journal laparoscopy.docx
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN LAPAROSKOPIK KISTA DERMOID
OVARIUM
Osama Shawki, M.D., Ihab Soliman, M.D., Alaa Ebrashy, M.D., Mustafa El Sadek, M.D., Abeer Bahnassy, M.D.
Department of Gynecology, Cairo University and department of pathology, national cancer institute, Egypt
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengevaluasi keamanan dan potensi keuntungan dari penanganan
laparoskopi untuk pengelolaan kista dermoid ovarium.
Desain: Studi retrospektif
Metode: Dari Mei 1999 sampai Februari 2002, 28 pasien menjalani pengangkatan
kista dermoid secara Laparoskopik.
Intervensi: Pencitraan Cavum Douglass dan menghindari posisi Trenedelenberg
dengan jaminan bahwa setiap bahan tumpah akan dikumpulkan pada Cul de
sac dengan tidak ada penyebaran lebih lanjut. Setelah pengangkatan kista,
kita melakukan forceful jet wash lavage dan aspirasi secara bersamaan
menggunakan wide bored 2 canulae dari kedua port lateral yang
menggunakan jumlah cairan yang berlebihan (8-12 liter)
Hasil: Tiga puluh satu kista dermoid dengan diameter rata-rata 7,5 sentimeter
telah berhasil diangkat pada 28 pasien. Teknik operasi yang digunakan adalah
ovarium kistektomi pada 28 kista, salpingo-oophrectomy pada 3 kista dan satu
kasus dengan salpingo-oophrectomy dan LAVH. Dalam satu kasus kami
melakukan eksisi histeroskopi pada seluruh septum uterus lengkap. Empat
belas kista yang dikeluarkan melalui enukleasi dan pengangkatan melalui
trocar. Sepuluh kasus diobati melalui enukleasi dan pengangkatan dalam
impermeable endo bag. Tujuh kasus dilakukan pengangkatan kista melalui
colpotomy posterior, salah satunya dilakukan pada tahap LAVH. Kami
mengalami empat belas tumpahan selama prosedur. Tumpahan terjadi pada 10
kasus (71%) ketika mengangkat trocar secara langsung tanpa menggunakan
endobag, satu kasus (10%) saat pengangkatan dalam impermeable endo bag,
dan 3 kasus (42%) dalam kasus pengangkatan secara colpotomy. Tidak terjadi
tumpahan dalam kasus LAVH. Nilai rata-rata pasien yang harus tinggal di
rumah sakit setelah operasi adalah 0,9 hari, dan tidak ada komplikasi
intraoperatif yang signifikan selain dari cedera epigastrika inferior di tempat
tusukan kedua.
Kesimpulan: Setelah kita melakukan review dari 14 studi dalam literatur yang
ditambahkan pada penelitian kami, kami menemukan insidensi peritonitis
kimia sebanyak 0,2% pada pengangkatan kista dermoid dengan cara
laparoskopik. Terapi Laparoskopi memungkinkan pencitraan yang lebih baik
dari Cul de sac dan memungkinkan aspirasi forceful jet lavage untuk
memastikan pelvis bersih dari materi mikroskopis kista dermoid. Hal ini
mungkin tidak dapat dilakukan selama open-laparotomy.
Kata kunci: Laparoskopi, kista dermoid, ovarium kistektomi, tumpahan.
PENDAHULUAN
Benign cystic teratoma, sering disebut kista dermoid pada berasal dari sel
tumor germinal ovarium. Secara Patologis, termasuk dalam benign mature
teratoma. Insidensi tumor 20-25% dari seluruh kejadian neoplasma ovarium dan
terjadi bilateral dalam 10 - 15% dari kasus (1). Prevalensi kista dermoid yang
menjadi maligna dilaporkan sebagai 1-3% (2, 3).
Sebagian besar kista dermoid terjadi tanpa gejala klinis yang jelas dan
sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan panggul atau USG.
Komplikasi seperti torsio uteri, ruptur spontan, peritonitis, dan keganasan
biasanya membuat terapi bedah sangat diperlukan pada saat penentuan diagnosis(4)
Sebagian besar buku operasi menggambarkan pengobatan klasik untuk
kista dermoid yaitu ovarium kistektomi atau oophrectomy melalui laparotomi
dengan lebih memperhatikan untuk mencegah tumpahan isi kista. Meskipun
operasi laparoskopi telah menggantikan banyak teknik laparotomi standar, namun
banyak pendapat skeptis yang ragu-ragu tentang peran operasi laparoskopi untuk
menghilangkan kista dermoid. Potensi tumpahan isi kista dan kemungkinan
berkembang menjadi peritonitis meningkatkan kekhawatiran dalam melakukan
laparoskopi (4, 9).
Kehawatiran terjadinya komplikasi tumpahan ada untuk waktu yang lama
sampai sekarang ini ditantang oleh banyak laparoscopists (4, 9) . Dengan demikian,
laparoskopi telah menjadi semakin diterima dan lebih digunakan umum sejak
tahun 1989. Karena sebagian besar kasus dengan teratoma kistik jinak adalah pada
usia reproduksi dan ingin mempertahankan kesuburan, terapi konservatif sangat
ideal untuk meminimalkan perlengketan pasca operasi dan dengan demikian
mengurangi resiko infertil(4) . Ahli bedah endoskopik menjadi lebih percaya diri
untuk mengobati kista dermoid melalui endoskopi dan hasil yang dilaporkan lebih
memuaskan dan tidak ada komplikasi(4, 16) .
Dalam penelitian kami, kami mengevaluasi keamanan dan keberhasilan
manajemen laparoskopi untuk Benign cystic teratoma dan menghasilkan beberapa
pedoman dan tips untuk meningkatkan hasil operasi dan menghindari komplikasi
yang mungkin timbul dari tumpahan kista. Kami juga menunjukkan bahwa
penggunaan kantung endo menciptakan hasil yang memuaskan dan kemudahan
dalam pengangkatan kista namun; pengangkatan kista tanpa impermeable bag
memberikan keamanan dan hasil yang sama jika mengikuti beberapa pedoman
tertentu.
BAHAN DAN METODE
Studi kami mencakup 28 pasien dengan diagnosis kista dermoid unilateral
atau bilateral. Kasus diperoleh dari 384 operasi laparoskopi dilakukan selama
periode Mei 1999 sampai Februari 2002 (Tabel 1).
Semua pasien melakukan evaluasi pra operasi termasuk transvaginal
sopnography dan Doppler untuk mengkonfirmasi sifat kista (gambar 1).
Konfirmasi konklusif untuk kista adalah dengan pemeriksaan patologis untuk
semua spesimen hasil pengangkatan dari semua kasus.
Gambar 1. USG transvaginal kista dermoid menunjukan
gambaran echo shadow struktur padat di dalam kista.
Grafik pasien direvisi untuk pendataan demografi, keluhan utama, riwayat
kehamilan, pemeriksaan pra operasi, rincian tekhnik operasi, metode
pengangkatan kista, kejadian tumpahan isi kista, volume perdarahan, waktu
operasi, komplikasi pasca operasi, masa rawat inap, komplikasi pasca operasi dan
hasil pemeriksaan patologi .
Semua pasien mendapatkan konseling tentang prosedur dan informed
consent untuk melakukan laparoskopi diperoleh. Semua operasi yang
dilakukan di bawah anestesi umum dengan intubasi endotrakeal. Kami
menggunakan endoskopi Karl – Storz dan kamera (Tuttlingen, Jerman). Kami
menggunakan trocar infraumbilical 10 mm untuk teleskop dan dua trocar 5 mm
untuk tusukan sekunder dan peralatan opersai. Pneumoperitoneum dibuat dengan
menggunakan Laparflator Storz kemudian intestinal ditarik ke perut bagian atas
menggunakan fan retractor. Inspeksi laparoskopi diagnostik dilakukan secara
menyeluruh untuk mengevaluasi ruang panggul dan perut bagian atas.
Kami sangat menganjurkan untuk tidak menggunakan posisi
Trenedelenberg untuk menghindari kemungkinan tumpahan ke perut bagian atas
selama operasi. Ini mungkin sedikit tidak biasa tapi kami mengkompensasi
dengan retraksi intestinal yang tepat dan menggeser intestinal ke perut bagian atas
menggunakan retractor fan. setelah kami mendapatkan pandangan yang jelas
untuk panggul, kita menghancurkan setiap perlengketan yang ada agar bebas
dalam bergerak dan mengekstraksi kista. Kami menggunakan rancangan ovarium
kistektomi, dan menerapkan aturan yang direkomendasikan oleh Nezhat et al (4) .
Kami menambahkan beberapa modifikasi yang kami buat untuk memfasilitasi
operasi dan menambah keamanan bila terjadi tumpahan.
Sebuah grasper forsep digunakan untuk traksi ligamentum ovarium dan
menahan ovarium. Dikombinasi dengan uterine manipulator (Zummi uterine
manipulator) ditambah penggenggam ligamen ovarium untuk menjaga kista
ovarium tetap stabil selama kistektomi. Ini dilakukan dengan meremas ovarium
antara tubuh rahim dan dinding panggul lateral guna mempertahankan diseksi
tetap stabil dan memudahkan diseksi kista.
Pertama, melakukan sayatan dengan spatula diathermy atau forsep
Maryland. Sayatan dilebarkan antara kapsul dan stroma dan diseksi hydro untuk
melanjutkan enukleasi. Gabungan diseksi hydro dengan kapsul tumpul akan
memudahkan pekerjaan. Kami menggunakan Shawki’s cutting coagulation
forceps (Karl-Storz, Tuttlingen, Jerman) untuk pembedahan dan hemostasis
(Gambar 2). Ini memiliki nilai lebih dan multifungsi dengan ujung lancip
memungkinkan diseksi kapsul kista dengan benar, cukup aman dalam
menggenggam dan melakukan traksi dengan tepi bergerigi.
Gambar 2. The multifunctional cutting coagulation Shawki's forceps (Storz- Germany)
Pisau dapat melakukan koagulasi monopolar pada setiap perdarahan
dengan penambahan gunting tajam pada ujung pisau yang digunakan untuk
melakukan sayatan jaringan dengan tepat. Sebenarnya, menghemat waktu
penggantian instrumen serta mempertahankan pneumoperitoneum tetap stabil
selama operasi. Menahan tepi kista lalu traksi secara perlahan untuk melepaskan
kapsul dan mengeluarkan dermoid dari cangkangnya.
Akhirnya, kista dienukleasi dengan mudah dan hemostasis dilakukan pada
setiap titik perdarahan yang ditemui selama diseksi. Karena kapsul kista dermoid
sangat tebal, diseksi tumpul dan pengupasan cukup mudah dan resiko menusuk
kista jarang terjadi jika menyayat jaringan yang tepat. Jika ada tumpahan, kami
langsung irigasi dengan jet wash suction, mencuci menggunakan cairan ringer
hangat. Jet irigasi membersihkan permukaan peritoneum dari perlengketan dan
mendorong menuju cul de sac. Kami menggunakan dua bore canulae hisap irigasi
secara bersamaan dari kedua titik tusukan sekunder. Ini akan membersihkan
dengan cepat dan segera saat terjadi tumpahan, mencegah penyebaran ke perut
bagian atas dan kontak dengan organ. Jumlah cairan yang digunakan tidak kurang
dari 8-12 liter (berarti hingga 24 botol dan setengah liter).
Selain itu, tanpa posisi Trendelenberg bahan tumpahan tetap terjaga dan
terkumpul hanya di Cul de sac tanpa penyebaran ke perut bagian atas.
Irigasi hisap memang memakan banyak waktu operasi, tapi kita lebih
mengutamakan hasil operasi yang lebih bersih dan mencegah peritonitis.
Kista beserta isinya yang telah berhasil diangkat dari jaringan ovarium
normal dan dikeluarkan melalui trocar. Kami harus mengganti trokar 5 mm
dengan trokar 10 mm membuat lubang lebih lebar dan membantu mengeluarkan
jaringan.
Kami menggunakan Ethicon endobag (Ethicon, Somerville, NJ) untuk
mengangkut kista sebelum ditusuk dan dihisap (Gambar 3). Dengan cara, kista
dimasukan di kantung impermeable kemudian tusuk dan aspirasi. Tumpahan isi
kista akan aman di dalam kantung dan mencegah resiko tumpahan. Kemudian
Kista yang mengempis di dalam kantung endo dikeluarkan melalui trocar 10 mm.
Tahap terakhir, dilakukan colpotomy posterior dan awasi agar luas
pneumoperitoneum tidak berkurang. Kista atau adnexa lebih mudah dikeluarkan
melaui vagina.
Gambar 3. Ethicon endobag (Ethicon, Somerville, NJ)
Setelah menutup colpotomy posterior, pneumoperitoneum dipertahankan
agar bisa melakukan inspeksi dengan lebih cermat dan teliti pada tempat operasi.
Homeostasis dilakukan dengan menggunakan forceps bipolar, forceps multifungsi
Shawki atau electrode roller ball yang dirancang oleh penulis juga (Karl Storz,
Jerman).
Aturan emas yang kita adopsi adalah melanjutkan jet wash irigasi dengan
cepat dan menghisap seluruh sisa operasi, mencegah penyebaran cairan ke perut
bagian atas. Ini menjaga ruang panggul lebih bersih dan tidak ada sisa partikel
dari isi kista yang tersisa di panggul. Selain itu, cairan berlebihan akan mencegah
iritasi dari isi kista dermloid. Tidak ada perubahan teknik operasi menjadi
laparotomy.
HASIL
Dua puluh delapan pasien dengan diagnosis Benign cystic teratoma ovary
(kista dermoid) menjalani laparoskopi pengangkatan kista dermoid.
Rata-rata usia pasien adalah 31,7 (kisaran 18 -47 tahun) dan rata-rata
paritas adalah 2 (kisaran 0-5). Keluhan utama adalah nyeri panggul pada 13
pasien, siklus menstruasi yang tidak teratur dan nyeri pada 4 kasus, 10 kasus tanpa
gejala yang ditemukan kebetulan saat USG rutin dan satu kasus dengan gejala
akut abdomen dan torsi. (Tabel 2)
Salah satu kasus memiliki riwayat aborsi dan complete uterine septum
pada hysterography. Dua kasus sebelumnya menjalani operasi untuk kista
ovarium tetapi tidak ada dokumen yang jelas untuk mengkonfirmasi sifat
patologis dari kista yg diangkat. Dua kasus tersebut akan dilakukan
salpingooophrectomy karena tidak ada sisa jaringan ovarium yang untuk
dipertahankan. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk mengangkat seluruh
adnexa.
Dua puluh lima kasus memiliki kista unilateral sedangkan tiga kasus
memiliki kista bilateral. Prosedur yang berbeda yang dilakukan untuk terapi kista
menurut usia pasien, kesuburan dan presentasi klinis. 28 kista (90%) diangkat
dengan cara ovarium kistektomi dan enukleasi, 3 kasus (9,7%) menjadi sasaran
salpingo-oophrectomy (salah satu adnexa diangkat saat tahap LAVH). Dalam
satu kasus, dilakukan eksisi histeroskopi septum rahim untuk mencegah aborsi
berulang (Tabel 3).
Dalam kasus ini kami mengangkat adnexa tersebut, atas indikasi adalah
jaringan ovarium tidak dapat dipertahankan setelah pengangkatan kista dan pasien
sudah dekat menopause.
LAVH dilakukan untuk kasus fibroid uterus dan perdarahan
perimenopousal yang tidak teratur.
Dari semua kista yang diangkat baik melalui kistektomi atau salpingo-
oophrectomy, 14 (45%) diangkat melalui trocar tanpa menggunakan endobag, dan
10 (32%) diangkat melalui kantung endobag (Tabel 4). Di dalam kantung
endobag, tusukan dan menghisap isi kista dan atau morcellation jaringan kista
dapat dilakukan dengan aman dan mempemudah mengeluarkan kista melalui
trocar. Delapan kasus diangkat melalui colpotomy posterior, termasuk 2 kasus
salpingo-oophrectomy dan 5 kasus dengan kista yang besar. Dalam kasus LAVH,
kista dikirim ke rahim melalui colpotomy posterior vagina.
Tingkat tumpahan per pasien adalah 50% (14/28), tetapi tingkat tumpahan
total 45% (14/31) untuk semua kasus pengangkatan kista. Tingkat tumpahan
bervariasi sesuai metode pengangkatan, (10/14) 71,4% untuk enukleasi dan
pengangkatan melalui trocar tanpa kantong endobag, (1/10) 10% untuk
pengakatan kista dalam endobag dan (3/7) 42,8% pada kelompok colpotomy. Di
Kasus LAVH, tidak ada tumpahan yang terjadi (Tabel 5). Yang mengherankan,
tumpahan tidak berhubungan dengan ukuran kista, nilai SD rata-rata diameter
kista adalah 5,4 - 2,1 + cm dan 5,7 - 2,3 cm + untuk adanya tumpahan dan tidak
ada tumpahan isi kista (P> 0,05).
Prosedur bedah secara serentak terdiri dari eksisi histeroskopi dari septum
uterus lengkap (1) , adhysiolysis (3) , Myolyisis (4) dan LAVH (2). Nilai rata-rata
diameter kista, kehilangan darah dan waktu operasi adalah 7,5 cm (kisaran 3-11
cm), 120 ± 70 mL, dan 140 ± 55 menit masing-masing. Operasi Kistektomi tanpa
intervensi tambahan berlangsung 90 ± 35 menit. Sebagian besar waktu digunakan
untuk langkah irigasi untuk memastikan ruang panggul bersih seluruhnya. Tidak
ada komplikasi intraoperatif yang signifikan, kecuali dari trauma epigastrika
inferior saat konversi trokar dari 5 mm sampai 10 mm. Konfirmasi patologis pasti
kista teratoma matur tanpa atypia yang cukup jelas dalam semua kasus. Secara
keseluruhan waktu perawatan di rumah sakit 0,9 hari. hanya
kasus dengan torsi tinggal 3 malam karena terdapat ileus pasca operasi dan
keterlambatan gerak usus.
Tiga kasus menderita infeksi periumbilical pada tempat penusukan trocar,
diobati dengan antibiotik yang efisien. Lima kasus yang dilaporkan hamil spontan
saat follow up tahun pertama.
PEMBAHASAN
Kista dermoid adalah tumor jinak ovarium yang paling sering terjadi pada
usia subur. Terapi bedah konservatif dengan resiko perlengketan minimal sangat
menentukan kesuburan masa depan.
Terdapat beberapa pemikiran umum diantara ahli bedah ginekologi, bahwa
tumpahan isi kista berpotensi menyebabkan komplikasi seperti peritonitis atau
penyebaran infeksi, hal tersebut merupakan risiko penting dalam terapi
laparoskopi untuk kista dermoid.
Angka kejadiaan tumpahan dalam laparoskopi adalah 15 - 100% (4-16),
dibandingkan dengan laparotomi hanya 4-13% (11-13).
Sangat jelas, tingkat tumpahan dengan laparoskopi lebih tinggi
dibandingkan dengan laparotomi. Namun, pertanyaannya adalah: Apakah
tumpahan yang terjadi selama laparoskopi mempengaruhi prognosis?
Selain dari laporan kasus sporadis, pembahasan literatur menunjukan
terdapat 14 penelitian yang mendokumentasikan 470 laparoskopi dermoid
kistektomi.
Tumpahan terjadi pada 310 kasus (66%). Komplikasi pascaoperasi yang
signifikan terlihat hanya dalam satu kasus (11) , yaitu peritonitis granulomatosa
kronis yang terjadi setelah sembilan bulan pasca operasi. Namun, dalam beberapa
studi ini tidak ada menyebutkan tentang teknik pencegahan untuk menghindari
tumpahan atau langkah-langkah untuk membersihkan panggul setelah operasi.
Kami menganggap bahwa, tetap pada aturan jet wash irrigation dengan jumlah
cairan berlebih dapat membuang sampai partikel mikroskopis isi kista adalah
standar emas untuk mencegah komplikasi.
Bahkan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat komplikasi
antara kelompok yang terdapat tumpahan dan kelompok yang tidak terdapat
tumpahan dalam penelitian kami.
Selain itu, ukuran kista tidak berdampak pada banyaknya tumpahan. Yang
mengherankan, kami menemukan bahwa lebih mudah melakukan diseksi
enukleasi kista yang lebih besar daripada kista yang kecil.
Mengingat hasil kami sesuai dengan literatur, kami yakin dapat
menyimpulkan bahwa komplikasi peritonitis akibat tumpahan pada laparoskopi
ovarium dermoid kistektomi adalah 0,2%.
Dalam seri kami, tingkat tumpahan adalah 50% pada tiap pasien tanpa ada
satupun kasus yang terbukti secara menyebabkan peritonitis kimia setelah
prosedur laparoskopi. Namun, kejadian tumpahan selama laparotomi juga baru-
baru ini dilaporkan (11, 13) .
Kami percaya bahwa laparoskopi memumgkinkan pembilasan lebih baik
dan pelvis dapat benar-benar bersih dibandingkan secara laparotomi.
Fasilitas pneumoperitoneum dan retraksi intestinal memungkinkan
pencitraan yang lebih baik dari Cavum Douglas dan pengumpulan bahan
tumpahan di ruang tertutup cul de sac. Selain itu, irigasi canula dengan jet wash -
lavage merupakan metode pembersihan yang efektif yang tidak dapat dilakukan
selama laparotomi.
Kami percaya pembilasan selama laparotomi pasti akan membawa cairan
ke perut bagian atas dan mungkin ke relung subphrenic.
Hal ini cukup sulit pada laparotomi untuk mengaspirasi kembali semua
cairan irigasi. Selama laparoskopi, aspirasi kista dapat dilakukan setelah
menempatkannya utuh dalam kantung endo. Meskipun tampaknya cukup untuk
menampung semua partikel tumpahan di dalam kantung endo, namun, bahkan jika
terjadi tumpahan pada panggul, risiko peritonitis kimiawi tidak akan terjadi
selama kita mengikuti aturan kebijakan untuk irigasi - aspirasi.
Kami menemukan bahwa tumpahan selama enukleasi kista atau selama
pengambilan tidak mempengaruhi prognosis. Bahkan pada kasus-kasus kejadian
kehamilan spontan pasca operasi yang telah dilaporkan (3/5) terdapat tumpahan
isi kista selama operasi.
Sebuah survei oleh American Society of Gynecologic Ahli onkologi (18) ,
mengungkapkan 42 kasus laparoskopi tumor ovarium yang menjadi ganas.
Pada follow up serial kami tidak menemukan adanya keganasan,
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
Hal ini dilaporkan oleh Dembo et al (19, 20) , kista ovarium ganas yang
pecah tidak berpengaruh terhadap penyebaran kanker ovarium. Namun,
penyebaran keganasan masih merupakan masalah serius dari laparoskopi,
mungkin dikarenakan efek dari pneumoperitoneum.
Kami merekomendasikan aturan ketat untuk menghindari tumpahan
dermoid sebanyak mungkin selama laparoskopi. Namun jika itu terjadi, tidak
perlu takut atau cemas terhadap peningkatan morbiditas. Kami sangat
menyarankan untuk tidak melakukan laparoskopi bila ada kemungkinan
keganasan kista ovarium. Ini menjadi dilema bila didapatkan adanya keganasan
kista dermoid. Dalam seri kami, kebanyakan pasien berada di usia subur dan pada
hasil sopnography transvaginal tidak terdapat ascites atau faktor risiko untuk
keganasan. Kami sarankan melakukan bedah beku pada kasus yang mencurigakan
untuk menghindari keganasan yang tidak jelas dan operasi yang tidak lengkap.
Waktu kami untuk laparoskopi dermoid ovarium kistektomi sama dengan waktu
yang dibutuhkan pada operasi laparotomi.
Christoforoni (11) melaporkan waktu operasi untuk laparotomi 92 ± 11
menit. Dalam kasus kami waktu rata-rata operasi diluar melakukan prosedur
tambahan adalah 90 ± 35 menit. Mendekati waktu laparotomi, namun mengingat
bahwa kita menghabiskan sebagian besar waktu pada tahap irigasi. Seperti yang
telah diketahui sebelumnya, rawat inap di rumah sakit, kehilangan darah, pasien
morbiditas, kosmetik dan kepuasan pasien lebih baik dalam operasi laparoskopi
dibandingkan dengan laparotomi.
Ada yang beberapa studi melaporkan laparoskopi kistektomi dermoid
dilakukan pada wanita hamil (22,23) dan tumpahan terjadi di beberapa dari mereka
tanpa mempertimbangkan kehamilan ataupun komplikasi. Kami tidak melakukan
hal apapun selama kehamilan, tetapi pasien dengan akut abdomen dan torsi telah
digugurkan sebelum operasi.
KESIMPULAN
Ulasan dari 14 studi dalam literatur ditambahkan ke penelitian kami, kami
mengungkapkan angka kejadian peritonitis kimiawi pada laparoskopi
pengangkatan kista dermoid hanya 0,2% (Tabel 6).
Kekhawatiran yang tidak perlu tentang tumpahan isi kista dermoid telah
dipecahkan oleh fakta bahwa, tumpahan tidak pernah mempengaruhi morbiditas
pasien atau prognosis dalam pada kasus benign cystic teratoma seperti yang telah
dibuktikan oleh literatur.
Laparoskopi memungkinkan pencitraan Cul de sac yang tepat dan
memungkinkan kuat lavage jet aspirasi memastikan ruang pelvis bersih dari setiap
partikel mikroskopis dari kista dermoid dengn aspirasi forceful jet lavage.
Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan pada operasi open-laparotomy.
Maka dari itu kita dapat menyimpulkan bahwa laparoskopi merupakan
pilihan terapi kista dermoid yang aman dan metode yang sangat menguntungkan
pada kasus tertentu. Kekhawatiran komplikasi akibat ruptur kista selama
laparoskopi tidak memiliki dasar ilmiah. Tak perlu disebutkan bahwa pengalaman
dalam operasi laparoskopi sangat penting untuk dapat melakukan prosedur dan
mendapatkan keuntungan dari luka yang kecil.
REFERENSI
1. Peterson WF. Prevost EC, Edmunds FT, Handley JM. Morris FK. Benign cystic teratoma of the ovary: a clinico-statistical study of 1007 cases with review of the literature. Am J Obstet Gynecol. 1957:72:1094.
2. Curling OM, Potsides PN, Hudson CN. Malignant change in benign cystic teratoma of the ovary. Br J Obstet Gynecol. 1979;86:399-402.
3. Richardson G, Robertson DI, O'Connor ME, Nation JG, Stuart GCE. Malignant transformation occurring in mature cystic teratomas of the ovary. Can J surg. 1990;33:499-503.
4. Nezhat C, Winer W, Nezhat F Laparoscopic removal of dermoid cysts. Obstet Gynecol. 1989;73(2):278-281.
5. Reich H, McGlynn F, Sekel L, Taylor P. Laparoscopic management of ovarian dermoid cysts. J Reprod Med. 1992;37(7):640-644.
6. Bollen N, Camus M, Tournaye H, Munck L, Devroey P. Laparoscopic removal of benign mature teratoma. Hum Reprod. 1992;7(10):1429-1432.
7. Chen JS, Chu ES, Chen MJ. Operative laparoscopy in benign cystic teratoma of ovary. Chung HuaI Hsueb Tsa Chih (Taipei). 1992;50(3):194-197.
8. Yuen PM, Rogers MS. Laparoscopic removal of dermoid of cysts using endopouch. Aust NZ Obstet Gynecol. 1993;33(4):397-399.
9. Chapron C, Dubuison JB, Samouh N et al. Treatment of ovarian dermoid cysts. Place and modalities of operative laparoscopy. Surg Endosc. 1994;8(9):1092-1095.
10. Mengeshikar, PR. Laparoscopic management of benign ovarian dermoid cysts. J Am Assoc Gynecol laparosc. 1995 Aug; 2(4,supplement):S28-S29.
11. Cristoforoni P, Palmeri A, Walker D, Gerbaldo D, Lay R, Montz FJ. Ovarian Cystic teratoma: to scope or not to scope? J Gynecol Tech. 1995;1(3):153-156.
12. Howard FM. Surgical management of benign cystic teratoma. J Reprod Med. 1995; 40(7):495-499.
13. Lin P. Excision of ovarian dermoid cyst by laparoscopy and by laparotomy. Am J Obstet Gynecol. 1995; 173(3 pt1):769-771.
14. Luxman D. laparoscopic conservative removal of ovarian dermoid cysts. J Am Assoc Gynecol Laparosc. 1996;3(3):409-411.
15. Teng FY, Muzsnai D, Perez R, Mazdisnian F, Ross A, Sayre J. A comparative study of laparoscopy and colpotomy for the removal of ovarian dermoid cysts. Obstet Gynecol. 1996;87(6):1009-1013.
16. Rosen D, Lam A, Carlton M, Corio G. the safety of laparoscopic treatment for ovarian dermoid tumors. Aust NZ Obstet Gynecol. 1998;38(1):77-79.
17. Keil KH, Julian TM. Trichuria, pneumaturia, urosepsis, and bowel fistulization after pelvicoscopic cystectomy of mature ovarian teratoma. J Gynecol Surg. 1993;9:235- 239.
18. Maiman M, Seltzer V, Boyce J. Laparoscopic excision of ovarian neoplasms subsequently found to be malignant. Obstet Gynecol. 1991;77:563-565.
19. Dembo AJ, Davy M, Stanwig AE, Berle EJ, Bush RS, Kjorstad K. Prognostic factors in patients with stage I epithelial ovarian cancer. Obstet Gynecol. 1990;75:263- 273.
20. Grogan R. Accidental rupture of malignant ovarian cysts during surgical removal. Obstet Gynecol. 1967;30:716- 720.
21. Nezhat F, Nezhat C, Weilander CE, Benigno B. Four Ovarian cancers diagnosed during laparoscopic management of 1011 women with adnexal masses. Am J Obstet Gynecol. 1992;167(3):790-796.
22. Morice P, Louis-Sylvestre C, Chapron C, Dubuisson JB. Laparoscopy for adnexal torsion in pregnant women. J Reprod Med. 1997;42(7):435-439.
23. Parker W II, Childers JM, Canis M, Phillips DR, Topel H. Laparoscopic management of benign cystic teratomas during pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 1996;174(5):1499-1501.
24. Nezhat CR, Kalyoncu S, Nezhat CH, Johnson E, Berlanda N, Nezhat F. Laparoscopic management of ovarian dermoid cysts: ten years' experience. JSLS. 1999 Jul-Sep;3(3):179-84.