mitral stenosis
DESCRIPTION
2014TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jantung merupakan organ vital pada sistem organ manusia. Fungsi jantung untuk
memompa darah yang mengandung oksigen dan nutrien keseluruh tubuh. Jantung terbagi 2
bilik dan 2 serambi yang dipisahkan oleh katup diantaranya adalah katub atrioventrikuler dan
katub semilunar. Katub atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub
trikuspid terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar berada diantara
ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis. Keempat katup jantung terletak dalam suatu cincin
yang disebut annulus fibrosus. 1
Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya ialah stenosis mitral dan insufisiensi
mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan
struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna
pada saat diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana terjadi aliran darah
balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran
katub mitral.
Di Indonesia stenosis mitral masih banyak tapi sudah menurun dari tahun
sebelumnya. Seperti diketahui 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik
yang menggambarkan tingkat social ekonomi yang rendah. oleh karena itu di Negara maju
seperti Amerika, penyakit ini sudah jarang ditemukan, walaupun ada kecenderungan
meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi steptokokus yang
resisten. Sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit
tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling
sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita
lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya
timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang
sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks pada bayi.
1
1.2. Tujuan
1) Menjelaskan definisi stenosis mitral.
2) Menjelaskan apa yang menjadi etiologi dari stenosis mitral.
3) Menjelaskan apa sajakah manifestasi klinis dari stenosis mitral
4) Menjelaskan patofisiologi stenosis mitral.
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada stenosis mitral.
6) Menjelaskan penatalaksanaan untuk stenosis mitral.
7) Menjelaskan komplikasi dari stenosis mitral.
8) Menjelaskan prognosis stenosis mitral
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Stenosis Mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri akibat penyempitan katup mitral.1
Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.2 Pasien dengan mitral stenosis secara khas
memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae
yang menebal dan memendek.
Luas area katup mitral (mitral valve area, MVA) pada orang dewasa normal sekitar 4-
6 cm2 dan apabila menyempit, < 2,5 cm maka akan menimbulkan perbedaan tekanan
tranmitral dan juga keluhan. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal,
tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat.
Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit
(stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan
seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.3
Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak
dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru
dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru.
Gambar 1. gambar jantung normal dan jatung dengan MS
3
2..2 PENAMPILAN KLINIS
Keluhan
Keluhan yang lazim dirasakn oleh pasien MS adalah lekas lelah, sesak nafas bila aktivitas
(dyspne d’effort) yang makin lama makin berat. Pada MS yang berat, keluhan yang sesak dapat
timbul saat tdur malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam keadaan istirahat sambil berbaring
(orthopnea). Kadang juga didapatkan irama jantung berdebar bila ada irama jantung fibrilasi
atrium (atrial fibilasi/ AF). Pada keadaan lebih lanjut bisa di temukan batuk darah, akibat
pecahnya kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis, keluhan ini bisa disalah
interpretasikan sebagai batuk darah akibat TB, apalagi pasin MS yang hebat biasanya kurus. Pada
MS juga kadang baru diketahu setelah terkea stroke, terutama bila ada AF yang mempermudah
terbentuknya trobus di atriumm kiri dan kemudian lepas menyubat pembuluh darah otak
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pada penderita MS yang berat sering ditemukan warna kebiruan, pada kedua pipi yang
dikenal sebagai wajah mitral (mitral facies), kondisi ini terjadi karena curah jantung yang rendah
(low cardiac output) dalam waktu yang lama. Kadang didapatkan peningkatan tekanan vena
jugularis, hepatomegali dan edema kedua tungkai apabila MS sudah menimbulkan bendungan
pada jantung kanan.
Palpasi :
pulsasi nadi biasanya lemah dan kecil, mungkin tidak teratur (fibrilasi atrial)
BJ tambahan : opening snap mungkin teraba di samping BJ I dan II.
Aktivitas ventrikel kanan teraba keras
BJ II yang keras bisa teraba
Auskultasi :
BJ I yang mengeras,
BJ II normal atau mengeras bila sudah terjadi hipertensi pulmoner.
BJ tambahan : opening sanp (OS) menandai bunyi katup mitral yang masih lentur
ketika membuka pada fase diastolik. Semakin pendek jarak A2 (komponen aorta dari
BJ II) semakin berat derajat MS
Terdengar bising/ murmur mid diastolik di daerah apeks jantung, panjang murmur
mencerminkan bertanya MS. Agar lebih jelas dengar, miringkan pasien ke kiri.
4
Pada MS berat dengan aliran melalui katup mitral yang kecil, BJ I, OS dan mid
diastolik mungkin tidak terdengar lagi.
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiogram
.
Gambar 2. Elektrokardiogram pasien dengan MS dengan gambaran fibrilasi atrium
Foto Rontgen Thorax
Foto rontgen thorax pada penderita MS ditandai dengan aorta yang relatif kecil,
pinggang jantung mendatar atau bahkan mencembung (pembesaran atrium kiri), apeks
jantung terangkat (pembesaran ventrikel kanan), pembesaran atrium kanan serta kontur ganda
(double contur) yang menandai pembesaran atrium kiri.
Gambar 3. Foto rontgen thorax pada MS yang menujukan pinggang jantung yang mendatar,
pembesaran atrium kanan dan pembesaran segmen pulmonal.
5
Disamping itu sering juga ditandai adanya bendungan vena-vena pulmonalis pada
bagian atas lapangan paru yang dikenal dengan istilah ‘sefalisasi’ atau adanya penonjolan
segmen pulmonal akibat adanya pembesaran arteri pulmonalis, terutama bila sudah terjadi
peningkatan arteri pulmonal. 1,2
Ekokardiogram.
Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-doppler sangat penting peranannya
dalam diagnostik.
Teknik ini mampu menentukan derajat stenosis katup mitral,dimensi ruang2
jantung,ada tidaknya kelainan penyerta terutama regurgitasi mitral,stenosis atau regurgitasi
aorta,ada tidaknya trombus pada atrium kiri.
Terlihat penebalan dan pengapuran katup mitral serta apatus subvalvar, gerakan katup
mitral yang terbatas sehingga bentuk katup menyerupai kubah (dooming) pada fase akhir
diastolik. Stenosis mitral juga kadang-kadang disertai kebocoran (regurgitasi) mitral.
Kelainan ini sering disertai dilatasi atrium kiri, bahkan kadang ventrikel kanan amaupun
atrium kanan, terutama bila sudah diserai peningkatan arteri pulmonalis.1,2
Gambar 4. Ekokardiografi menunjukan penyempitan katub mitral
Area katup mitral < 1,0 cm2 dinilai MS berat, 1,0-1,5 cm2 sedang, dan 1,5-2,5 cm2 ringan.
Penilaian lebih rinci untuk menetukan pilihan skoring wilkins, yang menilai kondisi kantup
mitral, yaitu gerakannya, penebalan, pengapuran (kalsifikasi) katuo dan penebalan apparatus
subvalvar.
6
Penilaian skoring WilkinsonPenilaian mengenai sesuai tidaknya untuk dilakukan intervensi perkutan Balloon Mitral
Valvuloplasty (BMV) salah satunya ditentukan dengan penilaian.
Di bawah ini adalah tabel yang memperlihatkan parameter penilaian skoring Wikinson dengan ekokardiografi:
1
2 3 4
Gerakan katup Gerakan katup mobile dengan bagian ujung katup saja yg terhambat
Gerakan katup masih normal pada basal sampai dengan setengah bagian katup
Gerakan katup ke arah ventrikel saat diastolik terutama bagian basal
Tidak terdapat gerakan katup atau gerakan yang minimal saja pada saat diastolik
Ketebalan Ketebalan katup masih normal (4-5 mm)
Penebalan ringan padadari tepi sampai batas bagian tengah (5-8 mm)
Penebalan menyebar ke seluruh bagian katup (5-8 mm)
Penebalan katup yang cu-kup bermakna (>8-10mm)
Kalsifikasi Sebagian kecil bagian katup dengan ekoge-nisittas yang meningkat
Bagian ekogenik yang menyebar terbatas pada tepi katup
Ekogenik yang meluas ke bagian tengah katup
Ekogenik yang lebih meluas ke sebagian besar bagian katup
Fusi kordae Penebalan pada daerah di bawah dari katup saja
Penebalan struktur kordae meluas ke sepertiga bagian panjang kordae
Penebalan meluas ke sepertiga distal dari kordae
Penebalan dan pemendekan berat seluruh struktur
Skor Wilkinson dengan menggunakan ekokardiografi. Parameter skoring ini meliputi
penilaian dalam hal :gerakan katup, ketebalan katup, derajat kalsifikasi katup dan derajat fusi
kordae katup mitral. Skor maksimal adalah 16 dengan nilai <8 berarti angka keberhasilan
BMV baik, sedangkan skor >10 menunjukkan kemungkinan keberhasilan BMV yang kurang
baik.5
Laboratorium
Tidak adanya gambar yang khas,pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk membantu
penentuan adanya reaktivasi rheuma.1,2
Penyadapan jantung dan angiografi.
Tujuan penyadapan jantung pada stenosis mitral adalah mengukur tekanan di ruang2
jantung untuk menilai derajat hipertensi pulmonal,penentuan gradien lewat katub
mitral(kurva simultan wedge dan ventrikel kiri atau kurva simultan atrium kiri dan ventrikel
7
kiri jika dilakukan pungsi transpetal),adanya regurgitasi mitral (kurva wedge
pulmonal),adanya regurgitasi atau stenosis trikuspid (kurva atrium kanan).
Pungsi transpetal pada penyadapan jantung untuk diagnostik dilakukan bila sulit
mendapat tekanan wedge baik karena kesulitan menempatkan kateter misalnya pada
regurgitasi trikuspid atau pulmonal yang hebat atau kesulitan mendapatkan tekanan wedge
yang representatif karena hipertensi pulmonal.
Fluroskopi pada waktu penyadapan jantung dapat digunakan untuk menilai
pengapuran pada katup mitral/struktur subvalvular,struktur atrium kiri serta perikardium.
Perkapuran atrium kiri terutama terjadi dari perkapuran trombus yang terlihat
didaerah apendiks atrium kiri (pinggang jantung),didaerah posterior atau daerah septum
atrium.
Perkapuran perikardium terlihat didaerah siluet luar dari jantung dan menunjukan
adanya proses perikarditis yang terjadi sewaktu demam rematik.
Angiokardiografi dilakukan dengan tujuan terutama menentukan bentuk anatomik
ruang-ruang jantung terutama ventrikel kiri,menghitung rasio jarak mitral subvalvular (mitral
subvalvular distance ratio=MSDR),dan adanya regurgitasi mitral,aorta atau trikuspid.
Kateterisasi
Pemeriksaan ini tidak secara rutin diperlukan pada pasien MS, kecuali bila ada
ketidak sesuaian antara kondisi klinis dengan pemeriksaan ekokardiografi, misalnya klinis
tampak berat, tetapi ekokardiografi menunjukan MS ringan. Penyadapan jantung akan
menentukan gradien (perbedaan) tekanan diastolik transmitral, area katup mitral, tekanan
arteri oulmonalis dan tekanan baji (wedge preasure) yang umumnya dapat mewakili tekanan
di atrium kiri. Kini lateterisasi lebih diprioritaskan untuk keperluan intervensi. 4
2.5 EPIDEMIOLOGI
Di negara-negara maju, insidens dari mitral stenosis telah menurun karena
berkurangnya kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang berkembang
cenderung meningkat.
Negara berkembang, seperti Indonesia, menjadi sarang penyakit infeksi. Dengan
kekerapan faringitis yang tinggi, risiko terjadinya stenosis mitral akibat penyakit jantung
rematik menjadi makin tinggi, pada akhirnya juga akan meningkatkan tindakan intervensi
penggantian katup menggunakan balloon mitral valvuloplasty (BMV) dengan metode yang
terus direvisi.4
8
2.6 ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari
demam reumatik oleh infeksi Steptokokus beta hemolitkus group A. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga karsinoid, systemic lupus erythematosus (SLE), akibat obat
fenfluramin/phenteramin,Rhematoid arthritis (RA), kelainan bawaan, serta kalsifikasi annulus
maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.3,4
Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam
reumatik,sisanya menyangkal. Selain daripada itu 50% pasien dengan karditis reumatik akut
tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik.3,4,6
2.7 FAKTOR RESIKO
Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien dengan
penyakit jantung rematik yang pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan
Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang
tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak
mendapatkan antibiotik.3,5
Dua pertiga pasien kelainan ini adalah wanita.Gejala biasanya timbul antara umur 20
sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal.3
Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun,
kecuali jika telah menjalani pembedahan.5
2.8 PATOFISIOLOGI
Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebenarnya adalah suatu proses
antigen-antibodi atas infeksi kuman Streptokokus beta hemolitikus group A. Antibodi yang
terbentuk ternayata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup
mitral dan merusak katup tersebut.
Proses perusakan / perubahan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun katup mitral
saja, tetapi juga anulus katup. Katup mitral yang terkena rematik akan menebal, mengalami
fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari proses patologis ini adalah
9
penyempitan pada area katup mitral. Proses ini juga tidak jarang menyebabkan pemendekan
chorda tendinae yang akan lebih menghambat ferakan katup mitral. Hambatan aliran darah
pada katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri diikuti diltatasi
atrium kiri, maupun vena pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan peningktan tekanan
vena pulmonalis. Proses ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan peningkatan tekanan
arteri pulmonalis, sehingga akhirnya dapat menyebabkan hipertensi pulmoner.
Gambar 6. Katu normal dan mitral stenosis
Gambar 7. Anatomi Jantung normal
Pada area katup mitral < 2,5 cm biasanya mulai timbul keluhan cepat lelah atau sesak
nafas. Pada MS berat, dapat terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung, sehingga
tekanan darah turun terutama saat aktivitas. Disamping itu terjadi pula peningkatan gradien
tekanan diastolik antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang menyebabkan sesak nafas.
Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung (apalagi jika irama
jantung atrial fibrilasi) juga meningkat, sehingga fase diastolik memendek dan waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan atrium kiri pendek. Akibat dari kondisi ini, terjadilah
10
peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena pulmonalis, yang akhirnya menimbukan edema
paru.
Derajat berat ringannya stenosis mitral,selain berdasarkan gradien transmitral,dapat
juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral,serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.Berdasarkan luasnya area katup mitral
derajat stenosis mitral sebagai berikut:4
1. Minimal : bila area >2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1-1,4 cm2
4. Berat : bila area <1,0 cm2
5. Reaktif : bila area <1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral menurun
sampai seperdua normal (<2-2,5 cm2).4
Perjalanan penyakit
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit seumur
hidup.merupakan penyakit a disease of plateaus yang pada mulanya hanya ditemui tanda dari
stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20 thn)akan diikuti dengan
keluhan,fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan disabilitas.
Diluar negeri periode laten bisa berlangsung lebih lama sampai keluhan
muncul,sedangkan dinegara kita manifestasi muncul lebih awal,hal ini dapat karena tidak
atau lambatnya terdeteksi,pengobatan yang kurang adekuat pada fase awalnya.
Angka 10 thn survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%-60%, bila
tidak disertai keluhan atau minimal angka meningkat 80%.Dari kelompok ini 60% tidak
menunjukan progresi penyakitnya.
Tetapi bilo simtom muncul biasanya ada fase plateu selama 5-20 tahun sampai
keluhan itu benar2 berat,menimbulkan disabilitas.pada kelompok pasien dengan kelas III-IV
prognosis jelek dimana angka hidup dalam 10 tahun <15%.
Apabila timbul fibrilasi atrium prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup
10 th) dibanding pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Risiko
terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.3,5
2. 9 PENATALAKSANAAN 4
11
Penatalaksanaaan MS secara umum dibagi dua, yaitu medikamentosa dan intervensi
mekanik meliputi intervensi bedah dan intervensi perkutan. Intervensi perkutan dikenal
dengan istilah percutaneous ballon mitral valvuloplasty (PBMV)/ percutaneus trans-mitral
commisurotomy (PTMC).
Terapi medika mentosa ditujukan untuk mencegah/mengurangi kelebihan cairan dengan
pemberian dan memperlambat frekuensi denyut jantung dengan digitalis beta blocker atau
antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin. Frekuensi denyut jantung yang cepat akan
memperpendek fase pengisian ventrikel kiri, pada kondisi katup mitral yang sempit akan
menyebabkan tertahannya sejumlah volume darah di atrium kiri sehingga terjadi kenaikan
tekanan atrium kiri dan vena pulmonalis, yang berlanjut dengan edema paru.
Dalam keadaan terjadinya kanaikan frekuensi denyut jantung yang mendadak (akut) dapat
diberikan obat-obtan seperti yang tertulis diatas secara IV.
- Digitalis 0.5 mg diencerkan dengan 10 cc pengencer dan diberikan perlahan.
Obat ini biasanya cukup mudah didapatkan.
- Diuretik (furosemid 20-40 mg IV) IV bolus juga kadang diperlukan pada
gagal jantung akut. Obat ini juga biasanya mudah didapatkan hingga
Puskesmas.
Intervensi mekanik non-bedah pada saat ini menjadi pilihan utama bagi MS sedang – berat
apabila kondisi katup mitral cukp ideal, yaitu skor Wilkins < 8, bahkan dikatakan skor
Wilkins < 10 masih bisa dilakukan PBMV bila skor pengapuran atau kalsifikasinya < 3.
Disamping Skir Wilkins, tindakan intervensi perkutan ini mensyaratkan tidak adanya trombus
di atrium kiri, karena trombus ini bisa terlepas pada waktu tindakan sedang dilaksanakan dan
menyebabkan emboli perifer termasuk stroke. Apabila terdapat trombus di atrium kiri dapat
diberikan dulu anticoagulan selama + 8 minggu. Pemberian anticoagulan intravena juga
dapat diberikan untuk memperpendek waktu lisis trombus.
Hal ini perlu yang harus diperhatkan sebelum dilakukan PBMC adalah ada tidaknya
kebocoran katup mitral atau mitral gerurgitasi (MG). Adanya MS derajat ringan – sedang
masih dilakukan PBMC tetapi apabila derajat MS sedang-berat maka PBMC merupakan
indikasi-kotra.
Disini balon dikembangkan untuk melebalkan katup mitral yang menyepit. Tindakan
intervensi bedah menjadi pilihan pada MS apabila terdapat :
- Skor Wilkins > 10
- Skor pengaputannya > 3
12
- Trombus yang besar atau sulit dihilangkan dengan antikoagulan,
- Regurgitasi mitral derajat sedang samapai barat
- Kelaiann katup lain yang juga memerlukan tindakan beddah.
- Penyenpitan ateri koroner yang memerlkan operai bedah seperasi korner.
2.10 PENCEGAHAN
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam
rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat
(infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
2.11 KOMPLIKASI
Stenosis mitral akan menyebabkan hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan
sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
2.12 PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini bervariasi. Gangguan dapat saja ringan, tanpa gejala, atau
menjadi berat. Riwayat yang banyak terjadi pada mitral stenosis adalah:
a) Timbulnya murmur 10 tahun setelah masa demam rematik
b) 10 tahun berikutnya gejala berkembang
c) 10 tahun berikutnya sebelum penderita mengalami sakit serius.
Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat dikontrol
dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas
post operatif pada mitral valve replacement adalah 2-5%.3
13
PENUTUP
Kesimpulan
Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah
ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah keadaan dimana terdapat refluks darah dari
ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya
penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih dari 90%).
Berdasarkan guidelines American College of Cardiology 1998 tentang manajemen penyakit
jantung katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung
rheumatik. Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit
jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari
insufisiensi mitral berat.
Manifestasi klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama diantaranya ialah dispnea,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada.
Proses tejadinya stenosis mitral dan insufisiensi mitral diawalai dengan bakteri Streptococcus
beta hemolitics grup A yang menyebabkan demam rheuma yang kenmudian oleh tubuh
bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya
saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi
tersebut malah menyerang katup mitral jantung. dan hal ini dapat membuat kerusakan pada
katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup
tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku.
Berbagai permeriksaan yang digunakan untuk menunjang diagnostic stenosis dan insufisensi
itral diantaranya adalah elektrokardiogram, rontgen dada, dan ekokardiografi.
Penatalaksanaan yang digunakan untuk kasus stenosis dan insufisiensi mitral meliputi terapi
medikamentosa dan pembedahan. Pembedahan dilakukan jika terapi obat tidak mengurangi
gejala secara maksimal.
Joka kedua kasusu ini tidak tertangani akn menimbulkan komplikasi gagal jantung kiri yang
kemudian bisa menimbulkan udem pada paru.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2. Mansyur, Arif. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
3. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses penyakit.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Rilantono L. Penyakit kardiovasculer 5 rahasia. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indosesia. Edisi pertama, cetakan II ; 2013. Jakarta
15