case spinal anestesi

32
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Halanah Umur : 43 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Luwung Sawo no 12A, Kotabumi, Purwakarta Pekerjaan : ibu rumah tangga Agama : Islam Status : Menikah Tanggal masuk RS : 4 Desember 2012 Jenis Pembedahan : Hernioraphy Teknik Anestesi : Anestesi spinal II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Desember 2012, pukul 07.05 WIB. Keluhan utama : Benjolan di lipat paha kiri sejak 1 bulan SMRS 1

Upload: rosa-lina

Post on 06-Aug-2015

113 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

rsud cilegon

TRANSCRIPT

Page 1: case spinal anestesi

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Halanah

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Luwung Sawo no 12A, Kotabumi, Purwakarta

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status : Menikah

Tanggal masuk RS : 4 Desember 2012

Jenis Pembedahan : Hernioraphy

Teknik Anestesi : Anestesi spinal

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Desember 2012, pukul

07.05 WIB.

Keluhan utama :

Benjolan di lipat paha kiri sejak 1 bulan SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kiri sejak 1 bulan

SMRS. Benjolan bersifat hilang timbul berjumlah 1 buah, berbentuk lonjong, dengan

konsistensi lunak. Benjolan tidak disertai rasa nyeri, gatal ataupun kemerahan.

1

Page 2: case spinal anestesi

Benjolan hanya muncul saat pasien berdiri, berjongkok, dan mengedan. Benjolan

menghilang saat pasien duduk dan berbaring. Tidak ada riwayat trauma pada sekitar

paha, keluhan lainnya disangkal. Pasien telah dipuasakan sejak pukul 23.00 (sekitar 8

jam yang lalu). Selama itu infus terpasang. Gigi goyang dan pemakaian gigi palsu

disangkal.

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat penyakit penyerta seperti; hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit

jantung, penyakit ginjal, penyakit paru disangkal

- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan

- Pasien belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma dan penyakit

jantung dalam keluarga

Riwayat kebiasaan :

- Pasien mengaku sering mengangkat barang-barang yang berat sejak bebrapa

tahun terakhir

- Kebiasaan merokok, minum alkohol, penggunaan obat-obatan penenang ataupun

narkotik disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Status gizi : TB : 155 cm

BB : 45 kg

BMI : 18,75

Tekanan darah : 130/70 mmHg

2

Page 3: case spinal anestesi

Pernapasan : 16x/menit

Nadi : 68x/menit

Suhu : 36,2° C

Status Generalis

Kepala : Normocepali

Mata : Konjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), napas cuping

hidung (-)

Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), mandibula tidak

menonjol, gerak sendi temporomandibular baik

Rongga mulut : Terlihat palatum mole dan palatum durum, terlihat tonsil dan

uvula (Malampati I), oral hygine cukup baik.

Gigi-geligi : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi depan menonjol (-)

Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB leher tidak

teraba membesar

Thorax :

Paru :

Inspeksi : Bentuk simetris, gerak pernapasan simetris, tipe

thorakoabdominal, retraksi sela iga (-)

Palpasi : Vokal fremitus simetris

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

3

Page 4: case spinal anestesi

Status lokalis regio inguinalis sinistra:

Inspeksi : Tampak sebuah benjolan berukuran 5 cm x 4 cm

berbentuk lonjong, warna sama dengan warna kulit sekitar

Palpasi : Kenyal, nyeri tekan (-), dapat dimasukan

Fingertip test : + pada ujung jari

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium tanggal 4 Desember 2012

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 10,5 g/dl 14-15 g/dl

Leukosit 5140 5000-10.000

LED 15 mm/jam 0-15 mm/jam

Hematokrit 31,1 % 37-43 %

Trombosit 266.000/uL 150.000-450.000/uL

Masa Perdarahan 2 menit 1-6 menit

Masa Pembekuan 9 menit 5-15 menit

Golongan Darah O Rh +

Imuno Serologi

HBS Ag Non reaktif Non reaktif

Anti HIV Non reaktif Non reaktif

Fungsi Hati

SGOT 16 ul < 31ul

SGPT 11 ul < 31 ul

Fungsi Ginjal

Ureum 17 mg/dl 17-43 mg/dl

Kreatinin 0,6 mg/dl 0,6-0,9 mg/dl

4

Page 5: case spinal anestesi

V. RESUME

Pasien seorang wanita berusia 43 tahun datang dengan keluhan benjolan dilipat

paha kiri sejak 1 bulan SMRS. Benjolan berjumlah satu buah, berbentuk lonjong,

konsistensi lunak. Benjolan bersifat hilang timbul, timbul saat pasien berdiri,

berjongkok, dan mengedan. Benjolan menghilang saat pasien berbaring. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi dan napas

dalam batas normal. Status lokalis regio inguinalis sinistra tampak sebuah benjolan

berukuran 5 cmx 4 cm berbentuk lonjong yang sama dengan warna kulit sekitar, nyeri

tekan (-), pada perabaan kenyal. Fingertip test (+) pada ujung jari. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan apapun.

VI. DIAGNOSA KERJA

Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan :

Diagnosa perioperatif : Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible

Status operatif : ASA 1

Malampati I

Jenis operasi : Hernioraphy

Jenis anestesi : Anestesi Spinal (Anestesi Regional)

5

Page 6: case spinal anestesi

BAB II

LAPORAN ANESTESI

1. Preoperatif

Informed consent (+)

Puasa (+) selama 8 jam

Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu

IV line terpasang dengan infuse RL

Keadaan umum baik

Tanda vital : TD : 130/70 mmHg Nadi : 68x/menit

RR : 16x/menit Suhu : 36,2° C

2. Premedikasi Anestesi

Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikab ondansentron 4 mg secara bolus IV

3. Tindakan Anestesi

Pasien diminta duduk tegak dengan kepala menunduk, lalu dilakukan tindakan

aseptic dan antiseptic dengan betadine dan kasa steril secara melingkar dari sentral ke

perifer. Setelah menentukan lokasi penyuntikan pada L3-L4, tepat pada perpotongan

garis antar crista iliaca dextra dan sinistra. Kemudian dilakukan penyuntikan dengan

menggunakan jarum spinal no 26 GA menuju ke ruang subarachnoid, tunggu sampai

LCS mengalir keluar pada jarum spinal, lalu pasang spuit yang berisi Bupivacaine.

Lakukan aspirasi untuk memastikan LCS mengalir, lalu injeksikan Bupivacaine 15 mg

secara perlahan, kemudian aspirasi kembali untuk memastikan LCS mengalir dan posisi

jarum tetap di subarachnoid. Setelah semua obat habis di injeksi, cabut jarum spinal

perlahan, tutup bekas lokasi suntikan dengan kassa steril lalu plester. Selanjutnya

posisikan pasien berbaring pada meja operasi.

6

Page 7: case spinal anestesi

4. Pemantauan Selama Anestesi

Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien terhadap

pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan jantung.

Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit

Tekanan darah setiap 5 menit

Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien

Saturasi O2

Cairan : Produksi urin

Estimasi jumlah perdarahan

5. Monitoring Anestesi

Jam Tindakan Tek. Darah Nadi Saturasi O2

11.50 Pasien masuk ruang

operasi, ditidurkan

telentang diatas meja

operasi, dipasangkan

manset tekanan darah di

tangan kanan, dan pulse

oksimeter di tangan kiri.

11.55 Injeksi Ondansentron bolus

IV 4 mg

165/80 mmHg 72x/menit 99%

12.00 -Disinfeksi lokal lokasi

suntikan anestesi spinal

-Posisi pasien duduk tegak

dengan kepala menunduk,

dilakukan tindakan anestesi

spinal menggunakan jarum

spinal no 26 diantara L3-L4

dengan Bupivacaine 15 mg,

160/81 mmHg

7

Page 8: case spinal anestesi

LCS (+), darah (-)

12.05 -Operasi dimulai

-Dilakukan skin test

antibiotik Cefotaxim pada

lengan kanan

168/86 mmHg 72x/menit 100%

12.10 156/72 mmHg 67x/menit 98%

12.15 155/73 mmHg 71x/menit 100%

12.20 -Infus RL habis, diganti

kembali dengan RL 500cc

-Injeksi Cefotaxim 1000mg

bolus IV

147/71 mmHg 67x/menit 100%

12.25 145/67 mmHg 67x/menit 100%

12.30 -Injeksi Tramadol 100mg

drip

-Injeksi Ketorolac 30mg

bolus IV

143/54 mmHg 62x/menit 99%

12.35 -Operasi selesai

-Dilakukan pemasangan

kateter urin no.16

136/67 mmHg 60x/menit 100%

6. Laporan Anestesi

Lama anestesi : 40 menit

Lama operasi : 30 menit

Jenis anestesi : Regional anestesi

Teknik anestesi : Spinal anestesi, L3-L4, dengan Bupivacaine 15 mg

Posisi : duduk

Infus : RL pada tangan kiri

Premedikasi : Ondansentron 4 mg bolus IV

Medikasi : - Cefotaxim 1000 mg

- Tramadol 100 mg

8

Page 9: case spinal anestesi

- Ketorolac 30 mg

Cairan :

- Cairan masuk : 700 ml Ringer Laktat

- Cairan keluar : -

7. Keadaan Setelah Pembedahan

Pasien dipindahkan ke recovery room dan dipantau tanda vitalnya sebelum

dipindahkan ke ruang rawat.

Masuk ke recovery room pukul 12.40 dan keluar menuju ruang rawat pukul 13.00. Pada

observasi didapatkan:

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 135/69 mmHg

Nadi : 64x/menit

Pernapasan : 22x/menit

Saturasi 02 : 99%

8. Penilaian Pemulihan Kesadaran

Digunakan Bromage score untuk menentukan apakah pasien sudah dapat

dipindahkan ke ruang rawat atau masih perlu dilakukan observasi lanjutan di recovery

room.

Kriteria penilaian:

Gerakan penuh dari tungkai : 0

Tak mampu ekstensi tungkai : 1

Tak mampu fleksi lutut : 2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki : 3

Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat bila jumlah score < 2

9

Page 10: case spinal anestesi

Pada pasien ini mampu fleksi pergelangan kaki tetapi tidak mampu fleksi lutut, total

score 2

9. Post Operasi

Keadaan post operasi pada 6 Desember 2012 pukul 08.00

Nyeri pada bekas operasi (+), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), kelemahan

ekstremitas bawah (-), retensi urin (-), nyeri punggung (-), kejang (-), urtikaria (-).

10

Page 11: case spinal anestesi

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi atas indikasi hernia inguinalis lateralis sinistra

reponible. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan

bahwa pasien termasuk dalam ASA 1, yakni pasien dalam kondisi sehat organik, fisiologik,

psikiatrik, dan biokimia. Menjelang operasi, pasien hanya tampak sakit ringan dan tampak

tenang. Pada pasien dengan ASA 1 dan akan dilakukan herniorapy ini dilakukan anestesi

regional dengan teknik spinal anestesi. Anestesi spinal dilakukan dengan alasan operasi

dilakukan pada bagian tubuh inferior, sehingga cukup memblok bagian tubuh inferior saja.

Anestesi spinal dilakukan dengan blok saraf setinggi L3-L4 untuk menghindari cedera

medulla spinalis.

Obat anestesi yang diberikan pada pasien ini adalah Bupivacaine 15 mg. Bupivacaine

spinal dipilih karena durasi kerja yang panjang yaitu selama 3-10 jam. Bupivacaine

merupakan anestesi lokal golongan amida. Bupivacaine mencegah konduksi rangsang saraf

dengan meghambat sodium channel, meningkatkan ambang eksitasi elektron, memperlambat

rangsang saraf dan menurunkan kenaikan potensial aksi. Selain itu Bupivacaine juga dapat

ditoleransi dengan baik pada semua jaringan yang terkena. Bupivacaine dimetabolisme di

hati dan di ekskresikan di urin. Pasien ini aman menggunakan Bupivacaine karena tidak ada

gangguan pada fungsi hati dan ginjalnya.

Ondansentron merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang

diindikasikan sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan

5-HT3 ke dalam usus dapat merangsang reflex muntah dengan mengaktifkan serabut aferen

vagal lewat reseptornya. Ondansentron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan

muntah yang bisa menyebabkan aspirasi. Selain itu dapat mencegah mual muntah yang

merupakan salah satu komplikasi dari tindakan blok spinal.

11

Page 12: case spinal anestesi

Tramadol 100 mg adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol

mengikat spesifik pada reseptor di system saraf pusat sehingga memblok sensai nyeri dan

respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari

saraf aferen yeng sensitif terhadap rangsang, sehingga impuls nyeri terhambat.

Ketorolac tromethamine 30 mg digunakan sebagai analgetik yang digunakan untuk

mengilangkan rasa nyeri tanpa memperngaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan

kesadaran dan tidak menimbulkan ketagihan. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi

(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa

nyeri. Ketorolac dapat mengatasi nyeri ringan sampai berat. Ketorolac 30 mg yang memiliki

awal kerja yang lebih lampat namun memiliki efek analgetik yang setara dengan 100 mg

Pethidin atau 12 mg morphin dan memiliki durasi kerja yang lebih lama (4-6 jam) serta lebih

aman dibandingkan analgetik opioid karena tidak ada efek samping berupa depresi napas.

Terapi cairan intraoperatif dijabarkan sebagai berikut:

Kebutuhan cairan basal :

2 ml x 45 kg = 90 ml

Kebutuhan cairan operasi :

Operasi sedang x Berat badan

6 ml x 45 kg = 270 ml

Kebutuhan cairan puasa :

Lama puasa dalam jam x Kebutuhan cairan basal

8 jam x 90 ml = 720 ml

Pemberian cairan jam pertama:

Kebutuhan basal + Kebutuhan operasi + 50% dari kebutuhan puasa

90 ml + 270 ml + 360 ml = 720 ml

Kateter urine dipasang pada pasien ini karena dengan dilakukannya anestesi spinal dapat

terjadi retensi urin akibat blockade sebtral yang menyebabkan atonia vesica urinaria sehingga

volume urin di vesica urinaria menjadi banyak, dan blockade simpatia eferen menyebabkan

kenaikan tonus sfingter. Selain itu pada anestesi spinal laju filtrasi glomerulus dapat turun

12

Page 13: case spinal anestesi

sebesar 5-10% sehungga dengan penggunaan kateter urin jumlah urin yang keluar dapat

dipantau.

Perawatan pasien post operasi dilakukan di recovery room dan setelah dipastikan pasien

pulih (dinilai dari Bromage Score) pasien diijinkan kembali ke ruangan rawat inap. Pasien

dianjurkan untuk tetap bed rest selama 12 jam.

13

Page 14: case spinal anestesi

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi Regional

Definisi

Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara

pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk

sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.

Tetapi pasien tetap sadar.

Pembagian anestesi regional

1. Blok sentral (blok neuroaksia) : blok spinal, epidural dan kaudal

2. Blok perifer (blok saraf) : anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,

blok saraf, dan regional intraven

Anestesi Spinal

Anestesi spinal (subaraknoid) atau yang sering kita sebut juga analgesi/blok spinal

intradural atau blok intratekal adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal kedalam ruang subar aknoid ( cairan

serebrospinal). Anestesi ini umumnya menggunakan jarum dengan panjang

3,5 inci ( 9 cm ). Untuk pasien dengan keadaan obesitas beberapa anestesiologis lebih

menyukai menggunakan jarum spinal dengan panjang 7 inci ( 18 cm ). Dikenal 2 macam

jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-

Babcock atau Greene atau cutting needle) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil

(whitescre/ pencil point needle) dimana ujung pensil banyak digunakan karena jarang

menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal sedangkan jika menggunakan

cutting needle akan meningkatkan resiko nyeri kepala pasca penyuntikan karena

meningkatkan trauma duramater.

14

Page 15: case spinal anestesi

 

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis

subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang epidural

durameterruang subarachnoid.

15

Page 16: case spinal anestesi

Obat Anestesia Spinal yang biasa dipakai adalah Bupivakain 12 mg memberi

anestesia untuk 1-2 jam. Anestetik lokal yang digunakan untuk anestesia spinal biasanya

dalam bentuk cairan hiperbarik.

Sebelum mulai pembedahan harus memastikan dulu apakah blok sudah adekuat

atau belum karena beberapa pasien mengalami blok yang tidak adekuat. Bila hal ni terjadi

:

o Ulangi lagi anestesi spinal

o Ubah menjadi anestesi umum apabila pasien sudah ditengah operasi

Fisiologi anestesi spinal

Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan

memblok konduksi impulse saraf walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok

dibanding yang lain. Ada 3 kelas syaraf, yaitu motoris, sensoris dan autonomic.

Stimulasi saraf motorik menyebabkan kontraksi o t o t d a n k e t i k a i t u d i b l o k

a k a n m e n y e b a b k a n p a r a l i s i s o t o t .

S a r a f s e n s o r i s m e n t r a n s m i s i k a n s e n s a s i s e p e r i n y e r i d a n s e n t u h a n

k e s p i n a l c o r d d a n d a r i s p i n a l c o r d k e o t a k . D a n s a r a f   autonomic

mengontrol pembuluh darah, heart rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak disadari

secara umum

16

Page 17: case spinal anestesi

Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis

dan  p a r a s i m p a t i s , d i i k u t i d e n g a n s a r a f u n t u k r a s a d i n g i n , p a n a s , r a b a ,

d a n t e k a n d a l a m . Y a n g mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar

(vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan

suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan

sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.

Teknik analgesia spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah

ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa

dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi

berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk dan buat

pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang

punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya L2-L3, L3-L4 atau L4-

L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.

5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, atau

25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau 29G dianjurkan

menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Jarum

akan menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subarachnoid. Setelah mandrin

jarum spinal dicabutcairan serebrospinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan

larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut.

17

Page 18: case spinal anestesi

Tinggi blok analgesia spinal

Faktor yang mempengaruhi:

1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia.

2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia.

3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.

4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.

Kecepatanpenyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

5. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat

batas analgesia bertambah tinggi.

6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke

kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik 

8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia

yanglebih tinggi.

9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis

yangdiperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan ,umumnya larutan analgetik sudah

menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien

Kunjungan peri Operatif

Pasien harus diberitahu atau diinformasikan mengenai anestesinya pada

kunjungan preoperasi.Hal ini penting untuk dijelaskan walaupun anestesi spinal tanpa rasa

nyeri namun harus hati-hati dengan beberapa sensasi pada area atau lokasi yang

berkaitan yang mungkin akan dirasakan tidak nyaman

18

Page 19: case spinal anestesi

Keuntungan anestesi spinal:

1. Harga relative murah

2. Kepuasan pasien

3. Efek samping yang ringan pada system pernapasan

4. Penggunaan spinal anestesi mengurangi resiko obstruksi jalan nafas atau aspirasi

lambung. Namun keuntungan ini tidak akan berarti jika terlalu banyak sedasi yang

diberikan.

5. Spinal anestesi merupakan muscle relaxan yang baik untuk pembedahan

abdomen dananggota badan bagian bawah.

6. Berkurangnya pendarahan selama operasi dibandingkan dengan

menggunakan anestesiumum, hal ini disebabkan menurunnya tekanan darah dan heart

rate juga perbaikan drainasevena dengan hasil menurunnya pengeluaran darah.

7. Kembalinya fungsi usus dengan cepat.

8. Dalam hal koagulasi spinal anestesi menguranggi resiko thrombosis vena dalam dan

emboli pulmoner.

Kerugian anestesi spinal:

1. Terkadang akan sangat sulit untuk menentukan lokasi dural space dan mendapatkan

cerebrospinal fluid. Dan untuk beberapa keadaan spinal anestesi ini dihindari.

2. Anestesi spinal tidak baik jika digunakan untuk pembedahan dengan jangka waktu

lebihd a r i 2 j a m . J i k a o p e r a s i a t a u p e m b e d a h a n l e b i h l a m a d a r i 2

j a m m a k a d i s a r a n k a n menggantinya dengan anestesi umum atau

memberikan ketamin intravena atau infuse  propofol sebagai supplement jika obat

obatan ini tersedia.

3. D a p a t t e r j a d i h i p o t e n s i k a r n a o v e r l o a d a t a u p u n p e m b e r i a n

a n e s t e s i d o s i s t i n g g i d a n meningitis karna peralatan medis yang digunakan tidak

dalam keadaan steril.

4. Spinal anestesi mungkin tidak cocok untuk beberapa pasien bahkan jika

mereka dalamkeadaan sedasi hal ini dikarnakan tiap orang memiliki reaksi

yang berebda terhadapa berbagai cara anestesi

19

Page 20: case spinal anestesi

Indikasi anestesi spinal

Spinal anestesi paling baik digunakan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,

panggul,d a n p e r i n e u m . A n e s t e s i i n i j u g a d i g u n a k a n p a d a k e a d a a n

k h u s u s s e p e r t i b e d a h e n d o s k o p i , urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang

panggul, bedah obstetric, dan bedah anak.

Spinal anestesi sebagian besar cocok untuk pasien tua dan dengan penyakit

sistemik seperti penyakit respiratory kronik, hepatic, ginnjal dan kelainan endokrin seperti

diabetes. Spinal anestesi jugacocok untuk menangani pasien trauma jika pasien tersebut memiliki

resusitasi yang adekuat dant i d a k d a l a m k e a d a a n h y p o v o l e m i k .

D i b i d a n g g y n e k o l o g i , a n e s t e s i s p i n a l p a d a u m u m n y d i g u n a k a n

u n t u k m e n g e l u a r k a n p l a c e n t a s e c a r a m a n u a l d i m a n a t i d a k

d a l a m k e a d a a n hypovolemik, selain itu akan sangat menguntungkan bagi ibu

dan anaknya jika menggunakan spinal anestesi pada section caesari a. Anestesi

spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi

umum.

Komplikasi

Komplikasi umum

1. Sakit kepala post-spinal,. insidensi ini berhubungan dengan pengunaan jarum spinal ukuran

besar ( 22 G ), cutting needle.

2.  Nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, hipotensi dan gatal gatal

Komplikasi yang jarang terjadi

1. Total spinal

2. Retensi urine

3. Cardiac arrest

4. Aspetic meningitis

5. Bacterial meningitis

Penanganan jika terjadi total spinal

20

Page 21: case spinal anestesi

Walaupun jarang, total spinal dapat terjadi yang mungkin dapat menyebabkan

kematian pasien jika tidak secepatnya ditangani. Tanda tanda terjadinya total spinal :

1. Hypotensi,

Mual merupakan tanda pertama terjadinya hipotensi. Pengulangan dosis vasopressor dan

pemberian cairan dengan volume yang besar mungkin dibutuhkan.

2. Bradycardia,

 berikan atropine. Jika tidak efektif berikan efedrin atau adrenalin.

3. Gelisah

4. Tangan dan lengan terasa lemas,

merupakan indikasi bahwa blockade sampai pada cervico-thoraco junction.

5. Susah bernafas.

6. Hilang kesadaran.

Jika terjadi total spinal maka yang dapat dilakukan adalah

1. ABC Resuscitation

2. Intubasi dan ventilasi pasien dengan oksigen 100 %. Penanganan hipotensi dan

bradikardia dilakukan dengan pemberian cairan intravena, atropine dan

vasopressor. Jika penanganan tidak dilakukan segera kombinasi

bradikardia. hipotensi dan hypoxia dapat menyebabkan cardiac arrest.

Ventilasi sangat dibutuhkan, dan dilanjutkan sampaiefek blockade spinal

menurun dan pasien dapat bernafas kembali tanpa bantuan. Waktu yang

dibutuhkan tergantung dari jenis anestesi yang disuntikkan

Anastetik lokal untuk analgesia spinal

Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik

local dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat

jenis lebihbesar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil

dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik

diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik

21

Page 22: case spinal anestesi

biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi .Anestetik

local yang paling sering digunakan:

1.Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg(2-

5ml).

2.Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat

hyperbaric,dose 20-50mg(1-2ml).

3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg.

4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,

dosis 5-15mg(1-3ml)

Penyebaran anastetik local tergantung:

1. Faktor utama:

-Berat jenis anestetik local(barisitas)

-Posisi pasien

-Dosis dan volume anestetik local.

2.Faktor tambahan.

-Ketinggian suntikan.

-Kecepatan suntikan

-Ukuran jarum.

-Keadaan fisik pasien.

22

Page 23: case spinal anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI

2. Dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrion, dr. Ruswan Dahlan,

Anestesiologi, Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI

3. Boulton TB, Blog CE, Anestesiologi, Edisi 10, ECG: Jakarta 2002

4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Reginal Anesthesia, Update: Aug 7, 2009.

Accessed on 10 December 2012 at www.emidicine.com

5. Mulroy MF. Regional Anesthesia An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed. Little, Brown

and Company. Boston 2002

23