refarat nstemi pendahuluan dan isi

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. Pada infark miokard unstable angina pectoris / Non ST Elevation Myocardial Infarction ( NSTEMI ) disamping nyeri dada dan perubahan EKG ( ST elevasi pada STEMI, dan ST depresi, T inversi atau normal pada NSTEMI ) disertai tes cardiac status ( kualitatif ) atau tes cardiac reader ( kuantitatif ). Pada angina biasa tidak ada perubahan EKG dan tidak terdapat kenaikan enzim jantung. Menurut badan kesehatan dunia ( WHO ) tercatat bahwa lebih dari 7 juta orang meninggal akibat PJK 1

Upload: cyndra-eris

Post on 13-Jul-2016

31 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

NSTEMI

TRANSCRIPT

Page 1: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan

karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut

berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini

berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan

kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap

injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan

akhirnya pembentukan trombus.

Pada infark miokard unstable angina pectoris / Non ST Elevation

Myocardial Infarction ( NSTEMI ) disamping nyeri dada dan perubahan EKG

( ST elevasi pada STEMI, dan ST depresi, T inversi atau normal pada NSTEMI )

disertai tes cardiac status ( kualitatif ) atau tes cardiac reader ( kuantitatif ). Pada

angina biasa tidak ada perubahan EKG dan tidak terdapat kenaikan enzim jantung.

Menurut badan kesehatan dunia ( WHO ) tercatat bahwa lebih dari 7 juta

orang meninggal akibat PJK diseluruh dunia pada tahun 2002, angka ini

diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia,

berdasarkan data survei dari badan kesehatan nasional tahun 2001 menunjukan

tiga dari 1000 penduduk indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat

sekitar 400ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi

pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.

American Heart Association pada tahun 2004 memperkirakan prevalensi

PJK di Amerika Serikat sekitar 13.200.000 angka kematian karena PJK di seluruh

dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara berkembang terdapat 39

juta.

1

Page 2: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

Menurut ESC ( European Society of Cardiology) sekurang – kurangnya 15

juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung

asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada usia

lebih tua ( 70 – 80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10 – 20 %. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung

koroner merupakan penyebab utama dari gagal jantung.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang Non-ST Elevasi Miocard Infarction

1.2.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui manifestasi klinis Non-ST elevasi miocard infarction

2. Untuk mengetahui penatalaksaan Non-ST Elevasi miocard infarction

2

Page 3: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Non – ST Elevasi Miokardial Infark ( NSTEMI ) adalah oklusi sebagian

dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga

tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

2.2 Epidemiologi

Menurut Raharjoe ( 2011 ) penyakit kardiovaskuler adalah penyebab

mortalitas tertinggi di dunia dimana pun, dilaporkan sebanyak 30% dari mortalitas

global. Pada tahun 2010, penyakit kardiovaskular kira – kira telah membunuh 18

juta orang, 80% terdapat di negara berkembang, seperti Indonesia. Penyakit

kardiovaskular yang paling sering salah satunya adalah PJK ( penyakit jantung

koroner ). Data statistik menunjukan bahwa pada tahun 1992 persentase penderita

PJK di Indonesia adalah 16,5% dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4%

( suyono, 2010 ). Sedangkan di Inggris, penyakit kardiovaskular membunuh satu

dari dua penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000

kematian pada tahun 1998.

PJK tidak hanya menyerang laki – laki saja, wanita juga berisiko terkena

PJK meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki – laki. Pada orang berumur 65

tahun keatas, ditemukan 20% PJK pada laki – laki dan 12% pada wanita. Pada

tahun 2001, WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang meninggal akibat

penyakit kardiovaskular, terutama PJK ( 7,2 juta ) dan stroke ( 5,5 juta )

( soeharto, 2004 ). Tanda dan gejala PJK banyak dijumpai pada individu –

individu dengan usia yang lebih tua, secara patogenesis permulaan terjadinya PJK

terjadi sejak usia muda namun kejadian ini sulit untuk diestimasi. Diperkirakan

sekitar 2% - 6% dari semua kejadian PJK terjadi pada individu dibawah usia 45

3

Page 4: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

tahun. Berdasarkan suyono ( 2010 ) dan raharjoe ( 2011 ) dapat disimpulkan

bahwa akan terjadi peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.

Gejala yang paling sering dikeluhkan pasien dengan NSTEMI adalah nyeri

dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien

yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3juta kunjungan / tahun. Kira – kira 1/3

darinya disebabkan oleh unstable angina / NSTEMI dan merupakan penyebab

tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan

untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka

STEMI menurun ( sjaharuddin, 2006 )

2.3 Etiologi

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI

terjadi karena trombosis akut atau vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi

iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan

derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak

dapat menyebabkan elevasi segmen ST namun menyebabkan pelepasan penanda

nekrosis.

Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan

dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh trombus nonocclusive yang telah

dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari

arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab. Faktor resiko terjadi NSTEMI

adalah :

1. Yang tidak dapat diubah

a. Umur

b. Jenis kelamin : insiden pada pria lebih tinggi, sedangkan pada

wanita kejadian akan meningkat saat setelah menopause

c. Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia

muda ( anggota keluarga laki – laki muda dari 55 tahun atau

anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun )

4

Page 5: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

d. Hereditas

e. Ras : kejadian ini lebih tinggi pada kulit hitam

2. Yang dapat diubah

a. Mayor :

- Hiperlipidemia

- Hipertensi

- Merokok

- Diabetes

- Obesitas

- Diet tinggi lemak jenuh

- Kalori

b. Minor

- Inaktifitas fisik

- Emosional

- Agresif

- Ambisius

- Kompetitif

- Stres fisiologis berlebihan

c. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi

miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat

dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek /

pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat, mikroemboli

( emboli kecil ) dari agregasi trombosit beserta komponennya

dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di

distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan

miokard pada banyak pasien.

d. Obstruksi dinamik

5

Page 6: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

Penyebab agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang

mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus

pada segmen arteri koroner epikardium ( angina prinzmetal ).

Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos

pembuluh darah dan atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi

dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi

abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.

e. Obstruksi mekanik yang progresif

Penyebab SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan

karena spasme atau trombus, hal ini terjadi pada sejumlah

pasien dengan aterosklerotik progressif atau dengan stenosis

ulang setelah intervensi koroner perkutan ( PCI )

f. Inflamasi dan atau infeksi

Inflamasi disebabkan oleh yang berhubungan dengan infeksi,

yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi

plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit T di

dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti

metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan

ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan

sindroma koroner akut.

2.4 Patofisiologi

Non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh

penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang

diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau

proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan

adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tak stabil ini biasanya mempunyai

inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan

konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur

mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh

yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T

6

Page 7: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel sel ini akan mengeluarkan sitokin

proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang

pengeluaran hsCRP dihati.

2.5 Gejala klinis

a. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau

b. kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti

diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan

menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.

Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang

memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki

prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu

istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI

telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti: dispneu, mual,

diaforesis, sinkop atau nyeri dilengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga

terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari

65 tahun.

2.6 Diagnosa

A. Dari anamnesa ditemukan

1. Nyeri dada

Nyeri dada yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina

kurang dari itu. Disamping itu pada angina akan hilang dengan istirahat

akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa

disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya

nyeri dada menjalar kelengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan

tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut

biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan

neuropathy.

2. Gejala gastrointestinal

Pada epigastrium ditemukan gejala khas sebagai berikut:

7

Page 8: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

a. Perasaan seperti diikat, Perasaan terbakar, Perasaan seperti diperas,

Rasa penuh, Terasa berat atau tertekan.

b. Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual, muntah dan

biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma

pada infark inferior juga bisa menyebabkan cegukan.

3. Sesak nafas

Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir

diastolik ventrrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan

hioperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas

merupakan tanda adanya disfungsi ventrikelkiri bermakna.

4. Gejala lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel dan

gelisah.

B. Pemeriksaan Penunjang ditemukan

1. EKG

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T inverted dan ST

depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi

iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya

bersifat sementara (saat pasien simtomatik).

Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi

segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.

Pada Trombolysis In Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi

segmen ST baru sebanyak 0,05 Mv merupakan prediktor outcome yang

buruk. Kaul et al. Menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk

meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan

baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya

memberikan tambahan informasi prognosis pasien pasien dengan

NSTEMI.

2. Biomarker kerusakan miokard

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang

lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional

8

Page 9: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

seperti CK dan CKMB (creatine kinase-myoglobin). Pada pasien dengan

IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan

dapat menetap sampai 2 minggu. Pada gambar 1 dapat dilihat pada kinetik

biomarker jantung seperti mioglobin, CKMB dan troponin.

Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang

sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita

sindrom koroner akut (SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan

spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang

minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai

normal 0,1.

Perbedaan troponin T dengan troponin I:

a. Troponin T (TnT)

Dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang

berfungsi mengikat aktin.

b. Troponin I (TnI)

Dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat

tropomiosin

3. Stratifikasi risiko

Penilaian klinis dan EKG merupakan parameter utama dalam pengenalan

dan penilaian risisko NSTEMI. Jika ditemuka risiko tinggi, maka keadaan

ini memerlukan terapi awal yang segera. Penatalaksanaanya sebaiknya

terkait dengan faktor risiko.

4. Skor risiko TIMI

Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana untuk stratifikasi

risiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau

iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor risiko

0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7 skor risiko ini berasal dari analisis

pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada 4

penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya skor risiko,

telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara pogresif pada terapi

9

Page 10: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor bloker

tirifiban versus plasebo, dan strategi invasif versus konservatif.

Pada pasien untuk ssemua level skor risiko TIMI, penggunaan

klopidogrel menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama.

Skor risiko juga efektif dalam memprediksi outcome yang buruk pada

pasien setelah puylang.

Skor Risiko TIMI untuk UA/NSTEMI

a. Usia ≥65 tahun

b. ≥ 3 faktor risiko PJK

c. Stenosis sebelumnya ≥ 50%

d. Deviasi ST

e. ≥ 2 kejadian angina ≤ 24 jam

f. Aspirin dalam 7 hari terakhir

g. Peningkatan petanda jantung

5. Serum kreatinin

Terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal

berhubungan dengan peningkatan risiko outcome yang buruk. Beberapa

peneitian seperti platelet receptor inhibition in iskhemic syndrome

management in patients limited by unstable sign and symptom (PRISM-

PLUS), treat angina with agastat and determine cost of therapy with

invasive or conservative strategy (TACTICS)-TIMI 18, dan global use

strategies to open occluded coronary arterier (GUSTO) IV-ACS.

Kesemuanya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin

yang lebih rendah memiliki gambaran risiko tinggi yang lebih besar dan

outcome yang kurang baik. Walaupun strategi invasif banyak bermanfaat

pada pasien dengan disfungsi ginjal, namun mempunyai risiko perdarahan

yang lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan

LMWH dieksresikan lewat ginjal, terapi ini seharusnya diberikan dengan

perhatian khusus pada pasien dengan gangguan fungsii ginjal. Walaupun

10

Page 11: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

disfungsi ginjal dapat mengganggu klirens troponin, namun tetap

merupakan prediktor keluaran yang bernilai pada pasien.

6. Petanda Biologis (BIOMARKER) Multiple Untuk Penilaian Risiko

Newby et.al mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan

mioglobin, creatinin kinase-MB dan troponin I menunjukkan stratifikasi

risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal

berbasis laboratorium. Sabatine et.al mempertimbangkan 3 faktor

patofisiologi yang terjadi pada UA/NSTEMI yaitu:

a. Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat

mikroembolisasi

b. Inflamasi vaskular

c. Kerusakan ventrikel kiri

Masing-masing dapat menilai secara independen berdasarkan penilaian

terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin, C-creative

protein dan brain natriutetic peptide, berturut-turut. Pada penelitian

TAC-TICS-TIMI 18, dimana risiko relatif, mortalitas 30 hari pasien-

pasien dengan biomarker 0, 1, 2 dan 3 semakin meningkat berkali lipat

1; 2,1 ; 5,7 dan 13,0 berturu-turut.

Pendekatan dengan berbagai petanda laboratorium ini sebaiknya

tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas

penemuan klinis.

2.7 Penatalaksanaan

Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG

untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama

terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

1. Terapi antiiskemia

Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang,

dapat diberikan terapi awal mencakup nitratdan penyekat beta. Terapi

anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sub lingual dan dapat dilanjutkan

dengan intravena, dan penyekat beta oral ( pada keadaan tertentu dapat

11

Page 12: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan

pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan

obat penyekat beta.

a. Nitrat

Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika

mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah

diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 ment,

direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10

ug/menit). Laju infus dapat ditingkatkan 10 ug/menit tiap 3-5 menit

sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100

mmhg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat

oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien

sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah

hipotensi atau penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya dalam 24

jam sebelumnya.

b. Penyekat Beta

Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60

kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung

seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien

dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis

penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi

penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan

pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5

mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.

Penyekat Beta dalam praktek klinis

Obat selektivitas Aktivitas

agonis parsial

Dosis umum

untuk angina

Propanolol Tidak Tidak 20-80 mg 2 kali

sehari

Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200 mg 2

12

Page 13: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

kali sehari

Atenolol Beta 1 Tidak 50-200 mg/hari

Nadolol Tidak Tidak 40-80 mg/hari

Timolol Tidak Tidak 10 mg 2 kali

sehari

Asebutolol Beta 1 Tidak 200-600 mg 2

kali sehari

Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20 mg/hari

Bisoprolol Beta 1 Tidak 10 mg/hari

Esmolol

(intravena)

Beta 1 Tidak 50-300

mcg/kg/menit

Labetalol * Tidak Ya 200-600 mg 2

kali sehari

Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5 mg 3

kali sehari

labetalol adalah kombinasi penyekat alfa beta.

2. Terapi antiplatelet

a. Aspirin

Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang

telah dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-

analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam

penatalaksanaan UA/NSTEMI. Sindrom “resistensi aspirin” dapat

terjadi pada pemberian aspirin. Sindrom ini dideskripsikan dengan

bervariasi sebagai kegagalan relatif untuk menghambat (inhibisi)

agregasi platelet dan/atau kegagalan untuk memperpanjang waktu

bperdarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi

aspirin. Pasien pasien dengan resistensi aspirin mempunyai resiko

tinggi kejadian rekuren. Walauopun penelitian prospektif secara

acak belum pernah dilaporkan pada pasien-pasien ini , adalah logis

untuk memberikan terapi klopidogrel, walaupun aspirin sebaiknya

juga tidak dihentikan. Alexander et. al. Mendemonstrasikan

13

Page 14: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

tingginya kejadian ( event rate) dan efek terapi yang besar dengan

eptifibatide pada pasien sindrom koroner akut meskipun

sebelumnya diterapi aspirin.

b. Klopidogrel

Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphospate P2Y,

pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi

aktivasi platelet. Penggunaan pada UA/NSTEMI terutama

berdasarkan hasil penelitian clopidogrel in unstable angina to

prevent recurent ischemic events (CURE) dan clopidogrel for the

reduction of events during observation (CREDO). Dilakukan

randomisasi terhadap 12.562 pasien dengan UA/NSTEMI

(semuanya mendapat terapi aspirin) ditambahkan clopidogrel

(dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari) atau plasebo.

Stelah dipantau rata-rata 9 bulan, hard and point primer (kematian

kardiovaskulker, infark miokard dan stroke) menurun secara

bermakna yaitu 20% yaitu 11,5% pada kelompok plasebo menjadi

9,3% pada kelompok klopidogrel. Penurunan kejadian iskemia

rekuren mulai terlihat dalam 6 jam randomisasi. Efek bermanfaat

ditemukan untuk semua subkelompok, termasuk kelompok tanpa

deviasi segmen ST atau pelepasan troponin dan kelompok yang

memiliki skor resiko TIMI rendah.

Keuntungan terbesar adalah penurunan kejadian infark miokard,

walaupun kecenderungan kematian dan stroke tidak bermakna

secara statistik. Namun clopidogrel, dikaitkan dengan peningkatan

perdarahan mayor (3,7% versus 2,7%) dan minor, sejalan dengan

kecenderungan peningkatan perdarahan yang mengancam nyawa

(life-threatening bleeding). Perdarahan yang berlebihan banyak

ditemukan pada pasien dengan aspirin dosis tinggi atau pada

mereka yang menjalani CABG selama 5 hari pemberian

clopidogrel. Telah dibuktikan peningkatan resiko perdarahan pada

14

Page 15: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

pemakaian kombinasi aspirin dan klopidogrel pada pasien-pasien

yang menjalani CABG.

Pada substudi pengamatan penelitian CURE yang melibatkan

2.658 pasien yang mengalami PCI, dengan median 10 hari setelah

randomisasi (PCI-CURE study), kebanyakan pasien mendapat

thyenopyridine yang selama 4 minggu setelah menjalani prosedur.

Menunjukkan penatalaksanaan dengan klopidogrel dikaitkan

dengan risiko relatif 30% lebih rendah terhadap kematian

kardiovaskula, infark miokard atau revaskularisasi selama 30 hari

(6,4% vs 4,5%). Manfaat klopidogrel telah diteliti selama 8 bulan

pada penelitian tersamar (klopidogrel atau plasebo) dengan

kesimpulan yang ditentukan 1 bulan setelah PCI. Keuntungan

pengobatan sebelumnya dan pemantauan terapi jangka panjang

dengan klopidogrel juga diamati pada penelitian CREDO, pada

sekitar 2.116 pasien, 55% pasien dengan UA/NSTEMI yang

hendak menjalani PCI.

Berdasarkan hasil penelitian penelitian tersebut, maka klopidogrel

direkomendasikan sebagai obat lini pertama (first line drug) pada

UA/NSTEMI dan ditambahkan aspirin pada pasien dengan

UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan risiko tinggi perdarahan dan

pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya

diberikan pada pasien dengan UA/NSTEMI pada pasien-pasien:

1. Yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non invasif

dini.

2. Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner

segera berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang

anatomi koroner/memiliki kontraindikasi untuk operasi.

3. Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama >24-36 jam.

Pada pasien-pasien yang direncanakan untuk kateterisasi

diagnostik dalam 24-36 jam presentasi, menjadi alasan untuk tidak

15

Page 16: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

memberikan klopidogrel sampai dengan temuan angiogram

koroner meniadakan kebutuhan operasi bypass segera. Dosis awal

klopidogrel dapat diberikan di laboratorium kateterisasi sebelum

PCI atau dimulai secepatnya setelah kateterisasi. Klopidogrel

(seperti aspirin) adalah inhibitor fungsi platelet yang irreversible,

maka direkomendasikan juga agar obat ini dihentikan selama 5

atau lebih disukai 7 hari sebelum opoerasi elektif, termasuk

CABG.

Resiko perdarahan berlebihan dapat ditoleransi pada pasien yang

belum dilakukan angiografi, dan dapat mencegah kejadian iskemia

selama periode menunggu. Pandangan ini didukung oleh

pengamatan pada penelitian CREDO bahwa terapi sebelumnya >6

hari sebelum PCI cenderung memperkuat manfaat obatnya dan

kombinasi klopidogrel dan inhibitor GP Iib/IIIa tampaknya

menambah manfaat tanpa meningkatkan risiko perdarahan.

c. Antagonis GP IIb/IIIa

Terdapat bukti kuat pada penelitian multiple bahwa antagonis GP

IIb/IIIa mengurangi insidens kematian atau infark miokard pada

pasien UA/NSTEMI yang menjalani PCI dan penggunaannya pada

keadaan ini diindikasikan secara jelas. Pada penelitian GUSTO IV-

ACS yang didesain khusus untuk menguji manfaat abciximab pada

pasien UA/NSTEMI di mana PCI tidak dianjurkan, tidak didapat

kematian dalam 48 jam. Antagonis GP IIb/IIIa eptifibatid atau

tirofiban manfaatnya masih kurang jelas. Suatu analisis retrosfektif

penelitian PRISM-PLUS menunjukkan bahwa tirofiban

manfaatnya masih kurang jelas. Suatu analisis retrosfektif

penelitian PRISM-PLUS menunjukkan bahwa tirofiban insidens

outcome yang buruk pada pasien risiko tinggi (skor risiko TIMI

>4) yang tidak menjalani PCI.

16

Page 17: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

Meta-analisis terhadap antagonis GP IIb/IIIa dari 6 penelitian besar

yang melibatkan 31.402 pasien UA/NSTEMI yang tidak

dijadwalkan menjalani PCI menunjukkan penurunan yang

bermakna (-9% relatif, -1%absolut), pada rasio odd untuk

gabungan endpoint kematian atau infark miocard pada kelompok

antagonis GP IIb/IIIa, sedangkan perdarahan meningkat secara

bermakna dari 1,4% pada kelompok plasebo menjadi 2,4% pada

kelompok antagonis GP IIb/IIIa. Dalam analisis tambahan

ditemukan bahwa 5.847 dari 31.402 (19%) pasien sebenarnya

menjalani revaskularisasi dini (dalam waktu 5 hari) dan

pengamatan manfaat antagonis GP IIb/IIIa misalnya, pengurangan

kematian atau infark miokard sebagian besar terbatas kedalam sub

grup ini (-21%). Penemuan ini termasuk dan diperkuat oleh analisis

terperinci penelitian PURSUIT di Amerika Serikat. Pada penelitian

itu strategi invasif dini cukup sering digunakan.

Guideline ACC/AHA menetapkan pasien-pasien risiko tinggi

terutama pasien dengan troponin positif yang menjalani angiografi,

mungkin sebaiknya mendapatkan antagonis GP IIb/IIIa. Dua agen

molekul kecil, eptifibatid dan tirofiban mungkin dimulai

“upstream” misalnya 1 atau 2 hari sebelumnya dan dilanjutkan

selama menjalani prosedur. Salah satu 3 antagonis GP IIb/IIIa yang

ada dapat dimulai secepatnya sebelum atau selama menjalani

prosedur. Berdasarkan temuan GUSTO-IV ACS, abciximab tidak

diindikasikan pada pasien-pasien yang tidak direncanakan

menjalani PCI. Tak ada satupun antagonis GP IIb/IIIa terlihat

efektif atau diindikasikan secara rutin untuk penatalaksanaan

pasien risiko rendah, pasien-pasien dengan troponin negatif yang

tidak menjalani angiografi dini.

Berdasarkan pengamatan pada penelitian PCI-CURE dan CREDO,

klopidogrel tidak terlihat menambah risiko perdarahan terhadap

antagonis GP IIb/IIIa. Efikasi thyenopyridine dan antagonis GP

17

Page 18: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

IIb/IIIa tampaknya perlu ditambahkan dan terapi platelet triple

(aspirin, klopidogrel, dan antagonis GP IIb/IIIa) diindikasikan pada

pasien risiko tinggi yang direncanakan untuk menjalani PCI dan

tidak mempunyai risiko perdarahan berlebihan.

3. Terapi antitrombotik

Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam

patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan

pembentukan thrombin activated fibrin bertanggung jawab atas

perkembangan klot. Oleh karena itu, terapi antiplatelet dan anti

trombin menjadi komponen kunci dalam perawatan.

4. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)

5. Terapi antikoagulan

a. UFH ( unfaractioned heparin )

Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh

penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam

tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Penelitian

sebelumnya menunjukan keuntungan klopidogrel dan inhibitor GP

IIb/IIIa. Namun demikian terdapat bayak kerugian UFH, termasuk di

dalamnya ikatan non spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet,

endotel vaskular, fibrin, platelet faktor 4 dan sejumlah protein

sirkulasi. Produksi antibodi antiheparin mungkin berhubungan dengan

heparin – inducedthrombocytopenia. Ikatan ini menimbulkan efek

antikoagulan yang tidak menentu, memerlukan monitor lebih sering

terhadapactivated partial thromboplastin time (aPTT), pengaturan

dosis dan membutuhkan infus intravena kontinyu.

b. LMWH ( low molecular weight heparin )

Akhir – akhir ini perhatian lebih difokuskan pada LMWH dan

kerugian – kerugian pada penggunaan UFH sebagian besar dapat

diatasi. Pentingnya pemantauan efek antikoagulan tidak diperlukan dan

kejadian trombositopenia yang diinduksi heparin berkurang. LMWH

18

Page 19: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

adalah inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada faktor Xa

sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja trombin dalam

sirkulasi ( efek anti faktor IIa nya ), seperti juga UFH, tapi juga

mengurangi pembentukan trombin ( efek anti faktor X a-nya ).

Keuntungan praktis LMWH lainnya adalah absorbsi yang cepat dan

juga dapat diprediksi setelah pemberian subkutan. Dua penelitian acak

tersamar ganda, Efficacy and Safety of subcutaneous Enoxaparin in

Non-Q-wave Coronary Events ( ESSENCE ) dan TIMI 1 1B, yang

melibatkan 7081 pasien menunjukan keuntungan enoxaparin diatas

UFH secara bermakna, dan suatu meta-analisi menunjukan

pengurangan kematian atau infark miokard secara bermakna.

Karena ditemukan kesulitan untuk menentukan level

antikoagulan, maka perlu dipikirkan dosis LMWH yang sesuai untuk

pasien – pasien yang mengalami PCI dan keamanan LMWH pada

pasien yang mendapatkan terapi inhibitor GP IIb/IIIa. Pada penelitian

yang membandingkan enoxaparin dengan UFH pada 746 pasien

UA/NSTEMI yang mendapat aspirin dan eptifibatid yaitu penelitian

integrilin and Enoxaparin Randomized Assessment of Acute Coronary

Syndrome Treatment ( INTERACT ), didapatkan outcome utama

perdarahan mayor yang dikaitkan non CABG, lebih rendah secara

bermakna pada kelompok enoxaparin dibandingkan dengan kelompok

UFH, walaupun insiden relatif perdarahan minor adalah sebaliknya.

Juga angka kematian atau infark miokard non fatal pada 30 hari dan

iskemia pada monitor holter selanjutnya menurun hampir separuhnya

pada kelompok enoxaparin.

c. Strategi Invasif Dini VS Konservatif Dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi

invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan

revaskularisasi sebagaimana diindikasikan sesuai temuan arteriografi)

19

Page 20: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

dengan strategi konservatif dini ( terisasi dan jika diindikasikan

revaskularisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi

oral / obat – obatan ). Lima penelitian besar telah dilakukan secara

prospektif dan acak; dua diantaranya dilakukan sebelum stenting rutin

digunakan. Penelitian TIMI IIIb menunjukan tidak ada perbedaan

bermakna outcome pada kedua strategi ini, walaupun analisis

retrospektif mengidentifikasi faktor – faktor risiko tinggi yang dapat

digunakan untuk memprediksi kegagalan strategi konservatifdan

superioritas strategi invasif. Penelitian dini egies in Hospital

( VANQWISH ), menunjukan kematian lebih banyak sejalan dengan

kematian atau infak miokard dengan strategi invasif.

Terdapat tiga penelitian sejalan dengan “ era stent “ dan semua

penelitian itu menunjukan superioritas strategi invasif. Penelitian

Fragmin and Fast Revascularization during instability in Coronary

Artery Disease ( FRISC ) II menunjukan penurunan yang bermakna

mortalitas total dan kematian atau infark miokard dalam 1 tahun pada

pasien yang mendapat strategi invasif. Pasien – pasien pada kelompok

invasif ( invasive arm ) pada penelitian ini telah diterapi di RS dengan

regimen intensive yang termasuk didalamnya LMWH untuk rata-rata 6

hari sebelum kateterisasi.

6. Perawatan untuk pasien resiko rendah

Tes stres non invasif sebaiknya dilakukan pada pasien risiko rendah

dan pasien yang hasil tesnya menunjukkan gambaran risiko tinggi

sebaiknya segera menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan

temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan. Arteriografi

kororner dapat dipilih pada pasien-pasien dengan tes positif tapi tanpa

temuan resiko tinggi.

2.8 Diagnosa banding

1. Unstable angina pectoris

2. Kardiomiopati hipertrofik

20

Page 21: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

3. Embolis paru yang pasif

4. Diseksi aneurisma aorta

5. STEMI

2.9 Komplikasi

1. Gagal jantung

Hasil iskemia jantung akut pad agangguan kontaktilitas ventrikel

( disfungsi sistolik ) dan kekakuan miokard meningkat ( disfungsi

diastolik ), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung.

Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik MI

akut dapat berujung pada gagal jantung. Tanda dan gejala

dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales paru, dan suara jantung

ketiga ( S3 ). Pengobatan terdiri dari terapi gagal jantung standar.

Iskemia jaringan diakibatkan oleh 2 sebab:

a. Vasokontriksi dari arteri coronaria

b. Hilangnya partikel antitrombosit

2. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat menurun

dan hypotension ( tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan perfusi

jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika lebih dari 40% dari

masa LV telah infark. Hal ini juga dapat mengikuti komplikasi mekanik

parah MI dijelaskan di bawah ini.

a. Hipotensi menyebabkan perfusi koroner menurun, yang

memperburuk kerusakan iskemik, dan

b. Menurunnya stroke volume meningkatkan ukuran LV dan

karena itu menambah kebutuhan oksigen miokard.

Meskipun perlakuan agresif, angka kematian pasien dalam

syok kardiogenik lebih besar daro 70%.

21

Page 22: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

Pasien pada syok kardiogenik membutuhkan di agen inotropic

travenous ( dobutamine ) untuk meningkatkan output jantung dan

vasodilator arteri untuk mengurangi resistensi terhadap kontraksi LV.

Pasien tersebut distabilkan oleh penempatan pompa ballon intra-aorta.

Perangkat ini dimasukkan ke aorta melalui arteri femoral dan terdiri

dari ruang, tiup fleksibel yang terbuka selama diastol untuk

meningkatkan tekanan intra – aorta, sehingga menambah perfusi dari

arteri koroner dan jaringan perifer. Selama sistol itu deflates untuk

menciptakan sebuah “kekosongan” yang berfungsi untuk mngurangi

setelah beban dari bilik kiri, sehingga membantu pemilihan darah ke

aorta. Awal kateterisasi ajntung dan revaskularisasi memiliki potensi

untuk memperbaiki prognosis jangka panjang pasien dalam syok

kardiogenik.

3. Ruptor korda

4. Ruptur septum

5. Perikarditis

2.10 Prognosa

Prognosa pasien dapat diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien

tiba. Adanya gejala saat istirahat memberikan prognosis yang lebih buruk.

Selain itu, nyeri yang berkelanjutan atau sering serta adanya takikardia,

hipotensi dan gagal jantung juga merupakan pertanda peningkatan risiko dan

memerlukan diagnosis dan penanganan segera. Hasil EKG awal dapat

memperkirakan risiko awal. Pasien dengan EKG yang normal saat tiba di RS

memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan inversi gelombang

T. Selain itu, adanya depresi segmen ST saat tiba, inversi gelombang T yang

dalam di sadapan anterior, depresi segmen ST ≥ 0,1mV atau ≥ 0,05 mV di

dua atau lebih sadapan yang bersebelahan, dan elevasi segmen ST ≥ 0,1mV di

sadapan aVR memberikan prognosis yang lebih buruk. Prognosis NSTEMI

22

Page 23: Refarat Nstemi Pendahuluan Dan Isi

pada pria dan wanita serupa kecuali pada usia lanjut, dimana wanita memiliki

prognosis yang lebih baik daripada pria. Untuk perdarahan, wanita dengan

NSTEMI memiliki risiko yang lebih tinggi.

23