presentasi kasus fix

70
PRESENTASI KASUS SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN 8 BULAN DENGAN GLOBAL DELAYED DEVELOPMENT DENGAN STATUS GIZI BAIK Oleh : Fitri Febrianti Ramadhan G00142099/ I 06-2015 Selvia Anggraeni G00142101/ I 08-2015 Pembimbing : Dra. Suci Murti Karini, MSi

Upload: fitri-febrianti

Post on 06-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

pediatri sosial

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Fix

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN 8 BULAN DENGAN GLOBAL

DELAYED DEVELOPMENT DENGAN STATUS GIZI BAIK

Oleh :

Fitri Febrianti Ramadhan G00142099/ I 06-2015

Selvia Anggraeni G00142101/ I 08-2015

Pembimbing :

Dra. Suci Murti Karini, MSi

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Presentasi Kasus Fix

BAB I

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. MF

Usia : 3 tahun 8 bulan

Tanggal Lahir : 10 Januari 2012

Berat Badan : 12 kg

Tinggi Badan : 86 cm

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : YPAB Surakarta

Tanggal Pemeriksaan : 23 September 2015

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap pengasuh

pasien di YPAB.

A. Keluhan Utama

Belum bisa berbicara sepatah katapun

B. Riwayat Penyakit Sekarang

An. MF merupakan anak asuhan di YPAB dan pengasuh

mengeluhkan An. MF ini belum bisa berbicara seperti anak seusianya.

Pasien hanya bisa bersuara yang tidak spesifik, berteriak dan tertawa

namun belum dapat mengucapkan kata bahkan mengungkapkan apa yang

menjadi keinginannya. Pasien sudah dapat menoleh dan bereaksi jika

mendengar bunyi icik-icik.

Pengasuh menyadari bahwa perkembangan pasien ini juga

terlambat, seperti dahulu baru bisa duduk sendiri pada usia 12 bulan dan

baru bisa berdiri pada usia 18 bulan. Pasien juga belum bisa menirukan

Page 3: Presentasi Kasus Fix

apa yang dicontohkan pengasuh karena pasien dirasa sangat tidak bisa

mempertahankan perhatiannya jika diajak berinteraksi. Pasien belum bisa

minum dengan cangkir sendiri, belum bisa makan menggunakan garpu/

sendok, dan belum dapat merespon instruksi pengasuh.

Pasien sudah dapat menata 4 kubus namun tidak dapat menata

lebih dari itu, belum dapat menggoyangkan ibu jari maupun mencontohkan

instruksi pengasuh dan menirukannya.

Pasien sudah dapat berdiri dan melompat namun belum dapat jika

harus melompat jauh maupun berdiri dengan 1 kaki.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mondok : (-)

Riwayat operasi : (-)

Riwayat alergi obat / makanan : disangkal

Riwayat kejang sebelumnya : (-)

Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan bicara,

masih menyatakan

keinginannya dengan

menangis, riwayat

perkembangan motorik

terlambat

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat alergi obat / makanan : disangkal

Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

Page 4: Presentasi Kasus Fix

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

PJB asianotik (VSD) (+)

Bronkitis (-)

Morbili (-)

Pertusis (-)

Difteri (-)

Varicella (-)

Malaria (-)

Polio (-)

Thypus abdominalis (-)

Cacingan (-)

Gegar otak (-)

Fraktur (-)

Kolera (-)

TB paru (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di YPAB bersama pengasuh dan belum pernah

bertemu dengan kedua orang tuanya sejak lahir. Orang tua pasien

meninggalkan pasien sejak lahir di RSUD Dr. Moewardi.

G. Riwayat Makan Minum Anak

Saat masih bayi pasien diberikan hanya diberikan susu formula.

Pasien mendapatkan makanan padat pertama kali pada usia 6 bulan.

Asupan makanan dan cairan pasien dirasa cukup, nafsu makan pasien baik.

H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal

Beredasarkan keterangan dari RSUD Dr. Moewardi tempat pasien

dilahirkan, ibu pasien hamil dalam usia 42 tahun dan merupakan

kehamilan yang kedua. Pasien memeriksakan kehamilannya secara teratur

ke bidan, yaitu pertama pada umur kehamilan 1 bulan. Pada trimester

pertama dan kedua 1 kali sebulan. Pada trimester ketiga, periksa ke bidan

setiap 2 minggu sekali. Ibu mendapatkan asupan Fe dan nutrisi yang cukup

selama kehamilan. Tidak didapatkan adanya keluhan selama kehamilan.

Riwayat sakit berat, konsumsi obat-obatan, atau trauma saat kehamilan

juga disangkal.

Page 5: Presentasi Kasus Fix

I. Riwayat Kelahiran

Berdasarkan rekam medis riwayat kelahiran pasien, ibu pasien

memiliki tekanan darah yang tinggi (150/90 mmHg) saat akan melahirkan

sehingga dirujuk ke RS DR. Moewardi Surakarta. Partus pervaginam

dengan vaccum, pada usia kehamilan 38 minggu, bayi tidak langsung

menangis segera setelah lahir dan berwarna kekuningan. Berat waktu lahir

2900 gram, panjang badan saat lahir 48 cm. Akan tetapi setelah

melahirkan pasien dan ibunya tidak segera dirawat gabung. Pasien dirawat

terlebih dahulu di HCU Neonatus. Setelah 4 hari perawatan di HCU baru

dilakukan rawat gabung.

J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal

Rutin ke posyandu tiap bulan untuk timbang dan mendapatkan

imunisasi.

K. Riwayat Imunisasi

1. HB0 : 0 bulan

2. BCG, Polio 1 : 1 bulan

3. DPT/Hb1, Polio 2 : 2 bulan

4. DPT/Hb2, Polio 3 : 3 bulan

5. DPT/Hb3, Polio 4 : 4 bulan

6. Campak : belum mendapatkan imunisasi

Kesimpulan : pasien belum mendapatkan imunisasi lengkap sesuai

pedoman Kemenkes 2014.

I.PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : baik

Derajat Kesadaran : compos mentis

Status gizi : gizi kesan baik

2. Tanda vital

S : 36,5 oC

Page 6: Presentasi Kasus Fix

N : 100 x/menit, ocial, simetris, isi dan tegangan cukup.

RR : 30 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, ocial.

BB : 12,5 kg

TB : 97 cm

3. Kulit : warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.

4. Kepala : bentuk makrocephal, sutura tidak menutup, rambut tidak tumbuh.

Lingkar kepala 57 cm

5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)

6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva anemis

(-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitot’s (-), oedem palpebra (-/-)

7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),

deformitas(-).

8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),

mukosa basah (+), susunan gigi normal.

9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),

pseudomembran (-), post nasal drip (-).

10. Telinga : bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan MAE (-),

serumen (-/-), membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri

tekan, tragus pain (-), sekret (-).

11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar.

12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,

suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.

13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal, iga

gambang (-), gerakan simetris ka = ki

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas : SIC II LPSS

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Kanan atas : SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD

Page 7: Presentasi Kasus Fix

- ---

- ---

- ---

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Redup relatif di : SIC V kanan

Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH

(-/-)

14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,

lien tidak teraba.

15. Urogenital : dalam batas normal

16. Gluteus : Baggy pants (-)

17. Ekstremitas :

akral dingin sianosis oedem

CRT < 2 detik , ADP teraba kuat

18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)

19. Status Neurologis

N. II : dalam batas normal

N. III, IV, VI : dalam batas normal

N. V : sulit dievaluasi

N. VII : sulit dievaluasi

N. VIII : dalam batas normal

N. IX, X, XI, XII : dalam batas normal

Refleks Fisiologis : dalam batas normal

Refleks Patologis : (-)

Page 8: Presentasi Kasus Fix

Meningeal Sign : sulit dievaluasi

II. STATUS GIZI

BB/U : 12,5/12,5 x 100% = 100 % (-2 SD < Z Score < -2 SD)

TB/U : 97/89 x 100% = 108,98 % (2 SD < Z Score < 3 SD)

BB/TB : 12,5/14,5 x 100% = 86,20 % (-2 SD < Z Score < -2 SD)

Kesimpulan status gizi : gizi baik, overheight, normoweight menurut

antropometri WHO.

III.DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST

Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial mengalami

keterlambatan setara dengan usia 10 bulan, adaptif-motorik halus mengalami

keterlambatan setara dengan usia 5,5 bulan. Motorik kasar mengalami

keterlambatan setara dengan usia 0,5 bulan, dan kemampuan bahasa

mengalami keterlambatan setara dengan anak usia 4,5 bulan. Ditemukan

keterlambatan dalam aspek personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, dan

motorik kasar (global delay development)

IV. RESUME

Pengasuh mengeluhkan An. MF ini belum bisa berbicara seperti

anak seusianya. Pasien belum dapat mengucapkan kata bahkan

mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Pengasuh menyadari

bahwa perkembangan pasien ini juga terlambat, seperti dahulu baru bisa

duduk sendiri pada usia 12 bulan dan baru bisa berdiri pada usia 18 bulan.

Pasien juga belum bisa menirukan apa yang dicontohkan pengasuh karena

pasien dirasa sangat tidak bisa mempertahankan perhatiannya jika diajak

berinteraksi. Pasien belum bisa minum dengan cangkir sendiri, belum bisa

makan menggunakan garpu/ sendok, dan belum dapat merespon instruksi

pengasuh.

Page 9: Presentasi Kasus Fix

Pasien tidak dapat menata kubus lebih dari 4 kubus, belum dapat

menggoyangkan ibu jari maupun mencontohkan instruksi pengasuh dan

menirukannya. Pasien belum dapat jika harus melompat jauh maupun

berdiri dengan 1 kaki.

V. ASSESMENT

1. Keterlambatan personal ocial atau personal social delayed development

setara usia 10 bulan.

2. Keterlambatan motorik halus setara usia 5,5 bulan.

3. Keterlambatan motorik kasar atau motoric delayed development setara

usia 0,5 bulan.

4. Keterlambatan perkembangan bahasa atau Speech Delayed

Development setara usia 4,5 bulan.

5. Gizi baik.

VI. PENATALAKSANAAN

1. Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya

2. Fisioterapi

3. Terapi wicara

VII. PLANNING

1. Konsul bedah saraf

2. Konsul Rehabilitasi Medik

3. Konsul Gizi

4. Kontrol poli tumbuh kembang per 3 bulan

VIII.PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Page 10: Presentasi Kasus Fix

BAB II

Page 11: Presentasi Kasus Fix

TINJAUAN PUSTAKA

Global Developmental Delay

2.1 Definisi

Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan

Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain

perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,

personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak

berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun

saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang

dipergunakan adalah retardasi mental.1,2 Anak dengan KPG tidak selalu menderita

retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak

mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi

psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.2,3

2.2  Epidemiologi

Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di

Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak

berumur<5 tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo

Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat

bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom,

asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%

nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan

global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra

uterin, serta asfiksia perinatal.3

Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak

RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari

Page 12: Presentasi Kasus Fix

12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan

terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan

berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.

Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan

pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%

mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan

40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada

61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral

disgenesis, palsi serebral.

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak

2.3.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak

Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak

konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak

dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

yang sesuai dengan usianya.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian.6

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara

simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi

kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya

perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.

Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.

Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses

pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri

Page 13: Presentasi Kasus Fix

yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain

perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada

tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi

dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta

perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 6,7

Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga

memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan

sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan

anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan

merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat

diramalkan.6,7

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal

yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-

faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,

keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,

diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,

infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,

faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis

dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,

stimulasi, dan obat-obatan).6,8

2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:

Page 14: Presentasi Kasus Fix

1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak

melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti

duduk, berdiri, dan sebagainya.

2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan

dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat

seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.

3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,

berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.

4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai

bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya, dan sebagainya.

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan

berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh

kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak

adalah sebagai berikut6,8:

1. Masa prenatal atau masa intra uterin

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.

Page 15: Presentasi Kasus Fix

Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum

yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi

diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.

Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir

kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur

kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada

masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia

sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.

Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini

pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.

Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.

Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan

Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.

2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:

a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi

b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)

Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan

berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem

saraf.

Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI

eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping

ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh

yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak

terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat

besar.

3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)

Page 16: Presentasi Kasus Fix

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan

dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi

ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa

balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan

dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan

serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan

hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala

kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga

bersosialisasi.

Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada

masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak

dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya

manusia dikemudian hari.

4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan

dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan

proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka

lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak

dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima

rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar

dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah

dengan cara bermain.

Page 17: Presentasi Kasus Fix

2.4 Etiologi

KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan

neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan

neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters

AV, 2010)8

Kategori Komentar

Genetik atau Sindromik

Teridentifikasi dalam 20% dari

mereka yang tanpa tanda-tanda

neurologis, kelainan dismorfik,

atau riwayat keluarga

Sindrom yang mudah

diidentifikasi, misalnya Sindrom

Down

Penyebab genetik yang tidak

terlalu jelas pada awal masa

kanak-kanak, misalnya Sindrom

Fragile X, Sindrom Velo-cardio-

facial (delesi 22q11),Sindrom

Angelman, Sindrom Soto,

Sindrom Rett, fenilketonuria

maternal, mukopolisakaridosis,

distrofi muskularis tipe Duchenne,

tuberus sklerosis,

neurofibromatosis tipe 1, dan

delesi subtelomerik.

Metabolik

Teridentifikasi dalam 1% dari

mereka yang tanpa tanda-tanda

Skrining universal secara nasional

neonatus untuk fenilketonuria

(PKU) dan defisiensi acyl-Co A

Dehidrogenase rantai sedang.

Page 18: Presentasi Kasus Fix

neurologis, kelainan dismorfik,

atau riwayat keluarga

Misalnya, kelainan siklus/daur

urea

Endokrin Terdapat skrining universal

neonatus untuk hipotiroidisme

kongenital

Traumatik Cedera otak yang didapat

Penyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan

dasarnya seperti makanan,

pakaian, kehangatan, cinta, dan

stimulasi untuk dapat berkembang

secara normal

Anak-anak tanpa perhatian, diasuh

dengan kekerasan, penuh

ketakutan, dibawah stimulasi

lingkungan mungkin tidak

menunjukkan perkembangan yang

normal

Ini mungkin merupakan faktor

yang berkontribusi dan ada

bersamaan dengan patologi lain

dan merupakan kondisi yaitu

ketika kebutuhan anak diluar

kapasitas orangtua untuk dapat

menyediakan/memenuhinya

Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuron

Palsi Serebral dan Kelainan

Perkembangan Koordinasi

(Dispraksia)

Kelainan motorik dapat

mengganggu perkembangan secara

umum

Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV,

Page 19: Presentasi Kasus Fix

HIV

Meningitis neonatal

Toksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-

obatan saat masa kehamilan

Anak: Keracunan timbal

2.5 Deteksi Dini

Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan

pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap

tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan

normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali

terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua

perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui

apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /

laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining

perkembangan pada anak.

Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara

komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan

mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini

dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya

pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan

dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan

penilaian perkembangan.6,9

Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat

dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang

tercantum di bawah 9,10:

Page 20: Presentasi Kasus Fix

Tanda bahaya perkembangan motor kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh

bagian kiri dan kanan.

2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari

usia 6 bulan

3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot

4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh

5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motor halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan

2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun

3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat

dominan setelah usia 14 bulan

4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten

Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)

1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap

suatu benda pada usia 20 bulan

2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan

3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,

misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons

2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan

dengan orang lain pada usia 20 bulan

3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan

Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain

2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah

3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya

Page 21: Presentasi Kasus Fix

4. 15 bulan: belum ada kata

5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura

6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti

7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /

interaksi

Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation

2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda

3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara

4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’

5. 24 bulan: belum ada kata berarti

6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini

gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau

panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental

Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan

motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s

Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining

yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)

dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai

kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3

tahun.10,11

2.6 Gejala Klinis

Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian

dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila

di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli

dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining

prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan

Page 22: Presentasi Kasus Fix

berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan

beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,

lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang

berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,

motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari

dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal

spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait

ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,

yaitu10,11:

1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan

2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan

3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk

4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan

5. Anak memiliki masalah komunikasi

6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

2.7 Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara

seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap

keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak

tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki

daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi,

resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan

akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas

terdiagnosis saat infant.

Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis

dan Judith, 199410

Page 23: Presentasi Kasus Fix

Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah

seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau

meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung

memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk

didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak

sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga

bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering

menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti

myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki

hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering

pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan

perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun

pertama sering dihubungkan dengan HIV.10,11

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Page 24: Presentasi Kasus Fix

Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.

Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)

adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering

dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit

dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara

terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan

menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya

lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih

mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat

ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test

dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur

memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan

peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa

menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari

infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi

secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan

kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit

ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan

dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang

berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro

reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan

gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan

pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun

beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:

a. Skrining metabolik

Page 25: Presentasi Kasus Fix

Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,

bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik

rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan

sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya

bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang

mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-

anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas

kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak

dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin

phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit

muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik

Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak

ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan

suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya

riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih

sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas

yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila

terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan

pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat

dijelaskan.

c. Skrining tiroid

Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital

perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya

dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.

d. EEG

Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki

riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).

Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum

Page 26: Presentasi Kasus Fix

dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG

tanpa riwayat epilepsi.

e. Imaging

Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG

(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus

lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara

klinis sebelumnya.

2.8 Diagnosis Banding

Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara

spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini,

terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun

memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention

deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12

2.8.1 Retardasi Mental

Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan

keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-

IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat

gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui

adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5

tahun), dengan klasifikasi hasil:

a. Ringan , yaitu IQ 50-70

b. Sedang, yaitu IQ 40-50

c. Berat, yaitu IQ 20-40

d. Sangat berat, yaitu IQ <20

2.8.2 Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)

Page 27: Presentasi Kasus Fix

Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP, ada tiga faktor resiko awal

yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi

lahir dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan semakin

berat risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor

risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak.

Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat

dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi

serebral dapat dilakukan berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih,

19957), yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot;

evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon,

primitif dan plantar.

2.8.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran

bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda

ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan

sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis

ADHD.

2.8.4 Autism Spectrum Disorder (ASD)

Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG. Beberapa kata

kunci adalah gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan

antara ASD dengan KPG, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek

kurang, berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun

kedua dan ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku

lain yakni motorik, sensorik dan beberapa domain lain.

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum

ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-

anak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan

Page 28: Presentasi Kasus Fix

kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG

dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor

yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:

1. Speech and Language Therapy

Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,

autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.

Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak

tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang

yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada

mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak

dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat

yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi

tersebut.

2. Occupational Therapy

Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri

dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka

antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,

memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami

kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka

meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.

3. Physical Therapy

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan

halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.

Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang

besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.

Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti

kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau

perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan

Page 29: Presentasi Kasus Fix

sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini

dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak

tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Behavioral Therapies

Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan

memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau

buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-

lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk

mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi.

Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam

pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif.

Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan

emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy

dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak

diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang

disebut cognitive-behavioural therapy.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni

kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak

tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya

aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi

akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga

anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.11 Prognosis

Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan

penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan

Page 30: Presentasi Kasus Fix

pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang

baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi

hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam

menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif

(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan

menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami

kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan

dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.6,9

Hidrosefalus

1. Definisi

Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti

kepala. Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan

pembentukan aliran atau penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan

volume pada CNS.

Kondisi ini juga dapat didefinisikan gangguan hidrodinamik pada LCS.

Hidrosefalus akut dapat terjadi dalam beberapa hari. Sub akut dalam mingguan

dan yang kronik bulanan atau tahunan. Kondisi-kondisi seperti atrofi serebral dan

lesi destruktif fokal juga menyebabkan peningkatan abnormal LCS dalam CNS.

Pada situasi semacam ini, kehilangan jaringan serebral meninggalkan ruangan

kosong yang secara pasif akan terisi dengan LCS. Kondisi semacam iu tidak

disebabkan oleh gangguan hidrodinamik sehingga tidak diklasifikasikan sebagai

hidrosefalus. Istilah lain yang dulu digunakan untuk kondisi tersebut adalah

hidrosefalus ex vacuo.

2. Epidemiologi

Page 31: Presentasi Kasus Fix

Secara keseluruhan, Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.

Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan

11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan

bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.

Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih

sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat

abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan

meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.

Secara internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui

jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju,

tetapi informasi untuk negara-negara lain masih sedikit.

Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena

herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi

batang otak dan sistem pernapasan.

Pemasangan shunt telah dilakukan pada 75% dari semua kasus hidrosefalus

dan di 50% pada anak-anak dengan hidrosefalus komunikan. Pasien dirawat di

rumah sakit untuk merevisi shunt sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,

untuk pengobatan komplikasi, atau kegagalan shunt.

Kurangnya perkembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau

hilangnya fungsi kognitif pada orang dewasa, dapat mejadi komplikasi pada

hidrosefalus yang tidak diobati. Hal ini dapat bertahan setelah pengobatan.

Kehilangan fungsi visual dapat menjadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak

diobati dan dapat menetap setelah pengobatan.

3. Anatomi dan Fisiologi

CSS dibentuk di dalam system ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus

koroideus. Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus

koroideus, yang terdiri atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian

Page 32: Presentasi Kasus Fix

tengahnya mengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan

dibentuk melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid, tetapi

aspek pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya.

Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing

dihubungkan oleh akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di

garis tengah dan memiliki tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di

sebelah lateral  dan sebuah foramen magendie di tengah. Lubang-lubang ini

berjalan menuju ke sebuah system yang saling berhubungan dan ruang

subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna.

Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas

konveksitas serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid

spinalis berhubungan dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna

basalis.

Aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga

kemudian ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang

subaraknoid di atas konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat

terjadinya penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik. Sebagian besar penyerapan

CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan masuk kedalam saluran vena sinus

sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi lapisan ependim system ventrikel dan

di ruang subaraknoid spinalis. Pada orang dewasa normal, volume total CSS

adalah sekitar 150 mL, yang 25 % nya terdapat di dalam sistem ventrikel. CSS

terbentuk dengan kecepatan sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa

perputaran CSS terjadi tiga sampai empat kali sehari.

Page 33: Presentasi Kasus Fix

4. Patofisiologi

Produksi LCS normal berkisar antara 0,20-0,50 mL/menit. Sebagian besar

diproduksi oleh plexus choroideus yang terletak diantara sistem ventrikuler

terutama pada ventrikel lateral dan ventrikulus IV. Kapasitas ventrikel laeral dan

III pada orang sehat sekitar 20 ml. Total volume LCS pada orang dewasa adalah

150 ml.

Tekanan intra kranial meningkat jika produksi melebihi absorbsi. Ini terjadi

jika adanya over produksi LCS, peningkatan tahanan aliran LCS, atau

peningkatan tekanan sinus venosus. Produksi LCS menurun jika tekanan

intrakranial meningkat. Kompensasi dapat terjadi melalui penyerapan LCS

transventrikuler dan juga dengan penyerapan pada selubung akar saraf.

Page 34: Presentasi Kasus Fix

Lobus temporal dan frontal melebar lebih dulu, biasanya asimetris. Ini dapat

menyebabkan kenaikan corpus callosum, penarikan atau perforasi septum

pelucidum, penipisan selubung serebral, atau pelebaran ventrikel tertius ke bawah

menuju fosa hipofisis ( yang dapat menyebabkan disfungsi hipofisis).

Page 35: Presentasi Kasus Fix

Gambar 1. Aliran LCS, patofisiologi hidrosefalus

Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan

absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat

mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:

1. Disgenesis serebri

Empat puluh enam persen hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan

yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral

akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan

penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah

Page 36: Presentasi Kasus Fix

satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan

pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi CSS yang berlebihan

Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering

adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS

Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi

dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan

beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis,

di mana pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang

mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel

IV.

Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang

mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat

menekan dari arah belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat

menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan

dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.

4. Absorpsi CSS berkurang

Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS,

selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan

kejadian tersebut adalah:

- Post meningitis

- Post perdarahan subarachnoid

- Kadar protein CSS yang sangat tinggi

Page 37: Presentasi Kasus Fix

5. Akibat atrofi serebri

Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul

penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi

tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya

hambatan aliran CSS :

a. Foramen Interventrikularis Monroe

Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran

ventrikel lateralis ipsilateral.

b. Akuaduktus Serebri (Sylvius)

Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua

ventrikel lateralis dan ventrikel III.

c. Ventrikel IV

Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua

ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri

d. Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka

Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada

kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel

IV. Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.

e. Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan

mesensefalon

Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari

seluruh sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat

mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika

obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan

CSS di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.

Produksi Sirkulasi Absorpsi

Meningkat Normal Normal

Page 38: Presentasi Kasus Fix

- Papiloma

plexus

choroideus

Normal Terhambat

- Aquaductus Silvii

- Foramen Magendi dan

Luscha ( Sind. Dandy

Walker)

- Ventrikel III

- Ventrikel IV

- Ruang Sub Arakhnoid

Menurun

- Trauma

- SAH

- Gangguan

pembentukan villi

arakhnoid

- Post meningitis

- Protein CSS >>

5. Gambaran Klinis

Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya ukuran

lingkar kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala

terus bertambah besar, sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan

minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa penderita hidrosefalus

kongenital dengan ukuran kepala yang besar saat dilahirkan sehingga sering

mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio

sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan

dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat

terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya.

Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk kepala cenderung menjadi

brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker di mana kepala cenderung

berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis akibat pembesaran

fossa posterior.

Sering dijumpai adanya Setting Sun Appearance / Sign, yaitu adanya retraksi

dari kelopak mata dan sklera menonjol keluar karena adanya penekanan ke depan

Page 39: Presentasi Kasus Fix

bawah dari isi ruang orbita, serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola

mata nampak seperti matahari terbenam.

Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena subkutan.

Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara cracked pot, berupa seperti suara

kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat

kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan untuk tumbuh secara

optimal.

Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi

pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan kabur. Secara pelan

sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkai.

Gerakan anak menjadi lemah, dan kadang-kadang lengan jadi gemetar.

1. Hidrosefalus pada bayi (Tipe congenital/infantil):

- Kepala membesar

- Sutura melebar

- Fontanella kepala prominen

- Mata kearah bawah (sunset phenomena)

- Nistagmus horizontal

- Perkusi kepala : cracked pot sign atau seperti semangka masak.

Ukuran rata-rata lingkar kepala berdasarkan umur:

Umur Lingkar Kepala

0 bulan 35 cm

3 bulan 41 cm

6 bulan 44 cm

9 bulan 46 cm

12 bulan 47 cm

18 bulan 48,5 cm

Page 40: Presentasi Kasus Fix

2. Tipe juvenile/adult (2-10 tahun) :

- Sakit kepala

- Kesadaran menurun

- Gelisah

- Mual, muntah

- Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak

- Gangguan perkembangan fisik dan mental

- Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat

mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.

- Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah

menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas

fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang

sering dijumpai seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian

tidak mampu merencanakan aktivitasnya.

2.7 Diagnosis

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil

pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan

pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :

Rontgen foto kepala

Transiluminasi

Lingkaran kepala

Ventrikulografi

Ultrasonografi

CT Scan kepala

MRI Kepala

Page 41: Presentasi Kasus Fix

2.8 Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa

Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi

sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Dapat

dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana

sarana bedah saraf tidak ada.

Obat yang sering digunakan adalah:

a.  Asetasolamid

25-100 mg/kg/bb/hari Acetazolamide bekerja dengan cara merintangi enzym

karboanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K

dieksresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Fungsi diuretiknya lemah.

Efek samping dari obat ini biasanya kebas pada jari tangan dan kaki karena

hipokalemia. Beberapa dapat mengalami pandangan yang kabur, tapi biasanya

hilang dengan penghentian obat. Acetazolamide juga meningkatkan resiko batu

ginjal kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Untuk mengurangi dehidrasi dan sakit

kepala dianjurkan untuk minum banyak cairan.

Kontraindikasi bagi mereka yang mempunyai sickle cell anemia, alergi

terhadap sulfa dan CA inhibitor, sakit ginjal atau hati, gagal kelenjar adrenal,

diabetes, ibu hamil dan menyusui.

b. Furosemid

Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6

mg/kgBB/hari. Furosemide bekerja sebagai loop diuretic kuat pada transport Na K

Cl loop henle thick ascending untuk menghambat Na dan Cl reabsorbsi. Karena

absorbsi Mg dan Ca pada thick ascending tergantung konsentrasi Na dan Cl, loop

diuretik juga menghambat absorbsi ion tersebut. Dengan terganggunya reabsorbsi

ion ini loop diuretik mengganggu terbentuknya medula renal yang hipertonik.

Dengan tanpa adanya medula yang terkonsentrasi, air menjadi kurang osmotik

kemudian melalui collecting duct, sehingga berakibat kenaikan produksi urin.

Page 42: Presentasi Kasus Fix

Diuretik ini mengurangi air yang direabsorbsi kembali ke darah berakibat

pada penurunan volume darah. Loop diuretik juga menyebabkan vasodilatasi vena

pembuluh darah ginjal sehingga menurunkan tekanan darah.

Efek samping lainnya dapat menyebabkan jaundice, tinitus, fotosensitif, rash,

pankreatitis, mual, sakit perut, pusing, anemia.

Terapi Pembedahan

1. Pada pusat-pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah saraf

Terapi operasi langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada

penderita yang gawat dan sambil menunggu operasi penderita biasanya diberikan:

Mannitol (cairan hipertonik), dengan cara pemberian dan dosis: per infus, 0,5-2

g/kg BB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.

2. Tidak terdapat fasilitas bedah saraf

a. Pasien tidak gawat

Diberi terapi medikamentosa, bila tidak berhasil, pasien dirujuk ke rumah

sakit terdekat yang mempunyai fasilitas bedah saraf.

b. Pasien dalam keadaan gawat

Pasien segera dirujuk ke rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas

bedah saraf setelah diberikan mannitol.

Jenis Terapi Operatif pada Pasien Hidrosefalus

1. Third Ventrikulostomi/Ventrikel III

Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,

dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel

III dapat mengalir keluar.

Page 43: Presentasi Kasus Fix

2. Operasi pintas/Shunting

Ada 2 macam :

-  Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.

Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus

tekanan normal.

- Internal

a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.

-Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)

-Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.

-Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

-Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus

-Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

-Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum

b. Lumbo Peritoneal Shunt

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan

operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu

frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monro.

2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan

analisis.

3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak

proksimal dengan tipe bola atau diagfragma (Hakim, Pudenz, Pitz,

Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).

Katup akan membuka pada tekanan tertentu.

Page 44: Presentasi Kasus Fix

4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium

kanan jantung melalui v. jugularis interna .

5. Ventriculo-Peritoneal Shunt.

a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.

b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak, dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak

diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.

Komplikasi Shunting

a. Infeksi

Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan sepanjang saluran subkutan.

Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni dapat mengawali

terjadinya Shunt Nephritis yang biasanya disebabkan Staphylococcus epidermis

ataupun aureus, dengan risiko terutama pada bayi. Profilaksis antibiotik dapat

mengurangi risiko infeksi.

b. Hematoma Subdural

Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan korteks serebri dari

duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi terlentang mengurangi

risiko sedini mungkin.

c. Obstruksi

Dapat ditimbulkan oleh:

- Ujung proksimal tertutup pleksus khoroideus.

- Adanya serpihan-serpihan (debris).

- Gumpalan darah.

- Ujung distal tertutup omentum.

Page 45: Presentasi Kasus Fix

- Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA Shunt, ujung distal kateter

dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan mengakibatkan terbentuknya

trombus dan timbul oklusi.

d. CSS yang rendah

Beberapa pasien Post shunting mengeluh sakit kepala dan vomiting pada

posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan karena tekanan CSS yang

rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan jalan:

- Intake cairan yang banyak.

- Katup diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.

e. Asites oleh karena CSS

Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali dilaporkan oleh Ames, kejadian

ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP shunt. Adapun patogenesisnya

masih bersifat kontroversial. Diduga sebagai penyebab kelainan ini adalah

pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis, protein yang tinggi dalam CSS.

Asites CSS biasanya terjadi pada anak dengan tekanan intrakranial di mana

gejala yang timbul dapat berupa distensi perut, nyeri perut, mual dan muntah-

muntah.

f. Kraniosinostosis

Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan shunt pada hidrosefalus

yang berat, sehingga terjadi penututupan dini dari sutura kranialis.

2.9 Komplikasi

- Atrofi otak

Page 46: Presentasi Kasus Fix

- Herniasi otak yang dapat berakibat kematian

2.10 Prognosis

Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang

bermakna. Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap dengan hidrosefalus atau

mengalami penyakit yang berulang-ulang. Kira-kira 40% dari bayi yang hidup

dengan intelektual mendekati normal. Dengan pengobatan dan pembedahan yang

baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat hidup hingga melampaui masa anak-

anak, di mana 40% diantaranya dengan intelegensi normal dan 60% sisanya

mengalami gangguan intelegensi dan motorik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Delia R, Nickolaus dan RN Leanne Lintula. Hydrocephalus

Therapy, Living with Hydrocephalus.Medtronic, 2004.

2. Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006; 19, 40-48.

Page 47: Presentasi Kasus Fix

3. Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4 available

at www.emedicine.com di akses pada 26 November 2010

4. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam

Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta, 1994, 915-6

5. Dan Stranding S. Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Grays

Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition,

Churchill Livingstone, New York : 2005, 287-94

6. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam

Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates,

2005, 262-271

7.  R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC,

Jakarta : 2004, 809-810

8. http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm

DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007.

9. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure

hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332.

10. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/

bmj.327.7428.1408.

11. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s

Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.

12. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM.

2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.

Jakarta: EGC, 2006. Hal 2053-57

Page 48: Presentasi Kasus Fix

13. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.

Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:21–26.

14. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical

Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-

4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.117–47.

15. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk.

Practice parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of

the American Academy of Neurology and the practice committee of the

child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.

16. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi

pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.

17. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis

Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak

RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Bali

18. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh

Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen

Kesehatan RI. 2005.

19. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.

Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.

20. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;

10(2);32-4.

21. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter

Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available

from]: URL: http

//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-

keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html .

22. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with

Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-

483.

Page 49: Presentasi Kasus Fix

23. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting

etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics

2006;118:139-45.

24. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &

Febiger 1990; 306-311.