pbl blok 16 dispepsia sp

23
Dispepsia Fungsional Pada Wanita Usia 30 Tahun Gari Kharisma 102010131 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi tentang dispepsia. Salah satunya yang dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya. Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penyakit organik 1

Upload: gari-gege-esun-bue

Post on 14-Feb-2015

41 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Dispepsia Fungsional Pada Wanita

Usia 30 Tahun

Gari Kharisma

102010131

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/

keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,

sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada

pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik

dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi tentang dispepsia. Salah

satunya yang dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper

abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah

suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya. Secara garis

besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penyakit

organik ( seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll ) dan kelompok dimana sarana

penunjang diagnostik yang konvensional atau baku tidak dapat memperlihatkan adanya

gangguan patologis struktural atau biokimiawi. Atau dengan kata lain, kelompok ini disebut

sebagai gangguan fungsional.

Anamnesis

Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik

keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat lokal atau manifestasi gangguan sistemik.

1

Page 2: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Harus terjadi persepsi yang sama untuk menginterpretasikan keluhan antara dokter dan pasien

yang dihadapinya.

Pada anamnesis perlu ditanyakan :

o Identitas dan pekerjaan

o Umur

o Jenis kelamin

o Keluhan utama/ Keadaan umum yang dirasakan

o Riwayat penyakit sekarang

o Riwayat penyakit dahulu

o Riwayat keluarga

o Riwayat sosial

o Riwayat obat yang sudah digunakan

Berdasarkan lokasi nyeri, dapat dipikirkan kemungkinan kelainan yang terjadi :

Lokasi nyeri Dugaan sumber nyeri

Epigastrium gaster, pankreas, duodenum

Periumbilikus usus halus, duodenum

Kuadran kanan atas hati, duodenum, kantung empedu

Kuadran kiri atas pankreas, limpa, gaster, kolon, ginjal

Perlu diketahui kualitas nyeri yang dialami pasien. Namun hal ini tidak mudah terutama di

Indonesia dimana ekpresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnya

harus dibedakan antara nyeri kolik seperti obstruksi intestinal dan bilier, nyeri yang bersifat

tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistis, rasa panas pada esofagitis,

dan nyeri tumpul yang menetap pada apendisitis.

Intensitas nyeri juga dapat membantu dalam diagnosis penyakit. Pada keadaan kaut, intensitas

nyeri dapat diurutkan dari yang paling hebat sampai nyeri yang cukup ringan sesuai dengan

urutan penyakit berikut : perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, obstruksi ileus,

kolesistis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis. Pada nyeri kronik banyak

faktor psikologis yang berperan sehingga lebih sulit dalam menentukan diagnosis.3

2

Page 3: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Setelah melakukan anamnesis dan mendapatkan informasi yang cukup dari pasien. Dokter

tentu mendapatkan gambaran penyakit yang diderita pasien tersebut tetapi perlu dilakukan

pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendapatkan diagnosis yang tepat sehingga tindakan

terapi/penatalaksanaan dapat diberikan secara optimal.

Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi

gangguan organik atau biokimiawi.

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat

( misalnya tumor ), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang

peritoneal/ peritonitis.

Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi ( lekositosis ),

pankreatitis ( amilase, lipase ), keganasan saluran cerna ( CEA, CA19-9, AFP ).

Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen, misalnya

adanya batu kandung empedu, kolesistis, sirosis hati dan sebagainya.

Pemeriksaan endoskopi ( esofagogastroduodenoskopi ), pemeriksaan ini sangat dianjurkan

untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms

yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi,

muntah darah, hematemesis melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia

lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan,

sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat

mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural/ organik intra lumen saluran cerna

bagian atas seperti adanya tukak/ ulkus, tumor dan sebagainya serta dapat disertai pengambilan

contoh jaringan ( biopsi ) dari jaringan yang dicurigai memperoleh gambaran histopatologiknya

atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini pemeriksaan barium meal adalah pemeriksaan untuk

mengidentifikasi kelainan struktural dinding/ mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya

tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang

bersifat penyempitan/ stenotik/ obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.

Pada umumnya pemeriksaan fisik dan laboratorium bersifat tidak khas atau tidak spesifik

karena dalam aplikasi klinisnya jarang digunakan karena tidak memberikan gambaran yang tepat

3

Page 4: PBL Blok 16 Dispepsia SP

dalam rangka mencari dasar patofisiologi atau mencari dasar penyebab penyakit. Tetapi

pemeriksaan endoskopi dan radiologi sangat penting dalam indikasi dispepsia yang disertai

alarm symptoms.1

Diagnosis

Working Diagnosis ( WD )

Dispepsia fungsional

Untuk menentukan diagnosis dispepsia diperlukan anamnesis yang cermat, sebab

tindakan-tindakan yang pertama tergantung pada keluhan yang dikemukakan penderita. Untuk

lengkapnya diajukan pula pertanyaan yang mungkin dapat menyatakan keadaan kejiwaan

penderita. Perlu ditanyakan pula kemungkinan adanya dispepsia organik. Pemeriksaan fisik dan

laboratoris biasanya tidak menunjang banyak untuk dispepsia fungsional.

Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah ekplorasi penunjang

diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau bersifat fungsional.

Dalam konsensus Roma III ( tahun 2006 ) yang khusus membicarakan tentang kelainan

gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai :

1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/

epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.

2. Tidak ada bukti kelainan struktural ( termasuk didalamnya pemeriksaan endoskopi

saluran cerna bagian atas ) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.

3. Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis

ditegakkan.

Jadi disini ada batasan waktu yang ditujukan untuk meminimalisasikan kemungkinan

adanya penyebab organik. Seperti dalam algoritme penanganan dispepsia, bahwa bila ada alarm

symptoms seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, melena, muntah yang persisten,

maka merupakan petunjuk awal kemungkinan adanya penyebab organik yang membutuhkan

pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi dan sebagainya.1,3

4

Page 5: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Different Diagnosis

Dispepsia organik

Diagnosis ditegakkan pada dispepsia organik jika pada penunjang diagnostik ditemukan

kelainan struktural organik maupun biokimiawi. Dispepsia organik meliputi ;

1. Gastritis

Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Infeksi

kuman Helicobacter pylori dan OAINS merupakan kausa gastritis yang sangat penting.

Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori secara garis

besar dibagi menjadi gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastritis kronik

atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik non atropi predominasi antrum adalah

inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan

atau tidak sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau metaplasia. Pasien-pasien

seperti ini biasanya asimptomatis, tetapi mempunyai resiko menjadi tukak duodenum.

Gastritis kronik atrofi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut : terjadi

inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali sangat berat berupa atropi atau

metaplasia setempat-setempat pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik atropi

multifokal merupakan faktor resiko terpenting displasia epitel mukosa dan karsinoma

gaster. Infeksi Helicobacter pylori juga sering dihubungkan dengan limfoma MALT.

Gastritis kronik atrofi predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun

setelah beberapa dekade kemudian akan dikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa

keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung-hubungkan dengan gastritis

adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai muntah.

Keluhan-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis. Keluhan-

keluhan tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberasilan

pengobatan. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

untun menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi

5

Page 6: PBL Blok 16 Dispepsia SP

dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update

Sydney System yang mengharuskan mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang

dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, perdarahan,

edematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan

morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun

atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan – perubahan yang terjadi berupa

degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamsai sel mononuklear,

folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel

parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman

Helicobacter pylori.2

2. Tukak peptik

Penyakit tukak peptik yaitu tukak lambung ( TL ) dan tukak duodenum ( TD )

merupakanpenyakit yang masih banyak ditemukan di klinik terutama dalam kelompok

umur diatas 45 tahun.

Tukak peptik secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/ submukosa

yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga

dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau

lapisan lebih dalam dengan diameter ≤ 5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau

radiologis.

Patogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang

dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung

dan duodenum.

Secara umum pasien tukak biasanya mengeluh sindrom dispepsia, berupa nyeri dan rasa

tidak nyaman ( discomfort ) pada epigastrium. Memiliki periode remisi dan eksaserbasi.

Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit

membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat

antasida ( Hunger Pain Food Relief / HPFR ). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah

makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak

gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa

sakit bermula pada satu titik ( pointing sign ) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung.

6

Page 7: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi

berupa penetrasi tukak ke organ pankreas. Muntah kadang timbul pada tukak peptik

disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik ( obstruksi gastric outlet ).

Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui

terbentuknya fibrosis/ oedem dan spasme.1

Etiologi

Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan

keluhan atau kumpulan gejala ( sindrom ) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di

epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan

rasa panas yang menjalar di dada. Sindroma atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh

berbagai penyakit atau gangguan dalam lumen saluran cerna, tentunya termasuk pula penyakit

pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit maag/ lambung. Penyakit

hepato-pancreato-bilier ( hepatitis, pankreatitis kronik, kolesitis kronik dll ) merupakan penyakit

tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologik pada esofago-gastroduodenal

( tukak peptik, gastritis dll ). Beberapa penyakit diluar sistem gastrointestinal dapat pula

bermanifest dalam bentuk sindroma dispepsia, seperti yang cukup kita harus waspadai adalah

gangguan kardiak ( inferior iskemia/ infark miokard ), penyakit tiroid, obat-obatan dan

sebagainya. Bersifat fungsional jika dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti

adanya kelainan atau gangguan organik/ struktural biokimia.2,3

Patofisiologi

Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan patogenesis terjadinya

gangguan ini. Proses patofisiologik yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan

dengan dispepsia fungsional adalah ; hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan

motorik, hipotesis hipersensitivitas viseral, serta hipotesis tentang adanya gangguan psikologik

atau psikiatrik.

Sekresi Asam lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung,

baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga

7

Page 8: PBL Blok 16 Dispepsia SP

adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa

tidak enak diperut.

Helicobacter pylori

Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya

dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan helicobacter pylori pada

dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda makna dengan angka kekerapan Hp

pada kelompok orang sehat. Memang mulai ada kecenderungan untuk melakukan

eradikasi helicobacter pylori pada dispepsia fungsional dengan Hp positif yang gagal

dengan pengobatan konservatif baku.

Dismotilitas gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan

pengosongan lambung, adanya hipomtilitas antrum ( sampai 50% kasus ), gangguan

akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah

satu dari keadaaan ini dapat ditemukan pada setengah sampai duapertiga kasus dispepsia

fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia

fungsional, tetapi tidak adanya korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat

perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan manometri antro-duodenal

memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas prandial,

disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi ini

diduga yang mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola pikir

pengobatan yang akan diambil. Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami

perlambatan pengosongan lambung berkorelasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa

penuh di ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap distensi lambung

biasanya akan mengeluh nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan. Rasa cepat

kenyang ditemukan pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu

makan. Pada keadaaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus

dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Dilaporkan bahwa pada

penderita dispepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus post

prandial pada 40% kasus. Konsep ini yang mendasari adanya pembagian subgrup

dispepsia fungsional menjadi tipe dismotilitas, tipe seperti ulkus, dan tipe campuran.

8

Page 9: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Ambang rangsang persepsi

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor

mekanik dan nociceptor. Dalam studi tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai

hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Bagaimana

mekanismenya, masih belum dipahami. Penelitian dnegan menggunakan balon

intargastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dsipepsia fungsional sudah timbul rasa

nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah

dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol.

Disfungsi autonom

Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan daam hipersensitivitas gastrointestinal pada

kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam

kegagalan relaksasi bagianproksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi berupa

tachygastria, bradygastria, pada lebih kurang 40% kasus dispepsia fungsional, yapi hal ini

bersifat inkonsisten.

Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya

penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal.

Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi

kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

Diet dan faktor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia

fungsional dibandingkan kasus kontrol.

Psikologis

Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan

pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului

keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Tapi korelasi antara faktor psikologik stres

kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan

personaliti yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan

9

Page 10: PBL Blok 16 Dispepsia SP

kelompok kontrol. Walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan

pada kasus dispepsia fungsional terdapat adanya masa kecil yang kurang bahagia atau

adanya gangguan psikiatrik.1-4

Manifestasi Klinis

Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas/ kualitasnya pada setiap pasien, maka

banyak disarankan untuk mengklasifikasikan dispepsia fungsional menjadi subgrup didasarkan

pada keluhan yang paling mencolok atau dominan.

Bila nyeri ulu hati yang dominan adalah nyeri epigastrik disertai nyeri pada malam hari

dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe ulkus ( ulcer like dyspepsia )

Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering

dikemukakan, dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas (

dismotility like dyspepsia )

Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai dispepsia non-

spesifik.

Perlu ditekankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah diperoleh

gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.1

Penatalaksanaan

Pendekatan umum

Luasnya lingkup manajemen pada kasus dispepsia fungsional menggambarkan bahwa adanya

ketidakpastian dalam patogenesisny. Adanya respon plasebo yang tinggi ( sekitar 45% )

mempersulit untuk mencari regimen pengobatan yang lebih pasti. Penjelasan dan reaasurance

kepada pasien mengenai latar belakang keluhan yang dialaminya, merupakan langkah awal yang

penting. Buat diagnosis klinik dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius atau fatal yang

mengancamnya. Coba jelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis penyakit yang dideritanya.

Evaluasi latar belakang faktor psikologis. Nasehat untuk menghindari makanan yang dapat

mencetuskan serangan keluhan. Sistem rujukan yang baik akan berdampak positif bagi

perjalanan penyakit pada kasus dispepsia fungsional.1

10

Page 11: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Non-medikamentosa

Pada penatalaksanaan non-medika mentosa kita perlu menjelaskan tentang perlunya dietetik

kepada pasien. Walaupun, tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan

secara bermakna. Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan

yang lebih bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi

sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai menurunkan/

mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk

makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.1,4

Penatalaksanaaan non farmakologis yaitu meliputi:

1. Atur pola makan

2. Olah raga teratur 

3. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju,

dll )

4. Hindari makanan yang terlalu pedas

5. Hindari minuman dengan kadar caffeine,alkohol,dan kurangi rokok

6.Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung

7.Kelola stress psikologi seefisien mungkin.

Medikamentosa

Antasida

Antasida merupakan obat yang paling umum dikonsumsi oleh penderita dispepsia,

merupakan suatu obat yang bekerja lokal, menetralkan asam lambung dengan

menurunkan aktivitas pepsin dan menaikkan pH lambung ≤ 4 dan merupakan suatu basa

lemah.

Penyekat H2 reseptor/ antagonis reseptor histamin – H2

Obat ini juga diberikan pada penderita dispepsia. Dari data studi acak tersamar ganda,

didapatkan hasil yang kontroversi. Sebagian gagal memperlihatkan manfaatnya pada

dispepsia fungsional, dan sebgaian lagi berhasil. Secara metaanalisis diperkirakan

11

Page 12: PBL Blok 16 Dispepsia SP

manfaat terapinya 20% diatas plasebo. Masalah pkok adalah kriteria inklusi pada

berbagai penelitian, dan juga kemungkinan masuknya kasus penyakit refluks

gastroesofageal. Umumnya manfaatnya untuk menghilangakn rasa nyeri ulu hati.

Penghambat pompa proton ( PPI )

Obat ini tampaknya cukup superior dibanding plasebo pada dispepsia fungsional.

Respons baik terlihat pada dispepsia fungsional tipe ulkus. Paling efektif menekan

sekresi asam lambung dan merupakan suatu pro-drug yang membutuhkan suasana asam

sehingga harus diminum sebelum makan. Efeknya akan menurun jika diberi bersama H2

– reseptor antagonis dan antasida. Preparat : omeprazole, lanzoprazole, pantoprazole

dan rabeprazole.

Sitoproteksi

Obat ini misalnya misoprostol, sukralfat, tidak banyak studinya yang memperoleh

kemanfaatan yang dapat dinilai.

Prokinetik

Termasuk golongan ini adalah metoklopramid ( antagonis reseptor dopamin D2 ),

domperidon ( antagonis reseptor D2 yang tidak melewati sawar otak 0 dan cisapride 9

agonis reseptor 5-HT4 ). Dalam berbagai studi metaanalisis, baik domperidon dan

cisapride mempunyai efektivitas yang baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi

nyeri epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual.

Metoklopramid yang tampaknya cukup bermanfaat pada dispepsia fungsional, tapi

terbatas studinya dan hambatan efek samping ekstrapiramidalnya.

Cisapride tergolong agonist reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang secara

metaanalisis memperlihatkan angka keberhasilan dua kali lipat dibandingkan plasebo.

Beraksi pada pengosongan lambung dan disritmia lambung. Masalah saat ini adalah

setelah diketahuinya efek sampingnya pada aritmia jantung, terutama perpanjangan

masa Q-T, sehingga pemakaiannya berada dalam pengawasan.

Obat lain – lain

Adanya peran hipersensitivitas viseral dalam patogenesis dispepsia fungsional, mebuka

peran obat-obatan yang bermanfaat dalam menghilangkan persepsi nyeri. Dalam

12

Page 13: PBL Blok 16 Dispepsia SP

beberapa penelitian, dosis rendah antidepresan golongan trisiklik dilaporkan dapat

menurunkan keluhan dispepsia terutama nyeri abdomen.

Kappa agonist fedotoxine dapat menurunkan hipersensitivitas lambung dalam studi pada

volunteer serta pada beberapa studi dapat menurnkan keluhan pada dispepsia

fungsional, walaupun manfaat kliniknya masih dipertanyakan. Obat golongan agonist 5-

HT1 ( sumatriptan dan busipiron ) dapat memperbaiki akomodasi lambung dan

memperbaiki rasa keluhan cepat kenyang setelah makan.5

Psikoterapi

Dalam beberapa studi terbatas, tampaknya behavioral therapy memperlihatkan

manfaatnya pada kasus dispepsia fungsional dibanding terapi baku.

Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya komplikasi yang

tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang

dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan

Ulkus Peptikum ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi

pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Muntah darah ini

sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang

air besar berwarna hitam terlebih dulu. Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi

yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya

melakukan operasi.

Pencegahan

Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan memperbaiki kondisi

lambung secara tidak langsung. Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola

danmencegah timbulnya gangguan akibat dyspepsia.

1. Atur pola makan seteratur mungkin.

2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung(coklat, keju, dan lain-

lain).

3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,semangka, dan lain-lain).

4. Hindari makanan yang terlalu pedas.

13

Page 14: PBL Blok 16 Dispepsia SP

5. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

6. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obatanti- inflammatory, misalnya yang mengandung

ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen.

Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding

lambung.

7. Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.

8. Jika anda perokok, berhentilah merokok.

9. Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur.

10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalubanyak, terutama makanan

berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makansesaat sebelum olahraga.

11. Pertahankan berat badan sehat

12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) untukmengurangi stress dan

mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia.

13. Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatandispepsia. Baik itu antasid, PPI, penghambat histamin-2

reseptor, dan obat motilitas.

Prognosis

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat,

mempunyai prognosis yang baik.1-3

Kesimpulan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/

keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,

sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Diagnosis dispepsia fungsional didarakan

pada keluhan/ simptom/ sindrom dispepsia dimana pada pemeriksaan penunjang baku dapat

disingkirkan kausa organik/ biokimiawi, sehingga masuk dalam kelompok penyakit

gastrointestinal fungsional. Mempunyai patofisiologi yang kompleks dan multifaktorial, diaman

tampaknya berbasiskan gangguan pada motilitas atau hipersensitivitas viseral. pemeriksaan

endoskopi dan radiologi sangat penting dalam indikasi dispepsia yang disertai alarm symptoms.

14

Page 15: PBL Blok 16 Dispepsia SP

Modalitas pengobatannya menjadi luas, berdasarkan kompleksitas patogenesisnya, serta lebih

kearah hanya menrunkan atau menghilangkan simptom. Pilihan pengobatan berdasarkan

pengelompokan gejala utama dapat dianjurkan, walaupun masih diperdebatkan manfaatnya.

Daftar pustaka 1. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar ilmu

penyakit dalam jilid III edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. Jakarta; 2009 : 441 – 533.

2. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor edisi

bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit. Edisi 6.

EGC. Jakarta; 2005 : 235-40

3. Fauci et all. Harisson’s priciples of internal medicine. 17 th ed. USA : McGraw-Hill

Companises; 2008 : 2575-590

4. Tack j. Pathophysiology and treatment of functional dyspepsia. Gastroenterology ; 2004 :

325-40

5. Sulistia G, Rianto S, Elysabeth ( dkk ). Farmakologi dan terapi. Edisi- 5. FKUI. Jakarta ;

2005 : 820-5

15