stenosis mitral

26

Click here to load reader

Upload: gbz88

Post on 24-Jun-2015

1.743 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Stenosis Mitral

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Stenosis Mitral

Sebagai negara berkembang dengan higiene yang belum baik, Indonesia memiliki angka

kekerapan penyakit infeksi yang relatif tinggi. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1975, 1981, 1986, 1995, hingga 2001, penyakit infeksi selalu menempati urutan

pertama, disusul oleh penyakit kardiovaskular dan keganasan sebagai pembunuh masyarakat.

Saluran pernapasan merupakan lahan utama terjadinya infeksi mengingat sangat banyaknya

partikel asing yang masuk melalui daerah tersebut. Kuman paling sering ialah Coryzavirus yang

menyebabkan common cold atau selesma, sedangkan bakteri yang tersering ialah Streptococcus

sp. yang menyebabkan faringitis. Sebagian penyebab infeksi bakteri saluran pernapasan ialah

Streptococcus beta hemolyticus yang 0.3% nya akan berpotensi menjadi demam rheuma pada

anak. Salah satu tanda mayor (berdasarkan kriteria Jones) demam rheuma ialah pankarditis yang

akan timbul bertahun-tahun setelah kejadian demam rheuma hingga menyebabkan komplikasi

tersering; stenosis mitral.

Stenosis mitral merupakan kasus yang sudah jarang dijumpai dalam praktek sehari-hari

terutama diluar negeri. Stenosis mitral sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung reumatik

yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Di Indonesia insidensi penyakit ini

cenderung menurun, namun secara kuantitas masih banyak ditemukan. Angka pasti kejadian

stenosis mitral di Indonesia tidak diketahui dengan pasti.

Seperti di luar negeri maka kasus stenosis mitral memang terlihat pada orang-orang

dengan umur yang lebih tua, dan biasanya dengan penyakit penyerta baik kelainan

kardiovaskular atau yang lain sehingga lebih merupakan tantangan.

I.2 Insufisiensi Aorta

Insufisiensi aorta adalah akibat dari aliran balik melalui katup aorta sela diastole yang

disebabkan oleh berbagai penyebab potensial. Dengan penurunan angka kejadian sifilis aortitis

dan valvulitis reumatik pada paruh kedua abad 20, maka beberapa kelainan aorta seperti sindrom

1

Page 2: Stenosis Mitral

Marfan dan degenerasi dari katup bicuspid aorta menjadi sebab tersering terjadinya insufisiensi

aorta.

Karl et al melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta

yang berat, didapatkan angka kematian lebih tinggi dari yang diharapkan (10 tahun, 34 ± 5%, p

<0,001) dan angka kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang diterapi secara konservatif.

Prediksi angka harapan hidup pasien tergantung dari umur, kelas fungsional, indeks

komorboditas, fibrilasi atrium, diameter sistolik akhir ventrikel kiri. Dari penelitian prospektif di

Eropa terhadap pasien dengan kelainan katup jantung, didapatkan bahwa pasien dengan kelainan

katup ini masih perlu tindakan intervensi yang segera. Jenis kelainan katup yang sering

didapatkan adalah stenosis aorta 43,1% dari 1197 pasien, regurgitas mitral 31,5% dari 887

pasien, regurgitas aorta 13,3% dari 369 pasien, stenosis mitral 12,1% dari 336 pasien. Kelainan

degeneratif masih merupakan penyebab tersering regurgitas aorta.

2

Page 3: Stenosis Mitral

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1Stenosis Mitral

II.1.1 Etiologi

Secara etiologi stenosis mitral dapat dibagi atas reumatik (lebih dari 90%) dan non

reumatik. Stenosis mitral reumatik berawal dari demam reumatik, suatu peradangan non

supuratif pada berbagai jaringan tubuh dengan berbagai manifestasinya. Sedangkan penyebab

non reumatik dapat berupa stenosis mitral kongenital, vegetasi systemic lupus erythematous

(SLE), deposit amiloid, rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup

pada usia lanjut akibat proses degeneratif.

Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti

Cor triatium, miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis mitral.

Dinegara berkembang seperti Indonesia stenosis mitral sering ditemukan pada usia

dibawah 20 tahun yang disebut Juvenile Mitral Stenosis. Sebagian besar penderita stenosis mitral

adalah perempuan.

II.1.2 Patofisiologi Dan Perjalanan Penyakit

Pada stenosis mitral akibat demam reumatik akan terjadi proses peradangan (valvulitis)

dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan

fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda pada

katup mitral pada fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuk sekat jaringan ikat yang

mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastol lebih kecil dari normal. Area katup mitral

akan mengecil seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole).

Pada orang dewasa normal area orifisium katup mitral antara 4 sampai 6 cm2.

Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup mitral. Hal

ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara

atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastol. Perbedaan tekanan ini secara klinis tidak begitu

berpengaruh jika penyempitan yang terjadi masih diatas 2 cm2. Cardiac output dan heart rate

juga mempengaruhi perbedaan tekanan ini, semakin besar cardiac output maka makin besar pula

3

Page 4: Stenosis Mitral

perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan semakin cepat heart rate maka akan

semakin besar pula perbedaan tekanan tadi disebabkan oleh waktu pengisian diastol yang

menjadi semakin pendek.

Jika peningkatan tekanan tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan tubuh, maka akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan

juga menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan

terjadinya sembab interstisial dan kemungkinan mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena

bronkialis akan menyebabkan terjadinya hemoptoe.

Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi

pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Pada akhirnya

vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula, seperti pada hati, kaki, dan lain-lain.

Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati.

Regangan pada otot-otot atrium akan menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi

fibrilasi atrium. Hal ini akan menggangu pengisian ventrikel dan atrium dan memudahkan

terjadinya pembentukan thrombus di atrium kiri.

Berat ringannya stenosis mitral berdasarkan luasnya area katup mitral adalah sebagai

berikut :

1. Minimal : bila area >2,5 cm2

2. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2

3. Sedang : bila area 1-1,4 cm2

4. Berat : bila area <1,0 cm2

5. Reaktif : bila area <1,0 cm2

II.1.3 Diagnosis

Sebagian besar penderita stenosis mitral menyangkal adanya riwayat demam reumatik

sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya demem reumatik mungkin sudah terlalu lama

(masa anak-anak), atau demam reumatiknya secara klinis tak memberikan keluhan yang

mencolok.

4

Page 5: Stenosis Mitral

Keluhan penderita merupakan keluhan sistemik dan dinamik yang amat berkaitan dengan

tingkat aktivitas fisik dan tidak ditentukan hanya oleh luasnya lubang mitral. Pada wanita hal ini

berkaitan dengan peningkatan aktivitas tubuh, misalnya pada kehamilan. Keluhan dapat berupa

takikardi, dispneu, takipneu, atau ortopneu dan bunyi jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi

gagal jantung, batuk darah atau tromboemboli serebral maupun perifer. Batuk darah terjadi

karena rupturnya vena bronchial yang melebar, sputum dengan bercak darah pada saat serangan

paroksismal nocturnal dispnea, sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang

jelas, infark paru, dan bronchitis kronis akibat edema mukosa bronkus. Emboli sistemik terjadi

pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi 75% serebral, 33% perifer dan 6%

visceral.

Jika kontraksi ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis masih

tinggi maka keluhan akan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal,

dan interstisial paru. Keluhan dapat berupa sesak napas pada aktivitas sehari-hari, paroksismal

nocturnal dispnea, ortopnea atau edema paru.

Jika ventrikel kanan sudah tak mampu atau tak efisien lagi untuk menimbulkan tekanan

tinggi pada arteri pulmonal maka keluhan akan beralih ke arah bendungan vena sistemik,

terutama jika sudah terjadi insufisiensi tricuspid, dengan atau tanpa fibrilasi atrium. Aritmia

atrial berupa fibrilasi atrium merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu

30-40%.

Penentuan kelas fungsional amat penting karena akan menentukan ada tidaknya indikasi

pembedahan. Yang menjadi masalah adalah adanya kesulitan karena keluhan sangat subjektif.

Oleh karena itu, penentuan kelas fungsional tidak mudah, dalam kenyataan sehari-hari kelas

fungsional dapat berubah dalam waktu singkat tergantung dari pencetusnya.

II.1.4 Pemeriksaan Fisik

Stenosis mitral yang murni dapat dikenal dengan terdengarnya bising middiastolik yang

bersifat kasar, bising menggenderang (rumble), aksentuasi presistolik dan bunyi jantung satu

yang mengeras. Bunyi jantung satu yang mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat

tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di

apeks bising menggenderang dapat diraba sebagai thrill. Jika terdengar bunyi tambahan opening

5

Page 6: Stenosis Mitral

snap berarti katup jantung masih relatif lemas sehingga waktu terbuka mendadak saat diastol

menimbulkan bunyi yang menyentak. Jarak bunyi jantung kedua dengan opening snap

memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat

penyempitannya.

Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising sistolik karena

adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal maka dapat terdengar

bising diastolik dini dari katup pulmonal. Penyakit-penyakit penyerta yang dapat terjadi antara

lain stenosis aorta, insufisiensi aorta, stenosis trikuspid, dan insufisiensi trikuspid. Bila perlu,

untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan fonokardiografi untuk merekam

bising-bising tambahan yang sesuai. Pada fase lanjut ketika sudah terjadi bendungan interstisial

dan alveolar paru maka akan terdengar ronki basah atau wheezing pada fase ekspirasi.

Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan maka keluhan dan

tanda-tanda sembab paru akan berkurang atau menghilang, sebaliknya tanda-tanda bendungan

sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan sembab

tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok antara lain, ikterus,

menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (facies mitral dan sebagainya).

II.1.5 Elektrokardiogram (EKG)

Perubahan ekg pada penderita stenosis mitral tergantung pada derajat stenosis, lamanya

stenosis dan ada tidaknya penyakit penyerta.

Pada stenosis mitral yang ringan mungkin hanya akan terlihat gambaran P mitral berupa

takik (notching) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal. Pada tahap yang lebih

jauh akan terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat

gambaran rs atau RS pada hantaran prekordial kanan. Bila terjadi perputaran jantung karena

dilatasi atau hipertrofi ventrikel kanan, gambaran EKG prekordial kanan dapat menyerupai

gamabaran kompleks intrakaviter kanan atau infrak dinding anterior. Pada keadaan ini biasanya

sudah terjadi regurgitasi trikuspid yang berat karena hipertensi pulmonal yang lanjut.

Gambaran EKG dapat pula normal jika terjadi keseimbangan listrik karena terjadi

stenosis katup aorta yang menyertainya. Pada stenosis mitral yang reumatik sering dijumpai

6

Page 7: Stenosis Mitral

adanya fibrilasi atau flutter atrial. Fibrilasi atau flutter atrium sering dimulai dengan suatu ekstra

sistolik atrium paroksimal.

II.1.6 Foto Torak

Gambaran foto torak pada stenosis mitral dapat berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran

arteri pulmonal (karena peninggian tekanan), aorta yang relatif kecil (pada penderita dewasa dan

fase lanjut penyakit), dan pembesaran ventrikel kanan. Kadang-kadang terlihat perkapuran di

daerah katup mitral atau perikard. Pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena. Edema

interstisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg

dan 70% pasien dengan tekanan atrium >20 mmHg.

II.1.7 Ekokardiogram

Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Dopler sangat penting peranannya dalam

diagnostik. Teknik ini mampu menentukan derajat stenosis katup mitral, dimensi ruang-ruang

jantung, ada tidaknya kelainan penyerta terutama regurgitasi mitral, stenosis atau regurgitasi

aorta, ada tidaknya trombus pada atrium kiri.

Untuk menentukan morfologi dan dinamik katup mitral dan struktur subvalvar dapat

dilakukan dengan cara Gerald I oleh Wilkins dan kawan-kawan.

II.1.8 Laboratorium

Tidak ada gambaran yang khas, pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk menentukan

adanya reaktivasi rheuma.

II.1.9 Penyadapan Jantung Dan Angiografi

Saat ini penyadapan jantung dan angiografi jarang dilakukan pada stenosis mitral karena

informasi yang lengkap sudah dapat diperoleh secara ekokardiografis. Pada penderita diatas 40

tahun pemeriksaan angiografi dilakukan untuk menemukan kemungkinan kelainan koroner.

Tujuan penyadapan jantung pada stenosis mitral adalah mengukur tekanan di ruang-ruang

jantung untuk menilai derajat hipertensi pulmonal, menentukan gradien lewat katup mitral (kurva

simultan wedge dan ventrikel kiri atau kurva simultan atrium kiri dan ventrikel kiri jika

7

Page 8: Stenosis Mitral

dilakukan pungsi transeptal), adanya regurgitasi mitral (kurva wedge pulmonal), adanya

regurgitasi atau stenosis tricuspid (kurva atrium kanan).

Pungsi transeptal pada penyadapan jantung untuk diagnostik dilakukan bila sulit

mendapatkan tekanan wedge baik karena kesulitan menempatkan kateter misalnya pada

regurgitasi trikuspid atau pulmonal yang hebat atau kesulitan mendapatkan tekanan wedge yang

representatif karena hipertensi pulmonal.

Fluoroskopi pada waktu penyadapan jantung dapat digunakan untuk menilai perkapuran

pada katup mitral atau struktur subvalvular, struktur atrium kiri serta perikardium.

Perkapuran atrium kiri terutama terjadi dari perkapuran trombus yang terlihat di daerah

appendiks atrium kiri (pinggang jantung), di daerah posterior atau di daerah septum atrium.

Perkapuran perikardium terlihat di daerah siluet luar dari jantung dan menunjukan adanya

proses perikarditis yang terjadi sewaktu demam reumatik.

Angiokardiografi dilakukan dengan tujuan terutama menentukan bentuk anatomik ruang-

ruang jantung terutama ventrikel kiri, menghitung jarak rasio mitral subvalvular , dan adanya

regurgitasi mitral, aorta atau trikuspid.

II.1.10 Tata laksana

Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi

indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III (NYHA) keatas. Intervensi

dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat subvalvuler, komisurotomi, atau

penggantian katup) dan non bedah (valvulotomi dengan dilatasi balon).

Pengobatan farmakologis hanya dilakukan jika ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia,

ataupun reaktivasi rheuma.

Profilaksis rheuma pada stenosis mitral harus diberikan sampai umur 25 tahun, walaupun

sudah dilakukan intervensi . Bila sesudah umur 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi,

masa profilaksis diteruskan lagi selama 5 tahun.

8

Page 9: Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat suportif

terhadap gangguan funsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan

seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau

pencegahan endokarditis sering dipakai. Obat-obatan inotropik negatif seperti β-blocker atau Ca-

blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang member keluhan saat

frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Restriksi garam atau pemberian diuretik secara

intermiten bermanfaat jika terdapat adanya bukti kongesti vaskular paru.

Pada stenosis mitral dengan irama sinus penggunaan digitalis tidak bermanfaat, kecuali

terdapat disfungsi ventrikel kiri atau kanan. Latihan fisik tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya

untuk menjaga kebugaran, karena latihan akan meningkatkan frekuensi jantung dan

memperpendek fase diastol, dan seterusnya akan meningkatkan gradien transmitral.

Pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium maka pemakaian digitalis menjadi indikasi,

dapat dikombinasilan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Antikoagulan warfarin juga

sebaiknya digunakan pada penderita stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus

dengan kecenderungan pembentukan trombus.

II.2 Insufisiensi Aorta

II.2.1 Etiologi

Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam kelainan

artifisial yaitu:

Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada

o Penyakit kolagen

o Aortitis sifilitika

o Diseksi aorta

Penyakit katup superfisial

o Penyakit jantung reumatik

o Endokarditis bakterialis

o Aorta artifisial congenital

o Ventrikular septal defect

9

Page 10: Stenosis Mitral

o Ruptur traumatik

o Aortic left venticular tunnel

Genetik

o Sindrom marfan

o Mukopolisakaridosis

II.2.2 Patofisiologi

Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan untuk

mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan artifisial ventrikel kiri. Pada saat

aktifitas, denyut jantung dan resistensi vaskular perifer menurun sehingga curah jantung bisa

terpenuhi.

Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal,

ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangakan curah jantung menurun walaupun pada

waktu istirahat.

II.2.3 Gejala Klinis

Terdapat 2 gejala klinis insufisiensi atau regurgitasi aorta ini yaitu :

1. Regurgitasi aorta kronik.

Biasanya terjadi akibat proses kronik seperti penyakit jantung reumatik, sehingga

artifisial kardiovaskular sempat melakukan mekanisme kompensasi. Tapi bila kegagalan

ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak napas pada waktu melakukan aktivitas dan

sekali-sekali timbul artificial noctural dyspnea. Keluhan akan semakin memburuk antara 1-10

tahun berikutnya. Angina pektoris muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan

artifisial dan timbulnya hipertrofi ventrikel kiri. Gejala-gejala gagal jantung kiri akan mulai

muncul seperti dispneu waktu aktivitas, ortopneu, dispneu paroksismal nokturna, edema paru dan

kelelahan.

Pemeriksaan jasmani nadi, selar dengan tekanan nadi yang besar dan tekanan artifisial

yang rendah, gallop dan bising artifisial timbul akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi

darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising artifisial lebih keras terdengar dari garis sternal kiri

10

Page 11: Stenosis Mitral

bawah atau apeks pada kelainan katup artifisial, sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising

terutama terdengar di garis sternal kanan. Bila ada ruptur daun katup, bising ini sangat keras dan

musikal.

Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah sekuncup

meningkat (tidak selalu akibat stenosis aorta). Tabrakan antara regurgitas aorta yang besar dan

aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising midlate diastolik (bising Austin Flint).

EKG menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan strain. Foto dada

memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel kiri, elongasi aorta, dan pembesaran atrium kiri.

EKG menunjukkan adanya volume berlebihan pada ventrikel kiri dengan dimensi ventrikel kiri

yang sangat melebar dan gerakan septum dan dinding posterior ventrikel kiri yang hiperkinetik.

Kadang-kadang daun katup mitral anterior atau septum interventrikular bergerak halus

(fluttering).

Tanda kebocoran perifer yang dapar ditemukan pada regurgitas aorta adalah:

Tekanan nadi yang melebar

Nadi artifici’s

Nadi quincke’s

Tanda hill’s

Pistol shot sound

Tanda traube’s

Tanda duroziez’s

Tanda de musset

o Tanda muller’s

o Tanda rosenbach

o Tanda gerhardt’s

o Tanda landolfi’s

2. Regurgitasi aorta akut.

Berbeda dengan regurgitas kronik, regurgitas akut biasanya timbul secara mendadak dan

banyak, sehingga belum sempat terjadi mekanisme kompensasi yang sempurna. Gejala sesak

napas yang berat akibat tekanan vena pulmonal yang meningkat secara tiba-tiba. Dengan

11

Page 12: Stenosis Mitral

semakin beratnya gagal jantung peninggian tekanan artificial ventrikel kiri menyamai tekanan

artifisial aorta, sehingga bising artifisial makin lemah. Hal ini akan menyulitkan diagnosis.

Pemeriksaan EKG dan foto rontgen bisa normal karena belum cukup waktu untuk terjadinya

dilatasi dan hipertrofi, teteapi pada EKG terlihat kelebihan volumeventrikel kiri (ventricular

volume overload), penutupan artifisial katup mitral dan kadang-kadang endokarditis bakterialis

dapat dengan katup vegetasi.

II.2.4 Penatalaksanaan

1. Pengobatan medikamentosa

Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun

asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat pencegahan

sekunder dengan antibiotik. Juga terhadap kemingkinan endokarditis bakterialis bila ada

tindakan khusus.

Mortalitas operasi pada regurgitasi aorta akibat sindrom marfan cukup tinggi (10%).

Beberapa pusat penenlitian menganjurkan penggunaan propanolol pada dilatasi aorta akibat

sindrom marfan untuk mengurangi pulsasi aorta yang begitu kuat. Pengobatan dengan

vasodilator seperti nifedipine, felodipine dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan

fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi beban di ventrikel kiri, sehingga dapat memperlambat

progresivitas dari disfungsi miokardium.

2. Pengobatan pembedahan.

Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bis

dipertimbangkan. Sedang pada regurgitasi aorta kaibat penyakit lain, katup aorta umumnya

harus diganti dengan katup artifisial.

Timbulnya keluhan terutama sesak napas, merupakan indikasi operasi. Tetapi pasien

dengan regurgitas berat pun bisa asimtomatik, padahal ventrikel kiri sudah dilatasi dan hipertrofi

sehingga bisa mengakibatkan fibrosis otot jantung apabila dibiarkan. Bila EKG menunjukan

dimensi sistolik ventrikel kiri 55mm fractional shortenig (25%) dipertimbangkan untuk tindakan

operasi, sebelum tinbul gagal jantung. Studi jangka panjang pada pasien dengan regurgitasi

dengan pembedahan memberikan hasil yang baik. Dari 125 pasien yang diikuti selama 13 tahun,

didapatkan mortality rate 2,5% per pasien setahun. Prediksi yang baik didapatkan pada pasien

12

Page 13: Stenosis Mitral

dengan umur muda, index end systolic angiografi kurang dari 120ml/m² dan dimensi end

diastolic berkurang pasca operasi lebih dari 20%. Dari data yang ada ternyata hasil akhir

pembedahan pada perempuan dengan mengganti katup aorta lebih jelek dibandingkan pria.

Sebagai contoh dari suatu studi terhadap 51 perempuan dan 198 pria, didapatkan tindakan bedah

lebih sering pada perempuan dengan gejala yang berat, tetapi proporsi kematian setelah tindakan

bedah pada perempuan dan pria adalah sama.

Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan adalah pasien

dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic demention besar dari 65 mm) dan normal

fungsi sistolik, dapat diterapi dengan vasodilator dan nifedipine merupakan pilihan yang baik.

Pembedahan dilakukan pada pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi

diastolik akhir lebih dari 70mm, dimensi sistolik 50 mm dan EF 50%. Pasien dengan disfungsi

ventrikel kiri yang simtomatis, harus dilakukan penggantian katup setelah periode pengobatan

intensif dengan digitalis, diuretik, dan vasodilator untuk mencegah timbulnya gejala gagal

jantung.

13

Page 14: Stenosis Mitral

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

Identitas

Nama : Tn.I

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 30 tahun

Alamat : Beringin Jaya Sintang

Agama : Kristen

Status : Menikah

Pekerjaan : Supir

II. ANAMNESIS

Anamnesis pada tanggal 26 Februari 2010, pukul 10.00 WIB

Keluhan utama

Kembung

Riwayat Penyakit Sekarang

3 bulan kembung, kembung dirasakan terus menerus, sesak napas (-), berdebar-debar (-),

nyeri dada (-). Menyangkal pernah demam, nyeri sendi berpindah-pindah, dan sering sakit

tenggorokan.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Perawatan Medis

Tekanan darah tinggi, maag, kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tekanan darah tinggi, maag, kencing manis disangkal

Riwayat Kebiasaan

Merokok 1 bungkus setiap hari. Minum kopi 1-2 gelas/hari.

14

Page 15: Stenosis Mitral

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang,

Kesadaran : kompos mentis, GCS : E4M6V5

Tanda vital

- Nadi : 75 x/menit, irama iregular, isi cukup

- Tekanan darah : 100/60 mmHg

- Napas : 30 x/menit, teratur, simetris, jenis torakoabdominal

- Suhu : 37,2 °C, aksilar

Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis (-)

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)

Mulut : bibir sianosis (-), bibir pucat (-)

Leher :distensi vena leher (-) , refluks hepatojugular (-) pembesaran limfonodi

(-), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), terlihat denyutan arteri

karotis di leher

Toraks : bentuk normal, rasio AP: laterolateral= 1:3, tidak ada

kelainan bentuk.

Paru

- Inspeksi : statis : simetris

dinamis : simetris, tidak ada ketinggalan gerak

- Palpasi : stem fremitus normal, kanan = kiri di seluruh lapang paru

- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

- Auskultasi : suara napas dasar vesikuler di kedua lapang paru,

ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : iktus kordis terlihat di linea axilaris anterior

- Palpasi : iktus kordis teraba 3 cm di linea axilaris anterior SIC 6

15

Page 16: Stenosis Mitral

- Perkusi : batas jantung bergeser ke kiri bawah

(batas atas jantung di SIC II linea parasternal sinistra,

batas kanan jantung di SIC V linea parasternalis dextra,

batas jantung kiri di SIC VI linea aksilaris anterior sinistra).

- Auskultasi : bunyi jantung I-II tunggal, S1 mengeras di apeks,

splitting (-), murmur sistolik (-),

murmur diastolik (+) derajat 3 di apeks dan derajat 2 dikatup aorta,

gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : perut tidak tampak buncit, denyutan aorta abdominalis (+)

- Palpasi : nyeri tekan (-), hati tidak teraba,

lien tidak teraba

denyutan di epigastrium (+)

- Perkusi : timpani di ke-4 kuadran, asites (-), area redup hati 6 cm

- Auskultasi : bising usus 4 x/menit

Ekstremitas : oedema di kedua tungkai (-/-), sianosis di jari-jari tangan

dan kaki (-), jari tabuh (-), akral hangat, CRT < 2 detik.

IV. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Etiologi : -

2. Diagnosis Anatomi : LVH (Left Ventrikel Hypertrophy)

3. Diagnosis Klinis : Stenosis Mitral & Insufisiensi Aorta

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Patologi Klinis: Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, Ertitrosit, ASTO, CRP

2. Radiologi : Roentgen Thoraks PA

3. Lain-lain : EKG, Echocardiografi

VI. TATA LAKSANA

Non Medikamentosa :

- Terapi nutrisi rendah garam dan restriksi cairan

16

Page 17: Stenosis Mitral

- Edukasi pasien dan keluarga: Manajemen stress dan mendukung secara proaktif usaha

penyembuhan pasien.

Medikamentosa :

- Digoksin 1x 0,25 mg

- Amoksilin 3 x 500 mg

Operatif :

- Percutaneous Ballon Mitral Commisurotomy

- Ganti Katup Buatan

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam

17

Page 18: Stenosis Mitral

DAFTAR PUSTAKA

1. Alperth, J.S., Sabik, J.F., and Cosgrove, D.M. Mitral Valve Disease in : Text Book of

Cardiovascular Medicine. Editor : Eric J. Topol, et al. 2nd Edition. Philadelpia. Lipincott

Williams & Wilkins : 2002.

2. Braunwald, E. Valvular Heart Disease in : Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume

II. Editor : Kasper, et al. 16th Edition. New York. Mc Graw Hill : 2005.

3. Indrajaya, T., dan Ghanie, A. Mitral Stenosis dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI : 2006.

4. Leman, S. Regurgitasi Aorta dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Editor : Aru W.

Sudoyo, dkk. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI :

2006.

5. Purnomo, H. Insufisiensi Aorta dalam : Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily I. Rilantono, dkk.

Edisi 1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI : 2004.

6. Stewart, W.J. and Carabello, B.A. Aortic Valve Disease in : Text Book of Cardiovascular

Medicine. Editor : Eric J. Topol, et al. 2nd Edition. Philadelpia. Lipincott Williams & Wilkins :

2002.

7. Yusak, M. Stenosis Mitral dalam : Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily I. Rilantono, dkk. Edisi

1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI : 2004.

18