presentasi kasus pulmo madina

37
1 PRESENTASI KASUS “Asma Persisten Ringan Eksaserbasi Akut Derajat BeratDisusun Oleh : Madinatul Munawwaroh 1111103000055 Pembimbing : dr. Linda Nurdewati, SpP KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: ronaaina

Post on 28-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

preskas asma

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Pulmo Madina

1

PRESENTASI KASUS

“Asma Persisten Ringan Eksaserbasi Akut Derajat Berat”

Disusun Oleh :

Madinatul Munawwaroh

1111103000055

Pembimbing :

dr. Linda Nurdewati, SpP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU

RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: Presentasi Kasus Pulmo Madina

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,

penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul Asma

Eksaserbasi Akut Derajat Berat. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu

tugas dalam kepaniteraan klinik di stase Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,

terutama kepada :

1. Dr. Linda Nurdewati, Sp.P selaku pembimbing diskusi topik ini.

2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Pulmonologi Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta.

3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Pulmonologi Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan presentasi kasus ini masih

terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah presentasi

kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran

terutama dalam bidang pulmonologi.

Jakarta, 14 April 2015

Penulis

Page 3: Presentasi Kasus Pulmo Madina

3

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. RM

Tanggal Lahir : 04/06/1990 usia 24 tahun 10 bulan

No. RM : 1359620

Pendidikan : Perguruan tinggi

Pekerjaan : Pengajar

Agama : Islam

Suku : Betawi

Status : Menikah

Masuk IGD : 5 April 2015

Masuk HCU Paru : 6 April 2015

Masuk ruang rawat paru : 9 April 2015

1.2. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 2

hari SMRS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan sesak napas

yang memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya setelah pasien selesai

melakukan aktivitas mengajar, tiba-tiba ia merasa sesak. Pasien lalu

menggunakan Ventolin inhaler namun sesak napas tidak berkurang.

Biasanya saat serangan sesak muncul, pasien menghirup Ventolin dan

sesaknya terasa berkurang, namun saat serangan kali ini pasien telah

menghabiskan 1 botol Ventolin inhaler tapi sesak napas tidak berkurang.

Karena Ventolin inhaler habis, pasien merasakan semakin sesak disertai

mengi yang keras dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak napas

dirasakan semakin berat saat malam hari ketika pasien tidur. Karena

Page 4: Presentasi Kasus Pulmo Madina

4

sesaknya, pasien tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara dan keringat

dimgin sehingga pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati. Keluhan disertai

batuk berdahak yang sulit dikeluarkan dan demam yang dirasakan pasien

sejak 4 hari SMRS. Pasien juga merasa mual dan muntah berisi air.

Saat di IGD, pasien diberikan terapi uap dan merasa lebih baik namun

masih sesak. Pasien kemudian di ruang perawatan instensif paru dan masih

merasa sesak hingga 2 hari setelahnya.Saat dipindahkan ke ruang rawat

paru, keluhan sesak mulai berkurang dan pasien mulai dapat beraktivitas

seperti berjalan ke kamar mandi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat sesak sejak 1 tahun yang lalu. Sesak sering

timbul jika pasien kelelahan atau saat udara dingin dan sehabis hujan.

Pasien rutin menggunakan Ventolin inhaler saat serangan sesak. Awalnya

serangan sesak hanya timbul sebulan sekali namun sejak 3 bulan yang lalu

serangan sesak biasanya timbul minimal 1 kali dalam seminggu. Sesak

napas sering dirasakan pasien saat malam hari sekitar jam 2 malam

sehingga mengganggu tidur namun sesak berkurang dengan menarik napas.

Pasien memiliki riwayat alergi dingin dan debu. Riwayat batuk lama dan

riwayat minum obat paru selama 6 bulan disangkal. Riwayat penyakit paru

sebelumnya disangkal. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien memiliki riwayat asma dan alergi makanan. Riwayat

anggota keluarga yang batuk-batuk lama maupun pernah minum obat paru

selama 6 bulan disangkal. Riwayat keganasan pada keluarga disangkal.

e. Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai guru ngaji anak-anak sekolah dasar. Pasien

tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien mengaku jarang berolahraga

dan suka makan makanan yang berlemak. Pasien tinggal di lingkungan

Page 5: Presentasi Kasus Pulmo Madina

5

rumah yang tidak padat penduduk dengan ventilasi dan pencahayaan yang

cukup.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 9 April 2015 saat pasien masuk

ruang rawat

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 130/70 mmHg

o Frekuensi nadi : 94 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.

o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular

o Suhu : 37,3 °C

- Kepala : Normosefalik, tidak ada deformitas

- Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea teraba

ditegah

- Toraks :

o Jantung

I : Pulsasi ictus cordis tidak terihat

P: Pulsasi ictus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra

P: Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra

Batas jantung kiri : ICS V 1 jari medial linea midklavikula sinistra

Pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra

A : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)

o Paru

Depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

Page 6: Presentasi Kasus Pulmo Madina

6

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

- Abdomen

I : Datar, dilatasi vena (-), scar (-)

A : Bising Usus (+) normal, bruit (-)

P : Defans muscular (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (-)

P : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)

- Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-)/(-), CRT < 2 detik.

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium (5 April 2014)

Pemeriksaan Hasil Hasil Rujukan

Hematologi

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Leukosit

- Trombosit

- Eritrosit

15,2 gr/dL

46%

25,4 ribu/μL

721 ribu/μL

5,28 juta/ μL

13,2-17,3 gr/dL

33-45%

5-10 ribu/μL

150-440 ribu/μL

3,80-5,20 juta/ μL

- VER

- HER

- KHER

- RDW

87,8 fl

28,7 pg

32,7 g/dL

14,2 %

80-100 fl

26-34 pg

32,0-36,0 g/dL

11.5-14.5%

Fungsi Hati

Page 7: Presentasi Kasus Pulmo Madina

7

Analisa: Koreksi:

- asidosis respiratorik pemberian O2 6 liter/menit

- leukositosis (infeksi bakteri) antibiotic Levofloxacin 1x500 mg iv

- hiperglikemia insulin Levemir 1 x 6 unit

- peningkatan transaminase

2. Analisa Gas Darah (6 April 2015)

- SGOT

- SGPT

60 U/l

71 U/l

0-34

0-40

Fungsi Ginjal

- Ureum darah

- Kreatinin darah

24 mg/dl

0.6 mg/dl

20-40

0.6-1.5

Diabetes

- GDS 303 mg/dl 70-140

Analisa Gas Darah

- pH

- pCO2

- pO2

- BP

- HCO3

- Sat O2

- BE

- Total CO2

7,158

62,9 mmHg

91,9 mmHg

755 mmHg

21,8 mmHg

94,5 %

-7,9 mmol/L

23,7 mmol/L

7,370-7,440

35,0-45,0

83,0-108,0

21,0-28,0

95,0-99,0

-2,5-2,5

19,0-24,0

Elektrolit Darah

- Natrium

- Kalium

- Klorida

141 mmol/l

3.86 mmol/l

98 mmol/l

135-147

3.1-5.1

95-108

Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan

Analisa Gas Darah

Page 8: Presentasi Kasus Pulmo Madina

8

Analisa: Koreksi:

- asidosis respiratorik perbaikan lanjutkan pemberian O2 6 liter/menit

3. Elektrolit Darah (7 April 2015)

4. Kimia Klinik Diabetes

(8 April 2015)

Analisa: Koreksi:

- Hiperglikemia perbaikan lanjutkan insulin Levemir 1 x 6 unit

(9 April 2015)

- pH

- pCO2

- pO2

- BP

- HCO3

- Sat O2

- BE

- Total CO2

7,375

40,1 mmHg

76,1 mmHg

755 mmHg

22,9 mmHg

95 %

-2,1 mmol/L

24,2 mmol/L

7,370-7,440

35,0-45,0

83,0-108,0

21,0-28,0

95,0-99,0

-2,5-2,5

19,0-24,0

Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan

Elektrolit Darah

- Natrium

- Kalium

- Klorida

146 mmol/l

3.97 mmol/l

108 mmol/l

135-147

3.1-5.1

95-108

Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan

Analisa Gas Darah

- HbAIC

- GDP

- GD 2 jam pp

7,0 %

202 mg/dL

239 mmHg

4,0-6,0

80-100

80-145

Page 9: Presentasi Kasus Pulmo Madina

9

Analisa: Koreksi:

- Hiperglikemia perbaikan lanjutkan insulin Levemir 1 x 6 unit

5. Pemeriksaan Radiologi

Foto Thoraks tanggal 6 April 2015

- Trakea di tengah

- Mediastinum superior tidak membesar

- Jantung kesan tidak membesar

- Aorta baik

- Pulmo : Hilus dikedua paru baik

Infltrat minimal di parakardial kanan

- Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri normal

- Tulang costae baik

- Soft tissue sekitar paru baik

- Kesan :

Jantung dalam batas normal

Infiltrat di parakardial kanan DD/Interstisial pneumonia

Pemeriksaan Hasil Hasil rujukan

Glucometer 149 mg/dL < 90

Page 10: Presentasi Kasus Pulmo Madina

10

1.5. RESUME

Anamnesis

Ny.RM usia 24 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang

memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya setelah pasien selesai

melakukan aktivitas mengajar, tiba-tiba ia merasa sesak. Pasien lalu

menggunakan Ventolin inhaler namun sesak napas tidak berkurang.

Biasanya saat serangan sesak muncul, pasien menghirup Ventolin dan

sesaknya terasa berkurang, namun saat serangan kali ini pasien telah

menghabiskan 1 botol Ventolin inhaler tapi sesak napas tidak

berkurang. Karena Ventolin inhaler habis, pasien merasakan semakin

sesak disertai mengi yang keras dan tidak berkurang dengan istirahat.

Sesak napas dirasakan semakin berat saat malam hari ketika pasien

tidur. Karena sesaknya, pasien tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara

dan keringat dimgin sehingga pasien dibawa ke IGD RSUP

Fatmawati. Keluhan disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan

dan demam yang dirasakan pasien sejak 4 hari SMRS. Pasien juga

merasa mual dan muntah berisi air. Saat di IGD, pasien diberikan

terapi uap dan merasa lebih baik namun masih sesak. Pasien

kemudian di ruang perawatan instensif paru dan masih merasa sesak

hingga 2 hari setelahnya.Saat dipindahkan ke ruang rawat paru,

keluhan sesak mulai berkurang dan pasien mulai dapat beraktivitas

seperti berjalan ke kamar mandi.

Pemeriksaan fisik

Paru depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

Page 11: Presentasi Kasus Pulmo Madina

11

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Paru belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Pemeriksaan Laboratorium

Analisa : leukositosis, asidosis respiratorik, hiperglikemia,

peningkatan transaminase

Radiologi

Kesan : Infiltrat di parakardial kanan DD/Interstisial pneumonia

1.6. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja:

- Asma persisten ringan serangan akut derajat berat

- Asidosis respiratorik

- Pneumonia

- Hiperglikemia reaktif DD/ DM tipe II

Diagnosis Banding:

- PPOK

- Bronkiektasis

1.7. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

- Spirometri

- Uji provokasi bronkus

- Cek ulang analisa gas darah, hematologi, fungsi hati dan gula darah

Page 12: Presentasi Kasus Pulmo Madina

12

1.8. TATALAKSANA ANJURAN

Tatalaksana saat di RS (asma serangan akut derajat berat dengan

pneumonia dan hiperglikemia):

A. Non medikamentosa

a. Tirah baring

b. Edukasi pasien dan keluarga untuk penghindari pencetus sesak

(debu, dingin, kelelahan)

B. Medikamentosa

O2 Nasal Kanul 4 liter per menit

IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam + aminofilin 2 amp iv

Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv

Levofloxacin 1 x 500 mg iv

Insulin Levemir 1 x 6 unit

Nebulize:

- Ventolin nebules (Salbutamol) 2,5 mg 3 x sehari

- Pulmicort nebulizing suspension (Budesonide) 0,25 mg/mL 3 x

sehari

OBH 3 x 5 ml po

Tatalaksana untuk pulang (asma persisten ringan):

- Ventolin inhaler (salbutamol) 1 x 1 inhalasi/hari

- Pulmicort turbuhaler (budesonide) 2 x 1 inhalasi /hari

1.9. PROGNOSIS

- Ad vitam : bonam

- Ad functionam : bonam

- Ad sanasionam : dubia ad bonam

Page 13: Presentasi Kasus Pulmo Madina

13

1.10. PENGKAJIAN FOLLOW UP PASIEN

Data dari IGD, tanggal 5 April 2015

S = Pasien datang dnegan keluhan sesak yang makin memberat, disertai

mengi yang keras yang tidak berkurang dengan istirahat dan inhalasi

Ventolin. Sesak dirasakan semakin memberat ketika malam hari hingga

mengganggu tidur. Karena sesak, pasien tidak dapat beraktivitas dan sulit

berbicara. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah berisi air.

O =

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit berat, tampak sesak dan pucat

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 135/102 mmHg

o Frekuensi nadi : 140 kali/menit

o Frekuensi napas : 42 kali/menit

o Suhu : 37,7 °C

- Toraks :

o Paru

Depan

I : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot

bantu napas (+)

P : ekspansi dada simetris, vocal fremitus hemithoraks kiri sama

dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+), ekspirasi

memanjang

Belakang

I : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis

P : vocal fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+), ekspirasi

memanjang

- Ekstremitas : akrat dingin, CRT<3’

Page 14: Presentasi Kasus Pulmo Madina

14

A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat

P = O2 NRM 6 liter/menit

IVFD Dextrose 5% + Aminophilin 1,5 amp/8 jam

Bolus aminophilin 8 ml + Dekstrose 5% 12 ml (dalam 15 menit)

Metilprednisolon 62,5 mg iv

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Tanggal 9 April 2015, pasien masuk ke ruang rawat paru

S = Pasien massih merasa sesak namun sudah dapat beraktivitas seperti

berjalan ke kamar mandi. Terdapat batuk berdahak berwarna putih dan

mual. Terpasang oksigen nasal kanul.

O =

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 130/70 mmHg

o Frekuensi nadi : 94 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.

o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular

o Suhu : 37,3 °C

- Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea teraba

ditegah

- Toraks :

o Paru

Depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Page 15: Presentasi Kasus Pulmo Madina

15

Belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

A = Asma eksaserbasi akut derajat berat perbaikan

Hiperglikemia reaktif DD/DM tipe 2

P = NaCl 0,9% 500 cc + 2 amp Aminophilin/24 jam iv

Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv

Levofloxacin 1 x 500 mg iv

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Levemir 1 x 6 unit

Pulmicort nebu 2 x inhalasi

Combivent nebu 4 x inhalasi

Seretide inhaler 2 x inhalasi

OBH 3 x 5 ml po

Paracetamol 3 x 500 mg po

Tanggal 10 April 2015

S = Pasien merasa sesak sudah berkurang dan ada batuk berdahak

berwarna putih. Terpasang oksigen nasal kanul.

O =

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 120/80 mmHg

o Frekuensi nadi : 84 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.

o Frekuensi napas : 20 kali/menit, regular

o Suhu : 37,8 °C

- Toraks :

Page 16: Presentasi Kasus Pulmo Madina

16

o Paru

Depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan

Hiperglikemia reaktif DD/DM tipe 2

P = NaCl 0,9% 500 cc + 2 amp Aminophilin/24 jam iv

Metilprednisolon 2 x 62,5 mg iv

Levofloxacin 1 x 500 mg iv

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Levemir 1 x 6 unit

Pulmicort nebu 2 x inhalasi

Combivent nebu 4 x inhalasi

Seretide inhaler 2 x inhalasi

OBH 3 x 5 ml po

Paracetamol 3 x 500 mg po

Page 17: Presentasi Kasus Pulmo Madina

17

Tanggal 11 April 2015

S = Pasien merasa sesak sudah jauh berkurang namun masih batuk

berdahak berwarna putih. Oksigen nasal kanul sudah dilepas. Pasien

direncanakan pulang.

O =

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 110/80 mmHg

o Frekuensi nadi : 84 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.

o Frekuensi napas : 22 kali/menit, regular

o Suhu : 37,6 °C

- Toraks :

o Paru

Depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan

P = Combivent inhaler 4 x inhalasi

OBH 3 x 5 ml po

Page 18: Presentasi Kasus Pulmo Madina

18

Paracetamol 3 x 500 mg po

Tanggal 12 April 2015

S = Pasien merasa sudah tidak sesak namun masih ada batuk berdahak

berwarna putih.

O =

- Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda vital

o Tekanan darah : 110/80 mmHg

o Frekuensi nadi : 100 kali/menit, regular, teraba kuat, isi cukup.

o Frekuensi napas : 24 kali/menit, regular

o Suhu : 37,6 °C

- Toraks :

o Paru

Depan

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, penggunaan otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-),

pelebaran vena (-), massa (-)

P : ekspansi dada simetris, pelebaran sela iga (-), massa (-), vocal

fremitus hemithoraks kiri sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

Belakang

I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris saat statis dan

dinamis, vertebrae normal, skoliosis (-), lordosis (-), massa (-).

P : ekspansi dada simetris, massa (-), vocal fremitus hemithoraks kiri

sama dengan sisi kanan

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) / (+), ronkhi (-)/(-), wheezing (+)/(+)

A = Asma persisten ringan eksaserbasi akut derajat berat perbaikan

P = Combivent inhaler 4 x inhalasi

Page 19: Presentasi Kasus Pulmo Madina

19

OBH 3 x 5 ml po

Paracetamol 3 x 500 mg po

Page 20: Presentasi Kasus Pulmo Madina

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA

2.1 Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama malam dan

atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan.

2.2 Epidemiologi Asma

Asma merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di

negara berkembang seperti di Indonesia. Di dunia diperkirakan 300 juta orang

mengidap asma. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan berbagai

ukuran beban kesehatan karena asma di dunia, yaitu 15 juta disability-

adjusted life years (DALYs) hilang setiap tahunnya karena asma, artinya 15

juta usia produktif hilang setiap tahunnya karena asma. Selain itu, WHO juga

memperkirakan 250.000 kematian karena asma setiap tahunnya.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma,

bronchitis kronik, dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 4 di

Indonesia yaitu sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma diseluruh

Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan brokitis kronik yaitu 11/1000 dan

obstruksi paru 2/1000. Tahun 1993 pada 37 puskesmas di Jawa Timur

didapatkan prevalensi asna sebesar 7,7%, yaitu 9,2% pada laki-laki dan 6,6%

pada perempuan.

2.3 Faktor Resiko Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu

dan lingkungan. Faktor penjamu yang merupakan faktor genetik dari host

Page 21: Presentasi Kasus Pulmo Madina

21

sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya gejala asma

dikenal sebagai faktor pencetus. Fsktor risiko asma pada anak umunya atopi

sedangkan pada dewasa adalah infeksi saluran pernapasan berulang.

Tabel 2.1 Faktor Risiko pada Asma

Sumber: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia, 2004

2.4 Mekanisme dan Patofisiologi

Sesuai dengan pengertiannya, asma merupakan gangguan inflamasi kronik

jalan napas yang melibatkan berbagai sel dan mediator inflamasi sehingga

menghasilkan perubahan patofisiologis.

Mekanisme yang terjadi antara lain :

- Inflamasi jalan napas

Page 22: Presentasi Kasus Pulmo Madina

22

Pola inflamasi pada berbagai bentuk asma (asma alergik, non-

alergik, asma akibat aspirin, asma pada exercise) sama baik pada semua

usia. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel mast, eosinofil, limfosit T

terutama Th2, sel dedndritik, makrofag dan neutrofil. Sedangkan sel

struktur jalan napas yang terlibat dalam produksi mediator inflamasi dan

berkontribusi dalam proses inflamasi kronik adalah sel epitel jalan napas,

sel otot polos jalan napas, sel endotelial pembuluh darah bronkus, sel

fibroblas dan miofibroblas dan serabut saraf jalan napas. Selain ituterdapat

ratusan mediator yang terlibat dalam proses inflamasi yang kompleks pada

asma antara lain; kemokin, sisteinil leukotrien, sitokin, histamin, oksida

nitrat/ NO, dan prostaglandin D2.

- Bronkokonstriksi

Kontraksi otot polos bronkus sebagai respon terhadap mediator dan

neurotransmiter yang bersifat bronkokontriktor. Bronkokonstriksi

merupakan mekanisme utama obstruksi jalan napas pada asma dan

memberikan respon baik dengan obat bronkodilator, sehingga asma yang

terjadi bersifat reversible.

- Perubahan struktur jalan napas (airway remodeling)

Perubahan struktur jalan napas tampak sebagai fibrosis subepitelial

akibat deposit serabut kolagen dan proteoglikan di bawah membran

basalis. Selain itu fibrosis yang terjadi pada lapisan lain dinding jalan

napas dengan deposit kolagen dan proteoglikan.Perubahan struktur juga

disebabkan oleh penebalan otot polos jalan napas (hipertrofi dan

hiperplasia), proliferasi pembuluh darah bronkus, dan peningkatan sel

goblet epitel jalan napas dan kelenjar mokus sukmukosa. Factor tersebut

yang menyebabkan asma tidak sepenuhnya reversible.

- Hipereaktivitas bronkus

Tanda khas kelainan fungsional pada asma, menghasilkan

penyempitan jalan napas sebagai respon rangsangan (hipereaktif) yang

pada orang normal biasanya tidak terjadi. Hipereaktivitas bronkus

berkaitan dengan proses inflamasi jalan napas, serta menunjukan respon

reversibel sebagian degan pengobatan.

Page 23: Presentasi Kasus Pulmo Madina

23

Mekanisme hipereaktivitas bronkus berhubungan dengan beberapa

faktor antara lain:

1. Kontraksi otot polos bronkus, terjadi baik karena volume otot yang

meningkat maupun karena kontraksi sel-sel otot.

2. Uncoupling of airway contraction, karena perubahan pada dinding

jalan napas akibat inflamasi menyebabkan penebalan dinding pada

jalan napas yang menghasilkan penyempitan jalan napas dan

hilangnya kontraksi maksimum jalan napas.

3. Penebalan dinding jalan napas akibat edema dan perubahan

struktur yang menambah penyempitan jalan napas.

4. Serabut sensorik yang tersensitisasi karena adanya inflamasi

sehingga menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respon

dengan rangsangan.

Faktor yang berperan dalam obstruksi jalan napas pada asma natara lain:

- Bronkokonstruksi akibat kontraksi otot polos bronkus, merupakan dasar

reversibilitas pada asma.

- Edema dinding saluran napas, akibat inflamasi kronik pada kondisi asma

sehari-hari yang meningkat pada saat eksaserbasi akut.

- Penambahan dinding jalan napas, akibat penebalan membran basal,

merupakan perubahan struktur jalan napas, dikenal dengan airway

remodelling. Faktor tersebut yang menyebabkan asma tidak sepenuhnya

reversibel.

- Hipersekresi mukus menyebabkan sumbatan lumem jalan napas oleh

lendir yang mengental (mucus plugging) merupakan hasil inflamasi yaitu

hipersekresi mukus dan eksudasi inflamasi.

2.5 Patogenesis Asma

1. Inflamasi akut

Pencetus serangan akut dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain

alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang

terdiri dari atas reaksi asma fase cepat dan pada sejumlah kasus diikuti

Page 24: Presentasi Kasus Pulmo Madina

24

reaksi asma fase lambat.

- Reaksi fase cepat

Alergen akan terikan pada IgE yang menempel pada sel mast tersebut.

Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti

histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin,

prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos

bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

- Reaksi fase lambat

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan

melibatkan pengerahan serta aktivasi cosinofil, sel T CD4+, neutrofil

dan makrofag.

2. Inflamasi kronik

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik seperti ssel

limfosit T, eusinofil, sel mast, sel epitel, fibrobslat dan otot polos bronkus.

- Limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T CD4 (subtipe

Th2+) yang mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5,IL-13

dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah

Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosia B mensintesis

IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta

memperanjang hidup eosinofil.

- Epitel

Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15 HETE, PGE2 pada

penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers

seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau

khemokin. Sel epitel pada asma sebagian mengalami sheeding.

Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan

oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygenfree radical,

TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotase sel epitel.

- Eosinofil

Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) merupakan karateristik untuk

asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan di saluran napas

Page 25: Presentasi Kasus Pulmo Madina

25

pada penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil

berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain,

IL-3, IL-5, IL-6,GM-CSF, TNF-alfa serta mediaor lipid antara lain

LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan

maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic

protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil proxidase (EP)

dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel.

- Sel mast

Sel mast memiliki reseptor IgE dengan afinitas yang tinggi. Cross-

linking reseptor IgE degan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel

mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed

mediator seperti histamin dan protease serta newly generated

mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga

mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-

CSF.

- Markofag

Merupakan sel terbanyak yang didapatkan pada organ pernapasan,baik

pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan

seluruh percabangan bronkus. Markofag dapat meghasilkan berbagai

mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain

berperan pada proses inlfamasi, markofag juga berperan pada regulalsi

airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth

promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-β.

Page 26: Presentasi Kasus Pulmo Madina

26

Gambar 2.2. Inflamasi dan remodeling pada asma

Sumber: GINA, 2005

Gambar 2.3. Hubungan antara inflamasi akut, inflamasi kronik, dan airway

remodelling dengan gejala klinis

Sumber: PDPI, 2004

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi asma dapat dbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu sebelum dan

sesudah mendapatkan terapi. Pasien yang pertama kali datang dengan gejala

asma akan dinilai derajat eksaserbasi akut (Tabel 2.2) dan beratnya asma

(Tabel 2.3). penilaian tersebut akan menentukan tatalaksana awal dan terapi

rawat jalan.

Page 27: Presentasi Kasus Pulmo Madina

27

Tabel 2.2 Derajat asma eksaserbasi

Ringan Sedang Berat Henti napas iminen

Sulit bernapas Berjalan

Dapat berbaring

Berbicara

Pada bayi menangis

pelan, sulit minum

Lebih memilih duduk

Saat istirahat

Pada bayi berhenti

makan/minum

Membungkuk

Berbicara Kalimat Frase Kata

Kewaspadaan Gelisah (+)/(-) Gelisah Gelisah Mengantuk/bingung

Laju pernapasan Meningkat Meningkat >30x/menit

Otot aksesorius &

restriksi suprasternal

Tidak ada Ada Ada Gerakan paradox

torakoabdominal

Mengi Sedang,

terkadang

hanya saat

ekspirasi akhir

Keras Biasanya keras Tidak ada mengi (silet

chest)

Denyut nadi <100 100-120 >120 Bradikardia

Pulsus paradoksus Tidak ada

<10 mmHg

Mungkin ada

10-25 mmHg

Ada

>25 mmHg (dewasa)

20-40 mmHg (anak)

Tidak ada ,

meunujukkan

kelelahan otot respirasi

APE

Setelah inisial

bronkodilator

% predicted atau %

terbaik

>80% 60-80% <60% predicted atau

terbaik (<100x/m)

atau

Respons berakhir < 2

jam

PaO2 (dalam udara)

dan/atau

PaCO2

Normal (tidak

perlu test)

<45 mmHg

>60 mmHg

<45 mmHg

<60 mmHg

Mungkin sianosis

<45 mmHg,

mungkin gagal napas

SaO2 (dalam udara) >95% 91-95% <90%

Hiperkapnia/hiorventilasi lebih cepat terjadi pada anak

Sumber: GINA 2012

Tabel 2.3 Derajat beratnya asma dan terapi rawat jalan yang diberikan

Derajat asma Gejala Gejala Malam Faal Paru Terapi rawat jalan

Intermitten Bulanan APE > 80%

- Gejala <1x/minggu

- Tanpa gejala di luar

serangan

- Serangan singkat

< 2x/bulan - VEP1 > 80% nilai prediksi

APE > 80% nilai terbaik

- Variabiliti APE < 20%

Agonis β2 kerja

cepat

Persisten ringan Mingguan APE > 80%

- Gejala >1x/minggu

tetapi < 1x/hari

- Serangan dapat

mengganggu aktivitas dan

tidur

> 2x/bulan - VEP1 > 80% nilai prediksi

APE > 80% nilai terbaik

- Variabiliti APE 20-30%

Agonis β2 kerja

cepat. KSI dosis

rendah

Persisten sedang Harian APE 60-80%

- Gejala setiap hari

- Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

- Membutuhkan

bronkodilator setiap hari

>1x/minggu - VEP1 60-80% nilai prediksi

APE 60-80% nilai terbaik

- Variabiliti APE >30%

Agonis β2 kerja

cepat. KSI dosis

rendah. ABKP

Page 28: Presentasi Kasus Pulmo Madina

28

Persisten berat Kontinyu APE < 60%

- Gejala terus menerus

- Sering kambuh

- Aktiviti fisik terbatas

Sering - VEP1 < 60% nilai prediksi

APE < 60% nilai terbaik

- Variabiliti APE >30%

Agonis β2 kerja

cepat. KSI dosis

tinggi. ABKP

dan/atau ISO

Sumber:GINA, 2012

Klasifikasi kendali asma dapat dikelompokkan berdasarkan level of

asthma control (GINA 2012, Tabel 2.4) atau asthma control test (ACT).

Aspek yang dinilai dalam kendali asma yaitu pengendalian gejala klinis dan

kemungkinan risiko eksaserbasi, penurunan fungsi paru, atau efek samping

obat. Klasifikasi ACT tidak memperhitungkan fugsi daal paru dalam

klasifikasinya.

Tabel 2.4 Level of asthma control

Sumber:GINA, 2012

Klasifikasi ACT (Tabel 2.5) menggunakan kuesioner 5 pertanyaan dengan

nilai maksimal masing-masing 5 poin. Kuesioner ACT hanya dapat diberikan

pada pasien usia 12 tahun keatas. Kuesioner tersebut berfungsi sebagai

instrument pemantauan keluhan asma pasien selama 1 bulan terakhir, bukan

Page 29: Presentasi Kasus Pulmo Madina

29

diagnosis. Klasifikasi kendali asma adalah sebagai berikut:

Asma tidak terkontrol : ≤19

Asma terkontrol sebagian : 19-24

Asma terkontrol : 25

2.7 Diagnosis

Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Gejala Klinis

Gejala klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi dan

sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa

berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.

Dikatakan episodik karena serangan berulang, dapat hilang timbul dan

diantaranya terdapat episode bebas serangan. Meskipun pada mulanya

batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya

pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-

kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya

batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cought variant

asthma. Bila hal yang tersebut dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan

spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi

bronkus dengan metakolin. Gejala asma sering timbul pada malam hari,

tapi dapat pula muncul sembarang waktu, dan adakalanya gejala lebih

sering terjadi pada musim tertentu. Adanya penyakit alergi yang lain

pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi, dermatitis atopik

membantu diagnosis asma. Yang perlu diperhatikan adalah faktor-

faktor pencetus asma yang sudah dibahas sebelumnya. Dengan

mengetahui faktor pencetus, maka gejala asma dapat dicegah. Yang

membedakan asma dengan penyakit paru lainnya adalah pada asma

serangan dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan.

2. Pemeriksaan Fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari

derajat obstruksi saluran napas. Gejala asma bervariasi sepanjang hari

Page 30: Presentasi Kasus Pulmo Madina

30

sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan

jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.

Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun

dalam pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan

napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,

edema, dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai

kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar

untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja

pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi,

dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada

waktu eksprasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar

(silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai

gejala lain, misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,

hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu napas.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

1. Obstruksi jalan napas

2. Reversibiliti kelainan faal paru

3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif

jalan napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah

diterima secara luas dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan

spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan maneuver

ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan

spirometri dilakukan pada saat awal, setelah stabil pasca

tatalaksana eksaserbasi, dan berkala tiap 1-2 tahun untuk

mengetahui perjalanan penyakit. Pemeriksaan itu sangat

bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Pemeriksaan

Page 31: Presentasi Kasus Pulmo Madina

31

ini hnaya dilakukan pada pasien berusia diatas 5 tahun. Untuk

mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai

yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui

dari nilai rasio VEP1/KVP < 75 % atau VEP1 < 80 % nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:

1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75

% atau VEP1 < 80 % nilai prediksi.

2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 12 % dan >200 ml secara

spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator),

atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau

setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi / oral) 2 minggu.

Reversibility ini dapat membantu diagnosis asma.

3. Menilai derajat asma

Arus puncak ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak

expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,

mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di

berbagai tingkat layanan kesehatan.

Manfaat APE dalam diagnosis asma:

1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15 % setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14

hari, atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi / oral, 2

minggu)

2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga

dapat digunakan menilai derajat berat penyakit. Dikatakan

asma jika variability diurnal APE ≥ 15 % dengan 2 kali

pemeriksaan setiap harinya.

Uji provokasi bronkus

Dilakukan dengan pemberian metakolin dan histamine dengan

tujuan untuk membuat bronkus konstriksi. Jika VEP1 <20%

Page 32: Presentasi Kasus Pulmo Madina

32

setelahsetelah uji provokasi, berarti terjadi hiperreaktivitas

bronkus. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi

spesifitasnya rendah, artinya hasil negative dapat menyingkirkan

diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti

bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada

penyakit lain seperti, rinitis alergi, berbagai gangguan dengan

penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis

kistik.

Pengukuran status alergi

Diakukan dengan cara skin prick test dan pengukuran IgE spesifik

serum

Foto Dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain

obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses

patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.

Analisis Gas Darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase

awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35

mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru

mendekati normal sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma

yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg),

hipoksemia dan asidosis respiratorik.

2.8 Komplikasi Asma

- Pneumotoraks

- Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

- Atelektasis

- Gagal napas

- Aspergilosis bronkopulmonar alergik

- Bronkitis

Page 33: Presentasi Kasus Pulmo Madina

33

2.9 Penatalaksanaan Asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol manifestasi klinis dari

penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas

hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari hari.

Secara garis besar obat asma terdiri atas 2 golongan, yaitu:

1. Pelega (Reliever)

Obat ini bersifat bronkodilator yang berguna untuk menghilangkan

serangan asma dengan mengurangi bronkokonstriksi yang terjadi.

Termasuk dalam golongan ini adalah:

- inhalasi agonis β-2 kerja singkat

- kortikosteroid sistemik

- inhalasi anti kolinergik

- golongan xantin

- agonis-2 oral.

Obat ini diberikan pada saat terjadi serangan asma, tergantung dari

beratnya serangan. Obat dapat diberikan dalam bentuk tunggal atau

kombinasi. Pemberian dalam bentuk inhalasi lebih dianjurkan, karena

pemberian secara inhalasi mempunyai beberapa keuntungan yaitu

dosis rendah, efek samping minimal, bekerja terbatas pada saluran

napas, efek terapeutik cepat, dan dapat memobilisasi sekret di saluran

napas.

2. Pengontrol (Controller)

Terapi bertujuan untuk mencegah terjadinya gejala atau serangan akut

serta meningkatkan fungsi paru. Obat ini diberikan setiap hari untuk

jangka waktu yang lama. Termasuk dalam golongan ini adalah:

- Glukokortikosteroid inhalasi

- Glukokortikosteroid sistemik

- Kromolin (Sodium kromoglikat dan sodium nedokromil)

- Metilsantin (teofilin lepas lambat)

- Agonis beta-2 kerja lama

- Leukotrien modifiers

Page 34: Presentasi Kasus Pulmo Madina

34

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma :

Gambar 2.4 Rekomendasi terapi asma berdasarkan derajatnya

Gambar 2.5 Rekomendasi terapi asma berdasarkan beratnya serangan

Page 35: Presentasi Kasus Pulmo Madina

35

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis asma eksaserbasi akut derajat berat berdasarkan

beberapa pertimbangan. Dari anamnesis, pasien datang ke IGD RSUP dengan

keluhan sesak napas yang memberat disertai mengi yang keras dan tidak

berkurang dengan istirahat dan inhalasi Ventolin. Sesak dirasakan pasien semakin

memberat ketika malam hari hingga mengganggu tidur. Karena sesak, pasien

tidak dapat beraktivitas, sulit berbicara dan keringat dingin. Dari data pemeriksaan

fisik di IGD saat pasien pertama kali datang, didapatkan keadaan umum pasien

tampak sakit berat dan sesak, tekanan darah 135/102 mmHg, nadi 140x/menit,

pernapasan 42x/menit, terdapat penggunaan otot batu pernapasan dan pada

auskultasi paru ditemukan wheezing disertai ekspirasi memanjang. Dari

pemeriksaan penunjang pada analisa gas darah didapatkan kesan asidosis

respiratorik. Temuan-temuan tersebut menunjang diagnosis asma eksaserbasi akut

derajat berat sesuai dengan Derajat Asma Eksaserbasi yang terdapat pada GINA

tahun 2012 (Tabel 2.2)

Serangan sesak yang terjadi pada pasien ini kemungkinan dipicu oleh

kelelahan yang dirasakan pasien setelah kegiatan mengajar dan mungkin juga

karena batuk yang telah dialami pasien sebelumnya. Sesak terjadi karena adanya

hipersensitivitas dan hiperreaktivitas bronkus terhadap pemicu tertentu yang pada

orang normal tidak menimbulkan reaksi. Hal ini dapat terjadi salah satunya

karena adanya faktor genetik asma yang juga dialami oleh ibu pasien. Pada

orang-orang yang memiliki predisposisi genetik, kadar IgE pada permukaan sel

mast yang ada di diding saluran napas akan berlebih, sehingga respon terhadap

pemicu berlebihan dan menyebabkan timbulnya gejala asma.

Keluhan sesak disertai mengi yang keras dan batuk berdahak. Pada

pemeriksaan auskultasi paru didapatkan wheezing pada kedua lapang paru. Hal ini

terjadi akibat adanya turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus saat udara

melewati saluran napas yang menyempit akibat bronkokonstriksi. Pada malam

hari merupakan periode konstriksi maksimal irama sikardian tonus brokus akibat

tingginya kadar eosinophil, dimana eosinofil akan mengeluarkan leukotrin yang

Page 36: Presentasi Kasus Pulmo Madina

36

menyebabkan bronkostriksi sehingga keluhan sesak memberat saat malam hari.

Adanya peningkatan produksi mucus mengakibatkan pasien masih mengeluhkan

batuk berdahak yang menyertai sesak.

Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengetahui

VEP1 dan reversibilitas dari asma setelah diberikan bronkodilator. Selain itu dapat

pula dianjurkan pemeriksaan APE dan uji provokasi bronkus. Untuk terapi pada

pasien ini dapat diberikan oksigen, nebulisasi agonis β-2 kerja cepat,

kortikosteroid inhalasi dosis rendah, dan agonis β-2 kerja lambat.

Page 37: Presentasi Kasus Pulmo Madina

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ASMA: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Bakai Penerbit FKUI. 2004

2. Dewan Asma Indonesia. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta: CV.

Mahkota Dirfan. 2011

3. Aru W, Sudoyo. W. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V.

Jakarta: Interna Publishing. 2009

4. Setiati,Siti dkk. Panduan Sistematis Untuk Diagnosis Fisis. Jakarta:

Interna Publishing

5. Global Inotiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma

management dan prevention. NIH Publication 2005

6. GINA. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults

and children older than 5 years). 2012