presentation journal sutrisno 2

28
JOURNAL READING THE IMPACT OF PTERYGIUM EXCISION ON CORNEAL ASTIGMATISM OLEH : SUTRISNO – 012106281 PEMBIMBING : DR. RAHMASARI YAN ANANTA, SP.M

Upload: sutrisno-trisno

Post on 04-Dec-2015

234 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jurnal mata

TRANSCRIPT

JOURNAL READING

THE IMPACT OF PTERYGIUM EXCISION ON CORNEAL ASTIGMATISM

OLEH :

SUTRISNO – 012106281

PEMBIMBING :

DR. RAHMASARI YAN ANANTA, SP.M

Identitas Jurnal

Title : The Impact of Pterygium Excision on Corneal Astigmatism

Authors : Faisal Aziz Khan, Shafaq Pervez Khan Niazi and Dilshad Alam Khan

Date of published : 2014

1 Department of Ophthalmology, Combined Military Hospital, Sargodha. 2 Department of Ophthalmology, Rai Medical College, Sargodha.3 Department of Ophthalmology, Combined Military Hospital, Abbottabad.

Published by : Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan

PENDAHULUAN

Pterygium adalah degenerasi fibroelastik dari konjungtiva dengan perambahan ke kornea.1 Pterygium menyebabkan distorsi kornea dan menyebabkan sejumlah besar Astigmatisma.2,3 Astigmatisma ini dapat terjadi baik karena pengumpulan air mata pada pterygium berat atau dengan traksi yang dihasilkan oleh pterygium secara mekanis menarik dan mendistorsi kornea, atau keduanya.4

Pengaruh pterygium pada status refraksi kornea telah diukur oleh refraksi, keratometry dan topografi kornea.5-9 Baru-baru ini, videokeratoscopy komputerisasi telah digunakan secara luas untuk mempelajari pengaruh dari ukuran pterygium dan eksisi pada topografi kornea yang meliputi kekuatan sferis kornea, dan astigmatisme selama periode pasca operasi awal dan akhir.10,11

TUJUAN PENELITIAN

Untuk membandingkan astigmatisme kornea sebelum dan setelah eksisi pterygium dan juga untuk menentukan korelasi ukuran pterygium dengan astigmatisma kornea pasca operasi.

BAHAN DAN METODEDesain Studi : Studi Intervensi Cross-Sectional.

Tempat dan Lama Studi: Departemen Mata, Rumah Sakit Militer Gabungan, Abbottabad, dari Mei 2009 sampai Maret 2010.

• Kriteria Inklusi :

Pasien berusia 25 - 65 tahun dengan pterygium nasalis primer dan panjang 2,5 mm atau lebih dilibatkan dalam penelitian tersebut.

• Kriteria Ekslusi :

Pseudopterygium, pterigium berulang, jaringan parut kornea dari berbagai penyebab dan riwayat operasi mata sebelumnya.

• Sebuah informed consent tertulis diperoleh dari semua pasien. Setelah mendapatkan riwayat pada kelainan mata dan sistemik, pemeriksaan mata dilakukan termasuk ketajaman visual dengan Snellen, kelainan refraksi dan pemeriksaan slit lamp segmen anterior. Ukuran pterygium yang diukur menggunakan Haag Streit slit lamp biomicroscopy dengan memproyeksikan sinar celah horisontal dari limbus ke apex pterygium dan mencatat panjang dalam milimeter.

• Semua pasien difollow up pada hari 6,15 dan 28 dan kemudian setiap bulan selama 6 bulan. Data Keratometric diperoleh pada hari 15 dan 28 dengan keratometer otomatis yang sama yang digunakan saat pra-operatif.

ANALISIS STATISTIK

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for windows. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data Klinis-demografis. Frekuensi dan persentase dihitung untuk variabel kualitatif. Median dan mean yang digunakan untuk data numerik. Wilcoxon rank test dipilih untuk membandingkan astigmatisme kornea pra operasi dan astigmatisme kornea pasca operasi. Spearman rank dipilih untuk perhitungan pengamatan korelasi ukuran pterygium dengan astigmatisme kornea pasca operasi. Mean ± Standar Deviasi digunakan untuk penjelasan statistik usia. Sebuah p-value <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

HASIL

Rata-rata usia pasien adalah 43,43 ± 14,3 tahun dan rasio laki-laki dan perempuan adalah 3: 1. Panjang pterygium berkisar 2,5-4,5 mm dengan rata-rata 3.05 ± 0.11 mm. Median (mean rank) astigmatisme pra-operasi adalah 2,25 (15,50) yang berkurang menjadi median (mean rank) astigmatisme pascaoperasi 1,30 (14,96) seperti yang disebutkan dalam Tabel I. Penurunan pada astigmatisme pasca operasi ini signifikan secara statistik (p <0,001 ).

Pre-operatif 23 (76%) pasien with the rule astigmatism, 6 (20%) memiliki oblique astigmatism dan 01 (3,3%) pasien memiliki against the rule astigmatism. Ukuran pterygium berkorelasi negatif dengan astigmatisme kornea pasca operasi (rs = -0,29) tapi ini secara statistik tidak signifikan (p = 0,12) sebagaimana disebutkan dalam Tabel II.

DISKUSI

Pterygium adalah penyakit di seluruh dunia yang sangat umum di daerah tropis dan sub-tropis seperti Pakistan.12 Dengan dampak astigmatic yang sering menjadi penyebab beberapa keluhan penglihatan yang subjektif, yang meliputi penurunan ketajaman penglihatan atau aberasi visual seperti silau atau diplopia.

Jenis Silindris yang diakibatkan pterigium dalam sebagian besar kasus adalah with the rule. Astigmatisme ini terjadi oleh tarik mekanik yang menyebabkan pendatarkan lokal dari meridian horizontal kornea yang terjadi hingga permukaan apex pterygium.14 Namun, pterygium juga mengakibatkan against rule dan oblique astigmatisme.15 Dalam studi ini, sebagian besar pasien (76%) memiliki with the rule astigmatisme; 20% memiliki Oblique astigmatisme dan 3,3% memiliki tagainst the rule astigmatism yang sesuai dengan literatur yang diterbitkan.

Berbagai penulis telah melaporkan sejumlah variabel Astigmatisme dengan membandingkan panjang pterygium menggunakan topografi kornea. Pterygium yang kurang dari 2,5 mm kurang menyebabkan Silindris 1,25 D dibandingkan dengan mereka yang lebih besar dari 2,5 mm yang menyebabkan rata-rata 3,94 D astigmatisme.

Hansen et al. melaporkan bahwa pterygium lebih besar dari 3,0 mm menyebabkan 1,97 D Silindris vs 1,11 D pada ukuran kurang dari 3 mm. Kampitak melaporkan 2 D atau lebih Silindris dengan panjang pterigyum lebih besar dari 2,25 mm.

Baru-baru ini, Jaffar dkk. menemukan korelasi kuat dengan ukuran rata-rata 2,84 ± 0,557 mm dapat menyebabkan astigmatisma 3,46 ± 1,441 D (p = 0,01).

Sebaliknya, Fong et al. Hasil tidak sesuai dengan penelitian lain yang menemukan bahwa pterygium harus lebih besar dari 3,5 mm untuk menyababkan 1 D dari astigmatism.

Berdasarkan temuan literatur yang diterbitkan, penulis menggunakan hanya pterygium yang panjang melebihi 2,5 mm. Dalam penelitian ini, ukuran rata-rata adalah pterygium 3.05 mm yang dapat memicu Silindris dengan nilai median 2,25 D.

Operasi pterygium signifikan mengurangi Silindris kornea.21 Setelah pengangkatan, ada pengaruh signifikan pada parameter refraksi kornea yang meliputi kekuatan sferis, Silindris, asimetri dan iregularitas.22 Penurunan astigmatisme kornea ini signifikan secara statistik bila diukur baik dengan keratometer otomatis atau videokeratoscopy komputerisasi.5,6,21 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan keratometer otomatis konvensional dan menemukan penurunan signifikan secara statistik pada besarnya astigmatisme kornea (p <0,001).

Pasca operasi, bagaimana ukuran pterygium akan mempengaruhi besarnya perubahan refraksi sulit untuk diprediksikan bahkan dengan penggunaan topografi kornea.22 Nohutcu melaporkan bahwa pterygium yang panjangnya melebihi 2,5 mm dari limbus memiliki pengaruh signifikan lebih tinggi pada menurunnya jumlah astigmatisme pasca operasi.17 Berlawanan dengan itu, Vives mendapatkan pterygia yang rata-rata panjangnya 2,0 ± 0,6 mm tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara panjang pterygium dan astigmatisme pasca operasi di 01 bulan (p = 0,11) dan bahkan pada 03 bulan pasca operasi (p = 0,09).23 Pterygium dengan panjang 2,0 mm tetapi dengan lebar 3,0 mm dapat membuat astigmatisma koenea sebanyak 2,50 D atau lebih. Jadi tidak hanya panjang perambahan ke kornea tetapi lebarnya juga sama pentingnya dalam menentukan astigmatisme pascaoperasi.

Dalam studi ini, peran panjang pterygium dianalisis dan menemukan bahwa itu tidak berkorelasi secara statistik dengan astigmatisme kornea post eksisi pterigyum. Parameter lain seperti daerah lebar dan jumlah pterygium tersebut tidak termasuk yang dapat mempengaruhi astigmatisme pasca operasi. Selain itu, kami menggunakan keratometer otomatis dalam menganalisa kornea pasca eksisi. Parameter lain seperti lebar dan total ukuran pterygium tersebut tidak termasuk yang dapat mempengaruhi astigmatisme pasca operasi.

KAPAN PTERYGIUM HARUS DIOPERASI ?

Kapan seharusnya panjang pterygium harus dilakukan operasi adalah pertanyaan yang masih belum dijawab secara memuaskan. Berbagai penulis menyarankan berbagai panjang. Kampitak menunjukkan bahwa pterygium melebihi panjang 2,25 mm harus dipertimbangkan dalam batasan untuk operasi.19 Salih menganggap intervensi bedah pada panjang 2,2 mm.15 Sebaliknya, Oner dkk. merekomendasikan bahwa pterygium yang panjangnya melebihi 3,0 mm atau lebar melebihi 3,0 mm harus dipertimbangkan dalam batasan untuk operasi.24 Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bahwa jika eksisi harus diputuskan hanya pada ukuran serta panjang pterigyum saja tidak boleh satu-satunya kriteria. Daerah lebar dan total ukuran pterygium juga harus dipertimbangkan.

KESIMPULAN

Pengangkatan pterygium dari permukaan kornea menyebabkan perbaikan yang signifikan dalam astigmatisme.

JUDUL JURNAL

The Impact of Pterygium Excision on Corneal Astigmatism

Variabel penelitian jelasMenarikJudul Kurang dari 14 KataInformatifTidak menggunakan singkatan

PENULIS

Faisal Aziz Khan

Shafaq Pervez Khan Niazi

and Dilshad Alam Khan

1 Department of Ophthalmology, Combined Military Hospital, Sargodha.

2 Department of Ophthalmology, Rai Medical College, Sargodha.

3 Department of Ophthalmology, Combined Military Hospital, Abbottabad.

ABSTRACT

• The structureTerdiri dari : Objective, Study design, method, results, conclusion.

• Informatif : ya• Kurang dari 250 kata: ya (209)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain penelitian

• Penelitian merupakan Cross-sectional interventional study untuk membandingkan astigmatisme kornea sebelum dan setelah eksisi pterygium dan juga untuk menentukan korelasi ukuran pterygium dengan astigmatisma kornea pasca operasi.

Populasi dan Sampel

• Populasi yang digunakan adalah populasi klinik, sehingga hasil tidak dapat digeneralisasikan untuk populasi umum.

• ada kriteria inklusi dan ekslusi

Variabel Penelitian

• Variabel yang akan diuji sesuai dengan judul dan tujuan penelitian.

• Variabel bebas adalah Eksisi Pterygium• variabel terikat adalah Astigmatisme Kornea

P :

• Pasien menjalani eksisi pterygium

I :

• Astigmatisme kornea pasca eksisi pterygium

C :

• Astigmatisme kornea pre-eksisi pterygium

O :

• Eksisi Pterygium mengakibatkan penurunan yang signifikan pada astigmatisme kornea.

BUKTI VALID

PertanyaanApakah alokasi pasien pada penelitian ini dilakukan secara acak?

Tidak

Apakah pengamatan pasien dilakukan secara cukup panjang dan lengkap?

Ya

Apakah semua pasien dalam kelompok dianalisis?

Ya

Apakah pasien dan dokter tetap blind dalam melakukan terapi, selain dari terapi yang diuji?

Tidak

Dapat diterapkan

Apakah pada pasien kita terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan yang terdapat pada penelitian sebelumnya sehingga hasil tersebut tidak dapat diterapkan pada pasien kita?

Tidak terdapat perbedaan

Apakah terapi tersebut mungkin dapat diterapkan pada pasien kita

Ya

Apakah pasien memiliki potensi yang menguntungkan atau merugikan bila terapi tersebut diterapkan

Ya, pasien memiliki potensi yang menguntungkan

TERIMA KASIH…