49_prof. drs. sutrisno, m.sc., ph.d _profil pelaksanaan ktsp
TRANSCRIPT
1
MAKALAH
Profil Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Provinsi Jambi
(Studi Evaluatif Pelaksanaan KTSP, SD, SMP dan SMA)
Prof. Drs. Sutrisno, M.Sc., Ph.D1* dan Drs. Nuryanto, M.Pd2*
1*FKIP Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 2*Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jambi
Disampaikan pada Simposium Tahunan Penelitian Pendidikan 2008
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008
2
Profil Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Provinsi Jambi
(Studi Evaluatif Pelaksanaan KTSP, SD, SMP dan SMA)
Prof. Drs. Sutrisno, M.Sc., Ph.D1* dan Drs. Nuryanto, M.Pd2*
1*FKIP Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi
2*Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jambi [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di provinsi Jambi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pada semua jenjang elemen-elemen KTSP belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik yakni (a) penyusunan pengembangan KTSP, (b) pengembangan silabus, (c) pengembangan diri, (d) pembelajaran terpadu, (e) pengembangan muatan lokal, (f) penyusunan rancangan penilaian hasil belajar, (g) penyusunan laporan peserta didik. Dalam proses pembelajaran guru telah menerapkan prinsip-prinsip dasar pedagogi modern dan yang mengutamakan pentingnya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang tepat. Indikatornya, (1) kelengkapan persiapan mengajar guru, bahan ajar, serta media pembelajaran; (2) kesesuaian pembelajaran dengan skenarionya dan bervariasinya metode pembelajaran yang digunakan; dan (3) ketepatan dalam pemberian tugas, pemanfaatan sumber belajar, dan penggunaan perangkat evaluasi yang tepat untuk mendapatkan umpan balik dari siswa. Namun, dari perspektif kualitasnya, guru masih membutuhkan pembimbingan. Untuk memaksimalkan pelaksanaan KTSP hendaknya dikembangkan secara sinergis antara siswa, guru dan sekolah. Siswa diarahkan secara benar tentang hakekat belajar yang aktif, kreatif dan inovatif yang tertuang dalam RPPnya. Guru secara konsisten melaksanakan tugasnya mulai dari menyiapkan perangkat pembelajaran, RPP, program semesteran, mengidentifikasi materi dan pengalaman belajar, merancang setting pembelajaran, melaksanakan evaluasi dan melaporkan hasil siswa dalam kerangka dan model KTSP. Kata kunci: implementasi ktsp, elemen-elemen ktsp, profil ktsp di Jambi
3
A. PENDAHULUAN Latar Belakang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disikapi secara kurang bijaksana oleh
para pelaku pendidikan. Diantaranya, masih banyak dijumpai adanya anggapan KTSP
adalah kurikulum baru yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Sebagai konsekuensinya implementasi kurikulum yang berlaku
sebelumnya harus pula dibenahi atau dirombak. Anggapan inilah yang menimbulkan
sikap apriori dan penolakan secara psikologis terhadap perubahan (Suhadi, 2006).
Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, perubahan kurikulum di sekolah-
sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah fenomena yang
tidak dapat dihindari. Semangat zaman yang makin mengglobal menyebabkan perubahan
evolusioner dan revolusioner secara mendasar pada dinamika pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan. Tidak hanya itu, dimensi sikap,
perilaku, dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan dan interaksi sosial antar manusia juga
mengalami perubahan.
Dalam praksis pendidikan kontemporer, perubahan-perubahan itu menggiring pada
dianutnya paradigma baru, baik yang menyangkut visi maupun aksi dalam pelaksanaan
dan pengelolaan pendidikan. Hal ini disebabkan makin kompleks dan kompetitifnya
kehidupan pada era globalisasi dewasa ini. Akibatnya, sekolah yang sekadar menjalankan
fungsi transmisi pengetahuan menjadi tidak memadai lagi memenuhi tuntutan kehidupan
masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing pendidikan.
Dalam konteks itu, Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Pendidikan (dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL)
menginisiasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Provinsi
Jambi. Alih-alih mereformasi KTSP, sekadar kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di mana pedoman dan alat ukur
keberhasilannya tetap sentralistik.
Berarti, secara substansial nuansa reformasi kurikulum harus mampu memaknai
otonomi pendidikan yang sebenarnya. Reformasi pendidikan setengah hati akan
membingungkan para pelaku pendidikan. Persoalan yang sering kita temui di lapangan
jangankan menyusun kurikulum, menjalankan kurikulum yang sudah adapun sulitnya
4
masih sulit. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya kongkrit untuk mengiringi
suksesnya penyempurnaan kurikulum ini.
Semangat perubahan KTSP mensyaratkan sekolah membangun paradigma baru
pengelolaan pendidikan yang selama ini telah terbangun image dan buaian sentralistik
pendidikan yang terjadi telah menjadi virus yang mengerdilkan ide dan kreativitas satuan
pendidikan dalam memberdayakan potensi dirinya. Penyakit akut ini telah coba diatasi
dengan berbagai upaya oleh pemerintah. Misalnya, saat pemerintah pusat tercengang
dengan minimnya pergulatan kreativitas sekolah, dikumandangkanlah paradigma
otonomi pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah.
Kenyataannya, institusi prasyarat manajemen berbasis sekolah seperti dewan
pendidikan dan komite sekolah hanya hiasan struktur organisasi. Bukan sebagai alat vital
organisasi. Mereka tak berdaya karena ketidaktahuan dan kebiasaan ketergantungan.
Paradoks KTSP dan kesiapan guru bisa menjadi musibah nasional pendidikan. Musibah
intelektual ini sulit di-recovery dan butuh waktu relatif lama, apalagi jika dikaitkan
dengan konteks global jelas terjadi ironi. Globalisasi memaksa terjadinya variasi dan
dinamika sumber pengetahuan. Dulu guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.
Sejalan dengan globalisasi, guru bukan satu-satunya lagi sumber pengetahuan. Siswa
memiliki peluang mengakses informasi dari berbagai sumber, dikenallah istilah on-line
learning.
Dengan demikian, KTSP menghadapi tantangan besar terkait keterpaduan informasi
lokal, nasional, dan internasional. Kemampuan memadukan ini hanya bisa dilakukan oleh
sumber daya yang memang disiapkan jauh-jauh hari, bukan oleh guru yang disiapkan
secara instan melalui berbagai program pendampingan pengembangan kurikulum. Lebih
berbahaya lagi jika sekolah akhirnya menjiplak panduan yang ditawarkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuan mulia KTSP pada akhirnya hanya akan melahirkan
sekolah-sekolah instan, dan kerdil kreativitas dan itu sangat bertentangan dengan amanat
KTSP.
Setelah sekolah memberlakukan KTSP, mereka berhak menilai keberhasilan
pelaksanaannya; apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut sudah dicapai
oleh peserta didiknya. Model penilaian ini salah satunya melalui ujian sekolah. Hasil
ujian sekolah menjadi alat bagi sekolah untuk meluluskan peserta didiknya, baik naik
5
kelas maupun lulus satuan pendidikan. Implementasi KTSP dengan benar dan reformasi
UN mutlak diperlukan sebagai upaya memperbaiki mutu pendidikan. Harus diakui, KTSP
merupakan batu loncatan kemajuan pendidikan. Penyusun rencana kerja setahun penuh
memang membantu meningkatkan kinerja. Dari rencana inilah sekolah menapak kerja
atas garis-garis yang disusun dewan guru dengan persetujuan komite sekolah sebelum
disahkan Dinas Pendidikan setempat. Sejumlah sekolah setelah KTSP diberlakukan
langsung mengembangkan kreativitasnya bahkan mulai pemilihan ketua OSIS dibuat
seperti mekanisme pemilu. Antusiasme anak tinggi dan ini juga pelatihan demokrasi dan
politik sejak dini.
Seyogianya sebelum sekolah menyusun KTSP, Dinas Pendidikan kabupaten dan kota
lebih dulu membuat rencana kerja setahun ke depan. Atau jangan-jangan kantor tersebut
tidak pernah merancang kegiatan satu tahun pelajaran. Sebagai contoh kegiatan lomba-
lomba mata pelajaran, siswa berprestasi (siswa teladan), kesenian dan olahraga perlu
secepatnya dilaksanakan secara periodik. Demi menjunjung fair play sebaiknya semua
kegiatan tingkat kabupaten atau provinsi disosialisasikan jauh-jauh hari sebelumnya. Jika
perlu setiap awal tahun pelajaran Dinas Pendidikan membuat semacam KTSP yang berisi
kegiatan khususnya lomba-lomba suatu daerah satu tahun ke depan.
Kecenderungan itu bagaimanapun belum menandai perkembangan baru dalam praksis
pendidikan di daerah Jambi. Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah dengan
diberlakukan KTSP itu seiring sejalan dengan meningkatnya mutu pendidikan di daerah
Jambi? Pertanyaan sederhana ini tidak akan dapat memperoleh jawaban yang memuaskan
tanpa ikhtiar yang serius untuk mengevaluasi dan meneliti keberadaan pelaksanaan KTSP
yang ada. Dengan kata lain, diperlukan penelitian yang seksama dan berkelanjutan untuk
mengungkapkan pelaksanaan KTSP di sekolah-sekolah yang menyelenggarakannya.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi perlunya penelitian ini dilakukan antara lain:
(1) belum ada penelitian terhadap pelaksanaan KTSP yang bersifat evaluatif dan
kebijakan, meskipun sebagian sekolah telah menerapkan KTSP di sejumlah wilayah
Jambi, (2) pelaksanaan KTSP perlu dievaluasi secara kualitatif dan kuantitatif, dan (3)
hasil evaluasi itu dapat dijadikan informasi dan dasar pengambilan kebijakan pendidikan
bagi semua elemen pendidikan yang terkait dalam Provinsi Jambi.
6
Fokus dan Rumusan Masalah
Fokus penelitian ini diarahkan untuk mengungkapkan secara deskriptif ihwal
pelaksanaan KTSP di sekolah dasar, SLTP/SMP, dan Sekolah Menengah Atas yang
tersebar di wilayah provinsi, kota, dan kabupaten di Jambi. Dengan kata lain, fokus
penelitian ini adalah menjawab pertanyaan bagaimanakah pelaksanaan KTSP di sekolah-
sekolah yang tersebar di daerah provinsi Jambi?
Secara spesifik, fokus penelitian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
• Bagaimanakah pelaksanaan KTSP pada sekolah-sekolah penyelenggara di daerah
kota dan kabupaten dalam Provinsi Jambi?
• Bagaimanakah kesiapan guru pada sekolah-sekolah yang sudah menerapkan KTSP di
kota dan kabupaten dalam Provinsi Jambi?
• Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan KTSP pada sekolah-
sekolah penyelenggara di kota dan kabupaten dalam Provinsi Jambi?
Tujuan Penelitian dan Hasil yang Diharapkan
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara
faktual profil pelaksanaan KTSP di sekolah-sekolah yang tersebar di provinsi Jambi dan
melihat sejauh mana kesiapan guru dalam melaksanakan KTSP. Deskripsi profil ini dapat
dipergunakan untuk memberikan rekomendasi kebijakan tentang penyelenggaraan KTSP
di sekolah-sekolah serta kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya, dari hasil penelitian
evaluatif tentang pelaksanaan KTSP ini diharapkan dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kualitas input dan proses pembelajaran, yang pada akhirnya berimplikasi
pada peningkatan kualitas lulusan dari sekolah-sekolah yang sudah menjalankan dan
yang akan melaksanakan KTSP.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat praktis yang berupa:
• rekomendasi kebijakan berbasis data yang objektif (Dinas Pendidikan) dan LPMP
Provinsi Jambi
• informasi kepada masyarakat (orang tua dan stake-holder)
7
• dasar pengembangan program kekhususan yang relevan dan mencakup materi
kurikulum SD, SLTP, SMA berbasis KTSP
• dasar pengembangan materi kurikulum LPTK yang relevan dengan standar
kompetensi guru dan muatan lokal yang sesuai dengan potensi daerah.
• Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan dasar rujukan teoretis untuk (1)
pengembangan paradigma dan amanat KTSP, baik yang menyangkut aspek
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya dan (2) rekomendasi kebijakan dan
pengembangan model pembelajaran berbasis paradigma keunggulan.
Metodologi Penelitian Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode penelitian evaluasi kuantitatif yang dipadu dengan
metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan secara evaluatif
fenomena yang berupa kuantitas, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk
memaknai secara verbal temuan-temuan penelitian sesuai dengan kualitas data penelitian.
Tahapan Penelitian
Sesuai dengan karakteristik dan tujuan penelitian, prosedur penelitian ini mengikuti
tahapan berikut:
• Observasi awal (site visit)
• Penyusunan proposal dan instrumen penelitian
• Analisis dan diskusi instrumen penelitian
• Perbaikan instrumen dan persiapan memasuki lapangan
• Pengumpulan data
• Analisis dan interpretasi data
• Diskusi dan pembahasan draft hasil penelitian
• Penyusunan laporan
Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi penelitian ini adalah SD, SLTP/SMP, dan SMA di wilayah
provinsi, kota, dan kabupaten di Jambi yang telah melaksanakan KTSP. Mengenai jumlah
8
sekolah yang sudah melaksanakan KTSP belum diperoleh jumlah yang pasti. Adapun
sampel penelitian ditentukan secara purposif berdasarkan informasi dari Dinas Kabupaten
dan Kota dalam provinsi Jambi sesuai dengan sebaran geografis dari sekolah yang
dijadikan sampel penelitian.
Dengan memperhitungkan sebaran geografisnya, maka sekolah-sekolah yang
dijadikan sampel dipilih berdasarkan pembagian wilayah kota dan kabupaten di provinsi
Jambi, yakni Kota Jambi, kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur,
Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Bungo, Tebo, dan Kerinci.
Tabel 1. Responden Sekolah yang melaksanakan KTSP Di Provinsi Jambi
NO KABUPATEN/KOTA SEKOLAH SAMPEL
1. Kota Jambi
1. SD NO.66/IV Kota Jambi
2. SDN 124/IV Kota Jambi
3. SMP Negeri 7 Kota Jambi
4. SMP Negeri 5 Kota Jambi
5. SMA Negeri 1 Kota Jambi
6. SMA Negeri 4 Kota Jambi
2 Muara Tebo 1. SD No. 18/VIII Muara Tebo
2. SDN No 7/VIII Muara Tebo
3. SMP Negeri 1 Kabupaten Tebo
4. SMPN 24 Kota Jambi
5. SMA Negeri 3 Kabupaten Tebo
6. SMAN 7 Kabupaten Tebo
3 Merangin 1. SDN No. 115/VI Bangko
2. SDN 100/VI Bangko
3. SMP Negeri 1 Bangko
4. SMA Negeri 1 Bangko
5. SMA Negeri 2 Bangko
4. Tanjung Jabung Timur 1. SD Negeri 61/X Talang Babat
2. SDN 21/X Muara Sabak
9
3. SMP Negeri 1 Muaro Sabak Barat
4. SMP Negeri 2 Muaro Sabak Barat
5. SMA Negeri 1 Muaro Sabak Barat
6. SMA Negeri 1 Muaro Sabak Timur
5. Muaro Bungo 1. SD Negeri 101/II Muaro Bungo
2. SD Negeri 95/II Muaro Bungo
3. SMP Negeri 3 Muaro Bungo
4. SMP Negeri 1 Muaro Bungo
5. SMA Negeri 2 Muaro Bungo
6. Sarolangun 1. SD Negeri 02 Sarolangun
2. SD Negeri 01 Sarolangun
3. SMP Negeri 17 Sarolangun
4. SMP Negeri 5 Sarolangun
5. SMA Negeri 3 Sarolangun
6. SMA Negeri 1 Sarolangun
7 Batanghari 1. SD Negeri No. 112/I Muara Bulian
2. SD Negeri No. 13 Muara Bulian
3. SMP Negeri 3 Batanghari
4. SMP Negeri 1 Batanghari
5. SMA Negeri 1 Batanghari
6. SMA Negeri 6 Batanghari
8 Kerinci 1. SD No. 114/III Desa Gedang
2. SD No. 137 Tanjung Pauh Mudik
3. SMP Negeri 2 Sungai Penuh
4. SMP Negeri 8 Sungai Penuh
5. SMA Negeri 1 Sungai Penuh
6. SMA Negeri 2 Sungai Penuh
9 Muaro Jambi 1. SD Negeri 1/IX Sengeti
2. SD Negeri 76/IX Mendalo Darat
3. SMP Negeri 5 Muaro Jambi
4. SMP Negeri 6 Muaro Jambi
10
5. SMA Negeri 1 Muaro Jambi
6. SMA Negeri Titian Teras
10 Tanjung Jabung Barat 1. SD Negeri 1/IV Kuala Tungkal
2. SD Negeri 5/V Kuala Tungkal
3. SMP Negeri 1 Kuala Tungkal
4. SMP Negeri 3 Kuala Tungkal
5. SMA Negeri 2 Kuala Tungkal
6. SMA Negeri 1 Kuala Tungkal
Sumber:Team Peneliti KTSP, LPMP (2007)
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang berupa kuesioner,
pedoman wawancara dan observasi. Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan
informasi tentang penataan kelembagaan sekolah melalui wawancara dan angket dengan
Kepala Sekolah, proses di kelas melalui wawancara dengan guru, dan kendala-kendala
yang dihadapi oleh sekolah yang telah melaksanakan KTSP dan dikembangkan
berdasarkan fokus dan rumusan masalah penelitian.
Instrumen terlebih dahulu dibahas dan dipertimbangkan kelayakannya antarpeneliti
untuk selanjutnya diujicobakan agar memenuhi kriteria kesahihan dan keandalan. Selain
itu dilakukan juga studi dokumen yang berhubungan dengan data sekolah, akademis
siswa terkait dengan pengembangan diri dan latar belakang sosial ekonominya.
Teknik Analisis Data
Data dianalisis sesuai dengan jenis dan karakteristik informasi yang diperoleh. Untuk
itu dilakukan tabulasi data atau penyajian data dalam bentuk matriks untuk melakukan
klasifikasi hasil-hasil penelitian. Selanjutnya, data dianalisis, dievaluasi, dan ditafsirkan
secara objektif.
11
B. KAJIAN TEORI Konsep Dasar KTSP
Menurut Nasution (1999), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Tujuan itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu,
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan dalam hal ini merujuk pada undang-undang satuan
pendidikan adalah sekolah (Sutrisno, 2008). Dalam mengembangkan KTSP dilakukan
oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan/kantor Depag Kab/Kota untuk Pendidikan
Menengah dan Pendidikan Khusus.
Penekanan KTSP adalah pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) dan tugas-tugas dengan standar performasi tertentu sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh siswa yang berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Perangkat standar program pendidikan ini hendaknya dapat mengantarkan siswa untuk
memiliki kompetensi pengetahuan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai bidang
kehidupan.
Sejatinya, KTSP merupakan kurikulum yang merefleksi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang merujuk kepada konsep pendidikan yang dikemukakan oleh
Bloom, yang pada gilirannya dapat meningkatkan potensi peserta didik secara optimal.
Oleh karenanya, kurikulum yang disusun dapat menumbuhkan proses pembelajaran di
sekolah berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan
secara integratif. Prisip pengembangannya adalah mampu beradaptasi dengan berbagai
perubahan (berisi prinsip-prinsip pokok, bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan
zaman) dan pengembangannya melalui proses akreditasi yang memungkinkan mata
pelajaran dapat dimodifikasi sesui dengan tuntutan yang berkembang. Dengan demikian,
kurikulum ini merupakan pengembangan dari pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
12
nilai, sikap dan minat, untuk melakukan suatu keterampilan atau tugas dalam bentuk
kemahiran dan rasa tanggung jawab. Lebih jauh lagi, kurikulum ini merupakan suatu
desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan sejumlah kompetensi tertentu,
sehingga setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, siswa diharapkan mampu
menguasai serangkaian kompetensi dan menerapkannya dalam kehidupan kelak.
Menurut Beane (1986), diberlakukannya KTSP dalam dunia pendidikan
berimplikasi cukup luas dan kompleks yang berkaitan dengan pembelajaran, pengalaman
belajar, dan sistem penilaian. Bentuk-bentuk pembelajaran yang disarankan dari KTSP
meliputi pembelajaran autentik (authentic instruction), pembelajaran berbasis inquiri
(inquiry based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning),
pembelajaran layanan (service learning), pembelajaran berbasis kerja (work based
learning), dan pembelajaran berbasis portofolio (fortopolio based learning).
Penerapan KTSP dalam sistem pendidikan Indonesia tidak sekedar pergantian
kurikulum, tetapi menyangkut perubahan secara mendasar dalam sistem pendidikan.
Penerapan KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran dan persekolahan,
karena dengan penerapan KTSP tidak hanya menyebabkan perubahan konsep, metode,
dan strategi guru dalam mengajar, tetapi juga menyangkut pola piker, filosofis, komitmen
guru, sekolah, dan stakeholder pendidikan.
Dalam KTSP guru ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu
agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Perhatian utama pada siswa yang belajar,
bukan pada disiplin atau guru yang mengajar. Fungsi fasilitator atau mediator begitu
berarti, yakni: (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam membuat rancangan dan proses; (2) menyediakan atau
memberikan kegiatan-kegiatan yang meransang keingintahuan siswa dan membantu
mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana yang
meransang siswa berpikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman
konflik; (3) memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan
atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa berlaku
untuk menghadapi persoalan baru. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan
kesimpulan siswa.
13
Dalam KTSP guru beserta komponen yang lainnya harus mampu memilih dan
menekankan kompetensi yang menunjang dan bermanfaat bagi peserta didik. Menurut
Ashan (1981) ada enam langkah analisis kompetensi, yaitu pertama, analisis tugas.
Analisis ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
lulusan ke dalam indikator- indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus
dilakukan oleh lulusan, dikembangkan berbagai jenis pekerjaan menurut peran
profesional, selanjutnya ditentukan kompetensi- kompetensi yang diperlukan (daftar
kompetensi). Kedua, pola analisis. Pola ini dimaksudkan untuk mengembangkan
keterampilan baru yang belum ada dalam pekerjaanpola analisis dilakukan dengan
menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan-
keterampilan yang dimiliki oleh karyawannya. Selanjutnya dikembangkan keterampilan-
keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para karyawan, yang dipandang lebih efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan.
Ketiga, research (penelitian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah
kompetensi berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini
melibatkan berbagai ahli yang memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan
masa yang akan dating. Berdasarkan pemehaman terhadap kondisi serta perkembangan
masa kini dan masa yang akan dating, diidentifikasi sejumlah kompetensi yang
diperlukan untuk dikuasai oleh individu dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan zaman. Keempat, expert judgment. , expert judgment atau
pertimbangan ahli dimaksudkan untuk menganalisis kompetensi berdasarkan
pertimbangan para ahli., expert judgment ini bias dilakukan dengan teknik delpi, sebagai
suatu cara untuk memprediksi masa depan berdasarkan pandangan dan analisis para
pakar ditinjau dari berbagai sudut pandang ilmu. Kelebihan dari teknik ini adalah yang
melakukan analisis dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan
dan pengetahuan yang andal dalam bidangnya.
Kelima, individual or group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan
wawancara, baik secara individu maupun kelompok dimaksudkan untuk menemukan
informasi tentang kegiatan, tugas-tugas, dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam bentuk lisan. Dalam komunikasi dua arah, penggunaan
wawancara diharapkan dapat memberi kemudahan dalam menganalisis kompetensi untuk
14
memperoleh informasi yang diinginkan oleh pewawancara melalui pertanyaaan-
pertanyaaan yang diajukan. Keenam, role play dimaksudkan untuk melakukan analisis
kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang
melakukan peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh sejumlah peran
tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kompetensi yang
perlu dikembangkan dan dimiliki oleh peserta didik.
Berbagai hasil analisis kompetensi di atas merupakan bahan untuk merumuskan
tujuan pendidikan dan mengembangkan kompetensi dasar dalam setiap mata pelajaran.
Setiap tugas harus dirumuskan dengan jelas agar peserta didik mengetahui apa yang harus
mereka pelajari., dan untuk apa mereka mempelajari hal tersebut. Berdasarkan
kompetensi dan tujuan yang akan dicapai dikembangkan alat evaluasi untuk mengukur
dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
Merujuk pada BNSP (2006) dalam mengembangkan KTSP berlandasan kepada
aspek akademis atau filosofis KTSP adalah sebagai berikut: Jhon Dewey: Peran
pendidikan adalah mengajar siswa cara menjalin hubungan antara sejumlah pengalaman -
pengalaman baru melalui pengalaman lama menjadi pengetahuan. Vygotsky: pengalaman
di luar kelas dibawa ke dalam kelas dan pengalaman belajar siswa sangat penting.
Ausubel: Informasi diorganisasikan dalam pikiran dan dalam struktur kognitif yang
berhubungan dengan standar kompetensi, bila siswa diberi informasi baru, informasi
tersebut akan masuk kedalam susunan kognitif dan melekat pada informasi baru tersebut
mempunyai makna bagi siswa, dan struktur kognitif yang ada bertindak sebagai acvanced
organizer.
Dasar Kebijakan dan Karakteristik KTSP
Berkaitan dengan kurikulum baru untuk menggantikan kurikulum 1994 dan
merevisi kurikulum 2004 (KBK) pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sementara itu, untuk pelaksanaan kedua
Permen di atas pemerintah melalui Depdiknas mengeluarkan Permen Nomor 24 Tahun
15
2006 tentang Pelaksanaan Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun
2006 tersebut di atas.
Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Pasal 1
ayat 3 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006. Satuan pendidikan dasar dan menengah
dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar
dan menengah yang disusun oleh BSNP (Pasal 1 ayat 4 Permen Diknas Nomor 24 Tahun
2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah oleh kepala satuan
pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite
Sekolah atau Komite Madrasah (Pasal 1 ayat 5 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan uji coba
kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah secara bertahap dalam jangka
waktu paling lama tiga tahun, dengan berbagai tahapan.
KTSP menekankan pada kemampuan yang harus dicapai, dan dimiliki oleh lulusan
suatu jenjang pendidikan. Kemampuan lulusan yang harus dinyatakan dengan standar
kompetensi, yaitu kemampuan minimal apa yang harus dicapai lulusan. Standar
kompetensi lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat regional maupun
global, karena persaingan sumber daya manusia. Karateristik kurikulum ini adalah: (1)
hasil belajar dinyatakan dengan kemampuan atau kompetensi yang dapat
didemonstrasikan atau ditampilkan; (2) semua peserta didik harus mencapai ketuntasan
belajar, yaitu menguasai semua kompetensi dasar; (3) kecepatan belajar peserta didik
tidak sama; (4) penilaian menggunakan acuan kriteria; (5) ada program remedial,
pengayaan, dan percepatan; (6) tenaga pengajar atau atau pendidik merancang
pengalaman belajar peserta didik; (7) tenaga pengajar sebagai fasilitator; (8)
pembelajaran mencakup aspek afektif yang terintegrasi dalam semua bidang studi.
Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, KTSP memiliki
karateristik sebagai berikut:
16
1. KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Individual maupun Klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan
minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.
2. KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainya yang memenuhi
unsure edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual haruslah ditandai dengan (1) proses
mengobservasi sesuatu; (2) membuat pertanyaan, menghubungkan sesuatu yang
ditanyakan dan ingin dipahami dengan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (3)
menempuh kegiatan untuk mendapatkan jawaban pertanyaan melalui pembahasan dengan
orang lain; (4) membahas hasil pemahaman melalui pembahasan dengan orang lain; dan
(5) memikirkan kegiatan yang telah dilakukan dan pemahaman yang diperoleh,
menanggapi, membuat kesimpulan (Budiyanto, 2003).
Standar kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik mencakup aspek
berpikir, keterampilan, dan kepribadian. Tujuan utama dari standar kompetensi adalah
untuk memberi arah kepada pendidik tentang kemampuan dan keterampilan yang
menjadi fokus proses pembelajaran dan penilaian. Jadi, standar kompetensi adalah batas
dan arah kemempuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran suatu pelajaran tertentu.
Plus Minus KTSP
Sebagai kelebihan KTSP adalah (1) sebagai kurikulum untuk mempertegas
kurikulum sebelumnya sehingga tidak diperlukan lagi uji publik. KTSP akan
diberlakukan kepada sekolah yang sudah siap dan memiliki daya dukung yang memadai.
(2) diberlakukan di sekolah dengan penyesuaian kondisi lokal, (3) mendorong
terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, (4) mendorong para
17
guru, kepala sekolah dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan
kreativitasnya dalam menyelenggarakan program pendidikan, (5) KTSP sangat
memungkinkan bagi setiap sekolah menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran
tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Disamping itu, KTSP memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah
plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan. Sehingga KTSP
memberi angin segar bagi sekolah-sekolah yang menyebut dirinya sebagai sekolah
berstandar nasional plus.
Adapun sebagai kelemahan KTSP menyangkut: (1) kurangnya SDM yang
memadai yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada setiap satuan pendidikan
yang ada, (2) kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai
kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. Disamping itu, masih banyak guru yang belum
memahami KTSP secara utuh, penyusunannya maupun praktiknya dilapangan. Penerapan
KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data-data penelitian KTSP dan penerapannya bagi
sekolah-sekolah penyelenggara dapat dikatagorikan menjadi tiga bagian. Bagian pertama
adalah mendiskripsikan tentang profil pelaksanaan KTSP di sekolah dasar, kedua sekolah
menengah pertama dan ke tiga adalah profil implementasi KTSP pada sekolah menengah
atas.
Beberapa aspek penting yang menjadi pertimbangan dalam penelitian ini adalah
profil sekolah, kesiapan sekolah, pemahaman guru tentang KTSP, sarana dan prasarana
serta model pembelajaran yang telah dilaksanakan di kelas oleh guru. Selanjutnya
mencermati kendala-kendala yang dihadapi oleh sekolah serta upaya-upaya untuk
mengatasinya dengan melihat peran komponen terkait dengan pelaksanaan KTSP di
sekolah dalam Provinsi Jambi.
18
Profil Implementasi KTSP di Sekolah Dasar
Secara umum sekolah dasar (SD) yang dijadikan sampel penelitian untuk semua
Kabupaten dan Kota dalam Provinsi Jambi terdapat beberapa persoalan terkait dengan
dua hal:
Kesiapan sekolah dalam menyiapkan dokumen KTSP
Kewenangan yang diberikan kepada sekolah adalah menyiapkan dokumen
penataan kelembagaan sekolah untuk merumuskan visi dan misi sekolah serta penyiapan
daya dukung sekolah. Sebanyak 98% sekolah dasar yang dijadikan sampel telah
merumuskan visi dan misi sekolah. Dokumen disusun diperoleh dari berbagai sumber.
Salah satunya adalah bersumber dari membeli dokumen KTSP. Sebagain diperoleh
melalui penataran KTSP.
Kendala yang mengemuka tentang penyusunan dokumen penataan kelembagaan
sekolah adalah belum adanya Tim Pengembang KTSP di sekolah. Kepala sekolah pada
umumnya belum semuanya mendapakan pelatihan tentang KTSP. Keterbatasan akses
sekolah dalam mendapatkan informasi-informasi tentang perubahan kurikulum masih
dijumpai di tingkat sekolah, kendatipun secara geografis letak sekolah berada di kota.
Keengganan dalam menyusun KTSP di sekolah dipengaruhi oleh tidak
tersedianya dana yang memadai untuk menyusun dokumen serta kurangnya pembinaan
dari pihak pengawas dan DIKNAS Kabupaten Kota. Padahal peran tersebut sangat
diharapkan oleh sekolah. Kondisi ril dilapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa
sekolah dasar yang membeli perangkat dokumen KTSP dari berbagai penerbit yang
harganya cukup mahal (foto dokumen terlampir).
Persoalan bagi guru yang paling dominan adalah menumbuhkan pembuatan
model-model pembelajaran bagi guru. Kondisi ini menambah persoalan dalam
implementasi KTSP di sekolah. Guru cenderung belum memanfaatkan model
pembelajaran berbasis kearifan lokal serta belum tumbuh inovasi dalam pembuatan
model pembelajaran. Padahal, kunci suksesnya pelaksanaan KTSP adalah inovasi
pembelajaran yang terpusat pada siswa. Contohnya, pembelajaran IPA yang masih
bersifat klasikal, belum memanfaatkan potensi alam sebagai sumber belajar. Ada
beberapa sekolah yang sudah mendapatkan bantuan model pembelajaran namun belum
19
termanfaatkan secara optimal. Hal ini, disebabkan oleh kekurangmampuan guru dalam
mengadopsi perangkat pembelajaran yang dihibahkan. Keengganan pemanfaatan
pembelajaran inilah menambah rumitnya penerapan KTSP di sekolah. Target agar
sekolah yang mendapatkan bantuan peralatan pembelajaran agar ditularkan kepada
sekolah lain belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya dalam menyikapi tentang kurikulum muatan lokal terdapat
miskonsepsi. Adanya kesalahan persepsi tentang kurikulum muatan lokal akibat
minimnya informasi tentang kurikulum muatan lokal. Misalnya pelajaran Iqra’, Olahraga
dan Kesenian di jalankan sebagai mata pelajaran muatan lokal padahal mata pelajaran
tersebut merupakan kategori mata pelajaran pengembangan kepribadian. Adanya
keterbatasan buku/bahan rujukan muatan lokal merupakan kendala paling besar dalam
menerapkan KTSP pada jenjang pendidikan dasar. Seyogyanya muatan lokal disusun
sesuai dengan potensi daerah dan ketersediaan bahan yang ada, yang dapat dijadikan
sebagai mata pelajaran keunggulam kompetitif. Pada umumnya muatan lokal yang
dikembangkan di sekolah dasar adalah budaya dan seni daerah.
Persoalannya tentang pengembangan budaya dan seni daerah adalah belum
tersedianya buku rujukan yang memadai. Sehingga sangat tidak mungkin bila
menerapkan buku rujukan budaya daerah dari tempat lain yang struktur dan budayanya
berbeda. Kondisi ini diperparah oleh ketersediaan guru yang memiliki kompetensi dan
kualifikasi bidang studi/mata pelajaran muatan lokal. Peran Dinas Pendidikan
Kabupaten Kota semestinya sudah melakukan inventarisasi tentang kebutuhan sekolah.
Mencermati struktur kurikulum masih sepenuhnya merujuk dan mengadopsi struktur
kurikulum yang tersedia. Kondisi ini disebabkan oleh belum tersosialisasinya dengan
baik tentang KTSP ke sekolah-sekolah dan para guru yang memberikan berbgaia
dampak.
Misaknya, dampak yang ditimbulkan belum terbentuknya tim pengembang
tingkat kabupaten dan kota serta belum adanya bantuan nara sumber yang memadai bagi
guru-guru terutama dalam pengembangan model-model pembelajaran dan sistem
penilaian mengakibatkan terjadinya stagnasi dalam implementasi KTSP. Beberapa faktor
penting penghambat implementasi KTSP adalah minimnya buku paket yang relevan
dengan tuntutan KTSP serta belum lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran serta
20
sesuai dengan persyaratan minimal merujuk pada UU No. 23 Tahun 2003 (Delapan
Standar Pelayanan Minimal). Terjadinya miss konsepsi tentang muatan lokal, padahal
mata pelajaran pengembangan kepribadian dijalankan sebagai mata pelajaran muatan
lokal.
Profil Implementasi KTSP di Sekolah Menengah Pertama
Tidak jauh beda kondisi yang dialami oleh sekolah-sekolah penyelenggara KTSP
pada tingkat SD dengan tingkat SMP. Persolan yang mengemuka adalah minimnya
sosialisasi KTSP pada tingkat sekolah maupun guru. Pemahaman KTSPpun cukup
beragam terkait dengan konsep dasar filosofis maupun teknis pelaksanaan KTSP di
sekolah. Dalam hal penataan sekolah perumusan tujuan, visi dan misi sekolah belum
terjabarkan secara implementatif dan terukur tentang upaya-upaya apa saja yang harus
ditempuh dan pencapaannya.
Adanya kerancuan antara pengembangan muatan lokal dengan pengembangan
kepribadian dalam elemen-elemen KTSP. Padahal harapan dari KTSP adalah tumbuhnya
matapelajaran muatan lokal secara beragam di tiap-tiap sekolah, atau paling tidak pada
tiap kabupaten. Kondisi ini terjadi karena buku rujukan tentang muatan lokal sangat
minim. Team pengembang muatan lokal belum tersedia baik pada tingkat sekolah
maupun Diknas Kabupaten/Kota.
Pada tingkat guru persoalan yang mendasar adalah guru sangat membutuhkan
pelatihan tentang penyusunan RPP dengan menggunakan kata-kata operasional yang
tepat terkait dengan model-model pembelajaran secara terpadu. Kendala kedua adalah
tentang pemahaman sistem penilaian secara format maupun hakekat penilaian sesuai
amanat KTSP. Disamping itu, forum komunikasi guru bidang studi tidak berjalan
sebagaimana mestinya, kendala utamanya adalah masalah pendanaan dan kurangnya
team pakar yang seharusnya dapat diatasi melalui peer teaching.
Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran pada umumnya terkait dengan
bidang studi. Pada umumnya untuk matapelajaran Sains sarana laboratorium kurang
memadai. Inilah salah satu kendala pelaksanaan pembelajaran yang terintegrasi tidak
berjalan sebagai mana mestinya. Sarana lain yang kurang memadai adalah pembelajaran
berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pada umumnya jaringan internet
21
belum terbangun di tiap sekolah sehingga pemanfaatan TIK sebagai sumber belajar bagi
siswa belum sepenuhnya dilaksanakan.
Profil Implementasi KTSP di Sekolah Menengah Atas
Dalam tataran sosialisasi KTSP belum sepenuhnya semua sekolah yang
menyelenggarakan KTSP belum tersosialisasi dengan baik. Beberapa elemen-elemen
penting dalam KTSP belum sepenuhnya difahami oleh sekolah. Bimbingan teknis tentang
penyusunan KTSP d sekolah sangat dibutuhkan. Adapun elemen-elemen tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Elemen-elemen KTSP
No
KTSP
Komponen Utama
1. Dokumen satu Penyusunan Pengembangan KTSP
Pengembangan Muatan Lokal
2 Dokumen Dua Pengembangan Silabus
Pengembangan Pembelajaran Terpadu
Pengembangan Laporan Belajar Peserta Didik
Penyusunan Rancangan Penilaian Hasil Belajar
Siswa
Dalam konteks kelembagaan di tingkat sekolah sebagain besar sekolah belum
terbentuk team pengembang KTSP. KTSP disusun secara sepenuhnya merujuk pada
BNSP dan belum diimbangi oleh inovasi dan kreativitas penyusunan yang berbasis pada
kekuatan sekolah penyelenggara. Misalnya, perumusan visi dan misi belum terjabarkan
dengan baik dalam rencana strategis sekolah secara terukur pencapaiannya.
Pada tingkat guru masih dibutuhkan bimbingan tentang merumuskan kata-kata
operasional dalam menyusun desain instruksional. Padahal, pemilihan kata-kata
operasional sangat penting untuk menentukan ketepatan dalam merumuskan tujuan
pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Kondisi ini
diperparah oleh kurangnya pemahaman tentang pembuatan model-model pembelajaran
secara terpadu dan terintegrasi untuk semua bidang studi.
22
Disamping itu, pemahaman bagi guru tentang sistem penilaian dengan model
KTSP belum sepenuhnya diikuti oleh guru. Kurangnya sosialisasi tentang KTSP bagi
guru-guru sebagai faktor utamanya. Padahal, memahami secara komprensif tentang
KTSP baik di tingkat sekolah, perencanaan, pelaksanaan dan sistem evaluasi sangat
penting. Terutama pemahaman bagi guru sebagai pelaku agar KTSP dapat berjalan
sebagaimana yang telah diamanatkan. Secara siklus kurikulum, KTSP dapat digambarkan
dalam satu alur sebagai berikut, gambar 1:
Implementasi KTSP dalam Prespektif Kebijakan
Persoalan-persoalan implementasi KTSP yang urgen untuk diketengahkan pada
konteks ini sejatinya bermuara pada kesiapan daerah Jambi dalam mengantisipasi
perubahan paradigma pendidikan dari yang semula sentralistik menjadi desentralistik.
Misalnya, KTSP yang diluncurkan lebih mengedepankan pada otonomi sekolah untuk
mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kearifan lokal, kurikulum
sekolah tidak lagi terpusat secara nasional. Sekolah bisa membuatnya sendiri dengan
meminta pertimbangan komite sekolah. Peran guru adalah sebagai fasilitator untuk
mendorong anak mau belajar dan mencari tahu (Kompas, 29/2/2007). Setiap elemen-
elemen tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Perubahan paradigma tersebut memberikan konsekuensi pada aspek kebijakan
dan implikasinya dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan di daerah
semestinya lebih mengutamakan dimensi kemandirian yang didasarkan kepada analisis
kebutuhandan potensi yang dapat dikembangkan di daerah Jambi. Demikian juga dengan
pengembangan KTSP. Selama ini, sebagian sekolah yang mencobakan KTSP masih
mengadopsi model kurikulum yang dicontohkan oleh Badan Standar Nasional Penilaian
(BSNP). Padahal, kondisi setiap daerah amat beragam. Setiap daerah memiliki kekhasan
masing-masing.
Dengan demikian kurikulum yang dikembangkan dan digunakan semestinya
selaras dengan keanekaragaman karakteristik daerah Jambi. Pada tataran implikasi,
perubahan tersebut mensyaratkan para pengambil kebijakan dan stake holder memiliki
kemampuan untuk dapat menerjemahkan kebijakan-kebijakan pusat dan lokal menjadi
perangkat-perangkat aturan yang dapat dipedomani untuk melaksanakan pendidikan.
23
Gambar 1. Model KTSP
Prinsip Dasar dan Ranah Pembelajaran
KTSP
Komponen yg terlibat dlm KTSP
PGRI
Komunitas lokal
Penasehat Pendidikan
Ortu
Siswa
Komite Skl
Proses KTSP -desain -pelaksanaan -evaluasi
Menghasilkan
Kurikulum Kebutuhan Matapelajaran
Taksonomi Bloom
Potensi Komunitas
Pembelajaran Teknologi
Penelitian
Persyaratan
Model Pemanfaatan sarana Pembelajaran
Refleksi Pengguna
Desain:( Sutrisno, 2007 diadopsi dari Bolstad, R. 2004.)
24
Kondisi riil menunjukkan bahwa perubahan paradigma tersebut tidak serta merta
diikuti dengan hasil yang lebih baik. Sejumlah masalah masih mengedepan dan dominan
mewarnai kebijakan pendidikan dan implementasinya di Jambi, baik pada tataran
provinsi, kota, maupun kabupaten. Pertama, tidak semua sektor yang menentukan arah
kebijakan pendidikan dan implementasinya memiliki SDM yang kompeten untuk dapat
memformulasikan kebijakan dan implikasi teknisnya di lapangan. Perancang dan
pengambil kebijakan pada sektor-sektor yang vital untuk mengembangkan pendidikan di
sebagian daerah tidak memahami benar esensi dan filosofi dalam ranah pendidikan.
Akibatnya, produk kebijakan yang dihasilkannya pun kurang tepat sasaran.
Kedua, intervensi politik kian dominan dalam penentuan kebijakan dan
implementasinya. Dalam konteks ini, seiring dengan kecenderungan otonomi daerah,
mata rantai birokrasi sangat memungkinkan terjadinya dominasi kekuasaan politik
terhadap pendidikan. Sekolah mana dan jenis apa yang perlu dikembangkan di wilayah
tertentu, misalnya, tidak selamanya didasarkan pada hasil evaluasi yang cermat dari
perspektif keilmuan dan kesiapan objektif dan daya dukung lingkungan. Ini berakibat
pada ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan dalam penentuan arah pengembangan
SDM dan kompetensi tertentu yang memberikan nilai tambah pada peningkatan kualitas
pendidikan secara kontekstual.
Selain dua persoalan di atas, berkenaan dengan penerapan KTSP yang semestinya
mulai 2007 ini, Dinas Pendidikan dan sekolah sepertinya masih belum beranjak dari
paradigma lama menunggu model baku KTSP yang siap saji untuk guru-guru pelbagai
bidang studi. Dinas Pendidikan pun belum memetakan tingkat kesiapan sekolah-sekolah
dalam penerapan KTSP. Padahal pemetaan itu sangat penting untuk mengidentifikasi
sekolah-sekolah mana yang siap atau tidak siap melaksanakan Kurikulum 2006 atau lebih
dikenal dengan sebutan KTSP.
Namun, tidak hanya di Jambi, secara nasional masih banyak sekolah yang belum
siap melaksanakan KTSP. Sahabat kita, Mungin Eddy Wibowo anggota BSNP,
mengungkapkan bahwa pemetaan kemampuan sekolah-sekolah di daerah untuk
menyusun KTSP itu perlu. Akan tetapi, justru di daerah ada kepala dinas pendidikan
yang justru bingung bagaimana menerapkan KTSP (Kompas, 29/2/2007). Kenyataan ini
25
tentu menambah masalah dan tidak tertutup kemungkinan dihadapi juga oleh Dinas
Pendidikan di Jambi.
Sesungguhnya, selain persoalan komitmen, dalam penerapan KTSP peran Diknas
dan sekolah amat dominan. Diknas seyogyanya memprioritaskan dilakukannya studi
untuk mengkaji tingkat kesiapan sekolah-sekolah, baik dari segi sarana prasarana dan
kesiapan SDM sekolah dalam mengadopsi kurikulum baru ini sehingga penerapan KTSP
nantinya dapat tepat sasaran. Ini dapat dilakukan dengan melibatkan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP), dan stake holder dalam sinergi penelitian yang secara khusus ditujukan untuk
memetakan kesiapan sekolah secara menyeluruh di wilayah kota dan kabupaten.
Selain itu, sekolah juga diharapkan proaktif mempersiapkan diri menyongsong
perubahan kurikulum dengan sikap yang positif dan upaya yang mendukung keberhasilan
perubahan itu ke arah yang lebih baik. Kepala sekolah dituntut untuk memfasilitasi dan
berinisiasi meningkatkan kemampuan guru-gurunya agar dapat memiliki bekal dan
kompetensi yang memadai, tidak saja terampil mengajar dengan menggunakan bahan ajar
siap saji, melainkan juga dapat menyusun dan merencanakan sendiri pengajarannya.
Tidak hanya itu, karena KTSP memberi peluang sekolah untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada di lingkungan sekitar,
maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang lebih kompleks dan adaptif terhadap
perubahan. Semestinya, dengan diberlakukannya KTSP bisa merangsang guru benar-
benar kreatif dalam memfasilitasi siswanya untuk belajar dengan memanfaatkan sumber-
sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekitar. Bahkan, guru harus
mempertimbangkan perbedaan-perbedaan pada peserta didik.
Kenyataan di sebagian sekolah menunjukkan bahwa pemahaman kepala sekolah
dan juga guru masih amat minim dalam pengetahuan tentang KTSP. Masih juga
dipersoalkan hal-hal yang tidak substansial berkenaan dengan nama kurikulum
(Kurikulum 2006 atau KTSP) dan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
ditinggalkan. Padahal esensi dari perubahan itu tidak berpaling dari persoalan bagaimana
membelajarkan siswa untuk mencapai kompetensi yang dituju, yang setidaknya meliputi
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan jenjang pendidikan.
26
Untuk mengatasi itu diperlukan kemitraan yang erat antara Lembaga Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan sekolah, yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan
setempat. Realisasinya dapat berupa kerja sama dalam bentuk pelatihan guru-guru dan
juga peningkatan kompetensi guru dengan mengikuti pendidikan setingkat sarjana (dan
pascasarjana) yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, LPTK juga perlu
menyelaraskan kurikulumnya dengan kompetensi guru dan pengelola sekolah, sehingga
dapat memberi bekal yang gayut dengan kebutuhan di sekolah dasar dan menengah.
Dalam konteks penerapan KTSP, kemitraan dalam pelatihan dan pendidikan
lanjut itu perlu didahului dengan analisis situasi yang diperoleh dari hasil penelitian
objektif yang dapat memetakan masalah dan tingkat kesiapan sekolah yang akan
menyelenggarakan KTSP. Setelah itu dapatlah diterapkan uji coba KTSP dengan
mengambil sampel sekolah tertentu secara purposif, yakni dengan memilih sekolah yang
sudah siap menerapkan KTSP di setiap kabupaten. Atau, KTSP dicobakan hanya dalam
satu kabupaten saja terlebih dahulu. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahannya
masing-masing. Selain kesiapan sarana, prasarana, dan SDM sekolah, prinsip yang
semestinya diperhitungkan dalam memilih satu di antara kedua alternatif itu adalah
prinsip keadilan an pemerataan. Ini mengingat bahwa kebijakan apa pun yang diambil
dalam konteks pendidikan senantiasa menghadirkan dampak sosial, ekonomi, dan politik
yang akibatnya dirasakan oleh seluruh masyarakat Jambi.
Sebagai refleksi akhir perlu dikemukakan bahwa keberhasilan dunia pendidikan
di Jambi menerapkan KTSP amat ditentukan oleh itikad baik dan ada tidaknya kemauan
untuk mengubah orientasi menuju paradigma berpikir yang dilandasi falsafah otonomi.
Reorientasi memungkinkan penyelenggaraan dan pendidikan di sekolah secara lebih
efisien dan unggul dalam pengembangan potensi sesuai dengan konteksnya. Sanggupkah
kita berubah menuju yang lebih baik? Sebagian jawabannya ada pada siap atau tidakkah
kita menerapkan KTSP di Tanah Beradat ini.
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari pengamatan empirik dapat dikemukakan
beberapa simpulan berikut.
Pertama, pada semua jenjang bahwa (SD, SMP dan SMA) elemen-elemen KTSP
belum terimplementasi dengan baik yakni (a) penyusunan pengembangan KTSP, (b)
pengembangan silabus, (c) pengembangan diri, (d) pembelajaran terpadu, (e)
pengembangan muatan lokal, (f) penyusunan rancangan penilaian hasil belajar, (g)
penyusunan laporan peserta didik.
Kedua, proses belajar mengajar yang berlangsung dengan menggunakan KTSP
di provinsi Jambi dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pedagogi modern dan
yang mengutamakan pentingnya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang tepat. Hal
ini dapat diindikasikan dari (1) kelengkapan persiapan mengajar guru (Satuan Acara
Pelajaran/skenario pembelajaran), bahan ajar (Lembar Kegiatan Siswa), serta media yang
digunakan guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran; (2) kesesuaian pembelajaran
dengan skenario pembelajaran dan bervariasinya metode pembelajaran yang digunakan
oleh guru; dan (3) ketepatan dalam pemberian tugas, pemanfaatan sumber belajar, dan
penggunaan perangkat evaluasi yang tepat untuk mendapatkan umpan balik dari siswa.
Namun, dari perspektif kualitas masih dibutuhkan pembimbingan.
Saran
Sebagai implementasi dari dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan KTSP di
Jambi, kepada pihak-pihak terkait dapat disarankan beberapa hal berikut ini.
Sekolah Penyelenggara
Dengan mengadopsi dan mengimplementasikan KTSP, secara implisit sekolah
menyatakan dengan sadar bahwa sekolah akan memiliki komitmen terhadap
pembaharuan terhadap penataan sekolah, aturan dan kebiasaan yang selama ini diikuti.
Sekolah secara konsisten akan menerapkan berbagai standar yang telah ditetatpkan yakni
standar proses, isi, penilaian dan standar lainnya.
28
Untuk memaksimalkan KTSP dan mengoptimalkan kemanfaatannya bagi
peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa hendaknya dikembangkan secara
sinergis antara siswa, guru dan sekolah. Siswa diarahkan secara benar tentang hakekat
belajar yang aktif, kreatif dan inovatif. Agar siswa dapat menjalankan tugasnya dengan
baik hendaknya diberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajarannya.
Guru secara konsisten melaksanakan tugasnya mulai dari menyiapkan perangkat
pembelajaran, RPP, program semesteran, mengidentifikasi materi dan pengalaman
belajar, merancang setting pembelajaran, melaksanakan evaluasi dan melaporkan hasil
siswa dalam kerangka dan model KTSP.
Guru menerapkan PBM yang lebih demokratis disertai evaluasi berkala dengan
melibatkan peserta didik, guru dan orang tua siswa. Ketiga unsur ini diharapkan dapat
melakukan komunikasi berkala guna membahas berbagai hal yang berkaitan dengan
PBM. Mengikutsertakan siswa, orang tua siswa, dan Komite Sekolah dalam proses
evaluasi terhadap PBM dan kinerja guru perlu menjadi salah satu pertimbangan. Hal ini
tidak saja dibutuhkan untuk menghargai hak siswa dan orang tua siswa, melainkan juga
sebagai kontrol dan peningkatan kompetensi guru dalam mengajar.
Dinas Pendidikan Kab/Kota
1. Melakukan monitoring dan evaluasi yang lebih intensif dan teratur terhadap
pelaksanaan KTSP pada sekolah-sekolah penyelenggara sekaligus sebagai bahan
perencanaan bagi sekolah-sekolah yang belum melaksanakan KTSP.
2. Memfasilitasi jaringan kerjasama antarsekolah penyelenggara sekolah yang sudah
melaksanakan KTSP yang ada di Provinsi Jambi agar dapat saling bertukar informasi
mengenai pengelolaan program ini.
3. Memberikan layanan tenaga ahli yang dibutuhkan oleh sekolah dalam peningkatan
SDM di sekolah, misalnya melalui pelatihan guru dalam metodologi mengajar berbasis
KTSP, metodologi penelitian sebagai upaya pengembangan dan inovasi guru, penguasaan
bidang studi, pengoperasian komputer dan internet, penggunaan media berbasis teknologi
modern, atau dalam penulisan karya ilmiah agar inovasi pembelajaran dapat berjalan
dengan baik oleh tiap-tiap sekolah.
29
4. Mensupport pendanaan yang memadai yang diberikan kepada sekolah untuk
melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung jalannya KTSP.
Pemerintah Daerah Provinsi c.q. Dinas Pendidikan
1. Melakukan perbaikan dan pemutakhiran Buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
dengan menggunakan KTSP
2. Menyelenggarakan diklat yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya sekolah;
Menyediakan buku rujukan untuk muatan lokal yang belum ada buku rujukannya
terutama pada tingkat sekolah dasar
3. Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi secara lebih teratur dan terarah, yang
teknis pelaksanaannya dapat berkordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan
Pusat.
LPMP Jambi
Sesuai dengan peran dan fungsinya hendaknya LPMP berkoordinasi dengan
Diknas Propinsi, Kab/Kota untuk melihat kinerja pelaksanaan KTSP di sekolah dari sudut
pandang kesiapan, kendala implementasi, peningkatan profesionalitas guru dan bantuan
peningkatan elemen-elemen penting dalam menjalankan KTSP di Sekolah. Elemen-
elemen tersebut terdiri atas: (a). Penataan sekolah, (b) simulasi setiap bidang studi
tentang pembelajaran yang terpusat pada siswa untuk semua bidang studi, (c) inovasi
pengelolaan sekolah, inovasi pembelajaran guru, dan pengembangan pelajaran muatan
lokal terutama budaya daerah yang buku rujukannya belum tersedia hingga saat ini
terutama pada sekolah dasar.
30
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Plus Minus KTSP, Dunia Guru: http://www.duniaguru.com Anonim, 2006. Towards Piloting School based continuous assessment at middle basic
level, Conference an a Assesment in Education, 26-30 June, 2006. Anonim, 2007. Satndards-Aligned Curriculum Development, Illinois State Board of
Education Website Resources:, http://www.isbe.net/sos/default.htm Anonim, 2006. BNSP dan Kepmendiknas, Permen tentang KTSP, Jakarta. Fernandes, H.J.X. 1984. Evaluation of Educational Program. National Education
Planning, Evaluation and Curriculum Development. Jakarta. Beane, 1996. Dalam Catatan Kritis Kurikulum 2006, Media Indonesia, 5 Oktober 2006
yang ditulis oleh Paulus Maridjan. Suhadi, I. 2006. Menyikapi KTSP Tantangan untuk Penyelenggaraan Pembelajaran yang
Lebih Baik, Journal Pendidikan Inovatif , Vol 2. hal 236-242 Cheong Cheng, Y, 1994. Effectiveness of Curriculum Change in School: An
Organizational Perspective, International of Educational Management, Vol. 8, No. 3, hal. 26-34
Bolstad, R. 2004. School-Based Curriculum Development: Redifining the term for New
Zealand Schools Today and Tomorrow, paper presented at the conference of the New Zealand Association of Research in Education, 24-26 November 2004.
Sutrisno. 2008. Wawancara Khusus tentang KTSP sebagai Inovasi Pendidikan, Jambi
Ekspress, Januari 2008. Kunandar, 2007. Guru Profesional, Implementasi KTSP dan Persiapan Menghadapi
Sertifikasi Guru, Rajagrasindopersada, Jakarta. Ucapan terimakasih: disampaikan kepada (a) team peneliti LPMP Jambi dalam hal pengumpulan data, (b) LPMP Jambi dalam pembiayaan penelitian ini yang dibebankan anggaran rutin LPMP tahun 2007.