laporan kasus pulmo fix

22
Laporan Kasus I. Identitas Pasien Nama : Tn. J Umur : 38 tahun Alamat : Pidie Jenis Kelamin : Pria Pekerjaan : Wiraswasta Status : Menikah No. CM : 1-02-68-73 Tanggal Masuk : 10 November 2014 Tanggal Pemeriksaan : 20 November 2014 II. Anamnesis A. Keluhan Utama : Sesak napas Keluhan Tambahan : Batuk Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin dengan keluhan sesak sejak 10 hari yang lalu dan memberat sejak 2 hari ini. Sesak dirasakan pasien secara tiba-tiba saat pagi hari. Sesak tidak berhubungan dengan aktifitas. Pasien juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak 2 bulan yang lalu, batuk berdahak berwarna kuning kehijauan, namun saat ini batuk tidak ada lagi.

Upload: azzam-fazya-ry

Post on 09-Apr-2016

38 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus Pulmo FIX

Laporan Kasus

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. J

Umur : 38 tahun

Alamat : Pidie

Jenis Kelamin : Pria

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

No. CM : 1-02-68-73

Tanggal Masuk : 10 November 2014

Tanggal Pemeriksaan : 20 November 2014

II. Anamnesis

A. Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Batuk

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD rumah sakit umum dr.

Zainoel Abidin dengan keluhan sesak sejak 10 hari yang lalu dan

memberat sejak 2 hari ini. Sesak dirasakan pasien secara tiba-tiba saat pagi

hari. Sesak tidak berhubungan dengan aktifitas.

Pasien juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak 2 bulan yang lalu,

batuk berdahak berwarna kuning kehijauan, namun saat ini batuk tidak ada

lagi.

Pasien juga mengeluhkan berkeringat pada malam hari dan merasa berat

badan semakin kurus. Nafsu makan berkurang, riwayat demam tidak ada

B. Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini

C. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota kelurga pasien yang mengalami hal yang sama seperti

pasien

D. Riwayat kebiasaan sosial budaya

Page 2: laporan kasus Pulmo FIX

Pasien merupakan perokok aktif yang menghabiskan tujuh bungkus dalam

sehari semalam

III. Pemeriksaan Fisik

Status Present :

Vital Sign : KU : Baik

Tekanan Darah : 110/ 70 mmHg

Nadi :80 x/ menit

Pernafasan : 22 x / menit

Temperatur : 37oC

Pemeriksaan Sistem organ :

Mata : Konjungtiva palpebra inf. Pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batasan normal

Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-), TVJ dalam batasan normal

Thoraks : I : pergerakan dada asimetris, Retraksi dinding dada (+)

P : SF kanan = SF kiri

P : sonor di kedua lap.paru

A : Bronkovesikuler di kedua lap paru, wheezing (-/-),

Rhonki (+/+) 1/3 atas

Jantung : I : Iktus cordis tidak terlihat di ICS V LMCS

P : Iktus cordis teraba di ICS V LMCS

P : Batas atas jantung ICS 2 LMCS

Batas kanan jantung LPSD

Batas kiri jantung 2 jari LMCS

A : HR : 88x/ menit, Bising (-), BJ I > BJ II

Abdomen : I : simetris,

P : Soepel, NT (-), Hepar, Lien dan Ren tidak teraba

P : Timpani di seluruh lap. Abdomen

A: Peristaltik normal

Ekstremitas: Superior : udem (-/-)

Inferior : udem (-/-)

Page 3: laporan kasus Pulmo FIX

IV. Pemeriksaan penunjang

Darah rutin

Hasil Laboratorium tanggal 10/11/2014Hb : 12,5 g/dlHematokrit : 40 %Eritrosit : 4.9 106/mm3

Leukost : 24,1 103mm3

Trombosit : 897 103U/LElektrolitNatrium : 145 mmol/LKalium : 4,5 mmol/LKlorida : 104 mmol/LDiabetesGDS : 105mg/dlGinjal – HipertensiUreum : 14 mg/dlKreatinin : 0,49 mg/dl

Hasil Laboratorium tanggal 20/11/2014Hb : 11,0 g/dlHt : 34 %Eritrosit : 4,2 106/mm3Leukosit : 18,5 103/mm3

Trombosit : 626 103U/LHitung JenisEosinofil : 8 %Basofil : 0 %Netrofil Segmen : 72 %Limfosit : 8 %Monosit : 13 %Faal HemostasisCT/BT : 3/9 menitGinjal HipertensiUreum : 20 mg/dlKeatinin : 0,40 mg/dl

Page 4: laporan kasus Pulmo FIX

Foto Thoraks

Hasil Pemeriksaan

Cor : Besar dan bentuk normalPulmo :

- Tampak Fibroinfiltrat di paru kanan kiri- Tampak penebalan pleura kanan atas.- Sinus phrenicocostalis kanan tertutup perselubungan dan kiri kesan

tajam.- Tampak area luscent tanpa jaringan paru di hemithoraks kiri- Hemidiafragma kanan tampak tenting- Tampak terpasang wsd di hemithoraks kiri

Kesimpulan :- TB paru dengan penebalan pleura kanan atas- Pneumothoraks - Efusi pleura kanan

Sputum BTA

18 November 2014 Sewaktu (+++) Pagi (++) Sewaktu (++)

V. Diagnosa : Pneumothoraks ec. TB Paru

VI. Penatalaksanaan

Non medikamentosa

- Bed rest

- Edukasi untuk minum OAT secara teratur selama 6 bulan

- Makan makanan yang bergizi

Page 5: laporan kasus Pulmo FIX

- Berenti merokok

Medikamentosa

- O2 2-4 liter/i

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam

- Rifampicin 1x450 mg

- Isoniazid 1x300 mg

- Pirazinamid 3x500 mg

- Etambutol 3x250 mg

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam: dubia ad bonam

Page 6: laporan kasus Pulmo FIX

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pneumothorax

Pneumothoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya udara di

dalam rongga pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya

penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks

yang diebabkan oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.(1)

B. Etiologi dan Klasifikasi Pneumothorax

Pneumothoraks terjadi akibat peninggian tekanan intrabronkus dan intra-

alveolus pada suatu tempat lemah dalam jaringan paru yang pecah, sehingga udara

dapat masuk ke dalam rongga pleura. Tempat lemah dapat berupa bula dalam

parenkim paru bagian perifer atau emfisema interstitialis lokal atau proses paru

yang menimbulkan destruksi parenkim bagian perifer dan pleura berdekatan,

sehingga terbentuk suatu fistel bronkopleural. (1,2)

Pneumothoraks dapat terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru, yang

menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam rongga pleura.

Pneumothoraks juga dapat terjadi bila terdapat tusukan pada dinding dada

sehingga udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Pneumothoraks dapat terjadi

secara tiba-tiba (misalnya pada laki-laki kurus yang menderitasindroma Marfan)

sebagai dari akibat trauma dada, barotrauma pada paru, penyakit paru seperti

emfisema, infeksi akut, infeksi kronis (TBC), kerusakan paru akibat kistik

fibrosis, kanker, katamenial pneumothoraks (yang disebabkan oleh endometriosis

pada dinding paru).(3)

Pada bayi baru lahir, pneumothoraks dapat merupakan komplikasi pada

penyakit membran hialin, pneumonia, resusitasi dengan tekanan positif dan sering

pula timbul secara spontan tanpa diketahui penyebabnya. Pada anak yang lebih

besar pneumothoraks merupakan komplikasi pneumonia, tuberkulosis dan asma

bronkial. Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu:(2)

1. Berdasarkan etiologinya.

a. Pneumothoraks simptomatika

Page 7: laporan kasus Pulmo FIX

b. Pneumothoraks idiopatik. Pneumothoraks yang etiologinya tidak

diketahui secara pasti.

2. Berdasarkan terjadinya.

a. Pneumotoraks spontan primer. Pneumotoraks yang ditemukan

pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda

sakit.

b. Pneumotoraks spontan sekunder. Pneumotoraks yang ditemukan

pada penderita yang sebelumnya telah menderita penyakit,

mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,

tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.

c. Pneumotoraks traumatika. Pneumotoraks yang timbul

disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura parietalis

sebagai akibat dari trauma.

d. Pneumotoraks artifisialis. Pneumotoraks yang sengaja dibuat

dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura, dengan

demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat.

Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk

terapi tuberkulosis paru.

3. Berdasarkan lokalisasi.

a. Pneumotoraks parietalis

b. Pneumotoraks mediastinalis

c. Pneumotoraks basalis

4. Berdasarkan derajat kolaps jaringan paru.

a. Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu

hemitoraks mengalami kolaps.

b. Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya

sebagian.

5. Berdasarkan jenis fistel.

a. Pneumotoraks ventil (pneumothoraks tension). Di mana

fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke

dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya

Page 8: laporan kasus Pulmo FIX

tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan

dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.

b. Pneumotoraks terbuka. Di mana fistelnya terbuka sehingga

rongga pleura mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau

dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama dengan

tekanan di udara bebas.

c. Pneumotoraks tertutup. Di mana fistelnya tertutup udara di

dalam rongga pleura, terkurung, dan akan diresobsi spontan.

Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-

waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat

berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah

menjadi pneumotoraks ventil.

C. Diagnosis Pneumotoraks

Keluhan(2)

Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena

khususnya padasaat bernafas dalam atau batuk.

Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam,

apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali

Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.

Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya

oksigen (cyanosis)

Pemeriksaan Fisik(2)

Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu

pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit

Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau

melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat.

Fremitus suara melemah atau menghilang.

Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai tympani dan tidak

bergetar, batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila

tekanannya tinggi

Page 9: laporan kasus Pulmo FIX

Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas

dapat amforik apabila ada fistel yang cukup besar

Pemeriksaan Penunjang

Radiologis:(1)

1. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun

general

2. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru,

jadi avaskuler.

3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan

terjadinya kolaps dari paru- paru sekitarnya, sehingga

massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan

densitas seperti bayangan tumor.

4. Biasanya arah kolaps ke medial

5. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya

perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks

ventil atau apa yang kita kenal sebagai tension

pneumothorax

6. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang

berlawanan.

BGA: untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien

D. Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan

jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang

bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :(2)

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana

masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter

kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka

rasio diameter kubus adalah :

83 512

Page 10: laporan kasus Pulmo FIX

______ = ________ = ± 50 %

103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,

ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,

ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,

kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas

hemitoraks.

E. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk

kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai

berikut :(4)

1. Observasi dan Pemberian O2

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10

3

Page 11: laporan kasus Pulmo FIX

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah

menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan

diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan

tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks

serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama

ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.(4)

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus

pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan

untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara

rongga pleura dengan udara luar dengan cara:(4)

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,

dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan

berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum

tersebut

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam

rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada

pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.

Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung

udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam

botol.

2) Jarum abbocath

Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di

dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum

dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian

dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini

selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem

penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang

keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Page 12: laporan kasus Pulmo FIX

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke

rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan

bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan

melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di

sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris

posterior.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera

dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,

sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di

rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di

dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik

lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol

sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya

gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui

perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan

negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat

mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan

tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum

dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan

cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan

dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa

belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat

pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian

dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

Page 13: laporan kasus Pulmo FIX

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami

robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,

kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

F. Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan

terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,

terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan

bronkodilator.(4)

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat

dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti

emfisema.(4)

G. Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan

pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin

terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah

laksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,

sesak napas.

H. Diagnosis Banding

1. Emfisema pulmonum

2. Kavitas raksasa

3. Kista paru

Page 14: laporan kasus Pulmo FIX

4. Infark jantung

5. Infark paru

6. Pleuritis

7. Abses paru dengan kavitas

I. Komplikasi

1. Tension Pneumothoraks dengan gejala dispneu yang makin berat,

sianosis, gelisah. komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga

pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum

tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.

Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma

pada sakit tertekan kebawah. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi

pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan

berakibat fatal.(1)

2. Piopneumothoraks. Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema

secara bersamaan pada satu sisi paru.(2,3)

3. Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks. Pada kurang lebih 25%

penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya.

Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan

(berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya

pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau

perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura).

Hemopneumothoraks selain terdapat gejala dispneu dan sianosis, disertai

pula gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-lain.

(2,3)

4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan. Pneumomediastinum

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidensinya adalah 1%

dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli

kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan didikuti oleh

pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan

pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher

(menimbulkan emfisema subkutan).(2,3)

Page 15: laporan kasus Pulmo FIX

5. Pneumothoraks simultan bilateral. Pneumothoraks yang terjadi pada

kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh

pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum

yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan interstitiel paru. Sebab

lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi

esofagus.(2,3)

6. Pneumothoraks kronik. Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila

fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik

dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks.

Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang

menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura

yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui

lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.(2,3)

Page 16: laporan kasus Pulmo FIX

DAFTAR PUSTAKA

1. Mukti HA. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2002.

2. Bahar A. Penyakit-penyakit Pleura. Buku Ajar Penyakit Dalam. IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. p. 1056–61.

3. Sjamsuhidayat R., Jong WD. Dinding Toraks Dan Pleura. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 408–10.

4. Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks Di Dalam Praktek. Cermin Dunia Kedokt. 1985;38:22–5.