bab ii pulmo

45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 1 Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat. 3 2.2 Epidemiologi Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. 1 Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. 2 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif. 2 2.3 Patogenesis 2

Upload: mur-dia

Post on 21-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

edukasi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Pulmo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1 Tuberkulosis Paru (TB) adalah

suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia,

misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang

padat.3

2.2 Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan

sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di

Indonesia dan negaranegara sedang berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun

2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh

masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena

infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per

tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya

mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di

masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.2

2.3 Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang

primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja

dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan

tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis

regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai

kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai

berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2

Page 2: BAB II Pulmo

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus

lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan

obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman

tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus

yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis

tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan

c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan

daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis

milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini

mungkin berakhir dengan :

i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang

pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

ii. Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer

mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,

localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis

inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi

sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang

umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang

3

Page 3: BAB II Pulmo

dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan

mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif

kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila

jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas

sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi:

a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang

pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan

di atas

b) memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi

mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi

c) bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut

sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped)

4

Page 4: BAB II Pulmo

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

Masalah : Mengapa M. Tuberculosis sering menginfeksi paru orang dewasa pada

bagian apeks?

Jawab : Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya, dan bagian apeks paru merupakan tempat yang kaya akan oksigen.2.4 Klasifikasi Tuberkulosis

a. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak

termasuk pleura5

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak  (BTA)

TB paru dibagi atas:

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak  menunjukkan hasil BTA

positif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

5

Page 5: BAB II Pulmo

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis

dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

tuberculosis

2. Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru : adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

OAT atau sudah pernah minum OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau

biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan

dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll

TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten

menangani kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani

pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau

lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan) atau akhir pengobatan.

e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif

setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan

pengawasan yang baik.

6

Page 6: BAB II Pulmo

f. Kasus Bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat

akan lebih mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologi

Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran

kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau

patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan

pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan

TB ekstra paru aktif.

7

Page 7: BAB II Pulmo

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis

2.5 Diagnosis

Manifestasi Klinik

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang

lainnya Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah

gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik :

batuk > 2  minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada

saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

Demam

gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan

berat badan menurun

8

Page 8: BAB II Pulmo

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri

dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2.6 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan

struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau

sulit sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah

lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah

apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain

suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari

banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi

suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,

tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di

daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

2.7 Pemeriksaan Bakteriologi

Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai

arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan

bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan

bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),

urin, feces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

9

Page 9: BAB II Pulmo

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi ( keesokan harinya )

Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 

hari berturut-turut

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan  dikumpulkan/ditampung

dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,

tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat

dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau

untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml

sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada

gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,

harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir

permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh

dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas

saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian

tengahnya

- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah

dari kertas saring sebanyak +  1 ml

- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu

ujung yang tidak mengandung bahan dahak

- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang

aman, misal di dalam dus

- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong

plastik kecil

- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan

melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi

- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan

dahak

10

Page 10: BAB II Pulmo

- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat

laboratorium.

Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,

liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar

/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

Mikroskopik

Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa        :    pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens :  pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

- 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif

- 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali

positif, 2 kali negatif ®  BTA positif

- bila 3 kali negatif ® BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD

(rekomendasi WHO).

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan

cara :

- Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

- Agar base media : Middle brook

11

Page 11: BAB II Pulmo

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than

tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara,

baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin

maupun pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang timbul

Pemeriksaan  Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto

lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis

dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).  Gambaran

radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif Fibrotik Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru  (destroyed Lung) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,

biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru

terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit

untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran

radiologi tersebut

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses

penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di

12

Page 12: BAB II Pulmo

atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak

dijumpai kavitas

Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal

2.8 Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat

mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan  BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode

radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian

menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini. Sistem ini

dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu

menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13) Bentuk lain

teknik ini adalah dengan menggunakan  Mycobacteria Growth Indicator Tube

(MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,

termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini

adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,

kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR

dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut

dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar  internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang

menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai

pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan /

spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan 

organ yang terlibat.

13

Page 13: BAB II Pulmo

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metode a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons

humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik

ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. Immunochromatographic Tuberculosis

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT) adalah uji serologi untuk

mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT  merupakan uji diagnostik

TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma

M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan

dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen

diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan

diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan

berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap

M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis

warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis

kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

c.Mycodot

   Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat

yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum

pasien dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam

jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan

warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang

terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para

klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi

yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi

antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG

14

Page 14: BAB II Pulmo

berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan

kombinasi lainnya akan menberikan tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat

diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering

digunakan untuk mendiagnosis TB ekstra paru, tetapi tidak cukup baik untuk

diagnosis  TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai

pegangan untuk diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang lain

1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan

pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil

analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan

cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan

glukosa rendah.

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan

dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan

Veen Silverman)

- Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan

bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).·

- Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan

dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi

untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik

untuk tuberkulosis.  Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat

digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada

proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.

Limfositpun kurang spesifik.

15

Page 15: BAB II Pulmo

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu

diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan mempunyai

makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat

besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil

negatif.

Gambar 4.  Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

2.9 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)

dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.  Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan

obat utama dan tambahan

16

Page 16: BAB II Pulmo

a. Obat Anti Tuberkulosis

Obat yang dipakai :

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,

Pirazinamid, Streptomisin , Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam

klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

Kapreomisin, Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH,

Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan

Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Tabel 2.1 Jenis dan dosis OAT

Obat Dosis

(mg/kg

BB/Hari)

Dosis yg dianjurkan Dosis

Maks

(mg)

Dosis (mg) / berat

badan (kg)

Harian

(mg/kgBB

hari)

Intermitten

(mg/Kg/BB/

kali)

< 40 40-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35   750 1000 1500

E 15-20 15 30   750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB

750 1000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting

untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant

tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB

merupakan prioritas utama WHO. International Union Against Tuberculosis and

Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat

tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.

17

Page 17: BAB II Pulmo

Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada

tabel 3 Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang

benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat

penurunan penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis obat anti tuberkulosis kombinasi dosis tetap

  Fase intensif Fase lanjutan

    2 bulan   4 bulan

BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu

  RHZE

150/75/400/27

5

RHZ

150/75/40

0

RHZ

150/150/50

0

RH

150/7

5

RH

150/150

30-37

38-54

55-70

>71

2

3

4

5

2

3

4

5

2

3

4

5

2

3

4

5

2

3

4

5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis

yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk

dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi

dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit

/ dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.

b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif

atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan   :

- 2 RHZE / 4 RH atau 

-  2 RHZE/ 6HE atau     

18

Page 18: BAB II Pulmo

-  2RHZE/4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk

- TB paru BTA (+), kasus baru

- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk

destroyed lung)

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil

uji resistensi

- TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan :  2 RHZE / 4 RH atau

:  6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

- TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan  2

RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila

tidak terdapat hasil uji  resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan

- TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi

seharusnya diberikan  obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin,

ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,

etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal

dapat diberikan  2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji

resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji  resistensi dapat diberikan obat RHE

selama 5 bulan.

a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang

optimal

b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

- TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan

dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Berobat   > 4 bulan

1) BTA saat ini negatif Klinis dan  radiologi tidak aktif atau ada

perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi

aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB

dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.

Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan

obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

19

Page 19: BAB II Pulmo

2)  BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan

obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

b. Berobat < 4 bulan

1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan

yang lebih lama

2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif

pengobatan diteruskan Jika memungkinkan seharusnya

diperiksa uji resistensi terhadap OAT

- TB Paru kasus kronik

a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES.  Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan

hasil uji resistensi  (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih

sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, beta laktam,

makrolid. Pengobatan minimal 18 bulan.

b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan

d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

20

Page 20: BAB II Pulmo

Tabel 4. Ringkasan panduan obat

  Katego

riKasus Paduan obat yang

diajurkanKeterangan

I

TB paru BTA (+),

BTA (-), lesi luas       

2 RHZE / 4 RH atau

2 RHZE / 6 HE

*2RHZE / 4R3H3

 

II

- Kambuh

-Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE /

sesuai hasil uji resistensi

atau 2RHZES / 1RHZE /

5 RHE

-3-6 kanamisin,

ofloksasin, etionamid,

sikloserin / 15-18

ofloksasin, etionamid,

sikloserin atau 2RHZES /

1RHZE / 5RHE

Bila

streptomisin

alergi, dapat

diganti

kanamisin

II

- TB paru putus

berobat

Sesuai lama pengobatan

sebelumnya, lama

berhenti minum obat dan

keadaan klinis,

bakteriologi dan radiologi

saat ini (lihat uraiannya)

atau

*2RHZES / 1RHZE /

5R3H3E3

 

III

-TB paru BTA neg.

lesi minimal

 

2 RHZE / 4 RH atau

6 RHE atau

*2RHZE /4 R3H3

 

IV

- Kronik RHZES / sesuai hasil uji

resistensi (minimal OAT

yang sensitif) + obat lini 2

(pengobatan minimal 18

bulan)

 

21

Page 21: BAB II Pulmo

IV

- MDR TB

 

Sesuai uji resistensi +

OAT   lini 2 atau H

seumur hidup

 

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB5

2.10 Efek Samping Obat

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama

pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4),

bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian

OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama

pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4),

bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian

OAT dapat dilanjutkan.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan

simptomatis ialah

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-

kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop

dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu

dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan

diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

22

Page 22: BAB II Pulmo

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat

menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak

berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti

dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai

pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri

aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,

hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan

asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan

reaksi kulit yang lain

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang

dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau

30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan

akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.

Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan

okuler sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut

akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan

umur pasien. Resiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan

gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah

telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.

Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya

dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat

keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan

tuli). Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul

23

Page 23: BAB II Pulmo

tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek

samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar

mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan.

Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gram

Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran

janin.

Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan

Penyebab

Tatalaksana

Minor                                                                                       

 

  OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum

malam sebelum

tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin

/allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin

B6 (piridoksin)

1 x 100 mg

perhari

Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri

penjelasan,

tidak perlu

diberi apa-apa

Mayor                                                                        

 

  Hentikan obat

Gatal dan kemerahan pada

kulit

Semua jenis OAT Beri

antihistamin

dan dievaluasi

ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin

24

Page 24: BAB II Pulmo

dihentikan

Gangguan keseimbangan

(vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin

dihentikan

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura Rimpafisin Hentikan

Rimpafisin

Pengobatan suportif dan simptomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan

klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain

OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk

meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin

tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien

tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas

atau keluhan lain

2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap :

- TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

- Batuk darah masif

- Keadaan umum buruk

- Pneumotoraks

25

Page 25: BAB II Pulmo

- Empiema

- Efusi pleura masif / bilateral

- Sesak napas berat  (bukan karena efusi pleura)            

TB di luar paru  yang mengancam jiwa :

- TB paru milier

- Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis

dan indikasi rawat

Terapi Pembedahan

lndikasi operasi

1. Indikasi mutlak

a.Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap

positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi

secara konservatif

2. lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kavitas yang menetap.

Tindakan Invasif  (Selain Pembedahan)

·  Bronkoskopi

·  Punksi pleura

·  Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) 

2.11 Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus

1. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoksik dan dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang

26

Page 26: BAB II Pulmo

menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

27

Page 27: BAB II Pulmo

2. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. 3. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg). 4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip- prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

28

Page 28: BAB II Pulmo

5. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. 6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. 7.Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) dapat diekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

29

Page 29: BAB II Pulmo

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopati diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut. 9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: • Meningitis TB • TB milier dengan atau tanpa meningitis • TB dengan Pleuritis eksudativa • TB dengan Perikarditis konstriktiva. Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

2.12 KomplikasiPada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi,

baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

-         Batuk darah-         Pneumotoraks-         Destroyed lung-         Gagal napas-         Gagal jantung-         Efusi pleura

30

Page 30: BAB II Pulmo

2.13 Prognosis Jika berobat teratur sembuh total (95%) Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 %

yang mungkin relaps Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik  Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.4

31

Page 31: BAB II Pulmo

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-2231.

3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis

(TB) ; Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

364/MENKES/SK/V/2009.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, 2006.

32