stenosis pilorus

28
STENOSIS PILORUS (Moammar Khadafy , Fatmawaty Zainuddin, Dario A. Nelwan) I. PENDAHULUAN Stenosis pilorus adalah penyempitan dari pilorus, yaitu bagian dari lambung yang menuju ke usus halus. Dalam kondisi normal, makanan akan dengan mudah melalui lambung menuju ke bagian pertama dari usus halus melalui katup yang disebut pilorus. Pada Stenosis pilorus, otot otot pilorus mengalami penebalan. Hal tersebut mencegah pengosongan isi lambung menuju usus halus. (1) Stenosis pilorus dapat terjadi pada anak anak maupun orang dewasa. Pada anak anak, Stenosis pilorus dikenal dengan nama Infantile Hypertropic Pyloric Stenosis (IHPS). IHPS adalah masalah yang biasa terjadi pada bayi neonatus dan bayi yang masih muda, kebanyakan terjadi pada bayi yang berusia 2-8 minggu. Etiologi kelainan ini masih belum jelas. IHPS ditandai dengan adanya hipertrofi dari otot otot pilorus, terutama lapisan sirkular, yang mengakibatkan sumbatan parsial bahkan total pada kanalis pilorus. (3) Berbeda dengan anak anak, pada orang dewasa, Hypertropic Pyloric Stenosis adalah gangguan yang jarang menjadi penyebab obstruksi jalan keluar lambung. 1

Upload: syaifularis

Post on 23-Oct-2015

427 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

refarat stenosis pylorus radiology

TRANSCRIPT

Page 1: Stenosis Pilorus

STENOSIS PILORUS

(Moammar Khadafy, Fatmawaty Zainuddin, Dario A. Nelwan)

I. PENDAHULUAN

Stenosis pilorus adalah penyempitan dari pilorus, yaitu bagian dari

lambung yang menuju ke usus halus. Dalam kondisi normal, makanan akan

dengan mudah melalui lambung menuju ke bagian pertama dari usus halus

melalui katup yang disebut pilorus. Pada Stenosis pilorus, otot otot pilorus

mengalami penebalan. Hal tersebut mencegah pengosongan isi lambung

menuju usus halus. (1)

Stenosis pilorus dapat terjadi pada anak anak maupun orang dewasa.

Pada anak anak, Stenosis pilorus dikenal dengan nama Infantile

Hypertropic Pyloric Stenosis (IHPS). IHPS adalah masalah yang biasa

terjadi pada bayi neonatus dan bayi yang masih muda, kebanyakan terjadi

pada bayi yang berusia 2-8 minggu. Etiologi kelainan ini masih belum jelas.

IHPS ditandai dengan adanya hipertrofi dari otot otot pilorus, terutama

lapisan sirkular, yang mengakibatkan sumbatan parsial bahkan total pada

kanalis pilorus. (3)

Berbeda dengan anak anak, pada orang dewasa, Hypertropic Pyloric

Stenosis adalah gangguan yang jarang menjadi penyebab obstruksi jalan

keluar lambung. Obstruksi pilorus pada orang dewasa dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu obstruksi pilorus primer dan sekunder. Kebanyakan

kasus Hypertropic Pyloric Stenosis yang terjadi merupakan kejadian

sekunder yang timbul akibat adanya penyakit lain, misalnya karena adanya

jaringan parut akibat ulkus gaster atau duodenum dan Carcinoma ataupun

komplikasi dari tukak duodeni. Adapun jika kelainan Hypertropic Pyloric

Stenosis yang terjadi merupakan kejadian primer, maka sama halnya seperti

Stenosis Pilorus yang terjadi pada anak anak, kita akan mendapatkan adanya

hipertrofi dari otot otot pilorus tanpa ada penyebab penyakit lain. (4,5)

1

Page 2: Stenosis Pilorus

II. EPIDEMIOLOGI

Stenosis Pilorus lebih sering terjadi pada orang kulit putih keturunan

Eropa Utara, kurang sering pada orang kulit hitam, dan jarang pada orang

Asia.Stenosis pilorik terjadi sekitar 1-4 dari 1000 kelahiran bayi. Kasus ini

lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan ratio

2:1 hingga 5:1. Biasanya bayi kasus stenosis pilorus didiagnosa pada bayi

yang berusia 2-8 minggu, dan kebanyakan insiden kejadian ini ditemukan

pada bayi berusia 3-5 minggu. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat

pada bayi dengan golongan darah B dan O. (6,7)

III. ETIOLOGI

Penyebab stenosis pilorus belum diketahui, tetapi bermacam macam

faktor telah diketahui terlibat. Inervasi otot yang tidak nomal, menyusui, dan

stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula,

peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksidase sintase di

pilorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan

merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi

lambung. Faktor genetik mungkin berperan. (6)

IV. ANATOMI

2

Gambar 2Gaster, dilihat dari ventralDikutip dari kepustakaan 8

Page 3: Stenosis Pilorus

Gaster terletak di dalam perut bagian atas mulai dari hipocondrium

kiri sampai epigastrium dan kadang kadang mencapai regio umbilicalis.

Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila

penuh, berbentuk seperti pir raksasa.(9,10)

Gaster mempunyai dua buah lengkungan atau curvatura yaitu

curvatura minor yang membentuk batas kanan gaster dan curvatura major

yang membentuk batas kiri gaster. Selain itu, gaster mempunyai dua

permukaan yaitu facies anterior dan facies posterior serta dua pintu, yaitu

ostium cardiacum dan ostium pyloricum.(9)

Lambung terdiri dari 5 bagian utama, yaitu: Cardia, Fundus, Corpus,

Antrum dan Pylorus 5. Cardia merupakan bagian yang kurang tegas

batasnya dan didapatkan segera setelah oesophagus masuk ke gaster.

Fundus gastricus merupakan bagian gaster yang letaknya paling tinggi, di

atas dan di sebelah kiri dari ostium cardiacum. Bagian ini biasanya berisi

udara yang ditelan masuk dan itu akan terlihat pada foto roentgen dari

abdomen. Corpus gastricum adalah bagian antara fundus dan pylorus. Pars

pylorica terdiri dari dua bagian yaitu antrum pyloricum dan canalis

pyloricus yang berakhir pada pylorus, yaitu sphincter yang memisahkan

gaster dan duodenum. Musculus sphincter pyloricus tidak mempunyai

struktur seperti sphincter yang sebenarnya. Otot ini berkontraksi secara

sinergis dengan peristaltik pylorus secara keseluruhan.(9,11)

Struktur lapisan dinding lambung sama seperti lapisan dinding

organ saluran pencernaan yang lain namun di lambung terdapat tambahan

lapisan otot oblik yang berperan dalam mendukung fungsi mekanis lambung

dan kemampuan lambung untuk membesar.

Struktur lapisan dinding lambung dari luar ke dalam adalah:

1. Serosa

2. Lapisan otot longitudinal

3. Lapisan otot Circular

4. Lapisan otot oblik

5. Submukosa

3

Page 4: Stenosis Pilorus

6. Mukosa muskularis

7. Mukosa termasuk/terdiri dari lamina propria dan epitel kolumnar

lambung beserta kelenjar kelenjar dan pits lambung

Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritonium

viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor

lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk

omentum minus. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah

membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti

sebuah apron besar.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, tidak seperti daerah saluran

cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis

otot polos:lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan

lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini

memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk

memcah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan

mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya

ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan aerolar longgar yang

menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini

memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini

juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan

longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung

sewaktu diisi makanan.

Pasokan darah lambung didapatkan secara eksklusif dari cabang-

cabang aksis seliaka. Drainase vena lambung mengalir ke sistem portal.

Persarafan lambung. Yaitu trunkus vagal anterior dan posterior berasal dari

pleksus esofagus dan memasuki abdomen melalui hiatus esofagus. Cabang-

cabang hepatika dari n.vagus anterior berjalan ke hepar. Cabang seliaka dari

n.vagus posterior berjalan ke ganglion seliaka dimana cabang ini kemudian

mempersarafi usus ke bagian bawah sampai kolon transversum distal.

4

Page 5: Stenosis Pilorus

N.vagus membawa saraf motoris dan sekretoris ke lambung. Saraf sekretoris

mempersarafi bagian yang mensekresi asam lambung yaitu korpus.(10,11,12)

V. PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini patofisiologi yang mendasari disfungsi pilorus pada

penderita hipertorfi stenosis pilorus belum diketahui secara pasti. Namun

berdasarkan hasil penelitian selama 10 tahun terakhir telah ditemukan

hubungan antara lapisan otot yang mengalami hipertrofi dengan jumlah

saraf terminal, marker untuk sel Schawn perifer, peptida, aktivitas sintesis

nitrat oksida, produksi RNA messenger untuk mensintesis nitrat oksida.

Muncul sebuah postulat/dalil bahwa inervasi yang abnormal dari lapisan

otot menimbulkan kegagalan relaksasi dari otot pylorus, meningkatkan

sintesis faktor faktor pertumbuhan, dan akibatnya terjadilah hipertropi,

hiperplasia, dan obstruksi. (2)

Kurangnya sintesis neuronal oksida nitrat sintase pada pleksus

myenterikus adalah faktor penentu yang penting dalam patogenesis

terjadinya hipertrofi stenosis pilorus, seperti halnya patogenesis pada

akalasia, gastroparesis diabetik, penyakit Hirschprung, dan penyakit Chagas. (13)

5

Page 6: Stenosis Pilorus

Gambar 1Ilustrasi hipertrofi otot pilorus

Dikutip dari kepustakaan 2

VI. DIAGNOSIS

VI.1 Gambaran Klinis

Muntah tanpa empedu (nonbilious vomitting) merupakan gejala

awal stenosis pilorus. Muntah pada stenosis pilorus merupakan

muntahan yang berasal dari isi lambung yang ditandai dengan muntah

yang berwarna kuning dan kadang berisi makanan yang telah dimakan

sebelumnya, tanpa adanya empedu (yang ditandai dengan muntahan

yang berwarna hijau). Muntah bisa menyembur atau tidak pada

awalnya tetapi biasanya progresif dan terjadi segera setelah makan.

Muntah bisa setiap kali setelah makan atau bisa intermitten. Muntah

biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling

awal pada umur 1 minggu, dan paling lambat pada umur 5 bulan.

Setelah muntah bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena

muntah terus menerus, terjadilah kehilangan cairan, ion hidrogen, dan

klorida secara progresif, sehingga menyebabkan alkalosis metabolik

hipokloremik. Kadar kalium serum biasanya normal, tetapi mungkin

ada pengurangan kadar totalnya dalam tubuh. Perhatian yang lebih

besar pada stenosis pilorus telah menyebabkan pengenalan penderita

menjadi lebih awal, dan lebih sedikit yang mengalami keadaan

malnutrisi kronis dan dehidrasi berat.

Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukuronil

transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera

membaik setelah obstruksinya sembuh. (6)

VI.2 Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, kita dapat melakukan palpasi massa di

pilorus. Massa ini kenyal, bisa digerakan, panjangnya sekitar 2 cm,

berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri,

dan terletak di atas dan kanan umbilikus di midepigastrium di bawah

6

Page 7: Stenosis Pilorus

tepi hati. Massa ini merupakan tanda yang sangat khas dalam

menegakkan diagnosis stenosis pilorus.

Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah

makan mungkin ada gelombang peristaltik lambung yang terlihat

berjalan menyilang perut yang bergerak dari kiri ke kanan pada perut

bagian atas. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk

“buah zaitun” lebih mudah diraba.(6,14)

VI.3 Pemeriksaan Radiologi

Prosedur imaging dicadangkan untuk bayi yang diagnosisnya

tetap meragukan. Ultrasononografi abdomen telah menggantikan

pemeriksaan barium dalam menegakkan diagnosis pada kasus yang

sulit. (6)

VI.3.1 Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen sebenarnya tidak

spesifik untuk menegakkan diagnosis stenosis pilorus. Pada

pemeriksaan foto polos abdomen akan menunjukkan lambung

berisi cairan atau udara yang berlebih, ini menunjukkan adanya

obstruksi lambung. Dilatasi pada lambung dengan incisura

yang berlebih memberi gambaran “Caterpillar sign”. Hal ini

terjadi akibat peningkatan gerak peristaltik lambung pada

penderita. Tanda ini dapat juga ditemukan pada Pneumatosis

gastric sehingga tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis. (13,15)

7

Page 8: Stenosis Pilorus

VI.2.2 Maagduodenografi (MD)

Metode pencitraan dengan bantuan kontras radiografi ini

merupakan metode pemeriksaan yang efektif (bahkan lebih

efektif dibandingkan dengan pemeriksaan ultrasonografi) untuk

menegakkan diagnosis pada bayi dengan gejala klinis muntah

muntah. Bahkan kita bisa menemukan kelainan yang tidak

terdeteksi dengan ultrasonografi dengan menggunakan metode

pencitraan ini, contohnya untuk menegakkan diagnosis malrotasi

dan refluks gastroesofageal. (15)

Pemeriksaan ini tidak membutuhkan persiapan khusus dari

pasien. Kontras yang digunakan adalah barium, bisa peroral

(barium dicampur dengan susu yang diberikan kepada bayi)

ataupun melalui NGT (Nasogastric tube). Pencitraan dilakukan

dengan posisi oblique kanan anterior untuk memfasilitasi

terjadinya pengosongan lambung.

8

Gambar 3Gambar foto polos abdomen yang memperlihatkan

gambaran Caterpillar sign pada lambung yang mengalami hiperperistaltik dan pembesaran.

Dikutip dari kepustakaan 13

Page 9: Stenosis Pilorus

Pada pemeriksaan ini kita akan mendapatkan sejumlah

tanda/gambaran untuk menegakkan diagnosis Stenosis Pilorus,

yaitu:

1. Pengosongan lambung yang tertunda (15)

2. Saluran pilorus

yang memanjang,

penonjolan otot pilorus ke dalam antrum yang disebut

9

Gambar 4. Gambaran Air Fluid Level diatas hemidiafragma kanan yang menunjukkan adanya pengosongan lambung yang tertunda.Dikutip dari kepustakaan 16

Gambar 5. Gambaran pengosongan lambung yang tertunda. Tampak kontras melalui pilorus yang menyempit.Dikutip dari kepustakaan 16

Page 10: Stenosis Pilorus

“tanda bahu”/shoulder sign (feeling defect pada antrum

akibat prolaps dari otot yang mengalami hipertrofi).(15)

3. Lapisan paralel barium terlihat pada saluran yang

menyempit, sehingga menghasilkan “tanda saluran ganda”

atau double-track sign.(15)

4. String sign merupakan gambaran bayangan kontras yang

melewati saluran pilorus yang menyempit. Kadang-kadang

bisa terlihat bayangan radiolusen diantara bayangan

10

Gambar 7. Gambaran kanalis pilorus yang meyempit dan memanjang (tanda panah).Dikutip dari kepustakaan 17

Gambar 8. Terlihat kontras melalui sela sela mukosa dari kanal, membentuk gambaran double-track sign (ujung panah besar), dengan tambahan saluran di tengah (ujung panah kecil). Tampak impresi massa pada antrum lambung (tanda panah putih), paling bagus terlihat selama peristaltik, gamabaran ini disebut shoulder sign.Dikutip dari kepustakaan 2

Page 11: Stenosis Pilorus

kontras barium yang terjadi karena kontraksi dari mukosa

atau dinding pilorus, tampak pengisian bulbus duodenum

yang lambat sekali. (15)

VI.2.3 Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) adalah modalitas pencitraan pilihan

untuk menegakkan diagnostik stenosis pilorus dengan tingkat

akurasi 100%, apabila pemeriksa mempunyai skill yang baik.

USG aman, non-invasif, dan cepat untuk mendiagnosis stenosis

pilorus. Pemeriksaan grey-scale dan colour Doppler secara

simultan dapat lebih akurat dalam mendiagnosis stenosis

pilorus, oleh karena itu, pemeriksaan ini sangat

direkomendasikan untuk diagnosis yang lebih akurat. (18,19)

Ultrasonografi dilakukan dengan transduser frekuensi

tinggi, antara 6-10 MHz linier pada anak terlentang. Semakin

besar bayinya dan semakin dalam pilorusnya maka kita dapat

menambah frekuensinya.(2)

Gambaran USG dari stenosis pilorik adalah sebagai

berikut : (19,20)

11

Gambar 9. Gambaran string sign Diambil dari kepustakaan 15

Page 12: Stenosis Pilorus

- Ketebalan otot (serosa pada mukosa) > 3 mm

- Diameter pilorus (Target sign) > 12 mm

- Panjang kanal pilorus (Cervix sign) 14-20 mm (rata rata 17

mm)

- Pada pemeriksaan Colour Doppler akan terlihat positive flow

pada mukosa dan otot pada pilorus.

12

Gambar 10Memperlihatkan gambaran hasil pengukuran dari pilorus. Ukuran

panjang pilorus 21,6 mm (garis nomor 1), ketebalan dinding pilorus 4,6 mm (garis nomor 2), diameter pilorus 9,3 mm (garis

nomor 3). Indikasi adanya stenosis pilorus.Dikutip dari kepustakaan 21

Page 13: Stenosis Pilorus

13

Gambar 11Gambar pengukuran ketebalan dinding pilorus.

Dikutip dari kepustakaan 19

Gambar 12Gambar potongan transversal pilorus pada penderita

IHPS, memberikan gambaran target signDikutip dari kepustakaan 19

Page 14: Stenosis Pilorus

VI.4 Biopsi

14

Gambar 12Pengukuran panjang kanal pilorus (Cevix sign pada IHPS).

Dikutip dari kepustakaan 19

Gambar 13Pemeriksaan Colour Doppler pada pilorus menunjukkan

vaskularitas pada mukosa dan otot pilorus.Dikutip dari kepustakaan 19

Page 15: Stenosis Pilorus

Biopsi terhadap jaringan otot dapat dilakukan ketika melakukan

operasi/pembedahan pyloromyotomi. Setelah dilakukan eksisi dan

pemeriksaan histologi pada lesi didapatkan bahwa mukosa mengalami

hipertrofi dan edema sehingga menyamai tebalnya lapisan otot.

VII. DIAGNOSIS BANDING

VI. Stenosis Duodenum Proksimal

Stenosis duodenum adalah penyempitan dan obstruksi parsial

dari lumen duodenum. Obstruksi duodenum kongenital ini terjadi

akibat kegagalan perkembangan embriologik dari foregut. Bayi

dengan stenosis duodenum akan mengalami muntah muntah persisten

sejak lahir dan muntah bilier. Untuk menegakkan diagnosis dapat

dilakukan pencitraan dengan kontras dimana kita akan mendapatkan

gambaran windsock appearance, yaitu suatu gambaran yang akan

diperoleh apabila jaringan curvilinear yang membawa kontras melalui

sebuah lubang atau saluran yang sangat kecil. Penatalaksanaan untuk

kasus ini adalah dengan laparoscopic duodeno-duodenostomy dan

image-guide ballon dilatation.(6,13,25,26,27)

15

Gambar 14Gambar hasil biopsi dari spesimen otot pilorus (MUS) pada bayi dengan IHPS. Terlihat pembesaran mukosa

(muc).Dikutip dari kepustakaan 22

Page 16: Stenosis Pilorus

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pilihan untuk stenosis pilorus adalah pyloromyotomi

Ramstedt. Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau

dengan laparoskopi. Massa pilorus dibawah mukosa dipotong tanpa

memotong mukosa dan irisan ditutup kembali. Sebelum bedah dilakukan

harus dilakukan tindakan koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan

elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl,

dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar

30-50 mEq/L. Terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami

rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/dl yang

menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi. (6)

IX. PROGNOSIS

16

Gambar 17. Gambaran Stenosis duodeni pada bayi usia 4 bulan., pelebaran duodenum “windsock appearance” kepustakaan 27

Page 17: Stenosis Pilorus

Dengan pembedahan, maka gejala/keluhan yang dialami pasien dapat

sembuh atau teratasi. Bayi biasanya sudah dapat mentoleransi makanan

yang masuk dalam frekuensi dan jumlah yang sedikit sedikit beberapa jam

setelah pembedahan. (1)

17

Page 18: Stenosis Pilorus

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaneshiro, Neil K. Pyloric Stenosis. 2 Agustus 2011. (cited:2011, October

2nd). Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001965/

2. Hernanz, Martha et al. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. May 2003.

(cited:2011, October 2nd). Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12637675

3. Munir, Akhtar et al. Surgical Management Of Infantile Hypertrophic Pyloric

Stenosis In a District Hospital. July-December 2009. (cited:2011, October

2nd). Available from http://www.gjms.com.pk/files/GJMS%20Vol-7-

2%289%29.pdf

4. Gencosmanoglu, Rasim et al. Primary hypertrophic pyloric stenosis in the

adult: a case report. 2002. (cited:2011, October 2nd). Available from

http://www.turkgastro.org/pdf/449.pdf

5. Hadi,Sujono. Gastroenterologi. Bandung.PT Alumni: 2002. Hal. 232.

6. Wyllie,R. Nelson Ilmu Kesehatan Anak,Edisi ke 15. Jakarta.EGC: 2004. Hal.

1299-1037.

7. Thapa. Pediatric Gastrointestinal Emergencies. 2005. (cited:2011, October

2nd). Available from http://www.medscape.com/viewarticle/502882_4

8. Putz,R.Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2.Jakarta.EGC:2007.Hal.128.

9. Wibowo,Daniel S et al. Anatomi Tubuh Manusia.Jogjakarta.Graha

Ilmu:2009.Hal.326-327.

10. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta.

Penerbit EGC. 2003: hal 417-418

18

Page 19: Stenosis Pilorus

11. Keshav,S. The Gastrointestinal System at A Glance. UK. BlacWell Publishers

Company. 2004: page 19.

12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlacWell Publishers

Company. 2002: page 39.

13. Devos,A.S. et al.Radiological Imaging of the Digestive Tract In Infants and

Children.Newyork.Springer:2008.page118-119, 172.

14. Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik: alih bahasa Lukmanto, Petrus

dkk. Jakarta. EGC. 1995: hal 438

15. Reid JR. Imaging in Hypertrophic Pyloric Stenosis. May 2011. (cited:2011,

October 2nd). Available on http://emedicine.medscape.com/article/409621-

overview#showall

16. Javors,B.R.et al.Radiology of the postoperative GI

Tract.Newyork.Springer:2002.page 97.

17. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009: hal 240

18. Hardy,Maryann, et al.Paediatric Radiography.UK.Blackwell

Publishing:2003.page 64-65

19. Hussain, Mehboob. Sonographic Diagnosis of infantile hypertrophic pyloric

stenosis use of simultaneous grey-scale & colour doppller examination. July

2008. (cited:2011, October 2nd). Available on

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3068743/

20. Misra,R. et al.Radiology for Surgeons.San Fransisco.GMM:2002.page 133-

134.

21. Yamamoto, Lauren. Radiology Cases in Pediatric Emergency Medicine.2004.

(cited:2011, October 8th). Available on

http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/PAP/GITech/TechGIUGIfo

rHPS.shtml

22. Schulman,Marta.et al. In Vivo Visualization of Pyloric Mucosal Hypertrophy

in infants with hypertrophic pyloric stenosis.2001. (cited:2011, October 8 th).

Avalaible on http://www.ajronline.org/content/177/4/843.full.pdf+html

19

Page 20: Stenosis Pilorus

23. Chandran, Latta.et al. Vomitting in Children:Reasurance, Red flag, or

referral.2008. (cited:2011, October 8th). Available on

http://pedsinreview.aappublications.org/content/29/6/183.full.pdf+html

24. Sawyer, M. Et al. Gastroesophageal Reflux Imaging.May 2011. (cited:2011,

October 8th). Available on http://emedicine.medscape.com/article/368861-

overview#showall

25. Cerekja, A. Et al. Duodenal stenosis.2011. (cited:2011, October 17 th).

Available on http://www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=2987

26. Kshirsagar, AY. Et al. Duodenal stenosis in a child.2011. (cited:2011,

October 17th). Available on http://www.afrjpaedsurg.org/article.asp?

issn=0189-

6725;year=2011;volume=8;issue=1;spage=92;epage=94;aulast=Kshirsagar

27. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Jakarta. Balai penerbit FKUI:2005.Hal

408.

20