masalah gizi buruk pbl 26 sp

22
Masalah Gizi Buruk di Indonesia dan Penanganannya Benedictus Aldwin Ainsley* Jl. Arjuna Utara No.5, Tanjung Duren, Jakarta Barat Pendahuluan Di puskesmas Kecamatan Pedes diketahui banyak ibu hamil menderita anemia status gizi kurang dan paritas tinggi yaitu rata-rata 5 orang anak dan juga banyak sekali balita yang menderita gizi buruk, rabun senja dan retardasi mental. Beberapa desa di wilayah kerja Puskesmas tersebut juga dinyatakan sebagai daerah endemis gondok. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah nelayan namun sebagian besar hasilnya dijual. Masyarakat juga sebagian bertani dan menanam singkong. Di wilayah tersebut terdapat 3 posyandu yang tersebar di 3 desa dari 10 desa yang ada. Gizi buruk yaitu keadaan sangat kurus dengan indeks antropometri BB/TB <-3 SD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang ditemukan pada anak balita. 1 Gizi * Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Upload: benaldain

Post on 27-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

Masalah Gizi Buruk di Indonesia dan Penanganannya

Benedictus Aldwin Ainsley*

Jl. Arjuna Utara No.5, Tanjung Duren, Jakarta Barat

Pendahuluan

Di puskesmas Kecamatan Pedes diketahui banyak ibu hamil menderita anemia status

gizi kurang dan paritas tinggi yaitu rata-rata 5 orang anak dan juga banyak sekali balita yang

menderita gizi buruk, rabun senja dan retardasi mental. Beberapa desa di wilayah kerja

Puskesmas tersebut juga dinyatakan sebagai daerah endemis gondok. Sebagian besar mata

pencaharian penduduk adalah nelayan namun sebagian besar hasilnya dijual. Masyarakat

juga sebagian bertani dan menanam singkong. Di wilayah tersebut terdapat 3 posyandu

yang tersebar di 3 desa dari 10 desa yang ada.

Gizi buruk yaitu keadaan sangat kurus dengan indeks antropometri BB/TB <-3 SD

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang ditemukan pada anak

balita.1 Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi,

kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya

kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat

diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan

(standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar,

anak disebut gizi baik. 2

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Page 2: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

Masalah gizi buruk3

Data indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik

antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar

masalah gizi buruk. Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik

dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi presentasi anak yang

kekurangan gizi, makin tinggi pendapatan makin kecil presentasinya. Kurang gizi berpotensi

sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas.

Kemiskinan merupakan penghambat keluarga untuk memperoleh akses terhadap

ketiga faktor penyebab kekurangna gizi di atas, tetapi untuk mencegah gizi buruk tidak

harus menuggu berhasilnya pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan

dituntaskan.

Penemuan kasus gizi buruk dan pencegahan terjadinya KLB harus dilaksanakan

secara tepat dan cepat mengunakan metode epidemiologi yang dikenal dengan surveilans.

Menurut Timmreck (2005), surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan

Page 3: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi

juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan.

Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan,

menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk

mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar

data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat

digunakan.

Terdapat beberapa aktivitas inti surveilans kesehatan masyarakat tersebut. Kegiatan

surveilans kesehatan masyarakat antara lain :

1. Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau keadaan

kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperl ukan dalam

penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti rumah sakit, puskesmas,

laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit statistik.

2. Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi peristiwa

atau keadaan kesehatan.

3. Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi sampai pada

hasil percobaan laboratorium.

4. Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan

surveilans epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan

tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan,

pusat penelitian dan pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans

epidemiologi. Pengumpulan data kasus pasien dari tingkat yang lebih rendah

dilaporkan kepada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup daerah atau

nasional.

5. Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka dan

menentukan indikator terhadap tindakan.

6. Respon segera dan kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan

dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.

Page 4: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

7. Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan masyarakat

hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam peringatan dini dan

munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.

8. Umpan balik (feedback) yang berfungsi penting dari semua sistem pengawasan, alur

pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih

tinggi.

Secara umum tujuan surveilans adalah untuk pencegahan dan pengendalian

penyakit dalam masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya

kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam

hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat

administrasi

Sedangkan komponen-komponen kegiatan surveilans antara lain:

1. Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas,

tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari

pengumpulan data epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang

mempunyai resiko terbesar terhadap serangan penyakit; untuk menentukan

reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis dari penyebab penyakit dan

karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang dapat menyebabkan

berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat penyakit secara keseluruhan;

untuk memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara penularannya dan

seberapa jauh penyebarannya.

2. Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya

dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa

teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi

yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana

menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang baru.

3. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi

data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut

dan disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada atasan atau

kepada lintas sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.

Page 5: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

Sementara terkait dengan masalah gizi masyarakat, di Indonesia, beberapa dasar hukum

dan pedoman pelaksanaan surveilans gizi buruk antara lain :

1. Surat Menteri Kesehatan Nomor: 1209, tanggal 19 Oktober 1998 yang

menginstruksikan agar memperlakukan kasus gizi buruk sebagai sebuah Kejadian

Luar Biasa (KLB).

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1116/MENKES/SK/VI II/2003 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Pada Kepmenkes diatas, salah satu sasaran surveilans epidemilogi kesehatan adalah

pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKG) dan sistem kewaspadaan dini kejadian luar

biasa (SKD KLB) gizi buruk. Sedangkan berdasarkan Surveilans gizi adalah pengamatan yang

dilakukan terhadap anak balita dalam rangka mencegah terjadinya kasus gizi buruk.

Sedangkan menurut WHO, praktek survailans gizi dilakukan dengan melakukan

pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada

perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang

keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada,

termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada.

Terdapat tiga jenis utama sistem surveilans gizi menurut Mason et al (1984), yaitu:

1. Pemantauan gizi jangka panjang sebagai masukan untuk perencanaan nasional,

untuk menganalisis dampak kebijakan dan untuk memprediksi kecenderungan masa

depan

2. Evaluasi dampak program gizi dan proyek-proyek tertentu yaitu informasi yang

dirancang untuk memungkinkan tanggapan langsung melalui program atau proyek

modifikasi

3. Peringatan dini atau sistem peringatan tepat waktu untuk mengidentifikasi

kekurangan pangan akut, untuk mendapatkan tanggapan jangka pendek.

Sistem Surveilans gizi adalah mengumpulkan data dasar program yang difokuskan

pada masalah gizi bayi, anak-anak, dan wanita hamil. Sistem surveilans gizi berfungsi untuk

menyediakan data lokal spesifik yang berguna untuk pengelolaan program gizi kesehatan

Page 6: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

masyarakat. Sistem ini memberikan informasi yang sangat berguna, tetapi juga ada

tantangan metodologis yang berkaitan dengan keterwakilan, pengawasan mutu, dan

indikator sensitivitas atau spesifisitas.

Sementara menurut WHO menggambarkan sistem surveilans gizi sebagai proses

yang berkesinambungan memiliki lima tujuan khusus, antara lain :

1. Menggambarkan status gizi penduduk, dengan referensi khusus bagi mereka yang

menghadapi risiko

2. Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk

3. Mempromosikan keputusan oleh pemerintah, baik mengenai perkembangan normal

dan keadaan darurat

4. Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam

perumusan kebijakan

5. Memantau dan mengevaluasi program gizi.

Ruang lingkup dan tujuan sistem surveilans gizi di Indonesia menurut Soekirman & Karyadi

(1995), antara sebagai berikut:

1. Sistem yang berfungsi sebagai peringatan dan intervensi tepat waktu.

2. Sistem untuk menghubungkan masalah daerah rawan (kabupaten, kecamatan, desa)

dengan otoritas yang lebih tinggi pada tingkat propinsi dan tingkat pusat.

3. Memberikan indikator yang berfungsi sebagai mekanisme deteksi dini untuk krisis

pangan

4. Membimbing tindakan cepat untuk mengatasi penurunan ketersediaan pangan dan

konsumsi, khususnya di kalangan rumah tangga miskin

Penanggulangan Gizi Buruk4

Upaya Kesehatan Mengatasi Masalah Gizi atara lain :

Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif

1. Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk.

2. Perawatan balita gizi buruk

Page 7: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

3. Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan

Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif

1. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi

2. Revitalisasi posyandu.

3. Pemberian suplementasi gizi.

4. Pemberian MP – ASI bagi balita gakin

Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk

Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Komponen SKPG:

1. Keluarga

2. Masyarakat dan Lintas Sektor

3. Pelayanan Kesehatan

Peran Keluarga:

1. Penyuluhan/Konseling Gizi: a. ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang;

2. Pola asuh ibu dan anak

3. Pemantauan pertumbuhan anak

4. Penggunaan garam beryodium

5. Pemanfaatan pekarangan

6. Peningkatan daya beli keluarga miskin

7. Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin

Peran Masyarakat dan Lintas Sektor

1. Mengaktifkan Posyandu: SKDN

2. Semua balita mempunyai KMS,

3. Penimbangan balita (D),

4. Konseling,

5. Suplementasi gizi,

6. Pelayanan kesehatan dasar

7. Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga

Page 8: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

8. BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling

9. Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas

Peran Pelayanan Kesehatan

1. Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk

2. Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk

diberikan PMT

3. Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat

Tujuan Penanggulangan Gizi Buruk5

Tujuan Umum:

Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) menjadi setinggi-tingginya 15 % dan gizi

buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun 2014.

Tujuan Khusus:

1. Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di

Posyandu, Puskesmas dan jaringannya.

2. Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama pada kelompok penduduk rawan

dan keluarga miskin.

3. Meningkatnya jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga,

Puskesmas dan Rumah Sakit.

4. Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan Keluarga

Sadar Gizi (KADARZI).

5. Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).

Kebijakan Operasional Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk

1. Merupakan Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah

Page 9: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

2. Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya

peningkatan, yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.

3. Semua kabupaten/kota secara terus menerus melakukan upaya pencegahan dan

penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi

masyarakat.

4. Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di

berbagai tingkat.

5. Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses

pengambilan keputusan.

Strategi Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk

· Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat

dan keluarga dalam memantau, mengenali dan menanggulangi secara dini gangguan

pertumbuhan pada balita utamanya baduta.

· Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM puskesmas beserta jaringannya

dalam tatalaksana gizi buruk dan masalah gizi lain, manajemen laktasi dan konseling

gizi.

· Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan

termasuk keadaan darurat melalui suplementasi zat gizi mikro, MP-ASI, makanan

tambahan dan diet khusus.

· Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui advokasi, sosialisasi dan KIE gizi seimbang.

· Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui SKDN, Sistem Kewaspadaan

Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi Buruk, dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan

Gizi (SKPG), untuk meningkatkan manajemen program perbaikan gizi.

· Mengembangkan model intervensi gizi tepat guna yang evidence based.

· Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan masyarakat beserta

swasta/dunia usaha dalam memobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan di

tingkat rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga, dan perbaikan pola asuhan

gizi keluarga.

Page 10: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

Sasaran5

Sasaran dampak:

a. Prevalensi gizi kurang turun menjadi setinggi-tingginya 20%

b. Prevalensi gizi buruk turun menjadi setinggi-tingginya 5%

Sasaran:

a. Semua balita ditimbang setiap bulan dan berat badannya naik

b. Meningkatnya cakupan pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan

c. Semua anak 6-24 bulan mengkonsumsi Makanan Penguat Air Susu Ibu (MP-ASI) yang

bergizi

d. Semua keluarga mendapatkan penyuluhan makanan sehat dan bergizi seimbang

e. Semua balita gizi kurang dari keluarga miskin mendapat makanan tambahan yang

bergizi seimbang

f. Meningkatnya cakupan distribusi kapsul vitamin A pada ibu nifas, bayi dan balita

menjadi sekurangnya 80%

g. Semua Puskesmas dan Rumah Sakit mampu melakukan tatalaksana penanggulangan

gizi buruk dan faktor risikonya (penyakit infeksi) sesuai dengan standar

h. Semua kabupaten maupun kota melaksanakan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Indikator keberhasilan5

Penerapan berbagai indikator keberhasilan untuk mengurangi gizi buruk pada balita,

diantaranya adalah:

1. Indikator dampak:

a. Prevalensi Gizi Kurang

b. Prevalensi Gizi Buruk

2. Indikator keluaran:

a. Balita yang ada dan di data (S)

b. Balita yang didaftar dan memiliki KMS (K)

c. Balita yang datang dan ditimbang (D)

Page 11: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

d. Balita ditimbang dan berat badannya naik (N)

e. Balita berat badan 2 kali Tidak Naik dan Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS

dirujuk

f. Balita gizi buruk dirawat sesuai dengan standar

g. Keluarga yang menerapkan norma keluarga sadar gizi (KADARZI);

Menimbang berat badan secara teratur terutama balita

Memberikan ASI ekslusif kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan

Menggunakan garam beryodium

Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang

Memberikan suplementasi gizi kepada anggota keluarga yang

memerlukan

3. Indikator masukan:

a. Jumlah Posyandu Aktif. Merujuk SE Mendagri No. 411.3/1116/SJ tanggal 13

Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu, maka Posyandu

aktif minimal mampu melaksanakan pemantauan berat badan balita dengan

Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan baik dan benar sehingga nilai SKDN dapat

dimanfaatkan dengan maksimal. Selama masa krisis gizi buruk, fungsi

Posyandu diutamakan untuk memantau pertumbuhan berat badan anak

balita dengan baik dan benar.

b. Jumlah Posyadu Binaan. Adanya keberadaan Posyandu Binaan yang

dilaksanakan dengan kerjasama antara pemerintah, swasta, lembaga

swadaya masyarakat peduli kesehatan (LSM), pekerja sosial masyarakat

(PSM) dan kelompok masyarakat.

Kebijakan dan strategi5

Untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan dan status gizi, Departemen

Kesehatan telah melakukan revitalisasi kesehatan dengan menetapkan Visi dan Misi. Nilai-

nilai yang harus selalu dilaksanakan dan Strategi utama sebagai acuan gerak langkah jajaran

kesehatan dalam upaya-upaya kearah perbaikan kesehatan masyarakat yang optimal

Visi : Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat

Misi : Membuat Rakyat Sehat

Page 12: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

Nilai-nilai: Departemen Kesehatan menujunjung tinggi nilai nilai;

1) Berpihak kepada rakyat

2) Bertindak cepat dan tepat

3) Kerjasama tim

4) Integrasi yang tinggi

5) Transparan dan akuntabilitas

Strategi utama dengan menerapkan nilai-nilai tersebut di atas sebagai berikut:

1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

3) Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan

4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan

Pokok-pokok kegiatan5

Revitalisasi posyandu. Bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu

terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita. Pokok kegiatan revitalisasi Posyandu

meliputi;

1. Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas, petugas sektor lain dan kader yang berasal

dari masyarakat

2. Pelatihan ulang petugas dan kader

3. Pembinaan dan pendampingan kader

4. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan Posyandu, media KIE,

sarana pencatatan

5. Penyediaan biaya operasional

6. Penyediaan modal usaha Kader baik melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

maupun Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swasta.

Revitalisasi Puskesmas. Bertujuan untuk meningkakan fungsi dan kinerja Puskesmas

terutama dalam pengelolaan kegiatan gizi di Puskesmas, baik penyelenggaraan upaya

kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Pokok kegiatan revitalisasi

Puskesmas meliputi;

Page 13: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

1. Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan petugas

puskesmas dan jaringannya

2. Penyediaan biaya operasional bagi Puskesmas untuk pembinaan Posyandu,

pelacakan kasus, kerjasama Pekerja Sosial Masyarakat/Lembaga Swadaya

Masyarakat tingkat kecamatan, dll

3. Pemenuhan sarana antropometri dan KIE bagi Puskesmas dan jaringannya

4. Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas Rumah Sakit, Puskesmas perawatan

maupun Kader Posyandu.

Inventarisasi gizi dan kesehatan. Bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada

balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu pelayanan perorangan dalam

rangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk, dan pelayanan

masyarakat yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Pokok

kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut;

1. Perawatan/pengobatan gratis di Rumah Sakit dan Puskesmas balita gizi buruk dari

keluarga miskin (GAKIN)

2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak usia 6-23 bulan dan

PMT pemulihan pada anak usia 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga

miskin

3. Pemberian suplementasi gizi (kapsul vitamin A, tablet/sirup Fe)

Promosi keluarga sadar gizi (KADARZI). Bertujuan dipraktekkannya norma keluarga

sadar gizi bagi seluruh keluarga di Indonesia, untuk mencegah terjadinya masalah kurang

gizi, khususnya gizi buruk. Kegiatan promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan

memperhatikan aspek-aspek sosial budaya (lokal spesifik). Pokok kegiatan promosi keluarga

sadar gizi meliputi;

1. Menyusun strategi (pedoman) promosi keluarga sadar gizi

2. Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi pada

masyarakat, organisasi kemasyakatan, institusi pendidikan, tempat kerja dan

tempat-tempat umum

3. Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media efektif terpilih

Page 14: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

4. Menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui DASAWISMA dengan dukungan

petugas/Kader Posyandu.

Pemberdayaan keluarga. Bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk

mengatahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi

kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Keluarga miskin yang anaknya menderita

kekurangan gizi perlu diprioritaskan sebagai sasaran penanggulangan kemiskinan. Pokok

kegiatan pemberdayaan keluarga adalah sebagai berikut;

1. Pemberdayaan di bidang ekonomi;

a. Modal usaha, industri kecil (KUBE)

b. Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K)

c. Padat karya untuk pangan

d. Beras gratis untuk keluarga miskin (RASKIN)

e. Peningkatan Pendapatan Petani Kecil

2. Pemberdayaan di bidang pendidikan

a. Bea siswa

b. Kelompok belajar

c. Pendidikan anak dini usia (PADU)

3. Pemberdayaan di bidang kesehatan

a. Kartu Sehat

b. Pelayanan gratis bagi GAKIN di Rumah Sakit pemerintah kelas III

c. Kader keluarga

d. Penyediaan percontohan sarana air minum dan jamban keluarga

4. Pemberdayaan di bidang ketahanan pangan

a. Mensyaratkan arti ketahanan pangan yang tidak terbatas pada aspek

persediaan pangan, tetapi juga aspek konsumsi dan status gizi anggota

keluarga, terutama balita, ibu hamil (BUMIL) dan menyusui

b. Pemanfaatan perkarangan dan lahan tidur

c. Lumbung pangan.

Advokasi dan pendampingan. Ada 2 tujuan dari kegiatan advokasi dan

pendampingan. Pertama, meningkatkan komitmen para penentu kebijakan, termasuk

Page 15: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

legislatif, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan media massa agar peduli dan

bertindak nyata di lingkungannya untuk memberbaiki status gizi anak. Kedua, meningkatkan

kemampuan teknis petugas dalam pengelolaan program Gizi. Pokok kegiatan advokasi dan

pendampingan adalah sebagai berikut;

1. Diskusi dan rapat kerja dengan DPR, DPD, dan DPRD secara berkala

2. Melakukan pendampingan di Kota/Kabupaten.

Revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Bertujuan meningkatkan

kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah melakukan pemantauan yang terus

menerus terhadap situasi pangan dan keadaan gizi masyarakat setempat untuk dapat

melakukan tindakan dengan cepat dan tepat untuk mencegah timbulnya bahaya kelaparan

dan kurang gizi, khususnya gizi buruk pada tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

Memfungsikan sistem isyarat dini dan intervensi serta pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB)

dengan:

1. Memfungsikan sistem pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya

2. Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua kelompok

umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).

Daftar Pustaka

1. Kajian Penanganan Anak Gizi Buruk dan Prosesnya. Diakses dari

http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&task=view&id=182&Itemid=39 20 Febuari 2014.

Page 16: Masalah Gizi Buruk PBL 26 SP

2. RI dan WHO, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001 – 2005. Diakses dari

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1378/1/BK2000-

Sep33 20 Febuari 2014.

3. Surverilans Gizi Buruk. Diakses dari

http://www.indonesian-publichealth.com/2012/11/surveilans-epidemiologi-gizi-

buruk.html 20 Febuari 2014.

4. 4. Program Penangulanggan Gizi Buruk dari Pemerintah. Diakses dari

5. http://sehatceriaavail.blogspot.com/2012/01/program-penanggulangan-gizi-buruk-

dari.html 20 Febuari 2014

6. Hernawati I. Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk: Seminar Nasional Hari

Pangan Sedunia XXVII.