spinal anestesi

23
PRESENTASI KASUS PENANGANAN HIPOTENSI PADA REGIONAL ANESTESI PASIEN BENIGN PROSTAT HIPERPLASI DENGAN STATUS FISIK ASA I Diajukan Kepada : dr. Budi Aviantoro, Sp. An Disusun Oleh : Nadira Sofwatunnisa Rakhmat (20100310129) BAGIAN ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016

Upload: nadira

Post on 12-Jul-2016

64 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Spinal Anestesi

PRESENTASI KASUS

PENANGANAN HIPOTENSI PADA REGIONAL ANESTESI PASIEN

BENIGN PROSTAT HIPERPLASI DENGAN STATUS FISIK ASA I

Diajukan Kepada :

dr. Budi Aviantoro, Sp. An

Disusun Oleh :

Nadira Sofwatunnisa Rakhmat

(20100310129)

BAGIAN ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

Page 2: Spinal Anestesi

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Bp. N

Umur : 65 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Islam

Alamat : Paten Jurang, RT.06 RW.17 Rejo Utara, Magelang

Tanggal masuk : 5 Maret 2016

Diagnosis : Benign Prostat Hiperplasi

B. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Maret 2016 .

Keluhan Utama : Sulit kencing

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki 65 tahun datang ke RSUD Tidar Magelang dengan keluhan

tidak bisa kencing sejak seminggu yang lalu berangsur angsur memburuk.

Keluhan nyeri kencing (-), anyang-anyangan (-), nyeri pinggang (-), mual (-

), muntah (-), demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi :disangkal

Riwayat DM :disangkal

Riwayat asma :disangkal

Riwayat jantung :disangkal

Riwayat Alergi :disangkal

Riwayat Trauma :disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal serupa.

Page 3: Spinal Anestesi

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : T : 120/80 mmHg

N : 80x/menit

S : 36 0

C

R : 20x/menit

Kepala : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Limfonodi Tidak Teraba

Thorax : S1 S2 Reguler, BJ (-), Ictus Cordis dbn, SDV +/+, STP -/-

Abdomen : Perut datar, Bising Usus dbn, Nyeri Tekan (-)

Ektremitas : Akral hangat +/+, edema tungkai -/-, deformitas -/-.

Rectal touche : didapatkan benjolan pada arah jam dua belas, konsistensi

lunak, teraba sulcus prostat masih jelas, nyeri tekan (-),

spincter ani, mukosa,ampula recti dalam batas normal.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Thorax Foto: Cor dan Pulmo dalam batas normal

2. USG : Sonografi organ dalam batas normal, Prostat hiperplasi

3. Laboratorim

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.4 g/dL 12.0 – 16.0

JUMLAH SEL DARAH

Leukosit

Eritrosit

Hematokrit

Angka Trombosit

14,4

5.3

42.8

180

103/uL

106/uL

%

103/uL

3.98 – 10.04

4.20 – 5.40

37.0 – 47.0

150 – 450

Page 4: Spinal Anestesi

E. DIAGNOSIS KERJA

DIFF COUNT

PERSENTASE

Netrofil Segmen

Limfosit

Monosit

Eosinofil

Basofil

.

73.0

16.0

10.0

0

1.0

.

%

%

%

%

%

.

40 – 75

25 – 40

2 – 10

2 – 4

0 – 1

DIAMETER SEL / SIZE

RDW – CV

RDW – SD

P – LCR

12.7

37.2

19.0

%

fL

%

11.7 – 14.4

36.4 – 46.3

9.3 – 27.9

CALCULATED

MCV

MCH

MCHC

80.8

27.2

33.6

fL

pg

g/dL

79.0 – 99.0

27.0 – 31.0

33.0 – 37.0

SERO IMUNOLOGI

HBsAg Negatif Negatif

KIMIA KLINIK

Gula Darah Sewaktu 103 mg/dl 70-140

FUNGSI GINJAL

Ureum 18.2 mg/dl 16.6-48.5

Creatinin 0.9 mg/dl 0.51-0.95

FUNGSI HATI

SGOT 30 U/L < 32

SGPT 32.4 U/L < 33

COAGULASI

Masa Pembekuan/ CT 2’13” Menit 1.00-10.000

Masa Perdarahan/ BT 6’15” Menit 2-7

Page 5: Spinal Anestesi

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka:

Diagnosis preoperatif : Benign Prostat Hiperplasi dengan status fisik ASA I

Tindakan operatif : TVP

Tindakan anestesi : Rencana anestesi spinal

F. TINDAKAN ANASTESI

1. Persiapan Operasi

- Lengkapi Informed Consent Anestesi

- Puasa 8 jam sebelum operasi.

- Memakai baju khusus kamar bedah.

2. Premedikasi : -

3. Diagnosis Pra Bedah : Benign Prostat Hiperplasi (BPH)

4. Diagnosis Pasca Bedah : Post TVP a/i BPH

5. Jenis Anestesi : Spinal Anestesi

6. Teknik : -

7. Induksi : Bupivacain 15 mg + Morphin 0,2 cc

8. Pemerliharaan : O2 3L/menit

9. Obat Sisipan : Ketese 2.5% 50 mg IV, Sotatic 10 mg IV, Orasic

1 amp.

10. Jenis Cairan : RL

G. RESUME ANESTESI SELAMA OPERASI

Teknik : Spinal anestesi, induksi Bupivacain 15 mg

ASA : I (pasien tidak memiliki kelainan organik maupun

sistemik selain penyakit yang akan ditangani

Vital Sign awal : Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 85 x/menit

RR : 20 x/menit

Jam Parameter yang Dipantau Keterangan Obat Cairan

Tensi Nadi SpO2

Page 6: Spinal Anestesi

08.45 117/62 85 99 Mulai

induksi

Bupivacain

15 mg,

RL

08.55 Mulai

operasi

09.00 118/81 91 98 Ketese 1

ampul 25

mg, Orasic

1 amp.,

Sotatic 1

amp.

09.15 80/50 44 98 Inj

Ephedrin

10 mg

09.30 130/80 80 97 RL

09.45 124/80 93 98

09.50 126/82 98 97 Operasi

selesai

Page 7: Spinal Anestesi

PEMBAHASAN

A. Definisi

I. ANESTESI REGIONAL

Definisi

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara

pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir

untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau

seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

Pembagian anestesi regional

1. Blok sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan kaudal

2. Blok perifer (blok saraf) misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok

lapangan, blok saraf, dan regional intravena

Obat analgetik lokal/regional

Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :

1. Senyawa ester

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada

degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.

Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami

metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,

benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.

2. Senyawa amida

Page 8: Spinal Anestesi

Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan

prilokain.

Absorbsi obat:

- Absorbsi melewati mukosa, tapi tidak dapat melewati kulit yang utuh,

harus disuntik kejaringan subkutis.

- Obat vasokonstriktor yang ditambahkan pada larutan analgetik lokal

memperlambat absorbsi sistemik dengan akibat memperpanjang masa

kerja dan mempertinggi dosis maksimum.

- Mempengaruhi semua sel tubuh, dengan pedileksi khusus memblokir

hantaran saraf sensorik

- Kecepatan detoksikasi tergantung jenis obat berlangsung dengan

pertolongan enzim dalam darah dan hat. Sebagian dikeluarkan dalam

bentuk bahan-bahan degradasi dan sebagian dalam bentuk asal melalui

ginjal (urin)

- Untuk daerah yang diperdahari oleh arteri buntu (end artery) seperti jari

dan penis dilarang menambah vasokonstriktor. Penambahan

vasokonstriktor hanya dilakukan untuk daerah tanpa arteri buntu umumnya

digunakan adrenalin dengan konsentrasi 1:200 000.

Komplikasi obat anestesi lokal

Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk

tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat

bersifat lokal atau sistemik

Komplikasi lokal

1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan

gangrene.

2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan

asepsis dan antisepsis.

3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor

yang disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.

Page 9: Spinal Anestesi

Komplikasi sistemik

1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan

kardiovaskuler.

2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah

berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang

otak berupa depresi.

3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan

depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.

Persiapan Anesthesia Regional

Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan GA karena untuk

mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal, perlu

persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh

darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi

terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.

Keuntungan Anestesia Regional

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih

murah.

2. Relatif aman untung pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung

penuh) karena penderita sadar.

3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

5. Perawatan post operasi lebih ringan.

Kerugian Anestesia Regional

1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

3. Sulit diterapkan pada anak-anak.

Page 10: Spinal Anestesi

4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.

5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

I. BLOK SENTRAL

Spinal dan Epidural Anestesi

Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok

simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis,

konsentrasi dan volume obat anestesi lokal).

Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara keduanya.

A. Anestesi Spinal

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik

lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis

subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang

epidural durameter ruang subarachnoid.

Page 11: Spinal Anestesi

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan

serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus

venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.

Indikasi Anestesi Spinal

1. Bedah ekstremitas bawah.

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum-perineum

4. Bedah obstetri ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

Kontra Indikasi Anestesi Spinal

Terdapat kontra indikasi absolut dan kontra indikasi relatif dalam penggunaan

anestesi spinal

Kontra indikasi absolut :

Page 12: Spinal Anestesi

a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal

b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan

c. Hipovolemia berat sampai syok

d. Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi

antikoagulan

e. Tekanan intrakranial yang meningkat

f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim

g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi

Kontra indikasi relatif :

a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )

b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan

c. Kelainan neurologis

d. Kelainan psikis

e. Bedah lama

f. Menderita penyakit jantung

g. Hipovolemia

h. Nyeri punggung kronis.

Persiapan anestesi spinal

Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah disekitar

tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada

kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak

teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus puladilakukan :

1. Informed consent

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

Peralatan anestesi spinal

Page 13: Spinal Anestesi

1. Peralatan monitor, untuk memonitor tekanan darah, nadi, oksimeter

denyut dan EKG

2. Peralatan resusitasi /anestesia umum

3. Jarum spinal

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah

ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja

operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi

pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau

duduk dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus

mudah teraba.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan

tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya

Jarum pinsil (whitecare)

Jarum tajam (Quincke-

Babcock)

Page 14: Spinal Anestesi

L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko

trauma terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.

5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar

22G, 23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum

kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer),

yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis,

subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subarachnoid.

Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan serebrospinal akan menetes

keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang

subarachnoid tersebut.

Keuntungan anestesi spinal dibandingkan anestesi epidural :

Obat anestesi lokal lebih sedikit

Onset lebih singkat

Level anestesi lebih pasti

Page 15: Spinal Anestesi

Teknik lebih mudah

B. Anestesi Epidural

Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada

diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata

5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akarsaraf

spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat

dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga

lebih lemah.

Keuntungan epidural dibandingkan spinal :

Bisa segmental

Tidak terjadi headache post op

Hypotensi lambat terjadi

Efek motoris lebih kurang

Dapat 1–2 hari dengan kateter post op pain

Kerugian epidural dibandingkan spinal :

Teknik lebih sulit

Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

Reaksi sistemis

Total spinal anestesi

Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama

Page 16: Spinal Anestesi

B. Anestesi Caudal

Indikasi : operasi perineal

Cara :

a. Cari cornu sacralis kanan-kiri

b. Diantaranya adalah membran sacro coccygeal hiatus sacralis

Page 17: Spinal Anestesi

Efek Fisiologis Neuroaxial Block

1. Efek Kardiovaskuler

- Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan darah

(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal

, 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural,

terjadi block pada level yang sama.

Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk

mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan

spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat

diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.

- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator

fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.

2. Efek Respirasi

- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom

T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan

menyebabkan terjadinya respiratory arrest.

- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan

gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk

inspirasi dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal

- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga

menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas

parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini

menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat

menyebabkan kondisi operasi maksimal.

- Mual muntah juga bisa akibat hipotensi, dikarenakan oleh hipoksia

otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar ventrikel ke IV)

Page 18: Spinal Anestesi

II. BLOK PERIFER

A. ANESTESI LOKAL

Definisi

Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara

lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada

tiap bagian susunan saraf.

Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade koduksi atau blockade

lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi

sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.

Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf

secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

2. Batas keamanan harus lebar

2. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada

membran mukosa

3. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu

yang yang cukup lama

4. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap

pemanasan.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan

kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang

paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.

Page 19: Spinal Anestesi

Mekanisme kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),

mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium

sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi

konduksi saraf.

Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan

dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta

dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.

Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar

concentration) dipengaruhi oleh:

1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf

2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)

3. Frekuensi stimulasi saraf

Awal bekerja bergantung beberapa factor, yaitu:

1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi

meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga

menghasilkan mula kerja cepat

2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat

3. Konsentrasi obat anestetika lokal

Lama kerja dipengaruhi oleh:

1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah

protein

2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi

3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

Farmakokinetik

Page 20: Spinal Anestesi

a. Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh:

1. Tempat suntikan

- Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan banyaknya

vaskularisasi tempat suntikan : absorpsi intravena > trakeal >

interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > plexus brakial >

skiatik > subkutan

2. Penambahan vasokonstriktor

- Adrenalin 5 µg/ml atau 1:200 000 membuat vasokonstriksi

pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat

memperlambat absorpsi sampai 50%

3. Karakteristik obat anestesi lokal

- Obat anestesi lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat

diabsorpsi secara lambat

b. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan

oleh factor-faktor:

1. Perfusi jaringan

2. Koefisen partisi jaringan/darah

- Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih lama di darah

- Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan

3. Massa jaringan

- Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal

c. Metabolisme dan ekskresi

1. Golongan ester

- Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase

plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit

diekskresi melalui urin

2. Golongan amida

- Metabolisme terutama oelh enzim mikrosomal di hati.

Kecepatan metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat

anestesi lokal. Metabolisme nya lebih lamabat dari hidrolisa

Page 21: Spinal Anestesi

ester. Metabolit lewat urindan sebagian diekskresi dalam

bentuk utuh.

Efek samping terhadap sistem tubuh

Sistem kardiovaskular

- Depresi automatisasi miokard

- Depresi kontraktilitas miokard

- Dilatasi arteriolar

- Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi

Sistem pernafasan

- Relaksasi otot polos bronkus

- Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus

- Paralisis interkostal

- Depresi langsung pusat pengaturan nafas

Sistem saraf pusat

- Parestesia lidah

- Pusing

- Tinnitus

- Pandangan kabur

- Agitasi

- Depresi pernafasan

- Tidak sadar

- Konvulsi

- Koma

Imunologi

- Reaksi alergi

Page 22: Spinal Anestesi

Sistem musculoskeletal

- Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)

B. INFILTRASI LOKAL

Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi

C. BLOK LAPANGAN (FIELD BLOCK)

Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)

D. ANALGESIA PERMUKAAN (TOPIKAL)

Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa

E. ANALGESIA REGIONAL INTRAVENA

Penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi

dan diisolasi bagian proksimalnya dengan torniket pneumatik dari sirkulasi

sistemik.

Beberapa anastetik lokal yag sering digunakan

1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.

Lama kerja 2-30 menit.

2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis

15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit,

relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.

4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat

dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

Page 23: Spinal Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Boulton Thomas dan Blogg Colin E. 1994. Anestesiologi. EGC; Jakarta.

2. Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy

Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FK UI; Jakarta

3. Gunawan Sulistia G, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FK UI;

Jakarta.

4. Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC:

Jakarta.

5. Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical

Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta; Salemba Medika

6. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989.

Anestesiologi. CV. Info Medika; Jakarta