responsi kardiologi nstemi 2007

Upload: kdevarajah

Post on 16-Jul-2015

1.198 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

RESPONSI KARDIOLOGI SINDROM KORONER AKUT DENGAN KOMPLIKASI TOTAL AV BLOK

Oleh: Adhan Prahara Putra Rizky Devitasari KharrtheekDevarajah 0610710017 0610710118 0710714016

Arumsari Kusumaningtyas 0610713011

Pembimbing: dr. SetyasihAnjarwani,SpJPLABORATORIUM / SMF KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus nonoklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI akut, alasan mengapa gelombang Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi oklusi, sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah yang menentukan ukuran2

infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 60-85% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam gangguan ini. Infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosa NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard dengan peningkatan biomarker jantung. Gejala yang sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang dating ke IGD, diperkirakan terdapat 5,3 juta kunjungan tiap tahun. Kira-kira sepertiga dari kunjungan tersebut disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung.Angka menurun. Penatalaksanaan UA/NSTEMI telah disusun dalam pedoman (guidelines) oleh America College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA).Guidelines untuk tatalaksana UA/NSTEMI juga dibuat oleh European Society of Cardiology dan memiliki kemiripan dengan guideline Amerika.Perlu diketahui bahwa prinsip penatalaksanaan sangat bergantung pada sarana dan prasarana yang tersedia di tempat layanan kesehatan. kunjungan RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat sementara angka infark miokard dengan elevasi ST (STEMI)

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama : Tn Ivan Hidayat3

Jenis kelamin : Usia Alamat Pekerjaan Suku Bangsa Agama No MR 2.2 Anamnesis Keluhan utama : Pingsan : : : : : : :

Laki-laki 32 tahun Jl. Jombang, Malang SWASTA Jawa Indonesia Islam Kawin 11017500

Status kawin :

Pasien pingsan setelah mencabut rumput, sebelum pingsan pasien Nampak kaku selama 1 menit. Ketika pasien sadar, pasien dibawa kembali ke rumah sakit RKZ dan pasien pingsan kembali. Pasien tidak mempunyai riwayat pingsan sebelumnya, nyeri dada (-), keringat dingin (+), mual (+), muntah (+). Paien sehari-hari dapat beraktivitas tanpa ada keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak mpernah ada bengkak di kaki. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak tahun 1997, pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per tahunnya sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol. Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada.

2.3 Pemeriksaan Fisik KU tampak sakit parah GCS 456 BP 85/60 mmHg PR 61x/ menit (reguler, adekuat) RR 22x/menit4

Tax 36,6 C Kepala/leher :Anemik -/- , icteric -/-, edema palpebra JVP R+ 1 cmH2O on 30o Tho :Cor / Ictus invisible, palpable ICS VI MCL (S) RHM SL (D), LHMIctus S1 S2 single murmur - gallop P/ simetris SF D=S S S S Abdomen S S S : V V V V V V Rh - - - Wh - ---

flat, soefl, BU (+) N, Liver span 8 cm, traube space tympani akral hangat, Edema- - , anemic - - - -

Ekstremitas :

2.4 Pemeriksaan Penunjang 2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 26 Januari 2012) Darah Lengkap Leucocyte: 10.200 Hb: 14,7 PCV: 43.8 Trombocyte: 251.000 RBS: 152 Ur: 40.9 Cr: 1.19 SGOT: 84 SGPT: 31 PPT: APTT: Troponin I: + 2.5 CPK: 543 CKMB: 88 Albumin: 3.87 Na: 132 K: 3.52 Cl: 103

5

BGA (O22- 4 lpm, Tanggal 26 Januari 2012) pH: 7.36 PCO2: 33.8 mmHg PO2: 214.8 mmHg HCO3: 19.5 mmol/L O2 Saturasi: 99.4 % BE: - 7.0 Kesimpulan: Asidosis metabolic terkompensasi, hiperoksimia Urine Lengkap ( tidak dilakukan ) SG/BJ: Glukosa: pH: Keton: Leukosit: Urobilinogen: Nitrit: Bilirubin: Protein/Alb: Eritrosit: (Mikroskop sedimen) 10x epitel: Bakteri: 40x eritrosit: /lpbLain-lain: Lekosit: Garam sedimen: KristaL: 2.4.2 ECG (ECG tanggal 26 Desember 2011 jam 1940)

6

(ECG tanggal 27 Desember 2011 jam 0800)

7

(ECG tanggal 27 Desember 2011 jam 1030)8

9

(ECG tanggal 29 Desember 2011 jam 1030)

10

Pemeriksaan Foto Thoraks

Interpretasi Posisi AP, simetris, KV cukup Trakea: di tengah Soft tissue & skeletal: normal Sudut phrenicocostalis: D & S tajam Paru D & S: normal Jantung: ukuran normal CTR 0,05 mV (1/2 kotak kecil) 2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori: Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T 4.6.4 Penanda Biokimia Jantung34

Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal ( 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan : - terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi. - angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitik b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila: - EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan41

dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di ICCU. 4.Tatalaksana pasien STEMI Berdasarkan diagnosis kerja langkah akan diagnostik menjadi SKA, dasar segera strategi menetapkan penanganan yang

selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA atau definitive SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung (sebelum STEACS/NSTEACS ditegakkan). Terapi awal yang dimaksud adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan seperti pada gambar 6. (PERKI 2010)

Sebagian besar pasien STEACS akan mengalami peningkatan Evaluation for Reperfusion (ACC/AHA 2004)

Gambar 6: ST-Segment Elevation or New or Presumably New LBBB:

Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEACS dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka

42

jantung tersedia. Bila sumber daya tersedia, terapi fibrinolitik lebih direkomendasikan tindakan reperfusi Intervensi Koroner Perkutan Primer (Primary Percutaneous Coronary Intervention (Gambar 7) (PERKI, 2010).Gambar 7. Algoritme Tatalaksana STEMI (Antman EM et al, 2005)

2.4.1 Oksigen

43

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 60x/menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dapat dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo et al, 2007). Beta bloker juga merupakan obat standard yang kerjanya menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan pada ACS efek utama adalah terhadap reseptor beta-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pada perburukan meta-analisis menjadi terbukti infark beta bloker menurunkan risiko jantung akut sebesar 13%. ACS

Kontraindikasi beta bloker ialah riwayat asma bronkial serta disfungsi bilik kiri akut (Antman EM et al, 2005).45

2.4.4 Anti Platelet/Anti Trombotik Terapi anti trombotik sangat penting dalam memperbaiki hasil dan menurunkan risiko kematian, STEMI, atau STEMI berulang. GP IIb/IIIa merupakan terapi paling efektif. (Antman EM et al, 2005) 2.4.4.1 Aspirin Aspirin menghambat enzim siklooksigenase-1 dan dengan demikian pembentukan tromboksan A2 (TXA2) juga dapat dihambat. Aspirin bermanfaat menekan angka kematian dan infark pada angina tak stabil. Dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dengan dosis yang lebih besar. Aspirin disarankan diberikan pada semua pasien dengan kecurigaan ACS kecuali ada kontraindikasi, dapat juga diberikan jangka panjang (Gambar 8). (Antman EM et al, 2005) 2.4.4.2 Antagonis Reseptor ADP: Thienopiridin Tiklopidin dan clopidogrel merupakan antagonis ADP sehingga menghambat agregasi trombosit. Tiklopidin banyak digantikan oleh clopidogrel karena sering terjadi intoleransi termasuk efek gastrointestinal, alergi, bahkan netro/trombositopenia. Pada trial CURE (Clopidogrel in Unstable angina to prevent Reccurent ischemic Events) clopidogrel diselidiki pada pasien yang juga mendapat aspirin (75-325 mg). Dengan loading dose 300 mg diikuti dosis pemeliharaan 75 mg/hari dalam kombinasi dengan aspirin menunjukkan penurunan kematian kardiovaskular, infark jantung atau stroke sebesar 20% dibandingkan hanya dengan aspirin, baik pada pasien risiko rendah atau tinggi. Manfaat ini sudah tampak amat dini, yaitu pada 24 jam pertama. Pada panduan ACC/AHA 2002 clopidogrel dimasukkan dalam rekomendasi kelas I. Dapat digunakan sampai minimal 9-12 bulan. (Antman EM et al, 2005) 2.4.4.3 Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa (GP IIb/IIIa)46

Saat

ini kombinasi dari aspirin, clopidogrel, LWMH dan antagonis reseptor

Pemberian obat setelah pasien masuk RS (upstream use) dengan penghambat GP IIa/IIIb yang bermanfaat pada pengobatan ACS bila yang diberikan adalah eptifibatid atau tirofiban, sedangkan abxcimab tidak memberikan hasil atau bahkan malah tidak disarankan bila pasien diobati secara konservatif. Manfaat penghambat GP IIa/IIIb hanya pada pasien risiko tinggi khususnya bila kadar troponin positif. Abxicimab amat bermanfaat pada pasien yang menjalani PCI. Pada panduan ACC/AHA, penghambat GP IIa/IIIb disarankan bila pasien akan menjalani PCI, sedang untuk pasien risiko tinggi dimana PCI tidak direncanakan, penggunaannya tidak direkomendasikan. (Antman EM et al, 2005)Gambar 8. Dosis obat-obatan pada ACS (Antman EM et al, 2005)

2.4.5 Terapi Reperfusi Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle, waktu untuk memulai terapi fibrionlitik

47

dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon, waktu utnuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit (Sudoyo et al, 2007). 2.4.5.1 Percutaneous Coronary Intevention (PCI) Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam mem buka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), resiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun, demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbaatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit (Sudoyo et al, 2007). 2.4.5.2 Fibrinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik, antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin (Sudoyo et al, 2007).

2.4.5.2.1 Streptokinase Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.48

Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah (Sudoyo et al, 2007).

Tatalaksana Pasien APTS/ NSTEMI Diagnosis Resiko Berdasarkan diagnosis APTS atau NSTEMI, level resiko akan kematian dan iskemia kardiak dan non fatal harus dipertimbangkan. Pengobatan dilakukan berdasarkan level resiko ini. Diagnosis suatu resiko dilakukan berdasarkan level resiko ini.4,6 Pasien Resiko Tinggi Jika satu atau lebih dari hal-hal di bawah ini terjadi pada pasien, hal-hal tersebut diantaranya adalah: Iskemia berulang. Dapat muncul baik itu berupa sakit dada berulang atau perubahan segmen ST yang dinamik yang terlihat pada profil EKG. (Depresi segmen ST atau penaikan segment ST sementara),terjadinya sakit dada saat istirahat > 20 menit, peningkatan level marker cardiac (CKMB, Troponin T atau I, Protein reactive C), pengembangan ketidakstabilan hemodinamik dalam periode observasi, Aritmia mayor (fibrilasi ventricular, keberulangan tachycardia ventrikular) atau disfungsi ventricular kiri, Angina tak stabil post-infarction dini, thrombus pada angiografi Pasien Resiko Rendah Tidak ada sakit dada berulang saat perioda observasi, tidak ada tanda angina saat istirahat, tidak ada peningkatan troponin atau marker biokimia lain, EKG normal atau tidak ada perubahan selama episode ketidaknyamanan dada.

49

Obat yang digunakan : Aspirin & Klopidogrel Jika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan, gunakan : Ticlopidine Nitrat Tablet sublingual atau spray atau IV, -bloker oral (jika tidak ada kontra indikasi) antagonis kalsium non-dihidropiridin jika sukar untuk meneruskan pengobatan yang terdahulu. Senyawa penurun lipid - Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100 mg/dL) dimulai dalam 24-96 jam setelah masuk RS.Dilanjutkan pada saat keluar RS - Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau dalam kombinasi dengan obnormalitas lipid lain Follow up dalam 2-6 minggu Pengobatan Untuk Pasien Berisiko Tinggi Istirahat di kasur dengan monitoring EKG yang tetap berlangsung Suplemen oksigen untuk mempertahankan kejenuhan O2 > 90%. Pengobatan Iskemia Nitrat Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis) Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV50

Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas sakit Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas nitrat untuk mencegah berkembangnya toleransi Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV -bloker Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi Jika sakit dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet oral Semua -bloker itu keefektifannya sama, tetapi -bloker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik lebih disukai Morfin sulfat Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti iskemia yang cukup dan jika terdapat kongesti pulmoner atau agitasi parah Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor 1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan Perlu diberikan juga obat anti muntah Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal nitrat Pilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia : Antagonis Kalsium Dapat digunakan ketika -bloker kontra indikasi (verapamil & diltiazem lebih disukai) Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien yang sulit sembuh hanya setelah gagal menggunakan nitrat dan -bloker Inhibitor ACE Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani pengobatan dengan nitrat dan -bloker), disfungsi sistolik LV,CHF. Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan51

Esensial

untuk

memodifikasi

proses

penyakit

&

kemungkinan

perkembangannya menuju kematian, MI atau MI berulang. Aspirin dan Klopidogrel Sebaiknya diinisiasi dengan baik untuk pasien intoleransi aspirin & ketika

klopidogrel tidak dapat digunakan Heparin Heparin bobot molekul rendah (LMWH = low molecular weight heparin) secara subkutan atau heparin tidak terfraksinasi (UFH = unfractioned heparin) secara IV dapat ditambahkan sebagai terapi antiplatelet. Antagonis GP IIb/IIIa Penggunaannya direkomendasikan sebagai tambahan aspirin & UFH

pada pasien dengan iskemia berlanjut atau dengan risiko tinggi lainnya & untuk pasien yang intervensi koroner percutaneous direncanakan Modifikasi risiko : Senyawa penurun lipid Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet untuk LDL-c> 2,6 mmol/L (100mg/dL) dimulai dengan 24- 96 jam setelah masuk RS Diteruskan saat keluar RS Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau kombinasi denganabnormalitas lipid lain. Berikut ini adalah hasil analisa kasus kami. Pasien laki umur 32 tahun dengan keluhan utama pingsan.Pasien pingsan setelah mencabut rumput, sebelum pingsan pasien tampak kaku selama 1 menit.Ketika pasien sadar, pasien dibawa kembali ke rumah sakit RKZ dan pasien pingsan kembali. Pasien tidak mempunyai riwayat pingsan sebelumnya, nyeri dada (-), keringat dingin (+), mual (+), muntah (+). Paien sehari-hari dapat beraktivitas tanpa ada keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak mpernah ada bengkak di kaki.Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak tahun 1997, pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per tahunnya sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol.52

Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada. Dari pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit parah,GCS 456BP 85/60 mmHg,PR 61x/ menit (reguler, adekuat), RR 22x/menit,Tax 36,6 C.Dari kepala leher tidak didapatkan anemis dan ikterik. JVP R+ 1 cmH2O on 30o . Dari pemeriksaan thoraks,cor,ictus invisible, palpable ICS VI MCL (S),RHM SL (D), LHMIctus,S1 S2 single,tidak ada murmur,paru simetris SF D=S,perkusi sonor,tidak ada ronkhi dan wheezing.Dari pemeriksaan abdomen didapatkan perutnya flat, soefl, BU (+) N, Liver span 8 cm,traube space tympani.Dari pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,tidak anemis dan edema tungkai atas dan bawah. Dari pemeriksaan penunjang,pemeriksaan laboratorium didapatkan leucocyte:10.200,Albumin:3.87,Hb:14,7,Na:132, K:3.52, Cl: 103PCV:43.8, Trombocyte: 251.000, ,RBS: 152,Ur: 40.9,Cr: 1.19,SGOT: 84,SGPT: 31,PPT: APTT: Troponin I: + 2.5,CPK: 543,CKMB: 88.Dari hasil BGA didapatkan asidosis metabolic terkompensasi dan hiperoksimia. Dari data hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologis dari pasien ini maka dapat dibuat diagnosis NSTEMI. Kecurigaan faktor pencetusnya NSTEMI pasien ini adalah dislipidemia, perokok aktif,ketidak-aktifan fisik, dan lain lain.

BAB V PENUTUP

53

Telah dilaporkan pasien laki umur 32 tahun dengan keluhan utama pingsan.Pasien pingsan setelah mencabut rumput, sebelum pingsan pasien tampak kaku selama 1 menit.Ketika pasien sadar, pasien dibawa kembali ke rumah sakit RKZ dan pasien pingsan kembali. Pasien tidak mempunyai riwayat pingsan sebelumnya, nyeri dada (-), keringat dingin (+), mual (+), muntah (+). Pasien sehari-hari dapat beraktivitas tanpa ada keluhan sesak, tidur dengan satu bantal, tidak pernah ada bengkak di kaki.Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 pak per hari sejak tahun 1997, pasien minum alcohol sejak tahun 1997 sampai tahun 2005 per tahunnya sebanyak satu sampai dua kali minum alcohol. Riwayat penyakit dahulu, tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes mellitus.Riwayat penyakit keluarga tidak ada. Dari pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit parah,GCS 456BP 85/60 mmHg,PR 61x/ menit (reguler, adekuat), RR 22x/menit,Tax 36,6 C.Dari kepala leher tidak didapatkan anemis dan ikterik. JVP R+ 1 cmH2O on 30o . Dari pemeriksaan thoraks,cor,ictus invisible, palpable ICS VI MCL (S),RHM SL (D), LHMIctus,S1 S2 single,tidak ada murmur,paru simetris SF D=S,perkusi sonor,tidak ada ronkhi dan wheezing.Dari pemeriksaan abdomen didapatkan perutnya flat, soefl, BU (+) N, Liver span 8 cm,traube space tympani.Dari pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,tidak anemis dan edema tungkai atas dan bawah. Dari pemeriksaan penunjang,pemeriksaan laboratorium didapatkan leucocyte:10.200,Albumin:3.87,Hb:14,7,Na:132, K:3.52, Cl: 103PCV:43.8, Trombocyte: 251.000, ,RBS: 152,Ur: 40.9,Cr: 1.19,SGOT: 84,SGPT: 31,PPT: APTT: Troponin I: + 2.5,CPK: 543,CKMB: 88.Dari hasil BGA didapatkan asidosis metabolic terkompensasi dan hiperoksimia. Dari kasus pasien ini,kesimpulannya adalah bahwa pasien ini telahmenderita penyakit SKA dengan NSTEMI karena curiga ada sinkop,disertai gejala klinis seperti pernah nyeri di bahu,mual,muntah,keringat dingin,cardiac marker + dan ada peningkatan cardiac marker pada pasien ini.Pasien ini juga merupakan perokok

54

aktif,dengan pola hidup yang tidak sehat,tidak aktif-fisik,ada riwayat minum alcohol. Faktor resiko SKA pada pasien ini adalah seperti: dislipidemia, merokok,ketidak-aktifan fisik, dan lain lain. Rencana terapi umum untuk pasien adalah dengan memberi oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable55

angina/non-ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines 50:e1. Diunduh dari: www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm January 27, 2012). 2. Gibler, WB. Evaluation of chest pain in the emergency department. Ann Intern Med 1995; 123:315;. 3. Tatum, JL, Jesse, RL, Kontos, MC, et al. Comprehensive strategy for the evaluation and triage of the chest pain patient. Ann Emerg Med 1997; 29:116. Ornato, JP. 4. Chest pain emergency centers: improving acute myocardial infarction care. Clin Cardiol 1999; 22:IV3.5. Departemen Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Pasien

(Accessed

Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Depkes RI; 2006. 6. Kalim H, et al. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI; 2008.p.3-7.7. Naik H, Sabatine MS, Lilly LS. Acute Coronary Syndromes. In: Lilly

LS. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2007.8. Setiabudy RD, editor. Hemostasis dan Trombosis. 3rd ed. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2007.9. Acute

Coronary

Syndrome.

Diunduh

dari

http://

www.emedicine.com pada September 2009. (Accessed January 27, 2012)10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (ed).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2006. Pg 1615-31.11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Pathologic Basis of Disease 7 ed.

Myocardial Infarction (MI). Rosenberg AE. Elsevier Inc. 2005. Pg 575-586.

56

12. Crawford ,Michael, MD. CURRENT Diagnosis & Treatment in

Cardiology. 2ed. McGraw-Hill/Appleton & Lange. 2002.13. Braunwald, Eugene. Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular

Medicine, 6th ed .W. B. Saunders Company.2001.14. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's

Principles

of

Internal

Medicine

16th

Edition.

McGraw-Hill

Professional. 2004.15. PERKI. Buku Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut: ACLS

Indonesia. 2008. Jakarta: Hal. 70)16. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Edisi 29.

Jakarta: EGC17. Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Dkk. 2006.Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.18. Lilly, Leonard S. 2003. Pathofisiology of Heart Disease. USA:

Lippincott Williams Wilkins.19. James T. Willerson, Jay N. Cohn, Hein J.J. Wellens, and David R.

Holmes, Jr. (Eds). 2007. Cardiovascular Medicine Third Edition. Springer-Verlag: London.20. dr. Fitriani Lumongga. 2007. Atherosclerosis. Departemen Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universita Sumatra Utara. Medan.21. Shirley A. Jones.2007.ECG success : exercises in ECG

interpretation. F.A. David Company: Philadelphia.22. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : Ulasan Bergambar / Mary J.

Mycek, Richard A. Harvey, Pamela C. Champe; alih bahasa Azwar Agoes; editor, Huriawati Hartanto. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.23. Katzung, B.G. 2008. Basic ang Clinical Pharmacology, 11th Ed

(international Ed), Boston, New York: Mc. Graww Hill.24. Riantono, Ely Ismudianti. Dkk. 1998. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

57