stenosis mitral dan stenosis trikuspid pada pasien suspek penyakit jantung rematik

15
1 PENDAHULUAN Stenosis katup trikuspid jarang ditemukan sebagai penyakit katup soliter. Persentase stenosis katup trikuspid terjadi pada 10-15 persen pasien dengan penyakit jantung rematik kronis. Penyakit ini biasanya terjadi bersamaan dengan lesi aorta dan mitral. Stenosis katup mitral tanpa penyakit katup aorta dengan komplikasi stenosis katup trikuspid terjadi pada 6 persen pasien dengan penyakit jantung rematik. Gejala dan tanda stenosis katup trikuspid mungkin tertutupi oleh gejala dan tanda stenosis katup mitral sehingga diagnosis lesi ini dapat dengan mudah terlewatkan. (Baumgartner et al., 2009) Beberapa laporan kasus menunjukkan pasien dengan kombinasi stenosis katup mitral dan stenosis katup trikuspid tidak akan mengalami perbaikan hanya dengan memperbaiki fungsi katup mitral. Karena itu deteksi dini adanya lesi di katup trikuspid sangat penting. Kecurigaan diagnosis stenosis katup trikuspid dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, gambaran elektrokardiogram dan foto Ronsen dada, namun diagnosis pasti lebih dapat ditegakkan berdasarkan gambaran ekokardiografi. (Roberts et al., 2011) Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran pemeriksaan ekokardiografi untuk menentukan diagnosis dan derajat stenosis katup trikuspid yang terjadi konkomitan dengan stenosis katup mitral. KASUS Dilaporkan seorang pasien, wanita umur 55 th, seorang ibu rumah tangga, beralamatkan di Nepi, Brosot, Galur, Kulon Progo. Pasien adalah pasien rawat jalan. Pasien datang ke Poliklinik Jantung dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2 tahun sebelum masuk RS. Keluhan sesak dirasakan bila pasien berjalan agak jauh, namun pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien nyaman tidur dengan 2 bantal, kadang-kadang bisa dengan 1 bantal, Tidak pernah terbangun malam karena sesak. Didapatkan riwayat kaki bengkak, pasien juga mengeluhkan di perut agak sebah. Dari riwayat penyakit terdahulu pasien pernah dioperasi pengangkatan

Upload: bagus-andi

Post on 13-Apr-2016

54 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Diagnosis Ekokardiografi MS TS

TRANSCRIPT

Page 1: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

1

PENDAHULUAN

Stenosis katup trikuspid jarang ditemukan sebagai penyakit katup soliter.

Persentase stenosis katup trikuspid terjadi pada 10-15 persen pasien dengan penyakit

jantung rematik kronis. Penyakit ini biasanya terjadi bersamaan dengan lesi aorta dan

mitral. Stenosis katup mitral tanpa penyakit katup aorta dengan komplikasi stenosis

katup trikuspid terjadi pada 6 persen pasien dengan penyakit jantung rematik. Gejala

dan tanda stenosis katup trikuspid mungkin tertutupi oleh gejala dan tanda stenosis

katup mitral sehingga diagnosis lesi ini dapat dengan mudah terlewatkan.

(Baumgartner et al., 2009)

Beberapa laporan kasus menunjukkan pasien dengan kombinasi stenosis katup

mitral dan stenosis katup trikuspid tidak akan mengalami perbaikan hanya dengan

memperbaiki fungsi katup mitral. Karena itu deteksi dini adanya lesi di katup

trikuspid sangat penting. Kecurigaan diagnosis stenosis katup trikuspid dapat

ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, gambaran elektrokardiogram dan foto

Ronsen dada, namun diagnosis pasti lebih dapat ditegakkan berdasarkan gambaran

ekokardiografi. (Roberts et al., 2011)

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran pemeriksaan

ekokardiografi untuk menentukan diagnosis dan derajat stenosis katup trikuspid yang

terjadi konkomitan dengan stenosis katup mitral.

KASUS

Dilaporkan seorang pasien, wanita umur 55 th, seorang ibu rumah tangga,

beralamatkan di Nepi, Brosot, Galur, Kulon Progo. Pasien adalah pasien rawat jalan.

Pasien datang ke Poliklinik Jantung dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2

tahun sebelum masuk RS. Keluhan sesak dirasakan bila pasien berjalan agak jauh,

namun pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien nyaman tidur

dengan 2 bantal, kadang-kadang bisa dengan 1 bantal, Tidak pernah terbangun malam

karena sesak. Didapatkan riwayat kaki bengkak, pasien juga mengeluhkan di perut

agak sebah. Dari riwayat penyakit terdahulu pasien pernah dioperasi pengangkatan

Page 2: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

2

lidah (hemiglossectomy) pada tahun 2009 karena terdiagnosis kanker lidah. Sejak saat

itu pasien tidak pernah kontrol lagi di RSS. Riwayat demam yang disertai nyeri sendi

disangkal.

Gambar 1. Elektrokardiogram pasien tanggal 11 Mei 2012, menunjukkan irama atrial

fibrilasi, dengan laju jantung 80 x/menit, deviasi aksis ke kanan

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran compos

mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali/menit irregular, dengan laju

pernapasan 20 kali/menit, tidak demam. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan

konjungtiva anemis, sclera tak ikterik. Didapatkan peningkatan tekanan vena

jugularis 5+3 cm H20. Pemeriksaan dada didapatkan kardiomegali dengan heaving

ventrikel kanan, suara jantung 1 normal, suara jantung 2 mengeras, didapatkan bising

diastolik 3/4 dengan punctum maximum di apex, bising diastolik 2/4 pada SIC III-IV

linea parasternalis sinistra. Suara paru vesikuler, tidak ditemukan ronki basah basal

maupun ronki basah kasar. Pemeriksaan abdomen peristaltik normal, tidak didapatkan

hepatomegali maupun splenomegali. Sedangkan pada anggota gerak tidak didapatkan

pembengkakan.

Page 3: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

3

Gambar 2.Foto Ronsen dada pasien tanggal 11 Mei 2011, menunjukkan pembesaran atrium

kiri dan ventrikel kanan

Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan BUN 14, kreatinin 0,88,

asam urat 6,2, GOT 32, GPT 16, Na 134, K 3,51, Cl 95, PPT 15 (control 18), APTT

33 (control 32), INR 2,58. Pemeriksaan elektrokardiografi, dengan hasil irama atrial

fibrilasi normal ventricular response, laju jantung 80 kali/menit, deviasi aksis ke

kanan (Gambar 1). Dari pemeriksaan Ronsen dada didapatkan kardiomegali,

pembesaran atrium kanan dan atrium kiri, paru dalam batas normal (Gambar 2). Hasil

ekokardiografi transtorakal: LA, RA, RV dilatasi, global fungsi sistolik LV normal

dengan EF 71%, IVS paradox (LV D-shape), stenosis mitral severe, regurgitasi mitral

moderate, stenosis trikuspid severe dengan regurgitasi trikuspid moderate-severe,

hipertensi pulmonal severe, fungsi sistolik RV menurun, LASEC (+).

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Chronic Heart Failure class functional

II dengan diagnosis anatomi MS severe, MR moderate, TS severe, TR moderate-

Page 4: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

4

severe, PH severe dan diagnosis etiologi suspek Penyakit jantung rhematik. Pasien

diberikan terapi Furosemide 1 x 20 mg, Digoxin 1 x 0,125 mg, Beraprost 3 x 20 mcg

dan Warfarin 1 x 2 mg.

PEMBAHASAN

Katup trikuspid adalah katup jantung di antara atrium kanan dan ventrikel

kanan. Katup ini terletak di lantai atrium dan membuka ke ventrikel. Katup ini terdiri

dari 3 daun yaitu anterior, posterior dan septal. Pada sisi daun tersebut terdapat

chorda tendinea yang berhubungan dengan otot papilaris. Daun katup tertanam dalam

cincin fibrosa yang memperkuat katup di antara atrium kanan dan ventrikel kanan.

Kontraksi dari otot papilaris menegangkan chorda tendinea, membantu daun katup

saat dipaksa menutup. Hal ini yang mencegah darah untuk mengalir kembali ke

atrium kanan selama kontraksi ventrikel. (Anderson, 2002)

Pada ekokardiografi 2 dimensi katup trikuspid paling baik diperiksa dengan

pandangan four chamber. Katup ini berasal dari cincin atrioventrikular kanan dengan

daun anterior melekat pada dinding lateral dan daun septal melekat pada dinding

medial. Daun posterior biasanya tidak terlihat pada pandangan ini. Kedua daun harus

terlihat tipis dan bergerak bebas. Daun septal biasanya terletak kurang lebih 5-10 mm

inferior dari perlekatan daun mitral anterior. Selama diastole, katup trikuspid terbuka

tanpa hambatan dengan ujung daun menunjuk ke ventrikel kanan. Selama diastole,

katup menutup dan terletak tegak lurus dengan cincin atrioventrikular. (Anderson,

2002).

Gambaran M-mode katup trikuspid paling baik diperiksa dari pandangan

parasternal long axis pada right ventricular inflow tract. Kursor diposisikan untuk

memotong badan dari daun anterior dan posterior. Gambaran M-mode katup trikuspid

sama dengan gambaran M-mode katup mitral, yaitu terdiri dari titik D, E, F, A dan C.

Pemeriksaan Doppler inflow trikuspid paling baik didapatkan dari pandangan

parasternal long axis atau dari pandangan four chamber. Sample volume Doppler PW

diposisikan di tengah di antara ujung daun katup yang terbuka pada sisi ventrikel.

Page 5: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

5

Pada keadaan normal, aliran darah melalui katup tikuspid terjadi selama fase diastole

dan tanpa aliran darah selama fase sistole. (Anderson, 2002)

Stenosis katup trikuspid merupakan lesi stenosis katup yang paling jarang

terjadi. Di daerah dimana penyakit jantung rematik masih prevalen, stenosis katup

trikuspid jarang sebagai kelainan tersendiri, lebih sering disertai dengan stenosis

katup mitral. Penyebab lain dari stenosis katup trikuspid adalah sindroma karsinoid

dimana selalu disertai dengan regurgitasi katup trikuspid yang dominan, malformasi

kongenital yang jarang, endokarditis valvular atau pacu jantung dan perlekatan yang

dicetuskan pacu jantung, lupus valvulitis dan obstruksi mekanik oleh tumor benigna

atau maligna. Seringkali stenosis katup trikuspid disertai dengan regurgitasi sehingga

aliran yang lebih tinggi melalui katup meningkatkan gradien transvalvuler dan

berkontribusi terhadap peningkatan tekanan atrium kanan. (Baumgartner et al., 2008)

Stenosis trikuspid hampir selalu penyebabnya adalah rematik dan biasanya

disertai keterlibatan mitral dan aorta. Sebagian besar stenosis trikuspid berhubungan

dengan regurgitasi katup yang dapat didokumentasikan dari pemeriksaan fisik

(murmur), ekokardiografi atau angiografi. Stenosis trikuspid biasanya membutuhkan

waktu bertahun-tahun untuk menyebabkan gejala. (Roberts et al., 2011)

Penyebab lain dari stenosis trikuspid adalah sindroma karsinoid. Penyakit

jantung karsinoid disebabkan karena peningkatan produksi serotonin dari tumor

karsinoid yang berasal dari saluran pencernaan atau pancreas. Deposit serotonin

berkumpul di jantung kanan dan menyebabkan stenosis trikuspid/regurgitasi trikuspid

atau stenosis pulmonalis/regurgitasi pulmonalis. Secara ekokardiografi, gambaran

stenosis trikuspid karena penyakit jantung rematik dan sindroma karsinoid berbeda.

Petunjuk untuk membedakan adalah pada sindroma karsinoid terdapat fixed body of

the leaflets, daun katup trikuspid menebal dan terfiksasi. Sedangkan pada penyakit

jantung rematik terdapat tethered leaflet tips. (http://www.esp-inc.com/Workbooks)

Seperti semua lesi katup, evaluasi ekokardiografik inisial dimulai dengan

pemeriksaan anatomik dari katup dengan ekokardiografi 2D menggunakan multiple

window seperti parasternal long axis, parasternal short axis, apical four chamber

Page 6: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

6

dan subcostal four chamber. Setelah itu dilihat penebalan katup dan/atau kalsifikasi,

gerakan yang terbatas dengan diastolic doming, reduced leaflet separation pada saat

pembukaan maksimal, dan pembesaran atrium kanan. Dengan menggunakan Doppler

warna dapat dilihat diastolic inflow jet yang menyempit, dan regurgitasi katup yang

menyertai. (Baumgartner et al., 2009)

Pada gambaran ekokardiografi pasien, tampak diastolic doming, daun katup

tampak menyatu dan pembesaran atrium kanan pada pandangan apical four chamber.

Diastolic inflow jet yang menyempit terlihat pada pandangan four chamber dengan

Doppler warna.

Gambar 3. Pandangan apical four chamber, tampak diastolic doming dan

pembesaran atrium kanan

Evaluasi derajat stenosis dilakukan dengan informasi hemodinamik

menggunakan continuous wave Doppler (CWD). Tricuspid inflow velocity paling

baik direkam dengan low parasternal, right ventricular inflow, atau dari apical four

chamber. Karena dipengaruhi oleh respirasi, semua pengukuran harus dibuat pada

saat apnea akhir ekspirasi. Pada pasien dengan fibrilasi atrial, pengukuran harus

dirata-rata dari lima siklus kardiak. Halmark dari katup stenotik adalah peningkatan

kecepatan transvalvular dari CWD. Kecepatan aliran puncak melalui katup trikuspid

Page 7: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

7

yang normal jarang yang melebihi 0.7 m/s. Aliran trikuspid meningkat selama

inspirasi, sehingga pada stenosis trikuspid biasanya kecepatan aliran > 1 m/s yang

bisa mencapai 2 m/s selama inspirasi. Mean pressure gradient biasanya lebih rendah

daripada stenosis mitral, berkisar antara 2 dan 10 mmHg, dan rata-rata 5 mmHg.

Gradien yang lebih tinggi terlihat pada stenosis dan regurgitasi. (Baumgartner et al.,

2009)

Gambar 4. Pandangan apical four chamber dengan Doppler warna, tampak diastolic inflow

jet yang menyempit, tampak pula regurgitasi katup trikuspid yang menyertai

Hasil pengukuran kecepatan transvalvular dengan CWD, didapatkan

kecepatan puncaknya 1.83 m/s dengan mean pressure gradient 7.17 mmHg. Terlihat

bahwa mean pressure gradient pada pasien ini tinggi dikarenakan terdapat pula

regurgitasi katup trikuspid.

Konsekuensi utama dari stenosis trikuspid adalah peningkatan tekanan atrial

dan terjadinya kongesti jantung kanan. Karena sering terjadi regurgitasi trikuspid,

gradient transvalvular secara klinis lebih relevan untuk penentuan derajat keparahan

dan penentuan keputusan daripada menentukan actual stenotic valve area. Karena

area katup sulit untuk dinilai dan regurgitasi trikuspid sering terjadi, metode CWD

untuk menentukan area katup sangat tidak akurat. Metode pressure half-time (T ½)

telah banyak diaplikasikan seperti pada MS. Beberapa penulis menggunakan

Page 8: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

8

konstanta yang sama (220), sementara yang lain menggunakan konstanta 190 dengan

rumus 190/ T ½ . T ½ yang lebih panjang menunjukkan derajat keparahan yang lebih

berat dengan nilai >190 biasanya berhubungan dengan stenosis yang signifikan.

(Baumgartner et al., 2009)

Gambar 5. Gambaran CWD pada katup trikuspid, terukur kecepatan puncak transvalvular

1.83 m/s dan mean pressure gradient 7.17 mmHg.

Gambar 6. Gambaran CWD pada katup trikuspid, terukur pressure half time 159 ms

Page 9: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

9

Derajat Stenosis Trikuspid

Derajat stenosis trikuspid dibagi menjadi ringan, sedang dan berat

berdasarkan mean gradient dan area katup. Tabel 1 menunjukkan beberapa temuan

pada ekokardiogram 2D yang konsisten dengan stenosis signifikan dengan atau tanpa

regurgitasi. Sedangkan Anderson (2002) membagi stenosis trikuspid menjadi normal

dan severe. Normal bila area katup > 7 cm2 dan severe bila <1 cm

2 dengan mean

gradient ≥5 mmHg pada stenosis severe.

Tabel 1.Derajat Stenosis Trikuspid

Derajat Mean gradient (mmHg) Area katup (cm2)

Normal 7-9

Ringan <2

Sedang 2-6

Berat >7 <2

Sumber :Vidhun, 2006

Dari segi klinis, yang paling penting dalam penentuan stenosis katup trikuspid

yang akurat adalah mampu mengenali pasien dengan stenosis yang secara

hemodinamik signifikan dimana prosedur bedah atau kateter mungkin diperlukan

untuk mengurangi simtom gagal jantung kanan. Tabel 2 menunjukkan beberapa

temuan pada ekokardiogram 2D yang konsisten dengan stenosis signifikan dengan

atau tanpa regurgitasi.

Hasil ekokardiografi pasien menunjukkan mean pressure gradient >5 (7.17

mmHg), dengan inflow TVI 31.7 cm, T ½ 159 ms, valve area 1.4 cm2. Didapatkan

pembesaran atrium kanan (51 mm), sedangkan pelebaran vena cava inferior tidak

didapatkan. Dari hasil pengukuran tersebut, dapat dilihat bahwa satu dari empat

temuan spesifik dan satu dari dua temuan pendukung yang memenuhi kriteria untuk

menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

Page 10: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

10

Tabel 2. Temuan ekokardiografi 2D yang konsisten dengan stenosis trikuspid yang signifikan

secara hemodinamik

Temuan spesifik

Mean pressure gradient ≥ 5 mmHg

Inflow TVI >60 cm

T ½ ≥ 190 ms

Valve area ≤ 1 cm2

Temuan pendukung

Pembesaran atrium ≥ moderate

Pelebaran vena cava inferior

Sumber : Baumgartner et al., 2009

Gambar 7. Pandangan subxiphoid untuk visualisasi vena cava inferior. Tampak diameter

vena cava inferior 17-19 mm

Stenosis Mitral

Stenosis mitral adalah kondisi patologis penyempitan katup mitral. Area

normal katup mitral adalah 4-6 cm2. Jika berkurang setengahnya, akan terjadi

perubahan hemodinamik yang signifikan. (Vahanian et al., 2012). Mekanisme utama

Page 11: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

11

dari stenosis mitral rematik adalah fusi komisura. Lesi anatomik yang lain adalah

pemendekan dan fusi korda, penebalan daun katup dan pada tingkat lanjut kalsifikasi

yang berkontribusi pada pembatasan gerakan daun katup. (Baumgartner et al., 2009)

Ekokardiografi berperan penting pada pengambilan keputusan untuk stenosis

mitral. Dengan ekokardiografi memungkinkan konfirmasi diagnosis, kuantifikasi

derajat stenosis dan konsekuensinya, dan analisis anatomi katup. Beberapa indikator

ekokardiografi yang dipakai untuk menentukan derajat stenosis mitral adalah: 1.

Estimasi gradient tekanan diastolik; 2. Planimetri MVA; 3. Pressure half time; dan 4.

Anatomi katup. (Baumgartner et al., 2009; Carabello, 2005)

Estimasi gradien tekanan diastolik didapatkan dari kurva transmitral velocity

flow menggunakan persamaan Bernoulli P = 4v2. CWD digunakan untuk memastikan

kecepatan maksimal terekam. Bila PWD digunakan, sample volume harus diletakkan

setinggi atau beberapa mm setelah leaflet tip. Gradien Doppler ditentukan

menggunakan pandangan apikal pada sebagian besar kasus karena memungkinkan

alignment paralel ultrasound dan inflow mitral. Hasil pengukuran gradient tekanan

pada pasien ini adalah 11.17 mmHg (MV mean PG) dan 20.26 mmHg (MV max PG),

terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengukuran gradient tekanan dan pressure half time

Page 12: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

12

Pengukuran planimetri didapatkan dengan tracing secara langsung katup

mitral pada saat komisura terbuka pada pandangan parasternal short axis. Pengukuran

harus perpendikuler terhadap katup mitral, yang berbentuk elips. Planimetri pada

pasien didapatkan MVA 0.6 cm2 (Gambar 9).

Gambar 9. Pengukuran MVA planimetri pada pandangan parasternal short axis

setinggi katup mitral

Pressure half time atau T ½ adalah interval waktu dalam milidetik antara

gradient mitral maksimum pada saat awal diastole dan titik dimana gradient setengah

dari nilai inisial maksimum. Penurunan kecepatan aliran darah transmitral saat

diastole berbanding terbalik dengan area katup dalam cm2. MVA dihitung

menggunakan rumus empirik MVA = 220/T ½ . T ½ didapatkan dengan tracing sudut

deselerasi gelombang E pada display spectral Doppler aliran transmitral. Pengukuran

T ½ pada pasien didapatkan nilai T ½ adalah 396 milidetik, sehingga didapatkan

MVA by PHT 0.6 cm2. (Gambar 5). Berdasarkan hasil pengukuran MVA dan

gradient transmitral dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami stenosis mitral

severe.

Page 13: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

13

Tabel 3. Derajat Stenosis Mitral

Sumber : Carabelo, 2005

Evaluasi anatomi katup adalah komponen penting dari pemeriksaan

ekokardiografi dari stenosis mitral karena implikasinya terhadap pemilihan intervensi

yang adekuat. Fusi komisura ditentukan dari pandangan parasternal short axis untuk

planimetri. Fusi komisura penting untuk membedakan stenosis mitral rhematik

dengan degeneratif. Kelainan anatomi mitral diperlihatkan dalam skor yang

menggabungkan komponen yang berbeda dan apparatus mitral atau menggunakan

penilaian keseluruhan dari anatomi katup. (Wilkins et al., 1988)

Gambar 10. Pandangan parasternal long axis untuk melihat anatomi katup mitral, tampak

hockey stick appearance dan fusi korda posterior

Page 14: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

14

Tabel 4. Wilkins Score

Sumber : Baumgartner et al., 2009

Hasil ekokardiografi pasien menunjukkan Wilkins score 7, yang didapatkan

dari skor mobility: 2, thickening; 2, calcification; 2 dan subvalvular thickening;1.

Kepentingan skor Wilkins adalah untuk menentukan tindakan operatif atau

valvuloplasti transkateter. Skor total adalah 4 sampai 16. Skor 8 atau kurang

menunjukkan luaran yang lebih baik untuk valvuloplasti transkateter. Namun, dengan

kelainan katup multipel dan regurgitasi katup mitral, tindakan bedah yaitu

penggantian katup mitral dan trikuspid disarankan untuk pasien ini.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien wanita, umur 55 tahun yang datang dengan

keluhan sesak nafas sejak 2 tahun. Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang mendukung kepada diagnosis klinis CHF cf II, dengan

gambaran ekokardiografi MS severe, MR moderate, TS severe, TR moderate-severe,

PH severe. Dari gambaran ekokardiografi, stenosis trikuspid dengan stenosis mitral

pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh penyakit jantung rematik.

Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pasien

dan menentukan tata laksana pasien.

Page 15: Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik

15

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. 2002. Echocardiography, The Normal Examination and

Echocardiographic Measurements. Fergies, Brisbane.

Baumgartner, H., Hung, J., Bermejo, J., Chambers, J.B., Evangelista, A., Griffin,

B.P., Iung, B., Otto, C.M., Pellikka, P.A., and Quiñones, M. 2009.

Echocardiographic Assessment of Valve Stenosis: EAE/ASE

Recommendations for Clinical Practice. Journal of American Society of

Echocardiography.

Bhattacharyya, A. 2009. Features of Carcinoid Heart Disease Identified By Two-

and Three- Dimensional Echocardiography and Cardiac Magnetic

Resonance Imaging. Circulation. 134:345-376

Carabello, B.A. 2005. Modern Management of Mitral Stenosis.

Circulation.;112:432-437

Roberts, P.A, Boudjemline, Y., Cheatham, J.P. 2011. Percutaneous Tricuspid Valve

Replacement in Congenital and Acquired Heart Disease. JACC. 58:117-

22.

Vahanian, A., Alfieri, O., Andreotti, F., Antunes, M.J., n-Esquivias, G.B,

Baumgartner, H., Borger, M.A., Carrel, T.P., DeBonis, M., Evangelista, A.,

Falk, V., Iung, B., Lancellotti, P., Pierard, L., Price, S., Scha¨fers, H.J.,

Schuler, G., Stepinska, J., Swedberg, K., Takkenberg, J., Von Oppell, U.O.,

Windecker, S., Zamorano, J.L., Zembala, M. 2012. Guideline on The

Management of Valvular Heart Disease (version 2012). European Heart

Journal. 33, 2451–2496.

Vidhun, R., 2006. Echocardiography Pocketcard Set. Borm Bruckmeier

Publishing, Germany.

Wilkins G.T., Weyman A.E., Abascal V.M., Block P.C., Palacios I.F.. 1988.

Percutaneous Balloon Dilatation of The Mitral Valve: An analysis of

Echocardiographic Variables Related to Outcome and The Mechanism of

Dilatation. Br Heart J :60:299-308.

(http://www.esp-inc.com/Workbooks), Adult Echo. Diakses pada13 Maret 2013.