makalah kelompodasdask skenario1.docx

39
MAKALAH KELOMPOK SKENARIO1 Bayiku gemuk… kenapa disebut Bengkak” Tutor: dr. Fathia Annis Pramesti Tim Penyusun : Ivan Choirul Wiza (2081210030) Tara Poppy Leksana Putri P. (2091210046) Nining Octavia Sari ( 2101210001) Fandaruzzahra Putri P (2101210002) Eka Saptaria Nusanti (2101210005) Syukron Amrullah (2101210006) Tara Dhiya’ul Haq Al-Ulya (2101210007) i

Upload: hafiidz-fatich-rosihan

Post on 29-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ssdsdsadasdsadadasd

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

MAKALAH KELOMPOK SKENARIO1

“Bayiku gemuk… kenapa disebut Bengkak”

Tutor:

dr. Fathia Annis Pramesti

Tim Penyusun :

Ivan Choirul Wiza (2081210030)

Tara Poppy Leksana Putri P. (2091210046)

Nining Octavia Sari ( 2101210001)

Fandaruzzahra Putri P (2101210002)

Eka Saptaria Nusanti (2101210005)

Syukron Amrullah (2101210006)

Tara Dhiya’ul Haq Al-Ulya (2101210007)

Venny Serlindah Ayu Primadani (2101210008)

Ika Wahyu Adita Rini (2101210009)

Elsa Setya Novalina R (2101210010)

Akhmad Ferro Avisena (2101210011)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2011

i

Page 2: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis

mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa terpanjat kepada junjungan

Nabi besar, sang revolusioner Islam Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari

kegelapan menuju jalan yang terang dengan adanya Islam, Iman dan Ihsan.

Makalah ini dibuat sebagai bagian dari proses integral pelaksanaan Kurikulum Berbasis

Kompentensi(KBK) di PPD UNISMA dalam sistem pembelajaran berbasis masalah atau based

learning (PBL) yang telah dilaksanakan di Program Pendidikan Dokter Universitas Islam Malang

sejak tahun 2007-2008. Makalah ini merupakan tugas kelompok pada diskusi tutorial pertama

pada blok keseimbangan cairan elektorit asam basa (KCEAB).

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

dr. Fathia Annis Pramesti yang telah memberikan pembinaan serta bimbingan dalam

penyusunan makalah ini.

Seluruh pihak yang membantu dan mendukung dalam menyelesaikan makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan.

Maka dari itu, kritik dan saran dibutuhkan sebagai koreksi dan introspeksi diri yang nantinya

dapat meningkatkan fungsinya sebagai bacaan dan tugas mahasiswa peserta PBL PPD UNISMA.

Semoga mengkorelasikan antara kebenaran pribadi dan kebenaran umum yang nantinya menjadi

bahan pertimbangan yang dapat membangun kepribadian penulis.

Malang, 27 Maret 2011

Tim penyusun

ii

Page 3: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

DAFTAR ISI

1. Judul………………………………………………………………………..............i

2. Kata Pengantar……………………………………………………………………..ii

3. Daftar Isi………………………………………………………………………..….iii

4. Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang……………………………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….2

1.3 Tujuan……………………………………………………………...2

1.4 Manfaat…………………………………………………………….5

5. Bab II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….6

6. Bab III Pembahasan………………………………………………………………17

7. Bab IV Penutup…………………………………………………………………..25

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………25

4.2 Saran…………………………………………………………………..25

8. Bab V : Daftar Pustaka……………………………………………………………26

BAB I

iii

Page 4: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan keadaan gizi penting untuk meningkatkan kemampuan tumbuh kembang fisik,

mental dan social anak serta untuk meningkatkan produktifitas kerja dan prestasi akademik.

Oleh karena itulah, keadaan gizi merupakan salah satu ukuran penting kualitas sumber daya

manusia. Upaya perbaikan gizi telah lama dilakukan oleh pemerintah Indonesia, melalui

Departemen Kesehatan, sejak Pelita I samapi dengan Pelita VI. Upaya ini terutama diarahkan

untuk menanggulangi 4 masalah gizi utama di Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein(KEP),

Kurang Vitamin A(KVA), Anemia dan Gangguan akibat Kurang Iodium(GAKI). Khusus

mengenai KEP, pada Repelita VI pemerintah bersama masyarakat berupaya menurunkan

prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%.

KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur

5 tahun dan kebanyakan di Negara-negara berkembang. Bentuk KEP berat memberi

gambaran klinis yang khas. Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia,

Tarwotjo, dkk (1978), memperkirakan bahwa 30% atau 9 juta diantara anak-anak menderita

gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak menderita gizi buruk.

Berbagai upaya perbaikan gizi yang selama ini dilakukan telah mampu menurunkan

prevalensi KEP. Data sunsenas tahun 1989,1992, 1995, dan 1998 menunjukkan penurunan

prevalensi KEP total dari 47,8% pada tahun 1989 menjadi 41,7%(1992), 35% (1995) dan

33,4% pada tahun 1998. Distribusi frekuensi KEP menurut wilayah sangat bervariasi.

Beberapa propinsi mempunyai angka KEP relative rendah yaitu dibawah 30%, sementara di

beberapa propinsi lain masih tinggi.

Namun krisis ekonomi berkepanjangan yang dimulai sejak pertengahan tahun1997

menimbulkan berbagai dampak, termasuk terhadap derajat kesehatan dan keadaan gizi

masyarakat berupa peningkatan jumlah penderita KEP yang ditandai dengan ditemukannya

penderita gizi buruk yang selama 10 tahun terakhir sudah jarang ditemui.

Di Sumatera Utama sendiri angka prevalensi KEP nyata (gizi kurang dan buruk)nya masih

diatas prevalensi nasional. Berdasarkan data susenas 1998, prevalensi untuk sumatera Utara

sebesar 40,4% sedangkan angka nasional adalah 30,4%. Khusus untuk kota Medan, pada

iv

Page 5: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

safari Busung Lapar yang diadakan bulan Juli 2000, ditemukan sebanyak 761 penderita gizi

buruk dan 17.435 penderita gizi kurang dari 74.858 anak yang didata. Penderita ditemukan

menyebar di hampir semua kecamatan yang ada di kotamadya Medan. Sedangkan dari

laporan bagian SMF Penyakit Anak RSU Dr.Pirngadi Medan tahun 1999 dan 2000, tercatat

sebanyak 98 balita penderita KEP dirawat dirumah sakit tersebut.

Terjadinya KEP dipengaruhi banyak faktor. Yaitu ketidaktahuan tentang nutrisi, Sulit

makan, Susunan makanan yang salah dan penyediaan makanan yang kurang baik. Akan

tetapi, pada kenyataannya pengetahuan masyarakat masih cukup minim mengenai hal ini.

Oleh sebab itu, penulis menyusun makalah yang berjudul”Kekurangan Energi Protein

(KEP)” untuk menyajikan kepada masyarakat sedikit pengetahuan mengenai Patofisiologi

KEP yang berkaitan pula dengan mekanisme timbulnya salah satu gejala pada KEP yaitu

patomekanisme edema dan alur diagnose edema serta fisiologi cairan tubuh

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penyebab odem anasarka ?

2. Patofisiologi pada kasus tersebut ?

3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus ?

4. Bagaimana interpretasi hasil Lab. pada kasus ?

5. Bagaimana hubungan ASI 3 bulan dengan odem ?

6. Bagaimana alur penegakan diagnose riwayat imunisasi ?

7. Apa gejala penyerta dari odem anasarka ?

1.3 Tujuan

1. Tekanan hidrostatik : menyebabkan cairan keluar ke pembuluh darahTekanan osmotik : mempertahankan cairan tetap di pembuluh darah

Retensi natrium Curah jantung berkurang kompensasi

Tekanan hidrostatik meningkat mengaktivasi RAAS

v

Page 6: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Pergerakan cairan dari Pengontrolan di ginjalIntravaskuler ke interstitialMeningkat volume darah meningkat

Cairan intravaskuler

Penimbunan cairan di interstitial

Odem anasarka

2. Patofisiologi pada kasus

Dalam tubuh manusia terdapat dua kompartemen protein dalam tubuh, yaitu

kompartemen protein somatik (diwakili oleh otot rangka) dan kompartemen protein

viseral (diwakili oleh simppanan protein pada organ dalam, terutama hati). Dalam kasus

kwarsiorkor, kompartemen protein somatik mengalami katabolisme melalui proses

glukoneogenisis guna memenuhi defisiensi protein sehingga terjadi penurunan massa otot

yang tercermin dengan melemahnya otot dan atropi. Akan tetapi hal tersebut tersebut

tersamarkan oleh peningkatan retensi cairan (edema). Sedangkan pada kompartemen

visera (hati) terjadi penurunan sintesa protein sehingga untuk menghasilkan asam amino

sehingga kadar albumin dalam darah menurun dan mengakibatkan terjadinya penurunan

tekanan osmotik. Dan selain itu juga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang

mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan dan intravaskuler sehingga meningkatkan

cairan interstisial dan menurunkan volume darah. Akibat dari penurunan volume darah

tersebut terjadi penurunan curah jantung, yang merupakan bentuk kompensasi tubuh

jangka pendek. Selanjutnya terjadi peningkatan renin-angiontensi-aldosteron sistem

untuk mengontrol tingkat reabsorpsi Na+ di tubulus disnatalis dan saluran pengumpul

sehingga terjadi peningkatan absorpsi Na+ dan H2O di ginjal sehingga pada akhirnya

volume plasma meningkat akan tetapi hal tersebut menyebabkan terjadinya pengeluaran

cairan dail intravaskuler sehingga meningkatkan cairan interstisial dan timbullah edema.

Disamping itu, penurunan sintesis protein juga dapat menyebabkan penurunan produksi

transferin yang fungsi dalam pembawa ferro yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya

vi

Page 7: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

anemia mikrositer. Dampak lainnya berupa penurunan produksi pigmen melanin yang

dapat menyebabkan timbulnya rambut jagung. Sedangkan desquamasi dan

hiperpigmentasi timbul karena dipicu oleh penurunan pengendalian dalam kehilangan

cairan tubuh ( stratum korneum). Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan kandungan

protein yang terus menerus sementara asupan protein kurang, maka komponen protein

visera (hati) bekerja keras sehingga timbullah hepatomegali.

3. Interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus

- BB : 8 KG NORMAL : 11 KG

Rumus 2n+8 : 2 (1,5) + 8 :11

Gemuknya disebabkan karena edema

- Pernapasan /RR :26 KALI/MENIT NORMAL

- Panjang Badan : 78 cm NORMAL

- Lingkar Kepala : 45 cm NORMAL

- Temperature 37 Derajat Celcius NORMAL

4. Interpretasi hasil laboratorium

- Leukosit : 7600/mL3 NORMAL : 5000-9000/ mL3

- Glukosa : 60 mg/dL NORMAL : 50-100 mg/dL

- Potassium : 3 mEq/dL NORMAL : 3,5-5,0 mEq/dL

- Albumin : 600 U/L HIPOALBUMIN

- SGOT/SGPT : 150 /70 U/L MENINGKAT

5. Terdapat hubungan antara edema dan pemberian asupan ASI, sebab selain colustrum

terdapat kandungan protein, yang dapat memberikan konstribusi besar dalam

perkembangan dan pertumbuhan khususnya dalam proses pembentukan protein.

6. Tidak ada hubungannya , sebab imunisasi telah terpenuhi secara lengkap , sehingga dapat

disimpulkan bahwa penyebab dari edema adalah defisiensi protein/albumin.

7. Gejala penyerta edema :

- Edema menyeluruh

- Takikardia

- Peningkatan tekanan darah, tekanan nadi, dan tekanan vena sentral

- Peningkatan berat badan

- Nafas pendek dan Mengi

vii

Page 8: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

- Retensi Cairan

8. Penanganan :

- Tes hematokrit

- Tes BUN

- Tes Rontgen dada

- Tes Creatinin

- Tes Urinalisa

Penatalaksanaan :

Tujuan pengobatan pada anasarka adalah untuk mempertahankan atau

mengembalikan volume cairan intravaskuler yang bersirkulasi.Selain mengobati

penyebab, pilihan pengobatan lain mungkin termasuk terapi diuretic, pembatasan

cairan dan natrium, peningkatan ekstermitas, pemakaian stocking suportif,

parasintesis, dialysis, atau hemofiltrasi arterial vena kontinu (CAVH)

1.4 Manfaat

1. Mengetahui dan memahami fisiologi cairan tubuh

2. Mengetahui dan memahami homeostasis cairan tubuh dan elektrolit

3. Mengetahui dan memahami patofisiologi defisiensi protein

4. Mengetahui dan memahami Patofisiologi edema

5. Mengetahui dan memahami alur diagnose edema

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

viii

Page 9: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

1.1 Konsep Caian TubuhAir merupakan bagian terbesar dalam tubuh manusia. Persentasenya dapat berubah

bergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Untuk cairan tubuh laki-laki dewasa sebesar 60% /KgBB, sedangkan wanita dewasa 50-55% /KgBB.

Tabel perubahan cairan total sesuai usia.

No Usia KgBB (%)1 Bayi prematur 802 3 bulan 703 6 bulan 604 1-2 tahun 595 11-16 tahun 586 Dewasa 58-607 Dewasa obese 40-508 Dewasa kurus 70-75

Bagan Kompartmen Cairan Tubuh

ix

CAIRAN TUBUH

Cairan EkstraselulerCairan Intraseluler

Cairan Interstitiel Cairan TranselulerCairan Intravaskuler

Solutan Air

Elektrolit Non elektrolit

Page 10: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Bagan Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Bagan Perubahan Cairan Tubuh

Keterangan:

x

Anion:

Cl-, HCO3-, PO4

3-

Glukosa UreaKation:

Na+, K+, Ca2+, Mg2+

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Bergeraknya molekul dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui membran semipermeabel

Proses transport yang memompa ion Natrium keluar melalui membran sel dan saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam

Bergeraknya molekul yang bergantung pada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik melewati pori-pori

OSMOSIS POMPA NA & KDIFUSI

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perubahan KonsentrasiPerubahan Volume

Kelebihan VolumeDefisit Volume

Hiponatremi Hiperkalemi Hipokalemi Hipernatremi

Page 11: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Hiponatremi disebabkan oleh euvolemia, hipovolemia, dan hipervolemia

Hipernatremia disebabkan oleh kehilangan cairan, asupan air kurang, dan asupan natrium berlebih

Hipokalemi disebabkan oleh redistribusi akut kalium dari cairan ekstraseluler ke intraseluler atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh

Hiperkalemi disebabkan karena insutisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE Inhibitor, Siklosporin, dan Diuretik)

2.2. Fisiologi homeostasis cairan tubuh dan elektolit

a. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit

Mempertahankan volume cairan tubuh agar relative konstan dan komposisinya tetap

stabil, penting untuk homeostasis. Kestabilan cairan tubuh terjadi karena adanya

pertukaran cairan dan zat yang terlarut yang terus menerus dengan lingkungan eksternal

dan dalam berbagai kompartemen tubuh lainnya. Intinya, jumlah asupan cairan harus

diimbangi dengan jumlah pengeluaran tubuh harian (intake = exhaust).

Asupan cairan harian ke dalam tubuh dari dua sumber utama :

xi

Page 12: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

1. Berasal dari larutan atau cairan dalam makanan, yang normalnya menambah cairan tubuh

sekitar 2100 ml/hari

2. Berasal dari sintesis dalam tubuh sebagai hasil oksidasi karbohidrat, yang menambah

sekitar 200 ml/hari

Kehilangan cairan tubuh dapat melalui berbagai cara:

1. Insisible Water Loss. Adanya kehilangan cairan secara terus menerus melalui evaporasi

dari traktus respiratorius dan difusi melalui kulit, yang keduanya mengeluarkan air sekitar

700 ml/ hari. Difusi melalui kulit tidak bergantung melalui keringat, jumlah rata-rata

pengeluarannya 300-400 ml/hari. Kehilangan ini diminimalkan oleh lapisan korneum di

kulit yang mengandung kolesterol, menghindari difusi berlebihan.

2. Kehilangan air melalui keringat. Jumlah air yang keluar bervariasi sesuai dengan aktivitas

fisik dan suhu lingkungan. Volume keringat normal 100 ml/hari, tapi pada cuaca yang

sangat panas atau aktivitas berat, kehilangan cairan dapat meningkat 1-2 liter/jam.

3. Kehilangan air melalui feses. Secara normal hanya sejumlah kecil cairan yang

dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari).

4. Kehilangan air melalui ginjal. Ginjal bertugas untuk menyesuaikan kecepatan ekskresi

air dan elektrolit dengan asupan zat-zat tersebut, dan mengkompensasi kehilangan air dan

elektrolit berlebihan pada kelainan-kelainan tertentu.

a. Pengaturan volume dan osmolalitas cairan ekstrasel dan intrasel

Jumlah relatif cairan ekstrasel yang didistribusikan antara plasma dan ruang interstisial

ditentukan oleh keseimbangan daya hidrostatik dan osmotik koloid di sepanjang membran

kapiler. Sebaliknya, distribusi cairan antara kompartemen ekstrasel dan intrasel ditentukan

oleh efek osmotik dari cairan terlarut yang lebih sedikit, khususnya Na+, Cl-, dan elektrolit

lain yang bekerja di sepanjang membrane.

Alasan untuk hal ini ialah bahwa membran sel sangat permeable terhadap cairan tetapi

relatif impermeabel terhadap ion yang kecil seperti Na+dan Cl-. Oleh karena itu, cairan

dengan cepat bergerak melintasi membran sel, sehingga cairan intrasel tetap isotonic

terhadap cairan ekstrasel.

xii

Page 13: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

b. Kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit secara hormonal

Kontrol keseimbangan cairan dapat dilakukan melalui secara hormonal, ada beberapa

hormone yang diproduksi sebagai kompensasi guna menjaga keseimbangan cairan.

a. ADH (Antidiuretic hormone), diproduksi di kelenjar pituitary posterior dan

keluar sebagai respon terhadap serum osmolaritas. Kenaikan jumlah ADH

akan menurunkan jumlah konsentrasi urin sehingga tubuh dapat menyimpan

air. ADH juga menyebabkan tubulus ginjal menjadi lebih permeable terhadap

air.

b. Mekanisme renin- angiostensin- aldosteron, rennin merespon menurunnya

perfusi ginjal untuk mengurangi volume ekstraselluler. Renin akan

memproduksi angiostensin I kemudian diubah menjadi angiostensin II yang

xiii

Page 14: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

menyebabkan vasokonstriksi, sehingga perfusi ginjal akan kembali

meningkat. Angiostensin II menstimulasi keluarnya aldosteron saat kadar

sodium rendah.

xiv

Page 15: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

c. Aldosterone, rilis sebagai respon terhadap tingginya kadar potassium atau sebagai bagian dari renin-angiostensin-aldosteron mekanisme untuk menetralkan hipovolemia. Bekerja di tubulus distal untuk meningkatkan reabsorpsi sodium dan sekresi dan ekskresi potassium dan hydrogen.

xv

Page 16: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

d. Atrial Natriuretic Peptide (ANP), merupakan hormone yang disekresikan sel atrial dari jantung sebagai respon dari peregangan atrial dan peningkatan volume darah. ANP bekerja seperti diuretic yang menyebabkan hilangnya sodium dan merangsang haus.

xvi

Page 17: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

xvii

Page 18: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

c. Peran organ internal pada kadar cairan dan elektrolit

1. Paru-paru, mengeluarkan 500 ml air setiap hari, jumlah air yang hilang merespon

perubahan respiratory rate dan dalam serta jumlah oksigen.

2. GI tract, 3-6 liter isotonic berpindah ke gastro intestinal kemudian kembali ke ECF,

200 ml cairan hilang melalui feses setiap hari. Diare dapat meningkatkan jumlah

kehilangan cairan secara signifikan.

3. Ginjal, Ginjal bertugas untuk menyesuaikan kecepatan ekskresi air dan elektrolit

dengan asupan zat-zat tersebut, dan mengkompensasi kehilangan air dan elektrolit

berlebihan pada kelainan-kelainan tertentu. 1200-1500 ml urin diproduksi setiap hari.

4. Kulit, 500-600 ml air hilang baik secara insensible maupun sensible.

2.3 Patofisiologi Malnutrisi

Malnutrisi terjadi akibat kekurangan konsumsi nutrisi, gangguan absorbsi atau kehilangan

energi yang besar. MEP memberikan efek banyak pada sistem organ, yang dapat

menyebabkan turunnya BB serta hilangnya cadangan lemak dan otot. Turunnya BB 5-

10%, biasanya dapat ditoleransi tanpa adanya kehilangan fungsi fisiologi organ, namun

penurunan sampai 30-40% biasanya akan memberikan hasil dengan prognosis yang

buruk. Terjadi penurunan dan sintesa protein yang terjadi di hati yang membuat

berkurangnya protein yang ada di sistem sirkulasi, sehingga memudahkan terjadinya

edema. Gangguan pada fungsi dari sel T akan terganggu, sedangkan sel B variatif.

Bagan Patofisiologi Malnutrisi

xviii

Faktor kesehatanFaktor Non Kesehatan

Kelainan Hepar Infeksi Kelainan Ginjal

Gangguan gizi, kurangnya informasi gizi, dan tingkat pendidikan rendah

Page 19: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

2.4 Patofisiologi Edema

.

xix

Pembentukan Gizi yang kurang

Pengeluaran Berlebih Malabsorbsi Kesalahan Pola Makan

MALNUTRISI

Page 20: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

xx

Page 21: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mapping Kasus

xxi

Page 22: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Pembahasan mapping kasus :

KEP( Kekurangan Energi Protein) dapat dipicu oleh beberapa faktor. Beberapa

diantaranya yaitu kekurangan intake protein dan malabsorbsi. Disamping itu, faktor

ekonomi (rendahnya pendapatan) dan kurangnya pengetahuan akan kebutuhan nutrisi

dapat secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi anak dengan pada akhirnya

dapat menimbulkan kurangnya asupan nutrisi dan dapat mencetuskan terjadinya KEP.

Dalam tubuh manusia terdapat dua kompartemen protein dalam tubuh, yaitu

kompartemen protein somatik (diwakili oleh otot rangka) dan kompartemen protein

viseral (diwakili oleh simppanan protein pada organ dalam, terutama hati). Dalam kasus

kwarsiorkor, kompartemen protein somatik mengalami katabolisme melalui proses

glukoneogenisis guna memenuhi defisiensi protein sehingga terjadi penurunan massa otot

yang tercermin dengan melemahnya otot dan atropi. Akan tetapi hal tersebut tersebut

tersamarkan oleh peningkatan retensi cairan (edema). Sedangkan pada kompartemen

visera (hati) terjadi penurunan sintesa protein sehingga dalam menghasilkan asam amino

sehingga kadar albumin dalam darah menurun dan mengakibatkan terjadinya penurunan

tekanan osmotik. Selain itu, juga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang

mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan dan intravaskuler sehingga meningkatkan

cairan interstisial dan menurunkan volume darah. Akibat dari penurunan volume darah

tersebut terjadi penurunan curah jantung, yang merupakan bentuk kompensasi tubuh

jangka pendek. Selanjutnya terjadi peningkatan renin-angiontensi-aldosteron sistem

untuk mengontrol tingkat reabsorpsi Na+ di tubulus disnatalis dan saluran pengumpul

xxii

Page 23: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

sehingga terjadi peningkatan absorpsi Na+ dan H2O di ginjal shingga pada akhirnya

volume plasma meningkat akan tetapi hal tersebut menyebabkan terjadinya pengeluaran

cairan dari intravaskuler sehingga meningkatkan cairan interstisial dan timbullah edema.

Disamping itu, penurunan sintesis protein juga dapat menyebabkan penurunan

produksi transferin yang fungsi dalam pembawa Fe2+ yang pada akhirnya menyebabkan

terjadinya anemia mikrositer. Dampak lainnya berupa penurunan produksi pigmen

melanin yang dapat menyebabkan timbulnya rambut jagung. Sedangkan desquamasi dan

hiperpigmentasi timbul karena dipicu oleh penurunan pengendalian dalam kehilangan

cairan tubuh ( stratum korneum). Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan kandungan

protein yang terus menerus sementara asupan protein kurang, maka komponen protein

visera (hati) bekerja keras sehingga timbullah hepatomegali.

xxiii

Page 24: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

3.2 Mapping Konsep

xxiv

Page 25: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Pembahasan Mapping Konsep:

Rangkaian Kejadian yang Menyebabkan Pembentukan dan Retensi Garam Serta Cairan

dan Terjadinya Edema

Faktor gagal jantung (curah jantung yang berkurang)

Penurunan curah jantung yang dipengaruhi oleh berbagai sebab, dapat berpengaruh

terhadap penurunan volume darah arteri serta aliran darah ginjal, dengan terjadinya

konstriksi arteriol ginjal eferen dan peningkatan filtrasi fraksi.

Pada gagal jantung yang berat, terdapat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus. Diawali

dengan aktivasi saraf simpatik dan sistem renin angiotensin untuk terjadinya

vasokonstriksi ginjal.

Adanya agen penghambat alfa-adrenergik dan/atau inhibitor enzim pengkonversi

angiotensin (ACE inhibitor), meningkatkan aliran darah ginjal yang menginduksi diuresis

mendukung peran kedua sistem ini dalam meningkatkan resistensi vaskuler ginjal dan

retensi air serta garam.

Faktor ginjal

xxv

Page 26: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Penurunan curah jantung yang mengurangi volume darah arteri, dapat meningkatkan

reabsorbsi filtrat tubulus glomerulus yang memainkan peran utama dalam retensi air dan

garam pada gagal jantung.

Gagal jantung yang meningkatkan konstriksi arteriol ginjal, dapat menurunkan tekanan

hidrostatik dan menaikkan tekanan osmotik koloid dalam kapiler peritubulus, sehingga

meningkatkan reabsorbsi garam dan air di tubulus proksimal. Penurunan tekanan perfusi

ginjal, dapat meningkatkan reabsorbsi natrium di pas asendens ansa Henle.

Selain itu, berkurangnya aliran darah ginjal yang merupakan dampak dari pengurangan

darah arteri, ditanggapi oleh sel jukstaglomerulus ginjal untuk peningkatan pelepasan

renin dengan respons dari baroreseptor.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)

Renin merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 40000 dan bekerja pada

substratnya, sedangkan angiotensin merupakan suatu alfa2 globulin yang disintesis oleh

hati untuk melepaskan angiotensin I (suatu dekapeptida) yang dipecah menjadi

angiotensin II (suatu oktapeptida). Senyawa ini, mempunyai sifat vasokonstriktor,

terutama pada arteriol eferen, dan secara mandiri meningkatkan reabsorbsi Na di tubulus

proksimalis. Produksi angiotensin II intrarenal juga berperan menyebabkan

vasokonstriksi ginjal serta retensi air dan garam pada gagal jantung. Angiotensin II juga

masuk ke dalam sirkulasi dan merangsang produksi aldosteron.

Peptida Natriuretik Atrial (ANP)

Distensi atrial dan/atau muatan natrium meyebabkan pelepasan peptida natriuretik atrial

(ANP) ke dalm sirkulasi. Prekursor ANP dengan berat molekul tinggi disimpan dalam

granula sekretoris dalam miosit atrial. Pelepasan ANP menyebabkan :

xxvi

Page 27: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

1. Eksresi natrium dan air dengan memperbesar laju filtrasi glomerulus, yang

menghambat reabsorbsi natrium dalam tubulus proksimal, serta menghambat pelepasan

renin dan aldosteron;

2. Dilatasi arteriol dan vena (sehingga, ANP mempunyai kapasitas untuk menghambat

retensi natrium dan peningkatan tekanan arteri pada keadaan hipervolemik).

=> Obstruksi drainase vena dan Limfatik

Pada keadaan ini tekanan hidrostatik dalam capillary bed upstream pada tempat

obstruksi meningkat, sehingga lebih banyak cairan yang beralih dari ruang vaskuler ke

dalam ruang intersisial. Apabila saluran limfe tersumbat, maka volume intersisial dalam

ekstremitas akan lebih meningkat, hal dikarenakan terperangkapnya cairan di dalam

ekstremitas.Karena cairan dalam intersisium ansa menumpuk dimana drainase limfatik

dan vena terobstruksi, maka tegangan jaringan akan meningkat sampai mengimbangi

perubahan primer pada tekanan Starling.

Gagal jantung kongestif

Pada kelainan ini, pengosongan rongga jantung yang terganggu saat sistolik dan/atau

gangguan pada relaksasi ventrikel meningkatkan penumpukan darah dalam jantung yang,

meningkatkan curah jantung. Jika gangguan jantung lebih parah, retensi cairan tidak

dapat memperbaiki defisit volume arteri. Penambahan ini, menumpuk dalam sirkulasi

vena, dan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik limfatik dan kapiler menyebabkan

pembentukan edema.

Pengosongan ventrikel yang tidak lengkap (gagal jantung sistolik), dan/atau relaksasi

ventrikel tidak adekuat (gagal jantung diastolik), menyebabkan tekanan diastolik

ventrikel. Jika gangguan fungsi jantung mengenai ventrikel kanan, maka tekanan dalam

vena dan kapiler meningkat, sehingga transudasi cairan ke dalam ruang intersisial akan

meningkat pula, yang kemudian dapat menjadi edema perifer.

xxvii

Page 28: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

Peningkatan tekanan vena sistemik yang ditransmisikan ke duktus torasikus dengan

penurunan drainase limfa, dapat meningkatkan akumulasi edema.

Sindroma nefrotik dan keadaan hipoalbuminemia

Perubahan primer pada kelainan ini adalah berkurangnya tekanan onkotik koloid yang

disebabkan oleh kehilangan masif protein ke dalam urin. Keadaan seperti ini dapat

meningkatkan pergerakan cairan ke dalam intersisium, dan menyebabkan hipovolemia,

yang kemudian memulai rangkaian kejadian dengan mengaktivasi sistem RAA.

Ganguan Hepar

Hipertensi intrahepatik tampaknya juga menjadi penyebab timbulnya retensi natrium

dalam ginjal. Keadaan ini sering terkomplikasi dengan penurunan albumin serum

sekunder terhadap sintesis hepatik yang menurun, yang mengurangi volume darah arteri,

bahkan selanjutnya menyebabkan aktivasi sistem RAA serta mekanisme menahan air dan

garam lain. Konsentrasi aldosteron yang ada di dalam sirkulasi meningkat karena

kegagalan hati untuk memetabolisme hormon ini.

Pada awalnya, kelebihan cairan terlokalisasi terutama di belakang sistem vena portal

yang terkongesti dan limfatik hepatik yang terobstruksi. Namun, pada stadium

selanjutnya, terutama bila terdapat hipoalbuminemia berat, dapat berkembang menjadi

edema perifer.

xxviii

Page 29: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Konsumsi protein yang tidak cukup dapat menyebabkan gangguan nutrisi yang

kemudian mengakibatkan gizi kurang (defisiensi protein).

Defisiensi protein tersebut dapat menyebabkan :

a. Penurunan massa otot yang kemudian terjadi pelemahan otot dan atropi otot

b. Penurunan sintesa protein yang kemudian akan menyebabkan hiperpigmentasi,

desquamasi, anemia, rambut jagung, hepatomegali dan edema.

Edema merupakan manifestasi umum kelebihan volume cairan yang membutuhkan

perhatian khusus.Pembentukan edema, sebagai akibat dari perluasan cairan dalam

kompartemen cairan intertisial, dapat terlokalisir, contohnya pada pergelangan kaki;dapat

berhubungan dengan rematoid arthritis; atau dapat menyeluruh, seperti pada gagal jantung

atau ginjal, edema menyeluruh yang berat disebut anasarka(Brunner and Sudarth, 2001).

4.2 Saran

Defisiensi protein dapat dicegah dengan perbaikan asupan makanan lengkap, yaitu

karbohidrat, protein dan lemak yang seimbang. Serta penambahan suplemen vitamin

A, B kompleks, C dan D dan juga pemenuhan mineral-mineral yang dibutuhkan oleh

xxix

Page 30: MAKALAH KELOMPOdasdasK SKENARIO1.docx

tubuh. Selain itu tingkat pengetahuan ibu tentang gizi juga berperan penting pada

kesehatan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 1 edisi 7. Jakarta : EGC.

Silbernagl. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Wilson,dkk. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1 Edisi 13.

Jakarta: EGC.

xxx