referat tht stenosis subglotis

23
BAB I PENDAHULUAN Laring merupakan sfringter atau pintu masuk ke saluran nafas bawah, menyerupai limas segitiga terpancung. Pada pria letaknya setinggi vertebra cervikal III-VI, sedangkan pada wanita dan anak-anak biasanya lebih tinggi. Batas atas laring adalah epgilotis dengan plika ariepiglotika dan batas bawah adalah cincin trakea pertama 1 . Rongga laring dibagi dalam 3 bagian yaitu supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakan gabungan dari permukaan epiglotis, plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan daerah subglotis adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis 1 . Kelainan laring dapat berupa peradangan, tumor lesi jinak, kelumpuhan pita suara dan kelainan kongenital seperti stenosis subglotis. Selaput di laring, kista kongenital, hemangioma dan fisel laringotrakeal 1 . Stenosis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang menyatakan adanya penyempitan dalam sebuah rongga. Stenosis subglotis berarti penyempitan pada laring, tepatnya pada daerah subglotis yang terletak memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Stenosis subglotik merupakan suatu 1

Upload: rizqhiyatul-ulfa

Post on 29-Nov-2015

270 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

stenosis subglotis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Tht stenosis subglotis

BAB I

PENDAHULUAN

Laring merupakan sfringter atau pintu masuk ke saluran nafas bawah,

menyerupai limas segitiga terpancung. Pada pria letaknya setinggi vertebra

cervikal III-VI, sedangkan pada wanita dan anak-anak biasanya lebih tinggi. Batas

atas laring adalah epgilotis dengan plika ariepiglotika dan batas bawah adalah

cincin trakea pertama1.

Rongga laring dibagi dalam 3 bagian yaitu supraglotis, glotis dan subglotis.

Supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakan gabungan

dari permukaan epiglotis, plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan daerah

subglotis adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis1.

Kelainan laring dapat berupa peradangan, tumor lesi jinak, kelumpuhan pita

suara dan kelainan kongenital seperti stenosis subglotis. Selaput di laring, kista

kongenital, hemangioma dan fisel laringotrakeal1.

Stenosis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang

menyatakan adanya penyempitan dalam sebuah rongga. Stenosis subglotis berarti

penyempitan pada laring, tepatnya pada daerah subglotis yang terletak memanjang

dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Stenosis subglotik

merupakan suatu bentuk kelainan yang bisa didapat dari lahir ataupun kelainan

yang didapat pada saat dewasa2.

Pada akhir 1960-an, saat intubasi endotrakeal dan ventilasi jangka panjang

untuk bayi prematur dimulai, angka kejadian stenosis subglotis adalah 24% pada

pasien yang membutuhkan perawatan tersebut. Pada 1970-an dan 1980-an

perkiraan kejadian stenosis subglotis adalah 1-8%. Pada tahun 1998, Choi

melaporkan bahwa kejadian stenosis subglotis tetap konstan pada Pusat Medis

Nasional Anak di Washington DC yaitu sekitar 1-2% pada anak-anak yang telah

dirawat di ICU3.

Walner melaporkan bahwa diantara 504 neonatus yang dirawat di level III

ICU di University of Chicago pada tahun 1997, 281 yang diintubasi selama rata-

rata 11 hari, dan tidak ada pasien stenosis subglotis yang berkembang selama

1

Page 2: Referat Tht stenosis subglotis

periode 3 tahun. Pada tahun 1996, sebuah laporan dari Perancis juga

menggambarkan tidak ada kejadian stenosis subglotis pada populasi neonatal

yang menjalani intubasi dengan tabung endotrakeal (diameter 2,5 mm) dalam

upaya mencegah trauma pada jalan napas.3

2

Page 3: Referat Tht stenosis subglotis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring

Laring merupakan sfringter atau pintu masuk ke saluran nafas bawah,

menyerupai limas segitiga terpancung. Pada pria letaknya setinggi vertebra

cervikal III-VI, sedangkan pada wanita dan anak-anak biasanya lebih tinggi. Batas

atas laring adalah epgilotis dengan plika ariepiglotika dan batas bawah adalah

cincin trakea pertama1.

Batas atas rongga laring adalah aditis laring, batas bawahnya adalah bidang

yang melalui piggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan

belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepglotik, sudut antara

kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago tiroid. Batas lateralnya

adalah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus

kartilago krikoid, sedangkan batas belakang adalah m. aritenoid tranversus dan

lamina kartilago krikoid1.

Gambar 2.1 Anatomi laring

Bangunan kerangka laring tersusun dari 1 tulang dan beberapa tulang rawan.

Tulang hioid berbentuk huruf U, permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,

mandibula dan tengkorak oleh tendon dan otot. Sedangkan tulang-tulang rawan

3

Page 4: Referat Tht stenosis subglotis

yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartilago

aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea1.

Gambar 2.2 Otot-otot Ekstrinsik dan Intrinsik laring

Gerakan laring dilaksanakan oleh otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot

ekstrinsik suprahioid adalah m. digastrikus, m. geniohioid, m. milohioid,

sedangkan otot ekstrinsik infrahioid adalah m. sternohioid, m. omohioid, dan m.

tirohioid4.

Rongga laring dibagi dalam 3 bagian yaitu supraglotis, glotis dan subglotis.

Supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakan gabungan

dari permukaan epiglotis, plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan daerah

subglotis adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.1

Gambar 2.3 gambaran subglotis normal pada endoskopi

2.2 Persarafan Laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu nervus laringeus

superior dan inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan

4

Page 5: Referat Tht stenosis subglotis

sensorik. Nervus laringeus superior mempersarafi m. krikotiroid, sehingga

memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara4.

Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di sebelah

medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang

hioid dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior,

membagi diri dalam 2 cabang yaitu ramus eksternus dan ramus internus4.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring

inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.

tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus membran

hiotiroid dan bersama-sama dengan a. laringis superior menuju mukosa laring4.

Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. Rekuren setelah saraf

itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren

merupakan cabang dari n. vagus1.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a. subklavia kanan di bawahnya,

sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior

berjalan diantara cabang-cabang a.tiroid inferior dan melalui permukaan

mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m. krikofaring.

Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi

ramus anterior dan posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot

intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot

intrinsik laring bagian superior dan mengadakan anstomosis dengan n. laringis

superior ramus internus5.

2.3 Pendarahan Laring

Pendarahan laring memiliki dua cabang yaitu arteri laringis superior dan

arteri laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari arteri tiroid

superior. Arteri laringis superior berjalan secara mendatar melewati bagian

belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari nervus

laringeus superior, kemudian menembus membran ini untuk berjalan kebawah di

submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk

memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.5

Arteri laringis inferior merupakan cabang dari arteri tiroid inferior dan

bersama-sama dengan nervus laringis inferior berjalan ke belakang sendi

5

Page 6: Referat Tht stenosis subglotis

krikotiroid, memasuki laring melalui daerah pinggir bawah dari muskulus

konstriktor faring inferior. Di dalam laring, arteri laringis inferior bercabang-

cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranatomosis dengan arteri laringis

superior4,5.

2.4 Pembuluh Limfa Laring

Drainase limfatik pada laring memiliki dua sistem drainase yang terpisah,

yaitu superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan dari

lantai sinus piriformis dan arteri laringis superior, kemudian berjalan ke atas,

selanjutnya bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam.

Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengan arteri laringis

inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, beberapa diantaranya

menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular 4,5.

2.5 Fisiologi Laring

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi

serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah makanan dan

benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima

glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus lariang adalah karena

pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal

ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m. tiroaritenoid dan m.

arritenoid. Selanjutnya m. ariepiglotika berfungsi sebagai sfringter4.

Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago

aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. Selain itu

dengan reflek batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat

dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk sekret yang berasal dari

paru-paru dikeluarkan4.

Fungsi respirasi laring adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis.

Bila m. krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis

kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan

mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi

6

Page 7: Referat Tht stenosis subglotis

darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur

sirkulasi darah4.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan adalah dengan 3 mekanisme

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan

mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke

dalam laring. Laring juga berfungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti

berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain1,4,5.

Fungsi laring yang lain adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menetukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan

plika vokalis. Bila vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan

kartilago krikoid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid4.

Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau

menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang

efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan

mendorong kartilagi aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.

Kontrkasi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya

nada4.

2.6 Stenosis Subglotis

A. Definisi

Stenosis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang

menyatakan adanya penyempitan dalam sebuah rongga. Stenosis subglotis berarti

penyempitan pada laring, tepatnya pada daerah subglotis yang terletak memanjang

dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Stenosis subglotik

merupakan suatu bentuk kelainan yang bisa didapat dari lahir ataupun kelainan

yang didapat pada saat dewasa2.

B. Etiologi

Stenosis subglotis ada 2 yaitu kongenital dan didapat6 :

1. Stenosis subglotis kongenital

Merupakan cacat lahir yang disebabkan oleh rekanalisasi tidak lengkap

tabung laringotracheal yang merupakan embrologi dari laring selama bulan ketiga

kehamilan sehingga menyebabkan berbagai tingkat stenosis subglotis bawaan6.

7

Page 8: Referat Tht stenosis subglotis

Stenosis subglotis kongenital didapatkan dari lahir atau pada periode

neonatal, atau dalam beberapa minggu pertama atau bulan setelah lahir dimana

stenosis terjadi tanpa adanya riwayat intubasi, trauma laring, atau kompresi

ekstrinsik seperti malformasi vaskular yang bisa disebabkan karena lengkungan

aorta ganda3.

Stenosis subglotis kongenital dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu

karena kelainan membran dan kelainan bentuk tulang rawan krikoid.

a. Kelainan membran

Hiperplasia jaringan fibrosa

Hiperplasia kelenjar submukosa

Granulasi jaringan

Gambar 2.4 stenosis subglotis kongenital karena granulasi jaringan

b. Kelainan bentuk katilago krikoid

Krikoid yang berukuran kecil

Krikoid bentuk elips (lonjong)

Lamina anterior berukuran besar

Lamina posterior berukuran besar

Pergeseran cincin trakea pertama ke arah atas belakang ke dalam

lumen krikoid.

2. Stenosis subglotis yang didapat (Acquired stenosis subglottic)

8

Page 9: Referat Tht stenosis subglotis

Dapat disebabkan karena6 :

a. Intubasi

b. Trauma laring, bisa disebabkan karena trauma beda tajam atau beda

tumpul, trakeostomi tinggi dan krikotiroidotomi.

c. Infeksi

d. Gastroesophageal Reflux Desease (GERD)

e. Penyakit inflamasi, seperti : Anti-neutrophil cytoplasmic autoantibodies,

sarcoidosis dan lupus eritematous sistemik.

Stenosis subglotis didapat terjadi karena pemakaian intubasi endotrakeal

yang berkepanjangan sehingga meyebabkan trauma pada struktur subglotis

sekunder karena tekanan antara kartilago aritenoid. Intubasi menyebabkan cedera

di subglotis karena cincin kartilaginosa atau dapat menyebabkan cedera distal

dalam trakea. Tekanan dan atau gerakan dari tabung terhadap kerangka tulang

rawan dapat menyebabkan iskemik dan nekrosis7 .

Selain karena intubasi endotrakeal, juga dapat karena benda asing, infeksi,

atau irtasi kimia. Epitel pernafasan sangat rentan terhadap iritasi, dan bila terus

berlanjut dapat terjadi edema, hipermia ulserasi dan infeksi lokal dengan

pertumbuhan jaringan granulasi. Jika iritasi masih berlanjut kerusakan kartilago

yang mendasari kartilaginosa lainnya terjadi. Akibat selanjutnya jika terjadi

penyembuhan akan terbentuk jaringan parut yang dapat menghasilkan striktur atau

stenosis8.

Selain disebabkan oleh beberapa hal di atas, terjadinya stenosis subglotis

yang didapat juga dipengaruhi oleh beberapa keadaan sistemik seperti refluknya

cairan lambung (GERD), penyakit kronis, trauma eksternal, penetrasi dan tumpul,

tracheotomy terutama trakchetomy tinggi atau krikotiroidotomi7,8.

Chondroradionecrosis setelah terapi radiasi bisa terjadi hingga 20 tahun

kemudian. Infeksi kronis seperti Tuberculossis (TB) dan kebiasaan yang salah

seperti menelan atau makan silet atau beling sehingga menimbulkan perlukaan

dan jaringan parut juga dapat menyebabkan terjadinya stenosis subglotis2.

C. Gejala Klinis

9

Page 10: Referat Tht stenosis subglotis

Stenosis subglotis terjadi pada daerah subglotis yaitu 2-3 cm dari pita suara,

dimana pasien akan mengalami gejala klinis berupa2 :

a. Orang dewasa dengan stenosis kongenital ringan biasanya tanpa gejala dan

biasa diagnosis ditegakkan setelah intubasi sulit atau saat menjalani endoskopi

untuk alasan lain.

b. Pasien dengan stenosis didapat didiagnosis dari beberapa hari sampai 10 tahun

atau lebih setelah cedera awal. Mayoritas kasus didiagnosis dalam waktu 1

tahun. Gejalanya meliputi :

Dispneu (mungkin saat beraktifitas atau dengan istirahat, tergantung

pada tingkat keparahan stenosis).

Stridor

Suara serak

Retraksi di suprasternal, epigastrium, interkontal, serta subklavikula

Sianosis dan apneu pada stadium yang lebih berat sebagai akibat

sumbatan jalan nafas, sehingga mungkin juga terjadi gagal

pernafasanan (respiratory distress).

D. Stadium

Stenosis subglotis menurut Myer-Cotton dinilai berdasarkan tingkat

keparahan blok atau tingkat obstruksinya ada 4 yaitu9 :

Kelas 1 : tingkat obstruksi < 50%

Kelas 2 : obstruksi 51%-70%

Kelas 3 : obstruksi 71%-99%

Kelas 4 : tidak ada lumen (obstruksi 100%)

10

Page 11: Referat Tht stenosis subglotis

Gambar 2.5 Stadium stenosis subglotis

E. Diagnosa Banding

Diagnosa banding stenosis subglotis diantaranya adalah4,5 :

1. Laringomalasi

Laringomalasi merupakan kelainan laring kongenital yang paling sering

ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada waktu

inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian

bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor).

Stridor merupakan gejala awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang

timbul. Ini disebabkan arena lemahnya rangka laring. Tanda sumbatan jalan nafas

dapat terlihat dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah suprasternal,

epigastrium, interkostal dan supraklavikular.

2. Laryngeal Web (Selaput di laring)

Suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glotis,

suoraglotis atau subglotis. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glotis (75%),

subglotis (13%) dan di supraglotis sebanyak 12%. Terdapat gejala sumbatan

laring.

11

Page 12: Referat Tht stenosis subglotis

3. Kista kongenital

Kista sering tumbuh dipangkal lidah atau di plika ventrikularis. Untuk

penanggulangannya adalah dengan mengangkat kista itu dengan bedah mikro

laring.

4. Hemangioma

Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotis. Sering pula disertai

dengan hemangioma di tempat lain, seperti di leher. Gejalanya adalah terdapat

hemoptisis dan bila tumor itu besar terdapat juga gejala sumbatan laring.

F. Diagnosis

Semua pasien yang datang harus dilakukan anamnesis secara lengkap,

pemeriksaan fisik, nasopharingolaringoskopi dan pemeriksaan radiografi untuk

menegakkan diagnosis. Dari anamnesis biasanya ditemukan keluhan-keluhan

pasien suara serak dan susah bernafas6.

Pemeriksaan kepala dan leher secara lengkap harus dilakukan pada semua

pasien. Dimulai dengan melihat apakah pada pasien terdapat gejala sumbatan

jalan nafas seperti dispneu, takipneu, sianosis, stridor, dan retraksi di suprasternal,

epigastrium, interkontal, serta subklavikula2.

Pemeriksaan diatas juga diikuti dengan endoskopi untuk menilai laring,

trakea, bronkus, esophagus dan untuk memastikan karakteristik lesi stenosis.

Penanganan stenosis sub glotis tergantung pada diameter, panjang, lokasi dan

keadaan pasien.

Gold standart untuk mendiagnosis kelainan laring adalah dengan

laringoskopi langsung (direct) dan trakeobronkoskopi yang dilakukan dengan

anastesi umum. Pemeriksaan ini harus dilakukan di ruang operasi dan harus ada

ahli anastesi.

G. Penatalaksanaan

Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannya

dan seberapa parah hal itu berdampak pada pernafasan. Pada umunya terapi

stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan submukosa adalah dilatasi atau

dengan laser CO210.

12

Page 13: Referat Tht stenosis subglotis

Stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan

krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan melakukan rekonstruksi. Pengobatan

proses inflamasi dengan steroid oral atau inhalasi kadang-kadang dapat

mengurangi keparahan penyakit. Pengobatan terhadap beberapa keadaan yang

memperburuk atau menyebabkan stenosis subglotis juga perlu dilakukan, seperti

penatalaksanaan GERD dan infeksi kronis lainnya11.

Gambar 2.6 post operasi stenosis subglotis

H. Pencegahan

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stenosis

subglotis diantaranya :

1. Menghindari pemakaian endotrakeal tube yang terlalu lama (>7 hari).

2. Menangani penyakit-penyakit yang yang dapat menimbulkan stenosis subglotis

sebagai komplikasi, seperti penyakit infeksi, penyakit inflamasi dan GERD

3. Penggunaan steroid bila terjadi proses inflamasi pada mukosa laring untuk

proses granulasi pada mukosa yang dapat menimbulkan stenosis subglotis.

13

Page 14: Referat Tht stenosis subglotis

BAB III

KESIMPULAN

Stenosis subglotis berarti penyempitan pada laring, tepatnya pada daerah

subglotis yang terletak memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga

kartilago krikoid. Stenosis subglotik merupakan suatu bentuk kelainan yang bisa

didapat dari lahir ataupun kelainan yang didapat pada saat dewasa.

Stenosis subglotis kongenital dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu

karena kelainan membran dan kelainan bentuk tulang rawan krikoid. Seadngkan

stenosis subglotis didapat terjadi karena pemakaian intubasi endotrakeal yang

berkepanjangan sehingga meyebabkan trauma pada struktur subglotis sekunder

karena tekanan antara kartilago aritenoid.

Semua pasien yang datang harus dilakukan anamnesis secara lengkap,

pemeriksaan fisik, nasopharingolaringoskopi dan pemeriksaan radiografi untuk

menegakkan diagnosis. Pemeriksaan diatas juga diikuti dengan endoskopi untuk

menilai laring, trakea, bronkus, esophagus dan untuk memastikan karakteristik

lesi stenosis. Penanganan stenosis subglotis tergantung pada diameter, panjang,

lokasi dan keadaan pasien.

Pada umunya terapi stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan

submukosa adalah dilatasi atau dengan laser CO2. Stenosis subglotis yang

disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi

pembedahan dengan melakukan rekonstruksi.

14

Page 15: Referat Tht stenosis subglotis

DAFTAR PUSTAKA

1. Novialdi dan Azani, S. 2012. Trakeostomi dan Krikotirotomi. Universitas Andalas Press. Hal:1-2.

2. Muller, CD; Pou, AM; Quinn, FB; Ryan, MW. 2002. Subglottic Stenosis. Dept. of Otolaryngology.

3. Mclay, JE. 2010. Subglottic Stenosis in Children. Department of Otolaryngology, Division of Pediatric Otolaryngology, Children's Medical Center, University of Texas at Southwestern.

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. Hal: 232-234.

5. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Editor: Effendi H, Santoso K. EGC. Jakarta. 1997. Hal: 369-377.

6. Choi, SS; Zalzal, GH. 2000. Changing Trends in Neonatal Subglottic Stenosis. Otolaryngol Head Neck; 122(1): 61-3.

7. Roh, JL; Lee, YW; Park, HT. 2006. Subglottic Wound Healing in a New Rabbit Model of Acquired Subglottic Stenosis. Annals of Otology, Rhinology and Laryngology 115(8): 611-616.

8. Lorenz, RR. 2003. Adult Laryngotracheal Stenosis: Etiology and Surgical Management. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg 11:467-72.

9. Amy, S et al,. 2012. Outcomes of Ballon Dilation in Pediatric Subglottic Stenosis. Annals of Otology, Rhinology and Laryngology 121(7): 442-448.

10. Halmos, B et al,. 2009. Groningen Dilatation Tracheoscope in Treatment of Moderate Subglottic and Tracheal stenosis. Annals of Otology, Rhinology and Laryngology 118(5): 329-335.

11. Lando, T; April, MM; Ward, RF. 2008. Minimally Invasive Techniques in Laryngotracheal Reconstruction. Otolariyngol Clin North Am 41: 935-46.

15