nstemi

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 1,2 Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG (ST elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI) disertai tes cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada angina biasa tidak ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan enzim jantung. 1 Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari 7 juta orang meninggal 1

Upload: mardiansyah-dicka

Post on 07-Aug-2015

809 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: NSTEMI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang

disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom

koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara

luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui

berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.

Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan

pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut,

vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 1,2

Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation

Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG

(ST elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI)

disertai tes cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada

angina biasa tidak ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan

enzim jantung.1

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari

7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini

diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia,

berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001

menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun

2007 terdapat sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung

koroner menjadi pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat

kematian mencapai 26%.3

American Heart Association pada tahun 2004 memperkirakan

prevalensi PJK di Amerika Serikat sekitar 13.200.000. Angka kematian karena

PJK di seluruh dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara

berkembang terdapat 39 juta.4

1

Page 2: NSTEMI

Menurut ESC (European Society Of Cardiology), sekurang-kurangnya

15 juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung

asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada

usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung

koroner merupakan penyebab utama dari gagal jantung.4

B. Tujuan penulisan

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan

mengetahui definisi, faktor resiko, pathofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, pengobatan dan prognosis Ustable Angina Pektoris

(UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).

2

Page 3: NSTEMI

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 71 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Sudah tidak bekerja

Agama : Islam

Alamat : Sukoharjo

Tanggal Masuk : 17 November 2012

No RM : 1975xx

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri dada

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 17 November 2012

jam 12.17 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas

dirasakan tidak berkurang dengan perubahan posisi. 1 hari pasien

mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada yang menjalar kebagian

leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti ini sudah dirasakan

sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui sudah

minum obat namun sakit tidak berkurang.

Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat

beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri

dada tidak disertai mual dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : diakui

3

Page 4: NSTEMI

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat Hipertensi : diakui, ibu pasien memiliki riwayat hipertensi

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : diakui

Riwayat minum alcohol : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Compos mentis, lemas

Vital Sign : TD : 120/80 mmHg

N : 104x/menit

Rr : 36x/menit

T : 36° C

Kepala : Normocephale

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : Inspeksi : iktus cordis tak tampak, dinding

dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : iktus cordis di SIC V linea

midclavicularis

Perkusi : Batas atas jantung SIC III linea

parasternalis sinistra, batas jantung

bawah SIC V linea

midclavicularis.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising

(-)

4

Page 5: NSTEMI

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri,

ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri,

ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),

Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani, nyeri ketok kostovertebral (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor elastisitas kulit

normal

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 1. EKG tanggal 17 November 2012

5

Page 6: NSTEMI

Hasil EKG: QRS rate 97x/menit, Aksis Normal, Gelombang P morfologi

normal, durasi 0,12 detik, PR interval 0,2’’, Kompleks QRS durasi 0,12’’,

Q patologis II,III dan aVf, T inverted I, aVL

Kesimpulan : EKG : NSR, OMI inferior dan Ischemic high lateral

Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin (17 Desember 2012)

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin pada tanggal 17

Desember 2012 ditemukan Hb 12,4 gr/dL, eritrosit 5,07 mL, hematokrit

37,2%, MCV 73,4 fL, MCH 24,5 pg, MCHC 33,3%, Leukosit 9.500,

Trombosit 26.700 dan golongan Darah pasien “B”

V. DIAGNOSIS

- Obs. Dypsneu

- dd UAP/NSTEMI

VI. TERAPI

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Cek EKG

Lapor Sp.PD

6

Page 7: NSTEMI

VII.FOLLOW-UP

Tanggal 18 November 2012

S/ sesak napas (+), nyeri dada (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAB (+),

BAK (+), nafsu makan ↓

O/ Vital sign : TD : 100/70 mmHg

N : 80x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,40C

KU : CM, lemas

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Rawat ICU

Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 19 Nov ember 2012

S/ sedikit sesak nafas, nyeri dada (+) namun sudah berkurang, pusing

berputar (+), nafsu makan ↓

O/Vital sign : TD : 110/70 mmHg

7

Page 8: NSTEMI

N : 80x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,30C

KU : CM, lemas

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 20 Nov ember 2012

S/ sesak berkurang, nyeri dada (+) namun sudah berkurang, pusing (+), mual

(+), nafsu makan ↓, BAB (-), BAK (+)

O/ Vital sign : TD : 110/70 mmHg

N : 76x/menit

Rr : 20x/menit

T : 360C

KU : CM, sedang

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

8

Page 9: NSTEMI

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x½

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 21 Novemb er 2012

Vital sign : TD : 110/70 mmHg

N : 84x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,10C

S/ sesak (-), nyeri dada (-), pusing (+) sudah berkurang, mual (-), muntah (-),

sudah mau makan, BAB (+), BAK (+)

O/ KU : CM, sedang

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ ISDN 3x½

Clopidogrel 1x1

9

Page 10: NSTEMI

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 0-0-1

Rawat jalan

10

Page 11: NSTEMI

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindroma Koroner Akut

Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan

kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang

disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, sindrom ini meliputi

unstable angina pectoris sampai perkembangan menjadi miokard infark akut.

Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak aterosklerosis dengan

diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.5

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit

jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok

iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan

suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor

serta saling terkait.6

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh

karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot

jantung (Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang

kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan

luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah

kolateral.7

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih

dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi

(EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20

menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG

yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan

inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein

intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi

sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.8

11

Page 12: NSTEMI

B. ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

1. Definisi

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian

dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris

tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.9

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus

di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen

ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak

menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat

terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI

hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 10

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada

plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis

arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika

trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi

vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor

seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.11

Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang

pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan

miokard yang terjadi bergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran

darah, ada atau tidaknya kolateral dan luas wilayah miokard yang

diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.12

2. Diagnosis

a. Anamnesis

Pasien yang dating dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan

anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau

dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dadanya berasal dari jantung perlu

dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu

12

Page 13: NSTEMI

dianamnesis pula apakah ada riwayat infark mokard sebelumnya serta

factor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,

merokok stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.9

Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum

terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit

medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau

malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam

setelah bangun tidur.9

b. Nyeri dada

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien

SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari

sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu

mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada

lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan

pasien SKA.9

Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :

1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda

berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/

interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.

4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan

6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,

dan lemas.10

c. Peningkatan enzim jantung (CK-MB, Troponin). Tidak perlu menunggu

hasil untuk terapi reperfusi.13

d. Ekokardiografi 2D dan perfusion scintiography dapat membantu

menentukan adanya infark miokard akut.13

3. Penatalaksanaan

13

Page 14: NSTEMI

Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi

yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet,

pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.14

Penanganan kegawat daruratan.

a. Tatalaksana awal:

Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner,

pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen 4L/

menit (saturasi dipertahankan > 90%), Nitrat diberikan 5mg SL (dapat

diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri, Aspirin 160mg (dikunyah), Morfin

iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.13

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda

reperfusi).

1) Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

2) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.

3) Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).

4) Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB

maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48

jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s.

Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH

dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia <

75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-

laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).13

4. Komplikasi

1. Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam

bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan

non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan umumnya

mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan

bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri

14

Page 15: NSTEMI

mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al;

slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan

dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen

noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi

zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi

dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark

pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik

yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan

terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi

ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE

harus diberikan.9

2. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama

kematian dirumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia

mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan

mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis

yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3

dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering jumpai kongersi paru.9

5. Prognosis

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

Klas Definisi Mortalitas (%)

I

II

III

IV

Tak ada gagal jantung kongestif

+ S3 dan/atau ronki basah

Edema paru

Syok kardiogenik

6

17

30-40

60-80

Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana; S3

gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.9

15

Page 16: NSTEMI

Tabel 2. Klasifikasi forrester untuk Infark Miokard Akut

Klas Indeks Kardiak

(L/min/m2)

PCWP (mmHg) Mortalitas (%)

I

II

III

IV

>2,2

>2,2

<2,2

<2,2

<18

>18

<18

>18

3

9

23

51

Klasifikasi forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung

dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).9

Tabel 3. Risk score untuk Infark Miokard dengan Elevasi STEMI

Factor resiko (Bobot) Skor

resiko/mortalitas

30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)

Usia >75 tahun (3 poin)

Diabetes mellitus/ hipertensi atau angina (1 poin)

Tekanan darah sistolik <100 mmHg (3 poin)

Frekuensi jantung >100 mmHg (2 poin)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)

Berat <67 kg (1 poin)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin)

Skor resiko = total poin (0-14)

0 (0,8)

1 (1,6)

2 (2,2)

3 (4,4)

4 (7,3)

5 (12,4)

6 (16,1)

7 (23,4)

8 (26,8)

>8 (35,9)

TIMI Risk score adalah system prosnostik paling akhir yang

menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaaan fisis yang dinilai

pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.9

16

Page 17: NSTEMI

C. Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI)

1. Definisi

Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan

kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya

penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan

jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya

nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.15

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan

American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark

tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul

cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,

sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis

angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada

kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG

untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar

atau adannya gelombang T yang negatif.12

2. Etiologi

Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme

arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.16

Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina

pektoris tidak stabil :

a. Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab

angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau

total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan

yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung

banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang

tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya

17

Page 18: NSTEMI

infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang

berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan

lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus

menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi

segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya

menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.

b. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar

terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu

disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,

makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam

pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan

sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi

faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,

faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade

reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet

dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang

lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik

dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan

koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada

angina tak stabil.

c. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina

tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif

yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus

pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir

seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,

dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

d. Erosi pada plak tanpa ruptur

18

Page 19: NSTEMI

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan

endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot

polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemia.

e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi

sistemik.16

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan

Complication) Pada Plak Aterosklerosis.16

3. Klasifikasi Ustable Angina Pektoris menurut Braunwald.

Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina:

a. Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah

beratnya nyeri dada

b. Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I

bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir

c. Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara

akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.9

Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis:

a. Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain

atau febris

19

Page 20: NSTEMI

b. Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak

c. Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.9

Klasifikasi berdasarkan pengobatan:

a. tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal

b. timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar

c. masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang

maksimum, dengan beta blocker, nitrat, kalsium antagonis.9

5) Diagnosis

a. Anamnesis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa

tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau

timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan

sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat

dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.9

b. Pemeriksaan Fisik

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat

terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada

waktu serangan angina.10

6) Pemeriksaan Penunjang

a. EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat

normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda

ergometer. Tujuan dari stress test adalah10:

1) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

2) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh

darah utama akan

3) memberi hasil positif kuat

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi

segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan

20

Page 21: NSTEMI

cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.

perubahan EKG pada ATS berdifat sementara dan masing-masing dapat

terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut imbul di

saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah

keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut

menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi gelombang Q, maka disebut

sebagai IMA.10

b. Enzim LDH, CPK, dan CK-MB

Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat

tetapi tidak melebihi 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim

yang paling sensitive untuk nekrosis otot miokard, tetapi kadar dapat

terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar

enzim secara serial untung menyingkirkan adanya IMA.10

Skor Risiko TIMI

a. Usia > 65 tahun

b. > 3 faktor risiko PJK

c. Stenosis sebelumnya > 50%

d. Deviasi ST

e. > 2 kejadian angina < 24 jam

f. Aspirin dalam 7 hari terakhir

g. Peningkatan petanda jantung

Insidensi prognosis buruk (kematian, re-infark, atau iskemia berat

rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor 0-1, sampai 41%

dengan skor 6-7.11

7) Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Awal

Pasien dengan UAP atau NSTEMI harus diterapi dengan regimen awal

yang sama dengan STEMI dengan satu pengecualian: tidak ada bukti

keuntungan pemberian fibrinolitik.11,12

1) Anti-iskemik dan analgetik

21

Page 22: NSTEMI

a) Oksigen

Oksigen harus diadministrasikan pada pasien dengan saturasi arteri

kurang dari 90%,

pasien dengan distress pernapasan dan pasien dengan resiko tinggi

hipoksemia.

b) Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual diberikan pada pasien dengan nyeri dada

iskemik, diikuti dengan nitrogliserin intravena jika nyeri masih

menetap setelah pemberian tiga tablet sublingual nitrogliserin.

c) Morfin

Morfin sulfat intravena diberikan untuk meringankan nyeri dada

dengan dosis inisial 2-4 mg, dengan peningkatan 2-8 mg diulangi

setiap interval 5 sampai 15 menit.

d) Penyekat beta

ACC/AHA guidelines menyarankan pemberian penyekat beta pada

pasien tanpa kontraindikasi dengan onset nyeri dada yang sedang

berlangsung, hipertensi, dan takikardia yang bukan disebabkan

oleh gagal jantung. Agen kardioselektif lebih diutamakan (atenolol

atau metoprolol).11,12

2) Anti-platelet

a) Aspirin

Seluruh pasien harus diberi aspirin sesegera mungkin setelah

serangan, dalam rentang dosis 162 – 325 mg. Tablet dikunyah-

kunyah untuk mencapai kadar dalam darah yang tinggi dalam

waktu yang lebih singkat.

b) Clopidogrel

Selain sebagai pengganti aspirin, pemberian kombinasi aspirin dan

clopidogrel memberikan keuntungan signifikan bagi pasien.

Regimen standard adalah 300 mg loading dose diikuti dengan dosis

harian 75mg/hari.

c) GP IIb/IIIa inhibitor

22

Page 23: NSTEMI

Diberikan pada pasien dengan rencana PCI.11,12

3) Anti-koagulan

a) Heparin

Tiga keuntungan penggunaan low molecular weight (LMW)

dibanding unfractioned heparin (UFH):

o Insidensi trombositopenia yang lebih rendah

o Kemudahan untuk administrasi tanpa monitoring

o Derajat aktivasi platelet yang lebih sedikit11,12

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan

keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas dirasakan tidak berkurang

dengan perubahan posisi dan pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri

dada yang menjalar kebagian leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti

ini sudah dirasakan sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui

sudah minum obat namun sakit tidak berkurang.

23

Page 24: NSTEMI

Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat

beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri dada tidak

disertai mual dan muntah.

Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales

(T1-12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung

biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral

averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di

daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di

bagian perifer. Nyeri dada memiliki lokasi yang khas yaitu substernal atau

kadangkala diepigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat,

perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi

presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas

rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala

tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri dilengan,

epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar

pada pasien-pasien yang berusia lebih dari 65 tahun.

Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu :

1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup

berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari

2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil,

lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya,

sedangkan faktor prespitasi makin ringan

3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada pemeriksaan penunjang EKG ditemukan QRS rate 97x/menit, Aksis

Normal, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,12 detik, PR interval 0,2’’,

Kompleks QRS durasi 0,12’’, Q patologis II,III dan aVf, T inverted I, aVL, maka

pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis banding UAP/NSTEMI.

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi

resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga

menunjukkan salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST

24

Page 25: NSTEMI

kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik

untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%

mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.

Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah pasien dengan UAP

atau NSTEMI harus diterapi dengan regimen awal yang sama dengan STEMI

dengan satu pengecualian: tidak ada bukti keuntungan pemberian fibrinolitik.

Anti-iskemik dan analgetik

- Oksigen

- Nitrogliserin

- Morfin

- Penyekat beta

Anti-platelet

- Aspirin

- Clopidogrel

- GP IIb/IIIa inhibitor

Diberikan pada pasien dengan rencana PCI.

Anti-koagulan

Heparin : tiga keuntungan penggunaan low molecular weight (LMW) dibanding

unfractioned heparin (UFH):

- Insidensi trombositopenia yang lebih rendah

- Kemudahan untuk administrasi tanpa monitoring

- Derajat aktivasi platelet yang lebih sedikit

Sebelum terapi reperfusi, terapi awal yang diberikan adalah penghilang

nyeri (analgetik) injeksi Antalgin, selain itu diberikan juga isosorbid dinitrat

ISDN disini untuk vasodilatasi perifer, terutama pada vena, dengan bekerja pada

otot polos vascular yang mencakup pembentukan nitrat oksida. Ini penting untuk

menghilangkan nyeri dan menenangkan pasien karena bila pasien kesakitan dan

cemas maka akan terjadi takikardia yang dapat meningkatkan beban kerja jantung.

Terapi awal lain adalah pemberian Oksigen.

25

Page 26: NSTEMI

Enoxaparin digunakan untuk membatasi perluasan thrombosis koroner.

Enoxaparin diabsorbsi secara cepat setelah pemberian melalui subkutan dengan

ketersedian hayati mencapai 100%. Aktifitas plasma puncak tercapai antara 1-5

jam. Waktu paro eliminasi antara 4-5jam tetapi aktifitas Xa bertahan sampai 24

jam setelah pemberian dosis 40 mg, mempunyai aktivitas anti‐faktor Xa lebih

besar. Enoxaparin dimetabolisme di hati dan dieksresi dalam urin, sebagai obat

yang tidak berubah dan metabolitnya. Bila usia <75 thn dan kreatinin < 2,5

mg/dL maka diberikan bolus ntravena 30 mg dan dilanjukan 1 mg/kgBB per 12

jam. Bila usia di atas 75 thn dan CCT < 30 ml maka dosis bolus 0,75 mg/kgBB

dan dosis pemeliharaan diberikan satu kali sehari.

Antiplatelet untuk Mengurangi agregasi trombosit, adhesi platelet dan

pembentukan trombus melalui penekanan sintesis tromboksan A2 dalam

trombosit. Mengurangi risiko infark miokard pada stenocardia yang tidak stabil.

Obat ini efektif untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan pencegahan

sekunder infark miokard. Obat ini dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan

mengurangi plasma konsentrasi vitamin K dalam faktor-faktor koagulasi (II, VII,

IX, X).

26

Page 27: NSTEMI

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 71 tahun dengan keluhan dengan

keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas dirasakan tidak berkurang

dengan perubahan posisi dan pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri

dada yang menjalar kebagian leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti

ini sudah dirasakan sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui

sudah minum obat namun sakit tidak berkurang. Pada pemeriksaan fisik keadaan

umum baik compos mentis, pernapasan 36x/menit, tekanan darah

palpasi 120/80, Nadi 104x/menit.

Telah ditegakkan diagnosa atas pasien ini yaitu UAP/NSTEMI, pasien

diberikan terapi heparin dan antiangina untuk menghilangkan nyeri

pada jantung dan antiplatelet untuk memperbaiki perfusi O2 ke

jantung dan tidak terjadi pembentukan trombus pada pembuluh

darah jantung. Setelah dilakukan perawatan dan pengobatan padanya, keadaan

pasien membaik dan diizinkan pulang.

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai dengan teori

penatalaksanaan UAP/NSTEMI.

27

Page 28: NSTEMI

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without

ST elevation : implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8

2. Patrono C, Renda G. Platelet activation and inhibition in unstable coronary

syndromes. Am J Cardiol 1997; 80(5A): 17E-20E

3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011

Nov Available from URL :

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf

4. Boedi-Darmojo R, Epidemiology of atherosclerotic disease: Special focus on

cardiovascular disease. Dalam: Tanuwidjojo S, Rifqi S. Atherosklerosis from

theory to clinical practice, Naskah lengkap cardiology-update.Semarang:

Badan Penerbit Undip.2003.p.1-1

5. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of

Medical Students and Faculty.Edisi Keempat.Baltimore-Philadelpia.

Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225-243.

6. Acute Coronary Syndrome. American Heart Association. Accessed 15 May

2011. Available from : circ.ahajournals.org.

28

Page 29: NSTEMI

7. Irmalita, dkk. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen

ST. In: Irmalita, dkk, ed. Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16

8. Barriento, Aida Sua´rez; Romero, Pedro Lo´pez; Vivas, David and et al.

Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011.

Accessed 9 Nov 2011. Avalaibale form:

http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-

CircadianVariations.pdf

9. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised

Circulation, 2000. Accssed 9 Nov 2011. Avalaible from:

www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm

10. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov

2011. Avalaible form: http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-

guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx

11. Braunwald, Eugene; Antman, Ell Myocardial Infarction, 2002. Accessed 9

Nov 2011. Avalaible form:

http://circ.ahajournals.org/content/106/14/1893.fulliott M ; Beasley, John W

and et al. ACC/AHA Guideline Update for the Management of Patients With

Unstable Angina and Non–ST-Segment Elevation

12. Breall, J.A., J.M. Aroesty, M. Simons. 2009. Overview of the management of

unstable angina and acute non-ST elevation myocardial infarction. UpToDate

systematic review ver. 17.3.

29

Page 30: NSTEMI

1. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.

2. David Rubenstein, David Wayne,John Bradley. Lecture Notes: Kedokteran

Klinis. Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.hal.297-301.

3. Mardi Santoso. Pemeriksaan Fisik Diagnosis. Jakarta : Yayasan Diabetes

Indonesia; 2004.hal.50-57.

4. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna

Publishing;2009.hal.1728-34.

5. E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium

klinik. Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8.

6. Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Edisi ke-17. Jakarta: EGC;1995.

7. T. Bahri Anwar Djohan. Penyakit Jantung Koroner dan

Hipertensi.2004.Diunduh dari http://library.usu.ac.id, 1 Agustus 2012.

8. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC;2000.

30