mankas anestesi turp (spinal)

36
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Reseksi kelenjar prostat (TURP) dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H 2 O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H 2 O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala 1

Upload: madeemj

Post on 11-Feb-2016

259 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

metode anstesi untuk TURP

TRANSCRIPT

Page 1: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering

diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign

prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat

hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat

benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini

akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.

Reseksi kelenjar prostat (TURP) dilakukan transuretra dengan

mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan

tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic,

yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan

yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga

cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma

TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran

somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera

diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma

dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.

Selain itu, penyulit saat operasi meliputi perdarahan, sindroma TURP, dan

perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi perdarahan dan infeksi lokal atau

sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin, disfungsi ereksi,

ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.

B. ANESTESI

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa”

dan aesthētos,“persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu

1

Page 2: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Srpada tahun 1846.

Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional

dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli

anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan

mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya

tersebut.

Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok

perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi,

obstetri dan anggota tubuh bagian bawah operasi abdomen bagian bawah. Spinal

anestesi, diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama

utama dalam praktek klinis.

1. ANESTESI SPINAL

Definisi

Spinal anestesi adalah pemberian obat anestetik lokal dengan cara

menyuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid. Teknik tersebut dinilai cukup

efektif dan mudah dikerjakan (Latief et al., 2008). Spinal anestesi/ Sub-

arachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier pada tahun 1898,

teknik ini telah digunakan untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah

bawah umbilicus. Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam

tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia

darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama

operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post

operatif dan analgesia yang minimal (Edlin, 2010). Spinal anestesi dilakukan

di bawah lumbal 1 pada orang dewasa dan lumbal 3 pada anak-anak dengan

menghindari trauma pada medulla spinalis (Morgan et al., 2005).

2

Page 3: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Gambar 1. Spinal anestesi

Indikasi

Spinal anestesi dipilih berdasarkan indikasi-indikasi tertentu. Berikut

indikasi penggunaan spinal anestesi (Latief et al., 2008):

a. Indikasi

1) Bedah ekstremitas bawah

2) Bedah panggul

3) Tindakan sekitar rektum-perineum

4) Bedah obstetri ginekologi

5) Bedah urologi

6) Bedah abdomen bawah

7) Bedah abdomen atas dan pediatri (dikombinasikan dengan anestesi

umum ringan)

b. Kontra indikasi absolut

1) Pasien menolak

2) Infeksi pada tempat suntikan

3) Hipovolemia berat; syok

4) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

5) Tekanan intrakranial meninggi

6) Fasilitas resusitasi minimal

7) Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia

c. Kontra indikasi relatif

1) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

3

Page 4: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

2) Infeksi sekitar tempat suntikan

3) Kelainan neurologis

4) Kelainan psikis

5) Bedah lama

6) Penyakit jantung

7) Hipovolemia ringan

8) Nyeri punggung kronis

Peralatan dan Teknik

Anestesi spinal menggunakan beberapa peralatan dalam aplikasinya,

seperti peralatan monitor, peralatan resusitasi, dan jarum spinal. Peralatan

monitor mencakup alat untuk pengawasan tekanan darah, nadi, oksimetri

denyut (pulse oximeter), dan EKG. Peralatan resusitasi sama seperti peralatan

pada anestesi umum. Sedangkan untuk jarum spinal terdapat dua jenis jarum

spinal berdasarkan ujungnya, yaitu jarum spinal dengan ujung tajam (ujung

bambu runcing, Quincke-Babcock) dan jarum spinal dengan ujung pensil

(pencil point, Whitecare) (Latief et al., 2008).

Gambar 2. Jenis Jarum Spinal (Edlin, 2010)

Sedangkan obat anestesi yang sering digunakan pada teknik spinal

anestesi adalah Lidocain 1-5 % atau Bupivacaine 0,25-0,75 % (Latief et al.,

2001).

Teknik anestesi spinal umumnya dilakukan langsung di atas meja

operasi tanpa dipindah lagi. Langkah-langkah anestesi spinal (Latief et al.,

2008):

a. Pasien diposisikan duduk atau tidur lateral dekubitus.

4

Page 5: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

b. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau L4-5 pada vertebra.

Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka den-

gan vertebra merupakan L4-5.

c. Sterilkan daerah tusukan dengan betadine dan alkohol

d. Cara tusukan dengan median atau paramedian. Tusukkan jarum spinal.

Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar

LCS, pasang spuit berisi obat dan masukkan obat pelan-pelan (0,5 mL/

detik) diselingi sedikit aspirasi, untuk memastikan posisi jarum tetap

baik.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Kesuksesan spinal anestesi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik dan faktor yang

mempengaruhi lama kerja anestetik (Latief et al., 2008).

a. Faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik:

1) Faktor utama: berat jenis anestetik (barisitas), posisi pasien, dan do-

sis serta volume anestetik.

2) Faktor tambahan: ketinggian suntikan, kecepatan suntikan, ukuran

jarum, keadaan fisik pasien, dan tekanan intraabdominal.

b. Faktor yang mempengaruhi lama kerja anestetik:

1) Jenis anestesia

2) Besarnya dosis

3) Ada tidaknya vasokonstriktor

4) Besarnya penyebaran anestetik

2. ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko

yang tidak diinginkan dari pasien.

Tujuan

5

Page 6: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi

otonom.

Syarat, Kontraindikasi dan Komplikasi

Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :

a. Memberi induksi yang halus dan cepat.

b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons

c. Timbulkan keadaan amnesia

d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.

e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tin-

dakan operasi.

f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang

berlangsung lama.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis

derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P).

Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM

tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.

Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan.

Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang

bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan yang

mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau

dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang

diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang

memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang

meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar

gula darah.

Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan

anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan

oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul

pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular

berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 %

6

Page 7: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada

periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan

khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan

– kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau

infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah

setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu

tubuh.

3. Teknik Anestesi Pada TURP

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik

anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk

tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau

ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan

hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan anestesi

regional dan anestesi umum.

Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan dengan

anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol

nyeri dan penurunan kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif. Bowman dkk

menemukan bahwa hanya 15 % dari pasien yang mendapatkan anestesi spinal

pada TURP membutuhkan pengobatan nyeri selain daripada acetaminophen tetapi

kebutuhan analgesik meningkat empat kali lipat setelah anestesi umum.

Studi prospektif yang membandingkan efek dari anestesi umum versus

anestesi spinal pada fungsi kognitif setelah TURP ditemukan penurunan yang

signifikan pada status mental pada kedua kelompok pada 6 jam setelah

pembedahan, tetapi tidak memiliki perbedaan pada fungsi mental postoperatif

pada kapan saja pada 30 hari pertama setelah pembedahan. Ghoneim dkk juga

menemukan tipe anestesi (regional versus umum) tidak mempengaruhi keadaan

pasien yang mengalami prostatektomi, histerektomi, atau penggantian sendi.

Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang berusia lebih dari 90 tahun

yang mengalami TURP tidak bergantung dari tipe anestesi yang digunakan.

Sebuah studi dari kejadian iskemik miokardial perioperatif pada pasien yang

7

Page 8: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

mengalami pembedahan transuretral, ditentukan bahwa kedua insidens dan durasi

dari iskemik miokardial meningkat mengikuti pembedahan TUR tetapi tidak

memiliki perbedaan antara anestesi umum atau anestesi spinal. Studi kedua

membuktikan bahwa penemuan-penemuan ini dan disimpulkan bahwa adanya

durasi yang singkat atas iskemik miokardial tidak berhubungan dengan efek

samping pada pasien berusia lanjut yang mengalami prosedur TURP.

Bila anestesi regional digunakan pada prosedur, tingkat dermatom anestesi

T10 dibutuhkan untuk memblok nyeri dari saluran kemih dengan irigasi cairan.

Bagaimanapun, tingkat S3 dilaporkan adekuat pada 25 % pasien jika saluran

kemih tidak diijinkan untuk terisi penuh. Anestesi spinal merupakan pilihan utama

jika dibandingkan anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok

sepenuhnya dengan teknik epidural.

Anestesi lokal juga digunakan sebagai prosedural TURP pada pasien

dengan kelenjar prostat stadium ringan hingga sedang. Teknik anestesi ini

melibatkan infiltrasi dari 1-3 ml enceran anestesi lokal (0.25% bupivacaine, 1%

lidocaine) ke dalam kandung kemih dan lobus lateral dari prostat untuk memblok

pleksus saraf hipogastrik inferior kemudian dengan injeksi anestesi lokal

transuretral ke dalam glandula di sekitar uretra prostatikus. Dengan tipe anestesi

ini, dokter bedah dapat memindahkan sejumlah kecil dari jaringan prostat dengan

ketidaknyamanan pasien yang seminimal mungkin. Meskipun penulis melaporkan

bahwa teknik ini sulit dilaksanakan dalam skala besar, mereka meyakini bahwa

teknik ini dapat berguna pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak dapat

ditoleransi dengan anestesi umum maupun spinal.

8

Page 9: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K.D

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 71 tahun

Berat Badan : 57kg

Tinggi Badan : 155 cm

Agama : Islam

Alamat : Bener, Ngrampal Sragen

No. RM : 273658

Diagnosis : BPH

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 2 Januari 2013, pukul 15.30. Informasi

diberikan oleh pasien dan anaknya.

a. Keluhan utama : Sulit buang air kecil

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli bedah urologi RSUD dengan keluhan sulit

BAK sejak 1 tahun yang lalu, makin memberat terutama dalam 10

hari terakhir. Pasien sering mengeluh tidak tuntas saat buang air kecil,

terkadang pasien juga mengeluh nyeri di perut bawah sampai daerah

kemaluan. BAK lebih sering dari biasa, BAK sering mengedan, pada

akhir BAK menetes. BAK tidak berdarah.

c. Riwayat penyakit dahulu :

1) Riwayat operasi hemoroid 1 tahun yang lalu

2) Riwayat asma disangkal

3) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

4) Riwayat penyakit jantung disangkal

5) Riwayat penyakit hipertensi disangkal

9

Page 10: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

6) Riwayat penyakit ginjal disangkal

7) Riwayat penyakit DM disangkal

8) Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal

d. Riwayat penyekit keluarga:

Riwayat asma, alergi, penyakit jantung, ginjal, paru-paru, DM,

hipertensi, dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien

disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada 2 Januari 2013

GCS : E4V5M6 = 15

Vital Sign : Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Suhu : 36,8C

Pernafasan : 18 x/menit

Status Generalis

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak

sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang

dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma,

distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

c. Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera

ikterik

d. Pemeriksaan Leher

1) Inspeksi : Tidak terdapat jejas

2) Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran

kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.

i. Pemeriksaan Thorax

1) Jantung

a) Inspeksi : Tampak ictus cordis 2cm dibawah papila mamae

sinistra

10

Page 11: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

b) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat

c) Perkusi :

i. Batas atas kiri : SIC II LPS sinsitra

ii. Batas atas kanan : SIC II LPS dextra

iii. Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistra

iv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra

d) Auskultasi : S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan

murmur.

2) Paru

a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan di-

namis serta tidak ditemukan retraksi dan ketert-

inggalan gerak.

b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri

dan tidak terdapat ketertinggalan gerak.

c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru

d) Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua

pulmo. Tidak terdengar suara wheezing

j. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan

massa

b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus

c) Perkusi : Timpani

d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan

lien tidak teraba.

k. Pemeriksaan Ekstremitas :

Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis

Turgor kulit cukup, akral hangat

11

Page 12: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan 31-12-2012 Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 12,3 12,0-16,0 g/dL

Leukosit 7.490 4800-10800/L

Hematokrit 32,4 37-47%

Eritrosit 4,56x106 4,2-5,4x106/

Trombosit 254000 150000-450000/L

MCV 77,7 79,0-99,0 fl

MCH 31,1 27,0-31,0 pg

MCHC 40,0 33,0-37,0 %

RDW 11.5 11,5-14,5 %

MPV 5.07 7,2-11,1 fl

CT 2.00 1-3 menit

BT 2.30 1-6 menit

Gol. Darah A

Kimia Klinik

SGOT 15 < 37 U/L

SGPT 8 < 42 U/L

Ureum 24,9 10-50 mg/dL

Creatinin 0,66 0,60-1,00 mg/dL

GDS 135 ≤ 200 mg/dL

Seroimmunologi

HBsAg Negatif Negatif

Pemeriksaan EKG

Suspect OMI antero septal

Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Tak tampak kelainan pada cavum abdomen dan cavum pelvis,

spondilosis lumbalis.

12

Page 13: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Pemeriksaan foto thorax

Pulmo dan besar Cor nomal

Pemeriksaan USG Urologi

- Nefrolithisis dextra

- Pembesaran Prostat

- Tak tampak kelainan pada Ren sinistra dan VU

E. KESAN ANESTESI

Laki-laki 71 tahun menderita BPH dengan ASA II

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yaitu :

a. IVFD RL 20 tpm

b. Pro TURP

c. Informed Consent Operasi

d. Konsul ke Bagian Anestesi

e. Informed Conset Pembiusan

Dilakukan operasi dengan spinal anestesi dgn status ASA II

G. KESIMPULAN

ACC ASA II

H. LAPORAN ANESTESI

1. Diagnosis Pra Bedah

BPH

2. Diagnosis Pasca Bedah

BPH

3. Penatalaksanaan Preoperasi

a Infus Koloid 500 cc

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan : TURP

13

Page 14: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

c. Teknik Anestesi : Spinal Anestesi

d. Mulai Anestesi : 3 Januari 2013, pukul 10.10 WIB

e. Mulai Operasi : 3 Januari 2013, pukul 10. 15 WIB

f. Premedikasi : Kliran 8 mg

g. Induksi : Bucain Spinal 15 mg

h. Medikasi tambahan : Ketorolac 30 mg

.i. Maintanance : O2

j. Relaksasi : -

k. Respirasi : Spontan

l. Posisi : Litotomi

m. Cairan Durante Operasi : RL 100 ml dan Fima Hes 500 ml

.n. Pemantauan Tekanan Darah dan HR

Terlampir

n . Selesai operasi : 10.35 WIB

o. Perdarahan : +- 50 cc

p. Lama pembedahan : 20 menit

Pasien, An. SP, 14 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi

tonsilektomi dengan diagnosis pre operatif tonsilitis kronis yang dilakukan pada

tanggal 25 April 2013 pada pukul 09:20. Persiapan operasi dilakukan pada

tanggal 24 April 2013. Dari anamnesis terdapat keluhan nyeri tenggorokan yang

kambuh-kambuhan dirasakan sejak 3 bulan terakhir dan bertambah berat sejak 3

hari yang lalu. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan

operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah

120/80 mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8OC. Dari

pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 24 April 2013

dengan hasil: Hb 11,6 g/dl; golongan darah A; AL 6.90 L; ureum 16,9 mg/dl;

kreatinin 0,63 mg/dl; SGOT 17 U/L; SGPT 8 U/L; GDS 79 mg/dL dan HBsAg(-).

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan

bahwa pasien masuk dalam ASA I.

14

Page 15: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu

2cc/kgBB/jam, kebutuhan perjam dari penderita 82 cc/jam. Sebelum dilakukan

operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk mencegah

terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat

dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang

diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.

Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x

maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini

adalah 492 cc/6jam.

Operasi Tonsilektomi dilakukan pada tanggal 25 April 2013. Pasien

dikirim dari bangsal anggrek ke ruang IBS. Pasien masuk keruang OK 2 pada

pukul 09.25 dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 155/71mmHg;

Nadi 71x/menit, dan SpO2 99%. Segera pemberian Infus fima hes, dilakukan

injeksi sulfas atropin 0,25 mg dan fentanyl 50 mg. Pemberian sulfas atropin

bertujuan untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus sementara

fentanyl yang merupakan obat opioid yang bersifat analgesic dan bisa bersifat

induksi. Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan

rasa nyaman pada pasien dengan pemberian analgesia dan mempermudah induksi

dengan menghilangkan rasa khawatir.

Pada jam 08:55 WIB, pasien ini diberikan atracurium bromide 80 mg dan

lipuro 10 mg untuk merelaksasikan otot-otot pernapasan. Karena dilakukan

operasi tonsilektomi, maka dokter anestesi memilih untuk dilakukan intubasi

nasotrakeal kendali agar tidak mengganggu operator sepanjang operasi dilakukan

dan supaya pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan adekuat.

Pada pukul 09.30 WIB, mulai dilakukan anestesi, dengan teknik anestesi

regional pada spinal. Dimasukkan obat anestesi spinal yaitu bucain spinal 20mg.

dari pantauan monitor TD 150/70 mmHg; Nadi 71x/menit; SpO2 99%. Pasien

merasa kedua kaki mulai rasa kebas dan beberapa menit kemudian kedua kaki

tidak dapat digerakkan. Ini merupakan tanda bahwa obat anestesi sudah mulai

menunjukkan efeknya.

15

Page 16: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Pada pukul 10.15 WIB, mulai dilakukan tindakan operasi TURP. Pada

pantauan monitor didapat kan TD 155/72mmHg; Nadi 68x/menit; SpO2 99%.

Selama dilakukan operasi TURP pantauan tekanan darah, nadi dan SpO2 tampak

stabil.

Pada pukul 10.30 WIB, sebelum selesai pembedahan pemberian analgetik

dilakukan. Pemeberian injeksi ketorolac 30mg diindikasikan untuk

penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah

prosedur pembedahan.

Pada pukul 10.35 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan

pemantauan akhir TD 150/75mmHg; Nadi 70x/menit, dan SpO2 99%.

Pembedahan dilakukan selama 20 menit dengan perdarahan +- 50cc.

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama

di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan

adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan darah selama 15 menit pertama

pasca operasi stabil yaitu 150/70 mmHg.

16

Page 17: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

BAB III

PEMBAHASAN

1. Preoperatif

Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus

ini adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai

dengan sedang. Sesuai dengan pasien yang dikelola. Penderita didiagnosis

oleh bedah urologi adalah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pada

pemeriksaan fisik tidak tampak adanya kelainan. Pemeriksaan penunjang

lainnya seperti foto thorax tak tampak kelainan pada pulmo dan besar cor,

pemeriksaan EKG suspect OMI antero septal dan pemeriksaan USG

terdapat nefrolithiasis dextra dan pembesaran prostat. Dari hasil yang

didapat disiimpukan bahwa pasien masuk dalam kriteria ASA II dan akan

dilakukan operasi TURP. Selanjutnya ditentukan rencana jenis anestesi

yang akan digunakan yaitu regional anestesi. Persiapan yang dilakukan

pada pasien ini sebelum operasi :

a. Informed consent

Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang

diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan

dilakukannya tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan,

komplikasi, prognosis, biaya dan hal-hal lainnya yang berhubungan

dengan kondisi pasien maupun tindakan yang dilakukan kepada pasien

17

Page 18: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

dan keluarga terdekat yang bertanggung jawab terhadap pasien.

Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien atau

keluarga pasien dalam melakukan tindakan anestesi dan operasi sehingga

resiko-resiko yang mungkin akan terjadi pada saat operasi dapat

dipertimbangkan dengan baik.

b. Puasa

Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung

karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi

akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga

refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien

dewasa umumnya dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan

pada bayi 3-4 jam (Latief, 2001). Pada kasus ini, pasien dapat

dipuasakan selama 6 jam. Pasien telah diminta berpuasa sejak pukul

00.00 WIB.

c. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum

baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan

laboratorium pada pasien ini meliputi: pemeriksaan darah lengkap, hitung

jenis, waktu perdarahan, waktu pembekuan, kimia klinik, dan sero

imunologi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada

tidaknya gangguan dan merencanakan koreksi jika terdapat gangguan.

Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi

distribusi oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida.

Oksigenasi atau perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah

terjadinya syok. Jumlah trombosit,masa pembekuan dan defisiensi faktor

pembekuan perlu dievaluasi agar dapat diantispasi risiko komplikasi

perdarahan. Trombosit merupakan unsur dasar dalam darah yang dapat

meningkatkan koagulasi. Penurunan trombosit dalam sirkulasi sebanyak

kurang dari 50% nilai normal akan menyebabkan perdarahan. (Kee,

2008).

18

Page 19: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya

dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang

dominan berada di petak cairan ekstrasel dengan nilai normal 135-145

mEq/L. Keadaan hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat

dapat mengakibatkan oedem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan

otak yang ireversibel. Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal

sangat efisien dalam mengeksresikan Na. Hipo dan hiperkalemia

merupakan keadaan yang gawat karena dapat menyebabkan aritmia

jantung dan perlu segera dikoreksi (Mangku, 2010).

2. Teknik Anestesi Pada TURP

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai

teknik anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan

pasien untuk tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari

sindrom TUR atau ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi

memperlihatkan penurunan hilangnya darah ketika prosedur TURP

dilakukan dengan menggunakan anestesi regional dan anestesi umum.

Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan

dengan anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP

dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan kebutuhan

penyembuhan nyeri postoperatif.

Pada pasien ini dipilih teknik anestesi dengan menggunakan

regional anestesi, yaitu dengan anestesi spinal. Pemilihan anestesi ini

berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri. Pasien

murupakan, pasien geriatric dan pada pemeriksaan EKG ditemukan

suspect OMI antero septal yang merupakan kontraindikasi dari anestesi

umum. Pemilihan teknik anestesi spinal sesuai dengan inidikasi dari

teknik spinal. Selain itu teknik anestesi spinal sudah lama dilakukan

untuk mengetahui lebih awal terhadap komplikasi dari TURP, yaitu

sindrom TURP.

3. Durante Operasi

19

Page 20: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Pada pasien ini dilakukan pembiusan menggunakan teknik anestesi

spinal dengan bucain spinal (Bupivakain HCl) sebanyak 20 mg. Anestesi

lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan

menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk

memulai dan menghantarkan impuls. Kemajuan anastesi berhubungan

dengan diameter, mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf

yang terkena dengan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut: (1)

otonomik (2) nyeri (3) suhu (4) raba (5) propiosepsi dan (6) tonus otot

skeletal.

Mual muntah merupakan gejala yang sering timbul akibat anestesi

spinal dan kejadiannya kurang lebih hampir 25%. Adapun penyebab

mual muntah pada anestesi spinal antara lain adalah penurunan tekanan

darah/hipotensi, hipoksia, kecemasan atau faktor psikologis, peningkatan

aktivitas parasimpatis dimana blok spinal akan mempengaruhi kontrol

simpatetik gastrointestinal. Dosis dewasa intravena yang

direkomendasikan untuk ondansetron sebagai pencegahan mual muntah

perioperatif adalah 4 mg yang dapat diberikan sebelum induksi anestesi

atau pada akhir operasi. Mual muntah post operatif juga dapat diterapi

dengan pemberian dosis 4 mg, yang dapat diulangi sesuai kebutuhan

setiap 4 – 8 jam.

Ketika tensi turun pertama kali pasien diberikan terapi cairan

loading fima hes dan ephedrine 10 mg . Ephedrine merupakan

simpatomimetika atau adrenergika, mekanisme kerjanya langsung

terhadap reseptor-reseptor di otot polos dan jantung yang dapat

menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung. Cairan

fima hes diberikan untuk meningkatkan jumlah cairan intravaskuler.

Kerja keduanya mampu meningkatkan tekanan darah.

Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 500 ml dan

Fima hes 500 ml untuk mengganti defisit cairan puasa sebelum

pembedahan dan kehilangan cairan selama pembedahan. Terapi cairan

durante operasi dijabarkan sebagai berikut :

20

Page 21: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Usia : 71 tahun

Berat badan : 57 kg

Terapi Cairan :

Maintenance = 2x57= 114 cc

Pengganti Puasa (PP) =

=

=

6 x maintenance

6 x 114

684

Stress Operasi = 6cc/kgBB

(Sedang)

= 6cc x 114

= 684cc

Jam I = ½ PP + M + SO

= 342+ 114 + 684

= 1140 cc

Estimated Blood Volume = 65 x BB

= 65 x 57 kg

= 3705cc

Allowed Blood Loss = 20% x EBV = 20% x 3705 = 741cc

Sebelum akhir pembedahan pasien diberikan ketorolac 30 mg

iv, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri

akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Ketorolac

adalah anti inflamasi non steroid dengan durasi kerja sedang dengan

waktu paruh 4-6 jam sehingga digunakan sebagai analgesik dalam

penggunaan intravena bukan sebagai anti infalamasi. Obat ini

mempunyai efektiftas analgesik yang nyata dan telah dipakai dengan

hasil yang baik untuk menggantikan morfin pada nyeri ringan hingga

sedang sesudah operasi. Kebanyakan diberikan secara intramuskular dan

intravena, tetapi terdapat juga dalam bentuk obat oral

4. Post operatif

21

Page 22: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).

Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan

spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan darah

selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 150/70 mmHg.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Pada kasus ini, pasien Tn. K.D dengan diagnosis BPH, dilakukan tindakan

TURP.

2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik anestesi spinal menggunakan

bucain spinal 15mg. Sebagai premedikasi diberikan kliran 8 mg sebagai anti

muntah. Ketrolorac 30mg diberikan beberapa menit sebelum pembedahan

selesai untuk memberikan efek analgetik.

3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Ringer Laktat sebanyak 200

ml dan fima hes 500ml

4. Laporan anestesi

Pembedahan dilakukan pada 3 Januari 2012, pukul 10.15

Waktu Hasil Pantauan Tindakan10.05 WIB TD 155/75 mmHg

HR 71x/mSpO2 99%

Pasien masuk ke ruang OK 5 dan dilakukan pemasangan NIBP dan saturasi O2. Infus fima hes terpasang pada tangan kiri. Dimasukkan kliran 8 mg iv

22

Page 23: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

10.10 WIB TD 150/70 mmHgHR 71x/mSpO2 99%

Dimulai anestesi dengan RA (spinal) dengan bucain spinal 20 mg

10.15 WIB TD 155/72 mmHgHR 68x/mSpO2 99%

Dimulai pembedahan

10.30 WIB TD 149/75 mmHgHR 70x/mSpO2 99%

Dimasukkan ketorolac 30 mg, Asam tranexamat, dan farsix

10.35 WIB TD 150/75 mmHgHR 70x/mSpO2 99%

Selesai pembedahan

5. Lama operasi pada pasien ini adalah 20 menit dengan perdarahan +- 50 cc.

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama di

ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan

adekuat serta kesadaran composmentis.

23

Page 24: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

DAFTAR PUSTAKA

Barba M, Leyh H, dan Hartung. New technology in transurethral resection of the

prostate. Curr Opin Urol 10:9-14, 2007.

Besimon H ; ‘Surgery of the Prostat’, in ‘Urologic Surgery’, Mc Graw-Hill, 2007:

260-266.

Donovan JL, Peters TJ, Neal DE, Brookes ST, Gujral S, Chacko KN, Wright M,

et al. A randomised trial comparing transurethral resection of the prostate,

laser therapy and consevative treatment of men with symptoms associated

with benign prostatic enlargement: The ClasP study. J Urol 164: 65-70,

2007

Edlin, 2010. Perbandingan Insidensi Post Dural Puncture Headache Setelah

Anestesia Spinal dengan Jarum 27G Quincke dan 27G Whitacre. Thesis.

Universitas Sumatera Utara

Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R., 2001. Anestesiologi. Jakarta: FK UI

Monk, Terri.G and B. Craig Weldon. The Renal System And Anesthesia For Uro-

logic Surgery, chapter 36, page 42 in Clinical Anesthesia. Edition 4. Lip-

pincott Williams & Wilkin Publishers. 2008.

Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive and minimally invasive

treatment modalities for lower urinary tract symptoms: what are the

24

Page 25: Mankas Anestesi Turp (SPINAL)

relevant differences in randomized controlled trials? Eur Urol 38: 7-17,

2007.

Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. Transurethral incision

compared with transurethral resection of the prostate for bladder outlet

obstruction: a systemic review and meta-analysis of randomised controlled

trials. J Urol 165: 1526-1532, 2008

25