referat stenosis mitral- dr. erwin azmar, sp.pd

49
Referat MITRAL STENOSIS KKS Ilmu Penyakit Dalam periode 21 April -30 Juni 2014 Oleh: Randy Rakhmat Septiandani 04101401107 Pembimbing: dr. Erwin Azmar, SpPD

Upload: sarah-nabella-putri

Post on 06-Dec-2015

144 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

z

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Referat

MITRAL STENOSIS

KKS Ilmu Penyakit Dalam periode 21 April -30 Juni 2014

Oleh:

Randy Rakhmat Septiandani

04101401107

Pembimbing:

dr. Erwin Azmar, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

Page 2: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

MITRAL STENOSIS

Oleh:

Randy Rakhmat Septiandani 04101401107

Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik

Senior (KKS) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya/ Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 21 April -30 Juni

2014

Palembang, Maret 2014

Pembimbing,

dr. Erwin Azmar, SpPD

Page 3: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya

penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Mitral Stenosis” yang merupakan

salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Penyakit

Dalam RS. Dr. Moh. Hoesin, Palembang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr. Erwin Azmar, SpPD, selaku pembimbing yang telah membantu

penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-

teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih

banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu, segala saran dan kritik

yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat amin.

Palembang, 27 April 2014

Penulis

Page 4: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi............................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi...................................................................................... 3

2.3 Etiologi .............................................................................................. 4

2.4 Faktor Resiko..................................................................................... 9

2.5 Manifestasi Klinis.............................................................................. 9

2.6 Patofisiologi....................................................................................... 16

2.7 Diagnosis............................................................................................ 19

2.8 Penatalaksanaan................................................................................ 21

2.9 Pencegahan........................................................................................ 28

2.10 Komplikasi....................................................................................... 29

2.11 Kompetensi Dokter Umum.............................................................. 29

BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 32

Page 5: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang cukup sering

ditemukan. Di Amerika Serikat, sekitar 10-20% operasi bedah jantung dilakukan

karena penyakit katup jantung. Penyakit katup jantung merupakan penyebab penyakit

jantung nomor dua. Penyakit katup jantung banyak disebabkan oleh penyakit

degeneratif di negara maju sedangkan penyakit katup jantung sering disebabkan

penyakit jantung rematik pada negara berkembang seperti halnya Indonesia.

Berdasarkan jenis kelamin penderita, laki-laki lebih sering terdiagnosis daripada

perempuan. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa sekitar 4.2 juta – 5.6 juta

orang dewasa di Amerika Serikat dan diprediksikan jumlah tersebut akan terus

meningkat di masa yang akan datang. Dari beberapa penyakit katup jantung, salah

satu diantaranya adalah stenosis mitral.1,2

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran

darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat

kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat

diastol.3 Penyebab terjadi stenosis mitral dapat bervariasi. Penyebab utama terjadinya

stenosis mitral tidak sama seperti penyakit katup jantung lainnya. Penyebab

terjadinya stenosis mitral kebanyakan disebabkan oleh demam rematik, sedangkan

penyebab lainnya yang sangat jarang adalah kelainan kongenital, ekposur radiasi,

mukopolisarkoidosis, kalsifikasi annulus mitral, dan miksoma atrium kiri. Pada

stenosis mitral, katup jantung dapat mengalami perubahan karena terjadi proses

fibrosis, kalsifikasi, fusi korda, fusi komisura, dan penebalan leaflet/katup di katup

mitral. Hal tersebut membuat katup mitral menjadi sulit untuk terbuka dan

menyebabkan aliran darah dari atrium kiri terhambat dan menumpuk/terbendung.

Bendungan ini akan terjadi terus menerus hingga mencapai pembuluh darah pulmonal

dan ventrikel kanan sehingga dapat menyebabkan gangguan pada paru dan jantung.4

Page 6: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Normalnya, luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 5.0

cm2. Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka

hanya mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul saat

istirahat jika luas katup mitral saat membuka tidak mencapai 1.0 cm2. Walaupun

begitu, gejala stenosis mitral dapat muncul pada katup mitral yang masih dapat

membuka lebar namun pengisian diastoliknya mengalami gangguan. Hal tersebut

dapat terjadi pada ibu hamil, fibrilasi atrium, olahraga, dan efek emosional.4. Derajat

keparahan stenosis mitral dapat diklasifikasikan menjadi derajat ringan, derajat

sedang, dan derajat berat berdasarkan luas area katup mitral saat terbuka, tekanan

rata-rata, dan tekanan darah arteri pulmonal.5 Gejala pertama yang sering muncul dari

stenosis mitral adalah sesak nafas (shortness of breath), namun pada pasien stenosis

mitral dapat juga ditemukan gejala seperti fibrilasi atrium, edema paru, dan emboli.

Beberapa gejala yang jarang terjadi pada stenosis mitral dapat berupa suara serak,

batuk darah, dan disfagia. Survival Rate 10 tahun pada pasien stenosis mitral dengan

gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka 80%, sedangkan pada pasien

stenosis mitral dengan 1 gejala berat saja dapat menurunkan Survival Rate 10 tahun

menjadi 0 - 15%.1,4

Pada pemeriksaan fisik pada pasien stenosis mitral dapat ditemukan seperti

suara opening snap yang diikuti suara gemuruh saat fase diastolik, dan suara S1 yang

keras serta suara P2 yang keras. Pada pemeriksaan radiografi, pelebaran atrium kiri

merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pembesaran atrium kanan, ventrikel

kanan, dan arteri pulmonal dapat juga terjadi pada kasus stenosis mitral yang berat

dengan hipertensi pulmonal. Selain radiografi, pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan adalah EKG, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung. Temuan paling

tersering pada pemeriksaan EKG adalah pembesaran atrium kiri (gelombang P >

0.12s pada lead II) dan atrial fibrilasi. Ekokardiografi merupakan pilihan utama untuk

menentukan ada atau tidak adanya mitral stenosis sedangkan kateterisasi jantung

sudah jarang digunakan karena dengan ekokardiografi saja sudah dapat menentukan

derajat keparahan stenosis mitral.6

Page 7: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Tatalaksana pada kasus stenosis mitral bergantung dengan derajat keparahan

stenosis mitral. Pengobatan pada kasus stenosis mitral yang asimptomatik tidak

dilakukan, sedangkan pada kasus stenosis mitral yang lebih lanjut, maka penanganan

dapat dilakukan secara invasif seperti percutaneus mitral valvuloplasty dengan balon

kateter dan operasi penggantian katup mitral. Pasien dengan stenosis mitral akibat

penyakit jantung rematik harus mendapatkan obat antibiotik yang efektif terhadap

bakteri β-hemolitik streptokokus untuk mencegah demam rematik berulang. Obat

antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah fibrilasi atrium untuk mencegah

kardioemboli.6

Karena penyakit ini memiliki angka kejadian yang cukup tinggi dan dapat

menmbulkan komplikasi-komplikasi yang cukup serius, sehingga penuli tertarik

membuat telaah ilmiah mengenai mitral stenosis.

Page 8: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran

darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat

kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat

diastol.3

2.2. Epidemiologi

Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit

rematik. Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang

daripada Amerika serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika

Serikat berkisar 0,5-2/100.000 penduduk dan semakin menurun di tahun selanjutnya

dikarenakan pengobatan yang luas dan efektif dari penggunaan antibiotik dalam

mengobati infeksi dari streptococcus.8 Prevalensi penyakit rematik di negara

berkembang seperti di India mencapai 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar

2/3 penderita stenosis mitral merupakan perempuan. Onset dari gejala pertama

biasanya muncul pada dekade ke-3 atau ke-4 masa kehidupan. Survival Rate 10 tahun

pada pasien stenosis mitral dengan gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka

80%, sedangkan pada pasien stenosis mitral dengan 1 gejala berat saja dapat

menurunkan Survival Rate 10 tahun menjadi 0 - 15%.1,4

2.3. Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat

reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan

90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya

walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus

Page 9: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

eritematosus (SLE), deposit amiloid, mukopolisarkaidosi, miksoma atrium kiri.,akibat

obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia

lanjut akibat proses degeneratif. 3,4,7

2.4 Patologi

Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten)

biasanya memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun). Pada stenosis mitral akibat

demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pebentukan nodul

tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan

penebalan katup jantung, kalsifikasi, fusi komisura, pemendekan korda atau

kombinasi dari proses tersebut.3,7

Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer,

sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada

endokarditis reumatika, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan

kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda.

Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya sering terjadi pada

perempuan dibanding pria. Kalsifikasi katup ini juga sering terjadi pada keadaan

gagal ginjal kronik.3

2.5. Patofisiologi

Normalnya, luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 6.0

cm2. Bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm maka diperlukan upaya aktif

atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang

normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang

hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25

mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal 9

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis

mitral. Kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal pada awalnya terjadi secara pasif

akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Peningkatan tekanan pulmonal didukung oleh

Page 10: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurhumoral

seperti endotelin, atau perubahan anatomik. Perubahan anatomik yang dimaksud

adalah proses remodelling tunika media dan intima yang menjadi hipertrofi (reactive

hypertension). Peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah pulmonal ini

akan menyebabkan transudasi plasma ke interistisium paru dan alveoli. Penderita

akan merasakan sesak dan gejala gagal jantung kongestif. Pada kasus yang parah,

peningkatan tekanan vena pulmonal yang signifikan dapat membuat vena bronkial

ruptur di dalam parenkim paru sehingga menimbulkan gejala batuk parah penyakit3,4

Tekanan yang berlebih pada atrium kiri secara terus menerus akan

menyebabkan pembesaran atrial kiri. Atrial kiri akan mengalami peregangan dan

hantaran konduksi jantung akan menjadi kacau. Jika hal ini terjadi, fibrilasi atrium

dapat terjadi. Fibrilasi atrium dapat membuat penurunan cardiac output pada kasus

stenosis mitral karena waktu pengisian diastolik akan lebih berkurang. Pengisian

diastolik berkurang akibat peningkatan denyut jantung sehingga waktu untuk darah

mengalir melalui katup mitral berkurang, dan, di waktu yang sama akan terjadi

peningkatan tekanan atrium yang lebih parah.7

Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka

hanya mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2, terutama saat frekuensi denyut jantung

meningkat. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul saat istirahat jika luas

pembukaan katup mitral tidak mencapai 1.0 cm2. Walaupun begitu, gejala stenosis

mitral dapat muncul pada katup mitral yang masih dapat membuka lebar pada kondisi

jantung yang pengisian diastoliknya mengalami gangguan, seperti pada ibu hamil,

fibrilasi atrium, olahraga, dan efek emosional

Stenosis Mitral(Area katup mitral )

Gradien katup mitral

Pemendekan pengisian diastole (takikardi), AFib, Av blok, peningkaatan aliran darah balik vena

TDVki

Tekanan atrium kiri

Page 11: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya Stenosis Mitral. TDVki: Tekanan diastolik

ventrikel kiri, HVka: hipertrofi ventrikel kanan, Vka: Ventrikel kanan, RT:

Regurgitasi Trikuspid.10

2.6. Klasifikasi

Derajat berat ringannya stenosis mitral dapat juga ditentukan oleh gradien

trasmitral, luasnya area katup mitral. Serta hubungan antara lamanya waktu antara

penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup

mitral, derajat stenosis adalah sebagai berikut:

HVka, Hipertensi Vka, RT, Pembesaran Vka

Page 12: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

1. Minimal : bila area >2.5 cm2

2. Ringan : bila area 1.4-2.5 cm2

3. Sedang : bila area 1-1.4 cm2

4. Berat : bila area <1 cm2

5. Reaktif : bila area >2.5 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup

mitrap meurun sampai seperdua normal (<2-2.cm2). Hubungan antara gradien dan

luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada Table.1

Derajat stenosis interval A2-OS Area Gradien

Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5 mmHg

Sedang 80-110 msec >1 cm2-1,5 cm2 5-10 mmHg

Berat <80 msec <1 cm2 >10 mmHg

Tabel 1. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu

pembukaan katup mitral.5

Sistem skoring katup mitral dapat menggunakan skor Wilkins (Boston).

Sistem skoring Wilkins mengevaluasi: penebalan katup, mobilitas, kalsifikasi, dan

penebalan subvalvular. Setiap kategori memiliki 4 skor. Morfologi katup mitral

dikatakan menguntungkan apabila skor ≤ 8.

Grade Mobilitas Penebalan Kalsifikasi(ekhokardiografi)

Penebalan Subvalvular

1 Katup jantung masih dapat bergerak dengan baik. Hanya ujung daun katup yang mengalami retriksi

Daun katup mengalami penebalan di daerah tepi dengan tebal 4-5cm

Terdapat satu area yang terdeteksi pada pemeriksaan ekho

Terdapat satu area yang terdeteksi pada pemeriksaan ekho

Page 13: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

2 Bagian tengah dan bawah daun katup memiliki mobilitas normal

Daun katup tengah tidak menebal. Penebalan di daerah tepi katup 5-8 mm

Area yang menyebar dan terletak di tepi daun katup

Area yang menyebar dan terletak di tepi daun katup

3 Katup masih bergerak saat diastole terutama bagian katup bawah

Daun katup tengah menebal juga. Penebalan katup 5-8 mm

Kalsifikasi meluas hingga bagian tengah daun katup

penebalan meluas hingga kebagian 1/3 distal korda

4 Pergerakan daun katup sangat minimal/tidak ada saat diastole

Penebalan seluruh jaringan katup >8-10 mm

Kalsifikasi meluas dan tampak jelas di seluruh jaringan daun katup

Seluruh korda menebal dan memendek.

Tabel 2. Sistem Skoring Wilkins.11

2.7. Manifestasi Klinis

Derajat berat ringannya stenosis mitral ditentukan dari kemampuan katup

mitral membuka. Semakin parah stenosisnya maka semakin parah gejala yang

ditimbulkan. Gejala yang pertama kali sering dikeluhkan adalah sesak nafas dan

berkurangnya kemampuan beraktivitas. Pada kasus stenosis mitral yang ringan, sesak

nafas tidak muncul saat beristirahat; namun, gejala tersebut muncul saat tekanan

atrium kiri meningkat seperti saat beraktivitas yang membutuhkan kontraksi atrium

yang lebih cepat untuk memenuhi pengisian ventrikel (menurunnya waktu pengisian

diastolik). Pada kasus stenosis mitral yang lebih parah, sesak nafas muncul bahkan

saat beristirahat. Penderita akan semakin mudah lelah dan dapat disertai dengan

gejala-gejala kongestif paru seperti paroxysmal nocturnal dypsnea dan orthopnea.

Dengan stenosis mitral yang berlanjut disertai hipertensi pulmonal, tanda-tanda

seperti distensi vena jugular, hepatomegali, ascites, dan edema perifer akan muncul.

Page 14: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Jika saraf laringeal tertekan oleh arteri pulmonal yang membesar maupun atrium kiri,

suara serak dapat menjadi salah satu gejala.

Gejala komplikasi stenosis mitral seperti fibrilasi atrium, thromboembolisme,

infeksi endokarditis, dan hemoptisis dapat ditemukan. Aritmia atrial berupa fibrilasi

atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 30-

40%. Kejadian ini sering terjadi pada umur yang lebih lanjut atau distensi atrium

yang menyolok sehingga sifat eloktrofisiologi dari atrium kiri berubah. Fibrilasi

atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak atau kongesti yang

lebih berat. Resiko embolisasi meningkat bila terjadi fibrilasi atrium. Emboli sistemik

terjadi pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi 75% serebral,

33% perifer, dan 6% viseral. Endokarditis infektif jarang terjadi dengan insiden 2%

dalam 1 tahun (pada kasus tanpa operasi). Nyeri dada dapat terjadi pada sebagian

kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris. Diyakini hal ini

disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel kanan dan jarang bersamaan dengan

aterosklerosis koroner.

2.8. Diagnosis

Terdapat beberapa tanda stenosis mitral pada pemeriksaan fisik. Palpitasi pada

bagian dada anterior kiri bisa dirasakan pada pasien dengan peningkatan tekanan

ventrikel kanan. Pada auskultasi dapat ditemukan suara S1 yang keras. Namun jika

katup mitral hanya dapat membuka sedikit, mengalami kalsifikasi, dan immobile

maka suara S1 bisa saja menjadi normal. Selain suara S1 yang keras, suara opening

snap (OS) setelah suara S2 biasanya muncul pada kasus stenosis mitral. Interval

antara S2 dan OS akan semakin memendek seiring parahnya derajat stenosis mitral.

Pada kasus stenosis mitral, suara murmur dapat didengar. Hal tersebut dikarenakan

turbulensi yang terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat membuka lebar saat

diastol.

Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran atrium kiri serta

pembesaran arteri pulmonalis. edema interistisial berupa garis Kerley terdapat pada

Page 15: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg. Temuan tersering yang muncul

pada EKG adalah pembesaran atrium kiri (durasi gelombang P di lead II ≥0.12 detik

dan/atau aksis gelombang P berada di antara +45° dan −30°). Selain hal tersebut,

fibrilasi atrium juga sering ditemukan. Hasil elektrokardiografi berupa hipertrofi

ventrikel kanan (R/S di lead I <1, R/S di lead V1 > 1 dan S persistent di lead V6.)

dapat ditemukan pada pasien stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal.

Gambar 2. Hasil EKG pasien stenosis mitral berat.1

Page 16: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Gambar 3. Foto ronsen thoraks pada pasien stenosis mitral berat dengan

pembesaran atrium kiri dan kongesti paru.1

Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik

untuk diagnosis stenosis mitral. Sebelum ekokardiografi, kateterisasi jantung

merupakan suatu keharusan dalam diagnosis. Dengan ekokardiografik dapat

dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area

katup dengan planimetri, struktur dari apparatus subvalvular, juga dapat ditentukan

fungsi ventrikel. Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral,

serta ukuran dari area mitral dengan cara mengukur ‘pressure half time’ terutama bila

pada struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan

planimetri tidak dimungkinkan. Ekokardiografi juga dapat memberikan informasi

mengenai ukuran atrium kiri dan fungsi dari ventrikel kiri. Pemeriksaan doppler dapat

Page 17: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

menentukan derajat keparahan stenosis mitral berdasarkan gradien transmitral, area

katup mitral, dan besarnya tekanan pulmonal. Selain itu dapat juga ditentukan

peruahan hemodinamik pada latihan atau pemberian beban dengan dobutamin,

sehingga dapat ditentukan derajat stenosis pada kelompok pasien yang tidak

menunjukkan beratnya stenosis pada saat istirahat.1,3,12

Ekokardiografi transesofageal merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan

menggunakan transduser endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas,

terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Ekokardiografi

transesofagus lebih sensitif dalam mendeteksi thrombus pada atrium kiri. Selama ini

ekokardiografi transesofageal bukan merupakan prosedur rutin pada stenosis mitral,

namun pada prosedur valvulotomi balon atau pertimbangan antikoagulan sebaiknya

dilakukan.3

Gambar 4. Ekokardiogram pasien dengan stenosis mitral.4

Kateterisasi sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosis stenosis mitral

karena informasi yang akurat biasanya didapat dengan menggunakan ekokardiografi.

Penggunaan kateterisasi sebagai diagnostik dapat berguna jika hanya ekokardiografi

tidak dapat menemukan stenosis mitral atau hasilnya tidak sesuai dengan gejala

Page 18: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

klinis. Walaupun demikian, kateterisasi dipergunakan untuk sebelum, disaat, dan

sesudah intervesi non bedah valvulotomi dengan balon. 1,3,13

2.9. Tatalaksana

Terapi medis untuk pasien dengan stenosis mitral yang berirama sinus

biasanya relatif terbatas. Secara umum, semua pasien dengan stenosis mitral harus

mendapatkan profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika ditemukan

tanda-tanda bakterimia. Antibiotik yang digunakan dapat berupa golongan penisilin,

eritromisin, sulfa, sefalosporin. Obat-obat inotropik negative seperti β-bloker atau

CCB (calcium chanel blocker) dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama

sinus dengan fungsional NYHA III. Diet rendah garam disertai diuretik dapat

bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti pada paru.5,14

Terapi antikoagulan diindikasikan untuk pencegahan emboli sistemik pada

pasien MS dengan AF (persisten atau paroxysmal), setiap kejadian emboli

sebelumnya (bahkan jika dalam ritme sinus), dan adanyaa trombus atrium kiri.

Antikoagulasi juga dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan irama sinus dan MS

parah ketika ada pembesaran atrium kiri yang parah (diameter> 55 mm) atau kontras

spontan pada echocardiography.5,14

Pasien tanpa gejala dengan ringan sampai sedang penyakit katup mitral

rematik harus memiliki pemeriksaan sejarah dan fisik setiap tahunnya, dengan

echocardiography setiap 3 sampai 5 tahun untuk stenosis ringan, setiap 1 sampai 2

tahun untuk stenosis moderat, dan setiap tahun untuk stenosis yang parah. Evaluasi

lebih sering sesuai untuk setiap perubahan dalam tanda-tanda atau gejala. Semua

pasien dengan MS yang signifikan harus disarankan untuk menghindari pekerjaan

yang membutuhkan tenaga yang berat.5,14

Pada pasien dengan MS berat, dengan gejala persisten setelah intervensi atau

ketika intervensi tidak mungkin, terapi medis dengan diuretik oral dan pembatasan

asupan natrium dapat meningkatkan gejala. Glikosida digitalis tidak mengubah

hemodinamik dan biasanya tidak  bermanfaat bagi pasien dengan MS dan ritme sinus,

Page 19: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

tetapi obat ini nilai dalam memperlambat laju ventrikel pada pasien dengan AF dan

dalam merawat pasien dengan gagal  jantung kanan.5,14

Atrial Fibrilasi (AF) sering terjadi pada stenosis mitral. Prevalensi 30-40%

akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium

terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Ketika AF terjadi

secara akut, biasanya AF disertai dengan Rapid Ventricular Response (RVR).

Penatalaksanaan dini perlu dilakukan seperti pemberian digitals dan dapat

dikombinasikan dengan β-bloker atau nondihydropyridine CCB. Ketika obat ini tidak

efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau amiodarone

dapat dipertimbangkan. Selain hal diatas, upaya yang harus dilakukan untuk

membangun kembali ritme sinus adalah dengan mengkombinasi  pengobatan

farmakologis dan kardioversi. Pada pasien yang telah memiliki AF selama lebih dari

24 jam, sebelum prosedur kardioversi, antikoagulasi dengan warfarin selama lebih

dari 3 minggu dapat dilakukan. 5,14

Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada aliran darah di

jantung sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksinya

sendiri. Terdapat 3 prosedur untuk menghilangkan obstruksi mitral, yaitu : BMV

(Baloon mitral valvulotomy), komisurotomi, dan penggantian katup mitral.15

BMV merupakan prosedur terapetik invasive minimal untuk mengatasi

stenosis mitral tanpa komplikasi dengan cara memaksa membuka katup jantung oleh

balon. Kateter balon di masukkan dari arteri femoral kiri menuju inferior vena cava

dan atrium kiri. Kateter balon melewati septum atrium. Balon dikembangkan melalui

3 tahapan. Tahapan pertama, balon bagian distal mengembang dan harus tersangkut

di bagian ventrikel kiri-katup mitral. Kedua, balon bagian proksimal mengembang di

bagian bagian atrium kiri-katup mitral sehingga membuat kateter terfiksir. Ketiga,

balon bagian tengah mengembang sehingga memaksa katup mitral untuk terbuka.

Proses ini tidak boleh memakan waktu lebih dari 30 detik karena dapat menyebabkan

kongesti. BMV memiliki angka keberhasilan yang tinggi dengan komplikasi yang

minimal. Sejauh ini komplikasi yang serius ditemukan dapat berupa regurgitasi mitral

Page 20: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

akut dan tamponade jantung akibat rusaknya strktur jantung yang disebkan saat

septum atrium ditembus kateter.5,13,14

BMV dianjurkan untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat MS (yaitu,

area katup mitral <1 cm2/m2 luas permukaan tubuh [BSA] atau <1,5 cm2 di

berukuran normal dewasa) dan dengan morfologi katup menguntungkan, tidak ada

atau MR ringan, dan tidak ada bukti trombus atrium kiri. Bahkan gejala-gejala ringan,

seperti penurunan halus dalam toleransi latihan, merupakan indikasi untuk intervensi

karena prosedur mengurangi gejala dan meningkatkan hasil jangka panjang dengan

risiko rendah prosedural. Selain itu, BMV direkomendasikan untuk  pasien tanpa

gejala dengan sedang sampai parah ketika MS obstruksi katup mitral telah

mengakibatkan hipertensi pulmonal dengan tekanan sistolik paru lebih besar dari 50

mm Hg  pada saat istirahat atau 60 mm Hg dengan olahraga.5,13,14

Tiga pendekatan operasi yang tersedia untuk pengobatan MS rematik: (1)

valvotomi mitral tertutup menggunakan pendekatan transatrial atau transventricular,

(2) terbuka valvotomi (yaitu, valvotomi dilakukan di bawah penglihatan langsung

dengan bantuan cardiopulmonary  bypass, yang dapat dikombinasikan dengan teknik

perbaikan lainnya, seperti reseksi leaflet,  prosedur chordal, dan annuloplasty saat

MR hadir), dan (3) MV pengganti Intervensi bedah untuk yang dianjurkan untuk

pasien dengan MS berat dan gejala yang signifikan (NYHA kelas. III atau IV) atau

ketika BMV tidak tersedia.5,13,14

Valvotomi mitral tertutup jarang digunakan di Amerika Serikat saat ini, yang

telah digantikan oleh BMV, yang lebih efektif pada pasien yang adalah kandidat

untuk valvotomi mitral tertutup. Valvotomi mitral tertutup lebih populer di negara-

negara berkembang, di mana  biaya operasi jantung terbuka dan bahkan kateter balon

untuk BMV merupakan faktor penting dan di mana pasien dengan MS yang lebih

muda dan karena itu memiliki katup lebih lentur.  Namun, bahkan di negara-negara,

valvotomi mitral tertutup sedang digantikan oleh BMV.

Komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-

paru saat ini. Dengan cara ini, katup terlihat dengan jelas sehingga pemisahan

Page 21: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

komisura (komisurotomi) korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat

dilakukan dengan baik.

Komisurotomi berbeda dengan penggantian katup jantung dengan katup

protesa. Penggantian katup jantung dengan katup protesa dilakukan sebagai pilihan

akhir, namun pemilihan penggantian atup bergantung dengan kondisi pasien, umur

pasien, dan risiko terjadinya komplikasi lanjut dari stenosis mitral yang dimiliki

pasien. Perlu diingat bahwa katup protesa dapat menyebabkan thrombosis pada katup,

infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli, sehingga

membuat pasien memerlukan obat antikoagulan.5,1

Penggantian katup jantung dianjurkan untuk pasien dengan gejala MR parah

ketika BMV atau bedah perbaikan katupmital tidak mungkin. Biasanya, penggantian

katup mitral diperlukan untuk pasien dengan stenosis mitral gabungan dan regurgitasi

mitral sedang atau berat, orang-orang dengan kalsifikasi commissural yang luas,

fibrosis parah, dan fusi Subvalvular, dan mereka yang telah menjalani valvotomi

sebelumnya. 5,14

Pengganti katup mitral ditunjukkan dalam dua kelompok pasien dengan

stenosis mitral yang katupnya tidak cocok untuk valvotomi, seperti halnya pada: (1)

orang-orang dengan luas katup mitral lebih kecil dari 1,5 cm2 di  NYHA kelas III

atau IV, dan (2) orang-orang dengan stenosis mitral berat (katup mitral daerah ≤ 1

cm2),  NYHA Kelas II, dan hipertensi pulmonal berat (tekanan sistolik arteri paru>

60 mm Hg). Karena risiko kematian operasi mungkin tinggi (10% sampai 20%) pada

pasien di NYHA kelas IV, operasi harus dilakukan sebelum pasien mencapai tahap

ini jika mungkin. 5,14

Stenosis Mitral

AKM ≥ 1.5cm2 Gejala AKM ≤ 1.5cm2

Morfologi katup jantung sesuai indikasi BMV

TAP istirahat >50 mmHg atau TAP Latihan >60

mmHg atau new onset AFMorfologi katup jantung sesuai indikasi BMV

ya tidak

ya tidak

tidak

ya

Page 22: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Gambar 5. Strategi manajemen untuk pasien dengan stenosis mitral berat.

AF=atrial fibrilasi; AKM= area katup mitral; BMV= balloon mitral valvulotomy;

TAP= tekanan arteri pulmonal.1

2.10. Prognosis

Apabila timbul atrium fibrilasi maka prognosisnya kurang baik (25% angka

harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka

harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial

secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi. Penderita yang mendapatkan

intervensi bedah memiliki prognosis yang baik.4,14

2.11. Lampiran

Sesuai dengan petunjuk dari ‘American College of Cardiology/American

Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi

sebagai berikut:

Klas I : Keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur

atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif.

Klas II : Keadaan dimana terdapat konflik/perbedaan pendapat tentang manfaat

atau efisifikasi dari suatu prosedur atau pengobatan..

o II.a. : bukti atau pendapat lebih kearah bermanfaat atau efektif

o II.b. : kutang/tidak terdapat adanya manfaat atau efikasi

Kelas III : Keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa

prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus

berbahaya.

Morfologi katup jantung sesuai indikasi BMV

Page 23: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Rekomendasi Ekokardiografi

No Indikasi Kla

`1 Diagnosis Stenosis mitral, evaluasi berat ringannya (gradient

rata-rata, area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta ukuran

dan fungsi ventriksel kanan

I

2 Evaluasi morfologis katup guna menentukan kelayakan tindakan

balon katup. (BMV)

I

3 Diagnosa dan evaluasi kelainan katup yang menyertai I

4 Re-evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan tanda I

5 Evaluasi respons hemodinamik dari gradient rata-rata pada

latihan, bila terlihat perbedaan gambaran klinis dengn

hemodinamik pada latihan

IIa

6 Re-evaluasi pasien stenosis sedang-berat asimptomatik untuk

menentukan tekanan arteri pulmonalis

IIb

7 Evaluasi rutin stenosis ringan dan klinis stabil III

Tabel 3. Rekomendasi ekokardiografi berdasarkan klasifikasi indikasi prosedur

terapi.5

Page 24: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT)

No Indikasi Kla

`1 Untuk menentukan ada tidaknya thrombus atrium kiri pada

pasien dengan rencana BMV

IIa

2 Evaluasi morfologiskatup bila data transtorakal kurang optimal IIa

3 Evaluasi Rutin morfologis katup mitral bila data transtorakal

cukup optimal

III

Tabel 4. Rekomendasi ekokardiografi transesofageal berdasarkan klasifikasi

indikasi prosedur terapi.5

Rekomendasi Pemakaian Antikoagulansia

No Indikasi Kla

`1 Fibrilasi atrial paroksismal atau kronik I

2 Riwayat kejadian emboli sebelumnya I

3 Stenosis berat dengan dimensi atrium kiri > 55mm IIb

4 Seluruh pasien dengan stenosis mitral III

Tabel 5. Rekomendasi pemakaian antikoagulansia berdasarkan klasifikasi

indikasi prosedur terapi.5

Rekomendasi Kateterisasi Jantung

No Indikasi Kla

`1 Pada pasien secara selektif I

2 Menentukan gradasi stenosis pada rencana BMV, dimana

gambaran klinis dan eko tidak sesuai

IIa

3 Evaluasi arteri pulmonal, atrium kiri, tekanan diastolic ventrikel IIa

Page 25: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

kiri jika simtom tidak sesuai dengan 2-D echo dan Doppler

4 Evaluasi respons hemodinaik arteri pulmonal dan tekanan

atrium kiri terhadap stress bila simtom linis dan hemodinamik

pada istrirahat tidak sesuai

IIa

5 Evaluasi hemodinamik katup mitral bila data 2-D dan Doppler

sesuai dengan temuan klinis

III

Tabel 6. Rekomendasi kateterisasi jantung berdasarkan klasifikasi indikasi

prosedur terapi.5

Rekomendasi Baloon Mitral Valvulotomy (BMV)

No Indikasi Kla

`1 Pasien simtomatik klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral

sedang-berat dengan area <1.5 cm2, morfologis katup memenuhi

syarat untuk BMV tanpa adanya thrombus atrium kiri atau

regurgitasi mitral sedang-berat.

I

2 Pasien asimtomatik dengan gradasi sedang-berat (area <1.5cm2),

norflogis katup memenuhi syarat dengan hipertensi pulmonal

(>50mmHg pada istirahat, 60 mmHg dengan latihan), tanpa

adanya thrombus diatrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-

berat.

IIa

3 Pasien dengan klasifikasi NYHA II-IV, gradasi sedang-berat,

katup tidak pliable disertai klasifkasi dengan risiko tinggi

operasi, tanpa adanya thrombus diatrium kiri atau regurgitasi

mitral sedang-berat.

IIa

4 Pasien asimtomatik, gradasi sedang-berat, morfologi katup

memenuhi syarat untuk BMV, disertai onset atrial firilasi yang

baru tanpa adanya thrombus diatrium kiri atau regurgitasi mitral

IIb

Page 26: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

sedang-berat.

5 Klasifikasi NYHA III-IV, gradasi sedang-berat, katup kaku

disertai klasifikasi dan risiko rendah untuk operasi

IIb

6 Pasien dengan stenosis mitral ringan III

Tabel 7. Rekomendasi Baloon Mitral Valvulotomy (BMV) berdasarkan

klasifikasi indikasi prosedur terapi.5

BAB III

KESIMPULAN

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran

darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat

kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat

diastol.3

Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit

rematik. Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang

daripada Amerika serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika

Serikat berkisar 0,5-2/100.000 penduduk dan semakin menurun di tahun selanjutnya

dikarenakan pengobatan yang luas dan efektif dari penggunaan antibiotik dalam

mengobati infeksi dari streptococcus.8

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat

reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan

90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya

walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus

eritematosus (SLE), deposit amiloid, mukopolisarkaidosi, miksoma atrium kiri.,akibat

obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia

lanjut akibat proses degeneratif. 3,4,7

Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten)

biasanya memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun). Proses ini akan

Page 27: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

menimbulkan fibrosis dan penebalan katup jantung, kalsifikasi, fusi komisura,

pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Fusi dari komisura akan

menimbulkan penyempitan dari orifisium primer, sedangkan fusi korda

mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada endokarditis reumatika,

daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan

pemendekan korda.3,7

Normalnya, luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 5.0

cm2. Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka

hanya mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul saat

istirahat jika luas katup mitral saat membuka tidak mencapai 1.0 cm2. Walaupun

begitu, gejala stenosis mitral dapat muncul pada katup mitral yang masih dapat

membuka lebar namun pengisian diastoliknya mengalami gangguan. Hal tersebut

dapat terjadi pada ibu hamil, fibrilasi atrium, olahraga, dan efek emosional.4. Derajat

keparahan stenosis mitral dapat diklasifikasikan menjadi derajat ringan, derajat

sedang, dan derajat berat berdasarkan luas area katup mitral saat terbuka, tekanan

rata-rata, dan tekanan darah arteri pulmonal.5 Gejala pertama yang sering muncul dari

stenosis mitral adalah sesak nafas (shortness of breath), namun pada pasien stenosis

mitral dapat juga ditemukan gejala seperti fibrilasi atrium, edema paru, dan emboli.

Beberapa gejala yang jarang terjadi pada stenosis mitral dapat berupa suara serak,

batuk darah, dan disfagia.

Derajat berat ringannya stenosis mitral dapat juga ditentukan oleh gradien

trasmitral, luasnya area katup mitral. Serta hubungan antara lamanya waktu antara

penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Sistem skoring katup mitral dapat

menggunakan skor Wilkins (Boston). Sistem skoring Wilkins mengevaluasi:

penebalan katup, mobilitas, kalsifikasi, dan penebalan subvalvular. Setiap kategori

memiliki 4 skor. Morfologi katup mitral dikatakan menguntungkan apabila skor ≤ 8.

Pada pemeriksaan fisik. Palpitasi pada bagian dada anterior kiri bisa dirasakan

pada pasien dengan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Pada auskultasi dapat

ditemukan suara S1 yang keras. Selain suara S1 yang keras, suara opening snap (OS)

Page 28: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

setelah suara S2 biasanya muncul pada kasus stenosis mitral. Interval antara S2 dan

OS akan semakin memendek seiring parahnya derajat stenosis mitral. Pada kasus

stenosis mitral, suara murmur dapat didengar. Hal tersebut dikarenakan turbulensi

yang terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat membuka lebar saat diastol.

Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran atrium kiri serta

pembesaran arteri pulmonalis. edema interistisial berupa garis Kerley terdapat pada

30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg. Temuan tersering yang muncul

pada EKG adalah pembesaran atrium kiri (durasi gelombang P di lead II ≥0.12 detik

dan/atau aksis gelombang P berada di antara +45° dan −30°). Selain hal tersebut,

fibrilasi atrium juga sering ditemukan. Hasil elektrokardiografi berupa hipertrofi

ventrikel kanan (R/S di lead I <1, R/S di lead V1 > 1 dan S persistent di lead V6.)

dapat ditemukan pada pasien stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal.

Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik

untuk diagnosis stenosis mitral. Dengan ekokardiografik dapat dilakukan evaluasi

struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan

planimetri, struktur dari apparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel.

Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta ukuran dari

area mitral dengan cara mengukur ‘pressure half time’. Ekokardiografi juga dapat

memberikan informasi mengenai ukuran atrium kiri dan fungsi dari ventrikel kiri.

Pemeriksaan doppler dapat menentukan derajat keparahan stenosis mitral berdasarkan

gradien transmitral, area katup mitral, dan besarnya tekanan pulmonal. Selain itu

dapat juga ditentukan peruahan hemodinamik pada latihan atau pemberian beban

dengan dobutamin, sehingga dapat ditentukan derajat stenosis pada kelompok pasien

yang tidak menunjukkan beratnya stenosis pada saat istirahat. Ekokardiografi

transesofagus lebih sensitif dalam mendeteksi thrombus pada atrium kiri. Kateterisasi

sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosis stenosis mitral karena informasi yang

akurat biasanya didapat dengan menggunakan ekokardiografi.1,3,12.

Page 29: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

Secara umum, semua pasien dengan stenosis mitral harus mendapatkan

profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika ditemukan tanda-tanda

bakterimia. Antibiotik yang digunakan dapat berupa golongan penisilin, eritromisin,

sulfa, sefalosporin. Obat-obat inotropik negative seperti β-bloker atau CCB (calcium

chanel blocker) dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus dengan

fungsional NYHA III. Diet rendah garam disertai diuretik dapat bermanfaat jika

terdapat bukti adanya kongesti pada paru.5,14`Terapi antikoagulan diindikasikan untuk

pencegahan emboli sistemik pada pasien MS dengan AF

Atrial Fibrilasi (AF) sering terjadi pada stenosis mitral. Prevalensi 30-40%

akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium

terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Ketika AF terjadi

secara akut, biasanya AF disertai dengan Rapid Ventricular Response (RVR).

Penatalaksanaan dini perlu dilakukan seperti pemberian digitals dan dapat

dikombinasikan dengan β-bloker atau nondihydropyridine CCB. Ketika obat ini tidak

efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau amiodarone

dapat dipertimbangkan. Selain hal diatas, upaya yang harus dilakukan untuk

membangun kembali ritme sinus adalah dengan mengkombinasi  pengobatan

farmakologis dan kardioversi.

Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada aliran darah di

jantung sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksinya

sendiri. Terdapat 3 prosedur untuk menghilangkan obstruksi mitral, yaitu : BMV

(Baloon mitral valvulotomy), komisurotomi, dan penggantian katup mitral.15

Page 30: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

DAFTAR PUSTAKA

1. Maganti K, Rigolin VH, Sarano EM, dan Bonow OR.Valvular Heart Disease:

“Diagnosis and Management”. Mayo Clin Proc. Mei 2010; 85(5): 483–500.

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle, diakses

tanggal 7/5/2014)

2. Nikomo VT, Gardin JM, Skelton TM, Gottdiener JS, Scot CG, Sarano EM. Burden of

Valvular Disease : “a population based study”. Lancet. 16 Sep 2006;368(9540):1005-

11.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16980116, diakses tanggal 7/5/2014)

3. Sudoyo AW, Setiyojadi B, Alwi I, Simadhibrata MK, dan Setiati S (editor). Buku

Ajar Ilmu Penyakit dalam (jilid II, edisi IV). Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal

1672-1678.

4. Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, et al. 2008 Focused update incorporated into

the ACC/AHA 2006 guidelines for the management of patients with valvular heart

disease: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association

Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the

Management of Patients With Valvular Heart Disease). Circulation 2008;118:e523-

e661.( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18820172, diakses tanggal 7/5/2014)

Page 31: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

5. Baumgartner H, Hung J, Bernejo J, et al. Echocardiographic assessment of valve

stenosis: EAE/ASE recommendations for clinical practice. J Am Soc Echocardiogr.

2009;22:1-23. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19130998" \t "_blank, diakses

tanggal 7/5/2014)

6. Otto CM, Bonow RO. Valvular heart disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL,

Zipes DP, editors. , eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular

Medicine 8th ed.Philadelphia, PA: WB Saunders; 2007:1625-1712 .

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

7. Lilly LS (editor). Pathophysiologi of heart disease : “a collaborative project of

medical students and faculty” (edisi ke 5). Philadelphia : Wolter Kluwer business.

2011. Hal 192-196.

8. Yusak M. stenosis mitral. In : Rilantono LI, eds. Buku ajar kardiologi. 5th. Jakarta:

Gaya baru. 2004. P: 135-138.

9. Swain, 2005. Mitral Stenosis. McNamara et al, eds. eMedicine.

http/www.eMedicine.com/emerg. Topic.315.htm.

10. Shahbudin H, Rahimtola, Durairaj A, Mehra A, Nuno I. Curret Evaluation and

Management if Patients With Mitral Stenosis.Circulation,2002;106:1183-1188.

(http://circ.ahajournals.org/content/106/10/1183.full.pdf

11. Otto CM. The left ventricular response to chronic pressure and/or volume overload

and aortic regurgitation. In: Otto CM, editor. , ed. Valvular Heart Disease 2nd

ed.Philadelphia, PA: WB Saunders; 2003:302-335.

12. Osama I.I.Soliman, Ashraf M. Anwar, Ahmed K. Metawei. Jackie S. McGhie, Marcel

L. Geleijnse, dan Folkert J. Ten Cate. New Scores for the Assessment of Mitral

Stenosis Using Real-time Three-dimensional Echocardiography. Curr Cardiovasc

Imaging Rep. Oct 2011;4(5): 370-377. doi:  10.1007/s12410-011-9099-z

13. Wilkins GT, Weymen AE, Abascal VM, Block PC, Palacios IF. Percutaneous balloon

dilation of the mitral valve: an analysis of echocardiographic variables related to

Page 32: Referat Stenosis Mitral- Dr. Erwin Azmar, SP.pd

outcome and the mechanism of dilatation. Br Heart J. 1988;60:299-308. [PMC free

article] [PubMed]

14. Carabello BA. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine : “Modern

Management of Mitral Stenosis”. Circulation. 2005; 112: 432-437.

15. Reyes VP, Raju BS, Wynne J, Stephenson LW, Raju R, Fromm BS, Rajagopal P,

Mehta P, Singh S, Rao DP. Percutaneous balloon valvuloplasty compared with open

surgical commissurotomy for mitral stenosis. N Engl J Med. 1994; 331: 961–967.