preskas lengkap pulmo

57
BAB I PENDAHULUAN Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus yang merupakan penyebab utama kematian dalam kelompok kanker. Kanker paru menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan kanker lain seperti kanker usus, payudara dan pankreas. (1) Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan diperkirakan 159.260 orang di Amerika meninggal karena kanker paru pada tahun 2014, dan merupakan 27% dari semua kematian akibat kanker. Jumlah kematian akibat kanker paru telah meningkat sekitar 3,5% antara tahun 1999 dan 2012 dari 152.156 sampai 157.499 jiwa. Jumlah kematian di antara laki-laki sangat tinggi dan angka kematian pada penderita kanker paru wanita pun terus meningkat. Pada tahun 2012, dilaporkan ada 86.740 kematian akibat kanker paru-paru pada pria dan 70.759 di perempuan. (1) (2) Tingkat kematian pada laki-laki (56,1 per 100.000 orang) dengan kanker paru lebih tinggi dibandingkan perempuan (36,4 per 100.000 orang). Hal ini juga lebih tinggi untuk orang kulit hitam (48,3 per 100.000 orang) 1

Upload: rina-syafrita

Post on 07-Feb-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau

epitel bronkus yang merupakan penyebab utama kematian dalam kelompok kanker.

Kanker paru menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan kanker lain seperti

kanker usus, payudara dan pankreas. (1)

Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan diperkirakan

159.260 orang di Amerika meninggal karena kanker paru pada tahun 2014, dan

merupakan 27% dari semua kematian akibat kanker. Jumlah kematian akibat kanker

paru telah meningkat sekitar 3,5% antara tahun 1999 dan 2012 dari 152.156 sampai

157.499 jiwa. Jumlah kematian di antara laki-laki sangat tinggi dan angka kematian

pada penderita kanker paru wanita pun terus meningkat. Pada tahun 2012, dilaporkan

ada 86.740 kematian akibat kanker paru-paru pada pria dan 70.759 di perempuan. (1)

(2)

Tingkat kematian pada laki-laki (56,1 per 100.000 orang) dengan kanker paru

lebih tinggi dibandingkan perempuan (36,4 per 100.000 orang). Hal ini juga lebih

tinggi untuk orang kulit hitam (48,3 per 100.000 orang) dibandingkan dengan kulit

putih (45,6 per 100.000 orang). Laki-laki kulit hitam memiliki tingkat kematian yang

jauh lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih, sementara wanita kulit hitam dan

kulit putih memiliki angka yang sama. (2)

Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi

berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab

utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain – lain.

Dari beberapa kepustakaan, telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat

berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah

rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insisden kanker paru. Dikatakan bahwa,

1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Anak-anak yang terpapar dengan

1

asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua

kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar. (3)

Data epidemiologi kanker paru di Indonesia menunjukkan, di Rumah Sakit

Persahabatan tahun 2004 melaporkan bahwa total keganasan dirongga toraks tercatat

sebanyak 448 kasus dengan 262 kasus didiagnosis kanker paru, 76% laki-laki.

Sebanyak 93.4% adalah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) terdiri

dari 80% adenokarsinoma, 14.7% karsinoma sel skuamosa, 3.3% karsinoma sel besar

dan 2% jenis lainnya dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sangat jarang

ditemukan di Indonesia. (4)

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan

dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan

ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan

multidisiplin kedokteran. (5) Angka keberhasilan hidup setelah lima tahun pada

penyakit ini kurang dari 15%. Terapi utama ialah pembedahan dan kemoterapi ajuvan

terhadap stadium dini, kemoradioterapi pada penyakit yang telah lanjut namun belum

bermetastase serta kemoterapi terhadap penyakit yang telah bermetastase. Terapi

target saat ini telah banyak digunakan dan serta epidermal growth factor reseptor

penghambat tirosin kinase seperti erlotinib saat ini digunakan untuk terapi lini kedua

ataupun lini ketiga pada kanker yang telah bermetastase (6)

2

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. AD

Tanggal Lahir/ Umur : 21 Januari 1957

Alamat : Desa Meunasah Cut Nyong, Kec. Bandar Baru, Pidie

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Status Perkawinan : Kawin

Suku : Aceh

CM : 1-02-96-76

Jaminan : Jamkesmas

Tanggal Masuk : 24 November 2014

Tanggal Pemeriksaan : 09 Desember 2014

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : batuk darah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dirujuk oleh RS Sigli dengan diagnosis TB Paru on OAT bulan ke - 4 +

atelektasis paru kanan dd/ tumor paru.

Pasien datang mengeluhkan batuk darah yang dirasakan sejak ± 1 bulan sebelum

masuk rumah sakit. Batuk darah awalnya dirasakan sesekali dan semakin memberat.

Dalam sekali batuk, darah yang keluar awalnya hanya bercak dan pernah keluar darah

sebanyak ¼ gelas air mineral. Sebelumnya pasien mengaku sudah batuk- batuk tapi

tidak berdarah sejak ± 2 bulan yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang timbul ketika pasien batuk saja, dan

membaik ketika batuknya berkurang. Ketika sesak terjadi pasien juga mengeluhkan

nyeri dada dan seperti perasaan tidak nyaman di dada sebelah kanan. Nyeri dada

3

seperti diremas-remas, nyeri terjadi sesekali, nyeri dada tidak menimbulkan

penjalaran ke bagian lengan.Sesak napas tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca.

Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang sejak ± 2 bulan yang lalu

sehingga membuat perubahan berat badan yang cukup drastis. Pasien tidak

mengetahui pasti penurunan berat badan tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah menderita TB dan minum obat selama 6 bulan dan dinyatakan

sembuh, saat tahun 2008.

Riwayat Penggunaan Obat:

Pasien saat ini sedang dalam terapi OAT bulan ke -4.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu pasien memiliki riwayat batuk darah, dan tidak diobati. Batuk- batuk pada

keluarga serumah disangkal.

Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien sehari-harinya bekerja di kebun, riwayat merokok ada selama ± 30 tahun

dan berhenti 6 bulan terakhir. Pasien menghabiskan 1-2 bungkus rokok/hari. Riwayat

penggunaan obat hama semprot disangkal.

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 64 kali/menit, irregular, kuat angkat, isi cukup

Frekuensi nafas : 26 kali/menit, regular.

Suhu : 36,8o C

4

2.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala : rambut putih, sukar dicabut

Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya

langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor Φ 3

mm/3 mm

Telinga : kesan normotia

Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil

hiperemis (-/-), T1 – T1.

Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-).

Thoraks anterior

Pemeriksaa

n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : asimetris, bentuk normochest, tampak vena kolateral

Dinamis : asimetris, dinding dada kanan tertinggal, pernafasan

abdominotorakal, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengan

Bawah

Fremitus taktil/vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-),

krepitasi (-)

Fremitus taktil/ vocal:

menurun/ menurun, nyeri tekan

(-), krepitasi (-)

Fremitus taktil/vocal:

menurun/menurun, nyeri tekan

(-), krepitasi (-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

5

Perkusi

Atas

Tengan

Bawah

Sonor memendek

Sonor memendek

Sonor memendek

Sonor

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler melemah, rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler melemah, rhonki (+),

wheezing (-)

Vesikuler melemah, rhonki (+),

wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (+), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (+), wheezing

(-)

Thoraks posterior

Pemeriksaa

n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengan

Bawah

Fremitus taktil/vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-),

krepitasi (-)

Fremitus taktil/ vocal:

menurun/menurun, nyeri tekan

(-), krepitasi (-)

Fremitus taktil/ vocal:

menurun/menurun, nyeri tekan

(-), krepitasi (-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

Fremitus taktil/ vocal: normal/

normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)

Perkusi

Atas Sonor memendek Sonor

6

Tengan

Bawah

Sonor memendek

Sonor memendek

Sonor

Sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler melemah, rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler melemah, rhonki (+),

wheezing (-)

Vesikuler melemah, rhonki (+),

wheezing (-)

Vesikuler, rhonki (-), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (+), wheezing

(-)

Vesikuler, rhonki (+), wheezing

(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-), TVJ -2cm H2O

Perkusi : Batas-batas jantung

Atas : Sela iga II linea midclavicula sinistra

Kiri : dua jari medial linea mid-clavicula

Kanan : linea parasternal kanan

Auskultasi : BJ I > BJ II , irreguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (+)

Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik (n)

Ekstremitas: sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-/-),

pembesaran KGB aksila dan inguinal dex et sin (-)

2.5 Diagnosa Banding

1) Ca. paru + TB gagal pengobatan + dd/atrial fibrilasi

7

2) Tumor paru + TB MDR + dd/atrial fibrilasi

3) Atelektasis paru kanan + TB kasus putus obat + dd/atrial fibrilasi

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium Darah

PemeriksaanTanggal

Nilai rujukan Satuan24/11/2014 26/11/2014 09/12/2014 11/12/2014

Hemoglobin 13,6 13,6 13,1 13,5 14,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 40 38 36 40 45-55 %

Eritrosit 4,5 4,5 4,3 4,6 4,7 – 6,1 103/mm3

Leukosit 7,4 9,5 8,0 9,3 4,5-10,5 103/mm3

Trombosit 352 421 392 279 150- 450 106 U/LDifftelEosinofilBasofilN. SegmenLimfositMonosit

10632214

0171189

1064168

31681416

0-60-2

50-7020-402-8

%%%%%

CT/BT 8’/3’ElektrolitNaKCl

1424,1109

1414,6108

135-1453,5-4,590-110

mmol/Lmmol/Lmmol/L

KGDS 191 97 <200 mg/dlFungsi GinjalUreumKreatinin

180,60

250,8

200,99

13- 430,57-1,17

mg/dlmg/dl

Fungsi HatiBil. DirekBil. IndirekSGOTSGPT

0,260,84018

0,310,163815

Protein TotalAlbuminGlobulin

7,23,33,9

Asam Urat 6,6 3-7 mg/dlCT/BT 9’/3’

8

b) Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) :

Tanggal Spesimen dahak Hasil pemeriksaan

27 November 2014 Sewaktu 1-9 xxx

27 November 2014 Pagi +

27 November 2014 Sewaktu +

c) Gene Expert

Tanggal 26 November 2014, hasil : Rifampisin resistance: not detected

d) Kultur Sputum

Tanggal 26 November 2014, hasil : tidak ada bakteri pathogen terisolasi.

e) Elektrokardiografi

Tanggal 15 November 2014

Kesimpulan:

Atrial fibrilasi dengan rapid ventricular response

f) Echokardiografi

Tanggal 03 desember 2014

Dimensi LV normal

Fungsi sistolik LV normal

Fungsi diastolic LV abnormal relaksasi

Normokinetik

LVH konsentrik

9

Dimensi LA, RA, dan RV nomal

Tak tampak thrombus/ vegetasi intracardial

RV fungsi baik

Katup- katup baik

Kesimpulan: LVH, disfungsi diastolic, sesuai dengan HHD

g) Foto Thorax

10

Tanggal 24 Maret 2014 Tanggal 24 Juni 2014

Tanggal 30 Agustus 2014 Tanggal 9 September 2014

Tanggal 18 September 2014

Tampak efusi pleura kanan dengan

sebagian telah mengalami organisasi.

dengan punctum maksimum 2 cm dari

marker I (mid aksilla) dan 2,5 cm dari

marker II (post midklavikula)

11

Tanggal 20 November 2014

Cor: batas kanan tertutup

perselubungan homogen

Pulmo: perselubungan homogeny

seluruh paru kanan, infiltrate di

parahiler- basal kanan

Perselubungan homogen di paru

kanan, trakea tertarik ke sisi kanan,

ICS kanan menyempit

Kesimpulan: TB paru+ atelektasis

paru kanan dd/ efusi pleura yang

mengalami organisasi.

h) CT Scan Thorax

12

Gambar CT Scan Thorax (27 November 2014)

Ekspertise:

CT scan tanpa kontras

Tampak lesi isodens di cavum pleura kanan dengan kalsifikasi

Tampak lesi isodense kesan mediastinum superior mengencasment vena cava

superior

Trakea ditengah dengan diameter normal

Main bronkus kanan tertutup lesi dan kiri normal

Jantung dan pembuluh darah besar normal

Tak tampak pembesaran kelenjar

Tak tampak densitas cairan cavum pleura kiri

Tak tampak nodul di hepar

Kesimpulan: lesi isodense kesan di mediastinum superior mengencasment vena cava

superior

dd/ 1. massa mediastinum

2. massa paru

CT Scan dengan Kontras:

Tampak lesi isodens di cavum pleura kanan dengan kalsifikasi

13

Tampak lesi isodense kesan di mediastinum superior mengencasment vena cava

Superior pada pemberian kontras tampak kontras enhancement

Trakea ditengah dengan diameter normal

Main bronkus kanan tertutup lesi dan kiri normal

Jantung dan pembuluh darah besar normal

Tak tampak pembesaran kelenjar

Tak tampak densitas cairan cavum pleura kiri

Tak tampak nodul di hepar

Kesimpulan: lesi isodense di mediastinum superior mengencasment vena cava

superior

dd/ 1. massa mediastinum

2. massa paru

i) Bronkoskopi

Tanggal pemeriksaan 04 Desember 2014

Vokal kortis : normal

Trakea : ?

Karina : tampak mukosa mudah berdarah

Bronkus kanan : obstruksi total oleh karena massa mudah berdarah

Lobus atas, tengah dan bawah kanan : tidak bisa dinilai

Bronkus kiri : tidak dapat dinilai

Lobus atas dan bawah kiri : tidak dapat dinilai

Prosedur: bilasan bronkus, dan dilakukan pemeriksaan sitologi.14

Kesimpulan : kesan tumor paru.

2.7 Diagnosa

Tumor paru staging T3N0M0 + TB paru gagal pengobatan + atrial fibrilasi

2.8 Tatalaksana

IVFD RL: Aminofluid 1:1 20 gtt/i

Inj. Asam Traneksamat 250 mg/8 jam

OAT 4FDC 1x3 tab

Pectocyl 3x C1

Vitamin B6 2x1 tab

Curcuma 3x1 tab

Alprazolam 0,5 mg 1x1 tab (malam)

Ventolin nebule/ 8 jam

Terapi kardiologi:

1. Xacelto 20mg tab 1x1

2. Digoxin 0,25 mg tab 1x1

3. Concor 2,5 mg tab 1x1

BAB III

ANALISA KASUS

1. DEFINISI

15

Kanker paru adalah kelainan disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika

pada sel-sel epitel saluran napas, mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat

dikendalikan. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru itu sendiri maupun keganasan dari luar

paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal

dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus atau bronchogenic carcinoma. (5)

2. ETIOLOGI

Etiologi kanker paru dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi

dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

termasuk jenis kelamin, faktor genetika dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi

antara lain, paparan terhadap asap rokok, asap rokok lingkungan, karsinogen di

lingkungan pekerjaan, polusi udara, makanan dan beberapa penyakit pada paru juga

dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker paru.

a) Jenis Kelamin

Bila dibandingkan antara perempuan dan laki-laki bukan perokok, maka

perempuan memiliki risiko menderita kanker paru 2-7 kali seumur hidupnya dan jika

dibandingkan antara perempuan dan laki-laki perokok, maka perempuan memiliki

risiko lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki. Namun

demikian penderita kanker paru, tetap lebih banyak pada laki-laki dibandingkan

perempuan, hal ini terjadi karena biasanyalaki-laki memiliki kebiasaan merokok

dengan jumlah lebih banyak dengan hisapan yang lebih dalam dibandingkan

perempuan biasanya merokok dengan jumlah lebih sedikit, hisapan lebih dangkal,

memulai merokok pada usia yang lebih tua dan lebih menyukai rokok filter.

b) Faktor Genetika

Samat melaporkan bahwa adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, maka

anaknya memiliki risiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang bukan

perokok tetapi memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka risiko

16

menderita kanker paru lebih besar, bila dibandingkan dengan orang perokok tetapi

tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru. (3)

c) Merokok

Salah satu faktor penting, yang menjelaskan hubungan antara merokok dengan

kanker paru pada penelitian epidemiologi adalah: (7)

Jumlah rokok yang dihisap perhari

Jumlah maksimum rokok yang dihisap perhari

Umur pada saat mulai merokok

Jumlah dan lamanya tahun merokok

Jenis hisapan/ kedalaman hisapan rokok

Kandungan tar dan nikotin dalam rokok.

Tabel 1. Faktor Risiko Kanker Paru (7)

Faktor Resiko relative

Bukan perokok 1

Perokok 1-2 pak/hari 42

Bekas perokok 1-10

Perokok pasif 1.5-2

Paparan asbestos 5

Paparan asbestos + perokok 90

1

42

1-10

1.5-2

5

90

Pada banyak penelitan derajat merokok sering diberi istilah ‘pack years’ atau pak

pertahun adalah merupakan hubungan secara langsung, antara jumlah rokok dengan

lamanya tahun merokok, rumusnya adalah:

Pak per tahun= Jumlah rokok yang dihisap setiaphari20

× Ju mlah tahunmerokok

17

Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman (IB), yaitu

perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan

lamanya merokok dalam tahun: (8)

Ringan : 0-200 Sedang : 200-600

Berat : > 600,

sehingga pada pasien ini ditetapkan indeks Brinkman (IB) 700 dan digolongkan

ke kelompok berat dan memiliki resiko tinggi menderita kanker paru.

Terdapat literatur menyatakan bahwa indeks Brinkman lebih besar dari 400

merupakan kelompok resiko tinggi menderita kanker paru. Setelah berhenti merokok,

resiko kanker paru menurun secara bertahap selama 15 tahun, tetapi tetap 2-3 kali

lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko menderita kanker paru pada

perokok pasif sebesar 1.5%. (8)

d) Paparan Pekerjaan

Walaupun merokok adalah penyebab utama kanker paru, namun sebanyak 3%

sampai 17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur karsinogenik yang

terdapat di lingkungan pekerjaan. Unsur-unsur karsinogenik tersebut antara lain

misalnya: asbestos, arsen, etil krometil, hidrokarbon polisiklik, kromium. Paparan

paling sering menyebabkan kanker paru-paru adalah asbestos.Merokok tembakau

bersinergisme dengan asbestosis untuk meningkatkan risiko relatif kanker paru 6-60

kali dibandingkan dengan bukan perokok. Gas radon yang ditemukan secara alami

dalam batu, tanah dan air tanah dapat juga meningkatkan risiko kanker paru.

e) Penyakit Paru Sebelumnya

Peradangan pada saluran napas, dapat menyebabkan pengeluaran tumorigenesis

melalui beberapa mekanisme, seperti menginduksi stres oksidan dan lipid

preoxidation.Bukti epidemiologi menunjukkan peningkatan resiko menderita kanker

paru pada orang yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya.Pada beberapa

kondisi, seperti Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOK) dan penyakit tuberkulosis,

dapat menyebabkan karsinogenesis dengan membentuk daerah peradangan dan

18

kerusakan sel epitel paru. Beberapa penyakit paru kronis lainnya seperti, tuberkulosis,

pneumonia dan penyakit yang berhubungan dengan paparan zat-zat karsinogenik di

lingkungan pekerjaan (asbes dan silika), juga dapat menyebabkan pembentuk fibrosis

paru (scarring), fibrosis ini adalah proses akhir suatu peradangan, dimana luka

sembuh dengan pembentukan jaringan ikat. (9)

3. PATOFISIOLOGI

Seperti penyakit kanker lainnya, kanker paru dimulai oleh aktivasi onkogen dan

inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen merupakan suatu gen yang diyakini sebagai

penyebab seseorang cenderung terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi

onkogen apabila terpapar karsinogen spesifik. Mutasi yang terjadi pada proto-

onkogen K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal

growth factor reseptor (EFGR) mengatur prolifersi sel, apoptosis, angiogenesis, serta

invasi tumor. Mutasi serta berkembangnya EFGR sering dijumpai pada kanker paru

non-small sel sehingga menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR.

(10) (11)

Kerusakan kromosom menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot,

menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan

17p paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor

supresor berada di kromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus. Gen gen

lainnya yang sering bermutasi dan berkembang ialah c-Met, NKX2-1, LKB1, PIK3CA

dan BRAF. Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen

polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus

apoptosis serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen

polimorfik seperti ini lebih sering terkena kanker paru apabila terpapar zat

karsinogenik. (11) (10)

Zat karsinogen pada rokok tembakau memegang peranan penting terhadap

kejadian kanker paru. Kurang lebih 85-90% penderita kanker paru adalah perokok,

namun demikian kankaer paru dapat juga mengenai individu yang bukan perokok.

Dengan demikian pengaruh faktor lingkungan perokok tembakau, polusi udara, 19

paparan gas radon dan beberap virus dapat juga menyebabkan kanker paru. Namun

kurang dari 20% akan mengalami kanker paru,dengan demikian faktor keturunan

memegang peranan penting. (10) (11)

Pertumbuhan kanker paru diperantarai oleh interaksi antara beberapa zat

karsinogen. Rokok sigaret mengandung campuran senyawa dimana telah 4000

senyawa teridentifikasi pada sebahagian besar rokok. Sejumlah penelitian telah

mengidentifikasi 60-70 karsinogen; polisiklik aromatic hidrokarbon, (PAHs),

heterosiklik hidrokarbon, Nitrosamin, aromatik amine, N-heterosiklik amine,

aldehide, beberapa senyawa organik, senyawa anorganik seperti hydrazine logam

serta radikal bebas. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gabungan zat

karsinogenik PAH dan tobacco-spesifik carcinogen NNK (4-(methylnirosoamino)-

13(phyridyl)-1-(butanone) memegang peranan penting dalam menginduksi kanker

paru pada perokok. kedua-duanya merupakan karsinogen yang sama kuatnya antara

PAH dan N-Nitrosamin namun demikian walaupun butadin, aldehid dan benzene

suatu potensial karsinogenik yang rendah , tetapi jumlahnya sangat banyak pada

rokok tembakau. PAH merupakan hasil pembakaran tak sempurna dari tembakau

pada saat merokok. PAH, terutama benzopyrin mencetuskanterjadinya tumor paru

pada hewan percobaan. (10) (11)

Disamping itu dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa jaringan paru

manusia dapat memetabolisme PAH menjadi metabolit reaktif yang berinteraksi

dengan DNA membentuk gen DNA yang bermutasi. DNA ini diduga merupakan

pencetus terjadinya karsinogenesis dan mungkin juga prediksi risiko kanker paru.

Pada beberapa penelitian gabungan PAH-DNA telah ditemukan pada sample paru

manusia dan peningkatan kadar PAH-DNA pada jaringan paru perokok dan bekas

perokok dibandingkan dengan tidak perokok. (10) (11)

Asap rokok pada dasarnya telah mengandung 60 macam karsinogen, diantaranya

benzen, nitrosamin (NNK) dan oksidan, yang mana beberapa zat ini dapat

menyebabkan mutasi dari gen. Tubuh memiliki kemampuan untuk mendetoksifikasi

zat-zat karsinogen yang masuk kedalam tubuh, namun pada perokok tubuh tidak

memiliki kemampuan mendetoksifikasi yang adekuat. Tumor paru terjadi akibat 20

pajanan banyak karsinogen dan terjadi secara berulang-ulang, diperkirakan perlu 10 –

20 mutasi genetik untuk menciptakan sebuah tumor. Mutasi yang terjadi diantaranya

penghilangan lengan pendek kromosom, aktivasi onkogen (jun, fos, ras dan myc)

yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru dan inaktivasi gen supresor

tumor (p53, RB, DKN2). Aktivasi faktor gen supressor tumor pada sebagian perokok

dapat mengakibatkan apoptosis, namun pada beberapa perokok dapat terjadi aktivasi

onkogen sehingga dalam bronkus yang terpajan karsinogen, sel-sel displastik menjadi

karsinoma in situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma bronkogenik. (10) (11)

Pada kasus kanker paru yang salah satu penyebabnya adalah zat karsinogenik

yang diperoleh dari kebiasaan merokok, dapat menyebabkan pertumbuhan sel

abnormal dalam epitel bronkus yang disebut dengan kanker. Ketika telah timbul

kanker paru maka dapat menimbulkan reaksi ulserasi ada bronkus yang lama

kelamaan menimbulkan penumpukan sekret berlebihan oleh karena tidak dapat

dikeluarkan oleh silia pada bronkus. Penumpukan sekret menyebabkan obstruksi

sehingga tidak jarang pasien mengalami sesak napas dan nyeri pada dada.

Patofisiologi timbulnya nyeri dada hingga kini belum diketahui penyebabnya. (10)

Batuk disebabkan oleh tumor endobronkial, pneumonia atau efusi pleura. Batuk

biasanya kronis dan tidak berdahak.Batuk berdahak yang berlebihan biasanya

didapati pada bronkoalveolar sel karsinoma. Obstruksi pada bronkus utama atau

bronkus lobaris, dapat mengganggu pengeluaran sputum, menyebabkan pertumbuhan

bakteri yang berlebihan, dan akan menimbulkan pneumonia.

Batuk darah  atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada

saluran napas bawah laring. Pada pasien dengan tuberkulosis, abses paru, kanker paru

atau aspergilosis mekanisme hemoptisis bisa karena erosi pada arteri pulmonal dan

terbentuknya pseudoaneurisme. (severe hemoptysis of pulmonary arterial origin,

chest 2008 antoine khalil). Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi

pulmoner atau sirkulasi bronkial.Hemoptisis masif sumber perdarahan umumnya

berasal dari sirkulasi bronkial (95%).Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan

duktus alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh yang

tipis.Sirkulasi bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan 21

jaringan penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri

pulmoner. Asal anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu.Batuk

darah biasanya ditemukan pada lesi endobronkial, tetapi dapat juga terjadi sebagai

komplikasi kanker paru itu sendiri, misalnya emboli paru dan pneumonia. Batuk

berdarah pada kanker paru disebabkan oleh pembuluh darah yang terbentuk rapuh

sehingga mudah berdarah.

Batuk berlangsung terus menerus dapat menimbulkan anoreksia atau

berkurangnya nafsu makan yang dialami pasien. Pasien yang tidak memiliki nafsu

makan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan penurunan berat badan

yang drastis. Penurunan berat badan yang drastis juga disebabkan oleh faktor

pertumbuhan sel keganasan yang memerlukan metabolisme tinggi dan membuat

nutrisi yang dikonsumsi oleh penderita digunakan untuk perkembangbiakan sel

keganasan tersebut. (3) (10) (11)

Demam yang tidak khas dan terjadi hilang timbul dengan suhu yang tidak tinggi

merupakan gejala yang dapat dijumpai pada kanker paru dimana munculya benda

asing berupa pertumbuhan sel abnormal menimbulkan terangsangnya hipotalamus

untuk meningkatkan suhu di atas normal. Suhu yang diakibatkan oleh keganasan

bersifat sub febris, hilang timbul dan dapat membaik sendiri tanpa obat penurun

demam. (3) (10) (11)

Sesak napas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit pada

endobronkial, atelektasis, emboli paru, penyebaran tumor ke kelenjar limfe dan efusi

perikardial yang menyebabkan aritmia dan temponade.

Pemeriksaan fisik bukan saja menentukan lokasi tumor, tetapi juga untuk

menentukan kelainan lainnya pada tubuh penderita, misalnya tumor di daerah leher,

supraklavikula, aksila, payudara dan dinding dada, intraabdominal atau pembesaran

prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan teliti dapat memprediksi kegawatan,

misalnya tanda- tanda sindrom vena kava superior karena penekanan tumor. Tanda-

tanda lainnya adalah edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan

tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada.

22

Pada pemeriksaan fisik kanker paru secara inspeksi dapat dijumpai pergerakan

dada yang tidak simetris atau tertinggal satu sisi. Hal tersebut disebabkan oleh massa

pada organ paru mendesak ke permukaan thoraks sehingga gambaran dada pada saat

secara statis bisa terlihat cembung ataupun tidak, sedangkan secara dinamis dada

yang terdapat massa apabila bernapas maka akan ada gerakan dada yang tertinggal.

Pada pasien ini dijumpai pergerakan dada tertinggal pada bagian paru yang sakit.

Apabila massa masih berukuran kecil maka penampakan dada tidak akan terlihat

cembung. 3

Pada pemeriksaan palpasi dapat dijumpai nyeri tekan pada dada yang sakit. Nyeri

tekan dan nyeri yang dialami oleh pasien merupakan gejala yang dapat dialami oleh

penderita kanker. Nyeri dada, pada umumnya terjadi sebagai akibat invasi tumor ke

pleura, ke dinding dada dan ke mediastinum. Invasi lokal tumor ke struktur yang

berdekatan, seperti tulang rusuk dan tulang belakang dapat menyebabkan nyeri dada

yang menetap. Pada pemeriksaan palpasi dapat dijumpai stem fremitus menurun pada

daerah yang terdapat massa. Getaran tersebut akan menurun bila dijumpai hambatan

seperti massa (benda padat), cairan, dan udara berlebihan di rongga thoraks. 3

Pada pemeriksaan perkusi dapat dijumpai suara redup di daerah massa.

Normalnya suara yang ditimbulkan oleh paru adalah sonor. Apabila dijumpai massa

padat maka suara yang ditimbulkan pada saat dilakukan perkusi adalah redup. Pada

auskultasi dapat ditemukan suara vesikuler yang melemah oleh karena hambatan

suara udara di alveolus yang terhalang oleh massa. Dapat juga dijumpai wheezing

pada daerah dada yang sakit. Wheezing ditimbulkan oleh sumbatan pada daerah

bronkus sehingg terjadi turbulensi udara yang menimbulkan suara wheezing.Pada

pemeriksaan juga bisa didapatkan adanya ronkhi yang disebabkan oleh adanya sekret

pada paru dan jalan nafas. 3

4. GAMBARAN KLINIK

Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi : (5)a) Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)

23

Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum.

Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar

(bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada

hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri

pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding

dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga

sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia

segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi

unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi.

Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat. (5)

b) Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke

struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh

keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan

efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas

kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena

kava superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan menunjukkan

suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar

edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan

melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan

pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-

otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus

rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis

pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar

dapat menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia. (5)

c) Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis

Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik.

Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat 24

hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan

gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang

lebih spesifik seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi

pada karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin.

Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic

hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun kadar

peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar 5%

pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan

hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non

metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma neurologi seperti

sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan dengan kanker paru. (5)

5. PENEGAKAN DIAGNOSIS

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang

mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta 25

AnamnesisPemeriksaan fisik

Tindakan diagnosisHasil laboratorium

Untuk menentukan lokasi dan staging (TNM)

Untuk menentukan jenis kanker

Foto thorax PA lateral

CT Scan thoraxBronkoskopi

CT scan kepalaBone scan/ bone survey

USG abdomenTorakoskopi/ torakotomi

eksplorasi

Sitologi sputumsitologi bilasan/ bilasan bronkus

Sitologi TTB, sitologi pleurasitologi BJH KGB/ nodul superficial

Histologi biopsi bronkus & tblbhistologi biopsi pleura/ biopsi pleura

histology biopsi nodul superficial/ danielbiopsi paru terbuka/ torakotomi eksplorasi

Pemeriksaan tumor marker

penentuan stadium penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan radiologi paru

yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, bone survey,

USG abdomen dan brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran

tumor dan metastasis. (5)

Namun pemeriksaan darah rutin juga perlu dilakukan pada pasien dengan kanker.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai penurunan haemoglobin dan

hematokrit. Hal ini terjadi karena pengaruh proses keganasan sehingga struktur sel di

sekitar massa yang rapuh sehingga rentan untuk timbul perdarahan yang lama-

kelamaan dapat menimbulkan anemia ringan. Selain itu dapat terlihat adanya

kenaikan jumlah leukosit yang merupakan penanda adanya proses infeksi, dan juga

kenaikan jumlah trombosit yang mana hal ini merupakan kompensasi dari tubuh

terhadap adanya perdarahan yang terjadi. Proses keganasan juga tidak menyebabkan

gangguan keseimbangan elektrolit sehingga pasien tidak membutuhkan koreksi

elektrolit, namun pada pasien ini hasil pemeriksaan laboratorium masih dalam batas

normal.

a) Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor

dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi

yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dan sebagainya. Pada foto

tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar

dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N

agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.

Pada pasien ini dijumpai perselubungan homogen seluruh paru kanan, infiltrat di

parahiler- basal kanan dan terdapat perselubungan homogen di paru kanan, trakea

tertarik ke sisi kanan, ICS kanan menyempit dan disimpulkan sebagai TB paru+

atelektasis paru kanan dd/ efusi pleura yang mengalami organisasi.

Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti

dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan

ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus

26

dipikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik. Namun pada

pasien ini tidak dilakukan pemasangan WSD. (5)

b) CT-Scan toraks

Teknik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik

daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari

1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar

secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra

bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke

mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan,

keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik

karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya

mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

Pada pasien ini ditemukan lesi isodense di mediastinum superior mengencasment

vena cava superior dd/ massa mediastinum atau massa paru.

c) Pemeriksaan radiologik lain

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi

telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain,

misalnya brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone

scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang

tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal

dan organ lain dalam rongga perut, namun pada pasien ini hanya dilakukan USG

abdomen dengan kesimpulan yang tidak memperlihatkan adanya tanda- tanda

metastase ke organ- organ abdomen.

d) Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat

dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada

27

tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan

mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-

benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. pada pasien ini didapatkan

massa yang mudah berdarah pada bronkus utama kanan, dengan kesan tumor paru,

dan dilakukan pemeriksaan histopatologi dari bilasan bronkus. (5)

e) Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat

mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan

biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil

negative, seperti pada pasien ini.

f) Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1

bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan

untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.

Pasien ini direncanakan untuk dilakukan TBNA/TTNA (transtracheal Needle

Aspiration) dengan guiding CT-Scan, dikarenakan hasil dari laboratorium patologi

anatomi menyebutkan “suatu proses radang kronis non spesifik”. Akan tetapi,

rencana TTNA dibatalkan dikarenakan massa paru ditutupi jantung, sehingga tidak

memungkinkan dilakukannya TTNA.

g) Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik

maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

h) Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan

flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di

sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

i) Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba

masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba

pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis 28

sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan

bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak

menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus

dilakukan jika ada efusi pleura.

j) Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura

parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

k) Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.

Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering

dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat.

Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat

ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus

dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.

Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu

difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alcohol 90%. Semua bahan jaringan

harus difiksasi dalam formalin 4%.

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan

tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru

terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan

terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis /

patologis tidak dapat ditegakkan. (5)

Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan:

1. Jenis histologis.

2. Derajat (staging).

3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita. (5)

Klasifikasi Histologis Kanker Paru Menurut WHO tahun 1999 (5)

1. Squamous carcinoma (epidermoid carcinoma), with varians :

29

• Papillary• Clear cell• Small cell• Basaloid

2. Small cell carcinoma, with varians :• Combined small cell carcinoma

3. Adenocarcinoma, with varians :• Acinar• Papillary• Bronchoalveolar carcinoma

Non-mucinousMucinousMixed mucinous and non-mucinous or intermenate

• Solid adenocarcinoma with mucin• Adenocarcinoma with mixed subtypes• Varian dari Adenocarcinoma with mixed subtypes

Well diffrentiated fetal adenocarcinomaMucinous (colloid) adenocarcinomaMucinous cystadenocarcinomaSignet ring adenocarcinomaClear cell adenocarcinoma

4. Large cell carcinoma, with varians :• Large cell neuroendocrine carcinoma

Combined large cell neuroendocrine carcinoma• Basaloid carcinoma• Lymphoepithelioma-like carcinoma• Clear cell carcinoma• Large cell carcinoma with rhabdoid phenothype

5. Adenosquamous carcinoma6. Carsinoma with pleomorphic, sarcomatoid atau sarcomatous with elemets

• Carcinoma with spindle and/or giant cellPleomorphic carcinomaSpindle cell carcinomaGiant cell carcinoma

• Carcinosarcoma• Pulmonary blastoma• Other types

7. Carcinoid tumours• Typical carcinoid• Atypical carcinoid

8. Salivary gland type carcinoma• Mucoepidermoid carcinoma• Adenoid cystic carcinoma• Other types

9. Unclassified carcinoma

Klasifikasi Kanker Paru Berdasarkan Sistem TNM (revisi tahun 2007) (10)

30

Setelah dilakukan CT Scan pada pasien ini, ditemukan suatu massa paru

berukuran sebarang, dengan jarak tumor ke bronkus < 2 cm dan berhubungan dengan

atelektasis paru, dan tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe aksila, leher, dan

inguinal serta belum ditemukannya metastase, sehingga staging pasien adalah

T3NxMx.

Stadium Tumor

Tx Tumor primer sulit di nilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel

tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara

radiologis atu bronkoskopik.

T0 Tak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1

T1a

T1b

Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm , dikelilingi oleh

jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih

proksimal dari bronkus lobus ( belum sampai ke bronkus utama). Tumor

superfisial sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada

dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama

Tumor dengan ukuran tidak lebih dari 2 cm

31

Tumor dengan ukuran lebih dari 2 cm tetapi tidak melebihi 3 cm

T2

T2a

T2b

Setiap tumor dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi tidak lebih dari 7 cm atau

tumor dengan gambaran ( tumor T2 dengan gambaran seperti yang

klasifikasikan pada T2a jika ukuran tidak melebihi 5cm) : Garis tengah

terbesar lebih dari 3 cm- Mengenai bronkus utama, 2 cm atau lebih distal

dari karina. Mengenai pleura viseral (PL1 atau PL2), Berhubungan dengan

atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi

belum mengenal seluruh paru.

Tumor dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi tidak melebihi 5 cm.

Tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm tetapi tidak melebihi 7 cm

T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 7 cm atau dengan perluasan langsung

pada: Pleura parietal (PL3), dinding dada (Termasuk tumor sulkus

superior), diafragma, nervus frenikus, pleura mediastinum atau pericardium

parietal.Tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm

sebelah distal karina atau tanpa melibatkan karina, tumor yang berhubungan

dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru atau tumor

nodul dalam lobus yang terpisah.

T4 Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,

pembuluh besar, trakhea, esofagus, nervus laringeal rekuren, korpus

vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit

tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

Nx Kelenjar getah bening tak dapat dinilai

N0 Tak terdapat metastase ke kelenjar getah bening

N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkhial dan atau hilus

ipsilateral dan nodus intrapulmoner, termasuk perluasan tumor secara

langsung

N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan atau

KGB sub karina

32

N3 Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/

supra klavikula ipsilateral/ kontralateral

M0 Tidak ditemukan anak sebar jauh.

M1 Ditemukan anak sebar jauh

M1a Metastase tumor nodul pada lobus kontralateral atau tumor dengan nodus

pleura atau efusi pleura/perikardium maligna.

M1b Metastase jauh

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium IA : T1a/1b N0 M0

Stadium IB : T2a N0 M0

Stadium IIA : T1a/1b N1 M0, T2a N1 M0

Stadium IIB : T2b N1 M0

Stadium IIIA : T3 N0 M0, T3/T4 N2 M0, T1/T2/T3 N2 M0

Stadium IIIB : T4 N3 M0, Any T N3 M0

Stadium IV : Any T Any N M1/M1a/M1

Klasifikasi Menurut Skala Karnofsky dan WHO (5)

Nilai Skala

Nilai Skala Keterangan

33

Karnofsky WHO

90-100

70-80

50-60

30-40

10-20

0-10

0

1

2

3

4

-

Aktifitas normal

Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri

sendiri

Cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan

Kurang aktif, perlu perawatan

Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu rawat di

rumah sakit

Tidak sadar

7. TATALAKSANA

Tatalaksana menurut stagging yang sudah ditentukan yaitu :

A. Stadium I dan II

25%-30% KPKBSK di diagnosis pada stadium dini. Pada penderita dengan

stadium ini jika tidak ditemukan kontraindikasi terhadap pembedahan, maka reseksi

adalah terapi pilihan. Prosedur bedah onkologi termasuk lobektomi, bilobektomi dan

pneumonektomi, dengan limfadektomi mediastinal sistemik. Setelah reseksi tumor

secara keseluruhan, dapat dilanjutkan dengan kemoterapi ajuvan dengan platinum

based therapy direkomendasikan pada stadium II, tetapi secara umum tidak

direkomendasikan pada kanker paru stadium I. Radioterapi ajuvan tidak

direkomendasikan setelah reseksi komplit. Pada penderita stadium I dan II yang tidak

dapat menjalani pembedahan dianjurkan radioterapi kuratif. (13)

34

B. Stadium IIIA

15%-20% KPKBSK di diagnosis pada stadium IIIA, stadium ini sama dengan

status T3N1M0 atau T3N0M0 seperti pada pasien ini. Pada stadium ini sering kali

didapati kontraindikasi untuk pembedahan. Jika tidak ada kontraindikasi lakukan

pembedahan, kemudian lanjutkan dengan kemoterapi ajuvan. Pada status T3N2M0

(10%) adalah menjadi batas pada stadium IIIA yang dapat dilakukan tindakan

operasi. Pada kasus dimana N2 ditemukan pada saat preoperasi dan

pascapembedahan, dengan kondisi umum penderita baik, maka direkomendasikan

kemoterapi ajuvan platinum based dan dipertimbangkan pemberian radioterapi. Pada

kasus N2 diketahui sebelum operasi dengan kelanjar getah bening yang terlibat

adalah luas direkomendasikan radiokemoterapi dan bila kondisi penderita baik terapi

diberikan secara bersamaan. (13)

C. Stadium IIIB

Ditemukan sekitar 10%-15% KPKBSK ditemukan pada stadium IIIB.Terapi yang

diberikan adalah radiokemoterapi. Pada semua penderita stadium IIIB berdasarkan

N3 (tidak ada efusi pleura dan efusi perikardial) rejimen yang menjadi pilihan adalah

radiokemoterapi dengan platinum based. Pada kondisi penderita yang baik terapi

dengan kemoradioterapi sekuensial lebih disukai. (13)

D. Stadium IV

40%-50% penderita KPKBSK di diagnosis pada stadium IV, hanya dapat

diberikan pengobatan paliatif. Keberhasilan pengobatan tergantung pada penderita.

(13)

8. PENCEGAHAN

Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang

dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga terlihat

kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat

disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang

dapat dilakukan. Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data 35

bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi

daripada mereka yang tidak terpajan kepada asap rokok. Dengan dasar penemuan di

atas adalah wajar bahwa pencegahan utama kanker paru berupa upaya memberantas

kebiasaan merokok. Menghentikan seorang perokok aktif adalah sekaligus

menyelamatkan lebih dari seorang perokok pasif. pencegahan harus diusahakan

sebagai usaha perang terhadap rokok dan dilakukan terus menerus. Program

pencegahan seharusnya diikuti dengan tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan

tenaga medis dan mahasiswa FK dan non-FK. (5)

9. PROGNOSIS

Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 %

pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka

harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar

49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya

16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini. (1)

Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan,

kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup

setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada

stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV.

Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai

dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor.

Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca

pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan. (11)

36

BAB IV

KESIMPULAN

Kanker paru merupakan kelainan yang disebabkan oleh kumpulan perubahan

genetika pada sel-sel epitel saluran napas, mengakibatkan proliferasi sel yang tidak

dapat dikendalikan. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di

paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru itu sendiri maupun keganasan dari

luar paru (metastasis tumor di paru).

Parenkim paru tidak memiliki serat saraf sensorik, karena itu gejala klinis

kanker paru biasanya timbul setelah ada penekanan, invasi, atau metastasis tumor ke

organ atau struktur lainnya. Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi: manifestasi lokal

kanker paru, manifestasi intratorakal ekstrapulmonal, manifestasi ekstratorakal non

metastasis, dan manifestasi ekstratorakal metastasis.

Diagnosis kanker paru dapat ditegakkan dengan cara anamnesis dan

pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, foto toraks, CT scan toraks, pencitraan

tambahan lain yang diperlukan, dan biopsi diagnostik.

Penatalaksanaan kanker paru berdasarkan jenis histologis kanker paru,

stadium penyakit, tampilan umum (performance status), dan keuangan. Modalitas

terapi lokal adalah dengan pembedahan dan redioterapi.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Lung Cancer Fact Sheet. American Lung Association.

[Online] 2014. [Cited: December 12, 2014.]

http://www.lung.org/lung-disease/lung-cancer/resources/facts-figures/lung-

cancer-fact-sheet.html.

2. Centers for Disease Control and Prevention. National Center for Health

Statistics. American Lung Association. [Online] 2014. [Cited: December 12,

2014.] http://www.lung.org/lung-disease/lung-cancer/resources/facts-figures/

lung-cancer-fact-sheet.html.

3. Amin, Z. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : s.n., 2006.

4. Ekspresi Protein Bcl-2 pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru.

Syahruddin, Marleen E, Hudoyo, FS and Endardjo, AS. Jakarta : J Respir

Indo, 2009, Vol. 29.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru: Pedoman Diagnosis dan

Tatalaksana di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.

6. Lung Cancer: Translasional and Emerging Therapies. Kishan, Pandya J. s.l. :

Informa Health Care, 2007.

7. Smoking Cassation. Prokhorov, AV, Ford, K H and Hudmon, K S. USA :

Blackwell Publishing, 2008.

8. Deaen, W. Tumor Paru di Daerah Thoraks. [book auth.] R Tiehua, Z Yixin and Z

Zongyuan. Buku Ajar Onkologi Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2008.

9. SEATCA. Indonesia Report Card: Status of Tobacco Use and Its Control. [Online]

2007.

38

http://www.ino.searo.who.int/LinkFiles/tobacco_Initiative_Indonesia_Country_P

rofile_10_Nov07.pdf.

10. Snell. Fisiologi Sel Manusia. Jakarta : EGC, 2010.

11. Jusuf A, dkk. Kanker Paru BUkan Sel Kecil. Jakarta : PDPI, 2005.

12. Porta, Ramon Rami, Crowley, John J and Goldstraw, Peter MH. The Revised

TNM Staging System for Lung Cancer. Ann Thorac Cardiovasc Surg. 2009, Vol.

15, 1.

13. Lung Cancer: Current Diagnosis and Treatment. Hammerscmidt, S and Wirtz,

H Lung. s.l. : Dtsch Arztebl Int, 2009, Vol. 49.

14. Wilson, Lorraine M. Tumor Ganas Paru. [book auth.] Sylvia A Price and

Lorraine M Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi

VI Volume 2. Jakarta : EGC, 2005.

15. Kumar, Vinay, Cotran, Ramzi S and Robbins, Stanley L. Buku Ajar Patologi

Robbins Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC, 2007.

39