

A-alfa ++ 6-22 Eferen motorik, aferen proprioseptik

+

A-beta ++ 6-22 Eferen motorik, aferen proprioseptik

++

A-gamma ++ 3-6 Eferen kumparan otot (spindle)

++

A-delta ++ 1-4 Nyeri, suhu, rabaan +++B + <3 Otonomik

preganglionik++++

C - 0.3-1.3 Nyeri, suhu, rabaanOtonom pascaganglionik

++++

Serabut saraf C memerlukan konsentrasi obat anestesi lokal lebih sedikit

untuk memblok konduksi dibandingkan serabut tipe B dan serabut saraf tipe B

memerlukan konsentrasi lebih rendah daripada serabut saraf tipe A. secara umum

Page 30: Referat Anestesi Spinal

30

serabut saraf autonom terblok pertama kali dan serabut saraf motorik yang

terakhir12.

Secara umum tingginya blokade simpatis kira-kira 2-3 segmen lebih tinggi

daripada tingginya blokade sensorik dan tingginya blokade sensorik 2-3 segmen

lebih tinggi daripada blokade motorik. Hal ini dimungkinkan karena konsentrasi

obat anestesi lokal di dalam cairan serebrospinal semakin kearah cephalad

menjauh tempat injeksi akan berkurang, disamping serabut saraf bermielin

memerlukan paling tidak tiga nodus ranvier yang berurutan harus diblok secara

komplit untuk menghambat konduksi12. Maka dari itu, urutan hilangnya fungsi sel

saraf pada anestesi lokal sebagai berikut: (1) simpatis (vasomotor) berupa dilatasi

pembuluh darah arteri dan vena, (2) sensoris suhu dan nyeri, (3) sensoris raba dan

tekanan, (4) proprioseptif berupa kesadaran akan posisi tubuh, (5) fungsi

motorik14. Bila anestetik lokal ini telah habis bekerja, maka fungsi-fungsi ini akan

kembali dalam urutan terbalik yakni fungsi motorik akan kembali dulu, kemudian

sensasi raba dan nyeri, serta terakhir respon simpatis akan normal kembali seperti

tekanan darah16.

Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi

dan lama kerja menjadi 3 grup. Grup I meliputi prokain, kloroprokain yang

memiliki potensi dan lama kerja yang singkat. Grup II meliputi lidokain,

mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang. Grup III

meliputi tetrakain, bupivakain, etidokain yang memiliki potensi kuat dan lama

kerja yang panjang. Anestesi lokal juga dibedakan berdasarkan pada mula atau

awal kerjanya seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain, etidokain

memiliki mula kerja yang relatif cepat, bupivakain memiliki mula kerja sedang,

sedangkan prokain dan tetrakain bermula kerja lambat2.

Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten,

karena itu merupakan kemampuan anestesi lokal untuk menembus membran yang

hidrofobik2,4. Secara umum, potensi dan kelarutan lemak meningkat dengan

meningkatnya jumlah total atom karbon pada molekul2.

Page 31: Referat Anestesi Spinal

31

2.5.2 Mula Kerja

Mula kerja obat anestetik lokal dipengaruhi juga oleh (1) kelarutan dalam

lemak, dimana obat dengan kelarutan lemak yang lebih rendah biasanya memiliki

onset yang lebih cepat2,11. (2) Konsentrasi relatif bentuk larut lemak tidak

terionisasi dan bentuk larut air terionisasi, yang ditunjukkan oleh konstanta

disosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Pengukurannya adalah pH dimana jumlah

obat bentuk yang terionisasi dan yang tidak terionisasi sama2,4. Obat anestetik

lokal degan pKa mendekati pH fisiologis akan mempunyai konsentrasi bentuk tak

terionisasi lebih tinggi sehingga dapat melewati membran saraf dan

mengakibatkan mula kerja yang lebih cepat11. (3) Alkalinisasi obat anestetik lokal

mempercepat mula kerja, meningkatkan kualitas blok dan memperpanjang lama

blok dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang tersedia4,11.

2.5.3 Lama Kerja

Lama kerja obat anestetik lokal dipengaruhi oleh (1) kelarutan dalam

lemak, obat dengan kelarutan dalam lemak yang tinggi akan memiliki kerja lebih

panjang sebab lebih lambat dikeluarkan dari sirkulasi darah2,4,11. (2) Ikatan dengan

protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja, obat dengan kelarutan lemak

yang tinggi juga mempunyai ikatan protein plasma yang tinggi terutama terhadap

alfa-1 asam glikoprotein dan sedikit terhadap albumin, sebagai konsekuensinya

eliminasi memanjang2,4,11. (3) Potensi dan lama kerja anestesi spinal berhubungan

dengan sifat individual obat anestesi dan ditentukan oleh kecepatan absorpsi

sistemik, sehingga semakin tinggi tingkat daya ikat protein pada reseptor, semakin

panjang lama kerja anestesi spinal tersebut. Potensi dan lama kerja dapat

ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi dan dosis. Potensi yang kuat

berhubungan dengan tingginya kelarutan dalam lemak, karena hal ini akan

memungkinkan kelarutan dan memudahkan obat anestesi regional1. Pemilihan

obat lokal anestesi yang akan digunakan pada umumnya berdasar pada perkiraan

durasi dari pembedahan yang akan dilakukan dan kebutuhan pasien untuk segera

pulih dan mobilisasi10.

Page 32: Referat Anestesi Spinal

32

Tabel 5. Perbandingan golongan ester dan golongan amida4

Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja ToksisitasEsterProkain 1 (rendah) Cepat 45-60 RendahKloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat

rendahTetrakain 8-16 (tinggi) Lambat 60-180 SedangAmidaLidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 SedangEtidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 SedangPrilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 SedangMepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 TinggiBupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 RendahRopivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 RendahLevobupivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480

Tabel 6. Sifat beberapa anestetik lokal amida17

Agen Waktu-Paruh

Distribusi

(menit)

Eliminasi t1/2

(jam)

Vdss (L) B (L/menit)

Bupivakain 28 3,5 72 0,47

Lidokain 10 1,6 91 0,95

Mepivakain 7 1,9 84 0,78

Prilokain 5 1,5 261 2,84

Ropivakain 23 4,2 47 0,44

B= bersihan, Vdss= volume distribusi pada keadaan stabil

2.6. Beberapa anestetik lokal yang sering digunakan4.

1. Kokain

Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan

nafas atas dengan lama kerja 20-30 menit.

2. Prokain

Digunakan untuk infiltrasi dengan konsentrasi 0,25-0,5%, penggunaan

untuk blok saraf degan konsentrasi 1-2%. Dosis 15 mg/kgBB dan lama

kerja 30-60 menit.

Page 33: Referat Anestesi Spinal

33

4. Lidokain

Konsentrasi efektif minimal 0,25%, penggunaan infiltrasi mula kerja 10

menit dan relaksasi otot cukup baik. Lama kerja sekkitar 1-1,5 jam

tergantung konsentrasi larutan. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok

perifer. 0,25%-0,5% ditambah adrenalin 200.000 untuk infiltrasi, 0,5%

untuk blok sensorik tanpa blok motorik, 1,0% untuk blok motorik dan

sensorik, 2,0% untuk blok motorik pasien berotot, 4,0% atau 10% untuk

topikal semprot faring-laring (pump spray), 5,0% unutk jeli yang dioleskan

pada pipa trakea, 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topikal

kulit, 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subarakhnoid).

5. Bupivakain

Konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding

lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kaudal epidural,

atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian

menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anestesia spinal 0,5% volum

antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan

pembedahan 0,75%.

2.7.Patofisiologi

Pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid di regio

vertebra. Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari

luar yaitu kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, durameter, dan arakhnoid. Ruang subarakhnoid berada

diantara arakhnoid dan piameter, sedangakan ruang antara ligamentum flavum

dan durameter merupakan ruang epidural11,13.

Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan

memblok impuls sensorik, autonom dan motorik pada serabut saraf anterior dan

posterior yang melewati cairan serebrospinal. Serabut akar saraf merupakan

tempat aksi kerja utama pada anestesi spinal dan epidural, selain itu bisa bekerja

pada serabut akar saraf spinal dan akar ganglion dorsal. Dalam anestesi spinal

Page 34: Referat Anestesi Spinal

34

konsentrasi obat lokal anestetik di cairan serebrospinal memiliki efek yang

minimal pada medula spinalis13, 14.

Ada empat faktor yang mempengaruhi absorbsi anestetik lokal pada ruang

subarakhnoid, yaitu (1) konsentrasi anestetik lokal, konsentrasi terbesar ada pada

daerah penyuntikkan. Akar saraf spinal sedikit mengandung epineurium dan

impulsnya mudah dihambat, (2) daerah permukaan saraf yang terpajan akan

memudahkan absorpsi dari anestetik lokal. Oleh karena itu semakin jauh

penyebaran anestetik lokal dari tempat penyuntikkan, maka akan semakin

menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga menurun, (3)

lapisan lipid pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf14. Absorbsi dan

distribusi anestetik lokal setelah penyuntikkan spinal ditentukan oleh banyak

faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta posisi

pasien14. Selanjutnya obat memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan

bekerja langsung pada target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis

dapat memberikan efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini

tidak berikatan dengan protein terlebih dahulu13.

Daerah utama dari aksi blokade neuraksial adalah akar saraf. Anestesi

lokal disuntikkan ke CSF (anestesi spinal) atau ruang epidural (anestesi epidural

dan kaudal) dan menggenangi akar saraf dalam ruang subarachnoid atau ruang

epidural. Injeksi langsung anestesi lokal ke CSF untuk anestesi spinal

memungkinkan dosis yang relatif kecil dan volume anestesi lokal untuk mencapai

blokade sensorik dan motorik. Sebaliknya, anestesi lokal pada epidural anestesi

pada akar saraf memerlukan volume dan dosis yang jauh lebih tinggi. Selain itu,

tempat suntikan untuk anestesi epidural harus dekat dengan akar saraf yang harus

diblok. Blokade transmisi saraf (konduksi) dalam pada serabut saraf posterior

akan menghambat somatik dan viseral, sedangkan blokade serabut akar saraf

anterior mencegah eferen motorik dan outflow otonom6.

2.7.1 Blokade somatik

Dengan mengganggu transmisi rangsangan nyeri dan menghilangkan

tonus otot rangka, blok neuraksial dapat memberikan kondisi operasi yang sangat

Page 35: Referat Anestesi Spinal

35

baik. Blok sensori menghambat stimulus nyeri baik pada somatik dan viseral,

sedangkan blokade motorik menghasilkan relaksasi otot rangka. Pengaruh

anestesi lokal pada serabut saraf bervariasi sesuai dengan ukuran serabut saraf,

apakah itu bermielin, konsentrasi yang dicapai dan lama kontak. Akar saraf tulang

belakang terdiri dari berbagai tipe serat saraf. Serat lebih kecil dan bermielin

umumnya lebih mudah diblokir daripada yang lebih besar dan tidak bermielin.

Fakta bahwa konsentrasi anestesi lokal menurun dengan meningkatnya jarak dari

level injeksi, menjelaskan fenomena blokade diferensial. Diferensial blokade

biasanya menghasilkan blokade simpatik (dinilai oleh sensitivitas suhu) yang

mungkin dua segmen lebih tinggi dari blok sensorik (nyeri, sentuhan ringan), dan

dua segmen lebih tinggi dari blokade motorik6.

2.7.2. Blokade otonom

Interupsi dari transmisi eferen pada nervus spinal dan menyebabkan

blokade dari simpatik dan parasimpatik. Simpatik outflow spinal cord bisa

dideskripsikan sebagai torakolumbal dan parasimpatis disebut kraniosakral.

Serabut saraf praganglion simpatis (kecil, serabut termielinisasi tipe B) keluar

dari spinal cord dari T1 sampai L2 dan bisa menyebabkan rantai simpatis ke atas

maupun ke bawah sebelum bersinap dengan posganglion sel pada ganglia

simpatik. Anestesi neuroaksial tidak memblok nervus vagus. Respon fisiologi dari

anestesi ini adalah menurunkan kerja simpatis6.

Blok neuroaksial tipikal menyebabkan penurunan tekanan darah yang

disertai dengan penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung. Tonus

vasomotor secara primer ditentukan oleh serabut simpatik yang muncul dari T5

dan L1, yang menginervasi otot polos arteri dan vena. Blokade dari nervus ini

menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh vena, penurunan pengisian darah dan

menurunkan venous return ke jantung. Untuk beberapa kasus vasodilatasi ateria

dapat menyebabkan penurunan resistensi sistemik pembuluh darah. Efek dari

vasodilatasi atrial dapat diminimalisir dengan cara mengkompensasi

vasokonstriksi diatas blok. Blok simpatis yang tinggi tidak hanya

mengkompensasi vasokonstriksi tapi juga memblok serabut akselarator jantung

Page 36: Referat Anestesi Spinal

36

yang berasal dari T1-T4. Hipotensi bisa disebabkan oleh bradikardi dan

penurunan kontraktili jantung. Hal ini dapat diperbaiki dengan cara

meningkatkan venous return dengan meninggikan kepala6.

Efek kardiovaskular harus diantisipasi untuk meminimalkan hipotensi. Hal

ini diantisipasi dengan cara pemberian cairan intravena 10-20 mL/Kg pada pasien

sehat akan secara parsial berkompensasi untuk pengisian vena. Walaupun dengan

usaha ini hipotensi masih tetap terjadi dan harus ditangani dengan tepat.

Penanganan cairan dapat ditingkatkan dan autotransfusi dapat dilakukan dengan

cara menurunkan kepala pasien. Bradikardi berlebih dan simptomatik harus

ditangani dengan pemberian atropin dan hipotensi diterapi menggunakan

vasopresor. Direct α-adrenergic agonis (seperti fenilefrin) meningkatkan tonus

vena dan menyebabkan konstriksi arteriolar, yang menyebabkan peningkatan

aliran balik vena dan resistensi sistemik vaskular. Efek langsung penggunaan

efedrin adalah meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan efek

tidak langsung menghasilkan beberapa vasokonstriksi. Jika hipotensi dan atau

bradikardia bertahan meskipun intervensi ini, epinefrin (5-10 g intravena) harus

diberikan segera6.

Perubahan klinis yang signifikan dari fisiologi paru biasanya minimal

dengan blok neuraksial karena diafragma dipersarafi oleh saraf frenikus yang

berasal dari C3-C5. Bahkan dengan segmen thorakal tinggi, volume tidal tidak

berubah, hanya ada sedikit penurunan kapasitas vital, yang disebabkan oleh

hilangnya kontribusi otot perut 'untuk ekspirasi paksa6.

Pada prosedur pembedahan yang menyebabkan trauma menyebabkan

neuroendokrin trauma melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serat saraf

aferen somatik dan viceral. Respon ini termasuk peningkatan hormon

adrenokortikotropik, kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan level vasopresin melalui

sistem aktivasi renin-angiotensin-aldosteron. Neuroaksial blokade dapat

menurunkan sebagian atau secara total respon stres ini6.

Eliminasi anestetik lokal terjadi melalui penyerapan oleh pembuluh darah

dalam ruang subarakhnoid dan epidural. Penyerapan ini terjadi pada pembuluh

darah di piameter dan medulla spinalis. Laju penyerapan berhubungan dengan

Page 37: Referat Anestesi Spinal

37

luas permukaan pembuluh darah yang kontak dengan anestetik lokal. Anestetik

lokal yang mempunyai kelarutan lemak yang tinggi akan meningkatkan absorpsi

kedalam jaringan, sehingga mengurangi konsentrasi. Anestetik lokal juga

berdifusi ke dalam ruang epidural dan setelah di ruang epidural akan berdifusi ke

dalam pembuluh darah epidural10.

2.8. Efek samping obat anestetik lokal terhadap sistem tubuh4

1. Sistem kardiovaskular

- Depresi automatisasi, kontraktilitas, dan kecepatan konduksi miokard.

- Dilatasi arteriolar karena relaksasi otot polos.

- Dosis besar dapat menyebabkan disritmia atau kolaps sirkulasi.

- Injeksi bupivakain intravena mengakibatkan reaksi kardiotoksik yang

berat termasuk hippotensi, blok atrioventrikular, irama idioentrikular,

dan aritmia yang dapa mengancam jiwa seperti takikardia ventrikular

dan fibrilasi.

2. Sistem pernafasan

- Relaksasi otot polos bronkus

- Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus di C3-5, paralisis interkostal

atau depresi langsung pusat pengaturan nafas.

- Blokade saraf torakal akan menurunkan aktivitas otot interkostal. Ini

hanya berpengaruh kecil pada volume tidak karena adanya kompensasi

diafragma, tapi hal ini akan menimbulkan penurunan kapasitas vital

akibat penurunan signifikan dari expiratory reserve volume. Pasien ini

akan mengalami dispnea dan kesulitan untuk inspirasi maksimal serta

batuk. Blokade torakal juga memicu penurunan cardiac output dan

tekanan arteri pulmonal serta peningkatan ventilasi atau

ketidakseimbangan perfusi yang akan menyebabkan penurunan

tekanan oksigen arteri. Pasien dengan blokade torakal saat bangun

harus diberikan oksigen yang tinggi untuk membantu pernafasan13.

Page 38: Referat Anestesi Spinal

38

3. Sistem pencernaan14

Inervasi simpatis pada organ-organ abdomen mulai dari T6-L2. Akibat

blokade simpatis, maka kerja parasimpatis meningkat seperti peningkatan

sekresi, relaksasi sfingter dan konstriksi usus. Sekitar 20% pasien mual

dan muntah setelah anestesi spinal dan faktor risiko terjadinya karena

blokade saraf diatas T5, hipotensi, penggunaan opioid dan riwayat mual

muntah sebelumnya. Peningkatan aktivitas vagal setelah blokade simpatis

menyebabkan peningkatan peristaltik usus yang memicu mual. Dengan

demikian, atropine berguna untuk mengatasi mual setelah blokade spinal

yang tinggi

4. Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat rentan terhadap toksisitas obat anestetik lokal dengan

tanda-tanda awal rasa kebas, parestesi lidah, pusing. Keluhan sensorik

berupa tinitus dan pandangan kabur. Tanda eksitasi seperti kurang

istirahat, agitasi, gelisah, paranoid. Tanda adanya depresi sistem saraf

pusat misal bicara tidak jelas/pelo, mudah mengantuk, kejang, depresi

pernafasan, tidak sadar, koma.

5. Imunologi

Golongan ester lebih sering menyebabkan alergi, karena merupakan

derivat para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen.

6. Sistem muskuloskeletal

Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain). Secara histologi,

hiperkontraksi miofibril menyebabkan degenerasi litik, edema, dan

nekrosis. Regenerasi biasanya timbul setelah 3-4 minggu.

7. Ginjal dan hepar

Aliran darah ginjal dipengaruhi oleh tekanan arterial. Bila tidak terjadi

vasokonstriksi di ginjal maka aliran darah ginjal tidak akan menurun

sampai tekanan arteri rata-rata menurun dibawah 50 mmHg. Dengan

begitu, bila tidak terjadi hipotensi berat maka alirah darah ginjal serta urin

output masih dalam batas normal selama anestesi spinal. Sedangkan aliran

darah hepar akan menurun mengikuti derajat dari hipotensi9.

Page 39: Referat Anestesi Spinal

39

8. Endokrin dan metabolisme

Anestesi spinal akan menghambat respon hormonal dan respon stres

metabolik yang berhubungan dengan pembedahan. Respon ini berupa

peningkatan ACTH, kortisol, epinefrin, norepinefrin dan vasopresin serta

renin angiotensin aldosteron.

2.7. Managemen efek samping pada anestesi spinal

Efek kardiovaskular harus diantisipasi untuk meminimalkan hipotensi. Hal

ini diantisipasi dengan cara pemberian cairan intravena 10-20 mL/kg pada pasien

sehat akan secara parsial berkompensasi untuk pengisian vena. Walaupun

denganusaha ini hipotensi masih tetap terjadi dan harus ditangani dengan tepat.

Penanganan cairan dapat ditingkatkan dan autotransfusi dapat dilakukan dengan

cara menurunkan kepala pasien. Bradikardi berlebih dan simptomatik harus

ditangani dengan pemberian atropin dan hipotensi diterapi menggunakan

vasopresor. Direct α-adrenergic agonis (seperti fenilefrin) meningkatkan tonus

vena dan menyebabkan konstriksi arteriolar, yang menyebabkan peningkatan

aliran balik vena dan resistensi sistemik vaskular. Efek langsung penggunaan

efedrin adalah meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan efek

tidak langsung menghasilkan beberapa vasokonstriksi. Jika hipotensi dan atau

bradikardia bertahan meskipun telah intervensi ini, epinefrin (5-10 g intravena)

harus diberikan segera.

Untuk mencegah terjadinya hipotensi maka sebaiknya tetap membatasi

ketinggian blokade simpatis dibawah T1-5 karena saraf simpatis yang keluar dari

segmen tersebut menginervasi simpatis jantung12. Bila terjadi hipotensi maka

penyebab dari hipotensi tersebut harus ditangani dengan baik. Penurunan cardiac

output dan aliran balik vena harus ditangani dan bolus kristaloid sering digunakan

untuk meningkatkan volume vena11. Untuk meminimalkan hipotensi saat anestesi

spinal maka diberikan cairan kristaloid 500-1000 ml intravena sebelum atau saat

blokade saraf12. Penanganan hipotensi sangat penting agar miokardium dan otak

tetap mendapatkan perfusi yang baik. Pemantauan hati-hati terhadap tekanan

darah seperti pemberian oksigen tambahan harus dilakukan saat anestesi spinal.

Page 40: Referat Anestesi Spinal

40

Pemberian cairan juga harus diawasi dari kelebihan cairan yang akan memicu

terjadinya penyakit jantung kongestif, edema paru yang memerlukan pemasangan

kateter setelah pembedahan. Kateter kandung kemih sendiri juga dapat

menimbulkan masalah infeksi saluran kemih.

Penanganan farmakologi terhadap hipotensi yang utama adalah

menggunakan vasopresor. Gabungan alfa dan beta adrenergik akan lebih baik

dibandingkan hanya alfa adrenergik untuk penanganan hipotensi dan ephedrine

adalah salah satu pilihannya11. Atrophine juga bermanfaat namun obat

simpatomimetik akan lebih efektif dibandingkan vagolitik12. Cardiac output dan

resistensi vaskular perifer akan ditingkatkan oleh ephedrine dan akan

meningkatkan tekanan darah11. Jadi pada pasien dengan hipotensi dan bradikardia

sebaiknya digunakan ephedrine, sedangkan phenylephrine baik untuk pasien

dengan hipotensi dan takikardia. Bradikardia refrakter dengan atau tanpa hipotensi

sebaiknya digunakan epinephrine dan dapat diulang serta ditingkatkan dosisnya

sampai efek yang diinginkan9. Selain itu, cara yang paling efektif dan praktis

adalah dengan memposisikan pasien Trendelenburg atau kepala lebih rendah.

Posisi ini tidak boleh lebih dari 20º karena dengan Trendelenburg yang ekstrim

akan memicu penurunan perfusi serebral dan aliran darah karena meningkatnya

tekanan vena jugular. Posisi Trendelenburg ini juga mengubah ketinggian blok

anestesi spinal pada pasien dengan larutan hiperbarik. Hal ini dapat ditangani

dengan meninggikan bagian atas tubuh dengan bantal yang diletakkan dibawah

bahu sementara tetap menjaga bagian bawah tubuh lebih tinggi dari jantung.

Page 41: Referat Anestesi Spinal

41

Gambar 13. Algoritma penanganan hipotensi setelah anestesi spinal14

Tabel 6. Manajemen hipotensi12

Posisi kepala lebih rendah 5º

Menjaga volume cairan

Denyut jantung :

<60 kali per menit

60-80 kali per menit

>80 kali per menit

Atropine 0,3 mg

Ephedrine 3 mg

Metaraminol 0,5 mg

Blok saraf frenikus mungkin tidak terjadi bahkan dengan anestesi spinal

total, kejadian apnea dapat diselesaikan dengan resusitasi hemodinamik, hal

menunjukkan bahwa hipoperfusi batang otak lebih bertanggung jawab dari pada

blok saraf frenikus.6

Pasien dengan penyakit paru kronis yang berat dapat mengandalkan otot

aksesori pernapasan (otot interkostal dan abdominal) secara aktif untuk inspirasi

atau ekspirasi. Tingginya level blokade saraf akan merusak otot-otot ini.

Demikian pula, batuk dan pembersihan sekresi memerlukan otot ini untuk

Page 42: Referat Anestesi Spinal

42

ekpirasi. Untuk alasan ini, blok neuraksial harus digunakan dengan hati-hati pada

pasien dengan cadangan pernapasan terbatas. Efek ini perlu dipertimbangkan

untuk tidak menggunakan instrumen jalan napas yang berlebih dan ventilasi

tekanan positif . Untuk prosedur bedah di atas umbilikus , teknik lokal anesteasi

murni mungkin tidak menjadi pilihan terbaik bagi pasien dengan penyakit paru

yang parah.6

2.9 Komplikasi

Komplikasi dapat dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut:

ketinggian blokade saraf, lokasi jarum penyuntikkan dan toksisitas obat15.

a. Ketinggian blokade saraf bisa menimbulkan hipotensi sampai cardiac arrest

dan retensi urin. Ketinggian blokade saraf bisa terjadi akibat dosis lebih dari

anestetik lokal, kegagalan untuk mengurangi dosis pada pasien-pasien yang

rentan terhadap penyebaran berlebih anestetik lokal (usia tua, hamil, obesitas

dan pendek), peningkatan sensitifitas, penyebaran obat yang berlebih. Gejala

awal yang muncul berupa dispnea, rasa kebal atau kelemahan pada lengan,

mual bisa dikarenakan hipoperfusi otak, dan hipotensi ringan sampai sedang9.

Jika penyebaran anestetik lokal sampai pada cervical maka akan muncul

gejala hipotensi berat, bradikardia, gagal nafas. Bila timbul gangguan

kesadaran dan apnea, maka penanganan airway dan breathing berupa

pemberian oksigen, intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan. Selanjutnya

penangan sirkulasi berupa pemberian cairan intravena, posisi trendelenburg

dan vasopresor15.

1. Hipotensi14

Efek blokade simpatis dari anestesi spinal akan mengubah

hemodinamik. Ketinggian dari blokade saraf akan meninggikan blokade

simpatis, yang dapat dilihat dari perubahan kardiovaskular terutama blokade

simpatis T1-L2. Hipotensi dan bradikardia adalah efek samping yang

diakibatkan oleh denervasi simpatis. Faktor risiko hipotensi antara lain

hipovolemia, hipertensi preoperatif, ketinggian blokade sensoris, usia diatas

40 tahun, obesitas, kombinasi anestesia umum dan regional. Konsumpsi

Page 43: Referat Anestesi Spinal

43

alkohol kronis, riwayat hipertensi, BMI lebih, ketinggian blokade sensoris,

kedaruratan pembedahan akan meningkatkan hipotensi setelah anestesi spinal.

Hipotensi terjadi berkisar 33% pada populasi non obstetri.

Dilatasi arteri dan vena pada anestesi spinal akan menimbulkan

hipotensi. Dilatasi arteri tidak terjadi maksimal setelah blokade spinal dan otot

polos pembuluh darah akan tetap mempertahankan tonus otonom setelah

denervasi simpatis. Karena pertahanan tonus otonom masih ada tersebut, maka

resistensi total pembuluh darah perifer menurun hanya 15-18%, selanjutnya

MAP menurun 15-18% bila cardiac output tidak menurun. Pada pasien dengan

penyakit arteri koroner, resistensi pembuluh darah sistemik akan menurun

sampai 33% setelah anestesi spinal. Sebaliknya setelah anestesi spinal akan

terjadi dilatasi vena yang maksimal bergantung pada letak vena tersebut. Jika

vena terletak dibawah atrium kanan, gravitasi akan mempengaruhi pengisian

darah vena perifer. Sedangkan jika vena terletak diatas atrium kanan, maka

aliran balik darah ke jantung akan meningkat. Aliran balik vena ke jantung

atau preload bergantung pada posisi pasien saat anestesi spinal.

Sebagian besar pasien tidak mengalami perubahan denyut jantung

yang signifikan setelah anestesi spinal, namun usia muda < 50 tahun dan sehat

atau ASA 1 mempunyai risiko tinggi untuk bradikardia. Penggunaan beta

blocker juga meningkatkan risiko bradikardia. Insidensi bradikardi pada

populasi non obstetri berkisar 13%. Serabut saraf simpatis yang mengatur

denyut jantung keluar dari segmen T1-T4 dan blokade pada serabut saraf ini

akan menimbulkan bradikardia. Penurunan aliran balik vena juga akan

menyebabkan bradikardia karena tekanan pengisian jantung berkurang dan

memicu reseptor regangan intracardiac untuk menurunkan denyut jantung.

Maka dari itu, monitoring terhadap pasien dengan anestesi spinal penting dan

bila terjadi efek samping dapat ditangani dengan cepat dan tepat.

2. Retensi urin15

Page 44: Referat Anestesi Spinal

44

Ini terjadi akibat blokade saraf S2-4 yang menurunkan tonus otot

kandung kemih dan menghambat refleks berkemih. Pemasangan kateter urin

bermanfaat pada pembedahan yang cukup lama. Penilaian postoperatif

terhadap retensi urin sangat berguna karena bila terdapat retensi urin yang

lama merupakan tanda adanya kerusakan saraf yang serius9.

b. Lokasi penyuntikkan

1. Nyeri punggung15

Saat penyuntikkan dengan jarum pada bagian punggung akan memicu

repon peradangan yang akan menghasilkan kekakuan sementara. Gejala dapat

berlanjut lebih dari seminggu. Nyeri punggung ini bisa merupakan tanda awal

dari komplikasi hematoma spinal dan abses.

2. Postdural puncture headache15

Nyeri kepala terjadi akibat kebocoran cairan serebrospinal melewati

lubang pada durameter. Adanya penurunan tekanan intrakaranial akibat

kebocoran cairan serebrospinal. Ketika pasien dalam posisi tegak akan ada

traksi pada dura, tentorium dan pembuluh darah yang menimbulkan nyeri.

Gejala berupa nyeri kepala pada posisi duduk atau berdiri dan berkurang bila

berbaring, nyeri kepala bilateral, frontal, retro orbita, oksipital dan menjalar ke

leher. Onset nyeri ini 12-72 jam setelah prosedur.

3. Hematoma spinal15

Insidensi hematoma spinal pada anestesi spinal 1:220.000. adapun

faktor yang meningkatkan risiko hematoma spinal antara lain pemakaian

antikoagulan atau penyakit yang berhubungan dengan koagulasi darah,

penyuntikkan anestesi spinal berulang kali. Perdarahan pada ruang

subarachnoid akan mengompresi saraf dan menimbulkan iskemia dan

kerusakan sel saraf. Onset gejala berjalan cepat berupa nyeri punggung dan

tungkai bawah, hilang rasa dan kelemahan progresif, disfungsi sfingter.

c. Toksisitas obat

Page 45: Referat Anestesi Spinal

45

1. Transcient neurological symptoms15

Gejala dan tanda berupa nyeri punggung bawah menjalar ke tungkai

bawah. Gejala umumnya timbul setelah anestesi spinal lalu berkurang dan

kembali menjadi normal. Ini terjadi antara 1 sampai 24 jam dan bisa terjadi

setelah beberapa hari. Mekanisme pasti belum dapat diketahui namun secara

teoritis bahwa lidokain lebih neurotoksik pada serabut saraf tak bermielin

dibandingkan anestetik lokal lainnya. TNS lebih sering pada pasien dengan

anestesi spinal dan posisi litotomi. Posisi ini membuat peregangan pada

serabut akar saraf lumbosacral, perfusi menurun dan membuat saraf lebih

mudah mendapatkan efek toksik dari anestetik lokal. Pecegahan berupa

pemakaian bupivakain sebagai alternatif lainnya.

2. Sindrom cauda equina15

Sindrom ini berhubungan dengan teknik kateter spinal dan lidokain

5%. Sindrom cauda equina bersifat permanen dan berupa disfungsi sfingter,

defisit sensorik-motorik dan parese. Tingkat neurotoksisitas pada anestetik

lokal yakni lidokain = tetrakain > bupivakain > ropivakain.

Page 46: Referat Anestesi Spinal

46

BAB III

KESIMPULAN

1. Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu

golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam

perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama

dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan

golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati.

2. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester

adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain.

3. Farmakokinetik obat pada anestesi spinal meliputi absorpsi pada ruang

subarakhnoid, distribusi yang berpengaruh pada ketinggian blokade saraf,

fiksasi, metabolisme dan ekskresi. Obat anestesi lokal setelah masuk cairan

serebrospinal, berdifusi menyebrang selubung saraf dan membran, tetapi

hanya yang dalam bentuk basa yang bisa menembus membran lipid ini.

Ketika mencapai akson terjadi ionisasi dan dalam bentuk kation yang

bermuatan bisa mencapai reseptor pada saluran natrium. Akibatnya terjadi

blokade saluran natrium, hambatan konduksi natrium, penurunan kecepatan

dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadi blokade saraf12.

4. Anestetik lokal ini akan memblokade impuls saraf otonom, sensorik dan

motorik secara berurutan. Blokade transmisi saraf (konduksi) dalam pada

serabut saraf posterior akan menghambat somatik dan viseral, sedangkan

blokade serabut akar saraf anterior mencegah eferen motorik dan outflow

otonom6. Blok neuroaksial tipikal menyebabkan penurunan tekanan darah

yang disertai dengan penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung.

Blokade transmisi eferen pada nervus spinal dan menyebabkan blokade dari

simpatik dan parasimpatik. Blokade serabut simpatik yang muncul dari T5

dan L1, yang menginervasi otot polos arteri dan vena akan menyebabkan

vasodilatasi dari pembuluh vena, penurunan pengisian darah dan menurunkan

venous return ke jantung. Untuk beberapa kasus vasodilatasi ateria dapat

menyebabkan penurunan resistensi sistemik pembuluh darah. Hal ini dapat

Page 47: Referat Anestesi Spinal

47

menimbulkan hipotensi dan bradikardia. Selanjutnya blok sensori

menghambat stimulus nyeri baik pada somatik dan viseral, sedangkan

blokade motorik menghasilkan relaksasi otot rangka.

5. Komplikasi obat anestesi lokal yaitu efek samping lokal pada tempat suntikan

dapat timbul hematom dan abses sedangkan efek samping sistemik antara lain

neurologis pada susunan saraf pusat, respirasi, kardiovaskuler, imunologi,

muskuloskeletal dan hematologi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi

adalah hipotensi dan bradikardia. Persiapan untuk mengatasi hal tersebut

berupa pemberian cairan 10-20 ml/kg, posisi kepala lebih rendah, dan obat-

obatan vasopresor yang harus disiapkan sebelum atau saat anestesi spinal.

Pemantauan yang ketat terhadap terjadinya komplikasi harus dilakukan untuk

dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut.

Page 48: Referat Anestesi Spinal

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Sari NK. Perbedaan tekanan darah pasca anestesi spinal dengan pemberian preload dan tanpa pemberian preload 20cc/kgbb ringer laktat [Karya tulis ilmiah]. Semarang:. Fakultas Kedokteran UNDIP; 2012.

2. Samodro R, Sutiyono D, Satoto HH. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Dalam: Jurnal Anestesiologi Indonesia. Bagian anestesiologi dan terapi intensif FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi. 2011; 3(1): 48-59.

3. McLure HA, Rubin AP. Review of local anaesthetic agents. Dalam: Anestesia. Minerva anestesiologica. 2005; 71 (3): 59-74.

4. Said A, Kartini A, Ruswan M. Petunjuk praktis anestesiologi: anestetik lokal dan anestesia regional. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2002.

5. Liu SS, McDonald SB. Current issues in spinal anesthesia. Dalam: Review article American Society of Anesthesiologist. Anesthesiology. 2001; 94 (5): 888-906.

6. Morgan GE. Clinical Anesthesiology: 44th Edition.

7. Snell RS. Clinical Anatomy: 7th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2010

8. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 2008

9. Snell RS. Clinical neuroanatomy: 7th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2010

10. Wirawan AY. Perbandingan onset dan durasi blok syaraf spinal antara penambahan fentanyl 12,5μg dengan neostigmin 50 μg pada subarachnoid blok dengan bupivakain 0,5% 12,5 mg hiperbarik untuk operasi daerah panggul dan ekstremitas bawah [Karya tulis ilmiah akhir]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM; 2011.

11. Naiborhu FT. Perbandingan penambahan midazolam 1 mg dan midazolam 2 mg pada bupivakain 15 mg hiperbarik terhadap lama kerja blokade sensorik anestesi spinal [Tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran USU; 2009.

12. Saleh A. Perbandingan efektivitas pemberian efedrin intramuscular dengan infus kontinyu dalam mencegah hipotensi pada anestesi spinal [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNSEMAR; 2009.

Page 49: Referat Anestesi Spinal

49

13. Aitkenhead A, Smith G, Rowbotham D. Texbook of anaesthesia. Fifth edition. United Kingdom: Churchill livingstone elsevier; 2007.

14. The New York School of Regional Anesthesia. Spinal anesthesia. 2013. [Diakses 15 November 2013]. (Diakses dari http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxial-techniques/landmark-based/3423-spinal-anesthesia.html).

15. Moos DD. Basic guide to anesthesia for developing countries. Volume 2. 2008. [Diakses 15 November 2013]. (Diakses dari http://www.ifna-int.org/ifna/e107_files/downloads/DCAnesthesiaVolume2Final.pdf).

16. Matras PJ, Poulton B, Derman S. Self learning package: Pain physiology and assessment, patient controlled analgesia, epidural and spinal analgesia, nerve block catheters. Fraserhealth. 2012: 12-13.

17. Katzung BG. Farmakologi dasar & klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2011: 423-430.